laporan penelitian potensi umbi umbian dan biji … · terjadi setelah fase stasioner pertumbuhan...

32
LAPORAN PENELITIAN POTENSI UMBI UMBIAN DAN BIJI BIJIAN SEBAGAI MEDIA UNTUK MENGHASILKAN PIGMEN DAN MONAKOLIN K OLEH Monascus purpureus Oleh: Dr. Ir. Lindayani, MP Dra. Laksmi Hartaynie, MP PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2011

Upload: dinhquynh

Post on 03-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENELITIAN

POTENSI UMBI – UMBIAN DAN BIJI – BIJIAN

SEBAGAI MEDIA UNTUK MENGHASILKAN

PIGMEN DAN MONAKOLIN K OLEH Monascus purpureus

Oleh:

Dr. Ir. Lindayani, MP

Dra. Laksmi Hartaynie, MP

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

2011

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Penelitian : Potensi Umbi-umbian dan Biji-bijian Sebagai Media Untuk

Menghasilkan Pigmen dan Monakolin K oleh Monascus purpureus

2. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Dr. Ir. Lindayani, MP.

b. NIP : 058.1.1994.153

c. Fakultas/Jurusan : Teknologi Pertanian/Teknologi Pangan

d. Alamat : FTP UNIKA SOEGIJAPRANATA

Jl. Pawiyatan Luhur IV / 1 - Semarang

e. Telpon/Faks : 024 – 8441555/024 - 8445265

f. Hp//E-mail : 081578518311/[email protected] atau

[email protected]

Anggota Peneliti

a. Nama Lengkap : Dra. Laksmi Hartayanie, MP.

b. NIP : 058311997001

c. Fakultas/Jurusan : Teknologi Pertanian/Teknologi Pangan

d. Alamat : FTP UNIKA SOEGIJAPRANATA

Jl. Pawiyatan Luhur IV / 1 - Semarang

e. Telpon/Faks : 024 – 8441555/024 - 8445265

f. Hp//E-mail : 0811278802/[email protected]

3. Jangka Waktu Penelitian : `6 bulan

4. Pembiayaan : Rp 6.049.683

Semarang, 21 Juli 2011

Menyetujui: Koordinator Penelitian Ketua Tim Peneliti FTP UNIKA Soegijapranata

Dr. A. Rika Pratiwi, MSi. Dr. Ir. Lindayani, MP.

NPP: 0581993147 NPP: 05811994153

Mengetahui:

Dekan Fakultas Teknologi Pertanian

Ita Sulistyawati, STP., MSc.

NPP: 0581200124

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Angkak merupakan hasil fermentasi Monascus purpureus dengan menggunakan beras

sebagai substrat. Dalam bidang pangan angkak dapat digunakan sebagai flavor agent

maupun pewarna alami untuk yoghurt, daging, pickle, dan sosis. Pigmen yang

dihasilkan oleh Monascus purpureus saat fermentasi bersifat stabil, tidak toksik, dan

tidak menimbulkan alergi sehingga banyak digunakan sebagai pewarna alami.

Angkak dapat dimanfaatkan dalam bidang kesehatan karena secara alami memproduksi

metabolit sekunder yaitu Monakolin K yang dapat menghambat biosintesis kolesterol

dengan cara menghambat kerja enzim HMG-CoA reduktase sehingga menurunkan

kadar kolesterol dalam tubuh. Selain untuk mencegah kolesterol, dapat juga

dimanfaatkan sebagai obat untuk penyakit infeksi, diare, dan demam berdarah.

Produksi pigmen dan Monakolin K disintesis melalui polyketide pathway. Biosintesis

pigmen angkak dan Monakolin K dipengaruhi oleh nutrisi dan parameter lingkungan,

sehingga media perlu dimodifikasi untuk memperoleh jumlah metabolit sekunder.

Menurut Danuri (2008), pigmen dan produksi Monakolin K dipengaruhi oleh pH, suhu,

kelembaban, dan komponen medium (seperti nutrien organik), dan strain fungi yang

digunakan. Di dalam fermentasi, Monascus purpureus memiliki dua aktivitas utama

yaitu sakarifikasi dan proteolitik yang dilakukan oleh enzim amilase dan protease

(Rahayu et al., 1993).

Kadar monakolin paling tinggi dapat dihasilkan pada fermentasi beras oleh Monascus

purpureus selama 14 hari (Panda et al., 2009). Pembentukan monakolin oleh Monascus

terjadi setelah fase stasioner pertumbuhan (Kasim et al., 2006). Biosintesa monakolin

dimulai dari terbentuknya monakolin L yang disintesa dari asetat yang selanjutnya

diubah menjadi monakolin J melalui proses hidrosilasi. Monakolin J akan diubah

menjadi monakolin K (lovastatin). Jalur biosintesis monakolin dimulai dari asetat yang

2

saling terikat sehingga membentuk rantai poliketida (statin). Pada rantai tersebut

terdapat gugusan metil yang berasal dari metionin (Manzoni & Rollini., 2002).

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui potensi umbi – umbian dan biji – bijian

sebagai media yang dapat menghasilkan pigmen dan Monakolin K oleh Monascus

purpureus pada kondisi pH optimum dan jenis substrat yang dapat menghasilkan

pigmen dan Monakolin K tertinggi.

1.2. Tinjauan Pustaka

Nutrisi merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan Monascus purpureus

(Timotius, 2004). Monascus purpureus merupakan spesies jamur yang dapat tumbuh

pada substrat yang mengandung pati (Erdogrul & Azirak, 2004). Selain pati, substrat

yang baik untuk Monascus purpureus adalah substrat yang mengandung dekstrin,

glukosa, maltosa, galaktosa, dan fruktosa (Timotius, 2004).

Selain media beras, umbi lain yang memiliki kandungan pati cukup tinggi dapat

digunakan sebagai substrat untuk pertumbuhan Monascus purpureus seperti kentang

(Solanum tuberosum L.), singkong (Manihot esculenta) dapat juga sebagai substrat

untuk produksi pigmen oleh Monascus purpureus (Widjayanti, 2000). Selain singkong

dan kentang, kimpul (Xanthosoma sagiitifolium Schott) juga dapat dimanfaatkan

sebagai substrat untuk pertumbuhan Monascus purpureus. Kimpul dapat dimanfaatkan

untuk membuat sirup glukosa karena kandungan amilosanya yang cukup tinggi hal ini

menunjukka bahwa kimpul kaya akan kandungan pati (Azwar & Erwanti, 2006).

Kandungan pati dalam singkong, kentang, kimpul dan beras dapat dilihat dari Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Pati dalam Singkong, Kentang, Kimpul, dan Beras

Bahan Kandungan pati (%)

Singkong (*) 30

Kentang (**) 65 – 85

Kimpul (***) 60

Beras (****) 50 – 60 Sumber:

* Nelson (1984);

** Singh & Kaur (2009);

*** Graziano et al (1992);

**** Soemantri (1983)

3

Selain umbi – umbian, substrat yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan Monascus

purpureus adalah biji – bijian. Jagung, kacang kedelai, dan kacang hijau umumnya

mengandung asam amino berupa metionin. Metionin merupakan asam amino esensial

bagi biosintesis monakolin karena merupakan prekursor langsung (Linn, 1973). Kacang

hijau kaya akan asam amino leusin, arginin, isoleusin, valin dan lisin. Kacang hijau

mempunyai kandungan metionin dan sistein relatif lebih tinggi dibandingkan jenis

kacang lainnya (Kay, 1979).

Pigmen Monascus purpureus diproduksi secara tradisional pada substrat padat, seperti

beras atau jagung, yang kemudian dikeringkan, ditumbuk, dan dapat dicampurkan

langsung pada makanan (Timotius, 2004). Pertumbuhan Monascus pada substrat padat

dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, antara lain oksigen (aerasi), pH, suhu, dan

kualitas inokulum (Kaur et al., 2009). Kondisi optimal untuk proses pembentukan

pigmen adalah pada pH 5 - 6 (Rehm & Reed, 1983), suhu 300C, dan kelembaban 50%.

Pigmen Monascus relatif stabil pada pH 6 – 8. Degradasi pigmen merah lebih cepat

terjadi pada pH di atas 8 atau di bawah pH 4 (Kaur et al., 2009).

Dalam memproduksi senyawa metabolit sekunder, dibutuhkan kondisi aerasi yang baik.

Aerasi ini diperlukan untuk menjaga ketersediaan O2 yang digunakan untuk

pertumbuhan dan metabolisme. Jika O2 dalam keadaan terbatas, produksi etanol

meningkat, sedangkan produksi biomassa dan pigmen menurun (Hajjaj et al, 1999).

Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh Monascus purpureus antara lain

monakolin, γ - aminobutyric acids (GABA), monascodilone, monascorubramine,

monascin, ankaflavin, rubropunctatin (Panda et al., 2009). Kandungan gizi angkak

dapat dilihat pada Tabel 2.

4

Tabel 2. Kandungan Gizi Angkak

Kandungan gizi %

Air 7 – 10

Pati 50 – 53

Nitrogen 2,4 – 2,6

Protein kasar 15 – 16

Lemak 6 – 7

Abu 0,9 – 1 Sumber: Rahayu et al., 1993

Sebagai bahan pewarna makanan, angkak mempunyai beberapa kelebihan yaitu pigmen

yang terkandung di dalamnya mempunyai kelarutan dan kestabilan yang tinggi, mudah

dicerna, dan tidak beracun (Kasim et al., 2006). Angkak juga dapat digunakan sebagai

bahan obat, misalnya untuk penyakit infeksi, sakit perut, demam berdarah, menurunkan

tekanan darah tinggi. Selain itu, juga memiliki daya antibiotik terhadap Bacillus,

Streptococcus, dan Pseudomonas (Timotius, 2004).

Pigmen yang disekresi oleh Monascus purpureus meliputi monascorubin dan

rubropunctatin (berwarna merah); monascin dan ankaflavin / monascoflavin (berwarna

kuning) serta monascorubramin dan rubropunctamin (berwarna ungu). Pigmen merah

dan kuning merupakan metabolit sekunder yang normal pada pertumbuhan kapang.

Sedangkan pigmen ungu dapat dihasilkan oleh modifikasi kimiawi / enzimatik dari

pigmen merah dan kuning (Henry & Houghton, 1996).

Produksi enzim amilase oleh Monascus purpureus ditentukan jenis strainnya. Semakin

banyaknya enzim amilase yang terbentuk, maka semakin banyak amilosa yang

terhidrolisis menjadi glukosa sehingga akan memproduksi pigmen lebih banyak. Pada

awal pembentukan pigmen, warna yang pertama kali terbentuk adalah warna putih

kemudian berkembang dari pigmen kuning menjadi pigmen merah. Perubahan warna ini

disebabkan adanya reaksi dengan asam amino sehingga terbentuk warna merah

(Timotius, 2004). Pembentukan pigmen warna merah paling optimal setelah 16 hari

fermentasi (Danuri, 2008).

5

Proses pembentukan pigmen pada Monascus sp diawali dari tetraketida yang terbentuk

melalui reaksi kondensasi satu molekul asetil-CoA dengan tiga molekul malonil-KoA.

Tetraketida memperoleh satu molekul malonil-CoA membentuk pentaketida kemudian

pentaketida mendapat satu lagi molekul malonil-CoA dan membentuk heksaketida dan

akhirnya terbentuk pigmen merah (Hajjaj et al., 1999). Vitamin B1 (Thiamin

Pyrophosphate) merupakan koenzim yang mengkatalis perubahan piruvat menjadi

asetil-CoA dalam metabolisme glukosa. Oleh karena itu, secara tidak langsung dengan

semakin tingginya vitamin B1 dalam substrat maka pigmen yang dihasilkan juga akan

semakin tinggi (Danuri, 2008). Pathway pembentukan pigmen oleh Monascus

purpureus dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pathway pembentukan pigmen merah (Hajjaj et al., 1999).

6

Pigmen yang dihasilkan Monascus purpureus dapat dipisahkan melalui ekstraksi

dengan menggunakan pelarut organik (eter, etanol, benzena, asam asetat, metanol dan

kloroform). Pigmen yang dihasilkan dapat dipisahkan dengan menggunakan kolom

kromatografi (Hajjaj et al., 1999).

Selain pigmen, angkak juga menghasilkan senyawa metabolit sekunder, yaitu

Monakolin K (lovastatin / mevinolin). Formula empiris dari monakolin adalah C24H36O5

dengan berat molekul 404.55 g/mol. Monakolin tidak larut dalam air, larut sebagian

dalam etanol, metanol, asetonitril, etil asetat dan larut sempurna dalam kloroform.

Monakolin mempunyai titik leleh 174,5oC, rotasi optik pada konsentrasi 0,5 gram dalam

100 ml asetonitril sebesar 325o. Monakolin mempunyai serapan maksimum sinar

ultraviolet pada λ 235,238 dan 247 nm (Aryantha et al., 2004).

Kadar monakolin paling tinggi dihasilkan pada fermentasi beras oleh Monascus

purpureus selama 14 hari (Panda et al., 2009). Pembentukan monakolin oleh Monascus

terjadi setelah fase stasioner pertumbuhan (Kasim et al., 2006). Monakolin dapat

bermanfaat untuk menurunkan kadar kolesterol darah antara 11 – 32 % dan kadar

trigliserida sekitar 12 – 19 %. Penurunan kadar kolesterol dalam darah oleh monakolin

dilakukan dengan cara menghambat aktivitas HMGCoA reduktase enzim penentu

biosintesis kolesterol (Kasim et al., 2005). Monakolin akan menghambat katalisa HMG-

CoA menjadi mevalonat selama biosintesis kolesterol (Sayyad et al., 2007).

Biosintesa monakolin dimulai dari terbentuknya monakolin L yang disintesa dari asetat

kemudian menjadi monakolin J melalui proses hidrosilasi. Monakolin J akan diubah

menjadi monakolin K (lovastatin). Pathway biosintesis monakolin berawal dari asetat

yang saling terikat membentuk rantai poliketida (statin). Pada rantai tersebut terdapat

gugusan metil yang berasal dari metionin (yang sering terbentuk selama proses

metabolisme jamur) (Manzoni & Rollini., 2002). Pathway pembentukan monakolin

dapat dilihat pada Gambar 2.

7

Gambar 2. Pathway pembentukan monakolin (Manzoni & Rollini., 2002).

Kasim et al. (2006) menyatakan bahwa jenis substrat berpengaruh terhadap kadar

monakolin yang dihasilkan oleh Monascus purpureus. Selain jenis substrat, jumlah

karbon dan nitrogen juga berpengaruh terhadap produksi biomassa dan konsentrasi

monakolin yang dihasilkan. Sumber karbon yang dapat digunakan dalam pertumbuhan

Monascus purpureus dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber karbon langsung

(glukosa, maltosa, dan fruktosa) dan sumber karbon tak langsung (laktosa dan gliserol).

Sedangkan sebagai sumber nitrogen dapat digunakan pepton, nitrat, glutamat, dan

tripton (Miyake et al., 2006).

8

2. MATERI DAN METODE

2.1. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukandi Laboratorium Mikrobiologi Pangan dan Laboratorium Ilmu

Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata. Penelitian

yang dilakukan melalui beberapa tahap yaitu pengembangan inokulum, pembuatan

angkak (inokulasi ke substrat umbi – umbian dan biji - bijian), pembuatan serbuk

angkak, analisa intensitas pigmen, dan analisa senyawa monakolin.

2.2. Materi

2.2.1. Alat

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian antara lain : erlenmeyer, bekker glass,

tabung reaksi, rak tabung reaksi, jarum ose, bunsen, tissue, vortex, sentrifuge, tabung

sentrifuge, inkubator, shaker, pH meter, pipet tetes, pipet volum, pompa pilleus, gelas

arloji, gelas ukur, kapas, pengaduk, pemanas elektrik, magnetic stirrer, cawan petri,

desikator, penjepit kayu, aluminium foil, botol kaca (untuk menyimpan serbuk angkak),

autoklaf, destruktor, oven, blender, refrigerator, neraca analitik, spektrofotometer,

nylon membrane filters 0,45µm, cellulose nitrate membrane filters 0,2 µm, syringe

perfection, vacuum pump, kolom HPLC C18 Shimadzu VP – ODS 150 L x 4.6, HPLC

(Shimadzu), plate Thin Layer Chromatography (TLC) Silica Gel 60 F256 (Merck), dan TLC

chamber.

2.2.2. Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kentang, singkong, kimpul, dan

beras. Beras Pandan Wangi yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Toko Beras

di Indraprasta. Umbi singkong dan kentang diperoleh dari Pasar Langgar, sedangkan

kimpul diperoleh dari Pasar Waru. Biakan Monascus purpureus, media PDA miring,

asam fosfat 0,1 %, dan cairan pemutih diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi

Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata. Bahan –

bahan kimia seperti HCl 5 %, NaOH 5 %, Na2HPO4.2H2O, NaH2PO4.2H2O, larutan

9

standar mevinolin Sigma Aldrich M2147, metanol, asetonitril, kloroform, dan etanol 96%,

aquades, alkohol 70 %, dan spiritus.

2.3. Metode

2.3.1. Pengaturan pH (Pembuatan Larutan Buffer Fosfat pH 7 untuk

Perendaman Substrat)

Pembuatan larutan buffer fosfat ini dilakukan dengan membuat larutan A dan larutan B.

Dalam pembuatan larutan A, sebanyak 17,799 gram Na2HPO4.2H2O dilarutkan dengan

aquades sampai 1 liter dalam labu takar. Sedangkan, larutan B dibuat dengan

melarutkan 15,601 gram NaH2PO4.2H2O menggunakan aquades sampai 1 liter dalam

labu takar. Setelah itu, untuk membuat larutan buffer fosfat yang diinginkan yaitu pH 7

dilakukan pencampuran larutan A dan B. Selanjutnya, dilakukan penambahan HCl 5 %

ataupun NaOH 5 % dengan menggunakan pipet tetes untuk mendapatkan pH yang

diinginkan yaitu pH 7 (Mulyono, 2006).

2.3.2. Penelitian Utama

2.3.2.1. Pengembangan Inokulum

Pertama kali 19,5 gram media PDA dimasukkan ke erlenmeyer yang berisi 500 ml

aquades. Kemudian dipanaskan dengan menggunakan hot plate dan diaduk dengan

stirer. Setelah itu, media tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi masing – masing

5 ml. Tabung reaksi tersebut kemudian disterilisasi selama 20 menit pada suhu 1210C.

Setelah itu, media yang telah steril didinginkan dalam posisi miring. Setelah itu, biakan

Monascus purpureus diinokulasikan dalam media PDA miring steril tersebut.

Selanjutnya, inokulum diinkubasi dalam inkubator pada suhu 300C selama 5 hari

(Permana et al., 2004; yang dimodifikasi).

2.3.2.2. Pembuatan Angkak

2.3.2.2.1.Persiapan Substrat Inokulasi

2.3.2.2.1.1.Umbi - umbian

Substrat berupa kimpul, singkong, dan kentang dikupas kemudian dipotong dadu

dengan ukuran 5 x 5 x 5 mm. Substrat yang telah berbentuk dadu lalu direndam dalam

10

larutan buffer fosfat pH 7 dengan perbandingan 1:1 selama 12 jam. Kontrol dibuat

dengan cara beras putih direndam dalam larutan buffer fosfat pH 7. Perendaman beras

putih untuk kontrol ini dilakukan dengan perbandingan 1:1 selama 12 jam (Permana et

al., 2004; yang dimodifikasi).

2.3.2.2.1.2. Biji – bijian

Substrat berupa biji jagung, biji kacang kedelai, dan biji kacang hijau direndam dalam

larutan buffer fosfat pH 7 (1:1) selama 12 jam. Kemudian substrat direbus selama 5-15

menit. Sedangkan kontrol dibuat dengan cara beras putih direndam dalam larutan buffer

fosfat yang sudah diatur pH nya, yaitu pH 7. Perendaman beras putih untuk kontrol ini

dilakukan dengan perbandingan 1:1 selama 12 jam (Permana et al., 2004 yang

dimodifikasi).

2.3.2.2.2.Inokulasi

2.3.2.2.2.1. Umbi – umbian

Dalam tahap inokulasi, 120 gram substrat dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan

ditambah dengan 30 ml larutan buffer fosfat yang sudah diatur pH nya, yaitu pH 7.

Inokulasi kontrol beras dilakukan dengan cara 60 gram beras putih dimasukkan ke

dalam erlenmeyer 250 ml kemudian ditambahkan dengan 15 ml larutan buffer fosfat

yang sudah diatur pH nya, yaitu pH 7. Setelah itu, substrat disterilisasi dengan autoklaf

selama 20 menit pada suhu 1210C. Lalu substrat didinginkan dan kemudian dilakukan

inokulasi. Substrat berupa kimpul, kentang, dan singkong diinokulasikan dengan 20 ml

suspensi Monascus purpureus. Sedangkan, untuk kontrol diinokulasikan dengan 10 ml

suspensi Monascus purpureus. Substrat yang telah diinokulasi diinkubasi selama 14 hari

dan setiap 2 hari erlenmeyer tersebut harus dikocok agar pertumbuhannya merata

(Panda et al., 2008; Permana et al., 2004; yang dimodifikasi).

2.3.2.2.2.2. Biji – bijian

Sebanyak 60 g substrat dimasukkan kedalam 250 ml erlenmeyer dan ditambah dengan

15 ml larutan buffer fosfat yang sudah diatur pH nya, yaitu pH 7. Sedangkan untuk

kontrol, sebanyak 60 gram beras putih dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan

ditambahkan dengan 15 ml larutan buffer fosfat yang sudah diatur pHnya, yaitu pH 7.

Setelah itu, substrat dan kontrol disterilisasi dengan autoklaf selama 20 menit pada suhu

11

1210C. Lalu substrat dan kontrol didinginkan. Kemudian substrat dan kontrol

diinokulasikan dengan 10 ml suspensi Monascus purpureus. Substrat dan kontrol yang

telah diinokulasi, diinkubasi selama 14 hari dan setiap 2 hari erlenmeyer tersebut harus

dikocok agar pertumbuhannya merata (Panda et al., 2008; Permana et al., 2004 yang

dimodifikasi).

2.3.2.3. Pembuatan Serbuk Inokulum

Substrat dan inokulum yang sudah difermentasi selama 14 hari dimasukkan ke dalam

cawan petri. Setelah itu, angkak dalam cawan petri tesebut dikeringkan dengan

menggunakan oven dengan suhu 70oC selama 2 hari. Setelah itu, angkak yang sudah

kering tersebut ditimbang beratnya kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender.

Setelah dihaluskan dengan menggunakan blender, berat angkak yang sudah diserbukkan

dicatat kemudian serbuk angkak dimasukkan ke dalam botol kaca dan ditutup dengan

aluminium foil (Permana et al., 2004; yang dimodifikasi).

2.3.2.4. Analisa Intensitas Pigmen dengan Menggunakan Spektrofotometer

Pengukuran kadar pigmen dari angkak, diambil 0,05 gram serbuk inokulum, kemudian

diekstrak dengan 10 ml metanol dan dimasukkan ke dalam botol kaca lalu dibungkus

dengan menggunakan aluminium foil. Ekstraksi dilakukan dengan cara dishaker selama

24 jam. Setelah itu, hasil ekstraksi disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10

menit dan diambil supernatan. Intensitas pigmen diukur dengan menggunakan

spektrofotometer UV-Visible. Intensitas pigmen kuning diukur pada panjang gelombang

390 nm. Intensitas pigmen merah diukur pada panjang gelombang 500 nm (Kasim et al.,

2006).

2.3.2.5. Analisa Intensitas Pigmen dengan Menggunakan TLC (Thin Layer

Chromatogrpahy)

2.3.2.5.1. Proses Ekstraksi Angkak

Untuk pengukuran kadar pigmen dari angkak, diambil 0,5 gram serbuk inokulum, lalu

diekstrak dengan 5 ml etanol 96% dalam botol kaca dan dibungkus dengan aluminium

foil. Ekstraksi dilakukan dengan cara disimpan di dalam inkubator pada suhu 370C

selama 24 jam. Setelah 24 jam, ekstrak disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama

10 menit dan dipeoleh filtrat (Kasim et al., 2006 yang dimodifikasi).

12

2.3.2.5.2. Pengukuran Intensitas Pigmen

Intensitas pigmen diukur dengan menggunakan Thin Layer Chromatogrpahy (TLC).

Hasil ekstraksi tersebut ditotolkan pada plate silica menggunakan pipa kapiler dengan

jarak antar spot 1,5 cm dan dasar plate diberi jarak 1,5 cm. Sebagai kontrol dalam

intensitas pigmen digunakan angkak komersil. Setelah semua spot dibentuk pada plate,

maka plate dicelupkan ke dalam eluen dan ditutup. Eluen yang digunakan dalam analisa

pigmen ini adalah campuran chloroform dan etanol dengan perbandingan 90 : 10.

Jumlah eluen yang digunakan untuk merendam plate tidak boleh melebihi garis pada

dasar plate. Kemudian, diamkan selama 45 menit agar eluen merambat naik ke atas

plate. Bila arah rambatan eluen hampir mencapai bagian atas plate, maka plate diangkat

dan diletakkan dibawah lampu UV untuk melihat spot yang terbentuk. Kemudian dari

hasil tersebut dapat diketahui nilai Retardation factor (Rf) (Vidyalakshmi et al., 2009

yang dimodifikasi).

Rf = b

a

a = jarak dari titik awal sampai ke titik tengah spot yang muncul (cm)

b = jarak dari titik awal hingga batas akhir pengembangan (cm)

(Cserhati & Forgacs, 1999)

Gambar 1. Proses Perendaman Plate Thin Layer Chromatography (TLC) dalam Larutan

2.3.2.5. Analisa Lovastatin

Kandungan lovastatin dianalisa dengan cara 5 gram serbuk angkak ditambah dengan 10

ml asetonitril dan 0,5 ml asam fosfat 0,1 %, lalu didiamkan selama 30 menit dan ditutup

aluminium foil. Kemudian larutan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10

menit. Supernatan diinjeksikan pada kolom HPLC C18 Shimadzu dan diukur

kandungan lovastatin. Larutan standar lovastatin dibuat dengan cara melarutkan serbuk

Arah rambatan eluen

Solven kloroform : etanol

(90:10)

13

lovastatin dengan menggunakan metanol. Larutan standar lovastatin dibuat menjadi 3

konsentrasi, yaitu 125 ppm, 250 ppm, dan 500 ppm. Analisa lovastatin dilakukan

dengan menggunakan UV detektor pada panjang gelombang 235 nm. Fase gerak yang

digunakan adalah asetonitril : asam fosfat 1% (65 : 35, v/v). Flow rate yang digunakan

adalah 1,5 ml/menit dengan lama waktu analisa 8 menit. Dalam pengujian lovastatin

dengan menggunakan HPLC, sampel yang digunakan adalah sampel yang memiliki

intensitas pigmen tertinggi (Kasim et al., 2006; Prabandari et al., 2005; yang

dimodifikasi).

Rumus konsentrasi lovastatin sampel angkak yaitu:

Csampel = (Lsampel / Lstandar) x Cstandar

Keterangan :

Csampel = konsentrasi lovastatin pada sampel angkak

Cstandar = konsentrasi lovastatin pada standar

Lsampel = luas area lovastatin pada sampel angkak

Lstandar = luas area lovastatin pada standar

(Nauli, 2007).

14

3. HASIL PENELITIAN

3.1. Intensitas Pigmen Angkak

3.1.1. Pengukuran Intensitas Pigmen Angkak dengan Menggunakan

Spektrofotometer

Pengukuran intensitas pigmen ini dilakukan dengan menggunakan panjang gelombang

390 nm dan 500 nm. Hasil pengukuran intensitas pigmen angkak yang terbuat dari

substrat kimpul, kentang, singkong, jagung, kacang hijau, kacang kedelai, dan kontrol

beras dapat dilihat dari Tabel 3.

Tabel 3. Absorbansi pigmen Monascus purpureus yang ditumbuhkan pada berbagai

substrat umbi – umbian dan biji – bijian pada pH 7 panjang gelombang 390

nm dan 500 nm

Keterangan:

- Panjang gelombang 390 nm : pengukuran intensitas pigmen kuning

- Panjang gelombang 500 nm : pengukuran intensitas pigmen merah

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa intensitas pigmen warna kuning yang

paling tinggi adalah pada angkak yang dihasilkan substrat kentang yaitu 0,56 dan

jagung yaitu 0,52. Intensitas pigmen warna kuning yang paling rendah adalah pada

singkong yaitu sebesar 0,10 dan kacang hijau 0,32. Sedangkan intensitas pigmen warna

merah yang paling tinggi dihasilkan dengan substrat kentang yaitu sebesar 0,11 dan

jagung yaitu sebesar 0,28. Intensitas pigmen warna merah yang paling rendah adalah

pada singkong dan kontrol beras yaitu sebesar 0,05.

Substrat Absorbansi

390 nm 500 nm

Kimpul 0,29 ± 0,00 0,05 ± 0,01

Singkong 0,10 ± 0,01 0,05 ± 0,02

Kentang 0,56 ± 0,05 0,11 ± 0,01

Jagung 0,52 ± 0,00 0,28 ± 0,01

Kacang Hijau 0,32 ± 0,01 0,08 ± 0,00

Kacang Kedelai 0,32 ± 0,02 0,09 ± 0,00

Kontrol Beras 0,28 ± 0,07 0,05 ± 0,01

15

3.1.2. Analisa Pigmen Menggunakan Thin Layer Chromatography (TLC)

Analisa pigmen juga dilakukan dengan menggunakan TLC. Hasil pengukuran pigmen

yang terbuat dari substrat kimpul, kentang, singkong, jagung, kacang hijau, dan kacang

kedelai dapat dilihat dari Tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisa kualitatif pigmen pada berbagai substrat umbi – umbian dan biji –

bijian pada pH 7 menggunakan Thin Layer Chromatography (TLC).

3.2. Analisa Lovastatin

Hasil analisa lovastatin pada umbi-umbian dan biji-bijian dapat dilihat dari Tabel 5.

Substrat Rf

Sampel Komersil

Singkong 0,06± 0,00 0,06 Kentang 0,08± 0,00 0,08 Kimpul 0,14± 0,00

0,22± 0,00

0,14

0,22 Jagung 0,06 ± 0,01 0,06 Kedelai 0,04 ± 0,00

0,26 ± 0,00

0,04

0,26 Kacang Hijau 0,15 ± 0,00 0,15

16

Tabel 5. Hasil analisa lovastatin pada berbagai substrat umbi – umbian dan biji –bijian

pada pH 7

Substrat Konsentrasi Lovastatin pada Angkak (ppm)

125 ppm a)

250ppmb)

500ppmc) Rata-rata ± SD

Kimpul 5,12 5,62 5,33 5,36 ± 0,25

Singkong 0,19 0,19 0,19 0,19

Kentang TT TT TT TT

Jagung 41,63 45,72 43,32 43,56 ± 2,05

Kacang Hijau 0,73 0,80 0,76 0,76 ± 0,04

Kacang Kedelai 2,86 3,14 2,97 2,99 ± 0,14

Kontrol Beras TT TT TT TT

Keterangan : a)

: Konsentrasi lovastatin berdasarkan luas area lovastatin standar, konsentrasi 125 ppm b)

: Konsentrasi lovastatin berdasarkan luas area lovastatin standar, konsentrasi 250 ppm c)

: Konsentrasi lovastatin berdasarkan luas area lovastatin standar, konsentrasi 500 ppm

TT : tidak terdeteksi kandungan lovastatin

Berdasarkan Tabel 5, substrat kentang dan kontrol beras tidak terdeteksi adanya

senyawa lovastatin. Substrat yang mengandung senyawa lovastatin tertinggi adalah

jagung yaitu 43,56 ± 2,05. Substrat yang mengandung senyawa lovastatin terendah yaitu

singkong yaitu 0,19.

17

4. PEMBAHASAN

4.1. Intensitas Pigmen Angkak

4.1.1. Umbi-Umbian

Berdasarkan hasil analisa pigmen (Tabel 4) diketahui bahwa kontrol beras dan sampel

(kimpul, singkong, kentang, jagung, kacang hijau, dan kacang kedelai) yang diuji dapat

memproduksi pigmen kuning dan pigmen merah pada intensitas yang berbeda-beda. Hal

ini menunjukkan bahwa penggunaan substrat yang berbeda-beda sebagai bahan baku

untuk menghasilkan pigmen dari proses fermentasi yang dilakukan oleh Monascus

purpureus dapat menghasilkan kandungan pigmen yang berbeda pula. Intensitas pigmen

yang paling tinggi dihasilkan pada substrat kentang sebesar 0,56 ± 0,05 (pigmen

kuning) dan 0,11 ± 0,01 (pigmen merah). Pada jagung yaitu sebesar 0,52 ± 0,00

(pigmen kuning) dan 0,28 ± 0,01 (pigmen merah). Menurut Wang et al. (2004), terdapat

enam komponen utama dari pigmen yang dihasilkan oleh Monascus purpureus, yaitu

rubropunktatin (oranye), monaskorubrin (oranye), monaskin (kuning), ankaflavin

(kuning), rubropunktamin (merah), dan monaskorubramin (merah).

Intensitas pigmen kuning dan pigmen merah tertinggi pada substrat jagung dikarenakan

kandungan jagung sebagian besar adalah pati yaitu sekitar 72-73% (Suarni & Widowati,

2006). Selain itu Astawan (2009) menyebutkan bahwa jagung manis mengandung

22,8% amilosa. Kandungan gula pada jagung manis sebagian besar berupa fruktosa.

Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Timotius (2004) yang mengatakan bahwa

substrat yang baik untuk Monascus purpureus antara lain pati, dekstrin, glukosa,

maltosa, galaktosa dan fruktosa.

Selain kandungan pati, kadar amilosa dalam substrat juga berpengaruh terhadap

pembentukan pigmen warna angkak. Danuri (2008) menyatakan bahwa amilosa

berperan terhadap pembentukan pigmen. Semakin tinggi amilosa maka akan semakin

tinggi pigmen angkak yang dihasilkan. Tingginya kandungan pigmen yang dihasilkan

18

pada substrat kentang disebabkan juga karena kentang mempunyai kadar amilosa yang

paling tinggi dibanding kimpul dan singkong.

4.1.2. Biji-Bijian

Pada substrat jagung, kacang hijau dan kacang kedelai intensitas pigmen yang

dihasilkan lebih tinggi daripada kontrol beras (Tabel 4). Hal ini disebabkan selama

penelitian, pigmentasi Monasus purpureus pada kontrol beras berlangsung kurang

optimal. Pigmentasi Monascus purpureus pada substrat beras terhambat akibat kadar air

dalam substrat beras terlalu tinggi. Menurut Rehm & Reed (1995), substrat yang terlalu

basah atau lembek akan menghambat pigmentasi Monascus purpureus. Ganrong et al.

(2005) juga memberikan pendapat bahwa kelembaban dapat mempengaruhi pigmentasi

Monascus purpureus dalam media beras.

Substrat jagung memiliki intensitas pigmen kuning dan pigmen merah tertinggi yaitu

sekitar 0,52 ± 0,00 dan 0,28 ± 0,01. Tingginya intensitas pigmen kuning dan pigmen

merah tertinggi pada substrat jagung dikarenakan kandungan karobidrat jagung

sebagian besar adalah fruktosa yang merupakan substrat yang baik untuk Monascus

purpureus. Pada kacang hijau pembentukan pigmen tidak berlangsung secara baik. Hal

ini disebabkan kadar air dalam kacang hijau cukup tinggi sehingga tekstur kacang hijau

menjadi terlalu lembek. Rehm & Reed (1995) melaporkan bahwa substrat yang terlalu

lembek tidak baik untuk Monascus purpureus. Pada kacang kedelai meskipun

kandungan karbohidrat tinggi tetapi pembentukan pigmen Monascus purpureus tidak

optimal. Pigmentasi yang tidak optimal disebabkan karena karbohidrat hanya 12 - 14 %

saja yang dapat dicerna. Hedley (2000) menambahkan bahwa kacang kedelai

mengandung 6,2% sukrosa, 0,9% raffinosa, dan 4,3% stakiosa.

19

4.2. Analisa Lovastatin

4.2.1. Umbi-Umbian

Lovastatin yang dihasilkan oleh Monascus purpureus banyak dimanfaatkan dalam

bidang kesehatan sebagai obat. Hal ini dikarenakan senyawa ini mampu menurunkan

kadar kolesterol dengan menghambat kerja enzim HMG-CoA reduktase (Ahmad et al.,

2009). Dalam penelitian, dilakukan analisa lovastatin yang diproduksi oleh Monascus

purpureus yang ditumbuhkan pada berbagai substrat yaitu jagung, kacang hijau, kacang

kedelai, kimpul, kentang, dan singkong dengan pH 7. Dalam analisa kualitatif

lovastatin, pertama kali dilakukan pengujian lovastatin pada larutan standar. Larutan

standar ini digunakan sebagai indikator untuk mengetahui senyawa lovastatin dalam

sampel yang diujikan.

Analisa kualitatif terhadap ada atau tidaknya lovastatin dilakukan dengan cara

membandingkan waktu retensi peak yang muncul pada kromatogram dengan waktu

retensi lovastatin standar (Nauli, 2007). Dalam pengujian, peak larutan standar muncul

pada menit ke 4,6 – 4,9, sampel yang diuji menunjukkan peak di antara menit ke 4,6 –

4,9 maka dapat dikatakan bahwa sampel yang diuji tersebut mengandung senyawa

lovastatin.

Substrat kentang tidak menunjukkan adanya kandungan lovastatin. Hal ini diduga

karena kentang mempunyai kandungan pati yang tinggi dibandingkan substrat kimpul,

singkong, dan beras, yaitu sebesar 65 – 85% (Singh & Kaur, 2009). Semakin banyak

kandungan pati dalam sampel, maka semakin banyak nutrisi yang dapat digunakan

untuk pertumbuhan Monascus purpureus sehingga fase stationer akan menjadi lebih

lama dibandingkan Monascus purpureus yang tumbuh dalam substrat yang lebih rendah

kandungan nutrisinya. Semakin lama fase stationer yang terjadi maka semakin lama

pula proses terbentuknya lovastatin karena lovastatin dihasilkan oleh Monascus saat

fase stasioner pada pertumbuhan (Kasim et al., 2006).

20

4.2.2. Biji-Bijian

Kandungan lovastatin pada jagung sangat tinggi (Tabel 5). Hal ini dikarenakan substrat

jagung yang sebagian besar kandungan gulanya adalah fruktosa merupakan substrat

yang sesuai untuk Monascus purpureus (Astawan, 2009; Timotius, 2004). Pada

substrat beras tidak terdeteksi adanya lovastatin, sedangkan pada kacang hijau

terkandung lovastatin dalam jumlah yang sedikit. Pada beras dan kacang hijau terdapat

kandungan air yang tinggi, sehingga tekstur beras dan kacang hijau menjadi terlalu

lembek. Menurut Ganrong et al. (2005), pembentukan lovastatin pada Monascus

purpureus akan terhambat apabila substrat yang digunakan sebagai media pertumbuhan

terlalu tinggi kadar airnya sehingga lovastatin yang dihasilkan hanya sedikit atau

bahkan tidak dihasilkan.

Pada substrat kacang kedelai terkandung lovastatin dalam jumlah sedikit (Tabel 5). Pada

kacang kedelai, sebagian besar karbohidratnya tidak dapat dicerna, hanya 12 - 14 % saja

yang dapat dimanfaatkan oleh Monascus purpureus, sehingga pertumbuhan Monascus

purpureus pada kacang kedelai tidaklah optimal (Santoso, 2005). Petumbuhan

Monascus purpureus yang tidak optimal akan menghasilkan lovastatin yang tidak

maksimal.

21

5. KESIMPULAN

Biji-bijian (Jagung, kacang hijau, kacang kedelai) dan umbi-umbian (kimpul, singkong,

dan kentang) dapat dimanfaatkan sebagai substrat dalam produksi pigmen warna oleh

Monascus purpureus.

Kentang merupakan substrat yang baik untuk menghasilkan pigmen kuning (intensitas

pigmen 0,56 ± 0,05), sedangkan jagung merupakan substrat yang baik untuk

menghasilkan pigmen merah (intensitas pigmen 0,28 ± 0,01).

Jagung merupakan substrat yang baik untuk menghasilkan lovastatin (43,56 ± 2,05

ppm).

6. PENGHARGAAN

Mengucapkan terima kasih kepada Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas

Katolik Soegijapranata yang telah memberikan subsidi untuk melaksanakan

penelitian.

Mengucapkan terima kasih kepada mahasiswa (group ANGKAK: Novi, Cornel,

Linda, Lia, Nita, Catherine dan Bangga) yang telah membantu dan memberikan ijin

menggunakan sebagian hasil analisa HPLC untuk mengetahui kadar monakolin K

(lovastatin) pada berbagai substrat yang telah diuji.

22

7. DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A.; B.P. Panda; S. Khan; M. Ali and S. Javed. (2009). Downstreaming and

Purification of Lovastatin from Monascus purpureus Culture. Thai J. Pharm. Sci. 33:

39 – 46.

Astawan, M. (2009). Paduan Karbohidrat Terlengkap. Dian Rakyat. Jakarta.

Azwar, D. dan R. Erwanti. (2006). Pembuatan Sirup Glukosa dari Kimpul (Xanthosoma

violaceum Schott) dengan Hidrolisa Enzimatis. Skripsi Teknik Kimia, Universitas

Diponegoro. Semarang.

Cserhati, T and E. Forgacs. (1999). Chromatography in Food Science and Technology.

Technomic Publishing Company, Inc. Lancaster.

Danuri, H. (2008). Optimizing Angkak Pigment and Lovastatin Production by Monascus

purpureus. Journal of Biosciences, June 2008, p 61-66.

Direktorat Gizi Dep. Kes. RI. (1996). Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara. Jakarta.

Edrogrul, O. and S. Azirak. (2004). Review of The Studies on The Red Yeast Rice

(Monascus purpureus). Turkish Electronic Journal of Biotechnology Vol 2: 37-49.

Biotechnology Association.

Ganrong, X.; C.Yue; C. Yun and L.X.L. Xing. (2005). Production of Monacolin K in Solid

State Fermentation of Monascus sp. 9901 that does not Produce Citrinin. Food and

Fermentation Industry. www.plantpro.doae.go.th/worldfermentedfood/p16_xu.pdf.

Graziano, T.T.; S. Machado and R. Cassia. (1992). Charactrization of starch of the

Underground System of Xanthosoma sagittifolium (.L.) Schott (Araceae) during Plant

Development. Instituto de Botanica. Brazil.

Hajjaj, H; A. Klaebe; M. O. Loret; G. Goma; P. J. Blanc and J. Franqois. (1999).

Biosynthetic Pathway of Citrinin in the Filamentous Fungus Monascus ruberas

Revealed by 13C Nuclear Magnetic Resonance. http://www.scielo.cl/a07/reprint.html.

Hedley, C.L. (2000). Carbohydrates in Grain Legume Seeds. CABI Publishing. New York.

Henry, G. A. F. and J. D. Houghton. (1996). Natural Food Colorants 2nd

Edition. Blackie

Academic and Professional. London.

http://bkp.deptan.go.id/seputar%20bkp/web%20konsumsi/Text/Menu/Booklat%20Ub

i%20Kayu.pdf.

23

Kasim, E.; N. Suharna; dan N. Nurhidayat. (2006). Kandungan Pigmen dan Lavostatin

pada Angkak Beras Merah Kultivar Bah Butong dan BP 1804 IF 9 yang Difermentasi

dengan Monascus purpureus Jmba. Jurnal Biodiversitas Vol 7 No 1: 7-9.

______; S. Astuti; dan N. Nurhidayat. (2005). Karakterisasi Pigmen dan Kadar Lovastatin

Beberapa Isolat Monascus purpureus. Jurnal Biodiversitas Vol 6 No 4: 247-250.

Kaur, B.; D. Chakraborty; and K. Harbinder. (2009). Production and Evaluation of

Physicochemical Properties of Red Pigment from Monascus purpureus MTCC 410.

The Internet Journal of Microbiology™ ISSN: 1937-8289

Kay D.E. (1979). Food Legumes. Tropical Product Institute. London.

Lin, Y. L.; T. H. Wang; M. H. Lee; and N. W. Su. (2008). Biologically Active Components

in The Monascus-Fermented Rice : A Review. Applied Microbial Biotechnol No 77:

965-973.

Lingga, P. (1986). Bertanam Ubi – Ubian. Penebar Swadaya. Jakarta.

Linn. (1973). Isolation and Cultural Conditions of Monascus sp. for The Productin of

Pigment in A Submerged Culture. J.Ferm. Technol. Vol. 51: 135-142.

Manzoni, M. and M. Rollini. (2002). Biosynthesis and Biotechnologycal Production of

Strains by Fillamentous Fungi and Application of These Cholesterol-Lowering Drugs.

Appl Microbiol Biotechnol 58: 555 – 564.

Miyake, T.; K.Uchitomi; M.Y. Zhang; I. Kono; N.Nozaki; H. Sammoto and K. Inagaki.

(2006). Effect of The Principal Nutrients on Lovastatin Production by Monascus

pilosus. Bioscience Biotechnology Biochemistry Vol 70 (5): 1154 – 1159.

Mulyono, H. A. M. (2006). Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Bumi Aksara.

Jakarta.

Nauli, T. (2007). Ekstraksi Lovastatin. J. Alchemy Vol 6 (1): 14 – 20.

Nelson, G. C. (1984). An Analysis of The International Market Potential for Dried Cassava

and Cassava Starch. Proceedings of a Regional Workshop held in Bangkok, Thailand,

5 – 8 June 1984 page 154.

24

Panda, B. P.; S. Javed; And M. Ali. (2009). Engineering Rice Based Medium for

Production of Lovastatin with Monascus Species. Czech Journal Food Science Vol 27

(5): 352 – 360.

__________; S. Javed and M. Ali. (2008). Optimization of Fermentation Parameters for

Higher Lovastatin Production in Red Mold Rice Through Co-culture of Monascus

purpureus and Monascus ruber. Food Bioprocess Technol. DOI 10.1007/s11947-008-

0072-z.

Permana, D. R.; S. Marzuki; dan D. Tisnadjaja. (2004). Analisa Kualitas Produksi

Fermentasi Beras (Red Fermented Rice) dengan Monascus purpureus 3090. Jurnal

Biodiversitas Vol 5 No 1: 7-12.

Prabandari, E. E.; Koesnandar; A. Suryani & K. Syamsu. (2005). Stimulasi Glutamat

terhadap Produksi Lovastatin oleh Aspergillus terreus. Jurnal Mikrobiologi Indonesia

Vol 10 (2): 51 – 54.

Rahayu, E. S.; R. Indarti; T. Utami; E. Haryani; dan M. N. Cahyanto. (1993). Bahan

Pangan Hasil Fermentasi. PAU Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada.

Yogyakarta.

Rehm, H.J. and G. Reed. (1995). Biotechonology Vol 9. VCH, Weinhem.

__________________. (1983). Biotechnology Vol.5 Food and Feed Production with

Microorganisms. Verlag Chemie. Weinheim.

Renawati, J. (2005). Ubi Kayu.

Rukmana, R. (1996). Kacang Hijau. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Samadi, B. (2007). Kentang. Kanisius. Yogyakarta.

Santoso. (2005). Teknologi Pengolahan Kedelai (Teori dan Praktek).

http://www.pdfbe.com/f3/f37f3240aa30c1f5-download.pdf

Sayyad, S.A.; B.P. Panda; S. Javed and M. Ali. (2007). Screening of Nutrient Parameters

for Lovastatin Production by Monascus purpureus MTCC 369 Under Submerged

Fermentation Using Plackett-Burman Design. Researh Journal of Microbiology, Vol.

2 (7) : 601-605.

Singh, J. and L. Kaur. (2009). Advances in Potato Chemistry and Technology. Elsevier Inc.

USA.

Soemantri, I. H. (1983). Pewarisan Kadar Amilosa pada Beberapa Persilangan Padi.

Tesis, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung.

25

Suarni dan S. Widowati. (2006). Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung.

http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind//bjagung/tiganol.pdf.

Timotius, K. H. (2004). Produksi Pigmen Angkak Oleh Monascus. Jurnal Teknik dan

Industri Pangan Vol XV No 1: 79-85.

Vidyalakshmi, R.; R. Paranthaman; S. Murugesh; and K. Singaravadivel. (2009). Microbial

Bioconversion of Rice Broken to Food Good Pigments. Global Journal of

Biotechonology & Biochemistry Vol 4 No 2: 84-87.

Wang, J.J; C.L. Lee; and T.M. Pan. (2004). Modified Mutation Method for Screening Low

Citrinin-Producing Strains of Monascus purpureus on Rice Culture. Journal of

Agricultural and Food Chemistry Vol 52 : 6977 – 6982.

Widjayanti, R. D. E. (2000). Membandingkan Beras dan Cassava Sebagai Substrat untuk

Produksi Pigmen Monascus dengan Fermentasi Padat. Jurnal Sain dan Teknologi

Indonesia Vol 2 No 2: 23-26.

26

8. LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Lovastatin dan Sitrinin pada Substrat

Tabel 6. Perhitungan Konsentrasi Lovastatin Pada Substrat

Substrat pH Luas Area

Lovastatin

Konsentrasi Lovastatin (ppm) Rata-rata ± SD

125 ppm a)

250ppmb)

500ppmc)

Kontrol

Beras

5

6 29571 0,632 0,694 0,658 0,661 ± 0,025

7

Jagung

5 3070379 65,628 72,064 68,280 68,657 ± 2,641

6 7510321 160,511 176,253 166,998 167,920 ± 6,460

7 1948019 41,633 45,716 43,316 43,555 ± 1,676

Kacang

Hijau

5 1003712 21,451 23,555 22,318 22,442 ± 0,863

6

7 34182 0,731 0,802 0,760 0,764 ± 0,029

Kacang

Kedelai

5 67806 1,449 1,591 1,508 1,516 ± 0,058

6

7 133617 2,856 3,136 2,971 2,987 ± 0,115 Keterangan : a) Konsentrasi lovastatin berdasarkan luas area lovastatin standar, konsentrasi 125 ppm

b) Konsentrasi lovastatin berdasarkan luas area lovastatin standar, konsentrasi 250 ppm

c) Konsentrasi lovastatin berdasarkan luas area lovastatin standar, konsentrasi 500 ppm

Tabel 7. Luas Area Standar Lovastatin dan Sitrinin pada Analisa HPLC

Bahan Konsentrasi

125 ppm 250 ppm 500 ppm

Standar Lovastatin 5848775 10652749 22486314

Standar Sitrinin 6464635 12588801 19392830

27

Lampiran 2. Kromatografi Larutan Standar Lovastatin

(a)

(b)

(c)

Gambar 5. Kromatografi Larutan Standar Lovastatin pada Konsentrasi (a). 125 ppm, (b).

250 ppm, dan (c). 500 ppm

28

Lova

stat

in

Lampiran 3. Kromatografi Substrat

Gambar 6. Kromatografi Substrat Kimpul

Gambar 7. Kromatografi Substrat Singkong

Gambar 8. Kromatografi Substrat Kentang

Lova

stat

i

n

29

Gambar 9. Kromatografi Substrat Kacang Hijau

Gambar 101. Kromatografi Substrat Kacang Kedelai

Gambar 11. Kromatografi Kontrol Beras

Lova

stat

in

Lova

stat

in

30

Lampiran 4. Hasil analisa kualitatif pigmen pada berbagai substrat dengan

menggunakan Thin Layer Chromatography (TLC).

Tabel 8. Hasil analisa kualitatif pigmen dalam substrat umbi-umbian dengan

menggunakan Thin Layer Chromatography (TLC).

Substrat

Rf

Sampel Komersil

Singkong 0,06± 0,00

0,06

0,27

0,31

0,37

Kentang 0,08± 0,00

0,18± 0,01

0,08

0,19

0,28

Kimpul 0,14± 0,00

0,22± 0,00

0,14

0,22

0,24

0,28

Tabel 9. Hasil analisa kualitatif pigmen dalam substrat biji-bijian dengan menggunakan

Thin Layer Chromatography (TLC).

Substrat Rf

Sampel Komersil

Jagung 0,06 ± 0,01 0,06

0,19

0,24

0,29

0,91

Kedelai 0,04 ± 0,00 0,04

0,15

0,21

0,26 ± 0,00 0,26

Kacang hijau 0,05

0,15 ± 0,00 0,15

0,18

0,22

0,89