laporan penelitian penjajagan komunitas kreatif ii

165
LAPORAN PENELITIAN PENJAJAGAN KOMUNITAS KREATIF II G. R. Lono Lastoro Simatupang Maret 2013

Upload: dangnga

Post on 09-Dec-2016

328 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

LAPORAN

PENELITIAN PENJAJAGAN KOMUNITAS KREATIF II

G. R. Lono Lastoro Simatupang

Maret 2013

Page 2: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

1

DAFTAR ISI

Ringkasan Eksekutif 2

1. LATAR BELAKANG 4 A. PNPM Mandiri 4 B. Inisiatf Komunitasi Kreatif I (IKK I ) 4 C. Komunitas Kreatif II (KK II) 5

2. DESAIN PENELITIAN 6 A. Pertanyaan Kunci 6 B. Metodologi Penelitian 7 C. Lokasi Penelitian 8 D. Tim Peneliti dan Waktu Penelitian 9

3. TEMUAN DAN ANALISIS 10 A. Kabupaten Lokasi Penelitian 10 B. Senibudaya di Kabupaten Lokasi Penelitian 12

1. Jenis dan Sifat Senibudaya 12 2. Konteks Kehadiran Seni Budaya 18 3. Organisasi dan Jejaring Kelompok Senibudaya 18

C. Individu dan Kelompok Fasilitator Potensial 19 D. Tanggapan Fungsionaris PNPM MPdd/GSC

25

4. REKOMENDASI 28 A. Rekomendasi Program KK II (Desain Umum) 28 B. Rekomendasi Lokasi Implementasi KK II Tahun 2012 30 C. Rekomendasi Lain-lain 31

Lampiran 32 1 Laporan Penelitian Penjajagan KK II Kabupaten Lombok Timur 33 2 Laporan Penelitian Penjajagan KK II Kabupaten Lombok Utara 48 3 Laporan Penelitian Penjajagan KK II Kabupaten Nganjuk 58 4 Laporan Penelitian Penjajagan KK II Kabupaten Pamekasan 76 5 Laporan Penelitian Penjajagan KK II Kabupaten Timor Tengah Utara 86 6 Laporan Penelitian Penjajagan KK II Kabupaten Rote Ndao 92 7 Laporan Penelitian Penjajagan KK II Kabupaten Maros dan Bone 108 8 Laporan Penelitian Penjajagan KK II Kabupaten Padang Pariaman dan Solok 126 9 Laporan Penelitian Penjajagan KK II Kabupaten Landak dan Kayong Utar 143 10 Daftar Peserta FGD 163

Page 3: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

2

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pada tahun 2007 PNPM Support Facility (PSF) memperkenalkan Inisiatif Komunitas Kreatif I (IKK I) untuk meningkatkan partisipasi publik dan memperbaiki kemampuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Mandiri Perdesaan (PNPM MPd) menjangkau orang miskin dan kelompok yang terpinggirkan. IKK I terbukti mampu meningkatkan secara signifikan jumlah warga yang hadir dalam pertemuan-pertemuan PNPM MPd. Berdasarkan hasil dan pelajaran yang dipetik dari IKK I, PSF bermaksud meningkatkan IKK dalam bentuk Komunitas Kreatif fase II (KK II - sebutan sementara). Tujuan KK II adalah a) meningkatkan partisipasi publik dalam proses-proses PNPM Mandiri Perdesaan atau PNPM Generasi Sehat dan Cerdas (PNPM GSC), b) meningkatkan kemampuan orang miskin dan terpinggirkan untuk berpartisipasi dalam proses-proses PNPM MPd/GSC, dan c) meningkatkan kemampuan fasilitator PNPM dan kelompok budaya menggunakan media senibudaya untuk memperkuat proses-proses PNPM MPd/GSC.

Penelitian Penjajagan ini dilakukan dalam rangka penyiapan pelaksanaan program, untuk a) mengidentifikasi aktivitas budaya berbasis masyarakat yang berpeluang bagi peningkatan partisipasi publik dan penyaluran suara orang miskin dan terpinggirkan, b) mengidentifikasi kelompok budaya yang berpeluang mendukung program KK II, dan c) mengajukan usulan lokasi program sereta memperoleh masukan dari para pemangku kepentingan bagi konsep dan rancangan umum KK II.

Berdasarkan temuan di lapangan diajukan rekomendasi berikut:

1. Fokus KK II pada pengembangan bentuk-bentuk senibudaya partisipatoris-dialogis KK II disarankan berfokus pada pengembangan bentuk-bentuk senibudaya yang melibatkan pihak terpinggirkan, atau menyuarakan pendapat dan kebutuhan pihak terpinggirkan, serta mengundang partisipasi/dialog dari hadirin (audience).

2. Pilih minimal 3 kelompok senibudaya di setiap kabupaten KK II disarankan melakukan fasilitasi pada minimal 3 kelompok senibudaya di setiap kabupaten. Ketiga kelompok senibudaya target tersebut idealnya berasal dari 3 kecamatan berbeda.

3. Posisi kelompok senibudaya sebagai mitra - bukan sebagai ‘bawahan.' KK II diharapkan memposisikan kelompok senibudaya lokal yang sudah memiliki event dan audience konvensional sendiri sebagai mitra, bukan alat PNPM MPd/GSC belaka, sehingga dampak pemberdayaan yang disuntikkan KK II tidak hanya terkomunasikan dalam acara PNPM MPd/GSC, melainkan juga dalam acara-acara dengan audience konvensional mereka.

4. Pemanfaatan dan workshop fasilitator lokal KK II disarankan merekrut fasilitator bidang gagasan dan artistik dari sumberdaya lokal (lingkup kabupaten atau provinsi) yang lebih mengenal kondisi dan idiom-idiom (bahasa, gestur, simbol) setempat agar pesan yang KK II lebih mudah dipahami publik setempat. Pelibatan fasilitator lokal juga strategis bagi penyebaran gerakan pendekatan budaya di wilayah kabupaten atau provinsi setempat. Untuk itu, perlu diadakan workshop tentang penggunaan senibudaya bagi pemberdayaan masyarakat dengan peserta para fasilitator lokal terpilih.

5. Integrasi KK II ke dalam PNPM secara sistemik

Page 4: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

3

Upaya peningkatan kembali partisipasi masyarakat harus dirumuskan secara terpadu sebagai sebuah kebijakan nasional yang melibatkan seluruh komponen PNPM. Oleh karenanya, pelibatan kelompok senibudaya diusulkan menjadi salah satu prosedur baku kerja PNPM secara nasional, didukung oleh kebijakan nasional perihal alokasi Dana Operasional Kegiatan (DOK) PNPM untuk pelibatan kelompok senibudaya, serta menjadi salah satu komponen Indikator Kinerja Kunci (Key Performance Indicators) fungsionaris PNPM.

6. Letak KK II pada Jenjang Kabupaten dengan melibatkan RBM sebagai mitra kerja Disarankan agar KK II menjadi sebagai salah satu program kerja RBM. Untuk maksud tersebut, organisasi pelaksana (implementing organization) KK II menyusun rencana kegiatan KK II bersama RBM. Sementara, PNPM kabupaten dan kecamatan diposisikan sebagai "pengguna" hasil kerjasama KK II dan RBM; mereka wajib melibatkan kelompok senibudaya yang difasilitasi KK II dalam kegiatan-kegiatan PNPM.

7. Sosialisasi pendekatan senibudaya pada fungsionaris PNPM di semua jenjang Fungsionaris PNPM MPd di tingkat provinsi, kabupaten dan kecamatan perlu memperoleh perluasan cakrawala agar tidak terlalu terpaku pada PTO, dan menempatkan kelompok senibudaya sebagai mitra kerja mereka. Sosialisasikan kepada mereka perihal pendekatan senibudaya sebagai komponen Indikator Kinerja Kunci (Key Performance Indicators).

8. Kegiatan PNPM sebagai acara publik PNPM kecamatan diarahkan untuk menjadikan kegiatan-kegiatan sosialisasi dan musyawarah sebagai acara publik dengan cara penyelenggaraan acara-acara tersebut di ruang-ruang publik terbuka atau dengan memanfaatkan acara-acara komunal yang sudah ada (bersih desa, alek nagari, arisan, dsb.)

9. Perlunya dilakukan baseline study Untuk setiap wilayah implementasi perlu dilakukan baseline study untuk memperoleh gambaran kondisi sebelum intervensi KK II, agar nantinya dapat digunakan sebagai dasar pengukuran capaian dalam evaluasi program KK II.

10. Dokumentasi Proses Pelaksanaan KK II Pelaksanaan KK II di lokasi terpilih untuk Tahap 1 didokumentasi dengan baik dan terencana agar dapat digunakan sebagai bahan penyusun kebijakan KK II di tahun 2014, serta dapat digunakan dalam proses pelaksanaan KK II tahun 2014. Pendokumentasian dapat dilakukan dengan melibatkan RBM.

Page 5: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

4

I. LATAR BELAKANG

A. PNPM Mandiri

Pada tahun 2007 pemerintah Indonesia meresmikan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). PNPM merupakan sebuah program payung untuk menyatukan berbagai kegiatan pembangunan berbasis masyarakat (community-driven development - CDD) di Indonesia agar orang miskin dapat menerima manfaat dari kondisi sosial-ekonomi dan pemerintahan yang semakin baik. PNPM menyediakan bantuan keuangan dan teknis secara langsung kepada masyarakat untuk meningkatkan infrastruktur dasar dan pelayanan sosial. Program ini berfokus pada pemberdayaan masyarakat dalam pengambilan keputusan mengenai penentuan kebutuhan dan prioritas mereka. Saat ini PNPM telah berskala nasional, di wilayah perdesaan program ini telah tersebar di 63.000 desa di lebih dari 5.000 kecamatan, menjangkau lebih dari 34 juta pemanfaat.

Program ini menggunakan pendekatan pembangunan berbasis masyarakat, menyalurkan bantuan langsung kepada masyarakat lokal di tingkat kecamatan untuk mendanai pembangunan yang pilihan dan prioritasnya ditentukan sendiri oleh warga masyarakat - biasanya berupa pembangunan infrastruktur sosial/ekonomi, dan pinjaman kecil untuk kelompok simpan-pinjam di kalangan wanita - yang dilaksanakan melalui cara-cara yang menjamin partisipasi luas dan transparansi. Keunikan PNPM terletak pada pendekatan pemberdayaan masyarakatnya yang menyerahkan pengambilan keputusan dan sumberdayanya kepada masyarakat, sehingga memberdayakan mereka untuk menentukan kebutuhan pembangunan mereka sendiri. Oleh karenanya, kemampuan PNPM untuk dapat memenuhi kebutuhan orang miskin dan kemampuannya untuk dapat membangun rasa kepemilikan ditentukan oleh sejauh mana warga masyarakat berpartisipasi dalam program.

Meskipun demikian, studi-studi belakangan ini menunjukkan bahwa orang miskin dan yang terpinggirkan memiliki akses terbatas dalam proses pengambilan keputusan PNPM. 75 persen orang miskin yang hadir dalam forum-forum warga adalah partisipan pasif. Hambatan-hambatan budaya seperti kelas sosial, sukubangsa dan norma jender menghalangi sejumlah kelompok warga masyarakat untuk menyuarakan pendapat mereka. Selain itu, peningkatan jumlah PNPM - Mandiri yang cepat sejak tahun 2007 menyebabkan munculnya kendala dalam kualitas rekrutmen, kinerja manajemen, serta pembinaan dan training fasilitator. Akibatnya, banyak fasilitator tidak memiliki kapasitas dan waktu yang cukup untuk mendengarkan berbagai suara masyarakat. Seiring dengan terjadinya peningkatan jumlah, pelaksanaan semakin terfokus pada administrasi, dan menyebabkan proses PNPM menjadi mekanis serta tidak mengundang peranserta warga. Di lokasi-lokasi yang telah berpartisipasi dalam PNPM selama bertahun-tahun, tampak adanya gejala kelelahan warga masyarakat terhadap siklus pertemuan di tingkat desa hingga kecamatan dari tahun ke tahun. Gabungan faktor-faktor tersebut menyebabkan turunnya antusiasme warga masyarakat terhadap PNPM.

B. Inisiatif Komunitas Kreatif I (IKK I)

Untuk menjawab beberapa persoalan di atas, pada tahun 2007 PNPM Support Facility

Page 6: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

5

(PSF) - sebuah lembaga yang didirikan oleh pemerintah Republik Indonesia dan mitra-mitra pembangungan internasional untuk mendorong manajemen PNPM dengan baik - membentuk Inisiatif Komunitas Kreatif I (IKK I) dalam rangka memperkenalkan pendekatan budaya. Prinsip yang mendasarinya adalah keyakinan bahwa ekspresi-ekspresi kultural, dalam berbagai jenis dan bentuknya, mampu mengatasi hambatan sosial, membantu meningkatkan kepercayaan diri dan menyalurkan suara seluruh segmen penduduk. IKK I menyediakan bantuan dana kecil bagi masyarakat lokal di 29 kecamatan peserta PNPM MPd di provinsi Sumatra Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur, untuk melaksanakan kegiatan kultural berbasis masyarakat untuk memperkuat proses pemberdayaan masyarakat peserta PNPM MPd.

Evaluasi terhadap IKK I menunjukkan bahwa pendekatan budaya yang ditempuh

terutama efektif meningkatkan partisipasi publik dan memperbaiki kemampuan PNPM MPd menjangkau orang miskin dan kelompok yang terpinggirkan. Khususnya, IKK I mampu meningkatkan secara signifikan jumlah kehadiran warga dalam pertemuan-pertemuan PNPM MPd di saat keputusan penting tentang penggunaan dana dilakukan. Berbagai bentuk ekspresi kultural setempat juga memberi kesempatan bagi warga desa menyuarakan keprihatinan dan kebutuhan mereka dalam medium yang lebih akrab.

C. Komunitas Kreatif II (KK II)

Berdasarkan pelajaran dan hasil yang dipetik dari IKK I, PNPM Support Facility (PSF) bermaksud meningkatkan IKK agar tercipta dampak lebih luas bagi proses pemberdayaan masyarakat dalam PNPM MPd. Komunitas Kreatif fase II (KK II - sebutan sementara) yang segera hadir ini akan bermitra dengan pekerja budaya dan seniman untuk melaksanakan kegiatan budaya yang sesuai dengan kondisi lokal untuk meningkatkan kemampuan warga desa, khususnya yang miskin dan terpinggirkan, berperanserta secara aktif dalam proses-proses PNPM dengan menggunakan ekspresi kultural setempat.

KK II terdiri dari dua tahap:

Tahap 1: Persiapan Operasional (Maret 2013 - Februari 2014) Dalam Tahap 1, rancangan proyek akan dimodifikasi berdasarkan pelajaran yang dipetik dari IKK I. Penyesuaian juga akan dilakukan berdasarkan temuan penjajagan lapangan yang sedang berlangsung yang bertujuan untuk mengumpulkan masukan bagi rancangan KK II, mengidentifikasi kegiatan berbasis masyarakat yang dapat menopang pemberdayaan komunitas, dan menyarankan mitra lokal. Selanjutnya, kegiatan rintisan (pilot) akan dilaksanakan di tiga (3) lokasi untuk menguji modifikasi yang dihasilkan. Lokasi ujicoba ditentukan bersama pemangku kepentingan PNPM berdasarkan seperangkat kriteria yang disetujui bersama.

Tahap 2: Implementasi (Maret 2014 - Juni 2015) Tahap 2 akan berupa implementasi rancangan proyek yang telah teruji di sekitar 50 kecamatan penerima dana program PNPM MPd dan PNPM Generasi Sehat dan Cerdas (PNPM GSC). Lokasi KK II akan ditetapkan berdasarkan temuan dan konsultasi dari Tahap 1. KK II akan menjalin kemitraan dengan Organisasi Pendukung Komunitas (Community Support Organizations - CSO) untuk melaksanakan kegiatan berbasis masyarakat yang mendukung pencapaian tujuan PNPM yaitu pemberdayaan masyarakat. Dalam tahap ini

Page 7: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

6

juga akan dilakukan peningkatan kapasitas konsultan lapangan PNPM dalam bidang penggunaan pendekatan-pendekatan kreatif untuk menjalin hubungan dengan pemanfaat sasaran.

II. DESAIN PENELITIAN Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II ini merupakan salah satu langkah awal

dalam rangka menyiapkan pelaksanaan program. Penelitian Penjajagan ini bertujuan untuk memetakan kegiatan dan sumber budaya yang bermanfaat bagi pengembangan Komunitas Kreatif II dan mengidentifikasi lokasi-lokasi yang potensial bagi pelaksanaan program. Selain itu, tim penjajagan lapangan juga akan menemui para pemangku kepentingan lokal untuk menyampaikan informasi tentang program yang akan hadir ini serta mengumpulkan masukan bagi rancangan program secara umum.

Tujuan khususnya adalah: Mengidentifikasi keberadaan aktivitas budaya berbasis masyarakat di tingkat

kecamatan dan desa yang berpeluang bagi peningkatan partisipasi publik dan penyaluran suara orang miskin dan kelompok terpinggirkan.

Mengidentifikasi keberadaan kelompok budaya di kabupaten dan kecamatan yang berpeluang mendukung program Komunitas Kreatif II.

Mengajukan usulan lokasi program, dan Memperoleh masukan dari pemerintah lokal, tim PNPM MPd dan PNPM GSC,

kelompok budaya dan pemangku kepentingan lainnya bagi konsep dan rancangan umum KK II.

A. Pertanyaan Kunci

Penelitian Penjajagan ini berupaya menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Bentuk-bentuk aktivitas budaya apa saja yang tersedia di tingkat kecamatan dan desa yang menyatukan seluruh warga masyarakat, yang bermanfaat bagi penumbuhan identitas lokal dan berpeluang digunakan warga setempat - terutama orang miskin dan yang terpinggirkan - untuk menyampaikan aspirasi dan keprihatinan mereka? Siapa yang menggagas dan mengelola aktivitas budaya tersebut?

2. Kelompok seni dan budaya berbasis masyarakat apa saja yang aktif di wilayah kabupaten dan kecamatan? Apakah mereka berpotensi digerakkan untuk implementasi KK II untuk memperkuat pemberdayaan masyarakat di PNPM? Bagaimana kapasitas mereka dalam hal pengorganisasian kegiatan dan pengelolaan keuangan?

3. Selain kelompok-kelompok di atas, sumber-sumber budaya lokal apa lagi yang dapat digunakan untuk meningkatkan partisipasi publik dan menyuarakan aspirasi dan keprihatinan orang miskin dan yang terpinggirkan dalam PNPM?

4. Apakah fasilitator PNPM MPd/GSC di lokasi penelitian menggunakan pendekatan budaya untuk meningkatkan kualitas proses pemberdayaan masyarakat? Kalau ya, bagaimana hal itu dilakukan? Kalau tidak, apa yang menghalanginya dan dukungan apa yang mereka perlukan?

Page 8: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

7

5. Apa saja usulan fasilitator PNPM MPd/GSC, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh budaya setempat terhadap konsep dan rancangan program KK II?

B. Metodologi Penelitian

Penelitian Penjajagan dilakukan secara kualitatif dengan menerapkan kombinasi antara penelitian dokumen dan penelitian lapangan dalam 3 tahap:

Tahap I. Riset Pendahuluan dan Persiapan Tim Peneliti bekerjasama dengan Tim PSF yang bertugas untuk Komunitas Kreatif

pertama-tama melakukan desk review atas dokumen-dokumen PNPM MPd/GSC yang tersedia, Laporan Evaluasi IKK, serta dokumen lain. Pada tahap ini Tim Peneliti mempelajari desain kerja PNPM MPd, kekuatan dan kelemahannya, partisipasi publik dalam PNPM MPd, serta pelajaran yang dipetik dari IKK. Selain itu, Tim Peneliti juga mengumpulkan data tentang tingkat kemiskinan, serta data potensi dan aktivitas budaya dari berbagai sumber. Hasil pengumpulan informasi dan review tersebut menjadi masukan bagi langkah-langkah persiapan berikutnya, yaitu penentuan lokasi, identifikasi informan kunci serta para pemangku kepentingan, penyusunan metode dan pertanyaan penelitian, serta penyusunan jadwal kegiatan.

Tahap II. Penelitian Lapangan Peneliti mengunjungi lokasi penjajagan untuk mencari jawaban atas pertanyaan kunci

dengan metode-metode penelitian kualitatif, yakni wawancara mendalam terhadap informan kunci, menyelanggarakan Focus Group Discussions (FGD) dengan kelompok pemangku kepentingan, serta pengamatan terhadap aktivitas budaya (bila memungkinkan). Wawancara dan FGD akan direkam, dan dilakukan dokumentasi foto atas aktivitas budaya.

Wawancara Mendalam dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan keprihatinan orang miskin dan terpinggirkan, hambatan keterlibatan mereka dalam PNPM, dan kemampuan mereka yang berpeluang untuk digunakan dalam PNPM. Wawancara kepada kelompok ini dilakukan agar peneliti memperoleh informasi langsung dari mereka yang mengalami hambatan sosial/kultural sehingga suara mereka tidak terdengar dalam proses PNPM. Wawancara mendalam dilakukan dengan cara mengunjungi informan kunci kategori orang miskin dan terpinggirkan, yang meliputi kategori berikut:

Orang miskin

Kaum perempuan

Kaum muda

Warga pendatang (bukan penduduk asli setempat) FGD dilakukan di tingkat kecamatan dilakukan untuk mendalami informasi yang diperoleh di tingkat kabupaten. FGD dilakukan untuk mengidentifikasi:

Sumber-sumber budaya lokal yang berpeluang digunakan untuk meningkatkan partisipasi publik dan menyuarakan aspirasi dan keprihatinan orang miskin dan yang terpinggirkan dalam PNPM MPd/GSC.

Bentuk-bentuk aktivitas, hambatan dan dukungan yang diperlukan bagi pendekatan budaya untuk meningkatkan kualitas proses pemberdayaan masyarakat melalui KK II.

Page 9: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

8

Masukan fasilitator PNPM MPd/GSC, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh budaya setempat terhadap konsep dan rancangan program KK II.

FGD diikuti oleh peserta dari kelompok fasilitator PNPM MPd/GSC, staf dinas terkait, aktivis kelompok budaya, anak muda, dan tokoh agama/masyarakat.

Peneliti sebisa mungkin mengamati secara langsung aktivitas-aktivitas budaya yang sedang berlangsung di saat melakukan penelitian di lokasi penelitian. Pengamatan terlibat ini diperlukan untuk mengenali lebih dekat kegiatan-kegiatan budaya yang berpeluang digunakan untuk meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dalam PNPM, serta mengenali modifikasi atau intervensi yang bisa dilakukan bila kegiatan tersebut digunakan untuk menyuarakan kebutuhan dan keprihatinan orang miskin dan terpinggirkan. Pengamatan diutamakan pada bentuk-bentuk aktivitas yang melibatkan publik dalam jumlah besar, cukup teratur penyelenggaraannya, serta bentuk-bentuk aktivitas yang berpotensi menjadi media penyaluran suara orang miskin dan terpinggirkan. Dalam pengamatan dilakukan dokumentasi foto seperlunya.

Tahap III. Analisis Temuan dan Penulisan Laporan Tim Peneliti akan menyatukan temuan-temuan dari masing-masing lokasi dan

menganalisanya. Laporan akhir menyertakan rekomendasi lokasi program, serta usulan rancangan garis besar program. C. Lokasi Penelitian

Untuk menjajagi peluang pelaksanaan program KK II, lokasi penelitian ditentukan berdasarkan kriteria berikut:

1. Lokasi penelitian mencakup kawasan Indonesia Barat, Indonesia Tengah, dan Indonesia Timur. Di setiap kawasan dipilih dua provinsi, di masing-masing provinsi dipilih dua kabupaten, dan di setiap kabupaten dipilih dua kecamatan. Dengan demikian, ditetapkan lokasi penelitian sebanyak 24 kecamatan, di 12 kabupaten, yang tersebar di 6 provinsi di kawasan Indonesia Barat, Tengah dan Timur.

2. Kabupaten terpilih merupakan kabupaten dengan peringkat tingkat kemiskinan tinggi sampai sedang di provinsi masing-masing. Kriteria ini dipakai untuk menyelaraskan dengan tujuan PNPM MPd untuk mengurangi kemiskinan.

3. Tiga kabupaten adalah penerima PNPM MPd dan PNPM GSC dan tiga kabupaten lainnya adalah penerima PNPM MPd yang tidak menerima PNPM GSC. Kriteria ini dipakai untuk mengantisipasi variasi kondisi PNPM di masing-masing lokasi. PNPM GSC dipilih sebagai salah satu varian karena adanya kesesuaian antara pendekatan budaya KK II dengan fokus PNPM GSC pada masalah kesehatan dan pendidikan.

4. Lokasi terpilih diperkirakan memiliki kelompok, bentuk dan kegiatan budaya yang berpeluang digunakan untuk memperkuat proses pemberdayaan masyarakat.

5. Wilayah sekitaran lokasi terpilih memiliki kelompok budaya atau kelompok seni yang berpotensi menjadi partner dan pendukung kelompok budaya lokal.

6. Lokasi penelitian tidak terlalu sulit dicapai, karena terbatasnya waktu penelitian yang tersedia.

Lokasi Penelitian Terpilih Berdasarkan gabungan kriteria yang ditentukan di atas, terpilih lokasi penelitian

sebagai berikut:

Page 10: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

9

Kawasan Provinsi Kabupaten Peringkat Pdd Miskin

PNPM

Kelompok Budaya

Kelompok Pendukung

Kawasan Timur

Nusa Tenggara Timur

Rote Ndao 3 (21) MP+GSC Terindikasi Terindikasi

Timor Tengah Utara 11 (21) MP+GSC Terindikasi Terindikasi

Sulawesi Selatan

Maros 8 (24) MP Indikasi kuat. Indikasi kuat

Bone 10 (24) MP Indikasi kuat Indikasi kuat

Kawasan Tengah

Nusa Tenggara Barat

Lombok Utara 1 (10) MP+GSC Terindikasi Terindikasi

Lombok Timur 2 (10) MP+GSC Indikasi kuat Terindikasi

Kalimantan Barat

Landak 1 ( MP Terindikasi Indikasi kuat

Kayong Utara 1 MP Terindikasi Indikasi kuat

Kawasan Barat

Jawa Timur Pamekasan 5 (40) MP+GSC Terindikasi Terindikasi

Nganjuk 18 (40) MP+GSC Terindikasi. Terindikasi

Sumatra Barat Padang Pariaman 2 (19) MP Indikasi kuat Indikasi kuat

Solok 3 (19) MP Indikasi kuat Indikasi kuat

Catatan: Peringkat Penduduk Miskin: peringkat penduduk miskin di antara kabupaten lain sepropinsi Terindikasi: teridentifikasi dalam desk review; indikasi kuat : identifikasi terkonfirmasi dalam desk review Kecamatan lokasi penelitian ditentukan di lapangan bersama pelaku PNPM MPd/GSC provinsi dan kabupaten

D. Tim Peneliti dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan oleh sebuah Tim Peneliti yang terdiri dari seorang Koordinator Penelitian dan lima orang Peneliti yang dikontrak secara perorangan oleh PSF khusus untuk tujuan pekerjaan Penelitian Penjajagan ini. Adapun susunan Tim Peneliti adalah:

G. R. Lono Lastoro Simatupang (Koordinator Peneliti) Helly Minarti (Tim A: SulSel, KalBar, SumBar) Farah Wardhani (paroh waktu) (Tim A: KalBar) Yoshi Fajar Kresna Murti (paroh waktu) (Tim A: SulSel, SumBar) A. Agung Haryanta (Tim B: JaTim, NTB, NTT) Dyah Widuri (Tim B: JaTim, NTB, NTT)

Persiapan penelitian dimulai sejak minggu kedua bulan Oktober 2012, penelitian

lapangan dilakukan pada minggu keempat Oktober hingga awal Desember 2012, dan analisis serta penulisan laporan dilaksanakan dalam bulan Januari hingga Maret 2013.

Page 11: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

10

III. TEMUAN DAN ANALISIS

A. Kabupaten Lokasi Penelitian

Karakter budaya-sosial-ekonomi dua belas kabupaten lokasi penelitian penjajagan cukup beragam. Meskipun sebagian besar kabupaten lokasi penelitian terletak dalam sebuah provinsi yang sama, atau berlokasi di pulau yang sama, namun kesamaan tersebut tidak menjamin keserupaan karakter. Kemiripan karakter hanya teramati pada Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Solok, yang lokasinya berdekatan, berpenduduk mayoritas etnis Minangkabau, dan sebagian besar penduduknya beragama Islam. Berbeda darinya, Lombok Utara dan Lombok Timur yang wilayah administratifnya bertetangga dan mayoritas penduduknya beragama Islam ternyata memiliki karakter yang berlainan karena orientasi keagamaan penduduk di kedua kabupaten tersebut berlainan: pemeluk agama Islam di Lombok Utara cenderung berorientasi pada Islam lokal (Wetu Telu), sementara di Lombok Timur peran lembaga keagamaan Nahdatul Wathan sangat terasa dalam kehidupan sehari-hari.

Hal lain yang juga berperan penting memunculkan perbedaan karakter kabupaten

lokasi penelitian adalah aksesibilitas (keterjangkauan) lokasi. Kabupaten yang dilintasi jalan raya maupun yang terletak di daerah pesisir cenderung berpenduduk lebih heterogen daripada kabupaten yang terletak di pedalaman. Perbedaan karakter budaya-sosial-ekonomi kabupaten lokasi penelitian ini merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam merancang bentuk dan cara intervensi yang akan dilakukan lewat Komunitas Kreatif II.

Tabel 1

Karakter Kabupaten Lokasi Penelitian Penjajagan KK II

Kabupaten Budaya Sosial Ekonomi

Nganjuk Dominan etnis Jawa; orientasi budaya Jawa Tengah, tradisi santri di beberapa kecamatan bagian Selatan; sebagian semi-urban, mayoritas rural; ritual daur hidup individu & ritual kolektif masyarakat.

Cenderung egaliter; kelompok teritorial; pendidikan SMP-SMA; mobilitas relatif tinggi; posisi perempuan setara.

Pertanian sawah irigasi, perkebunan, perdagangan.

Pamekasan Dominan etnis Madura; budaya pesantren kental di Pamekasan Barat, di Timur ke arah Sumenep lebih campur de-ngan budaya Jawa, ada Vihara Buddha; bagian Barat berciri rural, Timur semi-urban; ritual kolektif masyarakat & agama.

Kelompok genealogis-terito-rial; peran tokoh agama (kyai) & kepala desa (klebun) kuat; pendidikan SD-SMP; perempuan cenderung marjinal.

Pertanian lahan kering, pe-ternakan, nelayan subsisten.

Page 12: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

11

Lombok Timur Multietnik, dominan etnik Sasak; orientasi Islam kuat, organisasi keagamaan HW sangat besar; semi-urban; ritual kolektif agama, ritual kolektif masyarakat di daerah pantai.

Kelompok genealogis-terito-rial; masyarakat berjenjang; tokoh agama (Tuan Guru) & bangsawan (baiq, lalu) berpengaruh; pendidikan SMP-SMA; mobilitas tinggi; perempuan marjinal.

Pertanian lahan kering, nelayan dan buruh migran di Selatan, pertanian sawah di Utara, perdagangan di tengah.

Lombok Utara Multietnik dan multiagama, cenderung harmonis dan to-leran; Islam Wetu Telu; rural; ritual daur hidup individu, ritual kolektif masyarakat dan agama.

Kelompok genealogis-terito-rial; masyarakat berjenjang; peran tokoh agama & bangsa-wan (datu, raden) penting; mobilitas tinggi, pendidikan SMP-SMA; relasi jender relatif setara.

Pertanian sawah di bagian timur dan tengah, pertanian lahan kering dan nelayan di bagian Barat.

Rote Ndao Dominan etnik Rote; agama Kristen; ciri rural; ritual daur hidup individual, ritual agama dan ritual kolektif masyarakat.

Kelompok genealogis-teritorial (nusak); hirarki berdasar kerabat & perkawinan; peran kuat raja adat (maneleo) dalam kehidupan sosial & agama; mobilitas rendah; pendidikan SD-SMP; relasi jender relatif setara.

Pertanian lahan kering, nelayan.

Timor Tengah Utara Multi sub-etnik NTT; dominan Kristen-Katolik; ciri rural ; ritual daur hidup individu, ritual agama & ritual kolektif masyarakat

Kelompok genealogis-teritorial, terbagi dlm swapraja Insana, Meomafo, Biboki secara adat; raja-raja kecil dari klen-klen 3 swapraja berperan besar dalam kehidupan sosial; mobilitas rendah; pen-didikan SD-SMP; perempuan cenderung marjinal.

Pertanian, perkebunan, perdagangan, kerajinan rumah-tangga.

Maros Multietnik Bugis-Makassar; dominan Islam; rural yang bergerak ke urban; ritual daur hidup individual dan ritual keagamaan.

Kelompok teritorial; relatif e-galiter; peran tokoh agama tak dominan; mobilitas tinggi; pendidikan SMP-SMA ; posisi perempuan cenderung setara

Pertanian sawah, buruh in-dustri, perdagangan, jasa, nelayan.

Bone Multi etnik (Bone, Bajo, Bu-gis); dominan Islam; masya-rakat semi-urban; ritual daur hidup indivdu dan ritual kolektif agama.

Kelompok teritorial (kecuali kampung Bajo); peran sosial politik keturunan raja Gowa sudah tidak nyata; cenderung egaliter; pendidikan SMP; mobilitas cukup tinggi; posisi perempuan relatif setara.

Pertanian sawah, pertanian ladang, nelayan, buruh, per-dagangan, kerajinan rumah-tangga

Landak Multietnik (Dayak, Melayu, Jawa, Bugis), dominan Dayak Kanayatn; mayoritas Katolik & Islam; Dewan Adat Dayak menguat; ciri rural; ritual daur hidup individu & ritual kolektif masyarakat.

Kelompok teritorial; relatif e-galiter, primordialisme suku di pegawai pemerintahan; pendidikan SD-SMP; mobilitas rendah; perempuan relatif setara.

Perkebunan, pertanian lahan kering dan sawah, perdagangan, buruh perkebunan dan buruh tambang

Page 13: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

12

Kayong Utara Multietnik (Melayu, Bali, Ja-wa, Dayak, Bugis), dominan Melayu; mayoritas Islam; ru-ral ke arah urban; ritual aga-ma & daur hidup

Kelompok teritorial; egaliter; pendidikan SD-SMP; mobilitas rendah; perempuan relatif setara

Nelayan,, buruh perkebunan, perladanan, pertanian sawah

Padang Pariaman Mayoritas Minangkabau; dominan Islam; Lembaga Kerapatan Adat Alam Mi-nangkabau berperan kuat; semi-urban; ritual masyara-kat adat (Alek Nagari) dan ritual agama (Tabuik).

Kelompok teritorial; tokoh a-gama & adat berperan pen-ting; struktur pemerintahan desa menyatu dgn lembaga adat; mobilitas tinggi; pendi-dikan SMP-SMA ; perempuan memiliki posisi adat

Pertanian sawah; nelayan, perdagangan, industri rumahtangga

Solok Dominan Minangkabau; mayoritas Islam; Lembaga Kerapatan Adat Alam Mi-nangkabau berperan kuat; semi-urban; ritual masya-rakat adat & ritual agama.

Kelompok teritorial; tokoh a-gama & adat berperan pen-ting; struktur pemerintahan desa menyatu dgn lembaga adat; mobilitas tinggi; pendi-dikan SMP-SMA ; perempuan memiliki posisi adat

Pertanian sawah; perkebun-an, perdagangan, industri rumahtangga,

B. Seni-Budaya di Kabupaten Lokasi Penelitian

Mengikuti simpul kelembagaan PNPM MPd/GSC di tingkat kecamatan, berikut akan digambarkan bentuk dan kelompok seni-budaya yang ditemui di kecamatan lokasi penelitian. Kecamatan yang dikunjungi selama penelitian dipilih berdasarkan masukan dari fungsionaris PNPM di tingkat provinsi maupun kabupaten serta staf pemerintah setempat (SatKer) yang bertugas untuk mendampingi PNPM.

B.1. Jenis dan Sifat Senibudaya

KK II merancang pendekatan senibudaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai KK II adalah:

1) Meningkatkan partisipasi publik dalam proses-proses PNPM MPd/GSC 2) Meningkatkan kemampuan orang miskin dan terpinggirkan untuk berpartisipasi

dalam proses-proses PNPM MPd/GSC 3) Meningkatkan kemampuan fasilitator PNPM dan kelompok budaya menggunakan

media senibudaya untuk memperkuat proses-proses PNPM MPd/GSC

Guna mencapai tujuan pertama, Penelitian Penjajagan mengarah pada bentuk senibudaya yang populer dalam arti disenangi warga dari segala kelompok usia, jenis kelamin, dan strata sosial. Tujuan kedua secara khusus mengarah pada peningkatan partisipasi orang miskin dan terpinggirkan. Seperti telah disimpulkan dalam laporan penelitian sebelumnya1, kebutuhan dan pendapat orang miskin dan terpinggirkan sering tidak tersuarakan dalam proses-proses PNPM MPd/GSC. Keterlibatan mereka secara langsung pun terbatas pada peranserta mereka sebagai tenaga kerja proyek pembangunan infrastruktur (fisik). Mengikuti temuan tersebut, Penelitian Penjajagan ini mengarah pada identifikasi bentuk-bentuk senibudaya yang mampu menyampaikan pesan, khususnya pesan-pesan verbal (tulis maupun lisan), melibatkan mereka yang terpinggirkan, termasuk di dalamnya adalah kaum perempuan, orang miskin, dan anak 1 Lihat The World Bank, 2010, Marginalized Groups in PNPM-Rural, Jakarta: The World Bank Office

Jakarta

Page 14: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

13

muda; serta bersifat dialogis, dalam arti memungkinkan terjadinya komunikasi. Mengikuti alur-pikir tersebut jenis-jenis senibudaya yang dijumpai di kecamatan lokasi penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut.

Tabel 2 Senibudaya dan Sifatnya

Senibudaya Populer Pesan Verbal Pelaku Marjinal Dialogis

NGANJUK

Wayang kulit (teater) Tayub (tari) Jaranan (tari) Hadrah (musik) Kethoprak (teater) Wayang orang (teater) Campursari (musik) Grup musik pop (musik) Wayang timlong (teater) Tarian Kreasi (tari) Ludruk (teater) Pencak silat

ya ya ya

cukup ya

cukup ya

cukup cukup cukup

ya ya

ya

tidak tidak

ya ya ya ya ya ya

tidak ya

tidak

tidak tidak

ya sedikit

ya tidak

sedikit sedikit tidak tidak

ya tidak

sedikit tidak tidak tidak

sedkikit tidak tidak tidak

ya tidak

ya tidak

PAMEKASAN

Karawitan (musik) Ludruk (teater) Macapat (musik) Musik Ul Dhaul (musik) Teater modern (teater) Sastra (sastra) Tari-tarian (tari) Pencak silat

tidak

ya tidak

ya ya

tidak ya ya

ya ya ya ya ya ya

tidak tidak

ya ya

sedikit ya ya

tidak tidak

ya

tidak

ya tidak

ya ya

tidak tidak tidak

LOMBOK TIMUR

Cilokak (musik) Kecimol (musik) Gendang beleq (musik) Rudat (musik) Wayang kulit (teater) Sastra (sastra) Teater pelajar (teater)

ya ya ya ya ya

tidak cukup

ya ya

tidak tidak

ya ya ya

ya ya ya ya

tidak tidak tidak

tidak tidak tidak tidak

ya tidak

ya

LOMBOK UTARA

Cupak garantang (teater) Rudat tarian (tari) Rudat komidi (teater) Teater (teater) Wayang kulit (teater) Gendang beleq (musik) Cilokak (musik) Ale-ale (musik) Pepaosan (musik) Mural (seni rupa)

ya

cukup ya

cukup ya ya ya ya

cukup tidak

ya

tidak ya ya ya

tidak ya ya ya ya

ya

tidak ya ya

tidak ya ya ya

tidak ya

ya

tidak ya ya ya

tidak tidak tidak tidak tidak

Page 15: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

14

ROTE NDAO Populer Pesan Verbal Pelaku Marjinal Dialogis Tarian gong (tari) Sasandu (musik) Kebelai (tari) Foti (tari) Ronggeng (tari) Hus Ndeo (tari)

ya ya ya ya ya ya

tidak

ya ya

tidak tidak tidak

ya ya ya ya ya ya

tidak tidak tidak tidak tidak tidak

TIMOR TENGAH UTARA

Gong (musik) Seruling bambu (musik) Bidu ( Bijola heo (musik) Ronggeng (tari) Tebe (tari) Jai (tari) Natoni/Takanap (musik) Teater/drama (teater) Bonet (tari) Likurai (tari)

ya

agak agak tidak

ya ya ya ya ya ya ya

tidak tidak tidak

ya tidak tidak tidak

ya ya ya

tidak

ya ya ya

tidak ya ya ya ya ya ya ya

tidak tidak tidak

ya tidak tidak tidak tidak

ya ya

tidak

MAROS

Ganrang (musik) Ganrang Bullo (musik) Ganrang Gong (musik) Pamancak (silat) Barzanji (musik) Tari Padduppa (tari) Paraga (olahraga) Angaruq Gendang sumanga (musik)

ya ya ya

cukup cukup

ya ya

cukup ya

tidak tidak tidak tidak

ya tidak tidak tidak

ya

ya ya ya ya ya

tidak ya

sedikit tidak

tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak

Gendang bawean (musik) Gendang pakkanjar (musik) zikir rebana (musik) zikir khalulah (musik) zikir tolak bala (musik) teater (teater) kacaping (musik) sastra (sastra)

Ya ya

tidak tidak tidak cukup

ya tidak

ya ya ya ya ya ya ya ya

ya ya ya ya ya

sedikit tidak tidak

tidak tidak tidak tidak tidak

ya sedikit tidak

BONE

Tari pajoge (tari) Tari patuddu (tari) Tari pajaga (tari) tarian bissu (mabissu/magiri) (tari) musik kecapi (musik) gendang (musik) pamancak (silat)

ya ya ya

tidak ya ya ya

tidak tidak tidak tidak

ya ya

tidak

ya ya ya ya ya ya ya

tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak

Page 16: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

15

LANDAK Populer Pesan Verbal Pelaku Marjinal Dialogis Jonggan (nyanyi) Organ tunggal (musik) Tari Kreasi (tari) Tari Jepin (tari) Seni Pahat (seni rupa) Seni Lukis (seni rupa) Musik pop Dayak (musik) Tudung Saji (kerajinan) Manik-manik (kerajinan)

ya ya ya ya

tidak tidak

ya ya ya

ya ya

tidak tidak tidak cukup

ya tidak tidak

ya ya

tidak tidak

ya ya

tidak ya ya

ya

tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak

KAYONG UTARA

tari Bali (tari) Gambus (musik) Batik Bunga Durian (kerajinan) Kasidah (musik) Tari Jepin (tari) Syair Gulung (sastra) Fotografi (seni visual) Video (layar tancap) (seni visual) Musik Senggayung (musik)

ya ya ya ya

cukup tidak tidak

ya ya

tidak

ya tidak

ya tidak

ya cukup

ya ya

ya ya

tidak ya

tidak tidak

sedikit sedikit sedikit

tidak

ya tidak tidak tidak tidak tidak

ya sedikit

PADANG PARIAMAN

Gandang Tambur (musik) Gandang Tasa (musik) Randai (teater) Uluambek (silek) (silat) Indang (musik)

ya ya ya ya ya

tidak

ya ya

tidak ya

ya ya ya ya ya

tidak tidak

ya tidak

ya

SOLOK

Alur Pasambahan (sastra lisan) Tari Piring (tari) Silek (silat) Randai (teater) Indang (musik)

cukup

ya ya ya

cukup

ya

tidak tidak

ya ya

tidak tidak

ya ya ya

tidak tidak tidak

ya ya

Memperhatikan karakter bentuk-bentuk

senibudaya dalam tabel di atas, tampak bahwa bentuk-bentuk senibudaya kerajinan (misalnya batik bunga durian, songkok, manik-manik), silat, sastra, pahat, lukis, fotografi, dan mural berpeluang terbatas untuk dapat memenuhi tujuan-tujuan KK II. Khusus untuk video perlu dicatat bahwa peluangnya untuk mencapai tujuan-tujuan KK II dapat meluas apabila produk ini ditayangkan untuk publik (layar tancap) dan diikuti semacam diskusi.

1.Songket Dayak, Ngabang, Landak

Page 17: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

16

2. Agustinus, Sanggar Lukis & Pahat Dayak, Ngabang

Pada umumnya tari dapat mengundang publik

yang banyak; namun kurang mampu mengkomunikasikan pesan verbal secara ekstrinsik dan tidak dialogis. Meskipun demikian, jenis-jenis tari komunal yang melibatkan peranserta publik berpeluang menciptakan kebersamaan secara fisik dan nyata (misalnya dengan bergandeng tangan dan bergerak bersama). Peluang akan semakin terbuka bila tarian komunal tadi dilakukan sambil bernyanyi berbalasan di antara kelompok penari. Jenis tari-tari

komunal semacam ini terutama banyak dijumpai di Kabupaten TTU.

Musik disertai nyanyian dapat memuat pesan-pesan verbal secara lisan, dan jenis senibudaya ini dijumpai di seluruh kabupaten lokasi penelitian. Namun demikian, beberapa jenis musik-nyanyi tertentu memiliki konvensi mengenai syair atau pesan yang dikandungnya. Barzanji, zikir rebana, zikir kalulah, dan zikir tolakbala termasuk dalam kelompok jenis musik-nyanyi dengan konvensi semacam itu.

4. Kelompok seni karawitan desa Montok Kec. Larangan, Pamekasan

5. Pentas tari Sanggar Rumah Betang Sahapm, Landak (dokumentasi Pak Supianus).

6. Kelompok Pagandrang, Kec. Tanralili, Maros

3.Kerajinan Songkok, Bone

7. Latihan Gendang Tasa, Sanggar ABG, Kec. Sicincin, Padang Pariaman

Page 18: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

17

9. Berlatih randai, Sanggar ABG, Kec. Sicincin, Padang Pariaman

Di antara jenis musik-nyanyi yang dijumpai, indang di Padang Pariaman dan Solok serta jonggan di Landak patut memperoleh catatan khusus. Indang menarik karena bentuk musik-nyanyi ini dilantunkan bergiliran oleh tiga kelompok musik-nyanyi dari desa berlainan dan syairnya bernuansa kompetisi. Kelompok indang pertama menyindir kelompok indang kedua, lantas dibalas oleh kelompok indang kedua dan juga menyindir kelompok indang ketiga, yang pada gilirannya akan membalas sindiran tersebut serta menyindir kelompok indang pertama, dan seterusnya. Format semacam itu membuka peluang lebar untuk dapat digunakan sebagai sarana mencapai tujuan-tujuan KK II.

Jonggan di Landak, Kalimantan Barat, menarik karena dilantunkan secara berbalasan

oleh dua atau lebih penyanyi yang melantunkan parodi kisah percintaan. Topik-topik percintaan seperti kesetiaan dan perselingkuhan, kebahagiaan dan kekecewaan, kebencian dan kerinduan dapat dengan mudah digeser menjadi metafor bersayap sebagai komentar sosial terhadap hubungan antara penguasa dan rakyat, pengurus dan anggota, dan sebagainya. Meskipun belum teridentifikasi secara cermat, diduga jenis musik-nyanyi serupa jonggan juga dapat ditemukan di daerah lain.

Sifat dialogis paling nyata dijumpai dalam berbagai bentuk senibudaya teater tradisi maupun teater modern. Perlu dicatat bahwa bentuk-bentuk senibudaya teater tradisi sangat jarang dijumpai di kabupaten-kabupaten lokasi penelitian di Sulawesi Selatan dan Kalimantan Barat. Di kedua lokasi tersebut bentuk teater yang tersedia adalah jenis teater modern. Secara garis besar, berbeda dari jenis musik-nyanyi dialogis seperti indang dan jonggan di atas, bentuk-bentuk teater (kethoprak, wayang kulit, wayang timlong, ludruk, rudat komidi, cupak gurantang, dan randai) lebih terikat pada kisah tertentu. Dengan demikian, alur dan koherensi narasi dapat lebih terkendali pada teater.

Di antara bentuk-bentuk teater tradisi di atas, wayang kulit dan wayang timlong merupakan bentuk teater yang, meskipun disertai serombongan besar pemain musik, hanya melibatkan seorang penutur cerita (dalang). Hal ini menjadi salah satu keterbatasan kedua bentuk teater tersebut untuk mepencapaian partisipasi. Bentuk teater yang lebih banyak melibatkan penutur cerita atau pemeran tokoh adalah randai (Padang Pariaman

8. Musik Indang, Padang Pariaman (sumber: www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1736:tradisi-indang-yang-nyaris-terbenam&catid=46:panggung&Itemid=198)

Page 19: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

18

dan Solok), rudat komidi dan cupak gurantang (Lombok Utara), dan teater modern. Bentuk-bentuk teater yang disebut belakangan lebih memungkinkan partisipasi orang yang terpinggirkan.

Penelitian juga menemukan bahwa cupak gurantang, rudat komidi, dan randai secara tradisi memang sudah digunakan sebagai sarana untuk melancarkan komentar sosial lewat satir humoris yang terdapat dalam pertunjukan tersebut. Namun perlu diperhatikan pula bahwa salahsatu daya pikat teater tradisional tersebut terletak pada penggunaan bahasa daerah sehingga mudah dimengerti dan komunikatif. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi pemanfaatan teater tradisional untuk tujuan-tujuan KK II. B.2. Konteks Kehadiran Senibudaya

Sebuah ciri umum sebagian besar senibudaya pertunjukan yang berakar pada tradisi adalah mereka tidak pernah hadir dalam acara yang dikemas khusus untuk tujuan estetik atau hiburan belaka. Kehadiran senibudaya pertunjukan tradisi selalu terkait atau merupakan bagian dari acara atau peristiwa sosial, budaya, atau keagamaan lain. Perkecualian dari ciri umum tersebut hanya dijumpai pada beberapa bentuk senibudaya pertunjukan tradisi di Nganjuk (Jawa), misalnya kethoprak dan ludruk, yang juga dihadirkan dalam format khusus untuk tontonan komersial.

Karakter tersebut merupakan petunjuk keterkaitan bentuk senibudaya pertunjukan

tradisi dengan konteks acara yang mewadahi pementasannya. Acara yang paling umum mewadahi senibudaya pertunjukan tersebut adalah ritual daur hidup (terutama perkawinan) dan ritual kolektif masyarakat (bersih desa, alek nagari, penyambutan tamu, pesta adat) maupun ritual kolektif keagamaan. Kaitan tersebut dapat ketat, dapat pula bersifat longgar. Keterkaitan tersebut ketat bila senibudaya pertunjukan yang ditampilkan menempati peran sentral dalam acara yang mewadahinya, sehingga kehadirannya dalam acara tersebut cenderung ritualistik. Kaitan tersebut longgar bila peran senibudaya pertunjukan tradisi dalam acara tersebut sekedar untuk meramaikan acara atau untuk hiburan belaka, sehingga dapat lebih mudah diganti oleh jenis pertunjukan lain atau diubah bentuknya.

Catatan perihal kaitan dengan konteks acara seperti di atas perlu diperhatikan dalam

perencanaan KK II karena dua alasan. Pertama, KK II berpeluang memanfaatkan konteks acara yang sudah biasa diselenggarakan warga masyarakat untuk tujuan-tujuan KK II. Kedua, bila akan menggunakan bentuk senibudaya pertunjukan tradisi dalam konteks acara lain, KK II perlu mempertimbangkan kesesuaian antara konteks yang biasa digunakan warga dengan konteks baru yang dikehendaki KK II.

B.3. Organisasi dan Jejaring Kelompok Senibudaya

Sebagian besar kelompok senibudaya di kecamatan lokasi penelitian merupakan kelompok non-profesional dengan sistem keanggotaan yang cair, pengorganisasian informal, serta sistem kepemimpinan/kepengurusan kolektif. Umumnya anggota kelompok senibudaya semacam itu berdomisili dalam satu wilayah (kecamatan atau desa), dan adakalanya antar anggota juga mempunyai hubungan kekerabatan.

Kegiatan mereka cenderung insidental, yakni hanya ketika ada pementasan atau

Page 20: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

19

pameran - dan kegiatan itu seringkali bukan berasal dari inisiatif kelompok tersebut, melainkan dari undangan atau permintaan pihak luar kelompok. Kepemilikan sarana dan prasarana kerja kreatif kelompok senibudaya pada umumnya terbatas serta tidak membedakan secara tegas antara milik pribadi anggota/pengurus dengan milik kelompok. Sistem administrasi kelembagaan maupun keuangan mereka biasanya sangat sederhana atau bahkan tidak ada sama sekali.

Hanya terdapat sejumlah kecil kelompok seni yang bergerak di bidang tari, musik,

kerajinan, dan video yang bisa dianggap semi-profesional. Mereka mempunyai sistem kepengurusan lebih stabil dengan pembagian kerja yang lebih jelas, sistem administrasi yang lebih teratur; namun biasanya sifat keanggotaannya masih tetap cair. Motor penggerak kelompok-kelompok semi-profesional semacam itu seringkali adalah seorang elit lokal.

Karakter kelembagaan kelompok seperti di atas tidak serta merta berarti produktivitas

dan kualitas artistik mereka rendah. Beberapa kelompok senibudaya, baik yang non-profesional maupun yang semi-profesional, terbukti pernah menjalin kerjasama dengan lembaga yang lebih mapan dan pernah melakukan kegiatan di luar wilayah kecamatan domisili mereka. Beberapa kelompok bahkan pernah terlibat dalam kegiatan PNPM MPd/GSC secara insidental. Namun tidak ada satu pun yang memiliki keterlibatan jangka panjang dengan PNPM MPd/GSC.

Menghadapi karakter kelembagaan seperti di atas, KK II diharapkan menempuh jalan

yang tidak terlalu kaku dalam penentuan kelompok senibudaya lokal (kecamatan) yang akan direkrut. Formalisasi kelembagaan kelompok senibudaya lokal juga tidak disarankan menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan KK II. Biarkan bentuk kelembagaan tetap menjadi wewenang anggota kelompok, sesuai dengan dinamika dan kebutuhan kelompok tersebut serta konteks masyarakatnya. Hanya saja, untuk keperluan administratif internal KK II, informalitas kelompok senibudaya di lokasi penelitian perlu ditangani dengan melibatkan lembaga atau organisasi lain yang lebih mapan sebagai administratur keuangan dan kegiatan.

C. Individu dan Kelompok Fasilitator Potensial

Agar kelompok senibudaya lokal (kecamatan) dapat berperan sebagai media peningkatan partisipasi masyarakat dalam PNPM MPd/GSC, KK II bermaksud mempertemukan kelompok senibudaya lokal dengan individu atau kelompok yang dalam program ini diminta berperan sebagai fasilitator proses peningkatan kapasitas mereka. Memperhatikan kondisi kelompok senibudaya sasaran di kecamatan seperti dipaparkan di atas, terdapat dua bidang fasilitasi yang diperlukan yakni (1) bidang gagasan dan artistik, serta (2) bidang manajemen dan administrasi program. Sehubungan dengannya, dalam penelitian penjajagan ini juga diidentifikasi individu dan kelompok yang potensial memerankan kedua fungsi tersebut. Ketersediaan individu atau kelompok fasilitator dimaksud diidentifikasi pada lingkup kota kabupaten dan ibukota provinsi.

Pada umumnya individu aktivis senibudaya maupun kelompok senibudaya di kota kabupaten lokasi penelitian mendukung gagasan dan semangat KK II. Mereka yang

Page 21: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

20

bekerja di ranah senibudaya tradisi melihat KK II sejalan dengan gagasan penguatan identitas kultural kabupaten dan pengembangan pariwisata yang tumbuh semakin subur semenjak Otonomi Daerah. Individu aktivis dan kelompok senibudaya yang bergerak di ranah senibudaya modern mendukung KK II karena melihat semangat pemberdayaan masyarakat dalam program ini selaras dengan kecenderungan maraknya community arts di dunia internasional.

Secara umum kondisi kelompok senibudaya di lingkup kabupaten maupun provinsi

lokasi penelitian dapat dikatakan hanya sedikit lebih baik daripada kondisi kelompok senibudaya di kecamatan. Banyak kelompok senibudaya di kota kabupaten maupun ibukota provinsi yang corak kelembagaannya seperti yang dijumpai di kecamatan. Perbedaan mereka dari rekan-rekannya di kecamatan terutama terletak pada aksesibilitas informasi, sarana dan prasarana; dengan demikian mereka yang di kota kabupaten berpeluang memperoleh informasi yang lebih banyak mengenai kejadian di luar daerah dan dapat menikmati sarana dan prasarana publik yang tersedia di kota kabupaten maupun ibukota provinsi. Fasilitas komunikasi yang lebih melimpah di kota kabupaten dan ibukota provinsi memungkinkan mereka membangun jejaring dengan pihak luar daerah serta memperoleh pengalaman kerjasama yang lebih luas. Dengan demikian, mereka biasanya lebih terbuka dan lebih mudah mencerna ide-ide baru. Hal ini mendukung peran yang direncanakan KK II bagi mereka, yakni sebagai fasilitator di bidang gagasan dan artistik bagi kelompok senibudaya kecamatan sasaran.

10. Efyuhardi, Padang Pariaman 11. Pak Bia Foe memainkan sasandu, Rote Ndao

Namun demikian, mayoritas individu aktivis dan kelompok senibudaya di kota kabupaten dan ibukota provinsi cenderung kurang dapat diharapkan berperan sebagai fasilitator manajemen dan administrasi program. Seperti halnya di kecamatan, para aktivis senibudaya di kota kabupaten dan ibukota provinsi pada umumnya berperan ganda: selain sebagai pekerja artistik dan gagasan, mereka juga berperan sebagai manajer sekaligus tenaga administrasi kegiatan yang dilakukan. Menghadapi peran ganda tersebut, biasanya mereka mengutamakan peran artistiknya sehingga aspek manajerial dan administrasi kegiatan mereka lebih sering kedodoran. Kelembagaan dan kapasitas manajerial-administratif yang lebih kuat hanya dijumpai pada sedikit organisasi senibudaya mapan di ibukota provinsi, termasuk di antaranya adalah kelompok-kelompok senibudaya yang bernaung di bawah LSM, Dewan Kesenian atau lembaga pendidikan. Namun ketersediaan lembaga-lembaga tersebut di lokasi penelitian tidak merata.

Memperhatikan kondisi tersebut, diperkirakan KK II perlu mempertimbangkan

Page 22: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

21

pembagian peran fasilitasi gagasan dan artistik serta peran manajerial-administratif pada dua pihak yang berbeda. Individu aktivis atau kelompok senibudaya di kota kabupaten/ibukota provinsi berperan dalam fasilitasi gagasan dan artistik, sementara peran fasilitasi manajerial-administratif dapat dipercayakan pada LSM atau kelompok seni yang bernaung di bawah organisasi Dewan Kesenian atau lembaga pendidikan.

Tabel 3 Individu dan Kelompok Fasilitator Potensial

Kabupaten Kelompok Alamat Keterangan CP/No Kontak

Nganjuk Sanggar Sriwidodo Lokananta

Kec. Prambon wayang kulit, campursari

Pak Didik/ 081335290875

Klp. Jaranan Legawa Putrra

Kec. Prambon Jaranan Pak Pardi /081359733016

Sanggar Pandan Wilis Kota Nganjuk kethoprak, wayang orang

Pak Wiyono Nyambik/ 081335581998

Kabupaten Kelompok Alamat Keterangan CP/No Kontak

Pamekasan Sanggar Karawitan Kelompok Memaos

Desa Montok, Kec. Larangan

Musik karawitan Pak Wachid/ 081231555735

Kolom Teater Pamekasan Teater modern

Sanggar Seni Putra Meonk

Musik Ul Daul Pak Mamang/ 085649893318

Sanggar Mela' Ate' Musik Ul Daul Pak Bahar/ 081934875789

Kelompok Sakera Musik Ul Daul

Dewan Kesenian Pamekasan

Pamekasan Teater/drama, seni lukis, kepenyairan, seni musik

Ketua: Mang Endut (budayawan, pemain teater), Mamang-085649893318 Yayan (pemain teater), Budi (pelukis), Bob Candra (penyair), Yoyok (pemusik), Bachtiar (Wakil bendahara)

Kabupaten Kelompok Alamat Keterangan CP/No Kontak

Maros Sanggar Ramba Kalleleng

Ds. Pabentengan, Kec. Marusu

gendang sumanga, gendang bawean, gendang pakkanjar

Muhammad Dahlan/

Klp Pagandrang Tudoppuli

Ds. Tudoppuli, Kec. Tanralili

pa'gandrang, pamancak (silat), kecapi, gambus dan barzanji

Sanggar Batara Maru Ds. Marumpang, Kec. Marusu

gandrang bulo, ram-bak dendang, paddup-pa, seni kreasi baru

Bp. Sabri/

Sanggar Temma Padduae

Ds. Pattene, Kec. Marusu

paraga, Angaruq, gandrang gong

Masyarakat Seni Salima, Maros

Kota Maros komunitas Teater Pasar,

Rashid Djuneidi

Page 23: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

22

Sanggar Lontaraq, Maros

Kota Maros komunitas teater dan seni lain, berbasis kampus

Olank Sukardi

Kecapi Maros Kota Maros Pembuat kecapi, aktivis seni tradisi

Yusril Yusuf, 081355260592

Kabupaten Kelompok Alamat Keterangan CP/No Kontak

Bone Bala Soba (semacam "balai budaya")

Kec. Watampone pajoge, patuddu, pajaga, mabissu atau magiri), kecapi, gendang, (pamancak

Ibu Fitri/

Kerajinan Songkok Ds. Paccing, Kec. Awangpone

Kerajinan Songkok Recca, Songkok To Bone

Lembaga Studi Budaya, Adat dan Agama, Bone

Kota Bone jaringan aktivis pesantren,fokus kajian budaya, adat dan agama

Fadli (0821 18 7679097)

Dewan Kesenian Bone

Kota Bone Teja -081355908996 Daeng Basri -08124200943

Komunitas Ininnawa http://penerbit-ininnawa.blogspot.com/, http://makassarnolkm.com

Kota Makassar kelompok anak muda dari berbagai komunitas, bekerja lintas disiplin

Jimpe Rachman (0813 42 398338)

Arsitek Komunitas "Bengkel Berua"

Kota Makassar jaringan arsitek dan pegiat budaya, penerbitan buku

Muh. Cora (0852 42 694151)

Yayasan Bakti, Makassar

Kota Makassar LSM Seni-Budaya Luna Vidya -08114131413

Dewan Kesenian Makassar

Kota Makassar Sastra, Teater, Film, Ridwan (sastra) 081524119449; Shinta Febriani (teater) 08124224969; Arman (Film), 08124251113; Asia Ramli Prapanca (Teater) 08124251135;

RUMATA Makassar Kota Makassar Komunitas Seni Rupa, Teater, Film

Abdi Karya 081342301970

Kabupaten Kelompok Alamat Keterangan CP/No Kontak

Landak Sanggar Rumah Betang Sahapm,

Desa Sahapm, Kec. Seungah Temila

Sanggar tari Pak Supianus

Radio Komunitas Bujakng Pabaras

Desa Senakin, Kec. Radio komunitas (kondisi tidak aktif)

Pak Adrianus Adiran

Sanggar Mangkok Merah

Kota Ngabang tari kreasi, toko kerajinan, pakaian adat, musik pop Dayak

Dr. Julianto

Sanggar Sanjati Tarigas Sidi

Kota Ngabang tari kreasi Ibu Erni Ludis

Page 24: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

23

Pak Yon/Andin Hamirudin

Kota Ngabang Tari Jepin Pak Yon/Andin Hamirudin

Kerajinan Tudung Saji Kota Ngabang Kerajinan Tudung Saji Ibu Maemunah

Sanggar Tari Kreasi Kota Ngabang Tari Kreasi Martina Beltra -085245597711

Sanggar Pulai Kec. Mandor Sanggar seni pahat dan lukis Dayak

Agustinus 081345011899

Libertus Jolly (Mando)

Kota Ngabang Pelukis Libertus Jolly (Mando),

Kabupaten Kelompok Alamat Keterangan CP/No Kontak

Kayong Utara Sanggar Tari Bali Sedahan,

Desa Sedahan Tari Bali Pak Wayan

Sanggar Simpang Betuah,

Sukadana Sastra gulung (musik dan sastra Melayu Kalimantan)

Pak Jamhari

Kayong Utara Photography Community

Sukadana Fotografi Yanda 085387046766

Sanggar Senggayung Sukadana

Kota Sukadana Musik bambu Pak Muslimin

Simpang Mandiri Productions

Sukadana rumah produksi kecil bidang audio visual

Miftahul Huda 085245939788

Institut Dayakologi Komp. Bumi Indah Khatulistiwa Jl. Budi Utomo Blok B No. 4 Pontianak 78241

LSM Budaya Telp. 0561) 884567 Fax. (0561) 883135 Email. [email protected] Elias Ngiuk , 085654466545

Masyarakat Film Kalbar

Pontianak Video & Fotografi Tezar Haldy 085245588889

Borneo Photography Jl. Petani, Komplek Pesona Alam no B.8, Danau Sentarum, Pontianak, Kalimantan Barat

Fotografi 0812 57 06126 E-Mail : [email protected]

WWF Pontianak Jl. Akcaya 1 No. 9A, Pontianak Kalimantan Barat 78124

Video Tel. +62 561 734049 Fax +62 561 712998 CP: H. Putera [email protected]

Kabupaten Kelompok Alamat Keterangan CP/No Kontak

Lombok Utara Komunitas Pasir Putih Kec. Pamenang seni rupa, seni teater, seni sastra dan video (multi media).

M. Gozali 087864717200, Syamsul Hadi 082340541300

Cempaka Kuning, Ds. Jenggala, Kec. Tanjung

Cupak Gurantang R. Sudirman, 087864061995 R. Setriadi 081907659928

Taruna Sakti, Ds. Sukadana, Kec. Bayan

Cupak Garantang Raden Remadi -081916286324 CP: Raden Nyakradi (FK GSC) 08175788544)

Page 25: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

24

Kelompok Rudat Setia Kawan

Ds. Terengean, Kec. Pamenang

Rudat Komidi Ketua: Bapak Kamsun-081933165915

Kelompok Drama Candra Gita

Teater modern (tidak aktif)

Datu Artadi

R. Santio Kec. Pamenang Video maker R. Santio

Kabupaten Kelompok Alamat Keterangan CP/No Kontak

Lombok Timur Kelompok musik Rama Grup

kec Sakra Barat

Cilokak Sahrama 08197773839

Gading Pemban kec Jerowaru Gendang Beleq Hasanudin 081997921117; Surya Bakti 081907967754

Komunitas Rebolangit Sastra Ilham Fahmi 081997937617; Hendra Gunawan 081917767258

Kelompok Media Rakom

kec Jerowaru

Radio komunitas Dedi Sutrisno 0818356966

Komunitas Akarpohon

Kota Mataram Sastra, teater, seni rupa, musik, video

Jabo-087865113363

Doyan Nade Cilokak Ahmad Rosyidi 087763284555

Gelas Sastra Ahmad Airways

Dewan Kesenian Mataram

Kota Mataram Teater/drama, seni lukis, kepenyairan, seni musik

Jabo-087865113363

Kabupaten Kelompok Alamat Keterangan CP/No Kontak

Padang Pariaman Sanggar ABG Kec. Sicincin Randai Efyuhardi 081374073174

ISI Padangpanjang Padangpanjang Teater Dede Pramayosa 081363594788

ISI Padangpanjang Padangpanjang Randai Wendy 081266524645

Kabupaten Kelompok Alamat Keterangan CP/No Kontak

Solok Ronal Dinas Pariwisata, Solok

Tari Piring Ronal

Sarueh Jalan Bahder Johan no.30 Kecamatan Guguk Malintang Padang Panjang Indonesia 27128

Seni rupa CP:David Darmadi Mobile : +6281993618531 Email [email protected] Website http://www.rekamkitaproject.wordpress.com

Talago Bunyi Kota Padang Musik Edy Utama

Kabupaten Kelompok Alamat Keterangan CP/No Kontak

Rote Ndao sanggar Penapua Ds. Baadale, Kec. Musik sasandu, Gabriel Dami Lobalain gong, tari Pah,

081339197930/ 082146461118, Stephanus

sanggar Nusa Tua Meni

Ds. Nambudale, Kec. Lobalain

Tari kreasi Fransina Pah (Ibu Sin) 082144753173

Page 26: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

25

pondok seni Eka Prima

Samuel Lili

Sanggar Dolu Inggo desa Oebou, Kec. Rote Barat Daya

Musik gong dan sasandu, penari dan penyair

Pak Bia Foe

Kabupaten Kelompok Alamat Keterangan CP/No Kontak

TTU Sanggar Seni Biin Mafo

Kota Kefamenanu Tari Kreasi Baru Ruben Rado-081339496061

Komunitas Seni Masyarakat Adat

Ds. Fatuneno, Kec. Miomafo Barat

Tarian gong dan bonet, biyola dan bilut (bidu)

CP.: FK PNPM MPd Miomafo Barat/Sri Wulan Sari

Mudika Gereja desa Sasi

kec Kefamenanu Teater dan musik Salle Funan 082145774230

D. Tanggapan Fungsionaris PNPM MPd/GSC

Pada bagian ini akan dipaparkan respon fungsionaris PNPM MPd di lokasi penelitian terhadap gagasan KK II. Para fungsionaris PNPM MPd/GSC tersebut meliputi mereka yang bekerja di lingkup provinsi, kabupaten dan kecamatan; termasuk pengurus Ruang Belajar Masyarakat (RBM) serta pihak Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) yang bertugas dalam Satuan Kerja (SatKer). Temuan dan analisis terkait respon fungsionaris PNPM MPd/GSC ini dipaparkan dalam 3 topik: persepsi mereka terhadap partisipasi warga dalam PNPM MPd/GSC, persepsi mereka terhadap KK II, dan tentang Ruang Belajar Masyarakat.

D.1. Tentang Partisipasi Warga dalam PNPM MPd/GSC

Seluruh fungsionaris PNPM yang ditemui di lokasi penelitian membenarkan terjadinya penurunan jumlah warga yang hadir dalam acara-acara PNPM MPd. Rutinitas mereka pandang sebagai salah satu sebab terpenting menurunnya kehadiran warga dalam acara-acara tersebut. Mereka berpendapat, di daerah-daerah semi-urban gejala penurunan kehadiran warga lebih besar daripada di daerah-daerah rural/pedalaman. Namun demikian, gejala penurunan partisipasi warga tidak atau kurang terjadi pada PNPM GSC. Mereka menduga hal ini disebabkan fokus kegiatan PNPM GSC adalah manusia (ibu dan anak) - bukan sarana fisik, dan program ini tidak menerapkan sistem kompetisi.

Fungsionaris PNPM MPd juga mengakui keterbatasan peranserta orang muda dalam

kegiatan yang berfokus pada pembangunan sarana fisik. Keterlibatan orang muda dalam PNPM MPd umumnya terbatas pada peran temporer mereka sebagai tenaga kerja pelaksana proyek. Fungsionaris PNPM MPd di beberapa kabupaten lokasi penelitian menyatakan sebenarnya terdapat usulan-usulan kegiatan pelatihan bagi orang muda, namun usulan tersebut tidak menang dalam kompetisi MAD Penetapan.

Pengakuan yang muncul dari kalangan fungsionaris PNPM MPd/GSC di atas memberi petunjuk bahwa peningkatan partisipasi masyarakat dalam agenda PNPM MPd/GSC benar-benar menjadi kebutuhan yang dirasakan (felt need) para fungsionaris PNPM MPd/GSC. Hal ini berkontribusi pada tanggapan positif mereka terhadap ide KK II,

Page 27: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

26

sebagaimana akan dipaparkan berikut ini. D.2. Tanggapan Terhadap KK II

Fungsionaris PNPM MPd/GSC di seluruh lokasi penelitian mendukung niatan KK II untuk memberdayakan partisipasi masyarakat melalui senibudaya. Mereka optimis bahwa pendekatan senibudaya berpeluang meningkatkan partisipasi warga dalam kegiatan PNPM MPd/GSC. Beberapa kabupaten lokasi penelitian pernah menghadirkan senibudaya dalam kegiatan PNPM MPd/GSC. Mereka melihat terjadinya peningkatan jumlah warga yang hadir dalam acara-acara tersebut. Penyelenggaraan Jambore UPK se Kabupaten Lombok Utara merupakan salah satu contohnya. Fungsionaris PNPM GSC Kabupaten Nganjuk bahkan pernah menggunakan kegiatan senibudaya sebagai sarana sosialisasi gagasan. Namun, para fungsionaris PNPM MPd/GSC tersebut umumnya belum menggunakan potensi senibudaya untuk meningkatkan bentuk-bentuk partisipasi warga yang lain, misalnya untuk menyuarakan gagasan dan kebutuhan pihak yang terpinggirkan dan untuk memengaruhi proses pengambilan keputusan.

Temuan di atas menunjukkan bahwa sebenarnya ide dan aktivitas pelibatan

senibudaya dalam kegiatan PNPM MPd/GSC sudah tumbuh di kalangan fungsionaris PNPM MPd/GSC. Namun sifat aktivitas serupa itu masih bersifat eksperimental, sporadis, dan belum terstruktur. Beberapa penyebabnya adalah:

1. belum adanya kebijakan resmi dari PNPM tingkat nasional tentang pendekatan senibudaya,

2. meningkatnya beban administratif fungsionaris PNPM, 3. meningkatnya jumlah desa/kecamatan yang dilayani PNPM, dan 4. kurangnya jumlah tenaga fasilitator PNPM.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, fungsionaris PNPM MPd/GSC menyampaikan

keinginan mereka bila KK II ini dijalankan dibutuhkan (1) panduan kebijakan resmi (semacam Petunjuk Teknis Operasional - PTO), (2) tambahan tenaga khusus yang menangani pendekatan senibudaya, (3) alokasi dana khusus bagi pelaksanaan pendekatan senibudaya.

Sebagai catatan tambahan, fungsionaris PNPM di lokasi penelitian penjajagan yang

dulu pernah menjadi lokasi IKK I (Provinsi Sumatra Barat dan Provisinsi Nusa Tenggara Timur) juga menegaskan permintaan mereka agar KK II nantinya berjalan dalam koordinasi dengan pihak PNPM di tingkat provinsi dan kabupaten. Koordinasi ini diperlukan untuk menghindari sejumlah kelemahan yang teridentifikasi dalam Evaluasi Pilot Project IKK yang lalu. D.3. Ruang Belajar Masyarakat (RBM)

Penelitian Penjajagan menjumpai adanya peluang integrasi KK II dengan RBM - sebuah komponen baru yang ditambahkan dalam PNPM sekitar 2 tahun silam. Lembaga yang terletak di lingkup kabupaten ini dimaksudkan sebagai wadah bagi peningkatan kapasitas pemberdayaan masyarakat di kalangan pemanfaat dan pelaku PNPM. Fungsionaris RBM terdiri dari komponen PNPM lokal (bukan Fasilitator Kecamatan/ Fasilitator Teknis) dan tokoh masyarakat. Ditemukan ada 3 bidang kerja RBM: bidang Media, bidang Advokasi

Page 28: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

27

Hukum dan bidang Monitoring Berbasis Masyarakat (Community Based Monitoring – CBM).

Kinerja RBM di kabupaten lokasi penelitian bervariasi: ada yang aktif, ada pula yang

belum bekerja. Bidang kegiatan RBM yang paling sering dijumpai adalah di bidang Media, yakni berupa penerbitan publikasi (buletin) terkait PNPM, dengan kualitas buletin yang cukup beragam pula. Penelitian ini masih belum dapat menilai seberapa jauh publikasi media cetak semacam ini mampu menjadi sarana sosialisasi bagi warga desa yang mayoritas berpendidikan SD hingga SMP. Menariknya, kegiatan RBM dalam bidang media ini tampak melibatkan peranserta orang muda (misalnya, dalam lay-out, fotografi, video). RBM Kabupaten Lombok Utara bahkan telah melangkah lebih jauh dengan menyelenggarakan Jambore UPK di kabupaten yang melibatkan berbagai atraksi senibudaya, kompetisi stand/gerai, serta lomba Cerdas-Cermat PNPM. Seluruh rangkaian kegiatan tersebut didokumentasikan dalam format audio-visual. Selain itu, mereka juga telah membuat sebuah film simulasi Simpan Pinjam untuk Perempuan (SPP), untuk digunakan sebagai media sosialisasi. Kegiatan-kegiatan RBM Kabupaten Lombok Utara tersebut melibatkan orang muda di berbagai sektor.

12. Aktivis RBM Lombok Utara menceritakan pengalaman penyelenggaraan Jambore UPK KLU di rumahnya di kecamatan Tanjung

Tim Peneliti melihat RBM memiliki spirit yang searah dengan KK II: bertujuan untuk

meningkatkan kapasitas pemberdayaan masyarakat, melibatkan kelompok senibudaya dalam kegiatan PNPM, dan melibatkan orang muda. RBM yang berada dalam posisi 'di luar' (sebagai mitra) tim PNPM Kabupaten juga ideal untuk mengatasi permasalahan kebutuhan tambahan SDM dan beban kerja administratif di kalangan fungsionaris PNPM MPd tingkat kabupaten dan kecamatan- sebagaimana dijelaskan di atas.

Tantangan yang dihadapi adalah kinerja RBM di lokasi penelitian masih belum optimal,

sebagaimana tercermin dari informasi mengenai banyaknya kelompok RBM yang harus mengembalikan dana karena tidak membelanjakannya untuk kegiatan. Selain ini, di RBM pun belum ada kebijakan resmi secara nasional tentang pendekatan senibudaya dalam PNPM - seperti juga terjadi di lingkungan tim PNPM MPd kabupaten dan kecamatan.

Page 29: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

28

IV. REKOMENDASI

Berdasarkan temuan dan analisis seperti dipaparkan pada bagian sebelumnya, Tim Peneliti mengajukan sejumlah rekomendasi terkait dengan (a) program KK II secara keseluruhan, dan (b) rekomendasi lokasi implementasi KK II tahun 2013. A. Rekomendasi Program KK II (Desain Umum)

1. Fokus KK II pada pengembangan bentuk-bentuk senibudaya partisipatoris-dialogis

KK II disarankan berfokus pada pengembangan bentuk-bentuk senibudaya yang mampu melibatkan pihak terpinggirkan, atau menyuarakan pendapat dan kebutuhan pihak terpinggirkan, serta mengundang partisipasi/dialog dari hadirin (audience). Pengembangan dapat dilakukan pada kelompok senibudaya yang sudah ada, atau dengan membentuk kelompok senibudaya baru untuk tujuan tersebut. Bentuk dan kelompok senibudaya yang populer namun tidak/kurang partisipatoris-dialogis tetap dapat dilibatkan dalam acara PNPM, namun belum/tidak perlu difasilitasi KK II.

2. Pilih minimal 3 kelompok senibudaya di setiap kabupaten

Mengingat luasnya wilayah kabupaten, KK II disarankan melakukan fasilitasi kepada minimal 3 kelompok senibudaya di setiap kabupaten. Ketiga kelompok senibudaya target tersebut idealnya berasal dari 3 kecamatan berbeda.

3. Posisi kelompok senibudaya sebagai mitra - bukan sebagai ‘bawahan.'

KK II diharapkan tidak menjadikan kelompok senibudaya lokal sekedar sebagai alat PNPM MPd/GSC belaka. Mereka sudah memiliki event dan audience konvensional sendiri. Alih-alih, kehadiran KK diharapkan dapat menambah event kelompok-kelompok tersebut - bukannya malah membatasi. Dengan cara ini, gagasan-gagasan dan spirit pemberdayaan masyarakat yang disuntikkan melalui KK II diharapkan tidak hanya akan terkomukasikan dalam acara PNPM MPd/GSC saja, melainkan juga dalam acara-acara dengan audience konvensional mereka.

4. Pemanfaatan dan workshop fasilitator lokal

KK II disarankan untuk merekrut fasilitator bidang gagasan dan artistik dari sumberdaya lokal yang mengenal lebih baik kondisi dan idiom-idiom (bahasa, gestur, simbol) setempat agar pesan yang KK II lebih mudah dipahami publik setempat. Penggunaan fasilitator lokal juga dipandang strategis bagi penyebaran gerakan pendekatan budaya semacam ini di wilayah kabupaten atau provinsi setempat. Untuk itu, perlu diadakan workshop tentang penggunaan senibudaya bagi pemberdayaan masyarakat dengan peserta para fasilitator lokal terpilih.

5. Integrasi KK II ke dalam PNPM secara sistemik

Masalah penurunan partisipasi warga dalam proses PNPM MPd/GSC merupakan keprihatinan dan perhatian seluruh komponen yang terlibat dalam PNPM sebagai sebuah sistem. Dengan demikian, upaya peningkatan kembali partisipasi masyarakat harus dirumuskan secara terpadu sebagai sebuah kebijakan nasional yang melibatkan seluruh komponen PNPM. Pemecahan masalah tersebut tidak akan atau sulit dicapai bila hanya

Page 30: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

29

dilakukan secara parsial melalui intervensi KK II pada kelompok senibudaya.

Pelibatan kelompok senibudaya dalam kegiatan PNPM MPd/GSC hanya dapat terlaksana secara berkelanjutan bila hal tersebut menjadi salah satu prosedur baku kerja PNPM secara nasional. Terkait dengannya, harus ada kebijakan nasional perihal alokasi Dana Operasional Kegiatan (DOK) PNPM untuk pelibatan kelompok senibudaya. Untuk menjamin terlaksananya pelibatan kelompok dan aktivitas senibudaya dalam PNPM, perlu ditambahkan butir-butir Indikator Kinerja Kunci (Key Performance Indicators) yang dapat mengukur kuantitas dan kualitas pelaksanaan pelibatan senibudaya tersebut.

6. Letak KK II pada Jenjang Kabupaten dengan melibatkan RBM sebagai mitra kerja

Agar tidak terlalu banyak menambah beban kerja fungsionaris PNPM, KK II diletakkan di jenjang kabupaten dengan menggandeng RBM - yang masih "under-load," sebagai mitra kerja KK II, dengan cara menjadikan KK II sebagai salah satu program kerja RBM. Untuk maksud tersebut, organisasi pelaksana (implementing organization) KK II menyusun rencana kegiatan KK II bersama RBM.

Sementara itu, PNPM kabupaten dan kecamatan diposisikan sebagai "pengguna" hasil

kerjasama KK II dan RBM; mereka wajib melibatkan kelompok senibudaya yang difasilitasi KK II dalam kegiatan-kegiatan PNPM. Kewajiban PNPM kabupaten dan kecamatan untuk melibatkan kelompok senibudaya didukung alokasi DOK khusus untuk pelibatan tersebut.

7. Sosialisasi pendekatan senibudaya pada fungsionaris PNPM di semua jenjang

Fungsionaris PNPM MPd di tingkat provinsi, kabupaten dan kecamatan perlu memperoleh perluasan cakrawala agar tidak terlalu terpaku pada PTO, dan menempatkan kelompok senibudaya sebagai mitra kerja mereka. Sosialisasikan kepada mereka perihal elemen pendekatan senibudaya sebagai komponen Indikator Kinerja Kunci (Key Performance Indicators).

8. Kegiatan PNPM sebagai acara publik

PNPM kecamatan diarahkan untuk menjadikan kegiatan Sosialisasi, Musyawarah Antar Desa, dan Musyawarah Serah Terima sebagai acara publik yang dihadiri dan didengarkan secara langsung oleh warga masyarakat. Hal ini dapat ditempuh lewat penyelenggaraan acara-acara tersebut di ruang-ruang publik terbuka yang tersedia (tanah lapang, halaman kantor pemerintahan, dan sebagainya) atau dengan memanfaatkan acara-acara komunal yang sudah ada (bersih desa, alek nagari, arisan, dsb.) Hindari penyelenggaraan dalam format rapat resmi di ruang tertutup bagi acara-acara semacam itu. Bila memungkinkan, jadikan acara PNPM sebagai sebuah salah satu agenda komunal rutin masyarakat setempat.

9. Perlunya dilakukan baseline study

Untuk setiap wilayah implementasi perlu dilakukan baseline study untuk memperoleh gambaran kondisi sebelum intervensi KK II, agar nantinya dapat digunakan sebagai dasar pengukuran capaian dalam evaluasi program KK II.

10. Dokumentasi Proses Pelaksanaan KK II

Page 31: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

30

Pelaksanaan KK II di lokasi terpilih untuk Tahap 1 didokumentasi dengan baik dan terencana agar dapat digunakan sebagai bahan penyusun kebijakan KK II di tahun 2014, serta dapat digunakan dalam proses pelaksanaan KK II tahun 2014. Pendokumentasian dapat dilakukan dengan melibatkan RBM.

B. Rekomendasi Lokasi Implementasi KK II 2013

Mengingat (a) pada tahun 2013 KK II direncanakan akan diimplementasikan terbatas di 3 wilayah percontohan, sebelum nantinya diimplementasikan di lebih banyak tempat pada tahun 2014, (b) semua kabupaten lokasi penelitian mengalami penurunan partisipasi warga dalam acara PNPM, (c) temuan kondisi PNPM dan RBM, kelompok senibudaya, serta individu maupun kelompok senibudaya fasilitator potensial di masing-masing lokasi penelitian; Tim Peneliti menyarankan agar lokasi implementasi KK II di tahun 2013 ini ditentukan berdasarkan potensi masing-masing lokasi menghasilkan best practices (contoh keberhasilan).

Berdasarkan pertimbangan di atas, serta dengan memperhatikan temuan-temuan

penelitian, disarankan pada tahun 2013 ini KK II dilaksanakan di: 1. Kabupaten Lombok Utara - NTB

Kabupaten ini diusulkan karena memiliki bentuk senibudaya yang beragam, meliputi yang tradisi maupun modern, melibatkan anakmuda, dan ketersedaan individu dan kelompok senibudaya ibukota provinsi (Mataram) yang berpeluang berperan sebagai fasilitator lokal KK II cukup tinggi serta dalam berbagai bidang senibudaya. RBM Kabupaten Lombok Utara telah mempunyai pengalaman menggunakan senibudaya dalam kegiatan PNPM MPd. Meskipun demikian, prosentase penduduk miskin di Kabupaten Lombok Utara termasuk tinggi. Di kabupaten ini KK II berpeluang menerapkan peningkatan kapasitas kelompok senibudaya teater tradisi (cupak gurantang dan rudat komidi) yang bersifat partisipatoris-dialogis, di Kecamatan Pemenang dan Kecamatan Tanjung.

2. Kabupaten Padang Pariaman - Sumatra Barat

Kabupaten ini diusulkan karena keberadaan kelompok senibudaya pertunjuikan tradisi (randai dan indang) yang dipandang potensial sebagai sarana pemberdayaan masyarakat, kedua jenis senibudaya ini melibatkan anakmuda, ketersediaan individu dan kelompok senibudaya yang berpotensi sebagai fasilitator, serta lokasi kabupaten yang berdekatan dengan ibukota provinsi. Kabupaten ini belum melaksanakan RBM dengan baik, serta belum pernah melibatkan senibudaya dalam kegiatan PNPM. Kecamatan yang potensial bagi KK II adalah Kecamatan Sicincin (randai) dan Kecamatan Ulakan Tapakis (indang).

3. Kabupaten Maros - Sulawesi Selatan

Kabupaten ini diusulkan karena ketersediaan kelompok senibudaya yang melibatkan anakmuda serta individu maupun kelompok senibudaya yang berpotensi sebagai fasilitator kelompok seni lokal. Kedekatan lokasi dengan ibukota provinsi (Makassar) memudahkan pelaksanaan pendampingan dari individu aktivis maupun kelompok senibudaya yang lebih mapan di ibukota

Page 32: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

31

provinsi. Meskipun demikian RBM di kabupaten ini belum berjalan dengan baik, namun PNPM Kecamatan Tanralili memiliki pengalaman pemberian bantuan kepada kelompok senibudaya. Kabupaten ini tampaknya lebih cocok bagi pembentukan kelompok senibudaya baru, dengan tetap melibatkan kelompok-kelompok senibudaya yang sudah ada.

C. Rekomendasi Lain-lain

Semua KorProv, FasKab dan SatKer PNPM di lokasi penelitian diberitahu tentang keputusan yang diambil. Juga penting disampaikan pada mereka bahwa kabupaten yang tidak terpilih sebagai lokasi implementasi KK II tahun 2013 tetap berpeluang menerima KK II di tahun-tahun mendatang. Kepada mereka semua patut diberi penghargaan karena telah membantu penyusunan program KK II.

Mengingat kelompok-kelompok senibudaya di kecamatan wilayah PNPM MPd/GSC pada umumnya belum akrab dengan sistem teknologi informasi dan komunikasi berbasis internet, maka sistem sosialisasi dan rekrutmen mereka sebaiknya dilakukan dengan cara kunjungan ke lokasi. Sosialisasi dan pemilihan kelompok senibudaya dapat dilakukan organisasi pelaksana (implementing organization) KK II dengan melibatkan RBM. Catatan ini sangat penting bagi pelaksanaan KK II pada tahun 2014.

Page 33: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

32

LAMPIRAN

Page 34: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

33

Lampiran 1

Laporan Penelitian Penjajagan IKK II Kabupaten Lombok Timur

Dyah Widuri S. A. Latar belakang

Lombok Timur merupakan kawasan pulau Lombok seluas 1.605 km² yang terdiri dari 20 kecamatan dan beribukota di Selong. Wilayah Lombok Timur terdiri dari kawasan perkotaan--di mana Selong termasuk di dalamnya--dan kawasan pedesaan. Kawasan utara adalah wilayah pegunungan yang subur, kawasan tengah adalah daerah perkotaan dan penopang perekonomian kabupaten, sementara kawasan selatan adalah pantai yang kering dan kurang subur seperti kecamatan Jerowaru dan Keruak.

Orang Sasak adalah mayoritas kelompok etnis yang menghuni sebagian besar Lombok Timur,

etnis lainnya diantaranya adalah orang Bali, Jawa, Sumbawa, Tionghoa, dan Bugis, dengan keseluruhan jumlah penduduk 1.105.671 jiwa. Setiap etnis memiliki bahasa, agama, dan kebiasaan sendiri-sendiri dalam keseharian mereka. Dilihat dari mayoritas etnis di Lombok Timur, hal itu juga menunjukkan bahwa mayoritas agama yang dianut adalah Islam. Peri kehidupan masyarakat Lombok Timur dan tatanan sosial budayanya dipengaruhi oleh tradisi Islam. Bangunan masjid ada di segala penjuru Lombok Timur hingga dikenal sebutan Lombok adalah pulau seribu masjid. Sekolah-sekolah pesantren banyak didirikan di Lombok Timur, bahkan sudah tumbuh sejak abad delapan belas lalu yang dimotori oleh para tuan guru. Para tuan guru adalah tokoh berkharisma yang telah menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu di Mekah untuk memperdalam agama Islam selama bertahun-tahun sebelum mendirikan pesantren di Lombok Timur.

Organisasi massa Islam terbesar, tertua, dan berpengaruh di NTB adalah Nahdatul Wathan

yang didirikan tahun 1953 oleh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid atau Tuan Guru Pancor. Pancor adalah kelurahan di kecamatan Selong yang merupakan tempat kelahiran pondok pesantren NW dan kini menjadi pusat pengelolaan lembaga pendidikan NW dari tingkat dasar hingga perguruan tingi. Akibat perpecahan antara dua putri mendiang pendiri NW, tahun 2000 salah seorang putri membentuk pecahan NW Pancor dan menamainya dengan NW Anjani. Anjani adalah nama desa di kecamatan Suralaga, tidak jauh dari kota Selong. Kebesaran NW Pancor tidak hanya terlihat dari cakupan dan luasnya lembaga pendidikan dan lembaga otonom lain di bawah naungannya, namun terlihat pula dari pemegang tampuk pemerintahan saat ini. Wakil bupati Lombok Timur 2008-2013 adalah kakak kandung gubernur NTB. Gubernur NTB saat ini adalah ketua umum PBNW sejak 1997, cucu mendiang pendiri NW.

Meskipun latar belakang keislaman sangat kuat di kalangan masyarakat Lombok Timur,

stratifikasi sosial berdasar keturunan kerabat masih dipertahankan dan termanifestasikan dalam kehidupan sosial mereka. Golongan yang diperoleh karena keturunan bangsawan atau karena perkawinan masih dikenal luas di Lombok Timur dan dapat terlihat dari sebutan kebangsawanannya yaitu Lalu untuk laki-laki dan Baiq untuk perempuan. Di masa lalu jabatan pamongpraja hampir seluruhnya dipegang oleh golongan bangsawan. Saat ini pun kita masih dapat menyaksikan para tokoh adat, pemimpin pemerintahan, tokoh organisasi kemasyarakatan, tokoh agama, pemimpin kelompok seni, dan fasilitator dalam PNPM, sebagian berasal dari golongan bangsawan bergelar Lalu dan Baiq. Tokoh adat di desa Padamara kecamatan Sukamulia, Lalu Payasan, menuturkan bahwa stratifikasi sosial masih dipertahankan terutama di desa-desa adat diantaranya larangan perkawinan golongan bangsawan dengan masyarakat biasa (jajar karang) dan penggunaan bahasa utami (utama), madya (tengahan), indria (rendah), secara ketat. Meskipun tidak diungkapkan secara terbuka, aturan-aturan sosial yang masih ditaati warga desa

Page 35: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

34

adat diantaranya adalah larangan perempuan keluar malam hari dan ragam kesenian tertentu yang boleh atau tidak boleh diselenggarakan oleh kaum bangsawan ini.

B. PNPM MPd dan GSC di Lombok Timur

Dari 20 kecamatan di Lombok Timur, sembilan kecamatan diantaranya menerima PNPM MPd dan GSC, yaitu Keruak, Jerowaru, Sakra Barat, Montong Gading, Sukamulia, Suralaga, Pringgabaya, Suela dan Sambalia. Ada enam kecamatan lain yang menerima PNPM Perkotaan dan lima kecamatan lain yang menerima PNPM PISEW. Lombok Timur sudah menerima PNPM MPd sejak 2007/2008 hingga sekarang, sementara PNPM GSC sejak 2010/2011. Dari sembilan kecamatan penerima PNPM MPd dan GSC, kecamatan Pringgabaya memiliki penduduk terbanyak dibandingkan delapan kecamatan lain yaitu 90.605 jiwa sekaligus merupakan kecamatan terpadat dibandingkan 19 kecamatan lainnya. Kepadatan penduduk Pringgabaya mencapai 2.860 jiwa/km², jauh lebih tinggi dari tingkat kepadatan penduduk kabupaten yaitu 736/km² (Sumber: BPS Lombok Timur Tahun 2011).

Dari sembilan kecamatan penerima PNPM MPd dan GSC tersebut, enam diantaranya adalah

kecamatan yang memiliki persentase rumahtangga miskin terbesar di Lombok Timur. Berturut-turut adalah Sambalia (65,s92%), Sakra Barat (63,13%), Suela (60,93%), Jerowaru (58,91%), Keruak (57,38%), Pringgabaya (57,08%). Jerowaru dan Keruak berada di wilayah pesisir selatan di mana sumberdaya alamnya terbatas, lingkungan kering dan sumber air sangat sulit. PNPM MPd pernah mencoba menyelaraskan program dengan kebutuhan akan air di Jerowaru, namun dari kajian mereka menunjukkan bahwa secara teknis—karena persoalan geografi dan topografi alamnya--sangat sulit menemukan sumber air di Jerowaru. Faskab MP Lombok Timur menuturkan,

“ ... kecamatan yang paling miskin Keruak, Jerowaru, ... sangat parah, daerahnya kering. Jerowaru ... di beberapa tempat air susah ... harus datangkan tangki air dari kabupaten ... susah sumbernya ... kalaupun mengebor butuh beberapa ratus meter ...” (Faskab MP Lombok Timur, 18 Nov 2012)

Page 36: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

35

Tabel kecamatan penerima PNPM MPd dan GSC Kabupaten Lombok Timur 2007-2012 No Kecamatan 2007 2008 2009 2010 2011 2012

1 Keruak MP MP MP MP-GSC MP-GSC MP-GSC

2 Jerowaru MP MP MP MP-GSC MP-GSC MP-GSC

3 Sakra Barat MP MP MP MP-GSC MP-GSC MP-GSC

4 Montong Gading MP MP MP MP-GSC MP-GSC MP-GSC

5 Sukemulia MP MP MP-GSC MP-GSC MP-GSC

6 Suralaga MP MP MP MP-GSC MP-GSC MP-GSC

7 Pringgabaya MP MP MP MP-GSC MP-GSC MP-GSC

8 Suela MP MP MP MP-GSC MP-GSC MP-GSC

9 Sambelia MP MP MP MP-GSC MP-GSC MP-GSC Sumber: Profil PNPM Lotim, 2012.

Tabel RTM di Kabupaten Lombok Timur 2011 No Kecamatan Luas Wilayah Penduduk Rumah Tangga RTM %

1 Keruak 142,79 47.693 13.577 7.791 57,38

2 Jerowaru 0 53.200 15.729 9.266 58,91

3 Sakra Barat 33,73 13.667 13.667 8.628 63,13

4 Montong Gading 24,66 40.556 12.753 6.479 50,80

5 Sukemulia 14,49 30.392 8.741 3.496 40,00

6 Suralaga 27,02 51.837 15.738 6.178 39,26

7 Pringgabaya 31,68 90.605 25.554 14.587 57,08

8 Suela 115,21 37.609 11.512 7.014 60,93

9 Sambelia 245,22 29.460 8.292 5.466 65,92 Sumber: BPS Lombok Timur Tahun 2011, disampaikan dalam Semiloka SKPD PNPM-MPd 2012

Lombok Timur secara umum mengalami persoalan sehubungan dengan menurunnya partisipasi masyarakat dalam proses kegiatan PNPM. Menurut Faskab, partisipasi masyarakat sangat rendah jika dibandingkan tahun 2003 ketika dia menjadi FK Bayan yang waktu itu masih menjadi bagian kabupaten Lombok Barat. Kecamatan Bayan sekarang menjadi bagian dari kabupaten Lombok Utara pemekaran dari Lombok Barat. Tahun 2003 Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Dompu adalah kabupaten penerima PPK untuk pertama kali se propinsi NTB. Beberapa tahun terakhir minat masyarakat untuk mendukung PNPM dinilai menurun. Salah satunya dikarenakan proses perencanaan yang singkat sehingga tidak cukup waktu untuk sosialisasi dan mengidentifikasi kebutuhan warga. Faskab Lotim menggambarkan partisipasi di masa PPK dulu sangat bagus dibandingkan masa kini.

“ ... kita untuk partisipasi di MP sangat menurun sekali ... memang agak sedikit berbeda ... dulu saya di PPK tahun 2003 ... kalau kita mengundang orang dulu bisa dilakukan di lapangan, bisa seribuan seratusan orang datang ... dan itu malam ... Saya penggalian gagasan di desa, saya bisa sampai jam 3 pagi, masyarakat datang ... dulu saya di Bayan jadi FK ... tapi kalau sekarang ... jangankan ratusan ... kalau kita undang ... 20 atau 30 orang hadir, itu sudah alhamdulillah sekali ... sangat menurun sekali partisipasi ...” (Faskab MP Lotim, 18 Nov 2012) Dalam pandangannya penurunan partisipasi dikarenakan dua hal. Pertama, masyarakat sudah

jenuh sekali dengan sistem PNPM yang ketat dan harus dilaksanakan sesuai petunjuk operasional. Ke dua, siklus ini selalu berulang setiap tahun sehingga masyarakat sudah tidak tertarik lagi untuk hadir dalam musyawarah. Mereka kini merasa tidak ada gunanya hadir dalam musyawarah, lebih baik bekerja mencari uang. Di sisi lain, program harus tetap jalan sesuai target sehingga semua

Page 37: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

36

tahapan PNPM ini seperti rutinitas saja. Akibatnya, kata Faskab Lotim “...tidak ada rohnya ... ”. Berkenaan dengan menurunnya partisipasi masyarakat, Faskab MP Lotim menambahkan,

“ ... kita juga harus berpikir bahwa masyarakat ini walaupun diberikan semacam sarana ... tapi meraka juga berpikir untuk hari-harinya ... mereka sekarang berhitung ... saya sudah coba tanyakan mengapa tidak ikut musyawarah kalau diundang ... kalau tidak diundang mereka ribut ... kenapa saya tidak diikutkan ini ... mereka diundang tidak hadir... Mereka ini kan buruh tani jadi kalau mereka pergi ke sawah ... mereka dapat upah harian ... sekitar 10 ribu, mungkin 12 ribu, ... daripada saya denger ibu ngoceh di sana lebih baik saya bekerja saya bisa kerja untuk anak istri saya ...” (Faskab MP Lotim, 18 Nov 2012)

Penurunan partisipasi masyarakat dalam kegiatan musyawarah juga dirasakan para pelaku

PNPM GSC seperti terjadi di kecamatan Sakra Barat. Meskipun demikian, secara umum, terjadi peningkatan partisipasi terutama para ibu yang menjadi sasaran utama GSC misalnya peningkatan pemeriksaan ibu hamil dan melahirkan di fasilitas kesehatan terdekat serta peningkatan kehadiran ibu dan balita ke Posyandu. Berkenaan dengan partisipasi masyarakat dalam GSC, FK Sakra Barat berpendapat,

“ ... akibat pengembangan teknologi, proses pemanjaan dari pemerintah, atau sebagai upaya politisasi dan segala macam ... sikap gotong royong ... lelah kita kumpulkan ... musyawarah-musyawarah itu hanya itu-itu yang hadir ... partisipasi masih ... di tingkat desa keaktifan masyarakat untuk berpartisipasi masih ... kalau yang di kota besar itu yang baru hilang karena individualistis ... kalau di desa masih tapi tidak sesemarak kaya dulu ... nah ini tugas kita selaku FK bagaimana membangkitkan kembali karena pola kerja kita ... pemberdayaan .. nah pola pemberdayaan ini kan tidak semudah membalikkan telapak tangan ...” (FK GSC Sakra Barat, 18 Nov 2012)

Sakra Barat termasuk kecamatan wilayah selatan yang berbatasan dengan kecamatan Keruak.

Sakra Barat merupakan daerah di mana buruh migrannya sangat banyak, meninggalkan berbagai persoalan sosial di masyarakat, diantaranya pengasuhan anak yang sangat buruk karena ditinggalkan orang tua. Perkawinan dini masih marak di Sakra Barat dan Lombok Timur pada umumnya sehingga tingkat kelahiran oleh ibu muda juga tinggi, sementara para ibu muda itu tingkat pendidikannya masih rendah. Data tahun 2009 yang dikeluarkan BPS tahun 2010 menunjukkan angka putus sekolah penduduk usia 7-15 tahun di Lombok Timur mencapai 2,54 lebih rendah dari angka propinsi NTB 2,19 dan nasional 1,97. Keterbatasan sumberdaya alam dan kesempatan bekerja dan berusaha di daerah asal mendorong kaum laki-laki menjadi buruh migran terutama di Malaysia, meninggalkan istri dan anak di daerah asal. Ketidaksuksesan di rantau menyebabkan istri dan anak terlantar, suami memutuskan menceraikan istrinya, bahkan lazim mendengar cerita suami menceraikan istri melalui sms. Persoalan sosial ini mempengaruhi pola kehidupan dan pengasuhan anak terutama di kantong-kantong buruh migran.

Sejak 2010, PNPM GSC menyentuh persoalan pendidikan dan kesehatan masyarakat di 9 kecamatan penerima PNPM MPd di Lombok Timur. Angka kematian bayi (AKB) di Lombok Timur merupakan persoalan yang sangat serius terlihat dari data BPS tahun 2010 di mana AKB Lotim tahun 2009 mencapai 69 bayi per 1.000 kelahiran hidup, lebih tinggi dari AKB propinsi NTB 62/1.000 kelahiran hidup, dan jauh di bawah rata-rata nasional AKB 31/1.000 kelahiran hidup. AKB adalah salah satu indikator kesehatan yang sensitif karena bayi adalah kelompok usia paling rentan dipengaruhi oleh ketidakseimbangan pelayanan kesehatan dan lingkungan, selain itu lekat dengan kebiasaan, tradisi dan budaya masyarakat. Indikator senstif yang lain adalah penyebab kematian prematur, nutrisi yang buruk, dan tingkat kematian ibu melahirkan. Perubahan perilaku kesehatan masyarakat menjadi perhatian utama PNPM GSC di kecamatan Sakra Barat seperti

Page 38: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

37

dituturkan Lalu Satriawan, FK GSC, berikut ini,

“ ... ada proses panjang perubahan perilaku ... kan lebih mudah kerjakan sekian banyak pekerjaan fisik daripada perubahan perilaku. Itu sebuah perbandingan ... kita berhadapan dengan dogma masyarakat awam bahwa lebih suka melahirkan di dukun .. alhamdulillah di Sakra Barat sudah berkurang melalui berbagai macam rangsangan penyuluhan ... pelatihan ... tapi sebetulnya alasan mereka ... pelayanan lebih cepat diurus ... dukunnya yang datang ke rumah membantu melahirkan ... biayanya nggak mahal, cukup disiapkan andang-andang ... beras-beras doang ... ada sebakul beras ... duitnya paling lima puluh ribu, ada sirihnya ... “ (FK GSC Sakra Barat, 18 Nov 2012)

Pola pengasuhan anak tercatat sebagai salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya status

nutrisi bayi dan balita (undernurition). Selain persolan ekonomi, keterbatasan sumberdaya dan pengetahuan, masih dijumpai pengasuhan bayi di bawah kendali nenek, salah satu contohnya adalah bayi sudah diberi makan nasi dari beras tumbuk pada usia seharusnya bayi masih menerima ASI ekslusif. Menurut penuturan FK GSC Sakra Barat di kecamatannya ada lima balita gizi buruk yang sekarang ditangani bersama-sama dengan Dinas Kesehatan. FK GSC menegaskan persoalan gizi buruk di Sakra Barat seperti berikut ini,

“ ... penyebab gizi buruk karena kawin cerai, Sakra termasuk ... salah satu penyebab gizi buruk adalah kawin cerai, suami meninggalkan istrinya ke Malaysia ... kawin lagi di Malaysia, istri dicerai lewat sms ... karakteristik masyarakat kasih sayang untuk anak-anak kurang, bawa nasi putih ... digendong nenek ... dikasih ke bayi ...” (FK GSC Sakra Barat, 18 Nov 2012)

Selain menyediakan makanan tambahan untuk balita gizi buruk, GSC juga memfasilitasi dana

transportasi bagi ibu melahirkan dan program fisik yang mendesak dilakukan. Lebih lanjut dia menjelaskan,

“ ..... ada stimulan merangsang membantu yang cukup jauh tempat tinggalnya dari pusat kesehatan, sekarang stimulan ada, pemberian transportasi dari GSC untuk tempat yang jauh, ongkos GSC kasih dua puluh ribu ... GSC ada program fisik yang sangat mendesak terkait dengan fasilitas sekolah yang roboh .. akses sekolah pada musim tertentu, anak nggak bisa sekolah karena struktur tanah jelek ... tanah becek ... struktur tanah liat hitam, kalau musim kering pecah-pecah kalau musim hujan dia licin skeali. Anak-anak malas sekolah ketika hujan. Kita buat jalan kecil untuk menuju sekolah ... setelah kewajiban dipenuhi ... ” (FK GSC Sakra Barat, 18 Nov 2012).

Uraian di atas menggambarkan gagasan dan tema-tema pokok bekerjanya PNPM MPd dan

GSC di Lombok Timur. Selain itu juga menunjukkan ada persoalan menurunnya partisipasi masyarakat dalam setiap tahap kegiatan PNPM terutama dalam kegiatan musyawarah. Kejenuhan masyarakat akan proses yang monoton dan rutin merupakan salah satu faktor tersebut. Di tingkat desa ada tiga sampai empat kali musyawarah, belum termasuk musyawarah khusus, kemudian di tingkat kecamatan ada tiga musyawarah yang semuanya wajib diikuti perwakilan masyarakat. Banyak terjadi mereka yang hadir adalah tokoh masyarakat saja baik tokoh laki-laki maupun tokoh perempuan. Tokoh perempuan pada umumnya diwakili oleh istri kepala desa, istri kepala dusun, dan tokoh-tokoh yang mempunyai keahlian tertentu seperti mereka yang berprofesi mengurus urusan memasak dalam kegiatan adat. Keterlibatan perempuan secara umum dalam musyawarah maupun pertemuan PNPM tidak begitu aktif diantaranya karena ada hambatan kultural seperti dituturkan Faskab Lotim berikut ini,

“ ... keterlibatan perempuan .. mungkin ini terbentur budaya .. mereka terlibat aktif di

Page 39: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

38

beberapa tempat tapi memang itu tadi selalu tidak pernah imbang dengan laki-laki. Artinya kalau misalnya diundang 50 orang ya mungkin yang datang 10 orang. Di beberapa tempat belum boleh perempuan datang. Mohon maaf di desa saya kalau maghrib tidak boleh keluar. Ada aturan adat. Jangankan kita ... di Lombok ada sistem kawin lari kalau misalnya kita maghrib belum pulang sampai besok kita sudah dianggap hilang. Yang marak di sini kawin lari. Kalau saya sudah pindah ... di kota ...” (Faskab MP Lotim, 18 Nov 2012)

Banyak pihak menilai kaum muda bersikap pasif pada kegiatan PNPM. Disinyalir kepasifan

mereka dikarenakan gagasan PNPM terlalu jauh dari ekspresi kaum muda. Hampir semua kegiatan PNPM bersifat fisik, membangun gedung sekolah, gedung Posyandu, atau sarana kesehatan yang tidak bersentuhan langsung dengan ekspresi anak muda. PNPM juga membangun atau memperbaiki jembatan, jalan dusun, jalan antardesa, jalan usaha tani, perpipaan, sarana air bersih, irigasi, dan prasarana umum lainnya untuk kepentingan semua orang. Pemberian beasiswa dan pemberian makanan tambahan ditujukan untuk kalangan anak balita, usia sekolah dan bumil. Ruang ekspresi anak muda yang disediakan oleh PNPM cukup terbatas. Meskipun demikian Lombok Timur memiliki catatan khusus berkenaan dengan partisipasi kaum muda. Jika partisipasi warga dalam PNPM secara umum dinilai menurun, tidak demikian dengan substansi dan kualitas usulannya. Beberapa waktu terakhir, usulan-usulan yang berkualitas datang dari kalangan anak muda. Anak-anak muda aktif dalam perencanaan dan berusaha selalu hadir untuk mengawal agar usulannya terdanai. Akan tetapi seringkali usulan-usulan tersebut tidak berada pada prioritas puncak, kalah dalam berkompetisi dengan usulan-usulan fisik. Usulan-usulan yang pernah didanai oleh PNPM diantaranya:

1. Pelatihan perbengkelan

2. Pelatihan otomotif

3. Pelatihan komputer

4. Pelatihan menjahit dan bordir

Faskeu PNPM MPd Lotim menegaskan anak muda juga terlibat dalam kegiatan PNPM seperti diutarakannya,

“ ... di beberapa kecamatan itu ... ada usulan tentang perbengkelan .. usulan itu muncul kami yakin bukan dari orang tua pasti dari pemuda ... perempuan ada usulan memasak ... pasti dari anak muda ... sering muncul usulan seperti itu ... pelatihan komputer ... proses perencanaan mereka terlibat ... banyak yang terdanai dan mereka berjuang supaya mendapat ranking ... supaya bisa terdanai ... di Montong Gading pelatihan tentang perbengkelan dan otomotif, pelatihan bordir ...” (Faskeu PNPM MPd Lotim, 19 Nov 2012)

Fastekab Lotim menjelaskan lebih lanjut munculnya usulan-usulan anak muda di beberapa

kecamatan didorong saat penggalian gagasan di mana kader mampu meyakinkan pentingnya peningkatan kapasitas anak muda, seperti diceritakannya,

“ ... sejak tahun 2009 ... meningkat ... usulan-usulan untuk peningkatan kapasitas ... jadi sebenernya gini, kalau saya melihat jenis usulan yang muncul ... memang ada pengaruh pada saat penggalian gagasan ... kemampuan pada yang menggali terutama kader kita yang ada di desa misalnya ... peserta itu didominasi oleh elit desa, tokoh-tokoh desa, dia pasti ada pemikiran ... fisik ...seiring dengan waktu ... kita beri dorongan kepada pelaku bahwa peningkatan kapasitas untuk jenis apa saja tolong ditambahkan ...” (Fastekab MP Lotim, 19 Nov 2012)

Akan tetapi, tidak seluruhnya usulan anak muda dapat direalisasikan karena ada kriteria yang

sulit dipenuhi jika peningkatan kapasitas didanai, yaitu kriteria keberlanjutan atau apa hasil riil yang dilakukan oleh peserta paska pelatihan seperti dicontohkan oleh Fastekab MP berikut ini,

“ ... ada kriteria keberlanjutan, contoh misalnya kalau ada usulan perempuan peningkatan

Page 40: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

39

kapasitas pengolahan tomat ... marketing ke belakang itu yang tidak bisa kita analisa ... paska program kemana? ... nah itu kendala ... kemudian mentok usulan itu. Kemudian otomotif juga, setelah itu bagaimana, apakah dia bisa mandiri? ... nah itu kebentur ... komputer, apa dia bisa keterima bekerja setelah dia selesai pelatihan? . .. jadi analisa keberlanjutannya itu kadang membuat mentok usulan ... apa dampaknya yang lebih luas ... karena kita sendiri mau fasilitasi ke arah marketing kita tidak tahu banyak ...” (Fastekab MP Lotim, 19 Nov 2012) Selain keterlibatan dalam mengajukan usulan peningkatan kapasitas seperti di kecamatan

Montong Gading, anak muda di Lombok Timur kini terlibat dalam radio komunitas sebagai pengelola maupun sebagai bagian dari tim kreatif yang merancang tema acara dan cara penyampaian pesan kepada penonton. RBM Lombok Timur telah bekerja sama dengan radio komunitas dalam menyosialisasikan PNPM, menyiarkan kegiatan PNPM dan hasil kerja masyarakat, serta talk show antara pendengar dan pelaku PNPM. Radio komunitas menjadi ruang bertanya, menjawab, melontarkan kritik dan klarifikasi antarpihak.

Persoalan-persoalan di atas mengantar pada pemahaman bahwa perlu intervensi untuk

mendorong PNPM agar dapat meningkatkan partisipasi warga dalam musyawarah maupun dalam proses PNPM lainnya seperti pelaksanaan kegiatan dan pemeliharaan aset. Perlu pula meningkatkan keterlibatan perempuan dan anak muda dalam proses-proses tersebut. Selain itu, gagasan PNPM tentang pemberdayaan masyarakat termasuk pemberdayaan kaum miskin dan perempuan, perubahan perilaku dalam hal kesehatan dan pendidikan bagi anak-anak dan perempuan, serta tersosialisasikannya sensitifitas terhadap kebutuhan kaum miskin dalam setiap usulan masyarakat, perlu ditanamkan lebih jauh di daerah-daerah sasaran di Lotim. Pendekatan budaya melalui kesenian adalah salah satu tawaran untuk mendorong mengatasi atau meminimalisir persoalan menurunnya partisipasi, menjaga agar usulan-usulan warga menjadi lebih berkualitas, mendorong lebih aktif keterlibatan kaum muda, orang miskin, dan kaum perempuan. Berikut ini digambarkan seni tradisi dan kontemporer yang berkembang di Lombok Timur, kemudian mencari alternatif ragam seni semacam apa yang dapat mengusung gagasan PNPM di berbagai ruang dan waktu.

C. Seni Tradisi dan Kontemporer di Lombok Timur

Berlatar belakang tradisi Islam, kesenian yang berkembang di Lombok Timur lebih berwarna

keagamaan terutama di wilayah tengah yang berbasis pesantren seperti seni khasidah dan rebana. Seni tradisional khususnya yang menggambarkan adat masa lalu sulit ditemukan di Lombok Timur, contohnya pertunjukan cupak garantang, sebuah seni teater dan tari bercorak Bali. Seni tradisi di Lombok Timur yang dapat dijumpai adalah seni cilokak, gendang beleq, dan drama rudat. Seni kontemporer yang marak dimainkan kaum muda di Lombok Timur adalah kecimol atau ale-ale yang merupakan pengembangan dari cilokak. Selain itu ada kesenian jangger yang menampilkan perempuan muda jaged atau menari berpasangan dengan pria. Para pria menunjukkan uang ditangannya, penari perempuan memilih pria tertentu untuk diajak menari diiringi musik dangdut. Seni tradisi dan kontemporer lebih banyak berkembang di wilayah selatan yaitu Sakra, kecamatan Jerowaru dan Keruak, dibandingkan di wilayah tengah, seperti diungkapkan pelaku PNPM Lotim berikut ini,

“ ... kesenian jangger yang pakai sawer-saweran ada di sana, di wilayah selatan ... termasuk Sakra Barat dan Keruak, itu di wilayah selatan ... di wilayah tengah jarang kesenian itu, di wilayah tengah yang terkenal kecimol, gendang beleq semua ada di wilayah sasak ...” (Faskab MP Lotim, 19 Nov 2012) “ ... saweran-saweran itu bukan ale-ale ... itu joged jangger namanya, ada dimainkan di sini, yang paling banyak utara, selatan, Bayan, Kayangan masih. Bagian tengah ini tidak, kecuali Pagadangan. Ini berkonotasi negatif karena kadang-kadang penarinya masih gadis atau

Page 41: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

40

janda, pakaiannya pakai kemben ... dikasih uang ... perempuan joged, jika laki-laki mau joged bawa uang ... mana yang dipilih tergantung laki-laki yang bawa uang makanya yang nonton harus siapkan uang ...” (Faskeu Lotim, 19 Nov 2012)

Jenis kesenian yang berkembang di Lombok Timur adalah:

1. Cilokak

Jenis kesenian yang marak dimainkan warga di Lombok Timur adalah cilokak. Cilokak adalah jenis musik tradisi dengan lirik lagu berbahasa Sasak yang sangat digemari di Lombok Timur. Liriknya adalah petuah-petuah atau nasehat-nasehat yang dilantunkan dalam bentuk pantun. Cilokak berasal dari kata “seloka” di mana lirik lagu kelompok musik ini berupa seloka dan syair berbalas pantun yang disebut dengan istilah bekayak/lelakak. Musiknya adalah seperangkat alat musik tradisional seperti suling, gendang, gambus dan mandolin. Dalam perkembangannya ditambahkan alat musik seperti biola, tambur, bas, dan ketipung. Cilokak biasanya ditampilkan untuk merayakan hari besar tertentu dalam sebuah panggung atau menjadi bagian dari nyongkolan yaitu musik pengiring untuk mengantar pengantin. Sound system yang suaranya sangat keras ditaruh di kereta, pemain musik ada di belakang kereta. Gendang dipanggul, tambur dililitkan di pinggang, mereka bermain musik dan bernyanyi sambil berjalan kaki menuju rumah pengantin. Kelompok cilokak yang sempat dijumpai di lapangan adalah Rama Grup di kecamatan Sakra Barat dan Goyang Nade di kecamatan Keruak.

Rama Grup di desa Rensing kecamatan Sakra Barat adalah kelompok cilokak yang sudah punya nama karena seringkali diundang untuk tampil di dalam dan di luar kota. Mereka sudah menelorkan belasan album yang dibeli putus oleh perusahaan rekaman. Kelompok ini didirikan tahun 1950-an oleh Mamak Sri Natih, sudah mengalami perubahan nama beberapa kali dan alat musiknya mengikuti perkembangan jaman. Tahun 1991 mereka tampil di TIM dan TMII sebagai duta kesenian dari propinsi NTB. Beberapa kali tampil di Taman Budaya Mataram.

2. Kecimol

Kecimol identik dengan musik anak muda yang hingar bingar dan meriah. Biasanya mereka tampil memeriahkan acara nyongkolan di mana beberapa orang menabuh tambur diiringi lagu-lagu masa kini. Sound system ditaruh di kereta, mereka berjalan kaki sambil bermain tambur. Ada kalanya mereka bermain gitar mengiringi beberapa gadis berjoged. Musiknya meriah dan hingar bingar sehingga sangat disukai anak-anak muda.

3. Gendang beleq

Gendang beleq adalah gendang besar yang dipukul beramai-ramai dalam irama tertentu dan ada unsur tari di dalamnya. Gendang dipanggul dan dimainkan sepanjang jalan. Di Lombok Timur kesenian gendang beleq efektif untuk mengumpulkan massa dan dapat dijumpai di berbagai tempat. Faskab Lotim menjelaskan lebih lanjut tentang gendang beleq dan kecimol,

“ ... ale-ale, kecimol, masukkan nilai adat dan ... musik modern, untuk mobilisasi massa iya, kecimol sama dengan gendang beleq, kalau yang datang pak bupati kunjungan, gendang beleq, tanpa diundang orang berkumpul. Ale-ale sama dengan kecimol ... di beberapa tempat nyebutnya kecimol, di lain tempat nyebutnya ale-ale, sekarang menjamur ...”

4. Rudat

Dulu kesenian rudat pernah menjadi favorit namun belakangan ini tidak lagi berkembang di Lombok Timur. Rudat yang dikenal warga Lombok Timur adalah drama teater

Page 42: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

41

tradisional dan tari yang bercerita tentang kerajaan-kerajaan Lombok masa lalu. Karena pentasnya semalam suntuk, penonton minum tuak sampai mabuk dan seringkali menimbulkan keributan, berangsur-angsur rudat drama jarang dimainkan lagi. Jika dijumpai, rudat drama hanya ada di wilayah selatan yang masyarakatnya cenderung dapat menerima segala jenis kesenian, termasuk kesenian baru yang menampilkan joged dengan goyang dangdut para perempuan yang tidak dimainkan di daerah-daerah pesantren. Rudat yang dikenal saat ini di Lombok Timur adalah rudat tarian yang menyerupai gerakan silat, dimainkan oleh para laki-laki dengan kostum seperti orang Turki, diiringi musik perkusi, dan dipentaskan pada hajatan perkawinan, khitanan, atau perayaan-perayaan hari besar.

5. Wayang kulit

Dalang memainkan lakon tertentu yang biasanya berlangsung semalam suntuk. Secara umum di Lotim, wayang kulit kini mengalami pergeseran peminat. Dulu anak-anak muda suka nonton, kini hanya orang-orang tua karena dalang seringkali menggunakan bahasa yang susah dimengerti orang kebanyakan, seperti diungkapkan pelaku PNPM,

“ ... di Sasak itu yang nonton wayang kulit hanya orang-orang tua karena dia memakai bahasa Sansekerta ... kita tidak paham ... bahasa Sasak tapi halus ... ceritanya pakai bahasa Sansekerta ... mirip ke Bali jadinya ... seharusnya Sasak tapi jadi lebih ke Bali ...” (Faskeu Lotim, 19 Nov 2012)

Dalam perkembangannya, ada sesi di mana pesan-pesan bisa disampaikan dalang dalam bahasa Sasak. Lalu Nasib adalah dalang favorit warga Lombok Timur yang sangat pintar menyampaikan pesan-pesan sosial dalam bahasa Sasak. Faskeu Lotim menceritakan kepiawaian Lalu Nasib,

“ ... kecuali yang dalangnya sudah terkenal, Lalu Nasib, kalau beliau itu bisa memakai bahasa promosi tergantung pesanan, kalau wayang Lalu Nasib itu semua kalangan bisa terima . ... sehingga itu jadi wahana ... untuk sosialisasi kesehatan dan segala macam itu ... Lalu Nasib itu dari awal pasti banyak orang tertawa karena dia lucu, biasanya mulai malam sampai pagi ... kampanye kesehatan ... materi ... pesanannya seperti apa ... seperti tentang WC ... jangan buang air sembarangan ... bisa melalui itu, dia ceritakan segala macam ... tergantung materi yang dipesan ...” (Faskeu Lotim, 19 Nov 2012)

Pada dasarnya seni tradisi yang masih dimainkan orang di Lombok Timur adalah gendang beleq dan cilokak. Dalam perkembangannya muncul kelompok musik kecimol yang dimainkan dan disukai anak-anak muda di berbagai penjuru Lombok Timur. Seni tradisi yang sekarang sudah tidak dimainkan lagi adalah ceroncong rebana. Kelompok terakhir di Sakra, menurut penuturan Lalu Satriawan FK GSC kecamatan Sakra Barat adalah kelompok “Mule Jati”.

D. Pendekatan Budaya untuk Mendukung PNPM Lotim

Dari penuturan para pelaku PNPM di Lombok Timur menunjukkan bahwa, pertama, ada persoalan penurunan partisipasi masyarakat dalam proses PNPM MPd dan GSC. Ke dua, meskipun masyarakat sudah sepuluh tahun terlibat dalam kegiatan PNPM masih banyak warga yang tidak memahami seperti apa PNPM. Ke tiga, gagasan yang diusung PNPM tentang pentingnya pemberdayaan perempuan dan kaum miskin, penyadaran pentingnya kesehatan dan pendidikan, belum terinternalisasi dengan baik. Oleh karena itu, para pelaku PNPM sangat mendukung ketika pendekatan budaya melalui kesenian ditawarkan untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan PNPM. Di masa lalu, tokoh agama berperan besar sebagai fasilitator untuk mengajak masyarakat bergotong royong membangun infrastruktur desa tanpa meminta bantuan dari pemerintah. Di sana seni menjadi media untuk mengumpulkan masyarakat, menghimpun dana dan tenaga, serta membangun solidaritas warga, seperti diceritakan oleh dua orang berikut ini,

Page 43: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

42

“ ... ada nilai budaya di masyarakat yang mungkin tidak terlupakan. Seperti apa yang dilakukan tokoh agama dulu, almarhum kakeknya pak Hasannudin ... dalam bangun sarana umum baik masjid, pasar, jembatan, selalu menggunakan media seni untuk kumpulkan massa itu tanpa ada dana pemerintah, murni swadaya masyarakat ... pasar, jembatan, jalan ... PNPM ... sangat tepat jika sekarang menggunakan media seni untuk mengembalikan rasa gotong royong ... jika ada cilokak, gendang beleq, rudat, mereka rame-rame datang...” (Ahmad, guru & pelaku seni, 21 Nov 2012) “ ... Orang tua ... tidak pernah bangun masjid pakai apa-apa, hanya dengan rudat, jembatan besar Sakra itu jadi, semua orang buang uang ... “ (Lalu Satriawan, FK GSC kecamatan Sakra Barat, 21 Nov 2012)

Sebenarnya para pelaku PNPM Lotim sudah mempunyai ide untuk menampilkan seni sebagai

upaya mengumpulkan masyarakat dalam kegiatan PNPM, tetapi ide ini belum terealisir karena persoalan ketatnya siklus PNPM sehingga tidak memungkinkan berpikir ke arah seni dan kekhawatiran keramaian akan mengundang keributan antarwarga. Faskab MP Lotim lebih lanjut menjelaskan,

“ ... kita di PNPM ini ... karena siklus yang kita pakai selama ini siklus yang baku kita tidak pernah masuk ke sana ... Tapi kemarin sempat ada ide, ada RBM, kita coba seni sebagai media sosialisasi ke masyarakat tetapi keburu tidak sempet yang tahun 2011 ... tidak sempat aplikasikan karena terlanjur kena PMK 168 ... uang harus dikembalikan. Itu yang kemarin. Yang sekarang juga ada seni, cuma memang harus hati-hati karena kalau kita ... mau pakai acara kesenian ... akan mengundang banyak orang, dari sana rentan tawuran .. ribut ... banyak hal yang negatif, dalam tanda petik, orang jadi berkelahi di situ, untuk beberapa tempat tidak begitu aman. Kemarin kita sempet buat statement apakah ini efektif ... kita buat ... media sosialisasi, ternyata ditolak oleh beberapa daerah karena khawatir ... menimbulkan permasalahan tadi, tawuran, berantem ... kami akan mencoba itu kalau ada ijin dari kepolisian ... ada pengamanan ... Kemudian tidak dilakukan malam hari, karena kan biasanya malam hari rentan sekali, siang mungkin bisa, tapi terbentur lagi, siang itu masyarakat pada ke sawah, bekerja, susah lagi, jadi kami serba bingung kalau PTO untuk seni di Lombok Timur ...” (Faskab M Lotim, 18 Nov 2012)

Seni dapat menjadi media sosialisasi atau ruang partisipasi warga. Namun demikian, perlu

dicermati bahwa setiap kecamatan memiliki minat terhadap jenis kesenian tertentu. Misalnya kecamatan yang agamis kurang bisa menerima kesenian drama tradisional rudat. Atau ada kecamatan tertentu yang warganya mudah terprovokasi. Jadi ketika ada keramaian atau tontonan, warga mudah tersulut emosinya dan berujung pertikaian atau perkelahian. Fastekab Lotim mengusulkan supaya media seni digunakan dalam penggalian gagasan yang dihadiri kalangan yang lebih terbatas. Misalnya dalam penggalian gagasan khusus kaum perempuan, sebelumnya ditampilkan kesenian. Setelah peserta berkumpul, barulah berdiskusi dengan kaum perempuan.

Dalam FGD 21 Nov 2012, pelaku PNPM, tokoh masyarakat, dan pelaku seni sepakat pada pemikiran bahwa seni dapat menjadi media untuk kepentingan bersama. Dalam pertemuan itu terungkap identifikasi seni tradisi dan kontemporer di Lombok Timur yang mempunyai peluang untuk dapat meningkatkan partisipasi, menyosialisasikan gagasan program, dan menyampaikan pesan tentang tema-tema yang didalami program untuk pemberdayaan masyarakat. Salah seorang staf RBM menuturkan, gendang beleq perlu ditampilkan untuk memeriahkan acara misalnya peresmian sarana prasarana yang telah selesai dibangun warga melalui PNPM. Komunitas sastra Rebolangit Lotim mengusulkan perlunya kolaborasi sastra dan kesenian untuk mempublikasikan PNPM. Gerakan sastra seperti musikalisasi puisi, teater dan film pendek dapat

Page 44: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

43

dikemas tanpa mengabaikan kebutuhan lokal untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu dalam masyarakat. Gerakan ini juga dapat menarik minat kaum muda untuk terlibat dalam kegiatan PNPM. Para partisipan juga mengusulkan ragam seni yang lazim ditemui di Lombok Timur sebagai media mengumpulkan massa seperti gendang beleq, dan media menyampaikan pesan seperti sandiwara radio, rudat drama, musik cilokak, wayang kulit, dan teater kontemporer. Berikut ini adalah usulan-usulan dari para partisipan diskusi,

“ ... kombinasi dari beberapa media seni ... di forum PNPM, gendang beleq bisa dipakai media mengumpulkan massa, wayang kulit bisa sampaikan naskah ke dalang, dan cilokak. Ini bisa dikembangkan. Jika satu pementasan, tiga seni ini disatukan sangat luar biasa ... mendatangkan massa, menyampaikan pesan lewat wayang, ada hiburannya lewat cilokak. Alangkah bijaknya kalo kita mencoba, kalangan mana pun tiga seni itu bisa kita pertemukan, semua umur, semua kalangan, semua strata sosial bisa terima seni itu ... “ (Faskab MP Lotim, 21 Nov 2012) “ ... sandiwara radio masih digandurungi masyarakat tingkat bawah. Mungkin yang diangkat cerita lokal ... ke depan kawan-kawan media dan PNPM bisa buat gebrakan secara khusus, lewat media radio bia diselipkan pesan PNPM ...” (Pegiat radio komunitas Lotim, 21 Nov 2012) “ ... ada teater dan radio, kita bisa titipkan pesan PNPM yang bisa ... support PNPM. Sekarang ada pesan yang tidak nyambung ke masyarakat tentang PNPM sehingga ada titik jenuh ... bagaimana kita dengan budaya lokal yang materinya kita masukkan dalam teater, teks lokal, kita pakai teknologi komunikasi ... sesuai perkembangan jaman sakarang ini ... “ (Pegiat radio komunitas Lotim, 21 Nov 2012)

“ ... saya sependapat bahwa semua jenis kesenian bisa dimanfaatkan untuk kegiatan PNPM. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan terkait karakter musik itu sendiri. Secara umum memang kita memiliki satu ragam. Contoh gendang beleq yg sampai saat ini dikatakan orisinil, mau cari di utara selatan sama saja, kemudian wayang secara keseluruhan sama. Ada beberapa unsur seni yang alami perkembangan sehingga ada perbedaan di masyarakat. Di selatan kalau diminta pilih seni ... akan sangat beda tanggapan dengan masyarakat di utara. Untuk penempatan, tidak semua jenis kesenian bisa dipertontonkan dalam satu kegiatn. Contoh gendang beleq tidak bisa diadakan malam hari. Biasanya gendang beleq untuk acara pembukaan atau peresmian jalan. Perlu gendang beleq untuk membangun semangat masyarakat. Kemudian wayang dan teater bisa dimanfaatkan untuk sosialisasi termasuk colikak ... Seni kontemporer saya sepakat ... suguhkan sandirwara berbau lokal ... Seandainya ini bisa dilakukan, PNPM sangat menyentuh masyarakat. Mereka tahu PNPM tapi tidak menjiwai PNPM. Perlu evaluasi ... untuk mengetahui respon masyarakat ... buat kuesioner, setelah diperdengarkan sandiwara lokal kita adakan jajak pendapat dalam bentuk kuesioner ...” (Lalu Juli, staf RMB bidang Media Lotim, 21 Nov 2012)

“ ... seni tari yang cocok berkolaborasi dengan PNPMP adalah rudat dan cilokak. Rudat adalah sendratari dan ada muatan drama sehingga pesan PNPM bisa disampaikan teaternya. Cilokak sambil bernyanyi, bisa disampaikan pesan lewat lagu itu ...” (FK GSC Kec. Montong Gading, 21 Nov 2012)

Beberapa peserta juga mengingatkan bahwa tokoh agama dapat berperan dalam proses

PNPM setelah terlebih dahulu para tokoh agama diberi informasi mendalam tentang kegiatan PNPM agar dapat menyampaikan pesan tentang PNPM pada masyarakat dalam kegiatan-kegiatan keagamaan, seperti diusulan pegiat radio komunitas dan staf RBM berikut ini,

Page 45: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

44

“ ... mengapa tidak fungsikan kegiatan bersifat religi ... ini pendekatan yang efektif juga. Kita bisa mengkader ustad, kyai, tuan guru. Kita gampang kumpulkan massa dg cilokak, gendang beleq tapi metodenya seperti apa ... pemain cilokak harus bagaimana ketika massa sudah kumpul? ... tokoh sangat berpengaruh ... tokoh diberi pengetahuan lebih detail bagaimana PNPM itu ... jika ada pengajian, yasinan, kyai bisa cerita PNPM. Habis hijiban, ada makan-makan, ini jadi ajang silaturahmi, isu hangat dibahas tapi tidak formal ...” (Pegiat radio komunitas, 21 Nov 2012)

“ ... sebagus apapun budaya lokal yang akan dimunculkan di sebuah acara ... tapi kalau tidak didukung dengan tokoh lokal yang bisa memberikan pemahaman, pengertian pada masyarakat, itu kayanya kurang begitu efektif. Dalam hal ini ada sejenis perpaduan antara budaya lokal dengan tokoh lokal. Kalo kita pakai kesenian apapun ini bisa membosankan ...” (Staf RBM, 21 Nov 2012)

Secara spesifik mereka mengusulkan bahwa kegiatan penggalian gagasan dalam PNPM MPd

dan GSC dapat menarik minat masyarakat untuk hadir. Namun perlu dipertimbangkan dalam momen seperti apa kesenian ditempatkan. Seni dapat difungsikan sebagai pertunjukan untuk menarik simpati atau partisipasi masyarakat. Seni dapat difungsikan sebagai media penanaman pesan sosial, oleh karena itu pelaku PNPM dapat bekerja sama dengan kelompok cilokak dan drama rudat dalam berbagai bentuk, bisa pertunjukan langsung, bisa pula dalam bentuk nonton bareng. Jenis kesenian juga harus disesuaikan dengan output yang diharapkan seperti seperti diungkapkan oleh FK GSC berikut ini,

“ ... di GSC terkait dngan penyuluhan bagaimana meningkatkan kesadaran ibu hamil dan pentingnya pemeriksaan selama hamil. Jika kita bisa ciptakan lagu tentang itu, kita bisa penyuluhan lewat kesenian tradisional ... di GSC ada peluang cukup luas terkait pemanfaatan kesenian tradisi untuk support PNM ... kesadaran Wajar 9 tahun ... wayang kulit ... penyuluhan bisa pakai kesenian tradisional, lokal, supaya beri pemahaman ke masyarakat. Output yg diharapkan bahwa ibu hamil itu pergi ke Puskesmas. Jenis kesenian harus sinergis dengan tema yang mau kita sampaikan dan apa output yg diharapkan ...” (FK GSC Kec. Sakra Barat)

Yang menarik adalah usulan dari Faskeu MP Lotim yang mempertanyakan bahwa sebagai

pertunjukan, media seni tidak menghasilkan kedalaman sebuah program, justru keterlibatan masyarakat itu sendiri misalnya dalam film dokumenter maka hasilnya lebih baik karena melibatkan masyarakat sendiri dalam proses. Lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut,

“ ... kalau hanya kesenian sebagai pertunjukan itu pendekatan yang hasilnya dangkal untuk program. Tapi hal terpenting ke depan, bagaimana keterlibatan masyarakat itu sendiri ... terlibat langsung bukan dalam kelomok tradisi mungkin sebagai pelaku dokumenter ... jika ada masyarakat yang terlibat dalam pekerjaan itu, itu suatu hal yang menghargai mereka. Tidak mimpi dia diminta berperan dalam film pendek. Orang-orang itu akan bisa bercerita. Bukan pertunjukannya yang penting, tapi apa pesan yang akan disampaikan ... “ (Faskeu PNPM MPd, 21 Nov 2012) Dari diskusi dengan tim PNPM kabupaten, usulan kecamatan penerima pilot ada dua

alternatif yaitu kecamatan Sakra Barat dan Sukamulia. Kecamatan Sakra Barat diusulkan karena lebih kaya sumberdaya budaya dibandingkan kecamatan yang lain. Seni tradisi masih banyak berkembang di Sakra Barat dan masyarakatnya cenderung dapat menerima berbagai jenis kesenian yang berkembang di Lombok seperti cilokak, gendang beleq, kecimol, dan wayang kulit

Page 46: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

45

berbahasa Sasak. FK GSC Sakra Barat adalah seorang bangsawan bergelar Lalu yang memiliki minat memelihara seni tradisi. Dua tahun lalu kecamatan ini pernah menampilkan gendang beleq untuk menarik minat warga dalam sebuah kegiatan PNPM. Pilihan kecamatan yang lebih berkarakter pedesaan ini menjadi menarik ketika dihubungkan dengan tingkat kemiskinan yang tinggi di Sakra Barat. Tahun 2011 Sakra Barat adalah kecamatan yang prosentase RTM-nya paling tinggi dibandingkan kecamatan lainnya. Kecamatan Sukamulia dipilih karena tingginya potensi konflik. Sedikit persoalan dapat menyulut konflik yang besar. Urusan satu orang dapat mempengaruhi banyak orang dan menimbulkan pertentangan. Karakter masyarakatnya lebih cenderung mengusung budaya perkotaan tetapi di sisi lain masih mempertahankan nilai tradisi seperti kehidupan sosial masih terstratifikasi antara bangsawan dan masyarakat kebanyakan, selain itu aturan sosial yang melarang perempuan keluar rumah selepas maghrib masih berlaku.

E. Masukan untuk Desain IKK 2

1. Kelompok-kelompok seni yang berpotensi berperan dalam IKK 2

a. Kelompok musik Rama Grup Kesenian cilokak merupakan jenis kesenian yang digemari hampir semua kalangan di Lombok Timur. Banyak orang datang ketika mendengar musik cilokak. Liriknya yang berupa pantun dapat digubah menjadi lirik berisi pesan sederhana berbahasa Sasak sehingga mudah diterima warga masyarakat. Kelompok musik Rama Grup yang cukup eksis di Lotim dapat digerakkan untuk menyosialisasikan dan menyampaikan pesan-pesan kerukunan, kerjasama, dan kegotongroyongan.

b. Kelompok musik gendang beleq dan kecimol

Kelompok ini pada umumnya dimainkan oleh kaum muda. Musiknya sangat menarik perhatian, ramai dan hingar-bingar sehingga mendapat tempat di kalangan anak muda. Pertunjukan musik ini dapat menjadi sarana mengumpulkan warga masyarakat. Ketika mendengar gendang beleq dan kecimol, tanpa diundang pun, warga berbondong-bondong menyaksikan jenis kesenian tersebut.

c. Kelompok pemuda yang tergabung dalam radio komunitas

Sandiwara radio yang disiarkan oleh radio komunitas dapat menjadi media menyampaikan pesan, misalnya pesan kesehatan ibu hamil dan bayi baru lahir, pesan pola pengasuhan anak yang memenuhi kaidah kesehatan, atau kampanye pentingnya pendidikan dasar bagi anak perempuan. Para pengelola dapat bekerjasama menyusun naskah bersama-sama dengan pelaku RBM dan pelaku PNPM lainnya.

Radio masih digemari dan masih menjadi kebutuhan sebagian besar warga Lotim. Oleh karena itu untuk menyampaikan pesan pada masyarakat, radio komunitas yang dikendarai oleh RBM Lotim bisa menjadi sarana efektif yang bisa diterima banyak kalangan. Naskah sandiwara yang memuat pesan-pesan tertentu perlu disiapkan secara matang oleh RBM.

d. Komunitas Rebolangit

Komunitas ini terdiri dari sekumpulan anak muda—mahasiswa dan sarjana--yang berminat pada dunia kesusasteraan aktif menulis puisi dan cerita pendek, membaca puisi dalam sebuah forum, dan menyelenggarakan diskusi sastra setiap hari Rabu. Mereka memiliki semangat untuk bekerja dalam masyarakat dan bersedia bekerja sama dengan para pelaku PNPM untuk mendiskusikan media yang tepat dalam rangka menyosialisasikan PNPM atau menyampaikan pesan-pesan melalui seni sastra.

Page 47: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

46

e. Komunitas Akarpohon

Komunitas Akarpohon berdiri tahun 2009, mengakomodasi minat para seniman di Mataram di bidang media dan publikasi, teater dan musik, serta film. Komunitas ini lahir dari kegelisahan media syiar tentang sastra dan budaya yang tidak terakomodasi dalam media surat kabar tertentu. Untuk menyambung syiarnya, Akarpohon kemudian membuat buletin yang diterbitkan terbatas dan dipublikasikan ke berbagai komunitas melalui jaringan yang sudah mereka rintis selama ini. Mereka beranggotakan lima orang, membangun jaringan dengan berbagai pihak termasuk dewan kebudayaan NTB, merekomendasikan seniman muda daerah untuk mengikuti berbagai workshop seni di berbagai kota, merengkuh mahasiswa-mahasiswa untuk berdiskusi dan bekerja sama. Bidang yang ditekuni selama ini meliputi:

i. Komunitas sastra: membuat pertemuan Sabtu Sastra dan menerbitkan buletin sastra, antologi puisi, dan cerita pendek.

ii. Teater: menjalin jaringan dengan mementaskan teater antarkota serta rutin bertemu untuk merawat silaturahmi.

iii. Video: mengadakan pemutaran film karya-karya anggota komunitas, membuat workshop pengetahuan tentang film, dan menyelenggarakan Lombok Video Dokumentasi yang menjadi media anak-anak muda, pelajar SMA, belajar membuat video.

iv. Seni musik

v. Seni rupa

2. Desain manajemen PNPM MPd-GSC dan kelompok seni di daerah

Dari diskusi dengan tim faskab PNPM, usulan pengelolaan kegiatan PNPM dan seni dikoordinir di tingkat kecamatan. Setiap kecamatan memiliki minat sendiri-sendiri pada jenis kesenian tertentu dan dapat merancang kegiatan seni secara tepat, misalnya menghindari kecimol ditampilkan di malam hari untuk mencegah pertikaian antarpenonton. Di tingkat kecamatan, kegiatan ini dibawah koordinasi FK yang bekerja sama dengan TPM (Tim Pelatih Masyarakat). Porsi FK tidak besar karena mereka sudah disibukkan dengan kegiatan teknis PNPM. TPM dapat mengorganisir masyarakat untuk menyelenggarakan kegiatan seni. TPM saat ini perlu pemberdayaan lagi, oleh karena itu perlu pelatihan untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam memfasilitasi masyarakat. TPM yang berada di kecamatan dapat bekerja di bawah koordinasi RBM. Jadi RBM menjadi induk kegiatan seni yang di tingkat kecamatan diorganisir TPM. Pada dasarnya RBM di Lotim mempunyai gagasan seni untuk mendukung PNPM akan tetapi sulitnya pendanaan dan tidak adanya tokoh seni di RBM menghambat gagasan ini. Faskab Lotim menuturkan swadaya masyarakat tidak memungkinkan untuk mendukung kegiatan seni. RBM dapat menyediakan dana untuk mendorong kecamatan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan seni dalam rangka menyosialisasikan PNPM dan menyampaikan pesan-pesan dari berbagai tema yang menjadi isu utama PNPM MPd dan GSC. Serangkaian langkah untuk menggunakan media seni dalam proses PNPM diusulkan dalam diskusi kelompok terfokus, meliputi hal-hal berikut ini: a. Pemetaan kelompok seni di tingkat kabupaten atau pendataan awal. b. Harus ada data base awal misalnya jumlah kelompok seni di Lombok Timur.

Page 48: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

47

c. Pertemuan-pertemuan dengan kelompok seni budaya untuk melihat sejauh mana mereka berperan dalam pemberdayaan masyarakat.

d. Mengklasifikasi jenis seni yang dapat difungsikan sebagai media mengumpulkan orang dan media penyampai pesan.

e. Memberikan dukungan pada kelompok-kelompok seni dalam berbagai bentuknya. Menentukan kemitraan seperti apa yang dibangun antara kelompok seni, masyarakat, dan pelaku PNPM.

f. Perlu PTO khusus jika kesenian akan difungsikan sebagai media sosialisasi. g. Menentukan kriteria kelompok seni mana yang diajak untuk terlibat dalam

kegiatan sosialisasi supaya tidak menimbulkan masalah di kalangan kelompok seni.

h. Mengidentifikasi kesenian apa yang sangat cocok di beberapa titik/wilayah, kesenian apa yang seharusnya tidak dimainkan di wilayah tertentu.

Page 49: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

48

Lampiran 2

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II Kabupaten Lombok Utara

A. Latar Belakang

Masuk ke halaman rumah di Kabupaten Lombok Utara, terdapat sebuah rumah panggung kecil yang terbuka tanpa dinding. Rumah panggung ini disebut berugaq, tempat untuk melaksanakan ritus adat dan juga untuk menerima tamu. Selain rumah tinggal, pada umumnya rumah-rumah di Pulau Lombok memiliki beruga ini, baik berugaq sakanem (bertiang enam) maupun bertiang empat, berugaq sakapat, termasuk rumah-rumah di Kabupaten Lombok Utara.

Kabupaten Lombok Utara secara resmi menjadi kabupaten tersendiri pada tahun 2008.

Kabupaten Lombok Utara merupakan pemekaran dari Kabupaten Lombok Barat. Kabupaten Lombok Utara ini mempunyai luas wilayah daratan yakni seluas 809,53 Km2, dan secara administrastif terbagi dalam 5 (lima) Kecamatan, 33 Desa dan 322 Dusun. Wilayah kabupaten ini terdiri dari daerah pegunungan dan daerah pantai. Berada di sepanjang pantai barat ke arah utara pulau Lombok. Di kabupaten ini juga terdapat gugusan pulau-pulau kecil yang cukup terkenal dengan wisata alam laut dan pantainya yakni Gili (pulau), Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan.

Meskipun pada umumnya masyarakat Kabupaten Lombok Utara (KLU) itu menganut agama

Islam, namun wilayah tersebut terbagi dalam wilayah yang referensi kulturalnya terpisah antara wilayah dengan adat yang kuat dan wilayah yang kuat akan kultur Islamnya. Referensi pada adat dan tradisi masih kuat namun mulai masuk juga pesantren di beberapa wilayah kecamatan (Kecamatan Pamenang). Adat, tradisi dan kultur Islam hidup berdampingan dengan budaya-budaya baru.

Adat yang masih kuat ini salah satunya tampak pada stratifikasi sosial masyarakat Lombok

Utara. Stratifikasi tertinggi adalah Datu dan kemudian Raden. Di Kecamatan Pamenang juga ditemukan gelar Lalu (untuk laki-laki) dan Baiq (untuk perempuan). Meskipun tidak tampak benar akan tetapi stratifikasi sosial ini masih berlaku di kalangan masyarakat. Gelar Datu, Raden atau Lalu dan Baiq menunjukkan status sosial dan kultural yang menyandangnya. Bentuk yang paling tampak dari stratifikasi sosial ini adalah dalam hubungannya dengan adat dan tradisi daur hidup seperti kelahiran, perkawinan dan kematian. Stratifikasi sosial ini juga tampak dalam berbahasa Sasak. Bahasa Sasak memiliki tingkatan, yakni tingkat bahasa Nista, Madya dan Utama. Bahasa utama biasa digunakan dalam prosesi adat yang sekarang ini tidak dipahami oleh kaum muda. 2 Bahasa madya digunakan rakyat kebanyakan kepada para ningrat. Bahasa Sasak Nista adalah bahasa sehari-hari di antara warga kebanyakan. Para Datu, Raden dan Lalu ini menjadi tokoh budaya yang melestarikan seni tradisi.

Masyarakat Lombok Utara umumnya kuat dalam melaksanakan kegiatan adat yang

merupakan campuran antara Jawa, Bali, Sasak dan Islam. Ini tercermin dalam berbagai istilah sehari-hari dan juga tampak dalam ragam budaya dan seni. Ada percampuran karena adopsi ragam seni tradisi Hindu Bali, Jawa dan Islam.

Kuatnya adat di masyarakat Lombok Utara juga tampak pada proses perkawinan yang disebut

merariq, yakni kawin lari, yakni perkawinan yang terjadi dengan cara melarikan si gadis tanpa sepengetahuan orang tua si gadis. Biasanya kawin lari ini dilakukan pada malam hari antara waktu magrib dan isya, di mana sang gadis "dijemput" pada tempat yang telah disepakati kedua calon

2 Datu Artadi, Ketua kelompok Drama Candra Gita, Tanjung

Page 50: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

49

pengantin. Jika dilakukan siang hari dianggap pengecut dan lelaki tersebut harus membayar denda adat. 3

Di kecamatan Bayan Di beberapa tampat bahkan oleh masyarakat di situ menyebut Bayan

sebagai daerah dengan Islam dengan falsafah wetu telu. Di Bayan itu pulalah terdapat sebuah masjid yang dipercaya sebagai masjid tertua dan pertama kali ada di Pulau Lombok.

Lombok Utara relatif memiliki heterogenitas pemeluk agama. Bahkan terdapat beberapa desa

yang sekaligus memiliki warga dengan agama yang berbeda-beda, Islam, Hindu, Budha, dan Kristen hidup berdampingan di wilayah ini. Toleransi tinggi, karena keragaman agama tinggi. Mereka saling mengundang dalam acara-acara adat. Oleh karena heterogenitas ini ada beragam bentuk kesenian yang berkembang di situ.

Di beberapa wilayah di Kabupaten ini dikenal banjar. Banjar adalah semacam ikatan

perkumpulan di antara para warga. Ada iuran wajib dan tabungan yang harus dipenuhi para anggotanya. Anggota banjar bisa merupakan warga di satu dusun, di RT dan sebagainya. Di Desa Jenggala, Kecamatan Tanjung terdapat sebuah banjar yang berbadan hukum yayasan.4 Kegiatannya mulai simpan pinjam, beasiswa pada anak sekolah dan sebagainya. Di Desa Sukadana, Kecamatan Bayan, bergabungnya sebuah keluarga di kelompok banjar telah meringankan beban keuangan, bahan dan tenaga dalam begawe adat. 5 Pengelompokan warga dalam banjar ini bisa bermacam-macam bentuknya. Ada banjar yang menghimpun warga perempuan untuk penyediaan alat rumah tangga, seperti piring dan sebagainya dengan menyetor uang Rp. 10.000 setiap minggu.6

Banjar menjadi salah satu media penting bagi masyarakat, terutama masyarakat miskin di

Kabupaten Lombok Utara dengan angka kemiskinan 43 % itu. Mereka yang disebut miskin adalah mereka yang kesulitan mencari makan dan mencari pekerjaan. Mereka itu buruh tani yang bekerja serabutan. 7 Demikian juga mereka yang disebut miskin adalah mereka yang memiliki pendapatan tidak tentu. Meskipun memiliki lahan, umumnya adalah lahan kering yang bisa mendapatkan panen ketela, jagung satu tahun sekali. Buruh tani sehari Rp 25.000, namun jika mendapatkan makan, mereka hanya terima Rp 20.000. 8

B. PNPM di Kabupaten Lombok Utara

Seluruh kecamatan (5 kecamatan) yang berada di Kabupaten Lombok Utara mendapatkan PNPM, baik PNPM Mandiri Perdesaan maupun PNPM GSC. Kecamatan Bayan sudah menerima PPK sejak tahun 1998 ketika Kabupaten Lombok Utara menjadi bagian dari Kabupaten Lombok Barat. Pada tahun 2007 Kecamatan Tanjung dan Gangga menerima PNPM Mandiri Perdesaan, disusul tahun 2008 di Kecamatan Kayangan dan tahun 2010 di Kecamatan Pemenang. Pada tahun 2010 kelima kecamatan di Kabupaten Lombok Utara menerima program PNPM Generasi Sehat dan Cerdas (GSC). Sempat terjadi ketegangan di antara kedua program tersebut yang sesungguhnya berasal dari ketegangan di tingkat pusat yang berimbas di lapangan9.

Dalam beberapa tahapan, antara PNPM MPd dan GSC dapat dilaksanakan secara simultan.

Kegiatan MAD Sos dan MD sos PNPM MPd dan GSC bisa dilaksanakan bersamaan. Dalam tahapan

3 Ketua RBM, Ketua Cupak Garantang Desa Sukadana

4 Ketua Kelompok Cupak Gurantang Desa Jenggala

5 Ketua Kelompok Seni Cupak Gurantang Desa Sukadana

6 Rubinem, Desa Sukadana

7 Raden Sudirman, Desa Jenggala

8 Warga Desa Jenggala

9 Faskab PNPM Kabupaten Lombok Utara

Page 51: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

50

yang lain, jika ada tahapan yang bisa disinergikan langsung dikerjakan bersama-sama, dengan cara memperpanjang waktu untuk menambah agenda. Kalau dalam tahapan yang berbasis perencanaan dan penetapan, tidak bisa diganggu gugat, masing-masing sesuia dengan ketentuan tahapan masing-masing. 10

Pelaksanaan PNPM baik MP maupun GSC telah terintegrasi dengan perencanaan desa. Pelaku

PNPM di kecamatan bertugas memfasilitasi selain perencanaan dalam program PNPM juga memfasilitasi penyusunan perencanaan dalam RPJMDes. Meski waktu dan tahapan tahapan masing-masing kegiatan itu berbeda, namun outputnya harus bersamaan dengan tersusunnya RPJMDes. Oleh karena itu, ada banyak pertemuan yang diselenggarakan dan harus seluruhnya dihadiri oleh masyarakat setempat. Pertemuan-pertemuan tersebut oleh para pelaku PNPM dianggap menjadi terlalu teknis. Ini dianggap membuat masyarakat bosan, apalagi kegiatan itu dilaksanakan berkali-kali di tahun yang berbeda. Musyawarah program ini kelihatannya sudah sangat formal sehingga terkesan masyarakat marjinal belum bisa menyesuaikan diri dengan kondisi seperti itu.11 Ini menyebabkan antusiame masyarakat untuk hadir dalam pertemuan itu menurun. Masih banyak masyarakat yang menganggap PNPM itu hanya proyek, karena mereka yang datang dalam pertemuan hanya perwakilan saja. 12 Namun dibandingkan antara PNPM MPd dengan PNPM GSC, tingkat partisipasi masyarakat terlihat tinggi di PNPM GSC yang dianggap memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama bagi ibu.13

Di dalam PNPM MPd ada standard kehadiran dalam setiap pertemuan. Minimal kehadiran

adalah 40 orang. Kuota itu harus meliputi wakil masyarakat, wakil pemerintah desa; wakil kaum perempuan dan wakil Rumah Tangga Miskin. Jika dalam sebuah pertemuan kuota tersebut tidak terpenuhi maka pertemuan tersebut dibatalkan. Pertemuan yang paling rendah tingkat partisipasinya adalah pada tahap-tahap perencanaan. Partisipasi tertinggi ada pada tahap penetapan, kemungkinan semua orang akan ikut hadir untuk mengetahui kegiatan mana yang didanai. 14

Bagi para pelaku PNPM, apa yang dilaksanakan harus sesuai dengan PTO. Mereka

menyebutkan sebagai PTO mania. Kreativitas untuk mengolah kegiatan atau pertemuan agar menarik masyarakat menjadi sangat minimal. Tenggat waktu yang sangat padat serta tambahan beban dalam fasilitasi, termasuk laporan dan administrasi menyebabkan kreativitas tersebut sulit muncul.

“ … sejak menjadi fasilitator PNPM saya tidak bisa kreatif. Sebelum ini saya bekerja sebagai tenaga penggerak desa yang mengedepankan kreativitas. Fasilitasi itu sesungguhnya seni untuk mendorong dan merangsang orang ….”15

Pelaku PNPM ini melihat bahwa seluruh tahapan dan proses dalam PNPM seharusnya berpihak dan melayani masyarakat. Namun melihat proses dan tahapan yang selama ini berlaku menyebabkan pelaksanaan seluruh tahapan dan proses ini hanya melayani kepentingan program. 16 Di lain pihak, budaya dalam masyarakat yang saling membantu, tetulungan atau gotong royong justru hilang karena pendekatan proyek dalam PNPM. 17

Ruang Belajar Masyarakat

10

Faskab PNPM Kabupaten Lombok Utara 11

FK PNPM MP Kecamatan Pamenang 12

Raden Sudirman, Ketua Kelompok Cupak Gerantang, Desa Jenggala, Kecamatan Tanjung 13

FasKab, PNPM MP Kabupaten Lombok Utara 14

FasKab, PNPM MP Kabupaten Lombok Utara 15

FK PNPM MP Kecamatan Tanjung 16

Ketua RBM KLU, FK PNPM MP Kecamatan Tanjung 17

FK PNPM MP Kecamatan Pemenang

Page 52: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

51

RBM KLU sebagai bagian dari program PNPM MPd didirikan tahun 2011. Terdiri 3 kelompok kerja, yakni Pokja Media, Pokja Advokasi hukum dan Pokja Monitoring partisipatif. RBM Kabupaten Lombok Utara ini dipimpin oleh seorang BKAD yang juga tokoh masyarakat dan tokoh adat.

RBM melakukan assessment di 5 kecamatan, di 33 desa. Assessment ini mengacu pada

pertanyaan, apakah pengetahuan mengenai pembangunan dan pemberdayaan itu sudah merata di wilayah program? RBM menemukan bahwa pengetahuan itu belum merata. Pengetahuan itu hanya dimengerti oleh aparat desa saja. RBM juga menemukan bahwa antara gagasan masyarakat sasaran dengan gagasan pemerintah desa desa. Namun karena keterbatasan pengetahuan dan kondisi mental masyarakat tersebut, maka masyarakat sasaran hanya diam saja karena tidak memiliki argumen yang kuat untuk mempertahankan pendapat. 18

Oleh karena temuan itu, RBM KLU berinisiatif untuk menyelenggarakan Jambore RBM di

Lombok Utara. Gagasan ini dilandasi oleh sudah cukup lama program berjalan dan perlu untuk mendapatkan dukungan yang lebih luas baik dari pemerintah, dunia usaha dan masyarakat sendiri. Selain mengharapkan dukungan yang lebih luas, jambore ini juga dilaksanakan untuk mensosialisasikan program PNPM kepada publik yang lebih luas.

Jambore RBM ini dilaksanakan selama 3 hari. Kegiatan ini memamerkan hasil-hasil kegiatan

PNPM, seperti SPP, UKM dan hasil-hasil lain. Acara lain adalah dialog dengan pemerintah dan dunia usaha; cerdas cermat mengenai PNPM dan pementasan aneka ragam kesenian.19

Salah satu kegiatan RBM ini adalah menerbitkan buletin dan siaran iklan layanan masyarakat di radio komunitas. RBM juga membuat video sosialisasi mengenai SPP, dengan maksud mempermudah masyarakat untuk mengerti tentang SPP dan bagaimana cara dan tahapan yang diperlukan dalam mendorong tumbuhnya SPP. RBM ini juga membuat video dokumentasi mengenai kegiatan-kegiatan Jambore RBM. Kumpulan video dokumentasi ini disebarkan ke kecamatan-kecamatan.20

Para pelaku PNPM melihat bahwa proses dan tahapan PNPM yang PTO minded telah menyebabkan timbulnya sedikit ketegangan antara Faskab PNPM dengan RBM. Salah satu hal yang menjadi masalah adalah soal dana. RBM ini dianggap abu-abu karena tidak cukup jelas kedudukan dan fungsinya. Ini berimplikasi pada masalah keuangan. Karena ketidakjelasan tersebut menyebabkan RBM harus mengembalikan dana tahun 2011. Anggapan PTO minded juga menimbilkan anggapan bahwa PNPM lebih mengabdi pada program dan bukan mengabdi pada masyarakat. Tuntutan programlah yang dipenuhi terlebih dahulu, pertimbangan dan gagasan masyarakat diminta untuk menyesuaikan dengan program. 21

C. Jenis Budaya dan Kesenian

Masyarakat Lombok Utara masih terikat dengan ritus adat. Ada banyak ritus adat yang berlaku, terutama tradisi daur hidup seperti kelahiran, perkawinan dan kematian. Ritual adat juga dilaksanakan dalam masalah pertanian: wiwitan dan panen. Dalam ritual inilah aktivitas kesenian, baik tradisional maupun modern berkembang. Selain hidup dalam komunitas tradisional, saat ini mulai tumbuh kelompok kesenian yang meskipun bisa dianggap profesional tetapi mereka tidak hidup dari profesi kesenian tersebut.

18

Ketua RBM KLU, FK PNPM MP Kecamatan Tanjung 19

Ketua RBM KLU, FK PNPM MP Kecamatan Tanjung 20

Santio, video maker Kecamatan Tanjung 21

Ketua RBM KLU, FK PNPM MP Kecamatan Tanjung

Page 53: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

52

Box. 1. Pengalaman RBM Lombok Utara

menyelenggarakan Jambore RBM

Jambore RBM ini diselenggarakan selama 3

hari di Tanjung, ibukota kabupaten Lombok

Utara. Kegiatan yang diselenggarakan

meliputi temu wicara antara pelaku PNPM,

SPP dengan stakeholder di tingkat kabupaten.

Selain itu, jambore ini juga mengundang

kelompok-kelompok kesenian untuk tampil

dalam acara tersebut. Jenis kesenian yang

ditampilkan adalah Cupak garantang,

Pagelaran drama tradisional, oleh kelompok

Candra Gita dan wayang kulit dengan dalang

Lalu Nasip. Selain itu juga ada kelompok

orkes dan band anak muda.

Dibandingkan dengan orkes dan band, jumlah

mereka yang hadir dalam pertunjukan Cupaka

Garantang dan drama tradisional lebih

banyak. Paling banyak yang hadir adalah saat

pertunjukan wayang kulit Sasak. Dalang Lalu

Nasip adalah dalang wayang Sasak yang

sangat populer di NTB.

Event Tahunan 1. Cupak Gurantang

Suatu bentuk seni teater tradisional. Umumnya bercerita tentang kisah Cupak Garantang yang

sedang dalam perjalanan merantau. Cupak, sang adik, digambarkan sebagai orang yang culas,

sombong, kikir dan sebagainya sedangkan Garantang, sang kakak, adalah sosok orang dengan

jiwa yang lurus, tulus dan baik hati. Ceritanya berkisar antara kejahatan yang kalah dengan

kebaikan. Selain kedua tokoh tersebut digambarkan juga tokoh raja Daha, patih, permaisuri

dan putri raja. Demikina juga terdapat tokoh orang tua asuh (inak dan mak bangkol), pasangan

suami istri tanpa anak yang mengasuh mereka. Inti ceritanya adalah kebaikan selalu

mengalahkan kejahatan.

Jenis kesenian ini populer di kalangan masyarakat Lombok Utara. Teater ini diiringi oleh

gamelan yang meliputi saron, reong, terompong, gong, kempul, trenceng, gendang dan

seruling. Selain dialog juga para pemain juga menembang dan menari. Beberapa tokoh di

dalamnya mengenakan topeng. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Sasak madya dan

Bahasa Kawi bila yang berdialog itu melibatkan raja. Di awal penyajian, akan diungkapkan

prolog, rangkaian cerita ringkas.

Jumlah pemain sekitar 20 orang, didukung oleh

20 orang lain, yakni sekaha (penabuh gamelan)

dan mereka yang mengurusi pementasan. Jika

dimainkan secara lengkap akan berlangsung

semalam suntuk. Namun sering pula dipentaskan

secara lebih ringkas, antara satu hingga dua jam

saja. Ragam seni ini dapat ditemukan di

Kecamatan Tanjung, Kecamatan Bayan dan

Kecamatan Jenggala.

2. Rudat

Jenis tari bernafaskan Islam, yang berasal dari

Turki Osmani. Diiringi oleh jidor atau tambur, tar

atau rebana sebanyak 3 buah. Sekarang ini ada

tambahan instrumen keyboard dan penting (gitar

kayu). Instrumen ini mengiringi lagu-lagu

barzanji. Para penarinya, minimal 12 orang yang

seluruhnya laki-laki dan berpakaian seperti

prajurit. Penari terdepan biasanya membawa pedang.

Tari Rudat ditarikan sambil menyanyi dengan lagu yang melodi dan iramanya seperti lagu melayu. Syairnya ada yang berbahasa Arab dan ada pula yang berbahasa Indonesia. Gerak tarian rudat merupakan gerak seni bela diri pencak silat yang menggambarkan sikap waspada dan siap siaga prajurit Islam tempo dulu. Ada banyak gerakan atau jurus, masing-masing lagu ada jurusnya. Selain berupa tarian, ada juga jenis Rudat Kumidi. Ini sejenis teater tradisional yang cerita diambil dari cerita hikayat dan menceritakan kisah 1001 malam. Dimainkan oleh sekitar 20

Page 54: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

53

Box 2. Pengalaman Seni Cupak Grantang

untuk Kampanye Lingkungan

Kampanye lingkungan hidup ini didukung oleh

sebuah NGO Jakarta, untuk menyiarkan

pentingnya pelestarian hutan. Kegiatan ini

dilakukan dengan mementaskan drama tradisional

Cupak Garantang yang dipentaskan selama 2 jam

saja. Pertunjukan Cupak Garantang yang

menceritakan perjalanan 2 kakak beradik yang

sangat berbeda karakternya satu sama lain. Cupak

Garantang ini terdiri dari tarian, nyanyian dan

dialog. Cupak dan Garantang mengenakan topeng.

Di sela-sela jalan cerita tersebut disisipkan pesan-

pesan pelestarian lingkungan. Pesan yang

disampaikan tersebut diperoleh dari aktivis NGO.

Kelompok Cupak gerantang ini hanya diberi garis

besar hal-hal yang perlu disampaikan dalam

kaitannya dengan kampanye lingkungan pada

masyarakat .

Pesan tersebut disampaikan melalui adegan dialog

Cupak Garantang dengan Inak Bangkol. Tema –

tema pesan tersebut diberitahukan oleh aktivis

NGO kepada para pemain sebelum pementasan.

orang yang memerankan raja, permaisuri, Perdana Menteri dan sebagainya. Pertunjukan kumidi rudat ini biasa diselenggarakan semalam suntuk. Rudat atau kumidi rudat biasa diselenggarakan pada acara begawe atau pesta, seperti acara khitanan, pernikahan dan acara-acara lainnya.

Kelompok seni Rudat ini dapat ditemukan di

Kecamatan Pamenang, Kecamatan Kayangan

dan di Kecamatan Bayan, terutama di

kelompok suku Bugis.

3. Drama dan Teater

Drama modern yang selain memainkan cerita karangan sendiri juga mementaskan cerita yang terkenal, misalnya diadopsi dari Sampek Ing Tai. Pada tahun 1970 – 2000 terdapat kelompok drama yang aktif dan terkenal. Namun sekarang ini sudah tidak aktif lagi. Saat itu, di jaman orde Baru, kelompok ini tampil di mana-mana karena digerakkan oleh partai besar. Dalam lakon drama ini disisipkan aneka pesan partai politik yang saat itu berkuasa.22

Teater modern yang digerakkan oleh anak-anak muda. Pada mulanya adalah sekelompok anak muda yang mengadopsi gaya teater namun kemudian mengalami kekosongan karena tidak ada aktivitas pementasan. Sekarang sedang digerakkan kembali untuk mementaskan teater modern. Jenis ini dikenal pada kelompok anak muda, baik mahasiswa atau siswa-siswa sekolah menengah. Ragam seni teater atau drama ini dapat ditemukan di Kecamatan Tanjung, Kecamatan Pamenang.

4. Wayang Kulit

Jenis kesenian ini populer di kalangan masyarakat Lombok Utara, umumnya dipentaskan dalam rangkaian upacara adat. Wayang kulit ini menggunakan bahasa Kawi dan bahasa Sasak. Sumber ceritanya adalah Serat Menak, hikayat Amir Hamzah, yang berkisah seputar perjalanan Nabi Muhammad menyiarkan agama Islam. Bentuk panggung wayang Sasak, penontonnya berhadapan dengan ranggon (panggung) dan kelir (layar), sementara penonton wayang Jawa umumnya berada di belakang dalang dan penabuh gamelan. Hampir sama dengan wayang kulit di Jawa, Wayang kulit Sasak juga ada adegan rerencekan (selingan) yang berisi banyolan lewat dialog antartokoh panakawan. Wayang kulit ini saat ini semakin langka. Dalang yang terkenal saat ini berasal dari Kabupaten Lombok Barat.

5. Gendang Beleq

Secara harafiah gendang beleq adalah gendang besar. Merupakan seni perkusi, yang terdiri dari instrumen gendang besar yang dimainkan seperti drum band. Seperti gamelan yakni: gamelan besar. Asalnya dari Oncer atau kecodak. Kalau kecodak itu ada ceritanya. Dalam gendang beliq ini mereka tidak bernyanyi hanya menyajikan bermacam-macam gending. Jenis

22

Datu Artadi, Ketua Kelompok Drama Candra Gita

Page 55: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

54

kesenian Ini pengaruh Hindu yakni Oncer atau kecodak. Dalam kesenian Oncer atau Kecodak di masa lalu itu ada bendera yang menggambarkan Hanoman dan Rahwana dari Ramayana. Ceritanya seperti tari perang.23

Gendang Beleq menjadi pelengkap pengiring saat ada seremoni penerimaan tamu. Seiring perkembangan, saat ini Gendang beleq lebih dikenal sebagai musik pengiring nyongkolan, atau sorong serah, sebuah prosesi mengiring mempelai pengantin.

6. Ciloka

Merupakan seni musik dan nyanyian. Terdiri dari berbagai instrumen seperti drum, gendang, gambus (semacam mandolin), gitar dan bass elektrik, biola, jidur, kempul, rincik dan seruling. Lagu-lagu yang dinyanyikan umumnya berbahasa Sasak. Dinyanyikan oleh laki-laki maupun perempuan. Ciloka ini menampilkan lagu-lagu daerah berupa lagu kayaq yang berisi nasihat-nasihat/petuah-petuah berbentuk pantun. Ragam seni ini ditemukan di kecamatan Tanjung dan Pemenang.

7. Ale-ale

Merupakan seni musik dan nyanyian. Instrumennya terdiri dari gendang ketipung, perangkat drum band, simbal, gitar dan bass elektrik. Seni pertunjukan ini dilakukan dalam nyongkolan (mengiringi penganten). Mereka bergerak, bermain musik, bernyanyi dengan berjalan kaki sambil membawa gerobak berisi sound system. Jenis kesenian ini berkembang di banyak tempat, hampir semua kecamatan memiliki kelompok ale-ale ini.

8. Pepaosan

Merupakan seni membaca naskah yang ditembangkan. Naskah yang dibaca merupakan naskah kuno yang ditembangkan. Tembangnya, tembang Kasmaradana, Tembang Sinom, Durma dan Tembang Mijil, serta Tembang Dang-Dang gula. Pepaosan biasanya dimulai pada malam hari dan berakhir pada pagi hari berikutnya dan dibaca di atas berugaq. Pepaosan biasanya dilaksanakan untuk memperingati upacara kelahiran bayi, khitanan, perkawinan, kematian maupun upacara-upacara yang berkaitan dengan hari besar Islam.

Ragam kesenian ini bisa diterima di kalangan masyarakat Lombok, tetapi di daerah-daerah yang agamis (wilayah pesantren, seperti misalnya Pamenag) naskah yang dibaca berbeda. Naskahnya adalah kisah Indra Bangsawan, yang berhuruf Arab dan hanya memiliki satu tembang saja. Kelompok pepaosan ini dapat ditemukan di kecamatan Tanjung, kecamatan Bayan dan kecamatan Kayangan.

9. Mural

Merupakan seni grafis di dinding atau tembok. Ragam ini pernah dilakukan bersama masyarakat di sekitar gedung PAUD di Kecamatan Pamenang dianggap menjadi pengalaman yang menarik. Keterlibatan masyarakat cukup tinggi dan mereka bisa menuangkan aspirasi mereka lewat gambar.

10. Video

Pendekatan visual diproduksi oleh RBM KLU untuk memudahkan sosialisasi tentang SPP, tata cara pengajuan dan pengelolaan SPP. Kelompok Pasir putih menggunakan media ini sebagai bagian dari kegiatan kesenian mereka, dengan membuat video dokumenter. Mereka memfasilitasi anak-anak sekolah untuk menggunakan media ini untuk mengungkapkan

23

Datu Artadi, Ketua Kelompok Drama Candra Gita

Page 56: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

55

persoalan. Pengelola media video ini dapat ditemukan di Kecamatan Tanjung dan Kecamatan Pamenang.

D. Komunitas dan Kelompok Seni

1. Komunitas Pasir Putih

Merupakan sekumpulan anak muda di Kabupaten Lombok Utara yang bergerak dalam kesenian dan komunitas. Anggota umumnya adalah mahasiswa dan mereka yang telah lulus kuliah. Mereka ada yang menjadi guru, pedagang pakaian, pegawai dan mahasiswa. Ruang gerak komunitas ini adalah seni rupa, seni teater, seni sastra dan video (multi media). Sekretariat mereka di Kecamatan Pamenang, di mana terdapat aneka buku, tempat berkumpul dan latihan yang merupakan pinjaman dari salah satu kantor pemerintah. Kelompok ini memiliki beberapa jaringan komunitas seni yang lain, biak di propinsi Nusa Tenggara Barat dan wilayah-wilayah lain (Jakarta). Dana diperoleh dari iuran anggota dan dari sumber-sumber lain. Komunitas ini aktif mendampingi dan memfasilitasi kelompok-kelompok seni baik di sekolah maupun di komunitas lainnya. Mereka memfasilitasi kegiatan teater dan video di sekolah-sekolah dan pesantren. Tahun 2012, mereka bekerja sama dengan Yayasan Serum dari Jakarta yang sedang bekerja sama dengan PNPM Pusat untuk membuat sosialisasi kesehatan ibu dan anak melalui media mural. Tahun 2012 ini pula salah satu anggota komunitas ini mengikuti program residensi seni di Jakarta. Komunitas ini sedang memproduksi video dokumenter mengenai kesehatan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Utara. 2. Kelompok Seni Cempaka Kuning, Cupak Garantang Desa Jenggala, Kecamatan Tanjung

Kelompok ini tidak diketahui kapan berdirinya. Mereka yang saat ini bergabung di kelompok ini sesungguhnya berasal dari regenerasi orang tuanya. Mereka ini merupakan penerus kelompok tersebut. Kelompok ini tergabung dalam Banjar Desa Jenggala. Banjar adalah kelompok di dalam desa dengan kegiatan utamanya adalah simpan pinjam. Anggota banjar tersebut sekitar 86 KK. Banjar ini mendorong masyarakat membuat batako, simpan pinjam. Di bidang sosial, banjar ini membantu anak-anak sekolah dan dana sehat. Setiap anggota membayar iuran Rp 3.000 ribu per bulan. Bagi anggota yang meninggal ada santunan. Dalam pelaksanaan upacara kematian, selama 9 malam ditanggung oleh banjar tersebut. Selain kegiatan simpan pinjam, di banjar ini juga tergabung kelompok seni. Kelompok seni ini sering mementaskan drama tardisional Cupak Garantang. Selain untuk kepentingan adat setempat, kelompok ini juga bermain atas permintaan orang lain. Jika mengalami kekurangan pemain, mereka bisa meminta bantuan kepada kelompok lain. Selain Cupak Garantang, kelompok ini juga memiliki ragam kesenian lain yakni orkes modern yang diikuti oleh anak-anak muda setempat. Meskipun belum lengkap benar, mereka telah memiliki alat-alat musik tersebut. Kelompok ini memiliki pengalaman bermain di wilayah Kabupaten Lombok Utara dalam acara-acara adat. Mereka juga memiliki pengalaman meringkas lakon Cupak Garantang untuk pentas di event pariswisata di Kecamatan Pamenang.

Secara organisatoris kelompok ini relatif mapan. Ada pembagian tugas pengurus organisasi dan keuangan. Organisasi ini merasa membutuhkan support terutama berkaitan dengan peralatan dan instrumen musik yang saat ini keadaannya dianggap memprihatinkan. Beberapa jenis gamelan rusak dan tidak utuh lagi. 3. Kelompok Taruna Sakti, Seni Cupak Garantang Desa Sukadana, Kecamatan Bayan

Kelompok ini tidak diketahui kapan terbentuknya. Anggota yang sekarang terhimpun hanya

Page 57: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

56

meneruskan kelompok yang telah ada. Umumnya anggota adalah anak dari anggota kelompok sebelumnya. Kelompok ini cukup terkenal dan sering mendapat undangan pentas di sekitar Kabupaten Lombok utara, terutama dalam acara-acara adat. Selain seni cupak garantang, kelompok ini juga memiliki ragam seni yang lain seperti pepaos.

Kelompok ini tergabung dalam sebuah banjar, sebuah organisasi yang relatif mapan. Memiliki ketua, sekretaris dan bendahara. Anggota kelompok ini umumnya petani. Anggota paling muda adalah seorang perempuan yang masih bersekolah klas I SMA. Pemeran gurantang adalah pelajar laki-laki kelas 3 SMA. Kelompok ini tidak memiliki jadwal latihan yang ketat. Latihan atau gladi dilakukan sekali sebelum pementasan. Saat ini mereka punya kas sebesar sebesar 8 juta yang diperoleh dari keuntungan bersih pementasan selama satu tahun. Dana ini dikelola oleh kelompok kesenian ini dan tidak masuk ke kas banjar. Dana ini digunakan untuk membeli sarana pementasan, seperti make up dan untuk memperbaiki alat-alat yang rusak. Kelompok ini merasa penting untuk mendapatkan peningkatan kapasitas. Peningkatan kapasitas yang dimaksud adalah penyutradaraan, menjalin alur cerita, make up, sound system dan lain-lain.

. 4. Kelompok Rudat Setia Kawan, Desa Terengean, Kecamatan Pamenang

Kelompok ini tidak diketahui kapan berdirinya. Saat ini pelaku Rudat Ini adalah keturunan pelaku sebelumnya. Anggotanya merupakan warga muda dari sekitar Desa Terengean. Kelompok Rudat ini relatif populer. Mereka cukup banyak mendapatkan undangan pentas di acara begawe sunatan, acara nyongkolan perkawinan di seputar Kabupaten Lombok Utara. Selain pentas di acara begawe yang bersifat personal itu, kelompok ini secara rutin mementaskan rudat di event pariwisata di hotel-hotel di kecamatan Pamenang. Kelompok yang menyelenggarakan latihan rutin setelah isya ini juga sering bermain hingga ke luar wilayah seperti di Mataram dan bahkan diundang ke Jakarta. Durasi permainan rudat ini berkisar antara 2 – 3 jam. Kelompok rudat ini merupakan kelompok yang hingga kini masih memainkan rudat kumidi, jenis rudat yang sudah semakin langka. Rudat kumidi ini adalah teater tradisional yang mengkisahkan hikayat 1001 malam. Dimainkan oleh sekitar 20 orang yang memerankan raja, permaisuri, Perdana Menteri dan sebagainya. Pertunjukan kumidi rudat ini biasa diselenggarakan semalam suntuk.

Di Desa Terengen ini terdapat 2 kelompok rudat yang lain, yang sebenarnya berawal dari kelompok Setia Kawan ini, yakni Kelompok Rudat Setia Budi dan Kelompok Rudat Cempaka Putih. Dua kelompok ini hanya memainkan rudat saja dan tidak memainkan rudat kumidi. Jika salah satu kelompok ini mengalami kekurangan pemain, nereka biasa saling membantu dengan mengirimkan pemainnya.

5. Komunitas Akar Pohon

Merupakan sekumpulan aktivis kesenian di Mataram. Terdiri dari para penggiat seni sastra, seni rupa, teater, video maker dan sebagainya. Komunitas ini sangat cair, hanya jika ada kebutuhan mereka berkumpul. Komunitas ini menganggap dirinya sebagai penghubung antar komunitas seni dan berfungsi sebagai networking komunitas seni di NTB. Selama ini arus informasi biasanya berhenti di Dewan Kesenian di Mataram dan tidak didistribusikan kepada pihak-pihak yang kompeten. Oleh karena itu, Komunitas Akar Pohon ini berusaha mendistribusikan informasi itu kepada komunitas-komunitas seni yang ada di NTB. Komunitas ini telah menjadi rujukan bagi banyak pihak. Komunitas ini merekomendasikan komunitas seni Pasir Putih sebagai pelaksana kegiatan mural untuk PNPM GSC. Komunitas ini juga merekomendasikan seorang aktivis Komunitas Rumah Sungai dan dua aktivis Komunitas

Page 58: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

57

Pasir Putih untuk mengikuti program residensi seniman di Jakarta. Selain itu, komunitas ini memiliki proyeknya sendiri. Salah satu proyeknya adalah kegiatan Sabtu Sastra di Taman Budaya Mataram, penerbitan buletin dan penerbitan kumpulan puisi.

E. Usulan Disain

Pengalaman RBM menyelenggarakan jambore RBM, melaksanakan assessment dan monitoring telah memberi inspirasi agar pendekatan budaya dalam PNPM ditempatkan di RBM ini. Ada 2 asumsi yang melandasi gagasan ini. Pertama, kecenderungan budaya dan seni tradisi semakin luntur dan pelaku seni itu umumnya masyarakat marjinal.24 Banyak di antara mereka yang tidak menekuni kegiatan seni dan mencari pekerjaan lain.25 Kedua, dengan memberdayakan kelompok seni untuk kerja sama dengan PNPM akan membangkitkan pengembangan budaya dan tradisi setempat.

Pendekatan budaya ini dikelola oleh satu pokja di RBM, yakni pokja media di tingkat kabupaten dan di kecamatan ada pelmas (pelatih masyarakat). Pelaku pendekatan budaya ini akan bekerja sama dengan FK di tingkat kecamatan.

Langkah yang diusulkan adalah melakukan identifikasi kelompok seni baik di tingkat kecamatan maupun desa. Identifikasi ini untuk mendapatkan potensi kelompok seni yang ada di wilayah masing-masing. Masing-masing wilayah memiliki karakternya sendiri, tidak semua jenis kesenian dapat diterima di situ. Identifikasi ini penting, agar kelompok seni yang ada di wilayah tersebut yang akan menjadi pelaku pendekatan ini di kemudian hati dan bukan kelompok seni dari luar wilayah.

Kedua, gelar kapasitas bagi kelompok seni. Peningkatan kapasitas ini bagian penting untuk kelompok seni. Gelar kapasitas bagi kelompok seni ini meliputi pelatihan dan workshop, bagaimana strategi dan kapan pesan-pesan pembangunan atau PNPM dapat disampaikan melalui pendekatan seni budaya tersebut.

Ketiga, menyusun perencanaan antara pelaku seni, dan PNPM untuk merealisiasikan kegiatan, di mana dan dengan media seperti apa yang tepat.

Berkaitan dengan dana, keseluruhan dana kegiatan dikelola oleh RBM, apakah dalam bentuk DOK maupun BLM. Diusulkan juga ada fasilitator kabupaten khusus mengelola kegiatan budaya ini. 26

24

Ketua BKAD Kecamatan Tanjung 25

Ghazali, Komunitas Pasir Putih 26

Ketua RBM Lombok Utara

Page 59: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

58

Lampiran 3 Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Kabupaten Nganjuk Dyah Widuri S.

A. Latar belakang

Nganjuk adalah sebuah kabupaten di wilayah barat Jawa Timur yang sudah sangat tua keberadaannya. Catatan tertua menunjukkan cikal bakal Nganjuk dibangun tahun 859 Caka atau 937 Masehi dan dikenal dengan nama Anjuk Ladang, sebuah nama berbahasa Jawa Kuno artinya Tanah Kemenangan. Berbek, Godean, Nganjuk, Kertosono pada awal 1811 adalah bagian dari daerah Nganjuk yang dikuasai Belanda dan kasultanan Yogyakarta, sementara daerah Nganjuk itu sendiri merupakan mancanegara kasunanan Surakarta. Tahun 1830 daerah Nganjuk yang beribukota kabupaten Berbek tersebut dikuasai oleh pemerintah kolonial. Tahun 1880 ibukota kabupaten Berbek pindah ke kabupaten Nganjuk.

Kini kabupaten Nganjuk yang luasnya 122,4 km² terdiri dari 20 kecamatan dan 284

desa/kelurahan. Kecamatan Rejoso memiliki 24 desa, merupakan kecamatan dengan jumlah desa terbanyak di kabupaten ini, sementara Wilangan dan Ngluyu adalah kecamatan dengan jumlah desa paling sedikit, masing-masing hanya 6 desa. Wilayah kabupaten Nganjuk berada di dataran rendah dan pegunungan, dialiri dua sungai besar yakni sungai Widas dan Brantas yang menunjang produksi tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Ditilik dari jarak antar kecamatan, maka kecamatan Jatikalen, Ngronggot dan Prambon adalah kecamatan yang terhitung paling jauh dari pusat pemerintahan kabupaten. Jarak kecamatan tersebut menuju ibukota kabupaten Nganjuk yang berada di dataran rendah di tengah-tengah wilayah kabupaten, antara 28-30 km.

Penduduk kabupaten Nganjuk menurut SP 2010 sebanyak 1.017.030 jiwa terdiri dari 505.687 laki-laki dan 511.343 perempuan. Tingkat kepadatan penduduk sebesar 781 jiwa/km² dengan kecamatan terpadat Nganjuk 2.918 jiwa/km² dan Kertosono 2.311 jiwa/km² yang merupakan daerah perkotaan ditopang sektor industri dan jasa. Kecamatan dengan penduduk terbanyak adalah Tanjunganom, mencapai 108.631 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk 1.533/km² dan merupakan kecamatan terpadat setelah Nganjuk dan Kertosono. Tanjunganom yang berada di sebelah timur kecamatan Nganjuk beribukota di kelurahan Warujayeng yang merupakan pusat perdagangan cukup besar dan penyangga ekonomi kecamatan sekitarnya. Ada hari pasar setiap Pahing yang cukup ramai menyedot pengunjung dari berbagai tempat untuk berjual-beli di pasar itu. Di Tanjunganom terdapat padepokan Langen Tayub Anjuk Ladang yang menjadi tempat latihan waranggana dan tempat penyelenggaraan wisuda waranggana yang digelar sekali setahun oleh Dinas Pariwisata. Di beberapa desa terdapat pondok pesantren, sekolah umum maupun sekolah berafiliasi agama.

Secara kultural, tradisi masyarakat Jawa masih sangat kental dilakukan warga Nganjuk termasuk bersih desa atau nyadran yang dirayakan setiap tahun disertai pertunjukan seni yang dikelola, diselenggarakan, bahkan ada kalanya dimainkan oleh warga desa itu sendiri seperti tayub, jaranan, dan wayang kulit. Pentingnya bersih desa ditunjukkan melalui kehadiran warga Nganjuk ke kampung halamannya walaupun mereka merantau ke daerah mana pun. Bahkan ada penuturan orang tua bahwa tidak apa-apa jika anaknya tidak mudik waktu lebaran, yang penting mudik waktu bersih desa. Swadayanya begitu tinggi, terlihat dari kontribusi warga pada keramaian bersih desa dalam bentuk uang untuk iuran pada panitia, makanan untuk keluarga dan kenduri, serta penyiapan dan penyelenggaraan kegiatan seni. Salah satu kesenian tradisi yang selalu ditampilkan dalam bersih desa adalah wayang kulit yang mengikuti gaya atau gagrak Solo.

Page 60: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

59

Melihat kentalnya penyelenggaraan ritual desa dan berkembangnya kesenian tradisi, meminjam konsep Clifford Geertz tentang klasifikasi orang Jawa, masyarakat Nganjuk cenderung abangan. Masyarakat masih menjalankan ritual tradisi dan terbuka menerima berbagai kegiatan seni tradisi seperti tayub dan jaranan. Tayub dikonotasikan sebagai kesenian yang tidak adiluhung, menampilkan perempuan menari dan mendapat uang atau sawer dari penonton laki-laki. Jaranan dikonotasikan kesenian yang mengusung mistik karena didalamnya ada orang yang trance, ndadi, atau kerasukan setan.

Di Nganjuk, orang membuat klasifikasi tersendiri tentang daerah-daerah yang abangan dan santri. Secara umum memang banyak didirikan pesantren-pesantren di Nganjuk tetapi tradisi seni di pesantren tidak mendominasi keseharian masyarakat Nganjuk. Kecamatan-kecamatan di mana sering ada undangan tayub pada umumnya berada di utara di antaranya kecamatan Jatikalen, Ngluyu, Bagor, Gondang, Rejoso, dan Wilangan, yang masyarakatnya cenderung dapat menerima berbagai kesenian tradisi. Tayub akan jarang dijumpai di kecamatan-kecamatan sebelah selatan seperti Prambon, Baron, Pace, dan Sawahan, yang secara umum lebih terbuka menerima kehadiran wayang kulit dan mengembangkan kesenian hadrah dan rebana. Meskipun ritual bersih desa sangat lekat dengan tradisi abangan, tidak serta merta semua desa bersedia menampilkan seni tayub. Desa yang dalam perkembangannya merupakan desa berbasis Islam tetap menyelenggarakan bersih desa namun dalam perayaan tidak menyelenggarakan tayub. Desa yang berbasis pesantren setiap tahun menyelenggarakan acara memperingati bulan Maulud secara besar-besaran disertai sunatan massal.

Seni tradisi berbasis komunitas hidup berdampingan dalam masyarakat. Di setiap kecamatan, ditemui beragam kelompok-kelompok seni yang hidup bersama. Di kecamatan Tanjunganom, ada

Page 61: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

60

desa di mana para waranggana tinggal dalam satu kampung, di desa lain tinggal kelompok pengrawit pengiring tayub, kelompok jaranan dan seni hadrah. Kesenian-kesenian itu hidup di tingkat komunitas dan dikenal oleh masyarakat yang meminatinya. Bersih desa setiap tahun, ruwatan, khitanan, perkawinan, membuka kesempatan para seniman untuk mengekspresikan diri dan menjadi ajang mencari nafkah. Dalam sebuah pementasan, biaya nanggap tayub sekitar Rp 3-4 juta rupiah dan nanggap wayang kulit sekitar Rp 8-10 juta rupiah.

Keragaman aktivitas seni di kabupaten Nganjuk menunjukkan bahwa setiap wilayah memiliki kekhasan. Jika kecamatan Tanjunganon terkenal dengan tayub, kecamatan Ngronggot terkenal dengan kesenian jaranan, hadrah, dan kentrung atau wayang kayu. Kecamatan Wilangan dikenal sebagai kecamatan yang memiliki banyak kelompok karawitan. Kecamatan Nganjuk dan Berbek dikenal karena wayang kulit-nya. Kecamatan Baron adalah tempat di mana tari mun dhe dimainkan, yaitu tarian keprajuritan untuk mengenang prajurit Diponegoro di masa lalu. Beberapa kelompok masyarakat juga membuat kelompok seni yang memainkan kethoprak atau wayang orang. Pada umumnya cerita-cerita yang dimainkan dalam jaranan dan wayang orang adalah cerita Panji dan sejarah Kediri.

Di tingkat kabupaten tercatat jumlah pelaku seni baik perorangan maupun kelompok yang berada di bawah koordinasi Dinas Pariwisata, adalah sebagai berikut: No Pelaku seni Jumlah anggota Keterangan

1 Dalang wayang kulit 48 orang

2 Waranggana 56 orang

3 Pramugari tayub 28 orang

4 Jaranan 114 kelompok Setiap kelompok terdiri dari sekitar 30 anggota Tergabung dalam organisasi Pepijar

5 Pelaku seni musik (electone, dangdut, campursari, pop singer, keroncong, band)

203 kelompok Tergabung dalam OKM (Organisasi Kesenian Musik)

6 Pelaku seni hadrah 43 kelompok

7 Ludruk 6 kelompok

8 Wayang orang 1 kelompok Tidak aktif

9 Wayang timplong 7 kelompok Hanya ada dua dalang di kab. Nganjuk

Sumber: Dinas Pariwisata Bidang Kebudayaan, 2012.

Sebagian pelaku seni tergabung dalam organisasi kesenian yang dikoordinasi oleh Dinas

Pariwisata yaitu Hiprawarpala (Himpunan Pramugari, Waranggana, dan Pengrawit Langen Beksa), Pepijar (Paguyuban Pelestari Jaranan dan Reog), dan OKM (Organisasi Kesenian Musik). Selain itu ada Pepadi (Persatuan Pedalangan Indonesia) yang induknya berada di Jakarta. Dewan Kesenian Nganjuk tidak terlihat aktif meskipun menurut staf bidang Kebudayaan kabupaten sudah dibentuk beberapa tahun yang lalu.

Untuk mendukung misi kesenian daerah, kabupaten Nganjuk menyelenggarakan berbagai program dan kegiatan kesenian yang digelar rutin dan berkala. Salah satu program unggulan kabupaten adalah Wayang Masuk Sekolah di mana wayang diajarkan sebagai kegiatan ekstra mengenal tradisi di tingkat SD, SMP, dan SMA sejak tahun 2000. Ada dana dari kabupaten untuk mengembangkan wayang kulit di beberapa sekolah dengan modifikasi di sana sini untuk menarik minat belajar wayang dan durasi pentas diperpendek. Kabupaten pernah menyelenggarakan pagelaran wayang kulit bagi pelajar SD di tingkat kecamatan. Wayang kulit merupakan kesenian yang berkembang dan dapat diterima berbagai kalangan di semua kecamatan. Secara rutin kabupaten juga mempunyai program Wayang Purwa Periodik yaitu pementasan wayang kulit dengan dalang dari kabupaten Nganjuk selama 12 kali dalam satu tahun yang pelaksanaannya

Page 62: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

61

bekerja sama dengan Pepadi.

Berbagai festival digelar untuk memperingati hari jadi maupun perayaan hari besar nasional, yaitu jaranan, hadrah, upacara adat, seni vokal lagu dangdut dan pop, dan festival permainan rakyat. Tahun 2013 nanti, kabupaten akan membuat festival jaranan dan seni vokal lagu dangdut dan pot. Setiap tahun kabupaten mengirim tim kesenian untuk mengikuti perayaan di tingkat propinsi Jawa Timur dalam even festival pedalangan, tayub, lagu garap daerah, tari garap daerah, dan duta seni (pawai budaya).

Potensi budaya dan seni kabupaten Nganjuk yang sangat beragam ini dapat menjadi pintu masuk untuk mengatasi persoalan penurunan partisipasi masyarakat dalam kegiatan dan proses musyawarah PNPM MPd. Selain itu seni disinyalir dapat mendorong kaum miskin untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan pembangunan di masyarakat. Keikutsertaan para pelaku seni tradisi dalam PNPM adalah penting karena mereka pada umumnya adalah kelompok miskin dan terpinggir di desanya.

B. PNPM MPd dan GSC di Kab. Nganjuk

Sejak 2003 kabupaten Nganjuk telah menerima PPK dilanjutkan PNPM MPd hingga sekarang. Tahun 2010 – 2012, dari 20 kecamatan di kabupaten ini 17 kecamatan menerima PNPM MPd sedangkan 3 kecamatan lainnya menerima P2KP yaitu Nganjuk, Kertosono, dan Bagor. Selain itu beberapa kecamatan juga menjadi lokasi program pemberdayaan lain yaitu PPIP, PNPM Pariwisata, dan PNPM Perbatasan yang leading sector-nya berbeda dengan leading sector PNPM MPd. Berikut ini adalah tabel kecamatan penerima PPK-PNPM MPd dan PNPM GSC.

Tabel kecamatan penerima PPK-PNPM MPd Kab. Nganjuk 2003-2011

No

Kecamatan

2003-2005

2006 2007 2008 2009 2010 2011

APBN APBN-APBD

APBN-APBD

APBN-APBD

APBN APBD APBN-APBD

APBN-APBD

1 Sawahan V V V V V

2 Ngetos V V V V V

3 Berbek V V V

4 Loceret V V V

5 Pace V V V

6 Tanjunganom V V V V V

7 Prambon V V V

8 Ngronggot V V V

9 Patianrowo V V V V

10 Baron V V V V

11 Gondang V V V V V V V V

12 Sukomoro V V V

13 Wilangan V V V V V

114 Rejoso V V V

15 Ngluyu V V V V

16 Lengkong V V V V V V V V

17 Jatikalen V V V V V

Sumber: http://pnpm-nganjuk.blogspot.com/p/profil.html diunduh 281012

Tabel kecamatan penerima PNPM GSC Kab. Nganjuk 2007-2010

No

Kecamatan

2007 2008 2009 2010

APBN APBD APBN APBD APBN-APBD APBN-APBD

1 Sawahan V V V V V V

Page 63: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

62

2 Ngetos V V V V V V

3 Berbek V V V V V

4 Loceret V V V V V

5 Pace V V V

6 Prambon V V V

7 Ngronggot V V V V V

8 Sukomoro V V V

9 Wilangan V V V V V V

10 Rejoso V V V V V

11 Jatikalen V V V V V V Sumber: http://pnpm-nganjuk.blogspot.com/p/profil.html diunduh 281012

Selama ini partisipasi didasarkan pada tingkat kehadiran di mana dalam semua musyawarah

warga selalu hadir baik laki-laki maupun perempuan. Jika dibaca lebih lanjut sifat partisipasi dalam MP adalah mobilisasi, ada aturan yang hadir harus sekian orang. Misalnya kehadiran warga dalam MAD Sosialisasi sangat terbatas karena setiap desa hanya diwakili oleh 6 orang sesuai aturan dalam PNPM, hal ini berimplikasi pada dua hal yaitu pertama, yang hadir hanya perwakilan desa sebanyak 6 orang itu saja, dan kedua, 6 orang itu tidak akan efektif menyampaikan hasil musyawarah ke seluruh warga di desanya. Berkenaan dengan hal tersebut, Fastkab Nganjuk berpendapat bahwa,

“ ... namanya MAD sosialisasi tetapi yang dapat bagian hanya delegasi 6 orang per desa ... mobilisasi 6 orang per desa ini saja ... kan mobilisasi ... ada dangan yang namanya aturan dan sanksi. Sudah ngoyo ... apalagi dia punya tugas misi sebagai delegasi untuk mensosialisasikan ke warga desa ... sangat sangat lemah kami di sini ...” (Fastkab MP, 31 Okt 2012)

Jika ukuran kehadiran warga dalam musyawarah menjadi dasar untuk melihat tingkat

partisipasi warga, secara umum partisipasi masyarakat dalam kegiatan PNPM cukup tinggi di banyak kecamatan. Dari 17 kecamatan penerima PNPM MPd, banyak diantaranya yang memperlihatkan tingkat kehadiran tinggi dalam setiap kegiatan musyawarah. Kecamatan yang tingkat kehadiran warganya dalam musyawarah relatif rendah terdapat di kecamatan Wilangan seperti dituturkan Faskab PNPM GSC dan Fastkab PNPM MPd berikut ini,

“ ... kalau yang partisipasinya paling rendah Wilangan ...” (Faskab GSC, 30 Okt 2012) “ ... daerah pinggir ... berbatasan dengan Madiun ... kondisinya di dalam-dalam hutan ...” (Fastkab MP, 30 Okt 2012)

Persoalan partisipasi tidak semata-mata karena faktor di luar PNPM, namun ada faktor

internal seperti dikemukakan oleh pelaku PNPM tingkat kabupaten, bahwa dalam musyawarah desa sosialisasi, warga menilai narasumber kurang memuaskan dalam memfasilitasi proses musyawarah sementara di sisi lain fasilitator PNPM MPd bekerja cepat karena bertanggung jawab dalam menyelenggarakan musyawarah di banyak desa.

Sementara itu Faskab GSC menuturkan bahwa tingkat partisipasi perempuan dalam PNPM GSC sudah tinggi. Ruang-ruang musyawarah GSC menjadi ruangnya para perempuan dimana mereka boleh membawa anak, sambil mengasuh atau menyusui. Partisipasi dalam musyawarah GSC bukan lagi mobilisasi seperti dalam musyawarah MP namun sudah mengarah pada kepedulian perempuan untuk memperjuangkan kepentingannya. Berikut pengalaman Faskab GSC,

“ ... di FGD lebih ke kelompok kecil, lima sampai sepuluh orang, mereka lebih terjaga privasinya. Kalau ada FK laki-laki minggir dulu ... ini bisa menjadi bentuk intervensi kegiatan ... kalau saya lihat di forum yang sifatnya kita mau substansi kemiskinan, kebutuhan mereka

Page 64: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

63

apa, di GSC partisipasinya tinggi. Tapi dari sisi prioritas kompetisi, MP itu sifatnya mobilisasi bukan partisipasi, karena ada aturannya. Generasi paling tinggi partisipasinya dan ditujukan untuk perempuan. Pertama, ada sisi peduli, ada kepentingan karena itu hidup saya. Kedua, dari sisi program mereka harus hadir. MP belum peduli, ada kepentingan saja ...” (Faskab GSC, 30 Okt 2012)

Jika PNPM MPd mempersoalkan partisipasi warga yang rendah dalam kegiatan musyawarah

dan sosialisasi yang lemah terutama dari warga untuk warga, maka PNPM GSC lebih mempersoalkan kelemahan dalam menggali kebutuhan perempuan yang sangat mempengaruhi perubahan perilaku. Jika substansi persoalan tidak didalami dengan baik maka perubahan perilaku tidak terjadi. Banyak konsep-konsep tradisional yang masih melingkari pemikiran warganya dan terinternalisasi dalam kehidupan mereka sehari-hari diantaranya seperti dikemukakan berikut ini,

“ ... Ibu itu lebih baik nasi tempe. Telur untuk anak laki-laki ... nggak sampai 6 bulan ASI tidak keluar lagi ... bahkan ... beri pisang saja dan nasi supaya bayi gemuk ...” (Faskab GSC, 30 Okt 2012)

Pelaku PNPM GSC menuturkan lebih menghadapi persoalan bagaimana menggali masalah

lebih dalam dan bagaimana menyosialisasikan pendapat-pendapat tentang kesehatan ibu dan anak yang benar supaya dapat merubah perilaku keseharian mereka. Diakui oleh Faskab GSC, mereka kekurangan cara untuk itu. Baik pelaku PNPM MPd maupun GSC sepakat bahwa persoalan yang dialami mereka dapat disentuh melalui pendekatan budaya. Media kesenian dapat menjadi jalan untuk menyampaikan pesan-pesan yang perlu diketahui masyarakat dan pada gilirannya diharapkan dapat merubah perilaku mereka. Berikut ini akan digambarkan potensi seni dan budaya yang dijumpai di kabupaten Nganjuk.

C. Seni Tradisi dan Kontemporer di Nganjuk

Seperti diungkapkan di bagian awal tulisan bahwa secara kultural warga Nganjuk mengikuti tradisi mataraman yang kejawaannya masih kental diantaranya masih mempercayai spiritualitas dan tradisi orang Jawa seperti nyadran atau bersih desa yang didalamnya mengandung kepercayaan pada punden dan babad desa serta upacara wiwit. Mereka percaya bahwa punden atau dhanyang suka hiburan tayub seperti diungkapkan Pak Sumarjan, staf bidang kebudayaan,

“ ... dhanyangnya desa senengnya ditanggapke tayub ... “ (Sumarjan, 2 Nov 2012)

Nganjuk sangat dikenal karena tayub-nya, meskipun demikian kesenian ini tidak dapat diterima

di semua kalangan. Berbagai upaya dilakukan agar tayub menjadi lebih sopan supaya tidak lekat lagi dengan isu perempuan nakal dan minuman keras. Dari kacamata dinas pariwisata tayub dipandang sebagai seni pergaulan dan bukan seni pertunjukan. Tayub ditempatkan sejajar dengan tari pergaulan lainnya di Indonesia. Untuk itu, adegan erotis tidak lagi diperkenankan, istilah ledhek yang konotasinya perempuan genit diganti waranggana, dalam menari tidak boleh menerima uang dari penonton atau pengibing atau saweran, dan penyelenggara tidak boleh menyediakan minuman keras. Ihwal bagaimana penilaian miring terhadap tayub dan pengaturan tayub disampaikan oleh tokoh budaya Nganjuk seperti berikut ini,

“ ... Ngrajek jadi tempat kesenian tayub ... jadi tempat daya tarik wisatawan ... ada wisuda waranggana ... kabupaten buat wisuda tapi pembiayaan tidak ... ini sudah jadi brand-nya Nganjuk ... dalam rapat-rapat di propinsi ... ayo tayube ... waranggana ... khasnya Nganjuk ... tayub lebih banyak negatif daripada positifnya ... brand tayub identik dengan minuman, nakal ... saya pernah bicara sama ledhek ... akhirnya genitnya keluar ... dulu tidak begitu ... orang agamis lihat tayub tidak suka ...” (Sumarjan,2 Nov 2012)

Page 65: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

64

“ ... ada pembenahan dengan tayub ... tayub dilakukan waktu nyadran ... di tayub ada adegan erotis dulu tidak ... dulu namanya ledhek sekarang waranggana ... Nganjuk punya acara Tayub Padang Bulan ... ada aturan ... tidak boleh minum ... tidak boleh saweran ke waranggana ... sudah diatur ... pemerintah sudah menata tayub ... sejajar dengan tari pergaulan lainnya di Indonesia (Budiman, tokoh budaya Nganjuk, 30 Okt 2012)

“ dulu tayub yang tertib daerah Tuban ... tidak ada tawuran ... tiap waranggana satu dihadapi pengibing satu ... waranggana empat pengibingnya empat ... tertib sampai sekarang ... di Nganjuk sekarang dinamai Tayub Padang Bulan ...”(Saijo, pengrawit, 2 Nov 2012)

Bagi sebagian warga, waranggana dikenal sebagai sinden, tetapi hal ini ditolak oleh sebagian

warga yang lain karena waranggana bukan sinden. Waranggana adalah penari tayub dan sinden adalah penembang dalam pertunjukan wayang kulit. Tingkat keterampilannya pun berbeda, jika sinden adalah penembang yang harus memiliki suara bagus, maka waranggana tidak perlu bisa menyanyi dengan bagus, suaranya jelek juga tidak apa-apa, yang penting cantik dan bisa menari. Pak Saijo, seorang pengrawit dan pelatih waranggana yang tinggal di kecamatan Tanjunganom menuturkan,

“ yen waranggana sinden gendhing saged ... tidak cantik tidak apa-apa ... waranggana tayub sing penting ayu lan saged joget ...” (Pak Saijo, 2 Nov 2012)

Ngrajek adalah sebuah dusun di desa Tanjunganom, kecamatan Tanjunganom, yang terkenal

karena kesenian tayub. Di desa itu ada padepokan tayub yang dibangun oleh pemerintah kabupaten sebagai tempat latihan para waranggana atau sanggar seni. Padepokan itu dipimpin oleh seorang waranggana yaitu Bu Mursini yang juga bekerja sebagai ketua Hiprawarpala. Lokasi padepokan berdekatan dengan punden desa Ngrajek yang secara rutin setiap tahun menjadi tempat perayaan nyadran desa. Setiap tahun para waranggana diwisuda sebagai tanda mereka sudah lulus dalam sebuah acara “Gembyangan Waranggana”. Akan tetapi, perempuan yang menggeluti seni tayub kini sudah berkurang banyak, sehingga seringkali wisuda waranggana diikuti oleh mereka yang sudah menjadi waranggana dan dari tahun ke tahun jumlahnya menurun.

Pak Saijo, ketua kelompok karawitan Mardi Saras Irama sejak 1978 sekaligus pelatih nembang para sinden dan waranggana di desa Sambirejo mengatakan sekarang sulit mencari murid. Oleh pemerintah, Pak Saijo diberi sanggar berukuran 4 x 8 m² didesanya tapi tidak dipakai lagi karena tidak ada waranggana yang berlatih. Jika ada murid yang mau belajar, cukup belajar di rumah pak Saijo yang sempit dan sederhana. Hal ini diamini oleh istrinya yang dulu juga pernah menjadi waranggana tayub di masa mudanya dan sekarang melatih joged dan rias para calon waranggana. Tidak setiap tahun ada murid yang belajar pada Pak Saijo. Beberapa murid yang pernah belajar berasal dari Bojonegoro, Lamongan, dan Nganjuk, sementara menurut istri pak Saijo di masanya dulu dalam satu desa ada 40-an waranggana tayub. Para perempuan di desanya sekarang enggan menjadi waranggana tayub, mereka lebih suka bekerja di pabrik selepas Sekolah Menengah Pertama, seperti dituturkan Pak Saijo berikut ini,

“ ... waranggana sedikit ... sami aras-arasen ... lebih baik ke pabrik selesai sekolah ...” (Pak Saijo, 2 Nov 2012)

Pada umumnya para pelaku seni termasuk kelompok masyarakat miskin, penghasilan tidak

tetap karena tergantung tanggapan atau permintaan untuk pentas. Jika penari tayub terlihat berada karena rumahnya luas, dinding dicat warna cerah dan bersih, berkeramik, memiliki motor

Page 66: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

65

dan mobil, hal tersebut tidak tampak pada para pengrawit-nya. Seorang pengrawit di desa Tanjunganom menuturkan penghasilannya sangat rendah sekali manggung. Pernah terjadi honor pengrawit sekali pentas sebesar Rp 225 ribu rupiah yang harus dibagi rata dengan pengrawit lainnya yang jumlahnya sekitar 10 – 15 orang. Apalagi tanggapan manggung juga terbatas pada bulan-bulan tertentu, bahkan di bulan puasa tidak ada kegiatan seni apa pun, para seniman tradisi ini harus kembali ke rumah, mencari sumber penghasilan lain. Untuk acara tayub, setiap pertunjukan menampilkan 3-4 waranggana yang honornya per orang antara Rp 100.000 sd Rp 200.000. Setiap kali tampil ada saweran dari penonton atau pengibing yang diberikan langsung pada waranggana dan ada yang ditaruh di atas piring. Saweran yang diberikan langsung pada waranggana diperuntukkan bagi mereka, sementara saweran di atas piring diberikan untuk pengrawit. Saweran di piring dibagi untuk semua pengrawit di mana tiap pengrawit hanya mendapat sekitar Rp 10.000 rupiah saja.

Seniman jaranan pun pada umumnya buruh tani, anak-anak yang sudah selesai sekolah atau tidak melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi, atau tukang ojek dan buruh kasar lainnya. Ada dua kelompok seni jaranan yang cukup ternama di kabupaten Nganjuk, yaitu Jaranan Legawa Putra dan Jaranan Samboya. Legawa Putra berdiri sejak 1980 setelah sebelumnya bernama Pendawa Putra didirikan 1978. Legawa Putra kini dipimpin oleh Pak Pardi dan memiliki 35 anggota di mana tiga diantaranya pemain perempuan. Mereka tinggal di desa Sugihwaras kecamatan Prambon. Bulan November dan Desember adalah bulan baik karena mereka sering mendapat tanggapan di berbagai tempat baik di dalam maupun di luar kecamatan Nganjuk. Meskipun sering mendapat penghargaan karena memenangkan kompetisi jaranan, penampilan mereka juga direkam dalam vcd oleh sebuah perusahaan rekaman dan cd-nya dijual bebas, sistem manajemen masih sederhana. Uang yang masuk dikelola oleh ketua kelompok, dibagi untuk pemeliharaan alat, transport dan konsumsi, kas kelompok, sisanya dibagi untuk semua pemain. Untuk menambah peralatan jaranan, seringkali pak Pardi membuat sendiri topeng untuk melengkapi peralatan jaranan dari menjemur dan menggunting kulit hingga menggambar, mengecat, dan mengeringkannya. Sementara itu jaranan Samboya Putra adalah kelompok yang dulu pernah tenar di kabupaten Kediri, kemudian dijual dan dibeli oleh orang Nganjuk.

Jaranan kini juga mengalami penataan oleh dinas pariwisata supaya tidak lagi dikonotasikan sebagai seni yang mengundang orang untuk mabuk dan menimbulkan tawuran. Untuk itu ada aturan dari pemerintah yang harus dipatuhi pelaku jaranan diantaranya, tidak boleh ada minuman keras yang diminum oleh pemain jaranan supaya mempercepat trance, pertunjukan berlangsung dua kali yaitu sore sampai sebelum maghrib kemudian dilanjutkan malam setelah isya hingga pukul 12 tengah malam. Biasanya mereka tampil dalam acara syukuran, perayaan bersih desa, satu Suro, dan pentas sendiri. Salah seorang seniman jaranan pemimpin Jaranan Legawa Putra menuturkan keterbatasan waktu pentas sebagai berikut,

“ ... saya terjun di seni jaranan, untuk sementara di Nganjuk hambatan ... adalah masalah waktu pementasan. Perijinan dari keamanan berbeda dengan 3-5 tahun yang lalu. Kesenian di wilayah Nganjuk malam nggak bisa los hanya sampai jam 12. Untuk kita orang seni kalau terbentur waktu yang sangat minim kita tidak bisa tonjolkan seni kita ...” (Pardi, seniman jaranan desa Sugihwaras kecamatan Prambon, 31 Okt 2012)

Pak Saijo menuturkan, desanya juga membuat kelompok jaranan yang dimainkan anak-anak

muda untuk mengisi waktu dan tampil dalam acara di desanya. Kelompoknya dinamai “Jaranan Sambi Budaya”, beranggotakan 30 pemuda dari tingkat SD hingga SMA. Untuk membuat kelompok tersebut, pak Saijo meminta pada pemuda untuk membuat surat bahwa orang tuanya setuju jika anak-anak mereka bermain jaranan. Hampir setiap kecamatan memiliki kelompok jaranan ini baik yang profesional maupun sekedar melestarikan seni tradisi. Ada anak-anak SD

Page 67: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

66

yang belajar seni jaranan tetapi lebih sebagai kesenian anak-anak, bukan penampilan profesional seperti kelompok-kelompok dewasa tersebut. Pak Haryono, tokoh budaya di desa Sonoageng kecamatan Prambon menuturkan dia mengajari anak-anak kecil belajar jaranan untuk melestarikan tradisi, bukan mengajari cara mereka trance.

Selain pengrawit seni tayub dan pelaku seni jaranan, pengrawit dalam wayang kulit, dalang wayang kayu, dan rebana atau hadrah, pada umumnya mereka mewakili masyarakat kelas bawah yang miskin dan terpinggir. Pak Saijo pernah mendapat penghargaan dari pemerintah beberapa tahun lalu dan memperoleh piagam serta uang sebesar RP 1 juta rupiah. Tahun ini, pak Saijo minta pemerintah supaya memberi penghargaan pada istrinya yang menjadi pengajar tari para waranggana tapi hingga sekarang belum dikabulkan. Dalang wayang kayu sudah sangat sedikit dan mereka berasal dari kelompok miskin di dusunnya. Salah satu dalang wayang kayu tinggal di desa Nglawak kecamatan Prambon. Rumahnya sangat sempit, lantainya dari semen, dindingnya dihiasi beberapa gambar tokoh wayang. Pelaku seni hadrah yang dijumpai di kecamatan Prambon adalah lulusan pesantren yang kini bekerja sebagai tukang cukur. Di sela-sela waktu senggangnya melatih anak-anak SD dan SMP bermain rebana untuk ditampilkan dalam acara hajatan perkawinan atau khitanan di dalam dan luar kecamatan. Peralatan mereka beli satu persatu supaya lengkap diantaranya rebana dan kendang. Mereka juga memodifikasi irama musik supaya menarik minat penonton diantaranya adalah memainkan irama jaranan dalam pentas rebana modern. Salah satu ciri kemiskinan kelompok seni adalah tidak rutinnya pendapatan karena sangat sedikitnya tanggapan atau diundang untuk tampil. Jika pada bulan besar penanggalan Jawa, tanggapan sering datang, tetapi ada kalanya berbulan-bulan tidak ada tanggapan. Secara umum identifikasi aktifitas seni di kabupaten Nganjuk adalah sebagai berikut:

Tabel Ragam Seni dan Aktifitasnya di Kabupaten Nganjuk Ragam seni Aktifitas

Tayub Tayub adalah seni tradisi masyarakat Jawa pada umumnya yang menggabungkan gerakan tari dan seni suara yang dimainkan oleh waranggana, diiringi gendhing oleh para pengrawit. Tayub disebut pula tarian pergaulan yang melibatkan penonton laki-laki untuk menari bersama diserta saweran untuk waranggana. Tayub di-tanggap atau diminta tampil dalam acara bersih desa dan ritual dalam life cycle seperti khitanan dan perkawinan. Tayub berkembang di kecamatan-kecamatan “netral” atau nasional sebagai kontras dengan daerah agamis.

Jaranan Kesenian yang sangat populer di kabupaten Nganjuk. Pada umumnya pemainnya laki-laki dan masih muda semua, mereka menari dan menunggang kuda yang terbuat dari bambu diiringi musik gamelan dan lagu-lagu campursari. Ada satu babak di mana pemainnya menjadi trance dan melakukan hal-hal yang sulit dinalar. Di Nganjuk ada kelompok jaranan yang juga menampilkan perempuan sebagai penari, topengnya menutupi sebagian tubuh bergambar babi atau celeng.

Wayang Kulit 1. Wayang Masuk Sekolah sejak tahun 2000 2. Wayang purwa periodik yang dipentaskan 12 kali dalam 1 tahun. 3. Wayang berkembang di masyarakat (Pentas dalam perayaan tertentu, ruwatan, bersih

desa, radio swasta berbahasa Jawa). Wayang kulit sangat digemari warga Nganjuk.

Rebana atau hadrah

Seni tradisi yang berkembang di kalangan umat Islam, pada umumnya untuk memperingati Maulid Nabi. Kesenian ini menampilkan seni suara bersyair bahasa Arab yang menceritakan sifat-sifat Nabi dan keteladanan akhlaknya, diiringi rebana dan gerakan tarian. Di kabupaten Nganjuk seni hadrah kini berkembang di masyarakat terutama dikembangkan warga pesantren, ditampilkan dalam acara-acara keagamaan, perkawinan, dan khitanan.

Wayang kayu/timlong

Dalang dari generasi tua, hanya ada dua dalang yang terkenal (desa Nggaru dan Sonoageng). Hanya pentas dalam bersih desa (nyadran).

Ludruk Kesenian tradisi yang mementaskan drama beberapa pemain laki-laki, diselingi humor di sana sini, diawali dengan tari Ngremo. Pemain perempuan diperankan laki-laki yang

Page 68: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

67

memakai baju perempuan. Cerita yang ditampilkan dalam ludruk pada umumnya tentang kehidupan sehari-hari masyarakat, bukan tentang kisah legenda atau sejarah.

Pencak silat Ada berbagai perguruan. Hampir semua bergerak dalam kompetisi dan seni. Ada seni pertunjukan silat diiringi musik.

Tari mung dhe

Tarian keprajuritan yang hanya dimainkan di desa Garu, kecamatan Baron, Nganjuk, untuk mengenang pasukan Diponegoro yang terdiri dari 12 penari. Tarian ini hanya dipentaskan waktu bersih desa dan perayaan hari besar yang diselenggarakan Dinas Pariwisata Nganjuk.

Seni musik kontemporer

Tergabung dalam Organisasi Kesenian Musik (OKM) binaan Pemda terdiri dari peminat sebagai berikut: penyanyi diiringi electone, dangdut, band, campursari, pop singer, keroncong.

Kethoprak dan wayang orang

Seni yang dikembangkan oleh komunitas dan dilatih oleh seniman Wiyono Nyambik dari sanggar Pandan Wilis.

Kethoprak dan wayang orang di kabupaten Nganjuk dikembangkan oleh seniman asal Nganjuk

bernama Wiyono Nyambik (70-an tahun), mantan seniman tobong W.O. Tri Brata Kawedar Brimob Yon G Surabaya tahun 1960-an. Tahun 1980 Wiyono dan rekan-rekan seniman mendirikan sanggar Pandan Wilis di Nganjuk yang bergerak di bidang seni tari dan juga mewadahi seniman kethoprak dan wayang orang. Wiyono sekarang aktif sebagai MC berbahasa Jawa dalam acara-acara perkawinan dan sesekali melatih masyarakat bermain kethoprak atau wayang orang. Istrinya adalah penari yang masih aktif mengajar tari Jawa dan kreasi baru sambil mengembangkan bisnis penyewaan pakaian adat dan tata riasnya.

Sebagai seniman, Wiyono sangat prihatin dengan keberadaan seni pertunjukan rakyat yaitu Lerok yang sudah hilang tergerus jaman. Lerok adalah kesenian drama diiringi gamelan yang dimainkan di bawah pohon diterangi sinar bulan kala purnama di mana pemain dan penonton bisa berinteraksi. Pemain dan pengiring gamelan sekitar 7-8 orang, di mana pemainnya merias seadanya, tidak rapi karena berdandan dibawah sinar bulan dan diterangi obor. Orang jawa mengatakan jika berbedak tidak rapi disebut meblok-meblok atau medhok-medhok atau lerak-lerok, oleh karena itu kesenian ini disebut Lerok. Gamelan yang mengiringi terdiri dari saron, balungan, kendang, siter, gong, dan kempul. Di sela-sela drama, setiap satu babak selesai, ada pemain yang berperan sebagai penjual kacang menawarkan dagangannya, setelah itu dilanjutkan babak berikutnya. Ceritanya terinpsirasi berdirinya Kediri dan cerita-cerita Panji. Di masa lalu Lerok dimainkan orang yang tinggal di sekitar Gunung Pandan lalu ke daerah timur sampai di Lengkong hingga kecamatan Nganjuk.

Sumber: http://jawatimuran.wordpress.com/2012/11/20/melirik-kesenian-lerok/didunduh 24 Desember 2012

Tahun 2007, Lerok dipentaskan dalam festival seni pertunjukan rakyat Jawa Timur di Malang dan memperoleh gelar sebagai lima besar penyaji terbaik. Tahun 2008, Lerok di pentaskan di

Page 69: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

68

Surabaya menyuguhkan cerita Loro Kuning salah satu legenda yang dikenal masyarakat Nganjuk. Beberapa waktu lalu, Lerok tampil dalam tayangan layar kaca Budaya Nusantara yang diproduksi TVRI pusat.

Sebagai pelatih seni, Wiyono beberapa waktu lalu melatih warga desa Tirip di kecamatan Berbek menampilkan kesenian wayang orang dan kethoprak yang menceritakan pertemuan dua etnis di masa Kubilai Khan yaitu etnis Cina dan Jawa yang diwujudkan dalam pentas pertemuan barongsai liong-liong dan jaranan reog di jalan di dekat rumah calon bupati waktu itu. Kegiatan seni itu merupakan permintaan calon bupati yang ingin menunjukkan kerukunan warganya di masa kampanye dulu.

Wiyono Nyambik juga melatih kethoprak dan wayang orang yang dimainkan masyarakat di sebuah desa di kecamatan Sawahan. Mereka akan pentas pada tahun baru 2013, untuk itu sejak tiga bulan terakhir rutin berlatih di rumah salah seorang inisiator kegiatan seni di kecamatan Sawahan. Karena pemain kethoprak bukan dari kalangan seniman, Wiyono melatih gerakan-gerakan tari dan dialog-dialog sederhana.

“ ... sing dilatih penduduk mriku, latar belakang penari nol, namung kula latih untuk kebutuhan. Umpama iki ukume kudu ngene nggih ndak sampai ke situ ... nek kowe lungguh kene, ngadeg, metu lawang, kebutuhannya saja ... mboten mendetail sanget ... tidak mendetail ... kecuali kethopraknya .. kethopraknya ... kula damel action tho ... nek wonge kurang ajar mlakune kudu piye ... “ (Pak Wiyono, 2 Nov 2012)

Pak Wiyono sangat mengapresiasi gerakan warga masyarakat dusun tersebut yang diinisiasi

oleh salah seorang warga mantan orang partai yang menjadi inisiator kelompok seni. Baik pemain dan penonton diapresiasi oleh Pak Wiyono karena seni tradisi sekarang sudah mulai ditinggalkan pendukungnya. Apalagi pemain adalah benar-besar warga yang bukan seniman, seperti diungkapkan Pak Wiyono dan Bu Lilik, istrinya, berikut ini,

“ ... jangan sebagai pelaku seni, orang itu mau melihat orang latihan itu sudah mulia ... di jaman sekarang kalau di Nganjuk lho ... wong gelem ndelok wong latihan ... latihan uyon-uyon gelem ndelok ... Apalagi dia mau berlatih ... gelem ... itu mahal ... kangge dalem kok ngaten. Lha dalem niku pakem dalem tinggal, tapi akar kepakeman tetap saya pegang ...” (Pak Wiyono, 2 Nov 2012)

“... tiyang tani, nggih tiyang sok negor kayu teng wana ... nglumpukne uwong ki angel ...” (Bu Lilik, 2 Nov 2012)

Para pemain kethoprak tersebut adalah bagian dari komunitas jimpitan di sebuah dusun di kecamatan Sawahan. Mereka mengumpulkan uang secara rutin, diambil dan dicatat oleh anggota kelompok secara bergiliran, ketika terkumpul uangnya disimpan di bank. Ada beberapa kelompok jimpitan yang berkembang di Sawahan, kemudian meluas ke kecamatan Kertosono dan Gondang. Gerakan sosial ini kemudian mengarah pada gerakan ekonomi di mana komunitas jimpitan mengembangkan simpan pinjam dari uang yang terkumpul. Ada satu kelompok jimpitan di Sawahan yang dapat mengumpulkan dana hingga jutaan rupiah dalam beberapa bulan. Pemimpin kelompok kemudian mengajak para anggota untuk membuat kelompok seni, berlatih kethoprak dan wayang orang. Pak Wiyono menceritakan pengalamannya bergaul dengan warga kecamatan Sawahan,

“ ... teng mrika wonten jimpitan, niku duwit ... Umpama ana wong 30 jimpitan.. umpana dina iki aku piket aku kudu njupuk duwite niku, mbok ke’i karepmu ora mbok ke’i ora papa, aku silaturahmi ... iso omong-omong ... terus pindah menyang daleme sapa-sapa .. nek wis

Page 70: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

69

nglumpuk, esuk ki dikirim menyang BRI ... Sesuk genten sampeyan sing piket, mboten membatasi, sewu oleh limangatus oleh ... itu berjalan sampai masuk bank. Tan kocape hidup kula nista pingin duwe sapi kula utang saged ditukokne sapi ... kula ingu sapi nek mpun manak anake kula pek. Umpama sapi niki limang juta ... Nek tak dol enem juta sing llimang juta mbalik, sing sak juta pek kula plus anake ... itu kok sae ... jimpitan uang ...” (Pak Wiyono, 2 Nov 2012)

“ ... kathah kelompok ... Kertosono niru .... Nggondang niru ... wonten kanca dalem wakil kepala SMP ... niku 8 wulan sampun nglumpuk 23 juta ... delapan bulan ... kelompok mawon sanes dusun napa desa ... nek desa mengke kadohan yen kula wayah sing tugas ... sok terhalang niku ... itu uang tidak dipaksa, monggo sakkaliripun. Tidak ada ketua ... keuangannya BRI ...” (Pak Wiyono, 2 Nov 2012)

Uraian di atas menunjukkan kesenian yang berkembang di kabupaten Nganjuk lebih pada seni

tradisi daripada seni kontemporer. Cerita-cerita dalam kethoprak dan wayang orang berbasis pada cerita sejarah dan legenda yang disesuaikan dengan situasi masa sekarang. Kerukunan menjadi tema dalam pentas yang dilatih oleh Pak Wiyono di mana pemain-pemainnya tidak selalu dari pelaku seni. Sementara seni jaranan, hadrah, dan tayub, lebih merupakan seni pertunjukan yang harus dimainkan oleh pelaku seni itu sendiri.

D. Pendekatan budaya dalam PNPM

Para Faskab menyadari bahwa pendekatan budaya dalam MP sangat penting dalam menggerakkan warga—baik perempuan maupun laki-laki--untuk berpartisipasi aktif dalam musyawarah. Sebenarnya PNPM MPd sudah mengaplikasikan pendekatan tersebut tetapi para pelakunya belum mendalami lebih lanjut bekerjanya pendekatan budaya untuk mendukung sosialisasi program. Faskab MP menceritakan bahwa Camat Lengkong pernah menyanyikan lagu tentang PNPM dengan nada dan irama lagu Perahu Layar. Berikut adalah penuturannya,

“ ... kemarin sebenarnya sudah ada inovasi dari pak Camat Lengkong ... waktu nanggap wayang dia menyanyi Mars PNPM ... nada Perahu Layar melalui sindennya. Ada pesan-pesan ... ada lagu ... nada perahu layar tapi isinya sudah muatan ... waktu itu pagelaran wayang di Lengkong ... pak Camat langsung yang menyanyi ... langsung dengan sinden. Saya tidak sempat menyaksikan itu ... jam 12 malam langsung pulang ... itu sudah menjadi yang direncanakan di Lengkong ... sudah ada pemikiran begitu ... muatan PNPM lewat budaya ...” (Fastkab MP, 30 Okt 2012)

Media seni dapat menjadi alternatif dalam menyampaikan pesan-pesan seperti dilakukan

Camat Lengkong. Pagelaran seni selalu mengundang banyak orang untuk hadir, apalagi jika bentuk keseniannya adalah wayang orang atau drama disertai tari-tarian. Pak Tutut, ketua asosiasi BKAD kabupaten Nganjuk menekankan hal tersebut,

“ ... di Nganjuk pertunjukan apa pun kalau itu artinya yang melakukan orang ... itu pasti banyak penontonnya ... biasanya kalau untuk wayang orang dan tari-tarian mesti banyak pengunjung ... dari berbagai pengalaman dulu kita masih nangani itu setiap 17 Agutus atau bersih desa kalau kita nanggap wayang kulit dan tari-tarian ... dengan drama pelaku-pelaku dari kita sendiri penontonnya lebih banyak di drama dan tari-tarian ...” (Pak Tutut, 30 Okt 2012)

Seni dapat mempengaruhi partisipasi warga dengan sendirinya tanpa gerakan mobilisasi.

Pagelaran seni dapat dilakukan tetapi perlu mempertimbangkan ciri khas seni di masing-masing kecamatan. Jika diketahui kekhasan kecamatan tertentu maka tanpa mobilisasi, warga akan hadir dengan sendirinya. Selanjutnya dituturkan Fastkab MP berikut ini,

Page 71: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

70

“ ... gebrakan besarnya bagaimana bisa dapatkan apa yang jadi tujuan misalnya wajah sarasehan dan pagelaran seni itu bisa jadi bagian sosialisasi pencerahan masyarakat baik PNPM secara utuh maupun membangun ranah Nganjuk ... bentuknya pagelaran seni ... tidak harus dimobilisasi, mereka akan datang ... sehingga nanti bentuknya ... harus kita komunikasikan ...” (Fastkab Nganjuk, 30 Okt 2012) Selain itu muncul usulan dari Fastkab MP bahwa masyarakat pun dapat terlibat dalam kegiatan

drama seperti misalnya membuat skenario cerita tentang PNPM agar masyarakat lebih mudah memahami PNPM. Pak Suko, salah seorang pelaku RBM menceritakan bahwa sebenarnya masyarakat sudah punya inisiatif untuk membuat kelompok drama atau kethoprak yang ditampilkan dalam kegiatan tertentu dan pemainnya adalah warga desa itu sendiri. Kelompok itu tinggal di kecamatan Sawahan. Mereka menghimpun kelompok jimpitan yaitu kelompok yang mengumpulkan uang sedikit secara rutin, kemudian disimpan-pinjamkan pada anggota kelompok tersebut. Belakangan pemimpin kelompok mengajak warga anggota jimpitan untuk berlatih kethoprak. Kelompok yang diceritakan pak Suko ini adalah kelompok yang dilatih oleh Pak Wiyono Nyambik seperti dituturkan pada bagian akhir dari sub cerita seni tradisi dan kontemporer di atas. Ada dua manfaat yang diperoleh komunitas tersebut, pertama, gerakan menabung dari para anggota, dan ke dua, gerakan solidaritas kelompok melalui seni kethoprak. Pak Suko bercerita bahwa salah seorang anggota seni adalah pak Didik yang bekerja di RBM bidang media yang mengurus kegiatan jurnalistik. Berikut adalah usulan dan cerita dari pelaku PNPM tentang drama untuk menyampaikan pesan,

“ ... sebenarnya bisa buat skenario cerita misal sanggar di Ngronggot ... kemasannya cerita dan misi gerak ... ini lho PNPM ... bentuk dari oleh untuk masyarakat ini kaya apa sih pemahamannya... Kethoprak .. itu bisa kerjasama ... mungkin akan jadi model seperti itu ...” (Fastkab MP, 30 Okt 2012)

“ ... kebetulan itu Pak Didik di Sawahan sudah membangun latihan kethoprak ... Ini kan satu jaringan walaupun bukan PNPM ... itu dari kelompok jimpitan. Jadi warga di lingkungannya itu terbangun warga yang terbiasa nabung ... Jadi waktu BRI mara rana langsung diseneni aja ... kok dikon utang, masyarakat ki nabung ... mereka biasa latihan kethoprak ... itu dari komunitas jimpitan ...” (Pak Suko, RBM, 30 Okt 2012)

“ ... ini menggerakkan komunitas ...” (Faskab GSC, 30 Okt 2012.

Kalangan fasilitator GSC menyambut baik ide pendekatan budaya dalam penggalian masalah

dalam program kesehatan ibu dan anak. Dalam sosialisasi tentang pentingnya kesehatan ibu hamil, dulu fasilitator hanya bertanya pada para ibu, “Ada masalah apa dengan kehamilan ibu-ibu?” Tahun ini mulai menggunakan media gambar untuk menanyakan masalah. Ada gambar ibu hamil yang punya persoalan pendarahan. Pertanyaannya menjadi, “Bagaimana tanggapan para ibu?” Para ibu merespon dan mengemukakan bahwa ada berbagai persoalan dalam proses kehamilan yang mereka alami. Media gambar menjadi salah satu alternatif dalam mengurai masalah yang dialami para ibu. Saat ini sedang dipikirkan bagaimana merubah cara pandang ibu tentang pentingnya ASI bagi bayi. Di masyarakat masih hidup anggapan bahwa tempe dan telur hanya lazim dimakan bapak dan anak laki-laki, akibatnya ASI sang ibu hanya bertahan 6 bulan. Ada pula anggapan, bayi sebaiknya segera diberi nasi dan pisang supaya cepat gemuk.

Untuk menggali masalah tentang pendidikan anak, fasilitator GSC Nganjuk mengubah metode dari sekedar bertanya menjadi bermain drama setelah belajar dari pelatihan KPMD se propinsi. Masalah yang kemudian muncul tidak lagi usulan seragam dan sepatu tetapi usulan tentang

Page 72: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

71

motivasi belajar, pelatihan pendampingan belajar siswa remaja. Lebih lanjut Faskab GSC menceritakan perlunya kreatifitas KPMD untuk menggali masalah dalam FGD ibu-ibu agar muncul usulan yang benar-benar substansial seperti dikemukakannya berikut ini,

“ ... lima tahun PNPM Generasi itu usulan generasi tidak menyentuh signifikan kepada perubahan perilaku, ada evaluasi kemarin seperti itu. Kemudian diealuasi lagi, o ... ternyata itu pada saat penajaman usulan kita tidak menyentuh akar masalah. Kemudian diurut ke belakang, masalah itu munculnya dari mana? Di FGD ibu-ibu. Ternyata metode FGD itu yang ternyata jadi kunci. Selama ini mereka tidak bisa menggali apa yang terjadi sebenarnya. Nah kemarin pada saat pelatihan di Jakarta, sama pelatihan KPMD se propinsi, KPMD se propinsi ada 300 KPMD yang kita latih itu. Ada satu KPMD dari kabupaten Nganjuk sama Pamekasan itu mencoba mengkreasikan FGD seperti apa ... kebetulan dia itu pemain kaya ketoprak kita di sini, apa itu namanya ... lalu yang Nganjuk dari Prambon ... itu main parikan ludruk-ludrukan gitu di FGD-nya ibu-ibu. Itu disimulasikan lewat pelatihan, ternyata kemudian di PNPM dicoba pakai metode seperti itu ...” (Faskab GSC, 30 Okt 2012)

Sayangnya tidak semua KPMD punya kemampuan teatrikal dan pengalaman memfasilitasi FGD

dalam penggalian masalah. Untuk itu diperlukan pelatihan lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas para kader atau perlu media seni tertentu untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dan pendidikan. Faskab GSC Lebih lanjut Faskab GSC menceritakan,

“ ... tapi kendalanya karena tidak semua KPMD yang memfasilitasi pinter seperti itu. Itu mungkin menjadi salah satu bentuk perbaikan di tahapan-tahapan tidak hanya sosialisasi tapi sampai menggali akar masalah melalui sentuhan-sentuhan budaya ...” (Faskab GSC, 30 Okt 2012.)

Dari uraian di atas pada dasarnya pelaku PNPM kabupaten Nganjuk sudah mempunyai

pemikiran untuk melakukan pendekatan budaya dalam sosialisasi dan penggalian masalah di tingkat akar rumput. Secara tidak langsung beberapa pelaku sudah mulai mengaplikasikan media seni untuk menyampaikan pesan-pesan yang diusung oleh program masing-masing tetapi belum mendapat perhatian khusus.

Dalam sebuah diskusi, pelaku PNPM menuturkan bahwa jika ada program pilot CC2, mereka

mengusulkan kecamatan Prambon yang menerima PNPM MPd dan GSC, sebagai lokasi pilot. Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan kecamatan tersebut, yaitu:

• Memiliki potensi kultural yang beragam, baik yang berlatar budaya Jawa maupun berlatar

tradisi Islam (Lihat tabel). Kecamatan ini memiliki potensi mampu mempengaruhi

kecamatan-kecamatan di sekitarnya. Jika program CC 2 berjalan, diramalkan dapat

mendorong kecamatan lain melakukan program yang sama.

• Memiliki modal sosial dalam menyelenggarakan tradisi bersih desa.

• Memiliki ragam seni yaitu: kesenian jaranan (desa Sughwaras, desa Sonoageng), hadrah

(desa Gondanglegi), rebana banjari dan rebana modern (desa Bandung), wayang kayu

(desa Nglawak), perayaan Maulid Nabi (desa Tanjungtani), dan Pawai Ta’aruf (kecamatan

Prambon).

• Kecamatan Prambon terdiri dari 14 desa berbatasan dengan kabupaten Kediri yang

cenderung mengusung budaya perkotaan, di bagian yang lain masih terdiri dari

masyarakat yang mengusung budaya pedesaan. Sebagian masyarakat adalah kelompok

Page 73: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

72

agamis, sebagian lagi adalah abangan, yang tinggal bersama dan dapat melakukan

aktifitas ritual secara mandiri.

Pendekatan budaya untuk mengubah perilaku sangat rumit dipetakan tetapi tidak ada salahnya mencoba melalui media seni. Jika dibuat pagelaran seni, tidak hanya untuk tujuan sosialisasi program dan meningkatkan partisipasi dalam musyawarah, namun juga dapat menjadi media penyampai pesan untuk mengubah perilaku. Sebenarnya Nganjuk mempunyai modal sosial dalam menggerakkan masyarakat yang mampu memunculkan swadaya baik materi maupun non materi serta mampu membangun kemandirian, yaitu dalam kegiatan bersih desa. Hampir semua desa menyelenggarakan bersih desa dan mereka mampu berswadaya untuk itu. Selain iuran dalam bentuk uang dan makanan, semua orang Nganjuk mudik waktu bersih desa. Bersih desa juga melahirkan kepedulian sosial seperti adanya santunan untuk anak-anak dari keluarga miskin. Berikut pengalaman beberapa orang berkenaan dengan bersih desa,

“ ... nyadran ritualnya sederhana ... hanya cukup di makam ... kita bersyukur pada Tuhan ... pertunjukan banyak, yang inti adalah wayang kayu atau kentrung ... pedagang banyak berdatangan ... semua anggota keluarga meti pulang walau tinggal di luar kota, kalau tidak pulang pasti akan ada gantinya berupa tumpengan ... bersih desa dilakukan setelah panen ke dua, syukuran, sekitar bulan tujuh ... tanggal yang menetapkan kepala dusun, rembug desa kumpulkan RT dan tokoh masyarakat, tetapkan tanggal ... selalu Jumat Pahing pas geblagnya Mbah Said ... masalah dana kita tidak menetapkan jumlahnya, semampu dan seikhlasnya ... di Sonoageng kesadaran masyarakat bagus ...” (Pak Haryono, tokoh masyarakat desa Sonoageng kecamatan Prambon, 31 Okt 2012)

“ ... gambaran budaya untuk mengubah perilaku belum ada ... di desa baleturi, 30 November sampai 4 Desember kita nyadran, ada sentuhan pengentasan kaum marjinal ... anak-anak dari keluarga tidak mampu, baru diagendakan 2-3 tahun lalu ... adalah santuan untuk mereka. Tidak sekedar nanggap wayang, dari desa kasih santunan untuk anak yatim. Itu pengalaman dari saya ...” (Supri, UPK kecamatan Prambon, 3 Des 2012)

“ ... di Sonoageng setiap kali bersih desa semuanya orang yang berhasil di kota datang semua ke desa, berikan santunan untuk apa pun dan perbaikan desa. Bagaimana nyadran bisa jadi jadi bagian partisipasi. Mungkin bisa difungsikan lagi bersih desa sebagai gotong royong, guyub rukun. Tidak sekedar bersih desa sebagai hiburan ... “ (Tris, Bapermas Nganjuk, 3 Des 2012)

Apakah solidaritas dalam bersih desa dapat menggerakkan masyarakat untuk terlibat dalam

kegiatan sosial lainnya tampaknya perlu kajian lebih lanjut. Beberapa warga menyatakan bahwa modal sosial dalam nyadran sulit diterapkan dalam kegiatan sosial lain seperti dikatakan Pak Didik dalang Sonoageng dan pelaku PNPM berikut ini:

“ ... kalau kompak hanya di nyadran itu ... lainnya sulit ...” (Pak Didik dalang, warga desa Sonoageng kecamatan Prambon, 1 Nov 2012)

“ ... partisipasi di Sonoageng rendah ... mungkin karena sudah merupakan daerah perkotaan ... gotong royong kurang ... rata-rata pendidikan SMA, dekat Kediri ... ciri masyarakat perkotaan ...” (FK PNPM MPd Kecamatan Prambon, 1 Nov 2012) “ ... nyadran yang sebegitu hebat ternyata hanya gerakkan masyarakat sedikit ... membersihkan lingkungan hanya saat nyadran ... “ (Supri, UPK Kec. Prambon, 3 Nov 2012)

Page 74: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

73

E. Masukan untuk desain KK II

1. Kelompok-kelompok seni yang berpotensi berperan dalam KK II

Dari uraian tentang kesenian tradisi dan kontemporer di kabupaten Nganjuk, terdapat dua kelompok yang diperkirakan mampu mengorganisir kesenian untuk mendukung kerja PNPM MPd dan GSC, yaitu:

a. Sanggar Sriwidodo Lokananta

Sanggar seni yang berdiri tahun 2005 lalu ini dipimpin oleh Pak Didik yang bergerak melestarikan wayang kulit dan campursari. Pak Didik sudah tujuh tahun terakhir menekuni seni pedalangan dan kini menjadi salah seorang dalang wayang kulit yang cukup ternama di kabupaten Nganjuk. Pak Didik memimpin dan memiliki sanggar dari tempat tinggalnya di desa Sonoageng kecamatan Prambon. Secara rutin sanggar ini menyelenggarakan latihan karawitan dan pentas sendiri setahun sekali dalam bersih desa. Sebagai anggota Pepadi, pak Didik sering diminta untuk tampil sebagai dalang di berbagai tempat diantaranya di Jombang, Surabaya, dan Konawe Selatan. Sanggar ini juga menekuni campursari dan sudah menelorkan VCD berisi lagu-lagi ciptaan Pak Didik diiringi kelompok musik di sanggarnya. Ada beberapa lagu yang menceritakan berbagai sisi kehidupan manusia. Pak Didik pernah membuat album dalam bentuk VCD tentang pengrajin batu bata yang minim sentuhan pemberdayaan dan advokasi. Lagu dan video klipnya menggambarkan kegundahan para pengrajin dan dapat menyuarakan persoalan yang mereka hadapi. Seniman dapat menjadi bagian dari penyampai pesan tersebut.

Jadi pesan-pesan yang diusung PNPM seperti pengentasan kemiskinan dapat disampaikan baik melalui lagu maupun melalui babak-babak dalam penampilan wayang kulit. Dalam pertunjukan wayang kulit, penontonnya bisa mencapai seribu orang dan ini menjadi efektif sebagai media penyampai pesan. b. Sanggar Pandan Wilis

Sanggar seni ini merupakan wadah sekumpulan seniman tradisi di kabupaten Nganjuk yang berdiri tahun 1980 dan dipimpin oleh Wiyono Nyambik. Wiyono mempunyai pengalaman sebagai pelaku seni sekaligus pelatih seni tradisi. Wiyono adalah penari, pemain wayang orang, kethoprak, sekaligus pelatihnya. Hal ini sudah dibuktikan dengan kemampuannya mengorganisir seni pertunjukan yang diusung oleh pemain yang benar-benar seniman maupun pemain yang berasal dari kalangan masyarakat bukan seniman seperti di kecamatan Sawahan. Kebolehannya dalam meramu cerita dan memasukkan pesan-pesan seperti pesan kerukunan dan perdamaian tercipta dalam karyanya dan diapresiasi oleh banyak orang baik pemain maupun penontonnya.

Sanggar Pandan Wilis saat ini merupakan sebuah komunitas seniman seni pertunjukan yang tinggal menyebar di berbagai kota seperti Malang, Jogja, Kediri. Jika mereka sepakat pentas, maka Wiyono tinggal merancang pertemuan, mengundang kolega-koleganya dari berbagai kota, untuk datang di suatu tempat dan tampil pada hari itu juga. Tidak ada latihan rutin karena semua anggota sanggar tinggal di kota-kota yang berlainan, sehingga sebelum pentas mereka meluangkan waktu untuk mendiskusikan cerita dan lakon yang akan mereka mainkan. Meskipun demikian, di sanggarnya di Nganjuk, Wiyono membuka rumahnya sebagai tempat latihan menari bagi pelajar dan pemerhati untuk belajar menari dengan Bu Lilik, istrinya.

Page 75: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

74

Pengalaman Wiyono sebagai sutradara kethoprak dan wayang orang dapat menjadi inspirasi pelaku PNPM dalam menyosialisasikan kegiatan PNPM dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam musyawarah desa dan kecamatan. Wiyono dapat diminta untuk melatih masyarakat atau komunitas berkesenian yang ceritanya tidak sekedar menyosialisasikan program namun dapat mengambil tema ajakan untuk mendengarkan masyarakat miskin, menyuarakan kebutuhan kaum miskin, atau ajakan untuk peduli pada persoalan-persoalan sosial. Ada dua keuntungan dari komunitas berkesenian tersebut, yaitu: pertama, para pelaku yang bukan seniman terlatih bekerja sama satu sama lain disatukan kesamaan minat, sama-sama berminat dalam berkesenian; ke dua, jika kelompok seni ini berhasil--seandainya ukuran keberhasilan adalah pentas dalam suatu kegiatan—maka isu kemiskinan, keluh kesah warga, atau harapan dapat terungkap. Para pelaku PNPM GSC dapat belajar berteater dari Pak Wiyono untuk menggali persoalan agar dapat mengubah perilaku kesehatan warganya baik perempuan dan laki-laki. Dengan kata lain, pesan-pesan dapat ditampilkan atau diselipkan dalam sebuah cerita untuk mendukung sosialisasi PNPM MPd atau memberi pengertian terhadap persoalan budaya masyarakat yang salah kaprah yang dialami penerima manfaat PNPM GSC. c. Kelompok seni tayub, jaranan, wayang timlong, dan hadrah

Kelompok seni pertunjukan tradisi pada dasarnya cukup eksis di tingkat komunitas. Mereka sering diundang untuk mengisi acara dalam perayaan-perayaan hari besar nasional, bersih desa, perkawinan, dan khitanan. Kelompok seni tersebut ditempatkan sebagai bagian dari masyarakat terpinggir yang perlu perhatian dan dapat pula ditempatkan sebagai sasaran program. Dengan mengajak para pelaku seni tersebut, mereka dapat mewakili kelas terpinggir dan dapat pula menggerakkan masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan di masyarakat baik yang diinisiasi PNPM maupun di luar PNPM. Pelaku PNPM menuturkan,

“ ... pengalaman saya pribadi di Nganjuk kita belum sempat berpikir mencoba budaya dan mengkaitkan dengan partisipasi. Jika ini gagasan saja, memang ada beberapa potensi lokal ... khususnya dalam konteks partisipasi ... menggerakkan potensi mas Pardi dalam jaranan, harapannya masy miskin bisa hadir di forum-forum tertentu. Misalnya dalam MAD sosialisasi, yang jalan orang-orang resmi diundang padahal siapapun bisa saja hadir ... Orang yang tidak hadir malu karena tidak diundang. Seandainya ada pertunjukan, terbuka untuk umum ... siapapun boleh hadir ... di sela-sela itu kita bisa sosialisasikan program ... “ (Deni, Asisten Fastkab, 3 Nov 2012) “ ... perlu kita lihat tolok ukurnya ... sistem yang digerakkan PNPM dan fasilitator kurang bisa bergerak menemukenali budaya lokal ini menambah terpuruknya orang miskin. Artinya PNPM partisipasi baru level delegasi karena ada sistem yang secara internal berubah ... pelaku adat dan seni bisa gerakkan ini ...” (Fastkab Nganjuk, 3 Nov 2012)

Tidak semua kecamatan memiliki kelompok-kelompok seni tayub, jaranan, hadrah, wayang, yang mapan. Untuk itu perlu kajian potensi masing-masing kecamatan sebelum PNPM melibatkan pelaku seni dalam sosialisasi dan peningkatan partisipasi kaum miskin. 2. Desain manajemen PNPM MPd-GSC dan kelompok seni di daerah

Dalam menampilkan kegiatan seni untuk sosialisasi program, musyawarah PNPM MPd dapat digabungkan dengan PNPM GSC. Menurut penuturan Faskab GSC, dua tahun terakhir ini musyawarah MP dan GSC bisa disinkronkan. Musyawarah GSC biasanya dimulai bulan Juli, MP

Page 76: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

75

dimulai Januari. Tahun ini digeser dengan memadatkan RKTL tahun sebelumnya sehingga RKTL tahun ini bisa lebih awal. MAD Sosialisasi MP bersamaan dengan MAD alokasi dana GSC.

Musyawarah desa sosialisasi MP bersamaan dengan rapat persiapan pelaksanaan GSC. GSC lebih leluasa memadukan jadwal kerja karena waktu untuk perempuan hadir dalam musyawarah lebih fleksibel. Mereka bisa datang dengan membawa bayi atau mengasuh anak-anaknya.

Dari serangkaian diskusi dengan pelaku PNPM, mereka mengajukan RBM untuk menjadi wadah merencanakan dan mengkomunikasikan pendekatan budaya untuk sosialisasi PNPM di kab. Nganjuk. Jadi tidak perlu membuat wadah baru. Kegiatan dalam RBM diantaranya pelatihan penyusunan buletin dan pelatihan pengawasan berbasis masyarakat untuk aparat desa. Pada dasarnya RBM kabupaten Nganjuk tahun 2012 sudah bergerak ke arah budaya untuk sosialisasi PNPM dalam konteks yang lebih luas. RBM merencanakan panggung gembira, gelar kreatifitas, sarasehan, PNPM Award, dan lomba kampung PNPM. RBM menjadi wadah besar, berfungsi di bidang perencanaan dan pengawasan.

Jika di tingkat kabupaten ada RBM, maka di tingkat kecamatan ada tim penyelenggara event besar yang terdiri dari pelaku PNPM dan warga masyarakat. Sedangkan EO dipegang oleh UPK yang bertanggung jawab sebagai pengelola keuangan. Penampilan dalam sebuah kegiatan seni disesuaikan dengan latar belakang budaya masyarakat. Jika berlatar budaya agamis, maka musik rebana atau wayang kulit lebih cocok sebagai media dibandingkan tayub. Di tingkat kecamatan dan desa, berbagai kegiatan seni dapat ditampilkan untuk mendukung sosialisasi, meningkatkan partisipasi dan penggalian gagasan seperti dituturkan pelaku PNPM berikut ini,

“ ... pada dasarnya semua potensi yang ada, jaranan, hadrah, nyadran, sudah bisa digerakkan dalam partisipasi ... Pertama, masyarakat datang dalam sosialisasi, kadang dimobilisasi ... Misal masyarakat tidak seneng tidak datang. Kedua, pembahasan permasalahan yang ada, kumpul, ada kegiatan budaya, kita kasih umpan balik, penyelesaiannya bagaimana ... Kita bisa lakukan pendekatan budaya dalam PNPM ... “ (Deni, Asisten Fastekab, 3 Nov 2012)

Untuk kegiatan musyawarah sosialisasi, komunitas seni pertunjukan dapat diundang untuk tampil. Kehadiran mereka adalah juga kehadiran kelompok miskin dan terpinggir. Ini dapat mendorong tingkat kehadiran yang tinggi dari warga masyarakat miskin. Untuk penggalian gagasan, para kader dapat belajar dari Pak Wiyono menampilkan teater untuk mendorong pengeluaran ekspresi para penerima manfaat seperti sasaran dalam PNPM GSC.

Warga desa di manapun bisa mengambil contoh desa di kecamatan Sawahan yang memiliki komunitas seni di mana anggotanya adalah warga masyarakat pada umumnya, dari modin, kaum, hingga petani dan tukang kayu. Dalam pentas seni tersebut, warga masyarakat dapat menyampaikan kritik dan keluh kesah atas jalannya sebuah program atau dapat menjadi sarana mengungkapkan kebutuhan mereka. Kegiatan seni tersebut juga bisa menjembatani kaum miskin agar tidak malu atau enggan bersosialisasi dengan masyarakat lainnya. Keterlibatan kaum miskin dalam kegiatan seni dapat mengarah pada upaya pemberdayaan. Jika kelompok seni berkembang maka mereka dapat menyusun kegiatan sosial dan ekonomi berbasis pada kelompok seni yang mereka ikuti tersebut. Jika di kecamatan Sawahan kelompok seni lahir dari kelompok ekonomi jimpitan, bukan tidak mungkin pelaku seni yang dibentuk baru ini akan menjalin kerjasama sosial dan ekonomi. Untuk mempererat relasi penerima SPP, para penerima SPP dapat membentuk kelompok seni dan suatu waktu dapat menampilkan cerita bagaimana mendorong kerjasama antar penerima SPP atau mendorong penggunaan SPP secara efektif.

Page 77: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

76

Lampiran 4

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II Kabupaten Pamekasan

A. Latar Belakang

Kabupaten Pamekasan secara demografis memiliki penduduk 695.505 jiwa. Dengan kepadatan penduduk per Km2 cukup bervariatif. Secara administratif Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13 Kecamatan dan 189 Desa/Kelurahan. Beberapa mata pencaharian penting masyarakat Madura adalah petani lahan kering (jagung atau tembakau), peternak sapi, nelayan dan pengusaha garam.

Kabupaten Pamekasan sesungguhnya terbagi dalam kategori wilayah barat dan timur. Di

wilayah barat merupakan wilayah yang berwawasan Islam yang kuat dan wilayah timur adalah wilayah dengan wawasan Islam namun juga di sisi lain mengacu pada adat istiadat. Wilayah timur merujuk pada kedekatan hubungan dengan wilayah Sumenep yakni kraton Madura.27 Sementara wilayah barat adalah wilayah di mana Islam menjadi referensi religius di tingkat masyarakat. Di wilayah timur rujukannya adalah hal-hal yang bersifat keturunan sementara di barat, Kiai merupakan sebutan masyarakat bagi mereka yang memiliki ilmu Islam, baik yang memiliki atau mengelola pesantren, ahli kitab, Imam Masjid hingga paranormal pun disebut sebagai Kiai. Di wilayah barat patronase terhadap Kiai sangat besar.28

Warga di bagian timur yang berbatasan dengan Sumenep cenderung terbuka menerima

segala jenis seni tradisi termasuk tayub. Warga di bagian barat sangat lekat dengan tradisi santri dan cenderung sulit menerima tayub dan seni modern. Pemisahan ini juga berkait dengan karakter orang Madura, semakin ke barat semakin halus. 29

Masing-masing memiliki wilayahnya sendiri, namun di beberapa wilayah ada irisan antara

kedua tipe tersebut. Masing-masing memiliki karakternya sendiri. Di wilayah barat ditandai dengan tumbuhnya pesantren dan kiai memiliki posisi sentral di kalangan warga masyarakat. Di wilayah timur dapat digambarkan posisi klebun (kepala desa) sangat dominan. Seperti halnya Kiai, jabatan klebun ini sangat prestisius sehingga di banyak tempat tidak memiliki balai desa namun pemerintahan desa bekerja di rumah klebun ini. 30

Peran Klebun (kepala desa) sangat kuat dalam sistem kepemerintahan di desa. Menjadi

klebun itu menjadi penguasa yang sangat personal, maka jarang terdapat kantor desa karena di rumah Klebun itulah roda kepemerintahan desa diselenggarakan.31

Secara ekologis, Pulau Madura merupakan wilayah yang didominasi lahan kering. Kondisi

tanah tegalan yang tandus yang berimbas pada perilaku keseharian warga Madura. Secara umum masyarakat Madura dikelompokkan sebagai pekerja keras, terbuka, bertipikal kasar tetapi peduli pada lingkungan sekitar. Struktur ekologis tersebut sangat menentukan karakter masyarakat Madura. Tetapi ada perbedaan antara bagian timur dan barat. Tipikal keraton Sumenep yang priyayi banyak mempengaruhi perilaku keseharian mereka di wilayah timur. Masyarakat Madura semakin ke timur dikenal lebih halus dan santun. Pola ekosistem tegalan juga menujukkan pola pemukiman dan sekaligus organisasi desa. Di Madura, kebanyakan desa mempunyai pola desa tersebar, di mana perumahan penduduk terpencar dalam kelompok-kelompok kecil. Untuk 27

Dadang Kadarisman, Wakil Bupati Pamekasan 28

FK PNPM MP Kecamatan Larangan 29

Dadang Kadarisman, Wakil Bupati Pamekasan 30

FK PNPM MP 31

FK PNPM MP Kecamatan Batu Marmar, FK PNPM MP Kecamatan Larangan,

Page 78: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

77

mempersatukan desa-desa yang terpencar itu, perlu ada jenis organisasi sosial lain yang mampu membangunkan solidaritas. Di sinilah letak pentingnya agama dan kiai di pedesaan Madura.32

Masyarakat Indonesia mengenal masyarakat Madura itu mengkonsumsi jagung. Pada waktu

lampau, beras itu hanya dikhususkan untuk tamu dan untuk keperluan slametan. Namun sekarang ini berubah, kebanyakan masyarakat mengkonsumsi beras sebagai bahan makanan pokok sehari-hari.

Sapi merupakan ternak yang penting bagi masyarakat Madura, termasuk di Kabupaten

Pamekasan. Pada umumnya, sikap masyarakat Madura terhadap sapi adalah sebagai berikut: a) sebagai alat produksi; b) sebagai alat ekonomi; c) sebagai investasi dan d) sebagai status simbol. Pentingnya sapi dalam masyarakat Madura terlihat dari bagaimana mereka memperlakukan sapinya. Sapi biasanya berada dekat rumah bukan di kandang yang terpisah dan para lelaki yang memandikan sapinya. 33 Di Madura terkenal karapan Sapi dan festival Sapi Sonok, termasuk di Kabupaten Pamekasan.

Kekerasan sering menjadi stereotipe masyarakat Madura. Harga diri laki-laki Madura ada di

kaum perempuan, istrinya.34 Ini tampak jika sepasang suami istri berjalan, maka suami akan ada di depan istri. Maka carok sering terjadi karena alasan ini. Lelaki yang istrinya diganggu laki-laki lain dan tidak berani membacok maka harga dirinya akan runtuh. 35 Makam korban carok biasanya berada di depan rumah, pakaiannya tidak dicuci dan disimpan dalam almari. Setiap kali masuk rumah, anaknya akan selalu mengingat itu. Suatu saat sang anak akan membalas. 36

Masyarakat Madura saat ini sering mengalami perubahan yang radikal. Terutama berkaitan

dengan nilai-nilai. Di masa lalu, orang malu dianggap miskin. Lebih baik tidak dianggap miskin meski sesungguhnya dia tidak berpunya. Namun saat ini jika ada yang mencoret namanya dari daftar keluarga miskin, bisa jadi yang mencoret itu akan dibunuh. Ada persinggungan dengan dunia materialisme. Namun ada harapan yang menggembirakan bersamaan dengan usaha Kabupaten Pamekasan mempopulerkan batik Pamekasan. Saat ini banyak kaum muda yang mengenakan karena batik dikemas dalam paduan-paduan fashion kontemporer. 37

B. PNPM di Kabupaten Pamekasan Kabupaten Pamekasan telah memiliki pengalaman program PNPM dimulai dengan

pelaksanaan PPK tahun 1998 hingga Juli 2002, yang menjangkau 10 kecamatan yang meliputi 146 desa, dengan total nilai alokasi dana BLM sebesar Rp.16.000.000.000,­. Pada tahun 2002 hingga 2004, mendapatkan PPK Fase II; Siklus 4 untuk T.A. 2003, Siklus 5 untuk T.A. 2004 dan Siklus 6 untuk T.A.2005.

Pada tahun 2007 Kabupaten Pamekasan mendapat PNPM MPd di 6 kecamatan dan Pilot Project PNPM­Generasidi 6 kecamatan. Pada tahun 2008 kabupaten Pamekasan mendapat program PNPM MPd di 8 kecamatan dan Pilot Project PNPM Generasi Sehat dan Cerdas di 8 kecamatan.

Tahun 2009 kabupaten Pamekasan mendapat PNPM Mandiri Perdesaan di 12 kecamatan

32

Dadang Kadarisman, Wakil Bupati Pamekasan 33

Dadang Kadarisman, Wakil Bupati Pamekasan 34

Wakil Bupati Pamekasan 35

Kepala Desa Montok, Kecamatan Larangan 36

FK PNPM MP Kecamatan Batu Marmar 37

Wakil Bupati Pamekasan

Page 79: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

78

dan program PNPM Generasi Sehat dan Cerdas di 8 kecamatan. Pada tahun 2010 Kabupaten Pamekasan mendapatkan PNPM Mandiri Perdesaan di 26 Kecamatan yang menjangkau 190 Desa.

Tabel 1. Hasil Kegiatan Sarana Prasarana (1998 – 2011)38

No. Nama Sarana Fisik Satuan Keterangan

1 Jalan 728 Unit Jalan = 532.518 meter

2 Jembatan 33 Unit Jembatan =186 meter

3 Pasar Desa 8 Unit 23 los dan 21 kios

4 Air Bersih 8 Unit Perpipaan 20.942 meter,

5 MCK 6 Unit 34 MCK

6 Gedung Sekolah 36 Unit 76 lokal

7 Gedung Kesehatan 2 Unit 2 gedung polindes (7x12 meter = 2 unit)

8 Irigasi 34 Unit 16.783 meter

9 Talud (TPT) 26 Unit 5.604 meter

Di Kabupaten Pamekasan Proses perencanaan PNPM MPd maupun GSC telah terintegrasi dengan penyusunan RPJM Des sejak 2011. 39 RBM

Dibentuk tahun 2011 dan diketuai oleh ketua BKAD Desa Montok. Sudah pernah menyelenggarakan pelatihan media jurnalistik. Hasilnya, setiap kecamatan, di UPK menerbitkan buletin satu bulan sekali.

RBM ingin mendirikan radio komunitas agar penyebaran informasi dapat berlangsung secara kontinyu dan bukan hanya diberitakan oleh media lain. PNPM Kecamatan Larangan

Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan terdiri dari 14 desa, dengan luas wilayah 4.147 Ha. jumlah penduduk 50.144 jiwa, 11.885 KK. Sebanyak 3.864 KK dikategorikan keluarga miskin. Mata pencaharian masyarakatnya mayoritas adalah Petani. Dan potensi sumberdaya alam yang potensial adalah Batu Gunung. Adapun produk unggulannya adalah, Tembakau, Jagung dan Padi. Kecamatan ini terletak di sisi Timur dari pusat kota.

Kecamatan Larangan menerima PPK tahun 2001 - 2005, dilanjutkan PNPM MPd tahun 2009 hingga sekarang. Kecamatan Larangan menerima PNPM GSC sejak 2007. PNPM MPd selama ini lebih banyak berorientasi pada bidang fisik dan ekonomi, setelah ada PNPM GSC meluas pada bidang kesehatan dan pendidikan. Secara umum program tersebut belum menyentuh sisi kebudayaan untuk memandirikan masyarakat.

Yang disebut masyarakat miskin adalah a) mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan

ekonomi; b) mereka yang tidak memiliki asset dan c) mereka yang memiliki kases minimal sarana dan prasarana fisik untuk mendukung kegiatan ekonomi dan sosial. Dari 14 desa di Kecamatan Larangan, Desa Grujukan adalah desa yang partisipasinya paling rendah. Sebagian besar warganya bekerja ke luar kampung sebagai buruh (tukang becak, buruh tani, atau buruh sektor informal). Ketika musyawarah berlangsung malam hari, warga enggan datang karena capek. Sumberdaya ekonomi sangat minim, sebagian warga bekerja sebagai buruh batu bata putih.

38

Profil Selayang Pandang PNPM Kabupaten Pamekasan 2011, Bapermas Kabupaten Pamekasan 39

FK PNPM MP Kecamatan Larangan, FK PNPM GSC Kecamatan Larangan

Page 80: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

79

Untuk mensosialisaikan program-program PNPM baik MP maupun GSC, UPK Kecamatan Larangan menerbitkan buletin singkat berkala.

Dari 14 desa di Larangan, desa Grujukan adalah desa yang partisipasinya paling rendah.

Sebagian warga bekerja ke luar kampung sebagai buruh (tukang becak, buruh tani, atau buruh sektor informal). Ketika musyawarah berlangsung malam hari, warga enggan datang karena capek. Sumberdaya ekonomi sangat minim, sebagian warga bekerja sebagai buruh batu bata putih. Di antara desa-desa di Kecamatan Larangan, Desa Montok merupakan desa yang aktif kegiatan seninya. Ada sanggar karawitan yang diikuti para ibu, remaja, dan warga masyarakat. Karawitan mengiringi macapat, mamaca, tari, dan lagu-lagu masa kini.

Masalah dalam Pelaksanaan PNPM

Para pelaku PNPM baik MP Maupun GSC menilai bahwa tingkat pasrtisipasi masyarakat itu rendah. Proses PNPM dianggap terlalu terlalu teknis dan monoton, tidak ada sesuatu yang baru. Proses yang diulang dari tahun ke tahun. Di satu sisi proses yang padat dan rapat dalam PNPM itu sangat sering berbenturan dengan jadwal masyarakat. Terutama pada masa-masa tertentu dalam pertanian, yakni masa tanam atau masa panen atau jadwal masyarakat yang berkaitan dengan hajatan.40 Jumlah mereka yang hadir dalam peretemuan cenderung sedikit. Di sisi lain elit desa (termasuk klebun) sangat dominan dalam program ini.41 Indikasinya adalah para pelaku PNPM di tingkat desa dari tahun ke tahun hanya orang tertentu saja.42 Dirasakan oleh para pelaku PNPM di kecamatan masih kuatnya mind set masyarakat yang akan datang bila ada bantuan. 43

Oleh karena itu disusun sanksi lokal yang mengatur kuota jumlah minimal peserta dalam

pertemuan baik MD maupun MAD. Hanya pada MAD prioritas yang seringkali jumlah peserta yang hadir lebih banyak.44 Namun, yang terjadi saat ini pertemuan-pertemuan tersebut hanya untuk memenuhi kuota semata. Oleh karena itu pelaksanaan proses PNPM asal memenuhi kaidah PTO saja.45

Kondisi ini disadari oleh para pelaku PNPM, namun mereka merasa tidak memiliki ruang berkreasi akibat jadwal yang padat untuk banyak desa dan PTO yang membatasi. 46 Setting ini menyebabkan para pelaku PNPM di tingkat kecamatan sungguh-sungguh menjadi pekerja dan bukan lagi agen perubahan.47 Kegiatan para pelaku adalah mengejar target dan progress, termasuk administrasi kegiatan.48 Bahkan untuk minum dan mengobrol bersama masyarakat mereka kesulitan waktu.

C. Bentuk dan Jenis Budaya di Kabupaten Pamekasan

Kabupaten Pamekasan memliki Dewan Kesenian yang relatif aktif. Dewan kesenian ini hidup karena pengaruh wakil bupati yang juga seorang budayawan. Rumah dinas wakil bupati ini menjadi pusat aktivitas seni dan budaya. Rumah dinas wakil bupati ini disebut sebagai Pendopo Budaya.

Pendopo Budaya sebagai pusat interaksi kegiatan seni dan budaya di Kabupaten Pamekasan.

Di situ pulalah Dewan Kesenian Kabupaten Pamekasan berada. Di tempat itu aneka aktivitas seni

40

FK PNPM Batu Marmar 41

FK GSC Kecamatan Larangan 42

FK PNPM MP Kecamatan Larangan 43

FK PNPM GSC Kecamatan Larangan 44

FK PNPM MP Kecamatan Larangan 45

FK PNPM GSC Kecamatan Larangan 46

FK PNPM MP Kecamatan Batu Marmar, FK PNPM GSC Kecamatan Larangan 47

FK PNPM MP Kecamatan Larangan 48

FK PNPM MP Kecamatan Batu Marmar

Page 81: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

80

budaya dilaksanakan secara rutin. Ada latihan pencak silat, ada pula latihan menari untuk anak-anak dan sebagainya.

Namun, Pamekasan punya pengalaman berkaitan dengan seni pertunjukan. Ketika para

seniman sedang mempersiapkan panggung kesenian di dekat masjid di alun-alun, muncul teguran dari Kyai besar yang keberatan dengan pertunjukan di dekat masjid tersebut. Para seniman akhirnya memindahkan panggung yang sudah selesai disetting itu menjauhi masjib besar.49

Ada hambatan dalam hal berkesenian, yakni pandangan umum kaum ulama yang bersifat

ortodok. Hal ini sering menjadi permasalahan dan hingga kini dianggap belum memiliki titik temu seperti peristiwa di atas. Terutama berkaitan dengan pandangan ulama di wilayah bagian barat Pamekasan. Semakin ke barat semakin ketat. 50

Sebuah produser film meng-casting pemeran dan diperoleh seorang santri wanita dari sebuah

pesantren besar yang memiliki 4000 santri dan 2000 santri wanita. Mereka menghadap ke kiai pengasuh pesantren dan mendapatkan ijin. Oleh karena 20 % shooting film itu dilaksanakan di Singapura, maka disiapkan visa dan lain-lain untuk santri wanita pemeran itu, juga tante dan ustad yang akan mendampingi selama shooting. Selain singapura, shooting itu juga akan dilaksanakan di Pamekasan. Namun secara mendadak ada utusan dari kiai tersebut yang menyatakan sang santri wanita tersebut tidak diijinkan untuk terlibat dalam produksi film tersebut. Alasannya produksi film tersebut dianggap lebih banyak mudaratnya dibanding dengan manfaatnya. Maka gagallah produksi film itu dilaksanakan di Pamekasan. Film itu dilanjutkan dengan setting di Sumenep dengan pemeran yang berasal dari Sumenep. 51

Saat ini para seniman sedang cemas karena segera akan dilaksanakan pemilihan kepada

daerah yang baru. Wakil kepala daerah yang sekarang menjadi pelindung para seniman Kabupaten Pamekasan sudah dua kali menjabat dan tidak ingin menjadi birokrat lagi. Maka rumah dinas wakil bupati berikut pendoponya akan dikelola oleh wakil bupati terpilih. 52

Berkaitan dengan seni dan budaya, Kabupaten Pamekasan mempunyai even tahunan, antara

lain festival musik ul daul, festival dan lomba hadrah, festival batik dan sebagainya. Dalam kaitan dengan budaya Kabupaten Pamekasan menyelenggarakan Lomba Karapan Sapi (tanpa kekerasan), Festival Sapi Sonok dan Tasik Laut. 53

a. Karawitan

Jenis kesenian ini relatif luas dikenal di kalangan masyarakat Madura. Instrumen dalam Karawitan di Madura ini sama dengan karawitan Jawa dan hampir-hampir mengacu pada gamelan Jawa pada umumnya, ciri yang tampak iramanya relatif rancak. Ragam kesenian ini hampir dapat ditemukan di setiap kecamatan.

b. Wayang kulit Wayang kulit juga dikenal di Pamekasan. Hampir sama dengan wayang kulit di kebudayaan Jawa. Relatif sama dengan wayang kulit bergaya Blambangan. 54 namun sekarang ini dalang wayang kulit terutama yang berbahasa Madura ini sudah semakin langka.55

c. Macapatan 49

Wakil Bupati Pamekasan 50

Wakil Bupati Kabupaten Pamekasan 51

Anggota Dewan Kesenian Kabupaten Sumenep 52

Anggota Dewan Kesenian Kabupaten Sumenep 53

Wakil Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Sumenep 54

Kepala Desa Montok, Kecamatan Larangan 55

Anggota Dewan Kesenian Kabupaten Pamekasan

Page 82: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

81

Sesungguhnya ini merupakan adopsi budaya Jawa, yang bermakna sebagai puisi (Jawa) yang ditembangkan. Mengacu pada macapat di Jawa, puisi itu mengandung aturan jumlah baris dalam sebuah bait, jumlah suku kata dalam bait (guru wilangan) dan bunyi sajak akhir dalam setiap bait (guru lagu). Terdapat beberapa jenis puisi dan tembang yang berkembang di Madura, terutama di kelompok Macapat di Desa Montok, kecamatan Larangan. Tembang itu meliputi Artate, Kasmaran, Dhurma, Kenante (salanget), Maskumambang, Mejil, Pocung, Senom dan Pangkor. Puisi Jawa tersebut ditulis dalam aksara Arab (pegon) dan tulisan Jawa Hanaracaka. Di Desa Montok, puisi tersebut merupakan peninggalan yang ditulis di buku tulis, baik berkasara Arab Pegon maupun aksara Jawa. Macapatan atau juga dikenal sebagai mamaca dilakukan oleh dua orang, yakni pamaos yang bertugas menyanyikan dan seorang sebagai paneges yang menyampaikan makna naskah yang ditembangkan tersebut. Dipandu oleh seruling yang dimainkan, tembang tersebut dinyanyikan. Tembang Jawa yang dinyanyikan ini kemudian diterjemahkan dalam bahasa Madura yang disampaikan dalam bentuk tembang juga, bait-demi bait. Macapatan di Desa Montok ini sering juga diiringi oleh karawitan (gamelan). Jenis kesenian ini sering digunakan dalam acara tertentu seperti sunatan (selaman), upacara ruwatan. Dalam ruwatan ini jenis puisi tertentu yang ditembangkan. Pada saat mereka melaksanakan macapatan ini sering ada mereka yang meramalkan nasib (jodoh, pekerjaan dan sebagainya). Caranya dengan memberikan sejumlah uang ke pembaca, yang kemudian diselipkan ke lembaran dalam buku. Pembaca kemudian membuka buku tersebut dan membacakan satu bait, kemudian diterangkan dalam bahasa Madura maksud bait tersebut. Kelompok Macapatan di Desa Montok ini pernah diundang hingga ke Malang dan beberapa wilayah lain di Madura. Kelompok ini hingga kini jumlah anggotanya sekitar 20 orang, belum termasuk mereka yang memainkan karawitan, sebagian di antaranya adalah generasi muda. Tradisi semacam ini juga berkembang di pesantren ketika para wali menyiarkan Islam. Hingga kini masih dilakukan masyarakat untuk memperingati hajatan dan perayaan-perayaan agama dan sosial di desa. Pelaku seni membaca syair berhuruf Arab atau Jawa, pelaku yang lain memaknai dalam bahasa Madura. Macapat dan mamaca diiringi gamelan dan seruling. Pemainnya para orang tua.

d. Hadrah Merupakan jenis kesenian berkarakter Islami. Para pemainnya adalah para lelaki sebanyak 10 – 20 orang. Menggunakan tambur kecil atau tambur datar (terbang atau rebana) dan kadang dilengkapi dengan bedhug atau jidor. Biasanya Hadrah ini dipentaskan dalam rangka prosesi perkawinan, penyambutan jamaah haji, baik dipentaskan maupun dikirabkan. Jenis musik ini semula berkembang di pesantren dan kini berkembang juga di wilayah-wilayah basis Islam. Jenis kesenian ini dapat ditemukan di hampir semua kecamatan di Kabupaten Pamekasan.

e. Musik Ul Daul / Musik Kareta Merupakan musik khas yang merupakan hasil kreativitas masyarakat Pamekasan. Jenis musik ini muncul pada tahun 1999, pada saat Pulau Madura mengalami pemadaman listrik selama 3 bulan akibat jaringan listrik di bawah laut rusak. Jenis musik ini dapat dirunut pada masa sebelumnya yakni bunyi-bunyian atau musik yang

Page 83: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

82

digunakan untuk membangunkan orang menjelang sahur di bulan puasa. Umumnya saat itu disebut sebagai musik kentongan atau patrol. Warga—terutama kaum muda--memukul kentongan, drum, perkusi, rebana, dan gamelan untuk keamanan kampung. Kemudian pukulan perkusi ini dilengkapi dengan alat musik lain seperti gitar elektrik, perangkat gamelan dan sebagainya dan berkembang sebagai musik khas Pamekasan yang dipentaskan di panggung dan dalam karnaval. Hampir tiap desa mempunyai kelompok musik Ul Daul yang secara rutin dilombakan di itngkat kabupaten ini. Kelompok yang terkenal adalah kelompok Sakera.

f. Lodrok Teater rakyat yang menampilkan drama, tembang dan tari. Pertunjukan ini diiringi dengan perangkat gamelan. Dimainkan untuk perayaan atau hajatan memperingati lingkaran hidup manusia. Seluruh pemainnya laki-laki, termasuk pemeran perempuan yang adalah laki-laki yang berdandan seperti perempuan, berkebaya, bersanggul dan memakai kain.

g. Teater Gairah seni teater di Pamekasan cukup dinamis. Ada beberapa kelompok teater yang timbul tenggelam. Namun beberapa pelakunya masih ada. Salah satunya adalah seorang seorang guru yang pernah memiliki pengalaman di jaman Orde Baru mengggunakan media teater ini sebagai corong pemerintah, sebagai corong program. Teater juga berkembang di kalangan pesantren. Meskipun tidak sepenuhnya dijinkan oleh pesantrennya, mereka mencuri-curi waktu dan berkumpul untuk mementaskan seni teater. Teater di kalangan anak muda justru tumbuh di pesantren. Ada 6 kelompok teater di kecamatan Batumarmar di wilayah utara dengan sumber referensi dari internet, bukan cerita-cerita lokal lagi.

h. Sastra Dunia sastra juga berkembang di Pamekasan. Ada beberapa seniman sastra yang sering memunculkan tulisan-tulisannya di media umum.

i. Pencak Silat / Gul-gul Seni beladiri pencak silat diiringi musik gamelan. Dimainkan baik oleh laki-laki maupun perempuan dan dipentaskan pada acara-acara tertentu di desa oleh anak-anak muda.

j. Tari-tarian Ada banyak ragam tari tradisi maupun tari kontemporer berbasis tradisi. Misalnya, Tari Topeng Gethak: penarinya bertopeng Prabu Baladewa diiringi gamelan; Tari Ronding: ditarikan kaum perempuan berkostum mirip prajurit Belanda.

k. Karapan Sapi Karapan sapi adalah perlombaan pacuan sapi di Pulau Madura. Sebuah kereta kayu ditarik oleh sepasang sapi yang beradu cepat dengan pasangan sapi yang lain. Tradisi ini diselenggarakan setelah masa panen. Saat ini karapan sapi ini merupakan pesta rakyat. Selain diselenggarakan oleh pemerintah daerah setahun sekali, beberapa kelompok masyarakat menyelenggarakan 3 bulan sekali. Namun Karapan sapi saat ini terdapat perbedaan pendapat. Para Kyai melarang karapan sapi yang dilaksanakan dengan kekerasan, memecut sapi agar berlari lebih cepat hingga berdarah. Kalangan ini menyelenggarakan perlombaan “resmi” karapan sapi yang didukung pemerintah tanpa kekerasan setahun sekali. Namun di pihak lain, karapan sapi dengan cara lama dengan pecut tetap diselenggarakan oleh masyarakat. Karapan Sapi ini dilaksanakan pada bulan September hingga bulan Nopember, yang puncaknya pada tingkat Pembantu Gubernur Madura yang memperebutkan Piala Presiden yang dikenal dengan sebutan Kerap Gubeng.

l. Sapi Sonok

Page 84: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

83

Sapi Sonok adalah kontes pasangan sapi betina yang terdiri dari jenis ras Madura, dengan kriteria penilaian: kecantikan, penampilan, dan kekompakan dalam berlaga di arena kontes. Di Kabupaten Pamekasan, kontes sapi sonok biasanya diselenggarakan di Desa Waru Barat Kecamatan Waru ± 34 Km arah utara dari Kota Pamekasan.

m. Petik Laut/ Rokat Tasek Upacara pembuangan sesaji ke laut sebagai tanda penghormatan karena laut telah memberi kehidupan dan penghidupan. Diselenggarakan setahun sekali oleh masyarakat nelayan di wilayah Pamekasan utara. Dalam penyelenggaraan ritus adat ini diramaikan dengan acara kesenian, seperti karawitan, tari-tarian, macapat dan wayang kulit. Salah satu lokasi ritual ini ada di Pantai Talang Siring, yang berada di Desa Montok Kecamatan Larangan, berjarak ± 14 Km arah timur dari Kota Pamekasan.

D. Kelompok Seni / Komunitas Seni

1. Dewan kesenian Kabupaten Pamekasan

Dimpimpin seorang mantan aktor namun sekarang tidak aktif karena sakit. Dewan ini dalam beberapa periode ini relatif eksis. Ini berkat dukungan Wakil Bupati Pamekasan yang peduli dengan budaya Pamekasan, pemerhati kebudayaan yang dekat dengan para seniman. Salah satu pendopo di Rumah dinas Wakil Bupati digunakan sebagai ruang aktivitas seni dan budaya, disebut sebagai Pendopo Budaya. Di Pendopo Budaya ini juga digunakan untuk kegiatan seni seperti latihan tari, latihan silat dan sebagainya. Melalui kedekatan dengan wakil bupati ini seniman di Pamekasan memiliki ruang berkiprah yang lebih luas, meskipun suatu ketika Bupati Pamekasan yang seorang Kyai melarang pementasan kesenian yang sudah disiapkan cukup lama dilangsungkan di dekat pendopo kabupaten. Karena itu, pementasan itu dipindah lokasinya dan tidak seperti yang direncanakan. Di dalam dewan kesenian ini berhimpun banyak seniman: tari, musik, pelukis dan seni rupa, teater dan sastra. Di antara mereka yang aktif di dewan kesenian selain aktif dalam bidang seni mereka juga bekerja sebagai guru, wartawan, pegawai negeri dan wiraswastawan dan tidak semua yang aktif di dewan kesenian ini memiliki kelompok seninya sendiri. Di Dewan Kesenian ada berbagai macam bidang. Bidang yang dimaksud adalah bidang sastra, bidang musik, seni rupa; bidang teater dan film dan sebagainya.

2. Sanggar Seni Putra Meonk (Pimpinan Pak Mamang)

Sanggar musik Ul Daul ini relatif dikenal masyarakat. Selain usianya sudah cukup lama juga sering berpentas baik di Pamekasan maupun di luar kota seperti Surabaya, Malang dan Jakarta. Prestasi terbesarnya adalah pementasan di Korea. Kelompok ini sudah memiliki album hasil karya mereka.

3. Sanggar Seni Mela’ Ate’ (Pimpinan Pak Bahar, pelatih musik: Pak Yoyok).

Sanggar ini merupakan pecahan dari sanggar Putra Meonk. Kelompok ini mengkhususkan diri pada jenis musik Ul Daul, yakni seni musik perkusi dengan instrumen drum plastik yang besar, gamelan, instrumen elektrik seperti gitar, bas dan kiboard. Kelompok ini didukung oleh anak-anak muda, anak sekolah baik laki-laki maupun perempuan. Mereka menyelenggarakn latihan rutin. Selain bermain di jalanan mereka juga mementaskan musik tersebut di panggung. Kelompok ini sering berpentas di pamekasan, di Malang dan

Page 85: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

84

pernah pentas di Jakarta.

4. Sanggar Karawitan di Desa Montok, Kecamatan Larangan

Ini merupakan kelompok komunitas di Desa Montok. Ada 2 kelompok karawitan di Desa Montok ini. Yang pertama terdiri dari kelompok campuran laki-laki dn perempuan. Kelompok laki-laki relatif terkenal dan sering berpentas di luar desa. Pernah juga diundang berpentas di Malang untuk mengiringi pernikahan seorang pejabat dan mengiringi macapat. Kelompok ini sering juga berpentas di vihara Avalokitesvara. Dengan bermodalkan karawitan ini di Desa Montok pernah memiliki pemain tayub (sinden) yang cukup terkenal dan sering mendapatkan undangan pentas baik di acara-acara adat dan acara kepemerintahan. Namun 2 tahun lalu, suami sang penayub ini mati karena carok. Suami tersebut dibacok oleh penggemar tayub yang tergila-gila padanya. Setelah itu, hingga kini kelompok ini belum memiliki penayub. Lebih mudah mencari penyanyi dari pada mendapatkan sinden atau tayub. 56

5. Kelompok Memaos di Desa Montok, Kecamatan Larangan

Kelompok ini sesungguhnya terdiri warga di Desa Montok yang terkait dengan kegiatan karawitan. Kelompok ini cukup dikenal karena sering tampil dalam ritus-ritus hidup di Pamekasan. Anggotanya beragam namun pada umumnya berusia tua. Hingga kini masih bertahan karena dukungan klebun desa Montok yang support terhadap kegiatan seni ini.

6. Seniman Teater

Di dewan kesenian tergabung banyak seniman teater. Namun umumnya sekarang tidak aktif dan bekerja sebagai guru. Salah satu komunitasnya adalah Kolom Teater Pamekasan yang dibentuk 2 tahun lalu. Komunitas yang berbentuk seperti arisan ini, yang pengurusnya dipilih per tiga bulan ini, terdiri dari komunitas 3 teater kampus, juga beberapa teater di Sumenep. Kelompok ini tiap 3 bulan sekali berganti. Setiap 3 bulan berkegiatan, diskusi budaya, workshop penyutradaraan, dst.57 Di sekitar pantai utara, teater ini berkembang pesat. Di kecamatan Batu marmar berkembang setidaknya 6 teater di pesantren-pesantren. Kelompok teater ini tidak mementaskan teater tradisional tetapi peristiwa kontemporer yang mereka ambil dari internet. Namun, jika pementasan dilaksanakan di pesantren, maka harus mengikuti kaidah yang ada pesantren. Wanita tidak boleh menonton dan tidak boleh tampil. Aturan ini diterapkan juga di kampus-kampus yang berbasis pesantren.

E. Usulan Disain

Para pelaku PNPM mengusulkan kegiatan budaya ini dikelola oleh RBM di itngkat kabupaten. Saat ini di RBM telah terbentuk pokja media, advokasi dan hukum serta CBM, maka perlu ada tambahan pokja budaya. Di dalam pokja ini kegiatan budaya dipersiapkan dan diimplementasikan. Di tingkat kecamatan pokja RBM akan dibantu oleh TPM untuk melaksanakan tugas-tugas ini. Persiapan itu meliputi identifikasi, penguatan kapasitas seniman (pelatihan dan atau workshop) dan perencanaan. RBM memfasilitasi pelaku seni bersama pelaku PNPM Kecamatan melakukan penggalian gagasan dan menyusun formulasi kegiatan budaya dalam

56

Kepala Desa Montok, Kecamatan Larangan 57

Pak Ndut, Anggota Dewan Kesenian Kabupaten Pamekasan

Page 86: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

85

PNPM. Pelaksanaan kegiatan meliputi pilihan tahap kegiatan dan penetapan jenis-jenis budaya yang akan dilibatkan. Dana dikelola oleh RBM. Jenis dana yang diusulkan adalah DOK dan BLM.

Page 87: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

86

Lampiran 5

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II Kabupaten Timor Tengah Utara

A. Latar Belakang

Kabupaten Timor Tengah Utara yang berada di ketinggian 100 – 1500 M di atas permukaan laut itu luas wilayahnya 2.669,70 Km². Terdiri dari 24 kecamatan, 143 desa dan 31 kelurahan. Jumlah penduduknya sebanyak 229.182 Jiwa dan laju pertumbuhan penduduknya sebesar 1,7 %. Hampir 90 % penduduknya beragama Katholik. Beberapa wilayah kabupaten ini berbatasan dengan Timor Leste. Di masa lalu di kawasan kabupaten TTU ada 3 swapraja yakni swapraja biboki, swapraja Insana dan swapraja miomaffo. Meomafo memiliki 8 Wilayah Kefetoran yang dipimpin oleh fetor (setara dengan bupati saat ini), Insana memiliki 5 Wilayah Kefetoran dan Biboki terdiri dari 5 wilayah Kefetoran. Pembagian wilayah ini menjadi salah satu cara membagi TTU saat ini dalam kecamatan-kecamatan. 58

Terdapat stratifikasi sosial di kalangan masyarakat TTU, yang meskipun sesungguhnya merupakan warisan masa lalu namun saat ini masing berlangsung terutama dalam kaitannya dengan adat. Yang tertinggi adalah raja (usif), panglima (amaf), meo, dan terakhir adalah rakyat kebanyakan (abilat absoot). Rakyat kebanyakan ini dalam saat-saat tertentu harus memberikan upeti pada sang raja.59 Stratifikasi sosial ini meski dianggap telah usang tapi pada dasarnya masih memegang peran penting di masa kini. Jika Camat adalah usif, maka dia lebih mudah menggerakkan masyarakat untuk terlibat dalam berbagai kegiatan.60

Basis kultural masyarakat TTU pada umumnya ada di dalam ritual adat yang bertumpang tindih dengan agama kristen (terutama katholik). Bahkan kadangkala justru ritus adat lebih kuat mengikat daripada ritus liturgi katolik. Adat yang kuat masih berlaku, terutama pada ritual daur hidup seperti kelahiran, baptis, perkawinan dan kematian. Ikatan terhadap adat ini tampak juga pada rumah adat, yang berada di desa-desa sebagai pusat kegiatan adat dilaksanakan. Rumat adat ini umumnya berupa rumah bulat (lopo) dengan atap rumput ilalang. 61

Selain struktur pemerintahan desa seperti yang berlaku secara nasional, di TTU juga dikenal juga lembaga masyarakat adat yang mengatur permasalahan di masyarakat. Dalam kaitannya dengan yurisdiksi nasional, persoalan-persoalan di kalangan masyarakat diselesaikan melalui lembaga masyarakat adat tersebut. Apabila tidak ada keputusan yang memuaskan, persoalan tersebut akan dibawa ke hukum nasional. 62

Di wilayah desa terutama ada pembagian wilayah berbasis adat, yakni berbasis kesukuan. Masing-masing memiliki rumah adat kecil yang mencakup suku-suku kecil di desa tersebut. Namun, di tingkat desa ada rumah adat besar yang digunakan untuk seluruh desa. Di rumah adat ini disimpan aneka perangkat dan sarana ritual, termasuk di dalamnya alat-alat musik seperti gong, gendang dan sebagainya yang digunakan khusus untuk ritual adat. Untuk menggunakan perangkat tersebut biasanya dilakukan ritus-ritus tertentu. 63

Bahasa yang sehari-hari digunakan masyarakat TTU adalah bahasa Dawan namun di masing-masing wilayah ada dialek dan ada perbedaan tekanan dalam berbicara. Dengan mendengar dialeknya masyarakat TTU dapat mengidentifikasi seseorang itu berasal dari wilayah nama, selain nama fam (nama keluarga). 64

58

Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten TTU 59

Salle Funan, Aktivis Mudika Sasi 60

Emanuel Oki, Ketua UPK Kota Kefamenanu 61

Salle Funan, Aktivis Mudika Sasi 62

Kepala Desa Fatuneno 63

Tetua Adat Desa Fatuneno 64

Kepala Badan Pemberdayaan Desa Kabupaten TTU

Page 88: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

87

Di wilayah tertentu kekerasan antarwarga sering terjadi. Terutama di Kecamatan Biboki Utara. Setiap ada acara yang mengundang banyak orang rawan dengan perkelahian. Dalam satu tahun ada 5 kasus pembunuhan. 65

B. PNPM di Kabupaten Timor Tengah Utara

Dari 24 kecamatan yang ada di TTU, semua kecamatan memperoleh program PNPM. Terdapat setidaknya 4 program PNPM yang pernah dan sedang dilaksanakan di Kabupaten TTU yakni: a) PNPM Mandiri Pedesaan, b) PNPM Pasca Krisis, c) PNPM Perbatasan dan d) PNPM GSC. 66

Untuk melaksanakan 4 program di atas, di tingkat kabupaten terdapat Fasilitator kabupaten baik faskab MP maupun GSC, yang dilengkapi oleh fasilitator teknik kabupaten, fasilitator keuangan baik MP maupun GSC dan dsertai oleh asisten Fasilitator Kabupaten teknik.

Di tingkat kecamatan terdapat Fasiltator Kecamatan (FK), yang tediri FK Teknik maupun FK pemberdayaan PNPM Mandiri Pedesaan maupun GSC. Untuk masalah keuangan dilengkapi oleh UPK (unit Pengelola Keuangan), yang terdiri dari Ketua, sekretaris dan bendahara. Ada tambahan bendahara lagi untuk mengelola PNPM generasi. Selain itu terdapat Penlok yang menjadi asisten FK.

Dalam pelaksanaannya FK bertugas memastikan seluruh tahapan kegiatan dapat dilangsungkan. Saat ini antara proses PNPM MPd dan GSC dapat dilangsungkan secara simultan karena ada ketetapan untk mengintegrasikan seluruh perencanaan PNPM dengan penyusunan RPJM Desa. 67

Untuk itu, karena jadwal mulainya perencanaan baik PNPM MPd, Generasi maupun musbandes tidak sama, pelaksanaan kegiatan tersebut disatukan. Pada tahun 2012 MAD Sosialisasi dipadukan, baik untuk PNPM MPd, GSC dan Perbatasan dilaksanakan bersama-sama, demikian juga pada MD Sosialisasi. Namun karena proses dan tahapan, terutama pada MP dan GSC tidak sama, maka diusahakan agar proses perencanaannya selesai dengan disusunnya RPJM Desa. Dengan load sebesar itu apalagi jumlah desa yang ada cukup banyak maka kualitas proses tersebut dianggap kurang optimal. 68

Di tingkat kecamatan, seluruh keuangam program dikelola oleh UPK. Dengan jumlah personalia yang ada mereka mengaku sangat padat kegiatannya. Padatnya kegiatan itu, baik di tingkat FK maupun UPK mereka sebut sebagai bekerja on line. Mereka harus bekerja hingga larut malam atau bahkan harus menginap di kantor UPK. Apalagi jika kalau pengajuan dana secara serentak dilaksanakan di antara PNPM MPd, PNPM Pasca Krisis, PNPM Perbatasan dan PNPM GSC mereka merasa sangat kewalahan. Hal ini juga berlaku dalam hal administrasi pelaporan. 69

Dari para pelaku PNPM baik di tingkat kabupaten maupun kecamatan saat ini dirasakan partisipasi masyarakat cenderung mengalami penurunan. Partisipasi masyarakat dalam proses PNPM saat ini rendah. Terlebih di dalam pertemuan-pertemuan di tingkat desa. Ada banyak sebab mengapa partisipasi masyarakat sekarang ini cenderung menurun. Di awal program PNPM keinginan tahu masyarakat tinggi dan masyarakat antusisas hadir dalam pertemuan-pertemuan namun seiring berjalannya waktu antusiasme masyarakat semakin menurun. Ini juga terkait dengan usulan-usulan diajukan sebelumnya tidak diakomodir oleh program, ini menurunkan tingkat partisipasi masyarakat. Ketiga, program harus menyesuaikan dengan jadwal masyarakat. Oleh karena itu, kita harus peka dengan jadwal itu. Konsekwensinya pertemuan dilaksanakan malam hari, namun dengan beberapa program di desa hal ini sulit dilaksanakan. Untuk Musdes sebaiknya dilakukan pada siang hari dan musdus bisa dilaksanakan malam hari. Partisipasi anak muda juga dirasakan sangat minim. Banyak anak muda yang tidak punya pekerjaan, lebih banyak 65

Sherly, FK PNPM MP Biboki Utara 66

Faskab PNPM MP Kabupaten TTU 67

Faskab PNPM MP Kabupaten TTU 68

Sri Wulan Sari, FK MP Kecamatan Meomafo Barat, Yati Tabelokh, FK PNPM GSC Kecamatan Meomafo

Barat 69

Ketua UPK, FK PNPM MP, FK GSC Kecamatan Miomafo Barat

Page 89: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

88

mabuk dan menjadi tukang ojek. 70 “ … jika sekarang kita keliling desa paling yang tahu PNPM hanya berapa orang saja. Dalam MD hanya orang tertentu yang hadir. Jika masyarakat ditanya mengenai PNPM banyak yang tidak tahu, padahal dia pemanfaat …”71 Namun karena dituntut untuk menyelesaikan program menurut tenggat waktu, terutama pada

saat perencanaan yang terintegrasi dengan RPJM Desa, kehadiran perangkat desa sebegai representasi masyarakat dianggap cukup memenuhi, meskipun sesungguhnya mereka paham ini tidak optimal. 72

Rata-rata usulan kegiatan adalah kegiatan fisik seperti yang digambarkan di tabel di bawah ini. Sesungguhnya ada beragam usulan yang diajukan masyarakat, termasuk di luar kegiatan fisik namun selalu kalah dalam proses penentuan prioritas dalam PNPM MPd. Namun ketika ada program PNPM Perbatasan usulan mengenai peningkatan kapasitas atau pelatihan itu bisa diakomodasi. Kegiatan tersbut meliputi pelatihan perbengkelan; Mebeler, Menjahit dan Tenun ikat.

Tabel 1. Hasil Kegiatan PNPM Kabupaten TTU tahun 1999 – 2010

(PNPM MPd, Perbatasan, Pasca Krisis dan GSC) NO KEGIATAN TOTAL VOLUME SATUAN

1 JALAN 129.844 M

2 JEMBATAN 57 UNIT

3 AIR BERSIH PERPIPAAN 359 UNIT

4 LISTRIK DESA 51 UNIT

5 IRIGASI 17.726 M

6 PAH 143 UNIT

7 POS KESEHATAN 32 UNIT

8 GEDUNG SEKOLAH 108 UNIT

9 PAUD 7 UNIT

10 POSYANDU 57 UNIT

11 POLINDES 40 UNIT

12 SUMUR GALI 54 UNIT

PNPM di kabupaten TTU memiliki pengalaman melibatkan kesenian dan tokoh adat dalam

proses PNPM. Pelibatan tokoh adat biasanya pada saat akan mengawali proses pembangunan (gedung) seperti peletakan batu pertama. Sementara kegiatan kesenian umumnya ditampilkan dalam MDST (Musyawarah Desa Serah Terima). 73 Ruang Belajar Masyarakat (RBM)

Ruang Belajar Masyarakat yang disingkat RBM adalah salah satu program dalam PNPM Mandiri Perdesaan merupakan sebuah program yang dirancang untuk memberikan ruang yang lebih luas bagi masyarakat perdesaan dalam mengelola partisipasi masyarakat di berbagai proses pembangunan yang ada di daerahnya. Dengan adanya program ini, maka diharapkan akan muncul kultur belajar di kalangan masyarakat yang terstruktur, terorganisir dan sistimatis serta dilakukan secara terus menerus. Sasaran program ini adalah semua pelaku PNPM Mandiri Perdesaan baik pada tingkat desa hingga tingkat Kabupaten, baik bagi masyarakat sendiri, fasilitator maupun

70

Sherly, FK PNPM MP Kecamatan Biboki Utara 71

Emanuel Oki, ketua UPK kota Kefamenanu 72

Sri Wulan Sari, FK MP Kecamatan Meomafo Barat 73

Sri Wulan Sari, FK MP Kecamatan Meomafo Barat, Yati Tabelokh, FK PNPM GSC Kecamatan Meomafo

Barat

Page 90: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

89

aparat pemerintah memiliki konsen terhadap upaya – upaya pemberdayaan masyarakat miskin perdesaan.

Tujuan pengembangan RBM adalah terbentuknya proses belajar kolektif masyarakat, tersedianya sarana dan prasarana menunjang peningkatan kapasitas masyarakat. Selain itu, berkembangnya kegiatan berbasis pengalaman lokal, diperkuatnya peran dan tugas pelaku dalam pengembangan ruang belajar serta dikembangkannya tempat pelatihan masyarakat desa, kecamatan dan kabupaten.

Di kabupaten TTU dibentuk juga RBM yang berada di bawah koordinasi Faskab PNPM Mandiri Perdesaan. Memiliki 3 kelompok kerja: Pokja Media, Pokja Adovasi dan Pokja Community Based Monitoring. RBM ini melatih pelaku PNPM dan masyarakat dalam pengembangan media (buletin) yang rutin diterbitkan, pelatihan advokasi hukum dan pelatihan monitoring partisipatif.

C. Jenis budaya dan kesenian

Kabupaten TTU tidak memiliki dewan kesenian. Pejabat di kabupaten ini menganggap budaya dan tradisi itu penting. Pemerintah daerah kabupaten TTU mewajibkan semua PNS untuk berpakaian adat Timor setiap bulan sekali, yakni setiap sabtu di minggu pertama setiap bulan. 74

Ragam budaya dan seni di Kabupaten TTU umumnya berkembang bersama ritual adat.

Kesenian tersebut biasa ditampilkan pada saat ritus-ritus adat. Namun di tingkat pemerintah

daerah dalam kaitannya dengan kesenian menyelenggerakan even tahunan seperti lomba natoni

yang diselenggarakan setahun sekali.

1. Gong Merupakan seni musik untuk mengiringi tarian yang juga disebut sebagai tarian gong. Ditarikan oleh baik perempuan maupun laki-laki. Instrumen musik ini meliputi gong (berupa gamelan semacam kenong atau bonang dalam kultur Jawa) berjumlah 6 (enam) dan gendang yang dipukul menggunakan stick. Penabuh gong ini umumnya adalah wanita. Dalam Musik gong ini terdapat syair yang dinyanyikan. Di wilayah Biboki disebut tarian Likurai. Tarian gong merupakan tarian yang ditarikan oleh laki-laki dan perempuan. Tarian ini diiringi oleh musik gong, yang terdiri dari gendang dan gong (seperti kenong di Jawa) sebanyak 5 buah. Ini merupakan tari pergaulan di mana orang yang mendapatkan selendeng wajib untuk ikut menari. 2. Seruling bambu Seni suara. Ditampilkan pada saat upaca adat. 3. Bidu

Adalah tari pergaulan yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, yang juga dapat diikuti oleh orang lain. Yang membedakan dengan gong adalah, tarian ini diiringi oleh bijola gong (gitar kecil atau cuk yang terbuat dari kayu dan dibuat sendiri dengan tali senar) dan biola. Biola juga dibuat oleh masyarakat sendiri. Dalam ragam seni ini ada nyanyian. 4. Biola (Bijola Heo) adalah kegiatan seni musik. Instrumennya terdiri dari cuk (gitar kecil) dan biola yang dibuat oleh warga masyarakat sendiri. Alat musik hoe ini adalah alat musik gesek tradisional yang khas dan banyak dijumpai di pulau Timor. Struktur Instrumen ini seperti biola. Terbuat dari kayu dan penggeseknya dari ekor kuda yang dirangkai menjadi satu ikatan pada kayu penggesek yang berbentuk seperti busur. Alat musik ini terdeiri dari 4 dawai yang umumnya terbuat dari usus kuskus. Bijol adalah instrumen petik yang secara struktur menyerupai cuk (gitar kecil). Terbuat dari labu hutan atau kayu sebagai resonansi. Terdiri dari 4 dawai yang terbuat dari usus kuskus. Musik ini digunakan untuk mengiringi lagu-lagu dan untuk mengiringi tarian. Musik dan tarian

74

Wakil Bupati TTU

Page 91: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

90

BOX. 1. Pengalaman Kalurahan Aplasi,

Kecamatan Kefamenanu Kota

Kalurahan yang dipimpin oleh seorang perempuan ini

mendapatkan program PNPM MP tahun 2012.

Masyarakat di kalurahan tersebut bersepakat

membangun 1 unit bangunan perpustakaan SMK

Yayasan Katholik yang ada di Kalurahan tersebut.

Pada saat peresmian bangunan tersebut

diselenggarakan juga beberapa kegiatan kesenian.

Pelaku seni itu adalah murid-murid, guru SMK dan

masyarakat Kalurahan Aplasi.

Ada beberapa jenis kesenian yang tampil bersama

upacara peresmian gedung tersebut. Yang pertama

adalah tarian penyambutan. Mereka yang disambut

adalah Kepala Desa, pelaku PNPM tingkat kabupaten.

Mereka menyambut di gerbang sekolah. Ada 4 penari

yang menyongsong atau menyemput para tamu.

Tarian itu diiringi oleh kaset. Para tamu berjalan

mengikuti penari untuk menuju ke gerbang. Kedua,

natoni, kata-kata penyambutan yang diikuti pemberian

selendang kepada para tamu. Ketiga, Jai, tari

pergaulan dari Flores, mirip dengan bonet. Mereka,

guru, murid, masyarakat bersama-sama menari

melingkar diiringi nyanyian bersama organ. Keempat,

tarian Tebe. Tebe adalah semacam dansa.

ini biasa ditampilkan dalam acara adat. 5. Ronggeng Ronggeng adalah tari pergaulan, hampir mirip dengan bidu.

6. Tebe Merupakan tari pergaulan seperti dansa. Penarinya adalah berpasangan laki-laki dan perempuan yang saling memegang tangan dan salah satu tangan memegang pundak lawan mainnya. Gerakan kaki Saat ini biasanya diringi dengan organ tunggal dengan penyanyinya.

7. Jai Adalah tari pergaulan. Para penari tersusun dalam lingkaran. Siapa saja boleh manri. Jika banyak orang terlibat, lingkaran bisa menjadi lebih luas atau menambah lingkaran kecil di dalam lingkaran besar. Jai ini merupakan tarian dari Flores, yang diiringi oleh organ dan atau tape.

8. Natoni atau Takanap

Biasanya diselenggarakan untuk penyambutan atau menerima tamu yang disampaikan dengan ungkapan rangkaian kata-kata dalam bahasa tinggi Dawan dan ditimpali oleh orang-orang yang terlibat di dalam matoni tersebut. Natoni ini dilakukan oleh 6- 12 orang, yang biasanya adalah para lelaki. Peserta natoni ini menggunakan pakaian adat. 9. Teater atau drama Pertunjukan teater atau drama selama ini dimainkan dalam wilayah terbatas seperti dalam acara gereja. Pementasan tablo dan drama biasanya dilaksanakan dalam acara-acara besar gereja, seperti paskah dan Natal.

D. Komunitas Seni

1. Sanggar Seni Biin Mafo, Kefamenanu Dimpimpin oleh seorang keturunan Ende Flores, pensiunan PNS. Beranggotakan sekitar 25 oarng laki-laki mapun perempuan, pada umumnya remaja dan anak-anak sekolah. Mereka menyelenggarakan latihan rutin di antara para anggotanya. Mengembangkan kesenian TTU dan ragam budaya TTU kreasi baru. Kelompok ini relatif terkenal di TTU. Sering menjadi wakil TTU dalam ajang kesenian baik di tingkat Kabupaten, Propinsi dan nasional. Sanggar ini pernah mementaskan teater atau drama. Naskahnya disusun oleh orang lain.

2. Komunitas Seni Masyarakat Adat Desa Fatuneno Fatoneno adalah salah satu desa di Kecamatan Miomaffo Barat. Di desa tersebut terdapat lembaga masyarakat adat. Dalam kiprahnya, lembaga adat ini merupakan wadah untuk menyelesaikan permasalah yang ada di masyarakat, selain masalah pidana. Kegiatan kesenian ini merupakan salah satu bagian dalam hidup keseharian masyarakat. Ada saat-saat tertentu masyarakat menyelenggarakan ritual adat seperti perkawinan, kematian, kelahiran juga dalam tahap kegiatan pertanian, seperti ketika mau menanam dan

Page 92: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

91

panenan. Dalam ritual adat ini diselenggarakan juga kegiatan tarian gong dan bonet, biyola dan bilut (bidu). Semua alat dan instrumen kesenian ini disimpan di rumah adat. Untuk mengelurkan benda adat tersebut harus disertai ritus tertentu, dengan sirih pinag dan sopi (minuman destilasi dari pohon lontar). Kelompok ini merupakan salah satu bagian dari lembaga adat tersebut. Tidak ada latihan rutin. Kaderisasi dilakukan secara alamiah. Oleh karena itu banyak anggota kelompok seni ini terdiri dari kaum tua.

3. Mudika Gereja Sasi Kelompok ini merupakan kumpulan pemuda dan pemudi Gereja Sasi. Kegiatan utamanya semula adalah paduan suara. Kelompok paduan suara ini sering diminta untuk tampil di gereja-gereja Katholik di pulau Timor, termasuk di tampil di Katedral Atambua. Seiring berjalannya waktu dan tumbuhnya kesadaran akan identitas budayanya, mereka tampil menyanyikan lagu daerah dan tarian daerah. Selain paduan suara, kelompok ini pernah mementaskan tablo Paskah dan drama dalam perayaan Natal. Kelompok ini mempunyai pengurus yang dipilih 2 tahun sekali dan dengan pendanaan yang cukup mapan. Selain dari umat, dana diperoleh dari kegiatan mereka tampil di gereja-gereja. Kini kelompok ini mempersiapkan terbentuknya sanggar untuk kaderisasi pemuda pemudi untuk menyanyi dan menari daerah.

E. Usulan Disain KK II

Dari versi pelaku PNPM, kegiatan KK II dipusatkan di kecamatan. Dilaksanakan baik di tingkat kecamatan maupun desa. Dilaksanakan oleh pelaksana PNPM kecamatan, yakni Penlok. Penlok memfasilitasi media kesenian, akan ditampilkan kapan dan dalam pertemuan tingkat mana. Penlok bertanggung jawab kepada FK. Untuk pertama kali perlu adanya identifikasi kelompok seni yang ada di kecamatan tersebut. Pelaksananya adalah penlok dibantu oleh KPMD. Perlu ada forum khusus untuk mendiskusikan dan merencanakan kegiatan. Forum ini terdiri dari FK baik PNPM MPd maupun GSC, BKAD, Penlok, KPMD dan UPK. Forum ini akan menetapkan tahapan kegiatan mana yang perlu dukungan kegeitan kesenian, jenis atau ragam seni yang akan dilibatkan dan kelompok mana yang akan terlibat. Forum perencanaan ini dilaksanakan sebelum MAD Sosialisasi dan MD Sosialisasi agar rangkaian kegiatan yang didukung kegiatan seni sudah dapat disampaikan di masyarakat dan kelompok seni. Dana yang dibutuhkan adalah dana DOK dan BLM. Dana DOK dan BLM didistribusikan melalui UPK. Dana DOK digunakan untuk operasional kegiatan (transport pelaku PNPM, pertemuan dengan kelompok seni) dan dana BLM untuk support kelompok seni. Pelaporan kegiatan dilaksanakan oleh Penlok dan disampaikan kepada FK. Administrasi keuangan dilaksanakan oleh bendahara UPK. Usulan versi kepala Badan BPMD sebaiknya ini dipisahkan terutama para pelaku di kecamatan supaya jangan tumpang tindih, supaya tidak menimbulkan persoalan dan lebih terfokus. Konsekwensinya membutuhkan pelaku lebih banyak dan beaya yang lebih besar. 75

75

Kepala BPMD Kabupaten TTU

Page 93: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

92

Lampiran 6

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II Kabupaten Rote Ndao

Dyah Widuri S. A. Latar belakang

Kabupaten Rote Ndao secara yuridis formal dibentuk tahun 2002, memiliki 96 pulau terdiri dari 6 pulau berpenghuni dan 90 pulau lainnya tidak berpenghuni yang keseluruhan luasnya 1.278,05 km² atau 2,70% dari luas propinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten ini dikelilingi oleh Selat Pukuafu, Laut Banda, dan Samudera Hindia. Kondisi iklim sangat kering, dipengaruhi angin muson dengan musim hujan relatif pendek. Ekosistem Rote adalah semi padang kering sehingga hampir semua wilayah terdiri dari hamparan padang rumput, pohon lontar, pinus, dan gewang. Penggunaan lahan sebagian besar terdiri dari hutan, lahan sawah, perkebunan, dan kebun/tegal. Sebagian besar lahan kebun ditanami pohon kelapa dan pohon lontar. Gula dari lontar merupakan salah satu produk unggulan Pulau Rote.

Pulau Rote adalah pulau terluas yang paling banyak dihuni penduduk. Pulau-pulau kecil yang dihuni adalah Usu, Nuse, Ndao, Landu, dan Do’o. Pulau Rote dan pulau-pulau kecil tersebut merupakan kediaman dari 120.861 jiwa penduduk atau 30.046 Rumah Tangga. Ibukota kabupaten terletak di Ba’a, kota pelabuhan di daerah pesisir utara, merupakan wilayah kecamatan Lobalain. Pulau Rote sangat dikenal dengan kesenian sasandu dan topi tiilangga. Gedung kabupaten atapnya menyerupai tiilangga, sebuah topi tradisional yang dibuat dari daun lontar, dan gedung DPRD dihiasi patung sasandu, sebuah alat musik tradisional yang dirangkai dari daun lontar, kayu dan tali senar.

Gambar 1. Peta Kabupaten Rote Ndao

Sumber: http://www.indonesiatraveling.com; diunduh 28 Desember 2012

Tahun 2012 kabupaten Rote Ndao mekar menjadi 10 kecamatan yang terdiri dari 82 desa dan 7

kelurahan setelah sebelumnya memiliki 8 kecamatan, 73 desa, 7 kelurahan. Sepuluh kecamatan tersebut adalah Rote Timur, Pantai Barat, Rote Tengah, Rote Selatan, Lobalain, Rote Barat Laut, Rote Barat Daya, Rote Barat, dan kini memiliki dua kecamatan pemekaran yaitu Ndao Nuse dan Landuleko.

Seperti pada umumnya di Indonesia timur yang mengelola wilayah diantaranya menurut genealogis teritorial, di Rote Ndao pembagian kecamatan mengikuti 19 nusak atau 19 kerajaan yang sudah ada lebih dulu. Contohnya, kecamatan Lobalain merupakan genealogis teritorial tiga

Page 94: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

93

nusak yaitu nusak Lole, Ba’a dan Lelain. Kecamatan Rote Tengah merupakan genealogis teritorial nusak Termanu, kecamatan Rote Selatan terdiri dari nusak Keka dan Talae, Rote Barat Laut terdiri dari nusak Dengka, Rote Barat Daya terdiri dari nusak Thie. Setiap nusak terdiri dari beberapa Leo atau suku yang masing-masing dipimpin oleh kepala suku atau disebut maneleo. Tiap Leo terdiri dari beberapa marga di mana antarmarga dalam satu Leo dilarang melakukan perkawinan.

Setiap nusak memiliki kekhasan dalam beberapa hal terutama bahasa dan dialeknya. Nusak yang mendiami Rote Tengah, Lobalain, Pantai Baru, bahasanya sama namun dialeknya berbeda. Nusak yang mendiami Rote Timur berbeda bahasa dengan nusak di Pantai Barat. Secara umum orang Rote memiliki bahasa ritual yang sama tetapi tidak semua orang memahami bahasa ritual tersebut. Hanya orang-orang tua yang memahami dan bisa berbahasa ritual karena pada dasarnya bahasa ritual berupa pantun terdiri atas pasangan kata-kata berirama yang mempunyai makna tertentu. Bahasa ritual digunakan dalam upacara adat perkawinan, tarian, dan nyanyian yang menceritakan silsilah keluarga atau sejarah para pendahulu mereka. Warga nusak Ndao yang mendiami pulau kecil di sebelah barat pulau Rote adalah ahli menenun. Tenun Rote yang terkenal adalah tenun yang dibuat oleh perempuan-perempuan Ndao. Sebenarnya warga nusak lain juga menenun tetapi tampaknya beberapa tahun terakhir sangat jarang perempuan di luar nusak Ndao menekuni tenun, mereka lebih aktif bekerja menggarap ladang dan bercocok tanam. Orang-orang dari nusak Ndao dikenal sebagai perajin yang gigih dan teliti. Kaum laki-laki pada umumnya merantau ke luar pulau untuk bekerja sebagai perajin emas di berbagai kota besar di Indonesia.

Maneleo atau kepala suku memiliki peran penting hingga kini terutama menyelesaikan sengketa batas tanah dan perselisihan akibat pencurian hewan. Mereka juga berperan dalam pengambilan keputusan berkenaan adat perkawinan seperti jumlah belis, adat kematian, dan persoalan sosial lainnya. Maneleo dipilih oleh penduduk suku pendukungnya, berasal dari kalangan bangsawan dan suku pemilik tanah. Pengaruhnya sangat kuat sebagai pengambil keputusan adat dan sosial anggota-anggota sukunya. Meskipun demikian, ada peristiwa menarik yang terjadi ketika pak John Ndolu terpilih sebagai maneleo dari nusak Ba’a pada tanggal 21 April 2002, padahal yang bersangkutan bukan dari kalangan bangsawan. Pak John Ndolu adalah tokoh terpelajar yang bekerja dalam program Family Development yang diinisiasi oleh WVI sejak 1987 hingga awal 2012. Ketokohannya pula tampaknya yang membuat banyak suku pendatang di kecamatan Lobalain mengajukan diri menjadi bagian dari suku (Leo) Pak John Ndolu ketika Pak John dikukuhkan sebagai maneleo empat (4) suku dari nusak Ba’a pada tanggal 3 Juli 2003.

Baru-baru ini maneleo mulai berperan lebih jauh yaitu mencoba merubah pesta besar-besaran dalam adat perkawinan dan kematian yang menghabiskan sumberdaya ekonomi masyarakat pendukungnya. Pesta adalah harga diri orang Rote, oleh karena itu pesta harus diselenggarakan dengan besar meskipun dengan menjual tanah sawah. Pesta di kalangan orang Rote cukup memprihatinkan seperti dituturkan para tokoh berikut ini,

“ ... setelah pengukuhan, buat pertemuan dengan seluruh masyarakat dan harus lakukan penyederhanaan. Orang suka pesta, jual tanah sawah, karena itu harga diri di pesta ... Adat Rote miskinkan diri sendiri. Sesudah mati, jatuh miskin, pendidikan anak diabaikan ... ” (John Ndolu, maneleo nusak Ba’a, 25 Nov 2012) “ ... orang Rote suka pesta pora ... di Rote Tengah ... pesta adat ... sudah makan di sana ... bawa pulang bisa dua sampai tiga kilo daging ... pertahanan harga diri ... mau cari dipuji oleh kalangan sekitar ... pesta mati ... daging banyak dipotong ... pendidikan dan kesehatan masih kurang ...” (Jerry Fanggidae, pendeta, kader PNPM GSC, 25 Nov 2012) Pak John Ndolu beserta maneleo-maneleo di kabupaten Rote Ndao memutuskan mengajak

semua orang untuk menyederhanakan pesta dan Tu’u untuk upacara adat. Tiga hal yang kemudian digalang bersama atas inisiatif maneleo adalah sebagai berikut:

1. Tidak boleh potong hewan ketika ada kematian, hanya teh dan tuak.

Page 95: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

94

2. Membentuk Forum Komunikasi Tokoh Adat Peduli Budaya se Kabupaten Rote pada

tanggal 31 Januari 2006. Forum ini menawarkan revitalisasi budaya yaitu: Tu’u untuk

pendidikan, pesta pora dikurangi.

3. Membuat kontrak komitmen secara adat yang melibatkan pemerintah kecamatan,

pemerintah desa, tokoh masyarakat dan tokoh adat.

Tentu tidak mudah mengubah tradisi yang sudah berjalan sedemikian lama. Pak John memulai dari Leo-nya dulu, diikuti oleh Leo-Leo yang lain. Ada kontrak komitmen di tingkat desa atau kecamatan yang memutuskan pesta kematian hanya potong satu kerbau, tidak ratusan kerbau seperti yang mereka lakukan selama ini. Dalam pesta-pesta tersebut untuk menghimpun dana dilakukan melalui Tu’u. Setiap penyelenggara acara perkawinan atau kematian, mengundang kerabat dan kawan untuk hadir membicarakan acara yang akan diselenggarakan. Setelah jumlah biaya yang diperlukan diumumkan, para undangan melakukan Tu’u dengan menyebutkan jumlah uang atau hewan yang diberikan untuk tuan rumah. Besaran uang atau hewan itu dicatat dalam sebuah buku (namanya Lei) karena dihitung hutang yang harus dikembalikan tuan rumah di waktu mendatang. Jika biaya yang diperlukan kurang, maka tuan rumah menyelenggarakan Tu’u lagi. Pada umumnya Tu’u berikutnya hanya diikuti kalangan Leo-nya saja. Di sini peran maneleo penting karena maneleo menunjuk kerabat-kerabat terdekat untuk menambah kekurangan Tu’u pertama. Orang yang ditunjuk enggan menolak dan berusaha keras memenuhinya dan percaya bahwa Tu’u tersebut akan dikembalikan di kemudian hari. Dituturkan oleh Faskab Rote Ndao sebagai berikut:

“ ... pertama, sukarela dulu ... sesuai kemampuan kita masing-masing ... Umumkan, sekian juta, sampai sore hari ... ada pertemuan berikut ... kekurangan ditomboki keluarga dekat ... tidak sukarela lagi, tapi bagi rapat. Manaleo berperan di situ, dia penentu keputusan siapa orang yang harus urunan ... Sifatnya wajib untuk lengkap kebutuhan tadi ... Kalo lebih ya diterima saja, yang penting besok penerima harus kembalikan ...” (Faskab Rote Ndao, 26 Nov 2012) Pak John Ndolu mengajak semua warga Rote untuk menyederhanakan upacara perkawinan

dan kematian, kemudian mengalihkannya pada Tu’u untuk pendidikan, seperti dikemukakannya berikut ini,

“ ... Tu’u itu sama-sama kumpulkan biaya untuk kawin, bangun rumah, kematian ... dulu tidak pikir untuk pendidikan ... orang Rote mau tuntutan adat daripada sekolah ... sebelum revitalisasi budaya Tu’u untuk pendidikan ... harus anak yang mau kuliah ... sudah dilakukan sejak tahun 80-an oleh 20 maneleo ... tapi mulai baru 2010-2011 ...” (John Ndolu, 25 Nov 2012)

Kampanye Tu’u untuk pendidikan sangat gencar dilakukan di kabupaten Rote Ndao. Beberapa

titik jalan utama di kabupaten Rote tertancap papan pengumuman sebagai ajakan untuk kurangi pesta pora, Tu’u untuk pendidikan. Tu’u sudah menjadi bagian dari sistem sosial warga masyarakat di mana mereka melakukan resiprositas yang kedudukannya seimbang antara pemberi dan penerima. Orang boleh menolak diajak Tu’u tetapi tidak mungkin jika undangan Tu’u datang dari kerabat. Jika seseorang yang tinggal di kecamatan lain mengundang kerabat untuk Tu’u maka si kerabat harus datang dan ikut Tu’u. Jika musim perkawinan seperti di bulan November atau Desember, orang-orang mesti bersiap menyediakan uang untuk Tu’u. Seorang pelaku seni di kecamatan Rote Barat Daya selama bulan November 2012 sudah Tu’u enam (6) kali untuk acara perkawinan enam (6) keluarganya. Karena pelaku seni tersebut adalah maneleo maka besaran Tu’u di atas rata-rata warga biasa. Jika warga biasa Tu’u Rp 50 ribu pada satu keluarga maka maneleo sebesar Rp 100 ribu rupiah. Selain teridentifikasi melalui bahasa dan dialek, setiap nusak juga memiliki kekhasan dalam menyelenggarakan upacara adat, atau dalam hal corak tenun dan tiilangga. Setiap warga nusak dapat mengamati seseorang berasal dari nusak mana atau dari kecamatan mana melalui corak

Page 96: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

95

tenun dan tipe tiilangga yang dikenakan seseorang. Meskipun demikian perlu dicermati lebih lanjut bahwa saat ini orang sudah jarang mengenakan tiilangga kecuali dalam kegiatan adat. Para pembuat topi tiilangga juga sudah berkurang banyak di Pulau Rote. Pada umumnya pembuat tiilangga adalah para pelaku seni di desa, sekaligus orang yang dapat membuat kerajinan musik sasandu dan memainkannya.

Seni dan kerajinan sasandu saat ini dikembangkan oleh orang Rote yang tinggal di kabupaten Kupang. Selain memproduksi sasandu tradisional, mereka juga mengembangkan sasandu elektrik dan dapat memainkan berbagai macam nada dan lagu dari mancanegara. Di kabupaten Rote Ndao, di beberapa kecamatan dapat ditemui sanggar-sanggar seni tradisional yang pada umumnya dikelola oleh maneleo. Pada umumnya pemain sasandu adalah orang-orang tua, anak muda tidak lagi tertarik seperti dikemukakan oleh Pak Dami Pah,

“ ... di sanggar ini pemetik sasandu tujuh orang ... lima dari tujuh itu adalah orang tua ... 50-an tahun ke atas ... dua tahun lalu bupati punya program latihan sasandu biola ... dan mencakup beberapa seni ... sedikit yang berminat ... sasandu dianggap tidak bermanfaat ... “ (Pelaku seni kecamatan Lobalain, Dami Pah, Nov 2012)

Sanggar-sanggar seni di Rote Ndao masih ada tapi tidak berkembang baik di kalangan anak

muda. Dari penuturan pak Dami Pah, di kabupaten ini ada beberapa kelompok seni yang biasanya tampil dalam kegiatan adat dan lomba-lomba seni di tingkat kabupaten. Kecamatan yang paling banyak memiliki kelompok seni adalah Rote Barat Daya dan Rote Barat Laut. Di Rote Barat Daya pada umumnya anggota kelompok dari keluarga/fam Mesakh.

B. PNPM MPd dan GSC di Rote Ndao

Di kabupaten Rote Ndao PNPM MPd sudah berjalan sejak tahun 2008 hingga sekarang. Tahun 2008 hanya kecamatan Rote Barat Daya—dengan 17 desa--yang memperoleh PNPM MPd. Tahun 2009 sampai 2012 semua kecamatan di Rote Ndao yang jumlahnya delapan kecamatan memperoleh PNPM MPd. Tahun 2013, penerima PNPM MPd direncanakan 10 kecamatan termasuk dua kecamatan pemekaran. PNPM GSC bekerja di kabupaten Rote sejak 2009 di empat kecamatan hingga tahun 2012 (Lihat tabel). Kecamatan Ndao Nuse adalah pemekaran dari kecamatan Rote Barat, dan kecamatan Landuleko pemekaran dari kecamatan Rote Timur. Pada akhir 2012, ketua UPK kecamatan Ndao Nuse sedang magang di UPK kecamatan Rote Barat untuk menyiapkan PNPM MPd Ndao Nuse tahun 2013. Ndao dan Nuse adalah pulau-pulau kecil di ujung barat pulau Rote, ditempuh dengan perahu motor dari pantai Nemberala di Rote Barat ke pantai Ndao dan pantai Nuse.

Tabel kecamatan penerima program kabupaten Rote Ndao

Tahun Kecamatan PPK Kecamatan PNPM MPd Kecamatan PNPM GSC

1998-? Rote Barat Laut, Rote Barat Daya, Rote Tengah, Rote Timur (4 kecamatan)

2008 Rote Barat Daya Belum memperoleh program

2009-2012

Rote Barat Daya, Rote Barat, Lobalain, Rote Selatan, Rote Barat Laut, Rote Timur, Pantai Baru, Rote Tengah (8 kecamatan)

Rote Barat Laut, Rote Timur, Pantai Baru, Rote Tengah (4 kecamatan)

Page 97: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

96

2013 Rote Barat Daya, Rote Barat, Lobalain, Rote Selatan, Rote Barat Laut, Rote Timur, Pantai Baru, Rote Tengah, ditambah kecamatan pemekaran yaitu Ndao Nuse dan Landuleko

Rote Barat Laut, Rote Timur, Pantai Baru, Rote Tengah (4 kecamatan)

Baru-baru ini, sekitar tahun 2009/2010, PNPM kabupaten Rote Ndao memperoleh tantangan baru karena ada kasus penggelapan dana yang mencapai ratusan juta rupiah oleh salah seorang pelaku PNPM di tingkat kecamatan. Persoalan diselesaikan dengan menarik pelaku penyimpangan ke ranah hukum.

Jauh sebelum PNPM MPd beraktifitas dalam kegiatan kemasyarakatan, Rote Ndao pernah mendapat bantuan dana UEP dari pemerintah tahun 1999/2000. Waktu itu dana dipinjam oleh para kreditur yang sebagian besar pegawai negeri sipil dan anggota Polri, sebagian kecil warga masyarakat biasa. Hingga sepuluh tahun kemudian dana UEP habis tanpa pertanggungjawaban. Rote Ndao kemudian mendapat peringatan dan ancaman yaitu tidak turunnya dana PNPM MPd di enam kecamatan dari delapan kecamatan yang ada. Tahun 2010, Faskab PNPM MPd mengambil inisiatif menangani penyelesaian persoalan ini, salah satunya melalui pendekatan budaya. Tim PNPM mendatangi maneleo, melakukan pendekatan personal pada Camat salah satu kecamatan bermasalah yang kebetulan maneleo, memberi penyadaran agar para maneleo pro aktif mengatasi persoalan kredit macet ini. Para maneleo bermusyawarah menyusun strategi cara mengembalikan uang UEP. Pertama, mengundang para kreditur yang tinggal di kecamatan di pulau Rote dalam sebuah musyawarah, mengemukakan persoalan dan menemukan solusi. Ke dua, membuat kesepakatan proses pembayaran. Para kreditur bersedia membayar dengan mencicil, para maneleo dan warga berpunya meminjamkan uangnya pada kreditur dengan sistem Tu’u untuk langsung diserahkan pada penanggung jawab (UPK). Ke tiga, menghubungi kreditur yang sudah pindah ke luar pulau, memberi penyadaran, dan mengajak merreka mengembalikan kredit yang dulu mereka pinjam. Melalui proses yang panjang, dana UEP berhasil ditarik kembali meskipun tidak diketahui berapa persen pinjaman yang berhasil dikumpulkan. Singkat cerita, seluruh kecamatan di Rote Ndao menerima dana PNPM MPd dan dapat menjalankan kegiatan fisik dan pemberdayaan lagi. Faskab Rote menuturkan cerita tersebut,

“ ... PNPM tidak baru ... nilai dan modal sosial sudah ada ... Tahun 1999-2000 ada kredit UEP ... PNS Polri ... tidak selesai ... ditetapkan list kecamatan bermasalah ... Waktu itu ada siapapun datang, tidak mengembalikan uang ... PNPM datang bikin pengayaan, datangi maneleo, beri penyadaran. Pak Camat yang kepala suku diberi penyadaran bahwa selaku kepala suku harus bisa atasi persoalan masyarakat ... Setelah paham duduk persoalan, transparan ... dengan sendirinya musyawarah ... Tu’u mengalir ... Tu’u di RBL dan Rote Timur puluhan juta ... Dana UEP kembali ... Di RBL peminjam datang di musyawarah, ada diskusi peminjam dengan maneleo, polisi, dan desa ... Kami mau bantu kau, kita buat surat perjanjian hutang ... Uang tidak setor langsung ke UPK, perjanian utang tidak dengan UPK tapi dengan pribadi ... Kita buat pendekatan budaya, kearifan lokal, adat ... secara transparan tidak ada komplain. BKAD Rote Timur maneleo, dia bicara di depan ... kalau memang itu persoalan yang harus kita selesaikan, mari kita selesaikan. Jangan sampai ambil dari dana ADD. Biarkan Tu’u secara mekanisme adat, tidak boleh ambil dari ADD ...” (Faskab PNPM MPd, 26 Nov 2012)

Uraian di atas menunjukkan bagaimana Tu’u tidak hanya berfungsi dalam ritual adat dan

pendidikan, namun juga dapat digunakan untuk mengatasi persoalan kredit macet meskipun prosesnya memakan waktu lama dan memerlukan energi yang tinggi. Baru-baru ini, para pelaku PNPM mengajak maneleo, tokoh masyarakat, dan pemerintah desa untuk mengatasi rusaknya embung yang dibangun masyarakat dan PNPM MPd tahun 2011 akibat banjir besar. Embung Hokadale tersebut dibangun warga desa Oetefu kecamatan Rote Barat Daya. Selama beberapa

Page 98: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

97

waktu embung dibiarkan saja tanpa perbaikan. Sebagian menunggu bantuan pemerintah tapi tidak kunjung tiba, sementara PNPM MPd tidak memiliki dana untuk perbaikan embung. Akhirnya pada pertengahan 2012, para pelaku PNPM, maneleo, pemerintah kecamatan dan desa, bermusyawarah untuk melakukan Tu’u. Camat memimpin forum, menjelaskan bahwa embung rusak karena bencana alam, oleh karena itu warga mesti bersama-sama memperbaikinya supaya embung berfungsi. Akhirnya melalui tiga kali Tu’u, didapat dana Rp 32 juta rupiah, yang berasal dari Tu’u beberapa pihak yaitu, pemerintah desa, warga masyarakat, dan pelaku PNPM, seperti diceritakan salah seorang pelaku PNPM berikut ini,

“ ... embung adalah kepentingan umum ... kita coba adopsi pola-pola budaya ... kita sadarkan warga dengan pola Tu’u. Kumpul pemangku kepentingan, sosialisasi kenapa pentingnya, apa dampak buruknya, apa manfaatnya, kita Tu’u ... cukup buat pertanggungjawaban ... Ketua UPK Rote Barat Daya manaleo, camat asli situ dari kasta dihormati ... rupanya ini perlu gerakan Tu’u ... Kami serahkan ke pak camat dengan maneleo ... cobalah gimana ngomong dengan masyarakat desa yang lain ... Bagaimana desa lain mau membantu desa yang sedang kesusahan. Akhirnya Tu’u, lantas selesai ... (Faskab PNPM MPd, 26 Nov 2012)

“ ... tiap desa Tu’u ... camat pimpin forum ... Tu’u pertama dua juta untuk bayar tukang ... Tu’u berikut pengadaan bahan dan lain-lain 28 juta ... 14 desa Tu’u semua ... masing-masing desa dua juta ... kemudian internal pelaku PNPM ... kami-kami ini ... dua juta ... Jadi semuanya 32 juta ... “ (Fastekab PNPM MPd, 25 Nov 2012)

Partisipasi warga dalam musyawarah-musyawarah PNPM MPd dan GSC dinilai oleh sebagian

pelaku PNPM mengalami penurunan kehadiran. Selain jenuh dengan rangkaian acara musyawarah, warga tidak lagi berminat karena disibukkan dengan kegiatan kerja di sawah terutama musim menjelang panen. Bertahun-tahun mengalami proses yang sama, tidak setiap kali usulan mereka diakomodasi. Seorang pelaku PNPM menuturkan,

“ ... partisipasi menurun dari tahun ke tahun ... PNPM bukan lagi meningkat partisipasinya ... kehadiran dalam musyawarah MP dan GSC sekarang rendah ... jadwalnya ketat ... kesampingkan aktifitas sosial ... petani ketika padi menguning jaga burung jam enam pagi orang sudah di sawah sampai sore ... musyawarah tidak salahkan orang pergi ke sawah ... tidak semua gagasan masyarakat diakomodasi karena anggaran terbatas ... kegiatan monoton di musyawarah ... yang bicarakan hal-hal yang sama ... “ (Faskab PNPM GSC, 26 Nov 2012) “ ... kegiatan musyawarah formal dan monoton ... di kantor desa orang harus rapi ... makan harus tunggu jam satu siang ... tidak diungkapkan tapi terlihat ... jam makan siang harus tepat ...” (Fastekab PNPM MPd, 26 Nov 2012)

Jika musyawarah menurun partisipasinya, tidak demikian dengan kegiatan-kegiatan

pemberdayaan di masyarakat terutama pengalaman kader PNPM Generasi di tingkat desa. Jika MP ditujukan untuk masyarakat umum seuai kepentingan bersama dan selalu berupa fisik, maka dalam GSC lebih ditujukan pada individu, seperti dituturkan kades GSC berikut ini,

“ ... MP lebih ke fisik, memang untuk masyarakat ... kalau GSC atur manusia ... saya pernah atur sejak anak di dalam perut sampai masuk SD, SMP, SMA ... MP tunjang kepentingan umum ... GSC individu merubah diri dan keluarga ... MP untuk wilayah ...” (Jerry, pendeta, kader GSC, 25 Nov 2012) Salah seorang kader pemberdayaan adalah seorang pendeta, Pak Jerry, terus menerus

memberikan penyadaran dan penyuluhan pada warga masyarakat terutama mendorong perilaku hidup sehat dan pendidikan yang baik untuk anak-anak usia sekolah. Partisipasi cukup bagus di tingkat masyarakat terutama perempuan. Dalam penggalian gagasan ada diskusi kelompok terfokus yang diikuti oleh para perempuan. Dengan difasilitasi kader, ruang tersebut efektif untuk

Page 99: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

98

mengidentifikasi dan menggali persoalan-persoalan sensitif yang dialami kaum perempuan. Di Rote Ndao sedikit demi sedikit tradisi dan mitos kehamilan dan kelahiran yang kurang bermanfaat digantikan dengan tradisi baru yang menunjang hidup sehat, contohnya ibu melahirkan tidak boleh makan ikan, bayi lahir harus dikasih gula nira, harus melahirkan ke dukun saja. Pak Jerry juga terus menerus menyosialisasikan bahwa anak-anak harus sekolah. Beberapa tahun lalu anak-anak di desanya hanya sekolah sampai tamat SD, seperti disampaikannya berikut ini:

“ ... sekolah kelasnya kecil sekali ... kalau tamat SD, bantu bapa mama ... ada ternak ... ada sawah ... kerja di rumah ... sosialisasi GSC di Sekolah Dasar ... menyemangati anak-anak supaya mau lanjut sekolah ... anak-anak memaksa orang tua untuk sekolahkan anaknya ... ” (Jerry, 25 Nov 2012)

Berkenaan dengan partisipasi masyarakat dalam kegiatan PNPM , pak John Ndolu, menuturkan

bahwa ada dua hal yang harus dipcermati, 1. Para pelaku PNPM, siapa pun dia, harus melakukan proses kerja dengan baik, memberi

solusi sehingga masyarakat puas dan mau berpartisipasi. Sebagai tim verifikasi, pak John

senantiasa menyodorkan konsep yang jelas sehingga semua masyarakat paham. Pelaku

PNPM juga harus jujur dan terbuku, sehingga jika mengundang orang maka mereka mau

hadir dan berpartisipasi dalam kegiatan.

2. Menerapkan prinsip keadilan terutama pada desa-desa yang usulannya tidak didanai.

Dalam pandangannya desa-desa yang usulannya tidak berhasil lolos sebagai penerima

dana PNPM mmpengaruhi proses mereka selanjutnya. Mereka menjadi tidak aktif dan

kurang berpartisipasi dalam berbagai kegiatan. Lebih lanjut Pak John Ndolu menuturkan,

“ ... keadilan ... misal dalam proses perangkingan ... kalau kalah di ranking harus ada

kebijakan tahun depan masuk prioritas ... jika tidak lolos lagi maka partisipasi pasti

melemah ...” (John Ndolu, tokoh masyarakat, 25 Nov 2012)

Pak John Ndolu adalah pelaku program sejak tahun 1998 di mana waktu itu dia bekerja sebagai ketua TPK, dan baru-baru ini dia bekerja sebagai tim verifikasi. Partisipasi tertinggi dalam PNPM MPd dirasakan hanya pada MAD Prioritas. Pada MAD Prioritas sudah ada ketentuan agar setiap desa harus hadir sesuai kuota. Jika tidak memenuhi kuota, desa akan mendapatkan pengurangan nilai dan harus menerima resiko usulannya tidak didanai.

C. Seni Tradisi dan Kontemporer di Rote Ndao

Sebagian besar seni tradisi di Rote Ndao sangat lekat dengan ritual keseharian masyarakatnya, dihasilkan turun temurun sesuai norma dan patron yang biasa dilakukan. Pada umumnya seni tersebut bersifat statis karena hanya mengacu pada pendahulunya, sedikit menampilkan kreasi baru, meskipun demikian saat ini sudah berkembang tarian-tarian kreasi baru yang ditarikan oleh anak-anak sekolah. Seni tradisi yang masih dijalankan oleh masyarakat Rote Ndao menjadi bagian dari ritual sehari-hari, yaitu:

1. Tarian gong Jenis seni ini masih dimainkan oleh para pelaku seni dalam kegiatan ritual di masyarakat. Ada beberapa gong biasanya sekitar 9 gong yang dimainkan pemukul gong dengan irama tertentu, mengiringi para perempuan menari tarian Rote. Jenis tariannya adalah tari tradisi yang dimainkan para orang tua, baik laki-laki maupun perempuan, atau tari kreasi yang saat ini sering dimainkan para gadis-gadis remaja. Menurut penuturan Pak Bia Foe, ada 30 jenis tarian Rote yang diiringi musik gong. Jika gong dibunyikan dalam suatu acara, tanpa diundang warga masyarakat berdatangan untuk menonton. Menurut penuturan pak Dami saat ini gong jarang dimainkan dalam acara ritual di desa-desa namun jika yang

Page 100: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

99

mempunyai acara adalah keluarga maneleo, mereka pasti mengundang kelompok seni gong di lingkungan terdekatnya.

2. Sasandu Sasandu yang dikenal para seniman Rote Ndao adalah sasandu gong yang senarnya 9 atau 11 buah. Iramanya sangat khas, mengiringi lagu tentang kehidupan orang Rote dalam bahasa Rote. Di Rote Ndao masih banyak ditemukan pelaku seni sasandu gong ini. Jika seniman memainkan sasandu dalam sebuah ritual adat maupun penyambutan tamu, para pemain selalu mengenakan baju adat dan topi tiilangga. Di Rote dikenal pula sasandu biola dengan senar 42 buah. Tingkat kesulitannya tinggi sehingga tidak banyak orang yang bisa memainkan dengan baik. Sasandu biola dan elektrik dikembangkan orang Rote yang tinggal di kabupaten Kupang yitu keluarga Pah. Keluarga Pah adalah ahli pembuat musik sasandu sekaligus pemain musik yang handal. Mereka pernah beberapa kali diundang tampil di berbagai acara di tingkat nasional dan internasional. Mereka memperkenalkan sasandu elektrik yang dapat memainkan lagu-lagu pop dalam dan luar negeri. Menurut pak Dami Pah, sasandu yang terkenal berasal dari pulau Dana. Sasandu adalah singkatan dari sari sandu, sari artinya main dan sandu artinya alat musiknya. Pak Dami mengkritik penggunaan kata sasandu sekarang bergeser menjadi sasando padahal sasando tidak ada artinya. Lagu sasandu yang terkenal adalah lagu minta perempuan, artinya lagu untuk melamar calon pengantin perempuan dalam tradisi orang Rote. Ada bermacam-macam lagu atau syair yang bisa diiringi sasandu. Selain lagu dalam acara lamaran keluarga, ada pula lagu sedih tentang perempuan yang ditinggal pergi kekasihnya. Sasandu juga bisa dimainkan bersama-sama dengan gong, mengiringi tarian Rote.

Cucu Pak Bia yang masih duduk di kelas satu SD dan setingkat SMP memainkan sasandu.

Pemimpin sanggar Dolu Inggo, Pak Bia, menuturkan cerita diciptakannya sasandu, yaitu, “ ... asal mula sandu ... sandu dibuat oleh orang Rote asal Thie, Pupuk Sorna, pembuat sandu, anak Sorna Kiki ... Tahun 1300-an menurut cerita ... awalnya dia sakit, dia cari sombar untuk bernaung di bawah pohon lontar ... ada bunyi-bunyian .... laba-laba menenun sangkar ... dia nyanyi ... dia dengan suara itu, terhibur, sembuh, dia naik ke atas pohon ... dia potong daun, bebak untuk kayu, urat untuk tali ... dipasang, main-main sampai bunyi ... Lalu ciptakan lagi pakai bambu, akar pohon beringin ... urat diambil, pasang di sandu ... senar 9 ... sekarang 11 senar ... ada tinggi rendah ... “ (Pak Bia Foe, 27 Nov 2012)

Page 101: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

100

3. Kebelai Kebelai adalah semacam tarian pergaulan yang diikuti oleh baik laki-laki maupun perempuan yang saling bergandengan tangan membentuk lingkaran. Ada beberapa lingkaran yang dibuat mengikuti jumlah orang yang bergabung. Anggota kebelai yang awalnya hanya 3-5 orang, lama kelamaan mereka yang melihat dan mendengar tertarik dan ikut main kebelai sampai jumlah anggotanya 50-an orang. Kebelai menjadi ruang bergaul dan bersosialisasi antar warga masyarakat, baik tua maupun muda mudi. Kebelai dahulu merupakan permainan rakyat yang biasanya dimainkan di bawah sinar bulan purnama. Ketika semua orang menggerakkan kaki dengan gerakan sama dan serentak tanpa iringan musik, seorang manahelo menyanyikan syair atau pantun tentang kehidupan orang Rote seperti misalnya syair menyambut musim tanam, syair mensyukuri hasil panen, syair membangun rumah bagi keluarga baru, dan syair dalam acara ritual lainnya. Anggota kebelai yang lain membalas pantun sang manahelo. Manahelo merupakan ahli sastra atau ahli bahasa ritual yang tidak sembarang orang bisa menyanyikannya. Para manahelo dapat menciptakan syair yang bersumber dari syair terdahulu atau syair-syair baru. Beberapa syair yang dinyanyikan dalam kebelai diantaranya: a. Syair untuk ritual kematian b. Syair untuk bangun rumah c. Syair untuk ritual perkawinan d. Lagu tentang pengalaman berlayar orang tua di masa lalu, namanya Obalamba, yang

menceritakan perjalanan berlajar dari pelabuhan Pantai Baru ke Kupang yang memakan waktu berhari-hari, para pelayar menyanyikan Obalamba.

e. Syair tentang silsilah keluarga atau nusak f. Syair untuk jaga burung, tanam bibit, tofa, dan hasil panen g. Syair untuk kerja gotong royong h. Lagu-lagu gembira sehingga syairnya bebas dan tidak terikat Kebelai sekarang sudah jarang dimainkan masyarakat Rote Ndao. Syair yang dilantunkan tergolong sulit untuk dipelajari anak muda karena menggunakan bahasa sastra yang harus dipelajari khusus. Biasanya manahelo belajar berpantun dari ayahnya. Kini sudah jarang dijumpai manahelo muda. Dalam berpantun manahelo harus berbahasa daerah, tidak bisa diganti dalam bahasa Indonesia. Menurut Pak Dami, di kecamatan-kecamatan di Rote Ndao saat ini masih banyak penyair-penyair handal yang dapat dijumpai terutama di kecamatan Rote Barat Daya dan Rote Barat Laut yang tradisi seninya masih kental. Karena kebelai menyambut ritual-ritual adat, konon juga dimainkan untuk meminta hujan, pada umumnya para pemain berpakaian adat Rote di mana para perempuan berkebaya dan memakai sarung, kaum pria berbaju putih dan memakai selimut (kain untuk para pria) serta mengenakan topi tiilangga. Pada perayaan hari-hari besar, pemerintah mengadakan berbagai lomba seni diantaranya lomba seni tari, kebelai, dan paduan suara. Ada lomba kebelai antar kecamatan, sehingga memacu sanggar-sanggar di tiap kecamatan berlatih dan tampil dalam acara lomba. Biasanya dalam lomba ditetapkan syarat-syarat tertentu seperti kategori kebelai asli atau modifikasi/kreasi, usia peserta, jumlah peserta, mengandung motto Lokamola Anansio (program unggulan pemerintah daerah pemenuhan sembilan kebutuhan pokok), lagu bernafaskan pembangunan. Gerakan tari, syair, bahasa dan dialek mengikuti versi dan irama masing-masing peserta.

4. Foti dan ronggeng

Page 102: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

101

Seni pergaulan yang gerakannya sama dengan kebelai tapi lebih meriah karena diiringi musik gong atau sasandu. Foti dimainkan para laki-laki dan ronggeng dimainkan para perempuan dalam acara-acara adat seperti perkawinan dan kematian. Foti semacam tarian pergaulan, biasanya seseorang melingkarkan selendang ke leher salah seorang tamu, si tamu harus turun menari. Mereka membentuk lingkaran sambil melakukan gerakan kaki yang sama dan serentak.

5. Hus Ndeo Beberapa orang Rote yang dijumpai menuturkan bahwa Hus adalah pacuan kuda, sebuah atraksi budaya untuk menyambut datangnya hujan pada bukan November. Para joki adalah anak-anak muda beberapa desa yang saling beradu cepat dengan jarak tempuh beberapa kilometer. Upacara ini hanya diselenggarakan di desa Bone kecamatan Rote Barat Laut di mana pada saat itu kebelai dimainkan. Setelah hujan turun, para petani mulai menanam bibit.

Perhatian pemerintah kabupaten untuk melestarikan seni tradisi melalui beberapa jalan.

Menurut Pak Dami yang waktu itu aktif bekerja sebagai pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Rote Ndao, pernah menyosialisasikan kesenian gong ke sekolah-sekolah yaitu pelatihan musik gong termasuk teknik memukul gong, dan pelatihan seni sasandu. Pemerintah juga pernah meyelenggarakan latihan sasandu biola dan kesenian lainnya untuk masyarakat tetapi sedikit sekali yang berminat. Pak Dami sendiri juga mengajak sanggar-sanggar untuk aktif dalam mempromosikan seni sasandu dengan tampil di radio setiap hari Selasa malam, seperti dituturkan Pak Dami berikut ini,

“ ... dua tahun lalu bupati punya program latihan sasandu biola ... dia mencakup beberapa seni ... sedikit yang berminat ... Tiap selama main sasando di radio Melola ... semua dengar ... seperti ajak teman-teman dari sanggar-sanggar untuk main di radio ... siaran jam enam sampai tujuh malam ... “ (Dami Pah, pelaku seni, 26 Nov 2012)

Sanggar-sanggar seni di kabupaten Rote Ndao sejauh ini keberadaannya masih diakui karena

dibutuhkan oleh masyarakat. Syair-syair yang dilantunkan para manahelo mengandung doa dan syukur atas hasil yang mereka peroleh atau harapan menuju penghidupan yang lebih baik. Di beberapa desa, sanggar seni masih hidup diantaranya di desa Nambudale kecamatan Lobalain, desa Busalangga kecamatan Rote Barat Laut, desa Onatali kecamatan Rote Tengah, desa-desa di kecamatan Rote Barat Daya yaitu desa Meoain, Oebou dan Batutua.

D. Pendekatan Budaya untuk Mendukung PNPM Rote Ndao

Beberapa waktu terakhir, para pelaku PNPM telah melakukan pendekatan budaya untuk menyelesaikan persoalan-persoalan internal mereka yaitu dengan melibatkan maneleo. Pertama, maneleo dilibatkan untuk menyelesaikan persoalan kredit macet pada program UEP. Kedua, maneleo memimpin masyarakat menyelenggarakan Tu’u untuk memperbaiki embung yang rusak diterjang banjir. Selama ini keterlibatan maneleo dalam PNPM adalah sebagai pihak yang berperan dalam menyelesaikan persoalan. Keterlibatan dalam musyawarah sangat terbatas karena jika maneleo berperan banyak, masyarakat enggan mengemukakan pendapat dan cenderung menyetujui apa yang dikatakan atau diusulkan para maneleo. Lebih lanjut Faskab PNPM MPd menjelaskan,

“ ... ajak maneleo tidak di masyarakat karena dia dominan .... maneleo punya peran sebagai fasilitator ... maneleo beri penyadaran pada masyarakat .... beri pengrtian perempuan boleh ikut musyawarah ... MKP jalan ...” (Faskab PNPM MPd, 26 Nov 2012)

Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan musyawarah, para pelaku PNPM

Page 103: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

102

sepakat untuk menggunakan media kesenian yang sudah berkembang dalam masyarakat. Jika kegiatan seni untuk mengajak kebersamaan masyarakat dilakukan PNPM, tingkat kehadiran akan meningkat sehingga ada ruang untuk menyosialisasikan program dan mendorong masyarakat berpartisipasi. Menurut penuturan Pak John Ndolu, para pelaku PNPM pernah bekerjasama dengan pemerintah kabupaten dalam program ketahanan pangan tahun 2011, dengan menyelenggarakan ritual untuk pembukaan kegiatan dan untuk panen raya. Sayang sekali tidak diketahui bagaimana proses keterlibatan masyarakat dalam program ketahanan pangan tersebut. Ritual dilakukan sebagai sarana sosialisasi program dan sarana informasi tentang keberhasilan program yaitu dalam panen raya.

Dituturkan oleh Faskab PNPM MPd bahwa pendekatan seni penting untuk mengajak semua pihak baik kaum perempuan, anak muda maupun orang miskin, dalam kegiatan-kegiatan PNPM seperti disampaikannya,

“ ... untuk perbaiki partisipasi masyarakat dalam pertemuan di desa, kecamatan, kabupaten, perlu dikembangkan seni budaya yang ada ..ketika musyawarah pertemuan bisa diselingi permainan sasandu ... sasandu bisa dimainkan orang tua ... mereka senang, manaleo tua bisa sasandu ... Ada mama juga bisa main sasandu, ibu-ibu yang lain suka, teman-teman anak muda juga bisa ambil bagian. Lebih lagi di kebalai, yang dilombakan adalah syair-syairnya yang menggugah dan membangkitkan gotong royong ... setiap musyawarah ada syair-syair yang berbeda ... orang berjuang susun syair ... dia akan senang untuk tampilkan dalam musyawarah ... Dia juga ingin ada suporter. Bisa saja anak muda datang karena mereka bisa buat syair yang bisa ajak anak muda ikut pembangunan di lingkungan. Model-model ini perlu dikembangkan karena sudah ada bukti bahwa orang senang jadi tidak perlu diragukan lagi ... Jika orang miskin ikut jadi pemain kebalai atau sasandu, mereka bisa hadir dan bisa sampaikan keinginan mereka. Ada aspirasi yang bisa disuarakan ... “ (Faskab PNPM MPd, 28 Nov 2012)

Untuk mendorong anak muda tertarik mengikuti kegiatan PNPM, berbagai cara harus

dilakukan, selain melalui seni, dalam musyawarah dapat ditampilkan praktek suatu produk yang dapat mendukung kerja pada pemuda. Pada umumnya pemuda bekerja sebagai petani oleh karena itu dapat ditampilkan pembuatan teknologi tepat guna yang sederhana. Salah seorang pelaku RBM bercerita sebagai berikut,

“ ... kita bisa undang anak muda dalam musyawarah, kita harus pendekatan ke tokoh dan beri pengertian anak muda untuk ikut dalam kegiatan PNPM. Jika ada agenda menari, dll, bisa memberikan rangsangan supaya mereka mau hadir. Dalam musyawarah bisa diselingi praktek satu produk, misalnya presentasi mesin perontok padi. Dalam undang musyawarah tentu ada pertunjukan bagaimana cara mempraktekkan perontok padi atau pembuatan mesin itu, pembuatan alat untuk buat santan kelapa. Bisa dalam bentuk film ... Tapi tetap ada safel ...” (Pelaku RBM, 26 Nov 2012)

Safel adalah jenis tari anak muda yang sedang digemari di Rote Ndao, diiringi musik pop, para

pemuda menari safel, semacam tarian “breakdance” di mana penari bisa menggerakkan kaki dan tangan sesukanya, bisa berguling pula. Ada beberapa organisasi pemuda di Rote diantaranya organisasi pemuda yang dikoordinir gereja atau organisasi kecil di tingkat lingkungan atau kecamatan. Salah satu kelompok pemuda pernah membuat acara lomba masak nasi goreng untuk anak-anak muda. Pernah pula ada satu kelompok yang membuat seminar anak muda Rote Ndao.

Berbagai media seni yang bersifat tradisi untuk sosialisasi dan partisipasi dalam kegiatan PNPM adalah sebagai berikut:

1. Syair Syair berbahasa daerah bisa dilantunkan oleh maneleo dalam sebuah musyawarah untuk mengajak keterlibatan masyarakat dalam pembangunan di dusun atau desanya, misalnya

Page 104: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

103

dalam Musdes Sosialisasi dan MAD Sosialisasi. Setelah syair dilantunkan para pelaku dapat memulai menyampaikan gambaran PNPM dan program-programnya. Untuk itu perlu perubahan dalam penyelenggaraan musyawarah di mana di awal dan akhir musyawarah ada syair dari maneleo untuk menggugah semangat gotong royong dan kebersamaan masyarakat. Syair juga dapat dilantunkan dalam pelaksanaan pembangunan sarana prasarana fisik yaitu pada saat peletakan batu pertama untuk mendorong semangat masyarakat dalam membangun, dan juga dapat disampaikan dalam Musyawarah Desa Serah Terima (MDST) yang mengajak masyarakat memelihara hasil pembangunan mereka. Syair dapat dilantunkan untuk meredakan ketegangan dalam musyawarah-musyawarah tertentu seperti dituturkan Faskab MP berikut ini, “ ... jika ada musyawarah, maneleo diundang untuk beri syair dalam bahasa daerah ...” (Faskab PNPM MPd, 26 Nov 2012). Mungkin terllihat sederhana ajakan melalui syair tersebut, tetapi penting dilakukan karena masyarakat masih sangat patuh pada ketua adat dan maneleo yang memimpin mereka. Syair menggunakan bahasa halus atau bahasa tinggi yang bisa dipahami masyarakat dan disampaikan maneleo atau ketua adat sehingga masyarakat enggan dan mau mendengarkan. Menurut penuturan kader PNPM GSC di Rote Tengah, syair tidak dilakukan dalam kegiatan PNPM GSC karena dalam musyawarah di desa tidak melibatkan ketua adat. Perempuan lebih banyak berperan sebagai pengambil keputusan atas persoalan yang mereka hadapi. Dalam penggalian gagasan, diskusi difasilitasi para kader untuk menggali persoalan kesehatan perempuan dan anak serta persoalan pendidikan anak-anak mereka.

2. Tarian Gong dan Sasandu Untuk mengundang masyarakat agar mau hadir dalam musyawarah, gong dibunyikan bertalu-talu. Jika ada gong, tanpa diundang masyarakat mau hadir. Kehadiran masyarakat sebaiknya tidak disia-siakan, membuat musyawarah bukan milik orang-orang tertentu yang diundang melalui surat namun menjadi ruang masyarakat berkumpul. Kehadiran masyarakat ini penting karena setelah itu pelaku PNPM dapat menyampaikan sosialisasi program. Dituturkan oleh pak John Ndolu bahwa yang penting masyarakat tahu dan mengerti programnya lebih dulu, setelah itu baru masyarakat mau berpartisipasi. Sulit mengajak partisipasi tapi orang tidak tahu apa itu PNPM, seperti disampaikannya, “ ... masyarakat tahu dulu programnya ... jika sudah tahu mereka pasti mau berpartisipasi ... dilakukan pada momen yang tepat ... pembukaan lahan baru, panen perdana, rancang pendekatan budaya. Hasil panen pasti disambut sukacita sehingga masyarakat lain tahu dan ada sambutan dan orang tua lakukan hal yang sama ... Momen terjadi ketika masyarakat tahu sedang merasaan apa. Dengan bantuan PNPM ... sukacita bersama. Saat itu kita sosialisasi ke masyarakat penerima manfaat dan tamu yang hadir ... Ketika masyarakat datang dalam musrenbang, jika disiapkan gong dan tari orang-orang terlibat. Buah pikiran lalu disumbangkan. Orang miskin terima imbalan ... juga bagian dari program itu. Di PNPM HOK 20-25 ribu, sisanya merupakan partisipasi dia ... “ (John Ndolu, 25 Nov 2012) Di sini tarian gong dan sasandu menjadi bagian dari seni pertunjukan, dimana tariannya spesifik sehingga tidak semua orang bisa mengikuti. Masyarakat menonton pertunjukan tarian gong dan sasandu, ketika pertunjukan selesai para fasilitator dapat memimpin musyawarah.

3. Kebelai, Ronggeng, dan Foti Tiga tarian pergaulan ini dapat dimainkan dalam proses-proses pelaksanaan kegiatan tahap apa pun dalam PNPM. Tarian ini dapat melibatkan semua peserta untuk aktif

Page 105: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

104

sebagai pemainnya. Tidak dibatasi dalam jumlah pemain, dapat dilaksanakan dalam semua kegiatan yang melibatkan banyak orang, dan boleh dimainkan walaupun tidak berpakaian adat. Pak Dami Pah menuturkan bahwa memang dulu kebelai hanya dimainkan dalam ritual adat di mana semua orang memakai pakaian adat lengkap. Namun dalam perkembangannya kebelai bisa diperlakukan sebagai tarian pergaulan yang mengakrabkan orang satu sama lain. Jika dalam kebelai ada manahelo yang berpantun, maka dalam ronggeng dan foti tidak ada pantun. Ronggeng dan foti biasanya dimainkan anak-anak muda untuk meramaikan suasana dalam sebuah acara adat. Pak Dami Pah menjelaskan, “ ... foti semacam tarian pergaulan, taruk selendang ke leher tamu, si tamu harus ikut ...

kebelai boleh tidak pakai pakaian adat ... kebelai diiringi helo ... syair ... tiga tarian itu

anak-anak muda bisa ikut ... gerakan dalam foti dan kebelai sama ... tidak berubah-ubah

...” (Dami Pah, pelaku seni, 26 Nov 2012)

Tiga tarian pergaulan dapat dimainkan sebelum musrenbang atau di tengah-tengah musrenbang. Tarian tersebut bisa dilakukan semua orang tanpa memandang etnis dan dapat mengakrabkan satu sama lain. Di tengah-tengah musyawarah yang tegang, peserta dapat diajak keluar ruangan, melepaskan penat sejenak dengan bermain kebelai, foti atau ronggeng. Pak John Ndolu menegaskan, “ ... Jika mau musrenbang kita bisa kebelai lebih dulu atau tari ronggeng dan foti ... kebelai gampang bisa dilakukan semua orang ... etnis apa pun, agama apa pun ... orang rote punya toleransi cukup tinggi ... tidak masalah ... adat antarwarga ... Kebelai dimainkan dalam kegiatan formal seperti penyambutan tamu atau kegiatan kabupaten ... dalam kehidupan sehari-hari tidak selalu berhubungan dengan adat ...petani bikin kebelai ... kita kebelai bisa langsung spontan ...” (John Ndolu, 25 Nov 2012) Kebelai dapat dilakukan di luar kegiatan musyawarah seperti misalnya peletakan batu pertama atau peresmian hasil kerja PNPM dan masyarakat. Pengalaman pak John Ndolu dalam bekerja dengan WVI mungkin bisa dijadikan contoh di mana pada waktu itu WVI mempunyai program pemberantasan TBC dan membuat tulisan-tulisan dan lagu dalam bahasa daerah yang diinformasikan terus-menerus dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Pak John Ndolu menyampaikan usulannya berikut ini, “ ... kalau kita mau kolaborasi ... PNPM dan budaya yang langsung di masyarakat ... gunakan gong dan tambur. Jika lokasi di sawah panitia siapkan gong dan tukang pukul ... gong untuk undang orang ... jika acara berjalan, kebelai masuk ... Dulu WVI buat pemberantasan TBC ... surat dan nyanyian dalam bahasa daerah ... pertemua di tiap dusun desa sering diynyanyikan ... dalam hari TBC dunia ... WVI buat gerak jalan ... yang hadir di Rote banyak. Kita mesti punya kepekaan untuk sampaikan kampanye di media ... “ (John Ndolu, 25 Nov 2012)

Dalam menyelenggarakan kegiatan seni tersebut, pelaku PNPM harus bekerja sama dengan pelaku seni di dusun atau desa tempat musyawarah dilakukan. PNPM harus melakukan pendekatan pada pelaku seni, mendiskusikan kesenian apa yang sebaiknya ditampilkan dalam musyawarah karena biasanya seni tesebut untuk kepentingan ritual. Jika PNPM merencanakan mengajak anggota musyawarah kebelai, maka beberapa hari sebelumnya manahelo harus dihubungi lebih dulu karena manahelo yang akan melantunkan pantun. Bukan tidak mungkin ada manahelo yang keberatan jika kebelai dimainkan tanpa berpakaian adat. Demikian pula ketika dalam musyawarah PNPM diputuskan mengundang seniman tarian gong dan sasandu maka perlu waktu mengundang mereka beberapa hari sebelumnya agar mereka siap tampil dalam kegiatan PNPM. Mekanisme lain yang perlu dipikirkan untuk mengajak pelaku seni hadir dalam musyawarah atau

Page 106: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

105

kegiatan PNPM adalah sebagai berikut: 1. Jika pelaku seni berasal dari desa tempat penyelenggaraan musyawarah atau kegiatan

PNPM, maka pelaku seni tersebut adalah anggota musyawarah sehingga mereka dapat mengikuti musyawarah sampai selesai. Jika pelaku seni berasal dari desa lain dan musyawarah diselenggarakan di luar desa mereka, perlu dipikirkan posisi pelaku seni apakah sebagai anggota musyawarah atau hanya tampil beberapa jam dalam musyawarah tersebut.

2. Dari sisi anggaran perlu dipikirkan transport bagi mereka di mana pada umumnya anggota komunitas seni tinggal di dusun-dusun yang berbeda dan kadang-kadang sangat berjauhan, biaya angkutan untuk peralatan gong, dan konsumsi peserta. Transport antar dusun biasanya menggunakan ojek yang tarifnya berbeda-beda tergantung jarak asal dusun ke balai desa atau tempat kegiatan lain.

3. Perlu dipertimbangkan proses pembiayaan pada pelaku seni apakah diberikan per individu atau pada pimpinan kelompok. Di banyak desa, kelompok seni adalah komunitas yang tidak memiliki manajemen organisasi yang mapan.

E. Masukan untuk Desain IKK 2

1. Kelompok-kelompok seni yang berpotensi berperan dalam IKK 2

a. Sanggar Penapua Sanggar Penapua berdiri sejak tahun 1996, dipimpin oleh Pak Dami Pah yang tinggal di

Sambuwuku desa Baadale, kecamatan Lobalain. Sekarang anggotanya mencapai 28 orang terdiri dari 7 orang pemetik sasandu, 15 orang penabuh gong, dan 6 orang penari perempuan. Mereka sebagian besar adalah orang-orang tua, hanya segelintir pemuda yang mau terlibat dalam sanggar seni. Dari 7 orang pemetik sasandu, lima diantaranya adalah orang-orang tua yang usianya sudah lebih dari 50 tahun. Semua penabuh gong usianya sudah lebih dari 40-an.

Sanggar ini sering menampilkan musik sasandu dan tarian gong untuk kebutuhan ritual masyarakat sekitar dan upacara menyambut tamu. Selama bertahun-tahun, sanggar ini aktif mengikuti kegiatan di tingkat kabupaten maupun propinsi, dan seringkali memperoleh penghargaan sebagai juara seni di beberapa kompetisi. Tahun 1997/1998 pernah menjuarai Festival Pemerintah Daerah, pernah pula menjuarai kompetisi seni pada perayaan Hardiknas dan 17 Agustus. Tahun 2002, sanggar ini diundang tampil di Denpasar untuk mempromosikan kabupaten induk. Di tingkat nasional, seni sasandu gong binaan pak Dami pernah tampil dua kali di Jakarta dalam suatu kegiatan bersama-sama dengan pelaku seni dari kecamatan lain.

Sanggar Penapua termasuk sanggar yang aktif berlatih dan berkegiatan di kabupaten Rote Ndao. Jika ada kejuaraan di tingkat kabupaten, sanggar ini paling siap karena memiliki anggota tetap yang rutin berlatih dan tampil dalam acara-acara tertentu. Di kecamatan-kecamatan lain ada banyak sanggar tetapi pada umumnya sanggar tersebut hanya muncul waktu lomba saja. Di hari lain mereka aktif memeriahkan ritual di masyarakat terutama pada acara perkawinan, kematian, sambut rumah baru, serta acara adat lainnya.

b. Sanggar Nusa Tua Meni

Sanggar ini dipimpin oleh Ibu Fransina Pah yang tinggal di kelurahan Nambudale kecamatan Lobalain. Dahulu Bu Sin adalah anggota sanggar Pak Dami yang kemudian keluar mendirikan sanggar sendiri. Selain mendirikan salon, Bu Sin juga melatih anak-anak sekolah dasar menari tari kreasi untuk ditampilkan dalam acara-acara sekolah maupun acara-acara sosial lainnya.

c. Sanggar Dolu Inggo

Sanggar Dolu Inggo dipimpin oleh maneleo bernama Pak Bia Foe, tinggal di desa Oebou, kecamatan Rote Barat Daya. Sanggar ini dibentuk tahun 1986 beranggotakan 55 orang seniman

Page 107: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

106

terdiri dari pemain musik gong dan sasandu, penari dan penyair. Sasandu menurut penuturan Pak Bia Foe dibuat oleh orang Rote yang berasal dari nusak Thie di Rote Barat Daya bernama Pupuk Sorba anak Sorba Kiki.

Pak Bia memainkan sasandu dan menyanyikan lagu untuk upacara perkawinan

Kelompok Dolu Inggo memiliki 18 orang pemain sasandu dan beberapa pemukul gong. Pada umumnya gong dimainkan dalam acara perkawinan, kematian, dan penyambutan tamu. Pak Foe—yang juga pembuat alat musik sasando--bersama dua orang temannya pernah diundang untuk memainkan sasandu dalam sebuah acara di Bali tahun 2011. Sebelumnya Pak Foe diundang sendiri bermain sasandu ke Jakarta pada tahun 2001 untuk mengisi kegiatan di gereja. Selain itu pak Foe sering sekali diundang untuk mengisi kegiatan seni pada acara kerabat atau kawan di desa dan kecamatan. Menariknya, dalam kelompok ini pak Tobias juga mengajar dua cucunya-yang masih duduk di kelas satu SD dan setingkat SMP--bermain sasandu. Mereka bisa memainkan secara kompak beberapa lagu yang lazim dinyanyikan dalam ritual perkawinan.

Kelompok Pak Foe beberapa kali memainkan kebelai terutama sebagai bagian dari permohonan hujan setelah menyiapkan lahan untuk tanaman. Pak Foe adalah seorang pemain sasandu sekaligus penyair atau manahelo yang dapat melantunkan pantun dalam tarian kebelai.

2. Desain manajemen PNPM MPd-GSC dan kelompok seni di daerah

Dalam diskusi dengan pelaku PNPM Rote Ndao, mereka mengajukan rancangan penyelenggaraan IKK 2. Salah seorang peserta diskusi adalah Faskab PNPM MPd yang dulu bekerja sebagai FK di kecamatan Amanuban Selatan kabupaten TTS sehingga memahami cara kerja IKK 1 dan mengusulkan mekanisme IKK 2. Hasil diskusi meliputi:

1. Perlu dana penyelenggaraan IKK2, bisa melalui DOK. 2. Pengelolaan keuangan di kecamatan. Mungkin perlu tambah staf satu di kecamatan. Ini

tergantung kesiapan UPK. Jika UPK tidak sehat, tambah satu kegiatan maka UPK-nya tambah tidak sehat lagi.

3. Dengan keberadaan RBM di mana terdiri dari Pokja dan bidang-bidang, IKK 2 bisa masuk ke bidang media atau seni budaya. Teman-teman yang terlibat dalam program IKK 2 bisa diletakkan di situ sehingga tidak perlu tambah Pokja. Sekarang ada 4 bidang, mungkin bisa tambah satu lagi, bidang seni budaya. Jika ada DOK untuk support IKK 2 bisa lewat Pokja sehingga Pokja dapat mengorganisir dan menempatkan orang yang punya talenta untuk itu. RBM di kabupaten tapi pertanggungjawaban melalui kecamatan kota. Mialnya, UPK kecamatan Lobalain jadi bendahara, spesimen juga di UPK, DOK di kecamatan kota tapi yang mengelola RBM di kabupaten.

4. Di kecamatan ada Tim Pelatih Masyarakat, sebenarnya Pokja pengelolaan kegiatan di kabupaten tapi pelaku ada di kecamatan dan desa. Jika lokasi kecamatannya banyak mungkin harus ada struktur Pokja semacam perpanjangan tangan di kecamatan atau pengelolaan teknisnya. Jika hanya satu kecamatan mungkin Pokja kabupaten yang handle

Page 108: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

107

langsung lalu mereka koordinasi dengan teman-teman kecamatan untuk admin. Jika lebih dari satu kecamatan perlu ada kepengurusan di tingkat kecamatan.

5. Jika berhubungan dengan kelompok di luar struktur PNPM maka bentuk kerjasamanya bisa melalui maneleo. Untuk di kecamatan ada koordinator maneleo. Ada struktur organisasi maneleo yang membawahi suku masing-masing di bawahnya. Mereka bisa merencanakan kegiatan lebih dulu bekerja sama dengan pelaku PNPM di kecamatan lalu didiskusikan di tingkat kabupaten melalui Pokja di RBM. Kita bisa organisir bagaimana distribusinya. Tidak diserahkan ke maneleo saja.

6. Supaya kegiatan efektif, IKK 2 hadir di momen PNPM untuk mendukung tingkat partisipasi dan tingkatkan kualitas musyawarah, tapi pengendalian tetap di Satker dan Faskab, jadi diorganisir lewat kabupaten. PNPM MPd dan GSC sinergis dengan IKK 2.

7. Jika langsung ke kecamatan tidak masalah. Bisa lewat UPK. Baik uang maupun pengelolaan kegiatan.

8. Untuk membuat momen besar di mana banyak pihak berperan, UPK dan BKAD bisa mengurus IKK 2 ini. Mungkin lebih efektif pelaku lain yang paham seni budaya untuk duduk sebagai Penlok atau pelaku khusus yang memang paham kegiatan seni budaya ini. Fungsinya berkoordinasi dengan aktifitas MP dan GSC. Jika Penlok MP dan GSC dipilih maka dikhawatirkan mereka kurang fokus. Di sini perlu kreatifitas, melakukan koordinasi untuk bangun sinergisitas antara IKK, MP, dan GSC. Penlok di bawah kendali FK MP. Atau penlok budaya bisa langsung dibawah koordinasi Faskab yang dinamakan fasilitator budaya. Fasilitator budaya bisa langsung di bawah Faskab. Dia membuat kegiatan tidak terpisah tapi kegiatan yang bisa sinergis dengan PNPM MPd dan GSC. Seleksi dilakukan di tingkat kabupaten dan fasilitatator budaya dia bisa kerja di kecamatan mana pun.

9. FK MP dikasih support dana, diberi tanggung jawab. Lalu ada Penlok baru (di kecamatan itu) yang kerja di bawahnya atau staf di UPK untuk membantu kerja IKK budaya. Perlu kriteria bahwa Penlok paham seni budaya di kecamatan itu. Lalu bagaimana melatih Penlok memfasilitasi komponen budaya untuk sinergiskan dengan kegiatan PNPM. Perlu buat tim perumus di tingkat kecamatan yang diverifikasi Faskab. Mungkin di kecamatan itu tahapan kritis di musyawarah A, di kecamatan lain musyawarah B. Kita perlu assessment lebih dulu, yang kira-kira IKK2 mendukung PNPM misalnya IKK2 masuk ke kecamatan yang partisipasinya menurun lalu kita bangkitkan lagi melalui IKK2. Bisa melalui pertemuan ibu-ibu di GSC. Kita bisa buat pertemuan pemangku seni budaya. Rapat untuk desain kegiatan. Pemangku seni budaya hadir, tetapkan. Di RBM ada workshop penetapan kegiatan, kita presentasi, lalu ditetapkan. Implementasinya mereka tidak perlu buat kegiatan sendiri tapi bagaimana mereka sinergis dengan kegiatan MP dan GSC. Mungkin bisa hemat biaya operasional musyawarah. Penetapan kegiatan di kecamatan, tidak perlu di desa.

10. Kriteria fasilitator: a. Sarjana, seleksi di tingkat kabupaten b. Tahu manajemen, tahu buat laporan c. Seniman? Perlu dipertimbangkan karena sulit buat report

11. Langkah sebelum IKK 2 dilaksanakan di Rote: a. Perlu pemetaan kegiatan budaya b. Perlu pemetaan fasilitator budaya seperti apa yang diperlukan c. Perlu ada juknis

Page 109: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

108

Lampiran 7

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II Kabupaten Maros dan Bone, Sulawesi Selatan

Yoshi Fajar Kresno Murti & Helly Minarti I. Gambaran Sekilas: Sulawesi Selatan, Makassar dan PNPM Pembahasan mengenai aktivitas budaya di Sulawesi Selatan setidak-tidaknya akan membawa pada perbincangann mengenai empat76 akar tradisi besar kesukuan (etnis) yang telah lama hidup di dalam masyarakat Sulawesi Selatan. Keempat tradisi kesukuan tersebut, yaitu: Bugis, Makasar, Mandar dan Toraja. Mereka dalam kehidupan sehari-hari telah mengalami percampuran, perlintasan dan akulturasi budaya yang terjadi dengan dinamis dan dalam waktu sangat panjang. Bahasa Bugis, Makasar, Mandar dan Toraja masing-masing terdengar berbeda, tetapi memiliki akar kemiripan yang sama dan masing-masing orang bisa saling memahami penggunaan bahasa satu dengan lainnya. Kesenian yang dipraktikkan, ada kemiripannya dalam hal bentuk-bentuk dasar dan medianya77, tetapi terdapat keragaman yang lintas tradisi di setiap tempat. Masing-masing tradisi kesukuan tersebut dulunya hidup dalam kewilayahan yang jelas, namun sekarang persebarannya sudah tidak jelas. Hubungan kawin mawin, konflik dan kerjasama terjalin dalam dinamika sejarah sosial dan sejarah ruang yang kompleks.

Gambar 1. Peta Kabupaten Sulawesi Selatan Gambar 2. Peta Etnik Sulawesi Selatan (menurut sebuah koran di Makassar)

76

Pembagian empat tradisi besar kesukuan ini mengikuti pembagian yang dilakukan oleh Christian Pelras

(1975), dan juga mengikuti apa yang ditemui di dalam kenyataan sehari-hari. Etnis-etnis di luar empat besar

penghuni Sulawesi Selatan tetap hadir dan memberi pengaruh, misalnya: etnis Tionghoa, Melayu, Ambon,

dan Jawa sebagai pendatang, maupun sub-etnik (Tanate, Sa’dan, Mangki, Rongkong, Mamasa, dll) yang

telah lama hidup di Sulawesi Selatan. 77

Kesamaan dalam hal ikatan-ikatan politik, berbagai bentuk perjuangan hidup dan ritual pertanian, serta

kesamaan konsep status sosial juga konsepsi mengenai “siri” (rasa malu) hampir sebagian besar bisa ditemui

dalam khasanah budaya tradisi empat suku besar di Sulawesi Selatan. Meskipun ada pula yang berbeda,

seperti ritual kematian di Toraja yang dikenal sebagai Aluk. (Lihat: Susan Bolyard Millar, “Perkawinan

Bugis” Refleksi Status Sosial dan Budaya di Baliknya", Makassar, Penerbit Ininnawa, 2009, Hal: 17-23).

Page 110: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

109

Kota Makassar78 sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Selatan dihuni oleh beragam etnis. Makasar dalam sejarah merupakan ibukota Kerajaan Gowa Tallo yang disebut dengan etnis Makassar. Namun, Kota Makassar tidak hanya dihuni oleh etnis Makassar saja, tetapi dibangun dari penduduknya yang berasal dari beragam etnis, misalnya dari suku Bugis, Toraja, dan juga dari etnik China, Mandar, serta suku-suku lain yang menghuni Kota Makassar. Sekaligus hal ini telah menjadikan kota tersebut sebagai fokus dari semua etnik yang ada di provinsi Sulawesi Selatan, Pulau Sulawesi secara keseluruhan, bahkan dalam konteks kewilayahan kepulauan Nusantara yang lain. Dengan demikian, kontestasi bahkan persaingan antaretnis terlihat di Sulawesi Selatan khususnya di Kota Makassar secara fisik, keruangan, maupun simbolik.

Sejak empat abad yang lalu, sesungguhnya Makassar telah menjadi kota yang disinggahi bangsa-bangsa di seluruh penjuru nusantara dan Asia lainnya. Ia menjadi semacam “pusat” pertemuan, berniagaan dan pertukaran budaya secara “global”. Namun sekarang, di setiap sudut Kota Makassar kita akan banyak melihat slogan bertuliskan: “Makassar Menuju Kota Dunia”. Bukankah ironi? Makassar, selain menjadi representasi pusat perubahan di Indonesia bagian timur, ia juga membangun terus-menerus untuk mewujudkan dirinya sebagai kota global. Perubahan lansekap Kota Makassar sangat dinamis dan luar biasa cepat. Privatisasi dan komodifikasi lahan tidak terkendali. Industrialisasi dan eksploitasi sumber daya alam terkesan tanpa aturan main. Konsumsi dan gaya hidup silih berganti, datang dan pergi dengan cepat. Sekarang ia menghadapi masalah-masalah kota besar seperti yang terjadi di Kota Jakarta pada umumnya, yaitu: polusi dan perusakan lingkungan, macet, semrawut, konflik ruang kota yang tinggi, kriminalitas, dan lain sebagainya.

Foto 1. Slogan “Makassar Menuju Kota Dunia” di antara hiruk-pikuk pasar tradisonal yang marginal (Foto diambil dari Majalahversi.com, Feature, 9 November 2011)

***

Berangkat dari latar dinamika Sulawesi Selatan dan Kota Makassar yang secara sekilas telah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini pada dasarnya ingin mengidentifikasi potensi budaya yang hidup di dalam dinamika kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan. Penelitian ini menetapkan dua wilayah Kabupaten, yaitu Kabupaten Maros dan Kabupaten Bone sebagai area kunjungan, dengan pertimbangan-pertimbangan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam diskusi teamwork.79 Di masing-masing Kabupaten, kunjungan diprioritaskan pada dua kecamatan terpilih dari hasil

78

Pada Masa Orde Baru (1971), sebutan Kota Makassar diganti dengan nama Ujung Pandang sebagai

ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. 79

Lihat: Lono Simatupang, Activities Report 01, FIELD ASSESSMENT RESEARCH TEAM For Creative

Page 111: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

110

diskusi dengan Tim PNPM setempat. Laporan identifikasi dan penjajagan potensi budaya ini disusun per-wilayah kabupaten secara sekilas, dengan penekanan lebih dalam di beberapa bagian topik tertentu. Di Kabupaten Maros, kunjungan dilakukan di Kecamatan Marusu dan Kecamatan Tanralili. Sedangkan di Kabupaten Bone, kunjungan di lakukan di Kecamatan Awangpone dan Kecamatan Tanete Riattang Timur.

***

Secara umum, kehidupan tradisi di Sulawesi Selatan masih cukup kuat dijalankan dalam kehidupan masyarakat. Namun, di Kota Makassar dan sekitarnya – menurut Pak Andi Indra (KorProv PNPM) – kehidupan tradisi sudah hampir hilang. Ritual adat tidak dijalankan lagi, alunan kecapi serta pa’gandrang telah digantikan dengan musik ndangdut elekton. Meskipun begitu, sesungguhnya ada potensi besar dari tradisi yang bisa disinergikan dalam pembangunan. Misalnya dalam tradisi Tudang Sipulung (duduk bersama) yaitu tradisi musyawarah yang dihadiri oleh ratusan orang di kalangan petani untuk memutuskan segala kebijakan yang berhubungan dengan pertanian. Namun, ketika dunia petani dan pertanian merupakan area yang marginal dalam pembangunan selama ini, lambat laun tradisi ini menghilang. Kalaupun hal itu dilaksanakan oleh pemerintah daerah, peristiwa tersebut hanya seremonial karena tidak dihadiri oleh petani lagi atau lahan pertanian banyak yang sudah berubah fungsi.

Foto 2 & 3. Kantor PNPM-MP di Makassar dan Pak Andi Indra (Korprov).

PNPM Mandiri Perdesaan Sulawesi Selatan – menurut Pak Andi Indra – pernah mempunyai gagasan dan ada keinginan untuk menggunakan kesenian ataupun ritual tradisi sebagai media dalam mengundang kehadiran masyarakat dalam merumuskan usulan pembangunan. Namun hal tersebut belum pernah dilaksanakan. Selama ini posisi kesenian atau ritual tradisi hanya dipentaskan dan lebih digunakan untuk fungsi sosialisasi. Misalnya pada pelaksanaan Jambore UPK, masing-masing wilayah menampilkan kesenian dan potensi budaya-nya. Posisi kesenian dan kebudayaan dalam arti luas, menjadi tontonan untuk menarik massa. Belum berdaya. A. Kabupaten Maros 1. Gambaran Wilayah Maros Kabupaten Maros terdiri dari 14 kecamatan yang dibagi lagi menjadi 80 desa dan 23 Kelurahan. 14 kecamatan tersebut adalah: Turikale, Maros Baru, Lau, Bontoa, Mandai, Marusu, Tanralili, Moncongloe, Tompobulu, Bantimurung, Simbang, Cenrana, Camba, dan Mallawa. Pembagian desa dan kelurahan secara administratif mengindikasikan Maros merupakan gambaran wilayah rural yang bergerak cepat menjadi urban. Administrasi-nya desa, lansekap-nya berubah menuju metropolitan. Wilayah Maros berbatasan langsung dengan Kota Makassar dengan jarak antarkota sekitar 30 km, dan bisa dilalui melalui jalan tol. Kabupaten Maros merupakan wilayah yang terintegrasi dalam pengembangan Kawasan Metropolitan Mamminasata (Makasar-Sungguminasa-Maros-Takalar). Proyek Mamminasata merupakan rancangan tata ruang yang didesain oleh Pemerintah Pusat dengan bantuan JICA (Japan International Cooperation Agency). Proyek tersebut merupakan pembangunan integral di 4 wilayah, dengan Kota Makasar sebagai pusat dan

Communities II, Period of Report: October 8 – 17, 2012.

Page 112: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

111

tiga wilayah lainnya, Maros, Sunggumisa dan Takalar sebagai wilayah perluasan kota. Dalam hal ini, Maros menjadi semacam pintu gerbang dari arah utara menuju Kota Makasar. Maros menjadi pintu gerbang internasional dari arah utara menuju Kota Makasar dan kota-kota di seluruh Sulawesi Selatan. Ia merupakan daerah perlintasan dengan Bandara Internasional Sultan Hassanudin yang berada di wilayahnya. Dengan demikian Maros mengalami percepatan pembangunan fisik yang dinamis, untuk mengimbangi pembangunan yang ada di Kota Makasar.

Pusat pemerintahan Kabupaten Maros berada di Kecamatan Turikale. Kabupaten Maros berbatasan dengan Kabupaten Pangkep sebelah Utara, Kota Makassar dan Kabupaten Gowa sebelah selatan, Kabupaten Bone disebelah Barat. Luas Wilayah Kabupaten Maros 1.619,12 km2. Secara keseluruhan wilayah geografis Kabupaten Maros sangat beragam, meliputi tepi pantai hingga area pegunungan: dari pesisir, lembah hingga dataran tinggi. Keberagaman geografi Maros mempengaruhi cara hidup dan ritual sehari-hari juga beragam. Meskipun begitu, penghuni terbesar kabupaten Maros terdiri dari dua suku utama di Sulawesi Selatan, yaitu: Bugis dan Makassar. Banyak orang mengira etnis Bugis dan Makassar merupakan sinonim, tetapi keduanya berbeda. Kedua tradisi kesukuan tersebut memiliki akar kesukuan dan bahasa yang berbeda. Proses akulturasi terjadi di berbagai bidang kehidupan, termasuk bidang material, seni, kesusasteraan dan ritual hidup sehari-hari, dan hal tersebut telah menghasilkan banyak sekali kesamaan kultural di antara kedua suku tersebut. Seperti terlihat dalam ritual pernikahan, ritual adat maupun festival.

Penduduk paling miskin secara ekonomi di Kabupaten Maros cukup beragam. Di sekitar pantai, nelayan dan buruh kapal ikan merupakan penduduk termiskin. Di sekitar jalan raya Maros – Makasar dan di daerah industri, buruh merupakan penduduk paling bawah dalam struktur ekonomi-nya. Sedangkan di daerah pegunungan, yang didominasi wilayah perkebunan dan pertanian, petani dan buruh tani merupakan pihak yang paling lemah. 2. Kondisi PNPM Kabupaten Maros Secara umum Program PNPM Mandiri Perdesaan di Maros belum banyak bersentuhan dengan aspek-aspek non fisik pembangunan masyarakat, kecuali pada tahun 2010. Melalui wawancara dengan Ibu Ziadah (FasKab), Ibu Fatmawati (FasKeu) dan Bapak FTK Kecamatan Simbang yang kebetulan sedang berkunjung ke Kantor PNPM Maros – menjelaskan, bahwa Kabupaten Maros pada tahun 2010 mendapatkan PNPM Integrasi. Salah satu program yang dilaksanakan dari PNPM Integrasi tersebut yaitu bantuan untuk pentas budaya. Dua kecamatan yang mendapatkan bantuan, yaitu: Kecamatan Marusu dan Kecamatan Tanralili. Mereka mendapatkan bantuan untuk pentas budaya yang berupa: bantuan pengadaan pakaian adat, pengadaan alat musik dan kostum. Bantuan tersebut diusulkan melalui Musrembang pada saat itu, lebih karena gagasan perlunya sosialisasi PNPM melalui seni budaya dan menggunakan momentum pesta adat sebagai peristiwa evaluasi PNPM. Usulan melalui Musrembang Desa itu kemudian diverifikasi oleh tim, dan diajukan sebagai prioritas di tingkat kecamatan, termasuk penetapan biaya. Selanjutnya pelaksanaan dengan PTO (Petunjuk Teknis Operasional) Pelestarian Budaya. Di dua kecamatan Marusu dan Tanralili, beberapa Desa yang mempunyai kelompok-kelompok seni telah mendapatkan bantuan tersebut, termasuk dana pembinaan, dana transportasi dan pemeliharaan. Secara keseluruhan tingkat partisipasi masyarakat dalam program PNPM di Kabupaten Maros relatif sedang, bahkan dalam dua tahun ini cenderung menurun. Karakter di tiap wilayah Kabupaten Maros yang beragam, sifat administrasi-birokrasi yang belum efektif, serta perubahan lansekap perkotaan yang dinamis dan meluas telah membuat perubahan dinamika masyarakat bergerak cepat, dan hal itu sesungguhnya memerlukan pendekatan pembangunan yang inovatif. Selain itu, hampir dirasakan di setiap tempat, pekerjaan administrasi PNPM dirasa semakin membebani, terutama di tingkat desa dan kecamatan. Sumber daya lebih terserap untuk kerja-kerja administrasi, daripada kerja pengorganisasian masyarakat. Menurut pengamatan dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Kabupaten, hampir semua personel PNPM mengeluhkan hal yang sama soal kerja-kerja administrasi yang menyibukkan.

Page 113: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

112

Pengembangan program dan variasi jenis program PNPM yang seringkali tidak integral dan datang dari atas, telah membebani personel dan sumber daya di desa maupun kecamatan, sehingga tidak begitu produktif lagi di dalam kerja pengorganisasian masyarakat. Sewaktu pertama bertemu dengan Pak Andi Indra, dijelaskan bahwa di dalam satu bulan ini Kabupaten Maros telah mendapatkan 6 kali kunjungan dari berbagai pihak dari Jakarta. Meskipun begitu, tim kerja PNPM Kabupaten Maros terkesan rapi dan formal, dan tiap personel-nya saling melengkapi sebagai teamwork. Ibu Ziadah (Faskab) dan Ibu Fatmawati (FasKeu) menjadi administrator yang baik dan tegas, sedangkan Pak Nurtaqwa sebagai FTKab merupakan sosok motivator yang provokatif.

Foto 4. Ibu Ziadah (Faskab Maros)

Foto 5 & 6. Suasana PNPM MPd Maros yang sibuk menjelang Rakor.

RBM (Ruang Belajar Masyarakat) yang di-inisiasi oleh PNPM-MP di Kabupaten Maros

belum berjalan. Menurut Ibu Ziadah, hal ini terjadi karena pola pikir lama, yaitu hilangnya kemandirian untuk mempertanggungjawabkan pekerjaan karena lebih mengutamakan keuntungan (ekonomi). Persepsi yang hidup di dalam RBM lebih didominasi pada pemahaman fungsi mengontrol dan mengawasi, tetapi tidak “dituntut” untuk mempertanggungjawabkan hasil kontrol maupun pengawasannya tersebut. Tidak adanya insentif dalam RBM serta “kecemburuan” yang muncul dari kebijakan insentif yang tidak integral dalam program-program PNPM-MP telah mematikan kemandirian dan inisiatif untuk menghidupkan RBM sebagai ruang kontrol, pengawasan bahkan advokasi terhadap persoalan-persoalan yang ditemui dan menjadi pengalaman menarik di dalam proses kerja PNPM-MP. 3. Ragam Budaya dan Pelaku-pelakunya Kebiasaan sehari-hari masyarakat selalu bergerak dinamis. Ada yang bergerak menghilang, ada yang baru tumbuh dan ada yang berubah wujud. Kelahiran, perkawinan, dan kematian, serta ritual adat-istiadat yang lain, juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Adat kebiasaan masyarakat dan ritual kehidupan di tengah masyarakat berjalan dengan konteks yang berbeda-beda. Meskipun begitu, terdapat akar yang sama yang menjadi dasar sebuah adat kebiasaan berkembang. Budaya kesukuan mayoritas etnik Makassar dan Bugis yang hidup di Kabupaten Maros merupakan salah satu konteks dari praktik budaya masyarakat. Contohnya: musik gandrang.80 Musik Gandrang adalah ensambel yang terdapat hampir di semua daerah di Sulawesi Selatan. Hampir dalam setiap awal proses acara di Sulawesi Selatan terutama pesta adat, kita pasti akan mendapati sebuah tradisi ritual yaitu musik tabuhan gendang. Ritual tabuhan gendang atau yang dikenal dengan nama Pa’gandrang ini adalah ritual tradisi Bugis-Makassar untuk mengawali prosesi sebuah acara.

80

Pada umumnya ensambel musik Gandrang dalam penyajiannya menggunakan tiga macam instrumen

yakni: gandrang (gendang), puik-puik (serunai), dan dengkang (gong). Instrumen tersebut dimainkan oleh

pagandrang (pemain gendang), papuik-puik (pemain serunai) dan patunrung dengkang (pemain gong).

Page 114: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

113

Foto 7, 8, 9. Alat musik gendang dan sebuah pertunjukan gandrang gendang pada sebuah ritual perkawinan di Kecamatan Tanralili,Maros.

Seiring perubahan, ritual dan adat yang dulunya berbasis pada komunalitas yang sosial (dan nilai spiritual yang dihidupi bersama), sekarang lebih bersandar pada penguatan identitas sosial, gaya hidup dan nilai ekonomi. Ritual mengalami perpendekan waktu, pemangkasan jumlah pelaku ataupun peringkasan alat atau media ritualnya. Kemunculan dan penggunaan alat musik elekton yang menyebar di hampir seluruh pelosok desa menjadi fenomena yang menarik: Bagaimana alat musik tersebut sesungguhnya mampu meringkas dan menjawab persoalan praktis ritual atau tradisi di zaman sekarang. Di sisi yang lain kehadiran elekton menjadi media baru untuk melihat perubahan masyarakat itu sendiri yang mengarah menjadi lebih praktis dan ekonomis (otomatis, juga konsumtif). Di Kabupaten Maros, musik elekton telah banyak menggantikan musik gandrang gendang yang biasa mengiringi upacara perkawinan Bugis-Makassar. Tradisi perkawinan menjadi lebih ringkas dari segi waktu, tenaga dan biaya. Tetapi juga mengandung konsekuensi “gegar” budaya dalam kehidupan bersama seiring dengan perubahan tersebut.

Kondisi serta posisi geografis sebuah masyarakat juga turut memengaruhi bagaimana sebuah ragam budaya hidup dan dihidupi. Misalnya, antara daerah pantai atau pegunungan, daerah dekat jalan besar atau di daerah pelosok. Bentang wilayah Kabupaten Maros meliputi hal itu semua: dari tepian pantai, sepanjang jalan raya provinsi, hingga di daerah pegunungan. Identifikasi dari penelitian ini memilih dua kecamatan yang memiliki karakter geografis yang berbeda. Berikut ini gambaran singkat profil dua kecamatan tersebut berikut profil kelompok-kelompok budayanya: 3.1. Kecamatan Tanralili: Dusun Tudoppuli dan Kelompok Seni Tudangsippulun Geografi Kecamatan Tanralili terletak di sekitar lembah dan lereng pegunungan. Sawah, kebun, hutan dan rumah-rumah panggung dari kayu/bambu merupakan pemandangan yang mendominasi ketika memasuki wilayah ini. Tanralili merupakan kecamatan penghasil bambu terbesar di Sulawesi Selatan. Hutan bambu mendominasi lansekap wilayahnya. Bambu-bambu tersebut dijual ke seluruh kabupaten lain, terutama melalui Kota Makassar, untuk berbagai kegunaan – termasuk untuk kepentingan upacara-upacara adat. Sumber daya alam merupakan faktor utama sumber ekonomi penduduk. Namun demikian, akses masuk ke desa-desa dihubungkan dengan jalan-jalan tak beraspal atau rusak.

Foto 10, 11, 12, 13. Pemandangan Desa-desa di Kecamatan Tanralili. Kebun, hutan bambu, rumah panggung dan infrastruktur jalan yang minim atau rusak.

Tanralili dulunya bekas kerajaan dan dekat dengan budaya agraris. Kebanyakan pelaku-pelaku budaya di setiap desa di Kecamatan Tanralili masih hidup dan digunakan untuk ritual

Page 115: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

114

masyarakatnya. Hampir di setiap desa masih memiliki kelompok maupun pelaku budaya sendiri. Seperti di Desa Tudoppuli, desa yang menjadi kunjungan penelitian ini, setidaknya ada enam kelompok budaya yang sering digunakan terutama untuk melaksanakan ritual perkawinan. Pelaku-pelaku budaya tersebut saling berhubungan satu sama lainnya meskipun berbeda kelompok. Latihan dan regenerasi berjalan alamiah, berdasarkan kebiasaan yang menyatu dalam kehidupan sehari-hari dan dalam ikatan kekerabatan desa yang kuat. Pelaku-pelaku budaya tersebut berasal dari desa tersebut dan kadang-kadang lintas desa saling berhubungan. Mereka berasal dari kalangan petani. Ritual panen raya, Padengka’aselola, dilaksanakan setiap tahun sekali. Tetapi akhir-akhir ini telah mengalami pemendekan ritual, yang biasanya dilaksanakan lebih dari 3 hari, saat ini diperpendek menjadi 1 hari saja. Dalam acara panen raya, selain pa’gandrang, bentuk-bentuk budaya lain di”pentaskan” keluar, seperti: pamancak (silat), permainan kecapi, gambus dan ritual keagamaan yang sinkretis (barzanji).

Foto 14, 15, 16. Ritual perkawinan di Desa Tudoppuli, Tanralili.

Desa Tudoppuli berpenduduk sekitar 140 kepala keluarga (KK). Hampir semua wilayahnya

dilingkungi oleh hutan bambu, sekaligus hutan tersebut sebagai sumber utama pemasukan ekonomi rumah tangga. Di beberapa bagian yang dekat dengan sungai, sawah dan kebun merupakan sumber utama ekonomi juga. Salah satu kelompok budaya yang bernama Tudangsippulun di Desa Tudoppuli tahun 2010 mendapatkan bantuan alat dan pakaian dari program PNPM Integrasi. Sampai sekarang alat dan kostum itu masih dipakai terus. Program PNPM-MP menyentuh Desa Tudoppuli berupa pembangunan insfrastruktur dalam bentuk pengerasan jalan dan pembukaan jalan antardesa. Selama ini, pembangunan jalan baru pertamakali masuk ke desa tersebut setelah sekian puluh tahun. Desa Tudoppuli merupakan potret desa marginal yang selama ini ditinggalkan dalam pembangunan. Di sisi yang lain, saat ini ia juga menghadapi serbuan gaya hidup masyarakat urban yang praktis dan konsumtif, serta ancaman eksploitasi sumber daya alam yang sesungguhnya sangat kaya.

Foto 17. Salah satu kelompok budaya dari Desa Tudoppuli, Tudangsippulun, yang mendapatkan bantuan peralatan dan kostum dari PNPM Integrasi 2010. Mereka sedang pentas di acara perkawinan salah satu penduduk desa.

Page 116: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

115

3.2. Kecamatan Marusu: Desa Marumpang, Desa Pattene, dan Desa Pabbentengan

Nama Marusu merupakan istilah yang sering diceritakan orang sebagai salah satu versi dari sekian cerita lisan mengenai asal-muasal nama Maros. Lansekap Kecamatan Marusu dibelah oleh jalan raya utama Makassar-Maros. Wilayah terbesar berada diantara jalan raya Makassar-Maros dengan wilayah yang berbatasan dengan pantai. Kesan pertama ketika mendengar kata Marusu dari cerita di Kantor PNPM, ia merupakan gambaran daerah industri dengan kehidupan buruh dan perkampungan kampung kota. Namun ketika kunjungan penelitian kesana dilakukan, ternyata keragaman karakter wilayahnya sangat terasa. Lansekap urban terasa kuat secara fisik dan visual, namun infrastruktur kotanya minimal. Buruh industri dan jasa, nelayan, serta petani penggarap, merupakan pihak-pihak marginal dalam pembangunan.

Sebagai bekas wilayah kerajaan dan pertemuan budaya agraris-nelayan, kehidupan tradisi-budaya di beberapa tempat di Marusu sesungguhnya sangat kaya dan masih hidup, tetapi hampir sebagian besar sudah tidak dijalankan lagi. Kami mengunjungi dua desa, yaitu Desa Marumpang, dan Desa Pattene. Satu desa lagi tidak sempat dikunjungi, Desa Pabbentengan, tetapi sempat mengadakan wawancara singkat dengan Kepala Desa, Pak Dahlan, di Kantor PNPM Maros. Desa Marumpang merupakan representasi desa industri dan jasa yang dibelah jalan raya Makassar-Maros. Desa Pattene merupakan representasi daerah penyangga sekaligus industri dan jasa di sekitar jalan besar. Sedangkan Desa Pabbentengan merupakan representasi desa nelayan di pinggi pantai. Berikut ini, sekilas profil desa-desa, kelompok seni dan potensi budaya-nya:

- Desa Marumpang: Sanggar Batara Maru Desa Marumpang persis terletak di pinggir jalan besar. Dulunya, luas wilayahnya cukup besar, tetapi di belah menjadi dua wilayah akibat pelebaran jalan raya. Secara fisik, Desa Marumpang seperti gambaran kampung kota pada umumnya: padat dan sekaligus menghadapi masalah lingkungan yang serius (drainase, polusi, sampah, dll). Desa Marumpang mendapatkan program PNPM Lingkungan untuk kegiatan penghijauan dan pembuatan pupuk. Secara administrasi, Desa Marumpang dikelola dalam kebiasaan desa, meskipun lansekap wilayah dan penduduknya sangat urban. Hal inilah yang seringkali menjadi persoalan ketika relasi orang per orang maupun relasi antarblok kewilayahan menjadi sulit berhubungan dalam menjalankan program pembangunan, yang justru menekankan pada partisipasi orang banyak. Di Desa Marumpang terdapat Sanggar Batara Maru. Sanggar ini didirikan dan dikelola oleh Pak Sabri dan istrinya. Pak Sabri lulusan akademi seni, dan dia juga mengajar di sebuah sekolah. Di Sanggar ini diajarkan kesenian tradisi, misalnya: gandrang bulo81 dan rambak dendang. Selain itu, tarian penyambutan tamu, padduppa, juga digunakan untuk penyambutan pengantin. Sanggar Batara Maru juga mengajarkan seni kreasi baru. Tempat latihan sering di sekolahan.

81

Gandrang bulo adalah tarian tradisional yang diiringi oleh tabuan gendang dan biasa disertai dengan suara

tabuan bambu. “gandrang” yang berarti tabuan, “bulo” yang berarti bambu. Gandrang bulo biasanya

dimainkan oleh beberapa orang dengan suasana yang ceria dan ramai, didalamnya biasanya diselipkan dialog

dialog mengenai humor ataupun keadan yang menarik disekitar kita. Ketika masa penjajahan, Gandrang

bulo dimediasi bukan sekadar tari-tarian, melainkan tempat pembangkit semangat perjuangan dengan

mengejek dan menertawakan penjajah dan antek-anteknya. Gandrang bulo, ketika itu, lantas menjadi

kesenian rakyat yang amat populer. Rakyat dan seniman membangun basis-basis perlawanan dari atas

panggung.

Page 117: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

116

Foto 18 – 20. Pak Sabri, pakaian seragam bantuan PNPM dan sudut ruangan Sanggar

Batara Maru. Nama Sanggar Batara Maru sudah cukup terkenal di tingkat nasional. Pak Sabri sering

diundang ke berbagai festival seni tradisi di Jawa dan Sumatra. Anggota sanggar lintas wilayah, baik anak-anak maupun orang dewasa. Mereka membayar iuran per-bulan, dan akan latihan lebih sering ketika mereka akan pentas di sebuah perhelatan maupun festival. Mereka mendapat honor ketika diundang ke pesta-pesta pernikahan maupun pada acara-acara adat yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun perorangan yang mempunyai kedudukan sosial tinggi. Subsidi juga diberikan ketika mereka pentas mewakili nama daerah maupun ketika penyambutan tamu pemerintahan. Batara Maru pernah tampil ketika manyambut kehadiran Ibu Megawati (waktu itu Presiden RI) ketika berkunjung ke Sulawesi Selatan. Batara Maru juga menjadi salah satu penerima bantuan pengadaan alat dan kostum dari PNPM Intergrasi 2010. - Desa Pattene: Sanggar Temma Padduae

Nama Pattene berarti manis. Secara geografis Pattene dekat dengan jalan raya Makassar-Maros, tetapi akses masuk ke desa cukup sulit dan pembangunan infrastruktur jarang masuk ke wilayah itu. Penduduk Pattene kebanyakan petani penggarap, buruh pabrik atau pegawai industri maupun jasa yang tumbuh di sepanjang jalan raya. Mereka seolah menjadi penyangga daerah industrial tersebut.

Pattene merupakan pusat dari sebuah Tarekat Islam “Khalwatiyah Samman” yang cukup terkenal, tidak saja di Sulawesi Selatan tetapi juga di Asia Tenggara. Setiap hari-hari suci umat Islam, terutama Maulud Nabi (disebut dengan aksen lokal “Maulid”), berbagai orang dari luar Sulawesi Selatan berdatangan ke Pattene. Pattene menjadi pusat spiritual, sosial, budaya dan ekonomi ketika peristiwa Maulid tiba. Beberapa pejabat negara di Jakarta diceritakan sering hadir juga ke Pattene. Tarekat ini dikepalai oleh seorang pemimpin agama, yang selain sebagai pemimpin tertinggi keagamaan ia juga pengambil keputusan politik dan sosial. Termasuk di dalam pemilihan Kepala Dukuh, harus mendapat persetujuan dari pemimpin agama. Saat ini, pemimpin Tarekat merupakan generasi keempat dari pendiri Tarekat tersebut.

Sebagai pusat Tarekat, ritual budaya yang dikembangkan oleh Sanggar Temma Padduae banyak berhubungan dengan ritual keagamaan yaitu “ma’barazanji”. Semacam tradisi penceritaan atau pembacaan sejarah nabi dan masuknya Islam dengan cara diiramakan serta diiringi musik. “ma’barazanji” dilakukan di saat-saat perayaan Maulid, hajatan, atau selamatan. Namun begitu, Desa Pattene dalam kesehariannya bisa ditemui bentuk-bentuk kesenian semacam: paraga (sepak raga atau sering dikenal sebagai sepak takraw, tetapi dimainkan menyerupai tarian oleh 11 orang), Angaruq (tradisi penyambutan tamu) dan yang menarik ada di Pattene adalah: gandrang gong.

Page 118: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

117

Foto 21 & 22. Para penggerak Sanggar Temma Padduae, termasuk Kepala Desa (foto kanan).

- Desa Pabbentengan: Sanggar Al Israa Bunga Ramba Kalleleng Desa Pabbentengan tetangga Desa Pattene, tetapi hampir seluruh wilayahnya berada di tepi pantai. Kebanyakan penduduknya nelayan pencari ikan. Sanggar Ramba Kalleleng diketuai oleh Muhammad Dahlan, seorang pegawai Dinas Sosial. Sanggar tersebut menjadi semacam ruang berkumpul untuk “menyuplai” kebutuhan pelaku ritual desa sekaligus menghidupinya dengan kegiatan dan organisasi. Hampir semua orang dari Desa Pabbentengan merupakan anggota Tarekat “Khalwatiyah Samman” juga. Namun mereka dekat dengan tradisi nelayan. Selain tarian olah raga, paraga, di Desa Pabbentengan juga terdapat bentuk kesenian berbasis alat musik gendang, yaitu: gendang sumanga, gendang bawean, dan gendang pakkanjar. Di Pabbentengan juga sering diadakan ritual laut yang berasimilasi dengan tradisi zikir yang berbentuk irama dan tarian, yang disebut: zikir rebana, zikir khalulah, dan zikir tolak bala. Dan sebagai desa nelayan, Pabbentengan dikenal sebagai tempat untuk melihat “lambok-lambok” sejenis perahu kecil dan “buwrawe”, semacam alat penangkap ikan yang unik. B. Kabupaten Bone 1. Gambaran Wilayah Kabupaten Bone Kabupaten Bone merupakan salah satu daerah otonom di provinsi Sulawesi Selatan, dengan ibu kotanya terletak di Watampone. Kabupaten ini kira-kira berada pada 174 km ke arah timur Kota Makassar, dan merupakan pusat pengembangan wilayah timur Sulawesi Selatan. Kabupaten Bone terdiri atas 27 kecamatan yang diperinci menjadi 331 desa dan 41 kelurahan dengan jumlah dusun/lingkungan sebanyak 1.299 buah. Wilayahnya sangat luas, meliputi daerah pantai di Teluk Bone, hingga wilayah pengunungan dan perbukitan yang dari celah-celahnya terdapat aliran sungai dengan area lembahnya. Karena keluasan wilayah tersebut, sekarang Bone sedang menghadapi usulan (politik) mengenai Pemekaran Bone Selatan.

Foto 24 & 25. Silsilah Raja-raja Bone seringkali dipakai untuk menunjukkan garis keturunan kebangsawanan yang hirarkis. Foto 26. Patung Arrung Pallaka, pahlawan gagah berani.

Gambar 3. Peta administrasi Kabupaten Bone

Page 119: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

118

Bone merupakan salah satu bekas kerajaan yang besar dari etnik Bugis, yang berbeda dengan Bugis Wajo, Luwu, Soppeng atau Sidenreng. Etnik Bugis Bone memiliki tradisi yang khas dibandingkan dengan etnik bugis lainnya. Mereka lebih mengakui Arrung Pallaka sebagai pahlawan daripada Sultan Hassanudin, pahlawan orang Makassar (Gowa). Menurut Imam Mujahidin Fahmid, etnis Bugis Bone berada dalam struktur sosial yang hirarkis dan paternalistik. Kalangan massa atau sub-elit memberikan penghargaan besar terhadap elitnya, khususnya pada elit kekuasaan politik82. Penyebutan nama-nama seringkali menunjukkan hirarki kebangsawanan yang cukup penting di dalam relasi sosial antarorang. Juga terlihat dalam simbol-simbol pakaian, rumah dan pusaka. Begitu berpengaruhnya hirarki sosial, terlihat di dalam kesamaan para kandidat calon Bupati Bone untuk tahun 2012, yaitu semua calon – ada 6 calon Bupati – berasal dari satu kekerabatan. Dalam struktur hirarkis masyarakat Bugis Bone, Ata atau orang dari golongan paria (budak) merupakan pihak yang paling marginal di dalam struktur sosial. Namun sekarang, petani penggarap, buruh, dan nelayan merupakan pihak-pihak yang paling marginal di dalam struktur sosial-ekonomi masyarakat. Orang Bugis Bone merupakan salah satu perantau yang ulet. Tidak hanya di Makassar, mereka merantau ke seluruh kota-kota di nusantara. Mereka dikenal sebagai pedagang, pengusaha maupun penguasa yang ambisius. Mantan wakil presiden Jusuf Kalla merupakan salah satu contoh orang Bugis yang berasal dari Bone. Lingkaran patron-client yang kuat dalam kebiasaan hidup seringkali membuat orang memilih pemimpin berdasarkan pada “siapa orangnya” bukan pada latar belakang partai politiknya. Di Bone, hampir semua “patron” berasal dari Partai Golkar selama bertahun-tahun, sehingga pengikut partai itulah yang paling banyak. Bukan karena partai itu menarik. 2. Kondisi PNPM Kabupaten Bone Dari 27 Kecamatan di Bone, yang dimasuki program PNPM-MP sebanyak 21 Kecamatan. Program-programnya masih seputar infrastruktur, belum ada pendekatan budaya. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan: sedang. Masing-masing wilayah mempunyai potensi budaya yang khas, yang mempunyai variasi sangat banyak sesuai dengan keluasan wilayah Kabupaten Bone. Keluasan wilayah tersebut, di sisi yang lain memberi tambahan persoalan akomodasi dan transportasi bagi pengurus dan aktivis PNPM untuk saling berkoordinasi. Kiprah PNPM selama ini cukup hidup dan mengakar di masyarakat. Banyak aktivis atau mantan aktivis (aktivis mahasiswa, NGO, lingkar studi, dll) bergabung menjadi pengurus PNPM. Menurut Pak Ali Bas (Faskab), idealnya pengurus PNPM memerlukan waktu 2 tahun untuk benar-benar mengakar dan mendalami dinamika masyarakat. Dan sekarang merupakan masa 2 tahun itu bagi tim PNPM Bone merasakan pemahaman yang cukup dalam kerja keterlibatan bersama masyarakat. Berdasarkan proses kerja dan keterlibatan selama dua tahun itu, Kelompok Kerja RBM (Ruang Belajar Masyarakat) PNPM Kabupaten Bone, tahun 2012 ini telah menerbitkan sebuah buku “Memandirikan Masyarakat: Refleksi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan di Kabupaten Bone”. Selain itu, PNPM-MP juga telah berhasil mendorong dibahasnya Undang-undang Transparansi dan Partisipasi di DPRD Kabupaten Bone. Draf Undang-undang tersebut dirumuskan dari pengalaman kerja PNPM selama ini. Dinamika kerja dan pengalaman keterlibatan yang intens dari para aktivis dan pengurus PNPM di Kabupatn Bone di satu sisi menghadapi ancaman rotasi pegawai – sebagai kebijakan PNPM dari pusat – sehingga dikhawatirkan, dinamika kerja yang sudah terbangun selama ini, akan dimulai lagi dari nol dengan aktivis dan pengurus PNPM yang baru. Selain itu, ada dampak sampingan konflik kepentingan sebagai akibat semakin populernya program PNPM, kiprah pribadi pengurus dan aktivis PNPM di tengah masyarakat, ketika program maupun personil PNPM memasuki arena politik praktis. Ada upaya klaim terhadap program PNPM sebagai bagian dari kampanye politik. Dan ada beberapa personil PNPM yang menjadi aktivis partai politik ataupun

82

Lihat: Imam Mujahidin Fahmid, “Identitas dalam Kekuasaan”, Ininnawa – ISPEI, Makassar, 2012, Hal.

306.

Page 120: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

119

pendukung salah satu pemimpin politik. Menjadi aktivis maupun pengurus PNPM merupakan modal sosial yang cukup baik untuk mampu memberi daya dorong mobilitas sosial-nya di dalam masyarakat.

Foto 25, 26, 27. Suasana Rakor PNPM-MP Kabupaten Bone Foto 28. Pak Ali Bas (FasKab)

3. Ragam Budaya dan Pelaku-pelakunya Ritual keseharian dan adat di Bone setidaknya terkait dengan ritual bekas Kerajaan dan ritual masyarakat biasa yang agraris atau nelayan. Ritual-ritual hidup seperti kelahiran, kematian, perkawinan dan juga ritual membangun rumah masih dijalankan, dengan penyesuaian perkembangan zaman dan konteks personal dalam kedudukan di keluarga maupun masyarakatnya. Selain itu, pementasan berbagai bentuk ritual dan kesenian biasanya dilakukan ketika ada upacara-upacara kenegaraan, festival, maupun peringatan hari jadi kota. Ritual seringkali digunakan para elit dan penguasa di dalam ligitimasi dan mereproduksi status sosial-politiknya. Seringkali sebuah festival atau peringatan hari jadi, juga ritual-ritual kenegaraan kembali digelar, termasuk kepemilikan benda-benda pusaka kerajaan dipertontonkan untuk kepentingan legitimasi dan reproduksi kekuasaan. Sebaliknya, hampir di setiap desa Kabupaten Bone masih menjalankan ritual panen raya (Bulan Syawal) yang dekat dengan konsep permainan yang dilakukan sesudah panen. Permainan-permainan tersebut diantaranya: - Tradisi Massempe, merupakan permainan baku tendang yang berbasis pada silat tetapi hanya menggunakan kaki. Permainan ini dilakukan dalam bentuk pertandingan antardesa. - Tradisi Mallanca, merupakan permainan rakyat yang mengandalkan pada kekuatan betis dan kuda-kuda. Dimainkan oleh dua orang sebagai tim yang melakukan semacam pertarungan dengan dua orang sebagai tim lain. - Tradisi mattojang atau berayun. Dalam mattojang, peserta akan berayun dengan alat yang sudah disiapkan diantara dua pohon kelapa dengan ketinggian yang ekstrim (bisa mencapai 15 m). Peserta permainan ini tidak hanya orang dewasa melainkan juga anak-anak bahkan anak gadis bisa ikut memainkannya. - Tradisi mappaddekko atau membuat bunyi/irama dengan menggunakan lesung, nyaris sama dengan acara mappadendang. Selain tradisi-tradisi yang berhubungan dengan panen raya, ritual agraris juga melahirkan kebiasaan-kebiasaan yang berhubungan dengan tahap-tahapan pertumbuhan tanaman padi. Kebiasaan melakukan ritual bersama itu misalnya: Tradisi tanam padi bersama yang dikenal dengan nama “mappataneng”. Ada juga tradisi berburu babi secara serentak ketika tanaman padi sudah mulai berbulir, atau yang dikenal dengan tradisi "Maddengngeng". Kebiasaan lain yang dekat dengan kultur agraris adalah tradisi yang berhubungan dengan air, seperti: membersihkan sumur atau mata air, atau ritual mandi bersama warga desa di sebuah sungai atau sumber air. - Kecamatan Awangpone, Desa Paccing Di daerah tersebut terdapat komunitas masyarakat secara turun temurun menafkahi keluarganya dari hasil proses menganyam pelepah daun lontar yang disebut Songkok Recca atau Songkok To

Page 121: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

120

Bone. Pembuatan kerajinan ini dimotori oleh ibu-ibu desa yang sudah sangat berpengalaman. Di desa Paccing, panen raya masih dijalankan, dan ada tradisi membersihkan sumur oleh seluruh warga desa. Ritual permainan panen raya masih hidup. Juga terdapat kelompok musik gambus.

Foto 28 – 32. Ibu-ibu Desa Paccing dan kegiatan membuat Songkok To Bone di kolong rumah.

- Kecamatan Tanate Riattang Timur, Desa Bajoe Kecamatan Tanate Riattang Timur dekat dengan ibukota kabupaten, Watampone. Letaknya di sekitar pantai Teluk Bone. Namun, kebanyakan penduduk Bugis Bone masih mengandalkan pada sumber daya agraris. Jika ada yang menjadi nelayan, maka mereka akan bekerja bersama suku Bajo yang tinggal di sekitar Pantai Bajoe, Teluk Bone. Orang Bajo merupakan suku yang hidup di laut (maritim) dan keberadaannya tersebar di beberapa tempat di wilayah Indonesia. Di Teluk Bone, orang Bajo sudah menetap dan telah banyak kawin mawin dengan orang Bugis. Meskipun sebagian orang Bajo bisa berbahasa Sama, Bugis, Makassar, dan Bahasa Indonesia, namun aksentuasi mereka menampakkan figur-figur yang kurang percaya diri. Pada dasarnya orang Bajo tinggal di laut atau langsung berhubungan dengan laut sejak zaman dulu. Di Teluk Bone, mereka tinggal di daerah pantai yang dibatasi oleh reklamasi pantai yang diperuntukkan untuk jalan. Secara keruangan, area hidup orang Bajo tidak lagi berhubungan dengan laut karena dibatasi oleh reklamasi pantai. Orang Bajo merupakan potret dari suku yang terpinggirkan, tidak saja oleh modernisasi dan pembangunan, tetapi juga oleh persaingan antarsuku yang didominasi kultur daratan. Orang Bajo di Teluk Bone tidak menempuh pendidikan formal, tidak mengikuti program KB dan tidak mempunyai kultur sterilisasi untuk mengurangi laju pertumbuhan penduduk. Secara fisik orang Bajo di Teluk Bone hidup dalam area yang tidak ramah lingkungan, tidak sehat dan tidak melalui proses perencanaan. Secara ekonomi mereka terjerat lingkaran konsumsi modern yang memenuhi sekujur hidup mereka. Mereka juga memasuki struktur ekonomi tengkulak yang tidak adil dan membelenggu. Ritual-ritual budaya orang Bajo yang berbasis pada kultur laut sudah tidak dijalankan lagi, sedangkan ketika mereka memasuki kultur daratan proses asismilasi dan adaptasi tidak terjadi. Sehingga mereka seperti kehilangan identitas sebagai kelompok. Program PNPM MPd sangat sedikit memasuki wilayah orang Bajo. Persepsi yang muncul dari praktik mengatakan bahwa orang Bajo sangat susah untuk memenuhi prosedur yang menjadi syarat sebuah program pembangunan dijalankan. Misalnya, susah untuk diajak musyawarah bersama. Perlu pendekatan yang lebih eksploratif dan lebih cair untuk menjangkau keberadaan mereka dan melibatkan mereka dalam pembangunan. Menurut Basyir, FT Kecamatan, banyak pihak sesungguhnya telah membuat program untuk masyarakat Bajo, namun program-program

Page 122: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

121

tersebut terlalu formal dan bersifat administratif-birokratis, sehingga tidak sampai menjangkau persoalan kehidupan Orang Bajo yang sebenarnya.

Foto 33 – 36. Suasana Kampung Orang Bajo yang marjinal: tidak ramah lingkungan, tidak sehat dan tanpa perencanaan atau tanpa penataan.

- Bala Soba dan Komunitas “Bissu” di Watampone Bala Soba (rumah persahabatan) merupakan Rumah Adat Bone yang masih tersisa. Mempunyai sejarah panjang di dalam kisah Kerajaan Bone, namun sekarang Bala Soba telah mengalami pemindahan lokasi. Ia peninggalan Raja Bone ke-31 (1890). Sekarang Bala Soba selain berfungsi sebagai tempat semacam “balai budaya” yang sering dipergunakan untuk latihan berbagai macam kesenian, tempat pementasan dan tempat acara-acara kesenian, Bola Soba yang juga menjadi objek wisata sejarah yang dikunjungi wisatawan maupun peziarah. Bala Soba juga menjadi tempat bermukim komunitas “bissu”. Pengelolaan, peruntukan dan perencanaan Bala Soba mau dikembangkan kemana di masa depan, tidak begitu jelas.

Bissu merupakan sebutan bagi sekelompok orang yang secara khusus menjadi pemimpin ritual keagamaan yang berkembang sebelum Islam masuk ke Sulawesi Selatan. Yang bisa menjadi bissu merupakan orang-orang yang disebut “calabai” (gender ketiga – hampir perempuan) dan “calalai” (gender keempat – hampir laki-laki).83 Bagi orang Bugis, gender tidak hanya dua (laki-laki dan perempuan). Dan Bone merupakan salah satu pusat keberadaan para “bissu”. Setelah Islam menjadi agama orang Bugis, posisi Bissu tidak lagi menjadi pemimpin ritual keagamaan tetapi lebih diwadahi lebih sebagai “penjaga budaya” dengan tugas utama sebagai pihak yang merawat sekaligus meritualkan benda-benda pusaka kerajaan. Ketika gerakan “wahabisme” Islam masuk ke Sulawesi Selatan melalui gerakan DII/TII Kahar Muzakar, “bissu” mengalami penindasan dan pelarangan keberadaannya. Sekarang bissu sesungguhnya sudah tidak ada, tetapi tradisi yang terkait dengan ritual bissu masih dijalankan. Terutama untuk kepentingan festival maupun upacara kenegaraan atau peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan pergelaran adat Bugis.

Secara praktis, komunitas “bissu” yang bertempat di area Bala Soba merupakan pihak yang mengisinya dengan berbagai kegiatan kesenian sehingga menjadi hidup. Di bawah pimpinan Ibu Fitri, jenis-jenis kesenian dan ritual diajarkan, dilatih dan dikreasikan kembali melalui sanggar di Bala Soba. Jenis-jenis kesenian itu meliputi tari-tarian tradisi (pajoge, patuddu, pajaga, dll), tarian bissu (mabissu atau magiri), musik (kecapi, gendang), permainan tradisi (pamancak), maupun ritual upacara (siraman, mappuci, penjemputan – angaruq, bissu).

83

Lihat: Christian Pelras, “Manusia Bugis”, Penerbit Nalar, Jakarta, Hal. 190 – 192.

Page 123: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

122

Foto 37 – 42. Bala Soba dan suasana hidup kesenian yang digerakkan oleh Ibu Fitri (foto insert) dan teman-temannya yang tinggal di area Bala Soba.

II. Lembaga Budaya Potensial

A. Lembaga di tingkat Provinsi 1. Komunitas Ininnawa Merupakan kelompok anak-anak muda di Makasar yang bekerja lintas disiplin, berasal dari berbagai komunitas dan bekerja di berbagai wilayah Sulawesi Selatan. Jaringan yang terbentuk di dalam komunitas Ininnawa ini sudah teruji cukup lama, mendalami kebudayaan Sulawesi Selatan melalui penerbitan, jurnalisme, diskusi dan seminar. Website: http://penerbit-ininnawa.blogspot.com/, http://makassarnolkm.com/ Kontak: Jimpe Rachman (0813 42 398338) 2. Arsitek Komunitas “Bengkel Berua” Merupakan kelompok jaringan arsitek dan pegiat budaya di Makasar yang penuh semangat menawarkan pendekatan alternatif (juga advokatif) terhadap tata ruang Makasar. Saat ini sedang merintis penelitian ruang pasar dan ruang-ruang lainnya di Makassar, serta mengembangkan diskusi, penerbitan dan distribusi buku di Sulawesi Selatan. Kontak: Muh. Cora (0852 42 694151) B. Lembaga di tingkat Kabupaten 1. Masyarakat Seni Salima, Maros Merupakan komunitas Teater Pasar di Maros yang mengorganisasi pekerja-pekerja pasar melalui media teater yang berbasis tradisi. Mengadakan workshop teater/kesenian lainnya untuk anak-anak sekolah dan pentas keliling di depan publik secara langsung dan dibiayai secara mandiri. Kontak: Rashid Djuneidi 2. Sanggar Lontaraq, Maros Merupakan komunitas teater dan kesenian lainnya yang berbasis di kampus/universitas. Mengadakan workshop teater di sekolah, universitas dan membuat pelatihan yang dibiayai secara mandiri, dengan tujuan utama untuk menghasilkan pegiat-pegiat seni teater yang nantinya akan membentuk komunitasnya sendiri. Kontak: Olank Sukardi

Page 124: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

123

3. Yusril Yusuf, Kecapi Maros. Beliau adalah ‘link’ yang menghubungan peneliti dengan beberapa nara sumber kunci di kota Maros. Pak Yusril kini hidup dari membuat kecapi tradisional yang ia pelajari secara otodidak. Ia pernah bergabung dengan kelompok teater sewaktu muda, namun beralih ke pembuatan kecapi serta alat musik tradisional lainnya (gambus) dan ia pasok seantero Sulsel – termasuk ke sekolah-sekolah yang kini mengajarkan musik tradisional sebagai mata pelajaran dengan muatan lokal 4. Lembaga Studi Budaya, Adat dan Agama, Bone Merupakan jaringan orang-orang yang berbasis pesantren dan mantan aktivis mahasiswa yang memfokuskan diri pada kajian budaya, adat dan agama di Bone. Kegiatannya pengorganisasian melalui sekolah dan pesantren, penerbitan dan diskusi. Mereka juga berjaringan dengan Lembaga Kajian Islam dan Sosial di Yogyakarta. Salah satu bentuk kegiatan yang pernah muncul dari jaringan ini adalah “sekolah budaya rakyat” yang mengembangkan tradisi analisis sosial pada beberapa orang di Bone. Kontak: Fadli (0821 18 7679097)

III. Gagasan dan Usulan Desain Program serta Persoalan Yang Diangkat Dalam Focus Group Disscussion (FGD) yang diselenggarakan di Kantor PNPM Maros84, hampir semua orang yang hadir mengeluhkan mengenai “matinya” tradisi atau hilangnya kebiasaan-kebiasaan lama yang dianggap (lebih) baik. Identifikasi persoalan untuk memahami kenapa tradisi “mati” dari yang hadir dari FGD tersebut memperlihatkan sesungguhnya semua orang yang hadir memang sudah tahu jawabannya; seperti rumusan item-item persoalan yang muncul dalam FGD berikut ini: - Campur tangan pemerintah tidak menyentuh kepada persoalannya seni tradisi, bahkan dirasa

malah mengganggu kehidupan tradisi. - Kebiasaan masyarakat yang sudah berubah. Generasi muda tidak mengenal tradisi lagi. - Tempat-tempat hidup tradisi telah menghilang. Tempat latihan-pun tidak ada. - Pelaku-pelaku tradisi berkurang. - Perspektif media massa yang melihat image tradisi yang cenderung dangkal, fungsional dan

bersifat populer sehingga menjadikannya “trend”. - Perubahan lingkungan yang sudah berubah cepat, tidak seperti dulu lagi. - Praktik seni tradisi menjadi semakin mahal. Foto 43 – 45.

Suasana FGD Maros dan poin-poin hasil identifikasi.

84

Pada Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan di Kecamatan Maros pada akhir penelitian, hadir

16 nara sumber yang terdiri dari beragam latar belakang: para fasilitator PNPM (baik tingkat Kabupaten

maupun Kecamatan), Kepala Desa, pelaku budaya seperti seniman yang seringkali merangkap aktivis (bukan

hanya di kecamatan lokasi penelitian, tetapi juga di Kota Maros sendiri) dan Tim UPK yang mendampingi

kelompok seni seperti di dusun Toddopuli, Kecamatan Tanralili. Kami juga mengundang seorang arsitek

muda berbasis di Makassar yang memang tertarik dengan isu-isu kemasyarakatan.

Komposisi partisipan yang beragam seperti ini sengaja kami susun berdasarkan temuan-temuan di lapangan

yang mengindikasikan adanya kesamaan dalam memetakan persoalan sosial bersama di Maros meski dari

perspektif yang beragam. Misalnya, kesadaran akan besarnya potensi budaya di Maros sekaligus hambatan

berupa keterbatasan sumber daya manusia (SDM) untuk mengasah dan menggalinya (misalnya seperti

diutarakan oleh Nurtaqwa, FKT Maros). Padahal, SDM tersedia di daerah sekitar (seperti di daerah urban

Maros), namun tidak ada satu wadah atau kesempatan bagi mereka untuk bertemu. Kebutuhan akan jejaring

baru inilah yang terutama difasilitasi oleh FGD (catatan: Helly Minarti).

Page 125: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

124

Lalu bagaimana jika demikian persoalannya? Bagaimana mendekati persoalan masyarakat yang berubah dan persoalan hilangnya tradisi yang kompleks? Pendekatan budaya menawarkan keleluasaan untuk memahami persoalan tersebut, namun ada beberapa poin yang muncul sebagai “nilai” yang perlu diperhatikan ketika pendekatan budaya disinergikan dalam pembangunan masyarakat, yaitu:

1. Pendekatan budaya tidak bisa dipahami secara parsial, tetapi menyeluruh. Tidak hanya memberi bantuan modal, alat, atau membangun sarana dan prasarana atau membuat workshop peningkatan kapasitas sumber daya. Tetapi melakukan identifikasi, eksplorasi sekaligus eksperimen terus-menerus di dalam setiap proses dan konteks. Letaknya bukan dihasil tetapi di proses dan relasi-relasi sosial yang terbentuk kemudian.

2. Memberi bantuan modal, alat, sarana dan prasarana serta peningkatan sumber daya manusia memang perlu. Tetapi bagaimana caranya, dimana inspirasinya bagi kehidupan bersama, serta dimana posisi yang diambil dalam relasi ketidakadilan yang ada di dalam tubuh masyarakat.

3. Pendekatan budaya setidaknya “harus” mencantolkan dirinya pada akar tertentu. Ada yang tetap dan ada yang berubah dalam dinamika masyarakat. Dalam kasus penelitian ini, akar kewilayahan merupakan hal yang tetap, sedangkan jaringan lintaswilayah yang mobile dan pemerintah (PNPM) sebagai pelindung yang tidak perlu ikut campur di dalam dinamika proses.

4. Pendekatan budaya bersifat tidak langsung. Soal-soal seperti: penguatan identitas, tercapainya kesepakatan bersama, pengambilan posisi yang jelas di dalam mengambil keputusan, kehadiran suara minoritas, dan lain sebagainya merupakan hasil yang tidak nampak. Selain hal-hal di seputar pendekatan budaya, ada beberapa persoalan mengenai kondisi-

kondisi PNPM sebagai organisasi maupun sebagai rancangan program yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Ada beberapa catatan dari lapangan yang berangkat dari kondisi PNPM, misalnya: - Perencanaan harus satu pintu (PNPM MPd) - Tambahan fasilitator budaya di tingkat kecamatan nampaknya diperlukan ketika program ini

dijalankan, namun tetap dibawah PNPM MPd. - Rancangan program disesuaikan dengan ritme rotasi fasilitator PNPM di suatu wilayah, dan

juga jalannya semua tahapan program PNPM di sebuah wilayah kecamatan85. Hal ini penting dipetakan mengingat diperlukannya tahapan-tahapan dalam kerja pengorganisasian

85

Untuk program Komunitas Kreatif II, masukan dari Tim PNPM Maros dan Watampone tentang desain

program adalah untuk mengintegrasikan program tersebut ke dalam mekanisme PNPM – melalui tahap-tahap

usulan, ranking, verifikasi – namun dipisahkan dari usulan umum (antara lain dibedakan dengan nama

‘Komunitas Kreatif II’). Sementara koordinasi program dilaksanakan dari tingkat Kabupaten (di bawah FK

dan FKT) meski pelaksanaan sehari-hari dikerjakan oleh Fasilitator khusus tingkat kecamatan.

Page 126: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

125

masyarakat supaya saling sinergi antarprogram, kelangsungannya86, efisiensi administrasi dan optimalisasi tujuan.

- Mencari kemungkinan struktur program di dalam mekanisme atau struktur PNPM yang sudah ada. Jangan sampai membuat struktur baru di dalam struktur yang sudah berjalan.

- Melibatkan pihak ketiga yang berupa lembaga-lembaga budaya potensial di tingkat provinsi maupun kabupaten (terutama dari lembaga/komunitas budaya dan NGO) yang menjadi inisiator sekaligus eksekutor untuk menumbuhkan kerja-kerja kolaborasi, inovasi dan ekplorasi potensi-potensi budaya di suatu wilayah (kecamatan dan desa).

- Mencari kemungkinan fleksibilitas dan efisiensi administrasi program di tingkat praktik. Dari beberapa lokasi kunjungan penelitian, didapat setidaknya 2 kandidat wilayah

pelaksanaan program yang berangkat dari beberapa persoalan yang muncul, yaitu: 1. Persoalan pelestarian sumber daya alam dan penguatan identitas di Kecamatan Tanralili

Kecamatan Tanralili merupakan potret wilayah yang kaya sumber daya alam tetapi masyarakatnya miskin, ter-eksploitasi dan menghadapi serbuan gaya hidup urban yang praktis dan konsumtif. Pendekatan budaya mempunyai potensi kedalam untuk memperkuat resistensi lokal, penguatan identitas dan konservasi sumber daya alam.

2. Persoalan penguatan identitas di Masyarakat Bajo, Kecamatan Tanete Riattang Timur. Suku Bajo merupakan kasus ideal tentang masyarakat miskin yang termarjinalkan dimana pendekatan budaya amat potensial menjadi alat untuk mencari solusi yang lebih fundamental. Berdasarkan diskusi dengan fasilitator kecamatan serta kader di kantor UPK PNPM yang

paling dekat dengan wilayah suku Bajo, ada hal menarik yang terungkap bahwa meski suku Bajo adalah target ideal untuk program PNPM, namun sebagai tim mereka mengaku kehilangan akal untuk ‘menjangkau’ komunitas ini. Karakteristik kultural orang Bajo terbilang sangat berbeda dan unik dibanding mayoritas orang Bugis atau penduduk lain di Bone. Misalnya soal angka buta huruf yang cenderung tinggi karena keengganan anak-anak Bajo untuk belajar di sekolah-sekolah umum. Hal ini lebih disebabkan karena pola hidup mereka yang amat berbeda, yang terbiasa bebas di lautan dan tidak terkekang dengan aturan-aturan formal. Lalu soal problem gaya hidup yang mengabaikan sanitasi. Hal ini karena kehidupan mereka praktis diisolasi dari laut lepas, salah satunya dengan adanya reklamasi pantai dan pembuatan jalan yang melingkari permukiman orang Bajo. Persoalan yang lain lagi adalah masalah Bahasa Bajo yang sulit dimengerti bagi orang di luar mereka.

Atas dasar persoalan-persoalan yang diutarakan fasilitator PNPM dan diskusi kami, mereka pun secara mengejutkan muncul dengan gagasan bahwa pendekatan budaya memang kunci mendekati suku Bajo. Solusi ala “Komunitas Kreatif” dari teman-teman fasilitator PNPM di Bajoe sangat menarik:

“Kuncinya adalah pendidikan. Namun untuk membujuk agar mereka mau ‘sekolah’, mungkin kita harus menyesuaikan dengan gaya hidup melaut mereka. Sehingga model sekolah alam mungkin lebih tepat”.

86

Kabupaten Maros telah membuktikan manfaat dari program PNPM Integrasi, bagaimana program ini bisa

memfasilitasi usulan-usulan di luar bangunan fisik, seperti bantuan untuk kelompok seni di desa Tuddopuli,

Kecamatan Tanralili, dua tahun silam, yang dampak positifnya terasa hingga kini. Adalah masyarakat desa

sendiri yang memutuskan untuk mendanai kelompok termiskin di desa Tuddopuli karena mereka belum

memiliki alat musik. Namun, program pendampingan juga penting karena mereka pun dilatih untuk

memelihara alat serta mengelola sumber daya yang masuk ke dalam kas mereka dengan bertambahnya order

manggung.

Page 127: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

126

Lampiran 8

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II Kabupaten Padang Pariaman dan Solok, Sumatra Barat

Helly Minarti & Yoshi Fajar Kresnomurti

Laporan ini disusun berdasarkan kerja lapangan selama 10 hari (25 November – 4 Desember 2012) oleh dua peneliti. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan memetakan potensi-potensi budaya lokal setempat yang potensial untuk dikembangkan menjadi program PNPM Komunitas Kreatif II. Kategori ‘potensi budaya’ di sini diterjemahkan sebagai 1) ragam budaya; 2) aktor/pelaku budaya; 3) lembaga yang potensial memfasilitasi program budaya ataupun agen lainnya (aktivis, intelektual, dll). Ketiga kategori ini lantas dikontekstualisasikan dalam peta yang lebih luas, yaitu lokalitas Minangkabau serta kondisi serta karakter tim PNPM yang memang diproyeksikan menjadi pengelola program.

Penelitian ini memilih dua kabupaten sebagai sampel (Kabupaten Padang Pariaman dan Solok), dengan target masing-masing dua kecamatan (total: empat), meski – dimana dianggap perlu - juga menjelajah kemungkinan di daerah sekitar yang berdekatan (dalam hal ini Kecamatan Sicincin di Padang Pariaman dan kota Sawah Lunto yang dekat dengan Solok). Kriteria kedua kabupaten ini berdasarkan potensi budaya setempat serta tingkat kemiskinan yang relatif masih lebih buruk dari angka rata-rata per propinsi. Wilayah kedua kabupaten yang relatif dekat dengan Ibukota Provinsi (Padang) juga menjadi pertimbangan, mengingat waktu penelitian yang relatif singkat.

I. Minangkabau: Latar Geokultural dan Dialektika Ninik Mamak Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) identik dengan suku bangsa Minangkabau, yang terkenal lewat keunikannya sebagai suku bangsa terbesar di dunia yang mayoritas memeluk agama Islam namun menjalankan adat-istiadat berazas matrilineal (keturunan dan harta warisan menurut garis ibu). Karena keunikan inilah (paduan “Islam” dan “matrilineal” yang secara teori muskil), maka para ahli menyebut Minangkabau sebagai ‘kebudayaan yang paradoks’ (Kato:1982; Hadler:2008). Dalam sistem kekerabatan Minangkabau yang matrilineal, secara tradisional, lelaki Minangkabau bukan hanya tidak berhak

mewarisi harta-pusaka klan maternalnya, ia bahkan tidak memiliki ‘hak’ tinggal di rumah gadang (rumah adat). Sehingga sejak kecil ia justru menginap di ‘surau’, dan hanya ke rumah gadang untuk keperluan makan.

Adat-istiadat ini masih dijalani hingga tahun 1970an oleh mereka yang kini berumur 40-an atau lebih tua, seperti Pardi Yosefa, Sekretaris Nagari, Jorong (dusun) Batu Sangka, Kecamatan Dilam, Solok. Namun, praktik ini berubah ketika generasi ini menginjak usia menjadi ‘orangtua’. “Dulu Ibu kami memang tidak membangun kamar di rumah gadang, sehingga kami pun tidur di surau. Namun generasi saya – seperti pak Armaidi Malin Sati (pelatih Sanggar Talago Janiah) - justru

Peta 1. Posisi Padang Pariaman dan Solok di Sumatera Barat.

Page 128: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

127

khusus membangun kamar untuk anak lelaki di rumahnya,” jelasnya. Zaman, kata mereka, memang berubah.

“Menurut adat istiadat Minangkabau, tiap orang terikat pada rumah gadang dan desa (nagari) klan dari garis keturunan ibunya. Para lelaki menikah dan bergabung ke dalam keluarga besar, namun tetap terikat pada rumah-gadang-rumah gadang ibu mereka. Mereka kembali ke rumah gadang ini selepas bekerja di ladang, untuk beristirahat ketika sakit, dan akhirnya dikuburkan di tanah penguburan keluarga ibu mereka. ‘Suami’ dan ‘ayah’ adalah figur yang samar….. Dan menurut tradisi, adalah (ninik) mamak (paman dari garis keturunan ibu/maternal) yang memiliki otoritas atas kehidupan para anak. Kebudayaan Minangkabau disebut ‘matrifocal’ karena, meskipun kaum lelaki dapat menjadi bagian dari kehidupan para istri dan anak mereka, namun ibu adalah pusat yang menyatukan keluarga” (Hadler 2008:5-6).87 Konsekuensinya, peran Ninik Mamak menjadi sentral. Ia bukan hanya menjadi wakil otoritas

lelaki dalam unit rumah gadang - orang yang bertanggung jawab atas kesejahteraan para kemenakan dari saudara perempuannya - tapi juga sebagai pemimpin suku (“klan”) di nagari (setingkat desa), ia memiliki posisi penting dalam masyakarat luas, dibantu oleh posisi Dubalang (bidang keamanan), Mantri (keagamaan) dan Mantik (sosial budaya).

Secara formal, sistem kekerabatan Minangkabau ini terus berjalan – meski dengan beberapa penyesuaian di setiap zamannya (zaman kolonial Belanda dan awal Republik). Namun, sistem ini sempat terhenti selama masa pemerintahan Orde Baru di bawah Suharto – ketika administrasi pemerintahan lokal diseragamkan secara nasional88 – meski, pada praktiknya, hukum adat yang diatur dalam sistem kekerabatan Minangkabau tetap berlaku di dalam lingkungan kekeluargaan.

Foto 1 – 3. Sebuah Rumah

Gadang yang sudah

ditinggalkan penghuninya

, tidak ditempati

lagi. (Foto

diambil di Kabupaten

Solok)

Setelah era Reformasi, terutama dirangsang oleh semangat otonomi daerah, sistem

kekerabatan adat Minangkabau pun dihidupkan kembali lewat gerakan “Kembali ke Nagari” (babaliak banagari) sejak 2001. Menurut beberapa nara sumber, Mendagri sekarang (Gamawan Fauzi) yang pernah menjabat sebagai Bupati Solok, adalah salah satu penggagas utama gerakan ini.

87

Teks asli dalam Bahasa Inggris: “According to Minangkabau’s adat (custom), a person’s principal

affiliation is to the longhouse and village of a maternal clan. Men marry into an extended family, but remain

attached to their mothers’ houses. They return to that house daily to work in the fields, convalesce there in

time of sickness, and are eventually buried in the maternal family graveyard. A husband and father is an

evanescent figure. …And according to tradition, it is the mamak (maternal uncle) who provides male

authority in the lives of children. Minangkabau’s culture has been termed matrifocal because, although men

can be part of the lives of their wives and children, it is mother-centeredness that grounds the family” (Hadler

2008:5-6). 88

Menurut ingatan beberapa nara-sumber, sistem Nagari dihentikan tahun 1979-1983, dan setelah itu

dilebur menjadi sistem desa dimana peran Ninik Mamak tercerabut, dan sama sekali tidak terkait dengan

administrasi desa.

Page 129: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

128

Setelah lebih dari satu dekade berjalan, gerakan ‘Kembali ke Nagari’ ini masih terus mengalami penyesuaian dalam praktiknya, lengkap dengan pengaruh positif serta ekses negatifnya. Di sisi positif, gerakan ini menjadi momentum bagi orang Minang untuk merefleksikan kembali identitas ‘ke-Minangan’nya. Di sisi negatif, selalu ada upaya-upaya oportunis yang menyalahgunakan momentum ini, misalnya dengan menciptakan dan melipatgandakan jumlah nagari semata-mata untuk kepentingan administratif yang pragmatis (misalnya agar mendapat ‘kue’ anggaran dari pemerintah pusat).

Foto 4 & 5. Sebuah Rumah Gadang untuk Kantor Kerapatan Adat Nagari (KAN) di Nagari Bukit Tandang, Bukit Sundi, Kabupaten Solok, yang sedang direnovasi. Barangkali gambaran gerakan “babaliak banagari” seperti merenovasi kembali rumah gadang yang sudah mulai melapuk, dan hasilnya: bisa baik, bisa buruk.

Baik sebagai ‘sosok’ pribadi maupun ‘lembaga’ kultural (kolektif), eksistensi dan praktik Ninik

Mamak pun menjadi sorotan, terutama karena pergeseran-pergeseran yang diakibatkan oleh modernitas dan penyempurnaan tata cara birokrasi. Misalnya, idealnya, seorang Ninik Mamak memang berdomisili di nagari tempat ia diangkat agar dekat dengan para kemenakan nya, tidak jauh di rantau 89 seperti yang kini kerap terjadi. Akibatnya, banyak kritik dilontarkan ke para Ninik Mamak yang tidak lagi perduli dengan keadaan kemenakannya, mengabaikan kewajiban dan tanggung jawab adatnya.

Di Padang Pariaman, misalnya, orang mulai mengritisi cara terpilihnya Ninik Mamak yang cenderung diturunkan berdasarkan darah, meski ketika giliran jatuh ke sosok individu yang dinilai tidak mampu. “Sesungguhnya, ada cara untuk mengatasi hal ini. Yaitu dengan menunjuk Ninik Mamak yang masih satu suku tapi ini kan tidak ditempuh, karena mereka lebih suka posisi itu tetap berada di garis keturunan keluarganya,” cetus Efyuhardi S, dosen teater di ISI Padang Panjang yang berasal dari- dan tinggal di Padang Pariaman.

Sebagai lembaga, peran Ninik Mamak kembali aktif sejak 2007, diresmikan melalui Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) dan peran mereka sangat menentukan dalam kehidupan komunitas di nagari. Di tingkat kecamatan/kabupaten juga dibentuk BKAN (Badan Kerapatan Adat Nagari) dengan hierarki birokrasi yang rapi. Sementara di tiap nagari (setingkat desa) dibentuk KAN (Kerapatan Adat Nagari) lengkap dengan struktur organisasinya.

Dalam forum “Pembekalan Badupari (Barisan Dubalang Paga Nagari) se-Kabupaten Padang Pariaman” – semacam program pelatihan untuk para Ninik Mamak yang menjabat sebagai Dubalang - Bupati Padang Pariaman, Drs. H. Ali Mukhni, menyatakan bahwa ia sudah 89

Selain prinsip matrilini, ‘merantau’ terkenal sebagai adat khas Minangkabau yang utamanya diperuntukan

untuk kaum pria Minangkabau, agar mereka mencari pengalaman di luar kampung halamannya.

‘Pengalaman’ ini bisa berbuah pengetahuan, kebijaksanaan, kekayaan maupun peruntungan, yang ketika ia

kembali, diharapkan memperkaya kehidupan nagarinya.

Page 130: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

129

menganggarkan dana sejumlah Rp 500 juta untuk membangun gedung kantor LKAAM agar tidak lagi mengontrak. Ini menjadi salah satu bukti – seperti yang ia tegaskan dalam pidatonya – pentingya lembaga Ninik Mamak bagi perkembangan Sumbar di masa mendatang.

Foto 6 & 7. Pembekalan Badupari (Barisan Dubalang Paga Nagari) di Kantor Bupati Padang Pariaman yang baru, 28 November 2012.

Posisi Minangkabau dalam lingkup yang lebih luas (sebagai bagian dari Sumatra), pun unik.90 “Minangkabau adalah kebudayaan yang hibrida …… yang didefinisikan lewat serangkaian adat-istiadat serta kesamaan bahasa, tersebar secara sentrifugal dari desa-desa pedalaman yang disebut ‘darek’ hingga ke daerah ‘rantau’. Di bagian timur Sumatra, kebudayaan Minangkabau bercampur dengan dunia Melayu pesisiran. Di selatan, orang-orang Minangkabau (selanjutnya disebut orang Minang dalam laporan ini) berinteraksi dengan penduduk (provinsi) Bengkulu dan Jambi, yang pada gilirannya, ikut membentuk politik serta adat istiadat lokal.” (Hadler: 2008:4). 91

Terlibat dalam konflik (atau konstetasi) dan kepiawaan mengelolanya adalah bagian integral

dari kebudayaan Minangkabau. Budayawan Edy Utama sempat berujar, cara menyapa ‘apa kabar’ orang Minang merefleksikan karakter ini. “Alih-alih bertanya ‘apa kabar’, kami menyapa dengan ‘ada perkara apa?’.” Menurutnya, ‘kegagalan’ kebudayaan Minang saat ini adalah justru karena mengabaikan proses historis perkembangan Minangkabau itu sendiri yang dilukiskannya sebagai ‘zig-zag’. “Para pemikir Minang seperti Buya Hamka itu kan awalnya parewa92, tidak langsung alim ulama. Lalu lihat saja alur pemikiran Tan Malaka, Moh. Yamin, Hatta dan lainnya,” cetusnya.

Secara kekerabatan, selain menjadi anggota suku tertentu (Koto, Piliang, Jamak, dll), urang Minang juga terbagi dalam dua ‘aliran’ yaitu Bodi Caniago dan Koto Piliang. Bodi Caniago menganut paham yang lebih ‘partisipatif’ karena tata masyarakatnya bersandar pada kedudukan Ninik Mamak, cerdik pandai dan alim ulama yang menekankan proses musyawarah dalam

90

Propinsi Sumatra Barat adalah konstruksi kolonial Belanda yang kemudian diteruskan hingga kini.

Sebetulnya batas-batas ini bisa dipertanyakan kembali (misalnya suku Minangkabau yang lebih dekat ke

Mandailing, lihat Hadler:2008) ataupun hubungannya dengan Kepulauan Mentawai yang meski bagian dari

Sumatra Barat namun tidak memiliki kedekatan kultural dengan suku Minangkabau. 91

Teks asli: “The Minangkabau had a hybrid culture…… is defined by a handful of customs and rough

linguistic commonalities, spreading out centrifugally from a heartland of highland villages called the darek

and into the expanding rantau. In the east of Sumatra, Minangkabau culture mixes with the world of the

coastal Malays. In the south, the Minangkabau people interact with the inhabitants of Bengkulu and Jambi,

shaping local politics and customs.” (Hadler: 2008:4). 92

Parewa adalah istilah yang sulit diterjemahkan. Ia sosok dalam masyarakat tradisional Minangkabau yang

sering diterjemahkan sebagai ‘jagoan’ atau preman, meski posisi kulturalnya lebih kompleks dari itu. Parewa

di masa lalu adalah juga produk ‘surau’, yang belajar baik tentang syariah Islam maupun dunia mitologis

Minangkabau sebelum Islam. Namun, ia memilih untuk tidak mengikuti jalur formal sebagai ulama ataupun

petinggi adat sesuai dengan pendidikannya. Ia justru memilih jalan silat, ditakuti karena kesaktiannya, namun

dihormati setiap melontarkan kritik ke kaum ulama ataupun adat, meski ia menjalani gaya hidup bebas –

‘nongkrong’ di lapau untuk mabuk, berjudi dan kadang berbuat onar di nagari tetangga.

Page 131: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

130

mengambil keputusan bersama. Sementara Koto Piliang menambahkan posisi Panghulu yang perannya amat berpengaruh dalam pengambilan keputusan penting, sehingga dianggap kurang demokratis dibanding Bodi Caniago.

II. PNPM di Sumbar: Dinamika Kerja, Kinerja dan Isu Partisipasi Sumatra Barat terpapar oleh PNPM Mandiri MP, PNPM Integrasi, PNPM Lingkungan MP dan

PNPM Perkotaan. PNPM Pariwisata - yang menjadi program Dinas Pariwisata Pemda Sumbar - terlihat cukup aktif di Kabupaten Solok. Program mereka biasanya memetakan dan mendukung sanggar-sanggar setempat serta membina mereka dan sesekali mensponsori mereka untuk pentas di tingkat provinsi. Kadang ada program yang juga terkesan ‘memaksa’, artinya tidak didasari oleh konsep yang kuat. Terutama program yang bertajuk Desa Pariwisata yang ‘bermimpi’ mendatangkan wisatawan asing ke desa-desa di Solok. Sumbar juga pernah terpilih sebagai lokasi PNPM Daya Budaya (2008-2010) dan beberapa FK bahkan sempat terlibat secara langsung/tidak langsung.

Secara umum, hubungan PNPM dengan Pemda terkesan dekat. Kantor PNPM Provinsi di Padang berbagi gedung dengan Pemda. Hubungan terlihat kolegial, meski kadang terasa jika pejabat Pemda tetap ingin menunjukan otoritasnya. Korprov memperkenalkan kedua peneliti ke jajaran Pemda, layaknya ‘permisi’ sebelum berangkat ke Kabupaten Padang Pariaman. Di Kabupaten pun, kedua peneliti harus mampir di kantor Pemda, dan beraudiensi dengan Sekda Pemda dan Kepala Sosbud. PJOK di Kecamatan Patamuan (Padang Pariaman) pun terlihat aktif terlibat di kantor UPK.

Koordinator Provinsi (Korprov) Arry Chandra Kurnia memulai karir di PNPM dari posisi Fasilitator Kecamatan - sehingga ia cukup memahami seluk beluk perkembangan – termasuk perubahan - PNPM di Sumbar. Program PNPM di Sumbar memang masih memfokuskan pada program fisik, meski Ia juga mampu membandingkan beban kerja FK ketika ia menjabat FK dengan FK sekarang yang menurutnya “sudah terlalu dibebani dengan bermacam ragam laporan.”

Foto 8 –10. Audiensi dengan Sekda Pemda dan Kepala Sosbud Provinsi Sumbar.

Foto inset: Pak Arry Chandra (Korprov).

Ia sangat koperatif, dan terbuka berdiskusi perihal masalah yang problematik, terutama persinggungan kultural di dalam konstelasi Minangkabau sendiri. Soal menggunakan pendekatan budaya dalam kerja PNPM misalnya, ia langsung ‘membaca’ kemungkinan-kemungkinan di lapangan. “Misalnya di Pariaman dengan budaya lapau nya yang kental. Lapau di Pariaman bukan sekedar tempat orang berkumpul, namun juga tempat bertemunya arus informasi, debat dan diskusi. Seharusnya FK bisa ke sana dan melontarkan isu, misalnya, lalu dilihat siapa yang berpartisipasi dan berapa orang,” cetusnya.

Ketika peneliti melontarkan usulan ini ke staf PNPM dan Pemda, mereka merumuskan bahwa metode seperti itu bisa saja dilakukan dan ‘valid’, sejauh diperlakukan sebagai metode informal dalam memetakan isu aktual. Langkah selanjutnya adalah tetap memformalkan isu dan usulan

Page 132: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

131

yang muncul di lapau ke dalam mekanisme formal PNPM seperti Musrembang. PNPM Sumbar sendiri sedang menghadapi beberapa

masalah yang menyangkut penyelewengan dana yang dilakukan oleh anggota beberapa UPK, umumnya berkaitan dengan program SPP. Ada yang masih dalam taraf pengusutan, ada pula yang telah dijatuhi vonis oleh pengadilan. Namun kekurangan ini dibicarakan secara terbuka, tanpa ditutupi, baik oleh Korprov maupun FK dan tim UPK di tingkat kabupaten dan kecamatan.

Perihal partisipasi, menurut Koprov, di PNPM Sumbar cenderung menurun, terutama karena umpan balik tidak dihitung. “Parameter dan mekanisme nya terlalu formal,” kata Arry. Menurutnya, sosialisasi PNPM sebaiknya melalui jalur informal seperti lapau di Padang Pariaman. Namun menurut Sekda Padang Pariaman, partisipasi masyarakat dalam program PNPM secara umum sebetulnya baik, (“..antusias”), seperti tercermin melalui partisipasi di Musrembang dan MAN (Musyawarah Antar Nagari, setara dengan MAD).

Mekanisme partisipasi memang beragam. Di Kecamatan Patamuan (Kabupaten Padang Pariaman), undangan untuk Musrembang biasanya ditempel terbuka di tempat-tempat strategis, sehingga setiap warga bisa datang, bukan berdasarkan kuota. “Biasanya seluruh elemen masyarakat – pemuda, PKK, Bundo Kanduang (matriarkh di rumah gadang), Ninik Mamak, alim ulama dan cerdik pandai - hadir menyampaikan usulan,” kata Musyirwan, Ninik Mamak yang menjabat sebagai Ketua BKAN yang khusus berurusan dengan PNPM. Sementara di Nagari Kota Baru, Solok, Musrembang memakai sistem perwakilan (kuota), dihadiri oleh utusan Nagari. Biasanya terdiri dari utusan Nagari (wali Nagari), tokoh masyarakat serta utusan perempuan – maksimum 7 orang.

Perihal RBM (Ruang Belajar Masyarakat), di Sumbar, hal ini diterjemahkan dalam konsep Palanta (‘saung’). Menurut Koprov, format RBM masih terlalu administratif dan jika dikritisi, masih perlu diadaptasi sesuai dengan situasi lokal. Menurtunya, ada pekerja-pekerja PNPM yang kreatif dan justru mulai keluar dari format baku PNPM yang tertuang dalam PTOK yang dianggap kaku. Misalnya, aturan seperti harus memiliki ‘modul lokal’. “Apakah kita memang perlu ini? Apakah kita benar-benar memahami hal ini?,” tambah Yeni, konsultan bagian Pelatihan di PNPM Provinsi. III. Kabupaten Padang Pariaman93: Kecamatan Ulakan Tapakis dan Patamuan A. Karakteristik Geokultural dan Dinamika Sosial

Kabupaten Padang Pariaman dahulunya adalah bagian dari kota Padang. Letaknya memang berbatasan dengan ibukota provinsi Padang (hanya 1.5 jam berkendara) di sebelah selatan dan Kabupaten Agam sebelah utara. Tentu ia dekat dengan Kotamadya Padang Pariaman dan juga relatif dekat ke Padang Panjang, kota kecil yang sejak lama dianggap sebagai pusat kebudayaan Minangkabau, dimana ada Insitut Seni Indonesia yang berdiri sejak 1967.

Kabupaten Padang Pariaman terbagi dalam dua lansekap: pesisir pantai dan pegunungan. Padang Pariaman adalah penghasil kelapa terbesar di Sumbar – meski kelapa di sini masih dipanen utuh, belum banyak dibudidayakan. Ada upaya relatif baru untuk mengolah minyak kelapa tanak (POC), namun upaya ini masih terhitung baru.

Di pesisir, orang biasanya menjadi petani sawah tadah hujan dan hidup dari perkebunan

93

Untuk data demografi dan statistik dasar lainnya, silahkan lihat di situs web Kabupaten Padang Pariaman:

http://www.padangpariamankab.go.id/

Contoh kasus PNPM di Sumbar (Tabel diambil dari sebuah koran lokal di Padang).

Page 133: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

132

kelapa. Seringkali juga ditambah dengan beternak (ayam, itik, sapi). Ada juga yang menjadi nelayan, dan mereka inilah yang disebut sebagai kelompok yang paling marjinal – baik dari segi ekonomi maupun akses ke sumber daya lainnya (pendidikan). Sementara di pegunungan, selain bertanam padi dengan menerapkan sistem irigasi yang lebih bisa diandalkan ketimbang sistem tadah hujan, ada juga yang berdagang dan menjadi pegawai negeri atau swasta.

Orang Padang Pariaman senang berburu babi. Mereka bahkan memiliki asosiasi sendiri, PORBI (Persatuan Olah Raga Berburu Babi). Meski mayoritas Islam, anjing-anjing berkeliaran di desa ataupun dipelihara khusus untuk kepentingan berburu tadi.

Wakil Gubernur Sumbar saat ini, Muslim Kasim, adalah mantan Bupati Padang Pariaman. Ia mewariskan pembangunan kantor Bupati baru nan megah, di daerah Simpang Parit – terhitung masih pedalaman – yang juga kampung halamannya. Pembangunan kantor megah ini harus membelah bukit, dengan instalasi listrik baru – konon dengan alasan agar daerah tersebut terstimulasi membangun. Kantor Bupati Padang Pariaman ini akan diresmikan pada bulan Mei 2013.

Kabupaten Pariaman adalah daerah yang paling parah terkena gempa tahun 2009. Ada dua desa yang tertimbun, karena letaknya yang tidak menguntungkan. Para korban gempa ini masih dalam proses membangun hidupnya kembali, dipindah-lokasikan ke daeah lain. “Semiskin-miskinnya orang Minang, ia pasti punya tanah warisan (pusako). Sehingga semiskin-miskinnya, pasti punya rumah meski cuma gubuk berlantai tanah,” cetus Efyuhardi, pendiri sanggar di Kecamatan Sicincin, Padang Pariaman.

Di Pariaman, orang terbiasa membangun rumahnya di atas tanah yang relatif luas – kadang dikelilingi kebun kelapa - sehingga berjarak dengan tetangganya. Sementara para korban gempa itu direlokasikan ke daerah perumahan baru, dimana jarak antar tetangga saling berdekatan (jika tidak berimpitan), dan perubahan ruang hidup ini butuh penyesuaian.

Di kalangan orang Minang sendiri, Padang Pariaman dikenal lewat tradisi dan karakteristik kultural yang khas, yaitu:

1. Tradisi menjemput marapulai (pengantin pria): tata cara dimana perempuan lah yang “meminang” dan “membeli” pengantin pria (pinangan di sini disimbolkan dengan sejumlah uang yang besarnya signifikan, dan status pendidikan dan jabatan suami menentukan ‘harga’ nya sebagai marapulai). Tradisi marapulai bahkan sering disalah-tafsirkan sebagai kekhasan adat Minangkabau oleh orang non-Minang. Padahal, di Minangkabau, tradisi ini hanya berlaku di Pariaman.

2. Tradisi berkumpul di lapau (warung kopi ala Minang). Lapau tersebar di seluruh Minangkabau, namun tradisi ini konon lebih kuat dan spesifik di Pariaman dibanding di daerah lain di Sumbar. Seorang nara sumber berkata, sebagai lelaki bujang di Pariaman, ia ‘wajib’ nongkrong di lapau setiap malam sebagai syarat bersosialisasi. “Jika tidak, nanti jika saya mengadakan hajat seperti perkawinan, tidak ada yang datang. Juga ketika saya memerlukan bantuan, tidak akan ada yang mengulurkan tangan,” cetusnya.

3. Tradisi ‘cimeeh’ atau mencemooh sebagai mekanisme kontrol sosial. 4. Basafar: ziarah ke makam Syekh Burhanuddin - penyebar agama Islam di Minangkabau

yang berasal dari Aceh. 5. Tradisi larangan yaitu memelihara ikan di sungai secara kolektif. Yang unik, ikan-ikan ini

konon dibalut mantera khusus, sehingga mereka yang berani mencurinya akan terkena tulah (konon perutnya akan membuncit) hingga manteranya dilepas. Hebatnya, tradisi larangan ini konon amat dipatuhi oleh warga – dan mulai disosialisasikan sejak anak-anak, sehingga bahkan mereka pun paham jika tidak bisa sembarangan mengambil atau memancing ikan larangan.

6. Tradisi badoncek atau gotong-royong masih sangat lekat. Badoncek adalah iuran spontanitas berdasarkan kemampuan dan kerelaan seseorang, mulai dari hal seperti membangun mesjid, surau, jalan desa hingga jika seseorang membangun rumah atau menikah. Misalnya, jika seseorang membangun rumah, jika hubungan sosialnya bagus, ia

Page 134: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

133

bisa jadi hanya perlu menyediakan dana untuk fondasi karena sisanya masyarakat akan membantu dengan menyumbang materi bangunan berupa semen, pasir, atap, cat, dan lain sebagainya. Begitu juga jika ia mengadakan perhelatan, masyarakat akan menyumbang sesuai kemampuan masing-masing.

11

12

13

14

Foto 11. Lapau Foto 12. Basafar ke Makam Syekh Burhanuddin. Foto 13. Tradisi Badoncek, membangun rumah. Foto 14. Tradisi ikan larangan.

Selain keenam tradisi/karakteristik kultural unik di atas, daerah tetangga Kotamadya Pariaman (urban) terkenal dengan upacara Tabuik – yang berakar pada tradisi Islam Si’ah - yang diselenggarakan setiap tahun paling tidak selama 10 hari dan mencapai puncaknya di tanggal 10 Muharram.

Kedua kecamatan target di Padang Pariaman memilik jenis ragam budaya yang relatif serupa, meski diwarnai dengan beberapa varian. “Kalau kesenian beres, agama pun beres,” cetus Santiang, Kapalo Mudo dari Nagari Tandikat, Kecamatan Patamuan. Kesenian di Padang Pariaman, menurutnya, mayoritas berakar pada tradisi Islami (seperti gandang tambur, gandang tasa dan indang), hal senada ditemukan di Kabupaten Solok. B. Ragam Kesenian dan Ruang Budaya di Kabupaten Padang Pariaman:

Ada beberapa jenis kesenian dan ruang budaya yang potensial di Kabupaten Padang Pariaman, yang ditemukan baik di Kecamatan Ulakan Tapakis maupun Kecamatan Patamuan.

1. Gandang Tambur dan Gandang Tasa Gandang Tambur (gendang besar seperti tambur) dan Gandang Tasa (gendang kecil, mirip rebana) adalah dua kesenian tradisional yang bernafaskan Islam, dan dimainkan oleh para lelaki. Gandang Tambur dimainkan oleh 7 pemain, yang memainkan 6 komposisi yang lantas dilombakan antar nagari.

2. Indang Indang adalah kesenian berbentuk adu pantun antara tiga kelompok hingga salah satu kalah

Page 135: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

134

(kehabisan pantun).94 Ada tukang cerita (peran yang paling sulit) yang diiringi oleh penabuh rebana. Topik yang dipantunkan berkisar pada sejarah Minangkabau. Seperti: berapa sungai di Minangkabau? Pertunjukan indang bisa berlangsung semalaman (mulai sekitar pukul 21-22.00 hingga dini hari sebelum shubuh). Karenanya, indang dimainkan oleh lelaki.

3. Randai Simarantang Randai sendiri adalah teater tradisional Minangkabau yang memadukan kisah tradisional seperti Cindurmato, Sabai Nan Aluh dengan iringan musik, dendang serta gerak silat yang disusun dalam dramaturgi lingkaran. Pertunjukan randai sangat dinamis dan diminati oleh anak-anak dan remaja dan dimainkan baik oleh lelaki dan perempuan. Berbeda dengan di daerah lain Minangkabau yang umumnya hanya mengenal satu jenis randai, di Padang Pariaman, paling tidak ada tiga macam randai. Apa yang disebut (hanya) ‘randai’ di Pariaman hanya berbentuk nyanyian dan gerakan silat, tanpa kisah. Bentuk kedua adalah randai ulu ambek (gerakannya berdasarkan pada silat ulu ambek atau silat bayangan). Baru setelah itu randai simarantang atau randai randai dengan narasi cerita (atau yang dikenal sebagai hanya ‘randai’ di daerah Minangkabau lainnya).

4.Ulu ambek (silat bayangan) Gaya silat ini adalah kekhasan Pariaman yang tidak ada di daerah lain di Minangkabau. Di sini, dua pesilat bertarung adu jurus tanpa harus bersentuhan.

Biasanya setiap korong95 (dusun) memiliki kelompok gandang tambur/tasa, randai ataupun ulu ambek, tapi hal ini bervariasi. Di salah satu korong di Ulakan Tapakis, misalnya, ada kelompok indang yang baru aktif setahun terakhir. Persoalan dengan indang adalah melatih si tukang cerita – yang memang tidak mudah. “Biasanya kelompok indang atau randai mulai berlatih tiga bulan sebelum pentas, biasanya pentas di acara Alek Nagari (lihat keterangan berikutnya),” jelas Santiang (Kapalo Mudo Nagari Tandikat).

Ruang budaya yang menarik untuk dieksplorasi di Pariaman adalah: 1. Laga-Laga Yaitu pendopo terbuka milik nagari yang menjadi tempat masyarakat berkumpul untuk kepentingan musyawarah maupun sekedar bersosialisasi, termasuk ruang latihan bagi anak muda (indang, randai, gandang tasa atau silek). Lagi-lagi, Laga-Laga adalah khas Pariaman. Di daerah lain di Sumbar, biasanya ruang terbuka dengan fungsi sama (namun bentuk berbeda, seringkali hanya tanah lapang tanpa bangunan apapun) biasanya disebut sebagai sasaran tempat anak muda berlatih silat (‘sasaran silat’) atau randai selepas mengaji maghrib.

Kedua peneliti mengunjungi beberapa Laga-Laga, baik yang masih berdiri kokoh dan berfungsi, maupun yang rusak dan tak terurus. Laga-Laga dibangun secara swadaya. Biasanya, ada warga yang merelakan tanahnya dipakai untuk kepentingan umum. Karena swadaya, kualitas bangunan Laga-Laga pun bervariasi, namun umumnya berlantai kayu dan bertiang kayu aren atau batang kelapa yang memang banyak tersedia di alam Pariaman.

Foto 15 -17. Laga-laga di Kecamatan Patamuan, Padang Pariaman

94

Komposisi tiga kelompok ini bisa jadi juga khas Pariaman, karena di Solok hanya melibatkan dua

kelompok indang yang bertarung. 95

Di Padang Pariaman istilah ‘korong’ setara dengan dusun, sementara di Kabupaten Solok, mereka

menyebutnya sebagai ‘jorong’.

Page 136: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

135

2. Alek Nagari Yaitu pesta rakyat se-nagari yang diselenggarakan setahun sekali menjelang akhir tahun, bisa berlangsung antara 7-15 hari penuh. Biasanya ia dilaksanakan di tanah lapang dan dipenuhi oleh para penjual makanan dan minuman yang mengelilingi gelanggang untuk pertunjukan kesenian. Mungkin secara tampilan, ia seperti Pasar Malam yang di hari-hari tertentu, berlangsung hingga dini hari.

Alek Nagari bisa dianggap sebagai ucapan syukur. Namun, karena ia memerlukan banyak dana untuk menyelenggarakannya, maka biasanya diperlukan keinginan ‘politis’ dari tetua nagari untuk menggerakkan masyarakatnya agar bisa menjadi tuan rumah Alek Nagari. Di tahun 2013, Bupati Padang Pariaman mencanangkan akan mengadakan Alek Nagari sebagai ucapan syukur atas berdirinya Kantor Bupati Pariaman yang baru di daerah Simpang Parit. Alek Nagari ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Mei selama 10 hari.

Peristiwa budaya lainnya yang menarik untuk ditelusuri adalah Festival Layang-layang Dangau, yang konon juga menarik banyak anak-anak dan remaja untuk berpartisipasi.

Di Kecamatan Ulakan Tapakis (atau dibaca Ulakan Tapakih), kedua peneliti mengunjungi Kantor UPK yang dihadiri oleh tim UPK, salah satu FK serta ketua kelompok Indang yang bersiap mentas pada malam harinya. Kelompok Indang ini baru aktif selama setahun terakhir. Rencana untuk menonton pertunjukan Indang di acara Alek Nagari sayangnya tidak terlaksana karena salah informasi. Namun kami sempat mengunjungi makam Syekh Burhanuddin untuk sekedar mendapat suasana. Meski sudah lewat musim Basafar, makam tersebut tetap ramai dikunjungi peziarah. Ada pasar di luar makam yang menjual pernak-pernik cindera mata – mulai dari tikar untuk sajadah hingga kerajinan Minangkabau lainnya. Mesjid modern sedang dibangun persis di sebelah makam.

Foto 18 – 20. Suasana Sekretariat UPK Ulakan Tapakis.

Di Kecamatan Patamuan, kedua peneliti bertemu tim UPK dan kedua FK yang juga

mengundang Ketua KAN serta Kapalo Mudo (asisten Ninik Mamak bidang Sosbud) yang juga pelatih silat ulu ambek yang membantu menunjukan beberapa lokasi Laga-Laga. Lanskap Patamuan dikelilingi kebun kelapa, hamparan sawah yang dihubungkan dengan jalan-jalan aspal yang mulus. Pasar tradisional masih mengikuti hari-hari pasar tertentu. Di kantor UPK, kedua peneliti bahkan sempat menghadiri rapat verifikasi, yang sangat ‘formal’ dan ‘Islami’ serta mencicipi kue-kue hasil pelatihan tata-boga bagi mereka yang tertarik membuka wirausaha kecil-kecilan.

Formalitas kental mewarnai kerja tim seperti tercermin dari cara mereka membuka rapat. Namun PNPM Patamuan termasuk yang bangga karena rendahnya tingkat kemacetan SPP – di tengah berita penyelewengan PNPM Sumbar - serta muncul inisiatif-inisiatif kecil yang memudahkan cara kerja. Misalnya dengan membuat sistem sendiri untuk melacak SPP yang macet. Menurut Musyirwan, Ketua KAN, usulan tentang seni budaya kerap muncul di Musrembang, namun selalu tersingkirkan dalam proses ranking. Sehingga ia amat antusias mendengar upaya tentang Komunitas Kreatif II.

Page 137: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

136

Foto 21 – 24. Suasana Sekreatariat UPK Patamuan dan beberapa detil administrasi yang rapi.

IV. Kabupaten Solok: Kecamatan: Bukit Sundi dan Kota Baru A. Paska Pemekaran: Quo Vadis?

Kabupaten Solok didominasi oleh barisan pegunungan dan jejeran lembah yang indah. Lokasinya juga relatif dekat dengan Padang, terlebih jika jalan baru yang kini hampir rampung, beroperasi dengan kapasitas penuh (jarak Padang-Solok bisa hanya sekitar 1 jam berkendara dari Padang). Kabupaten ini menetapkan hari jadinya di tahun 1913, mengikuti sejarah berdirinya di bawah pemerintahan kolonial Belanda. Tahun 1979, Kota Solok menjadi kotamadya, dan tahun 2003, Kabupaten Solok pun dibagi dua menjadi Kabupaten Solok dan Solok Selatan. Ibukota Kabupaten Solok dipindahkan ke Kota Baru, meski urusan administrasi tetap dilaksanakan di Kota Solok.

Kabupaten Solok berbatasan langsung dengan Kotamadya Solok yang memiliki karakter sebagai kota transit. Ia bagian dari route sarana transportasi (bus-bus) baik lintas Sumbar maupun lintas Sumatra, bahkan juga bus menuju kota-kota di Jawa. Akibatnya, kontur ruang urban pun terasa, meski ia sesungguhnya terdiri dari daerah pedesaan yang mengelilingi kotamadya Solok. Lima belas menit berkendara saja, kita sudah sampai di hamparan sawah nan luas dengan ritme dan dinamika kehidupan pedesaan yang berbeda.

Bertani padi adalah mata pencaharian utama di kabupaten Solok. Beras Solok terkenal harum dan ‘pulen’. Baru-baru ini, Bupati Solok sempat diundang ke IPB khusus untuk bicara tentang beras Solok. Mata pencaharian lainnya adalah menyadap karet, berkebun cengkeh, serta yang relatif baru diperkenalkan oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan: berkebun tanaman keras coklat. Seperti di Padang Pariaman, mereka juga hobby berburu babi sebagai upaya menjaga tanaman mereka. Anjing-anjing di sini umumnya dikandangkan.

Solok terhitung sangat Islami. Di Kotamadya Solok – yang menjadi unit administrasi sendiri - tidak berdiri satu gereja pun. Umat Kristiani beribadah di sebuah gedung pertemuan. Sehingga, berbeda dengan Sawah Lunto, kota tetangga yang cuma berjarak 40 menit berkendara (yang

Page 138: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

137

masyarakatnya lebih heterogen), masyarakat Solok memang terasa sangat homogen. Kabupaten Solok adalah hasil dua kali pemekaran, pada tahun 1979 dan 2003, luasnya kini kini 3.738 Km² dan terdiri dari 14 kecamatan, 74 nagari dan 403 jorong (dusun).

Tim PNPM di Kabupaten Solok mencerminkan suasana yang hidup dan kolegial. Mereka mengontrak sebuah rumah di tengah kota Solok dan koordinasi untuk memabantu penelitian ini dilaksanakan secara efisien, meski dalam waktu yang singkat dan akhir minggu (Jumat-Sabtu-Minggu). Seperti di Padang Pariaman, hubungan dengan Pemda pun terkesan erat. Awalnya, kedua peneliti ditawarkan untuk beraudiensi dengan sang Bupati sendiri – meski akhirnya diputuskan untuk memberi prioritas mewawancarai nara-sumber nara sumber kunci, mengingat keterbatasan waktu.

Foto 25 & 26. FasKab Solok dan

suasana sekretariat PNPM Solok.

B. Ragam Budaya Kesenian bernafaskan Islam juga menjadi karakteristik di Solok, meski ada juga yang meninggalkan jejak sinkretik peninggalan zaman sebelumnya. Beberapa yang utama adalah: 1. Alur Pasambahan Yaitu seni berpidato pada upacara-upacara penting (pelantikan penghulu, perkawinan, kematian, penyambutan tamu agung, dll) yang berisi petuah dan filosofi Minangkabau tentang kebijaksanaan bertindak serta akhlak yang sesuai dengan ajaran adat-agama. Kelompok Pasambahan seluruhnya lelaki. 2. Randai Serupa dengan randai simarantang di Pariaman, yaitu teater tradisional yang berkisah tentang hikayat atau cerita rakyat Minangkabau. 3. Indang – serupa dengan yang di Padang Pariaman. 4. Pencak-silat (berbagai aliran, namun masih pencak-silat mainstream, bukan seperti ulu-ambek

di Padang Pariaman). 5. Tari Piring. Solok konon menjadi asal dan cikal bakal beragam tari piring (seperti Tari Piring Cupa, Tari Piring Saniang Baka, dll). 6. Musik Musik tradisional mencakup saluang (suling bambu), talempong (semacam gamelan kecil),

serunai (alat musik bambu), baransi dan rebana. Kadang digunakan sebagai ensembel ataupun

sebagai pengiring utama untuk shalawat dhulang – bentuk kesenian Islami lainnya - ataupun

randai.

Di Solok, umumnya tiap nagari memiliki kelompok randai, yang pembentukannya bisa organik (diinisiasi oleh individu) ataupun sebagai bagian dari intervensi kultural Ninik Mamak setempat. Seperti juga di Padang Pariaman, randai di sini populer dimainkan oleh anak-anak, remaja maupun dewasa (kebanyakan sebagai pelatih), lelaki maupun perempuan. Di Nagari Gantuang Ciri, randai dan pencak-silat termasuk yang popular dimainkan, biasanya berlatih di sasaran – tanah lapang

Page 139: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

138

yang dalam tradisi nagari menjadi ruang sosial warga jorong (dusun). Fungsinya mirip laga-laga di Padang Pariaman namun bentuknya lebih alami (tidak ada bangunan, hanya tanah lapang).

Alur Pasambahan adalah bentuk kesenian tradisional yang tampaknya juga masih diminati.

Sebuah kelompok di kota Kecamatan Kota Baru, Jorong Bukit Kili, Solok, bahkan sudah berdiri sejak 1984 dan memiliki struktur organisasi yang rapi.

Kesenian lainnya adalah ‘asik luka’ yang berbau magis namun menghibur, dan kini sudah agak jarang dimainkan, belah kelapa dengan botol serta menari di atas kaca.

Sementara untuk ruang budaya, selain juga acara Alek Nagari atau juga festival Pekan Budaya Se-Sumbar seperti yang dilaksanakan tahun 2012. Di festival ini, 13 Bupati mengikrarkan Deklarasi Budaya LKAAM.

Foto 27. Nagari Bukit Tandang, Bukit Sundi, Solok.

Foto 28. Nagari Koto Baru, Kubung, Solok.

Foto 29. Nagari Bukit Tandang, Bukit Sundi, Solok.

Foto 30.

Nagari Gantuang Ciri, Kubung, Solok.

V. Lembaga/Pelaku Budaya Potensial Ada beberapa lembaga ataupun agen (individu) yang potensial menjadi fasilitator untuk program Komunitas Kreatif II di Sumbar. A. Pelaku Budaya Tingkat Kecamatan

1. Padang Pariaman: Efyuhardi S pendiri Sanggar ABG Maimbau, Kecamatan Sicincin. Ia asal Padang Pariaman, yang kini bekerja sebagai dosen Jurusan Teater di ISI Padang Panjang (baca juga penuturan tentang ISI Padang Panjang di bawah ini).

2. Solok: yang mungkin dilakukan adalah melibatkan lembaga di tingkat provinsi atau ‘outsourcing’ ke kota terdekat lainnya.

B. Lembaga di Tingkat Propinsi: Potensial Menjadi Fasilitator 1. Taman Budaya Padang: meski tidak sempat mengunjungi, namun pilihan ini layak untuk

dijajaki di kemudian hari. TBP adalah tempat berkumpulnya seniman dan budayawan

Page 140: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

139

Minang, walau perlu dikaji kembali siapa saja yang kini memimpin, karena hal itu selalu penting.

2. Sarueh di Padang Panjang Adalah komunitas mahasiswa jurusan televisi dan film ISI Padang Panjang yang berbasis di

Padang Panjang. Mereka menggunakan berbagai media (mural, video, instalasi, dll) dalam

berkarya, di dalam merespon dan terlibat pada isu-isu ruang publik. Karya-karyanya

interaktif dan menarik partisipasi warga.

C. Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang. ISI Padang Panjang bukan cuma pencetak seniman modern dan kontemporer Minangkabau

maupun pencetak akademisi seni, namun banyak dari lulusannya yang ternyata bekerja sebagai birokrat di bidang kesenian (misalnya sebagai staf Dinas Pariwisata atau pun Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang bertugas membina kesenian lokal setempat). Proporsi persisnya memang perlu penelitian lebih lanjut, tapi paling tidak, mobilitas karir lulusan ISI Padang Panjang ini juga diserap oleh struktur birokrasi setempat.

Paling tidak kedua peneliti bertemu dua lulusan/pengajar yang tetap berkiprah di dunia seni budaya meski dalam konteks yang berbeda. Efyuhardi S adalah lulusan ISI Yogyakarta yang kini bekerja sebagai dosen di Jurusan Teater ISI Padang Panjang, namun tetap memilih untuk menetap di tempat asalnya, Kecamatan Sicincin, Kabupaten Padang Pariaman. Di nagari asalnya ini, Efyuhardi mendirikan Sanggar ABG Maimbau yang beranggotakan anak muda yang ia latih memainkan Randai Simarantang. Mereka berlatih di rumahnya yang masih berbentuk bangunan semi permanen setelah gempa tahun 2009 (ia masih menunggu cairnya dana bantuan gempa).

Yang membedakan Efyuhardi dengan pimpinan sanggar lainnya adalah, kemampuan menulis

naskah (atau bekerja sama dengan penulis naskah profesional) dengan cara menafsir ulang naskah tradisi, sesuai dengan isu aktual di masyarakat. Misalnya, dalam naskah yang sedang ia latih untuk dipentaskan di kantor Bupati yang baru, ia mengangkat isu pentingnya kepemimpinan Ninik Mamak. Sesungguhnya, apa yang ia lakukan adalah menyontoh seniman pendahulunya seperti Wisran Hadi (teater) dan Hoerijah Adam (tari) yang juga membaca ulang teks tradisi melalui karya mereka.

Lulusan kedua adalah Ronald, lulusan ISI Padang Panjang (dan sempat menjadi tenaga dosen honorer) yang kini menjadi staf Dinas Pariwisata Solok – juga kampung halaman darimana ia berasal. Ia bertugas membina kesenian di Solok, antara lain membantu sanggar-sanggar. Di lapangan, ia menemukan minimnya data yang layaknya selalu diperbaharui mengenai sanggar-sanggar yang ada. Sehingga ia perlu mendata ulang sebelum menilai sanggar-sanggar mana yang layak mendapat bantuan Dinas Pariwisata.

Mereka berdua mampu menelaah secara kritis arus kultural di lokalitas mereka masing-masing, dan bekal pemikiran kritis ini pada akhirnya juga memberi warna pada cara mereka bekerja baik di sektor formal (Dinas Pariwisata) maupun eksperimentasi sosial (seperti mendirikan sanggar sendiri). Efyuhardi misalnya, mengritisi lembaga Dewan Kesenian Padang Pariaman, meski ia

Foto 31 – 33. Sanggar ABG Maimbau dan Efyuhardi.

Page 141: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

140

sendiri terdaftar sebagai anggota Komisi Teater. Setelah tiga tahun menjabat, ia merasa lembaga ini tidak jelas programnya dan ia berniat mengundurkan diri.

Ia juga sengaja tidak membuat aturan formal yang ketat bagi anggota sanggarnya. “Tidak ada uang iuran, dan mereka juga masih bebas bekerja sama dengan seniman lainnya, jika memang ada tawaran dan bisa.” Dengan cara ini, regenerasi di sanggarnya justru berjalan dengan alamiah. Ia sudah punya asisten yang membantu melatih. Beberapa anggota sanggarnya juga aktif menjadi aktor sinetron lokal di TV Padang.

Cara lain yang bisa ditempuh adalah merekrut budayawan seperti Edy Utama sebagai tenaga konsultan. Kedua peneliti mewawancarai Edy Utama di Sawah Lunto ketika ia sedang menyelenggarakan Festival Musik Internasional Sawah Lunto (SIMFest)96. Setelah beberapa budayawan Minang senior wafat atau tidak lagi aktif, Edy adalah salah satu tokoh yang mendalami isu-isu historis dan kontemporer Minangkabau serta mengkritisinya dimana perlu. Dalam bidang seni, perhatian utamanya memang pada musik. Misalnya ia mengaku telah mendokumentasi musik saluang (sejenis suling bambu) di tahun 1990an dengan merekam para pemain di nagari-nagari. Ia mendirikan kelompok musik Talago Bunyi (sebagai produser) dan menyelenggarakan SIMFest – dengan mengaktifkan jejaring baik yang di dalam Minang maupun di luar negeri. Edy aktif memetakan aktor politik, budaya termasuk akademisi dan intelektual di Sumbar. Alasan mengapa ia melaksanakan festival musik internasional nya di Sawah Lunto97 adalah karena keterbukaan walikota yang menjabat dan merespon gagasan-gagasan kreatif. VI. Lintasan Gagasan, Persoalan Aktual dan Usulan Desain Program

Di dua Kabupaten yang menjadi sampel, terlihat adanya dinamika dan ketegangan antara nilai lama dan baru, antara mempertahankan (atau kembali ke) tradisi – terutama dipicu gerakan Kembali ke Nagari - dan menyikapi arus modernisasi. Adalah simplisistik jika menyimpulkan bahwa semata-mata hal ini adalah masalah antar-generasi. Di beberapa kasus, anak muda justru mengkritisi generasi tua – seperti lembaga Ninik Mamak – yang secara kelembagaan memang baru aktif sejak tahun 2007.

Sebagai Kapalo Mudo98 di Nagari Tandiak (Kecamatan Patamuan, Kabupaten Padang Pariaman), Santiang mencemaskan lunturnya nilai-nilai Islami di kalangan anak muda. Ia mengeluhkan kurangnya minat anak muda belajar kesenian tradisional. “Mereka senang menonton, tapi agar mereka mau belajar, perlu dirangsang melalui program-program,” tambahnya. Di Jorong (dusun) Batu Sangka, Nagari Dilam, Kecamatan Bukit Sundi, Solok, satu-satunya upaya menarik anak muda untuk kembali berkesenian tradisional dibayangi sikap apati. Penggeraknya, Armaidi Malin Sati,

seniman lokal yang drop-out dari ISI Padang Panjang, berinisiatif mendirikan Sanggar Talago Janiah, mengajar sekelompok anak-anak dan remaja untuk pertama-tama belajar musik (saluang, talempong, baransi, rebana dan serunai) dengan harapan mereka dapat menjadi cikal bakal kelompok randai yang ia mimpikan terwujud di masa depan. Ia bahkan mampu membuat beberapa alat sendiri (terutama yang dari bambu seperti saluang dan serunai).

96

Lihat: http://simfesfestival.blogspot.com/ 97

Profil kota Sawah Lunto: http://www.sawahluntokota.go.id/ 98

Sebagai pengingat jabatan Kapalo Mudo dalam KAN adalah sebagai asisten Ninik Mamak yang khusus

menangani masalah sosial budaya termasuk kesenian.

Page 142: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

141

Pemuka masyarakat di Patamuan, Tuanku Mudo Yen yang juga alim ulama, menuturkan bahwa untuk menarik minat anak muda berkesenian tradisional, perlu diperkenalkan inovasi. “Kami sangat terbuka jika ada pelatih yang mau mengajarkan inovasi-inovasi tersebut.” Ia bahkan langsung menyebut ISI Padang Panjang sebagai referensi untuk mendatangkan pelatih. Diskusi tentang kendala melibatkan anak muda agar aktif di masyarakat melalui kebudayaan – termasuk kesenian – selalu berakhir dengan keluhan ‘tidak ada dana’. Biasanya nara sumber –

termasuk Santiang dan Tuanko Mudo Yen - menunjuk dana sebagai sarana untuk melaksanakan program sosialisasi, pembelian alat agar tidak perlu meminjam/menyewa, serta pelatihan untuk memperkenalkan inovasi.

Kenapa inovasi baru? Semua nara sumber mengkhawatirkan pengaruh organ tunggal (“…dengan penyanyi berpakaian seksi yang dirangkul pinggulnya,”) yang memang populer diundang untuk memeriahkan perhelatan seperti pesta perkawinan.

Reaksi Ninik Mamak terhadap fenomena organ tunggal bervariasi. Ada yang tutup mata dan membiarkan, ada juga yang ketat melarang sehingga mau tidak mau, kesenian tradisional terpakai sebagai satu-satunya alternatif. Padang Pariaman sendiri, ironisnya, terkenal sebagai daerah yang memproduksi penyanyi organ paling berani (seksi) – citra yang berlawanan dengan ke-Islamannya yang kental.

Secara umum, ada kerinduan kembali ke nilai-nilai tradisional yang dianggap luhur – terutama dalam menghadapi ekses modernitas. Misalnya tentang peran Ninik Mamak sebagai pemimpin serta otoritas suara lelaki yang ideal yang kini diangggap bergeser karena masyarakat yang makin kapitalistik. Kecemasan akan pengaruh luar yang bisa menggerus nilai-nilai religius, seperti misalnya merajalelanya organ tunggal dan dangdut, menggantikan kesenian tradisional di pesta-pesta perkawinan.

“Pengaruh hape (telepon genggam),” simpul Marjoni Datuk Rajo, Ketua KAN (Kerapatan Adat Nagari) Bukik Tandang, Kecamatan Bukit Sundi, ketika ditanya tentang permasalahan sosial di Solok. Arus modernitas ditakuti melindas nilai-nilai tradisional yang menjaga akhlak generasi muda. Ia juga menunjuk fenomena organ tunggal sebagai salah satu wujud modernitas itu, meski menanggapinya dengan

agak berbeda. “Sebetulnya saya tertarik untuk mengolaborasikan organ tunggal dengan saluang. Daripada dilarang tapi dimainkan diam-diam, lebih baik kita rangkul tapi dengan cara baru yang melibatkan seni tradisional kita,” usulnya.

Inovasi atau terobosan sudah dilakukan oleh Jorong Kampung Baru, Nagari Gantuang Ciri, Kecamatan Bukit Sundi, dengan mendirikan Sekolah Adat. Menyadari bahwa banyak orang Minang – termasuk Ninik Mamak – tidak lagi memahami seluk beluk adat, maka didirikanlah Sekolah Adat pada 25 November 2012. Sekolah Adat ini memiliki kurikulum tentang seluk beluk adat istiadat Minangkabau. Periode belajarnya 2 tahun, lengkap dengan Sertifikat. Saat ini, ada 38 murid, berusia 17-35 tahun. Pengajarnya juga kadang mendatangkan dari luar kabupaten. Nagari Gantuang Ciri mengesankan nagari yang makmur dengan organisasi serta

kerekatan sosial yang masih rapat. Ini tercermin dari proses wawancara yang diikuti oleh aparat

Page 143: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

142

nagari, mulai dari Wakil Nagari (Suwardi), Wakil KAN (Aprisno) dan Ketua Seni Budaya Nagari Gantuan Ciri (Jasril Jatar), disambung dengan kunjungan ke sasaran. Di tingkat tim PNPM, mereka menganjurkan model integratif, dimana PNPM Komunitas Kreatif II bisa menjadi salah satu kegiatan yang koordinasi nya berada di bawah FasKab, namun memiliki FK khusus di tingkat Kecamatan (serupa dengan model yang diusulkan di Sulsel). Namun, sosialisasi harus menjadi perhatian penting karena mereka yang terlibat di program PNPM IKK atau Daya Budaya masih terpaku pada pengertian program pemberdayaan yang sempit, yaitu terbatas pada bantuan dana untuk sanggar-sanggar maupun pengrajin. Dalam diskusi di kantor UPK Kabupaten Solok, salah seorang peneliti terpaksa menangkis dengan tegas stereotip ini dengan mengatakan bahwa jika berjalan, PNPM KK II seharusnya tidak berujung pada ketergantungan finansial. Usulan program yang potensial dilakukan:

1. Kabupaten Padang Pariaman: mengadakan Festival Randai se Kecamatan/Kabupaten yang naskahnya berdasar pada tafsir baru tentang masalah-masalah aktual. Sebelumnya, bisa dilakukan lokakarya (workshop) tentang penulisan naskah randai dengan pelatih dari ISI Padang Panjang.

2. Sekolah Adat di Gantuang Ciri tergolong baru, dan mereka terbuka menerima tenaga pengajar dari luar yang membahas isu-isu terkait.

3. Salah satu seniman yang tampil di pembukaan SIMFes 2011 adalah mahasiswa ISI Padang Panjang jurusan musik yang bekerja dengan instrumen perkusi, antara lain gendang yang menyerupai gendang tambur. Pendekatannya lebih ‘pop’, kreatif dan atraktif baik secara musikal maupun visual (melalui aksi gerak). Mungkin bentuk inovasi seperti ini bisa menjadi salah satu alternatif yang memancing kreatifitas anak muda di Sumbar, bagaimana menggali tradisi mereka dan menerjemahkannya ke dalam ekspresi individual yang bebas namun berdasarkan pengetahuan musik yang terarah.

Ruang budaya lokal seperti Alek Nagari amat potensial menjadi ajang Komunitas Kreatif II

meski harus dipikirkan isu-isu serta cara yang tepat untuk menggunakannya. Sekali lagi, program KK II selayaknya melakukan pendekatan yang holistik, yaitu dimulai dengan melihat karakter lokalitas masyarakat setempat sehingga dapat merumuskan pesoalan-persoalan kebudayaan yang paling mendasar untuk ditangani, sebelum menyusun program. Salah satu ‘jebakan’ etimologis yang kerap terjadi di lapangan adalah menerjemahkan konsep ‘kebudayaan’ secara dangkal sebagai aktivitas kesenian. Adalah penting untuk membekali para calon fasilitator dengan pemahaman serta cara berpikir yang kritis dan berwawasan dalam membaca masyarakat lokal yang ia fasilitasi.

Page 144: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

143

Lampiran 9

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II Kabupaten Landak & Kayong Utara, Kalimantan Barat

Farah Wardani & Helly Minarti I. Gambaran Sekilas: Kalimantan Barat, Isu Sosial Budaya dan PNPM Laporan ini adalah bagian dari rangkaian laporan penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti dalam rangka melakukan Field Assessment terhadap sejumlah lokasi yang menjadi target wilayah implementasi program PNPM Komunitas Kreatif Tahap II yang akan dilaksanakan awal tahun 2013. Pada tanggal 13 – 22 November 2012, kami melakukan riset di wilayah Kalimantan Barat dengan dua fokus Kabupaten yang terpilih, yaitu Kabupaten Landak dan Kayong Utara. Basis pemilihan ini berdasarkan data dari World Bank mengenai wilayahwilayah termiskin (baik secara ekonomi mau pun kultural) di Kalimantan Barat, serta bahwa sebelumnya sudah ada inisiasi PNPM di wilayah tersebut.

Peta Pembagian Wilayah Provinsi Kalimantan Barat

(data Badan Pengawas Keuangan & Pembangunan, 2008)

Pulau Kalimantan sendiri adalah pulau dengan cakupan wilayah terluas di Indonesia, dan bahkan merupakan pulau terbesar ketiga di dunia setelah Greenland dan Papua, dengan ¾ wilayahnya menjadi bagian dari wilayah Indonesia. Provinsi Kalimantan Barat sendiri terletak di antara 108º BT hingga 114º BT, antara 2º6’ LU hingga 3º5’ LS dengan luas 146.807 km2. Kalimantan Barat – salah satu dari 33 provinsi di Indonesia ini – merupakan provinsi terbesar keempat di Indonesia setelah Papua (421.891 km2), Kalimantan Timur (202.440 km2), dan Kalimantan Tengah (152.600 km2). Bentangan geografisnya yang menonjol adalah ukiran alur-alur sungai baik kecil maupun besar. Hal ini menyebabkan Kalimantan Barat mendapat sebutan Provinsi dengan Seribu Sungai.Provinsi ini terdiri dari 14 pemerintahan daerah tingkat II (kabupaten), yaitu Kabupaten Sambas, Bengkayang, Pontianak, Kubu Raya, Landak, Sanggau, Sekadau, Sintang, Kapuas Hulu, Melawi, Kayang Utara, dan Ketapang. Selain itu ada dua pemerintahan kota, yaitu Kota Singkawang dan Pontianak.

Page 145: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

144

Gambar 2. Peta Etnolinguistik Kalimantan Barat (dari data Institut Dayakologi)

Komposisi Kabupaten Kalbar ini adalah hasil pemekaran wilayah atau pembentukan daerah otonomi baru dan menjadi semakin marak sejak disahkannya UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004. Hingga Desember 2008 telah terbentuk 215 daerah otonom baru yang terdiri dari tujuh provinsi, 173 kabupaten, dan 35 kota. Dengan demikian total jumlahnya mencapai 524 daerah otonom yang terdiri dari 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota. Kabupaten Landak adalah pemekaran dari Kabupaten Pontianak (4 Oktober 1999) sedangkan Kabupaten Kayong Utara adalah hasil pemekaran dari Kabupaten Ketapang (2 Januari 2007). Proses penelitian kami terutama berfokus pada pemetaan sosial-budaya di Kalimantan Barat dengan sejumlah studi mulai dari tingkat propinsi sampai ke tingkat desa dengan sampel dua Kabupaten yang bersangkutan. Metodologi yang dilakukan adalah melakukan sejumlah wawancara dengan narasumber yang mencakup: Fasilitator PNPM tingkat Propinsi, Kabupaten dan Kecamatan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tingkat Kabupaten, para pelaku seni dan budaya, aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat, media dan sejumlah narasumber terkait lainnya. Dari rangkaian lokakarya tim peneliti, telah dirumuskan sejumlah faktor budaya lokal yang menjadi sasaran temuan dan pemetaan dalam Field Assesment ini. Faktor-faktor itu adalah sebagai berikut:

1. Latar belakang pelaku (income, kelas sosial, pekerjaan tetap) 2. Peran Agama/Adat dalam kebijakan dan kehidupan sosial-budaya 3. Hierarki/Posisi Sosial pelaku dalam medan sosial-politik di daerahnya 4. Ada atau tidaknya seni modern/kontemporer dalam praktek seni/kulturalnya 5. Cara-cara Budaya Lokal/Seni masuk ke PNPM 6. Bagaimana modernisme/budaya pop berjalan di daerah tersebut (TV/Video/media

baru) 7. Penggunaan Internet – Social Media dalam masyarakat di wilayah yang bersangkutan 8. Bentuk-bentuk manajerial dan struktur organisasi kelompok-kelompok seni 9. Relevansi antara tradisi dengan pesan ideologis/modernitas

Fokus di Kecamatan/Desa:

1. Mencari kualitas partisipasi masyarakat marjinal dan anak muda 2. Lebih berfokus ke dewan adat/masyarakat bukan Dinas/Pemda 3. Melihat bagaimana anak muda generasi baru mengaplikasikan tradisi 4. Mencari Cultural Champion yang menjadi aktivis pemberdayaan masyarakat

Fokus di Provinsi:

Page 146: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

145

1. Mencari seniman/kelompok seni tingkat propinsi/kabupaten yang dekat dengan komunitas-komunitas di pelosok 2. Mencari LSM yang dapat menjadi mitra untuk program ini

***

Gambaran yang kami dapatkan selama perjalanan, mencakup Pontianak, Landak (yang mewakili wilayah pedalaman/hutan), dan Ketapang-Kayong Utara (yang mewakili wilayah pesisir), tampak bagaimana Kalimantan Barat masih tersendat secara infrastruktural di berbagai hal. Dalam hal ini persoalan perhubungan, aksesibilitas dan mobilitas masyarakat yang sangat terasa, terlepas dari hal-hal yang lebih kasat mata seperti masih banyaknya pemukiman penduduk dengan taraf hidup di bawah rata-rata (di semua wilayah yang dikunjungi). Salah satu contohnya adalah sistem transportasi publik dan jalan darat antar daerah yang masih dipenuhi kendala. Baik Jalan Raya Pontianak-Ngabang mau pun Ketapang-Sukadana, meski telah dilapisi aspal, tak didukung dengan penerangan yang baik untuk sistem keamanan umum yang memadai. Transportasi publik atau angkutan umum untuk jalan darat pun sangat di bawah standar. Yang ironis bagi kami adalah, untuk pulau yang dipenuhi dengan sungai-sungai besar dan tradisi berperahu yang mengakar, sistem transportasi air untuk publik sepertinya tidak dikembangkan lebih jauh. Di sisi lain, pengelolaan sumber daya alam di Kalimantan Barat secara umum semakin memprihatinkan. Eksploitasi tambang, perkebunan dan penebangan kayu selama bertahun-tahun masih menjadi persoalan besar di pulau yang sejatinya kaya bahan alam ini. Sepanjang jalan didominasi lahan sawit dan karet yang memberi ruang sedikit untuk pengembangan agrikultural, dan telah menjadi sasaran aktivisme LSM lingkungan hidup sejak beberapa dekade terakhir. Persoalan sumber daya ini tidak saja menggerogoti kekayaan alam dan keragaman hayati di Kalimantan tapi juga sampai ke persoalan sosial budaya.99 Mengutip narasumber kami di World Wildlife Fund, pengelolaan sumber daya masih sangat disfungsional di Kalbar. Pemiskinan terjadi secara struktural, miskin budaya dan miskin ekonomi. Hutan habis, budaya habis. Terutama karena dampak eksploitasi sumber daya alam puluhan tahun sejak revolusi hijau di awal pemerintahan Orde Baru. Ini menimbulkan kegagapan masyarakat. Persoalan etnis masih besar, yang rentan disentil oleh ormas seperti FPI (Front Pembela Islam), dan sebagainya.

Lahan-lahan bekas perkebunan sawit yang mendominasi sepanjang jalan raya Pontianak-Ngabang

99

Institut Dayakologi yang berpusat di Pontianak telah banyak melakukan penelitian dan penerbitan tentang kasus-kasus penyalahgunaan sumber daya alam di Kalimantan Barat, salah satunya melalui jurnal Kalimantan Review yang bisa diakses melalui http://kalimantanreview.com/

Page 147: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

146

Dengan kondisi lingkungan, ekonomi dan sosial budaya seperti itu di Kalimantan Barat, Program PNPM menjadi salah satu ruang yang diharapkan membantu peningkatan pembangunan dan taraf hidup masyarakat, bersama dengan program-program bantuan usaha lain seperti Credit Union yang juga sangat populer di Kalimantan.

*** Kami melakukan pertemuan hari pertama di Kantor Korprov PNPM, Pontianak. Sayangnya, saat itu Korprov dan para Faskab tidak ada di tempat, karena sedang lokakarya di Jakarta. Kami bertemu dengan Ibu Louise (bendahara PNPM Provinsi) yang memberikan kami kontak sejumlah nara sumber yang ada di kabupaten dan kecamatan.

Kantor PNPM di Pontianak dan Ibu Louise (Bendahara) & Pak Insan (Staf IT)

Komentar Insan, bagian IT dari PNPM Propinsi: “Kerja Faskab dan timnya sudah overload. Lebih baik dibagi tugas sendiri-sendiri per program, ditambah dengan FK di kecamatan, dan fasilitator budaya di Propinsi. Salah satu kendala terbesar juga di PNPM adalah persoalan komunikasi/perhubungan.” Di Pontianak, peneliti juga menerima input dari Ismoo Widjaja, videografer World Wide Fund (WWF) Pontianak: “Pemilihan Fasilitator PNPM yang tepat sangat berpengaruh. Harus orang yang bisa mempelajari dan memahami: visi daerah itu apa, mau dijadikan apa, baru pembangunan macam apa yang akan dilaksanakan.” Menilik penuturannya, WWF sendiri menjalankan beberapa program pemberdayaan seni budaya di beberapa desa di Kalbar yang terkesan menarik. Ismoo mengklaim ada beberapa kasus dimana desa binaan WWF cenderung muncul dengan usulan-usulan yang lebih kreatif dibanding yang tidak. A. Kabupaten Landak A.1. Gambaran Wilayah Landak Kabupaten Landak adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Kalimantan Barat yang terbentuk dari hasil pemekaran Kabupaten Pontianak dengan dasar hukum UU No. 55 Tahun 1999. Ibukota kabupaten ini terletak di Ngabang. Luas wilayahnya 9.901,10 km². Penduduknya sebanyak 282.026 jiwa dengan kepadatan penduduk 13 jiwa/km² (www.yanika.org). Kabupaten Landak ini terdiri dari beberapa kecamatan, yaitu Mempawah Hulu, Menjalin, Mandor, Menyuke, Meranti, Air Besar, Kuala Behe, Ngabang, Sengah Temila, dan Sebangki. Berdasarkan penelitian Institut Dayakologi, di Kabupaten Landak terdapat 45 subsuku Dayak dengan 17 bahasa Dayak.100 Di Kantor Bupati Landak, kami bertemu dengan Pak Herry Sakirnom (Satker), yang kemudian memberikan kami daftar komunitas/sanggar seni di seluruh kecamatan Landak, dan juga mempertemukan kami dengan beberapa tokoh budaya daerah itu, salah satunya Ketua Dewan

100

Mozaik Dayak: Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di Kalimantan Barat, Institut Dayakologi, 2008

Page 148: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

147

Adat Dayak (DAD) yang juga menjabat sebagai Sekda Landak, Pak Gregorius Salomon Ludis. Beliau memberikan kami gambaran tentang struktur sosial budaya di Landak. Secara kesukuan, Landak didominasi oleh suku Dayak Kanayatn yang diwakili oleh warna dominan merah kuning hitam. Suku lain seperti Melayu, Bugis dan Jawa menjadi minoritas. Masyarakat suku Dayak kebanyakan beragama Katolik, dan Melayu beragama Islam.

Peta Penyebaran Subsuku Dayak di Landak (dari data Institut Dayakologi)

Lembaga-lembaga adat masih memegang peranan dan masuk ke struktur Pemda dan masih berpengaruh besar sebagai politisi/hakim yang bertugas menjembatani terjadinya rekonsiliasi. Lembaga hukum adat ini secara struktural hadir sebagai Dewan Adat Dayak (DAD), dan lembaga hukum adat yang dipimpin oleh tetua adat yang wewenangnya sampai tingkat kabupaten. DAD adalah lembaga yang dibentuk pemerintah semasa Orde Baru. Suara kritis bisa diserap dari kritik para aktivis yang menganggap DAD justru hadir untuk melayani kepentingan-kepentingan penguasa, “…. antara lain untuk mengendalikan para tetua (kepala suku) yang sesungguhnya,” cetus salah seorang aktivis berkedudukan di Pontianak. Motto Dayak Kanayatn: Adil ka talino (adil kepada sesama manusia), Bacuramin ka saruga (Berkaca pada surga), Basengat ka jubata (Bernafas kepada Tuhan). Jubata artinya Tuhan. Tetua adat dipilih langsung oleh masyarakat. Di tingkat dusun, tetua adat ini disebut Pengaraga, di tingkat desa disebut Pasirah – atau Temenggung untuk beberapa desa. Hukum adat kurobok adalah semacam denda dalam bentuk barang, ada kursnya dalam uang. Misalnya, jika seseorang tertabrak, maka penyelesaian secara hukum adat ditentukan dengan besar denda sebagai bentuk kompensasi kerugian yang dimitigasi oleh Ketua DAD. Menurut Pak Gregorius Salomon, DAD tidak lagi mengesahkan tahyul masyarakat yang masih menjadi kerangka pemikiran masyarakat tradisional. Misalnya, biasanya masyarakat tradisional kadang cenderung melebihkan fenomena alam sebagai ‘pertanda’. DAD adalah semacam lembaga adat yang juga mengorganisir acara-acara rakyat dengan menjaga ritualnya. Masyarakat Dayak menjaga tanah adat atau udas, hutan muda, termasuk bekas ladang atau sawah yang tak ada sertifikatnya, dan juga tanah keramat, dengan cara membantu mengatur kebijakan dan fasilitasi persoalan-persoalan isu tanah ini. Mata pencaharian utama di Landak adalah menyadap karet (bahasa setempat: menoreh), menggarap sawah dan perkebunan kelapa sawit. Tokoh budaya/pelaku seni kebanyakan berprofesi utama sebagai guru sekolah dasar/SMP yang juga menyambi bekerja menoreh dan menggarap sawah. Di Desa Sahapm, Kecamatan Seungah Temila, persoalan regenerasi merupakan masalah terbesar.101 Banyak anak muda tidak tertarik untuk ikut sanggar dan kegiatan kesenian lainnya. Sebagai guru, Supianus – yang juga pemimpin Sanggar Rumah Betang – melihat bahwa minat anak muda untuk sekolah juga rendah. Mereka lebih senang bekerja menoreh karet dan

101

Hasil wawancara dengan Pak Supianus, penggiat sanggar tari kreasi di Rumah Betang Sahapm, 16 November 2012.

Page 149: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

148

kemudian nongkrong tak ada tujuan. Beberapa juga akhirnya terjerat ngelem atau alkohol. Peran orang tua juga kurang mendukung karena orang tuanya juga menoreh karet dan tidak berusaha meningkatkan motivasi atau disiplin, sehingga mereka tidak punya teladan di rumah. Tahun 1980-90an, seni tradisi Jonggan masih populer di kalangan anak muda. Sekarang minat anak muda semakin berkurang. Kendalanya karena rasa malu, kurang modern, malas memakai kebaya dan kain. Anak-anak muda ini juga jarang diikutkan dalam musyawarah desa dan tak ada perwakilannya, kecuali OMK (Orang Muda Katolik) di gereja. Komunitasnya juga tidak punya banyak media untuk menjadi sarana sosialisasi dan ekspresi anak muda. Hanya Kalimantan Review dan bulletin Gereja. Di Ngabang, persoalan motivasi dan minat anak muda menjadi persoalan.102 Anak muda tak banyak peduli lagi dengan tradisi dan lebih tertarik budaya pop dan luar. Pelukis Mando tidak melanjutkan sekolah dan membantu toko sayur orangtuanya di pasar. Ia tidak berminat untuk pergi keluar Ngabang dan tampak kurang termotivasi untuk mengembangkan profesinya. Di Senakin, kenakalan remaja sedikit, tapi sebagian ada juga yang terjerat pengangguran dan judi. Di Mandor, menurut narasumber kami, 70% anak muda di daerah ini pengangguran dan terancam eksploitasi tambang emas yang mulai marak. Citra masyarakat generasi muda Dayak selama ini negatif. Orang seringkali melihat kalau anakanak muda bergerombol pasti negatif, mabuk dan mengganggu ketentraman – dan ini lekat dengan citra anak muda Dayak, stigmatisasi yang menurut penggiat budaya Dayak sendiri keliru dan salah kaprah. Tattoo pun juga kini dianggap negatif padahal itu bagian identitas kultural.103 A.2. Kondisi PNPM Kabupaten Landak Di Ngabang – ibukota Kabupaten Landak - Satker Kantor Bupati Landak, Pak Herry Sakirnom meluncurkan kritik akan lemahnya kinerja PNPM sejak 2010-2011, proses integrasi seperti SDM kurang, dan banyak akhirnya tanggung jawab dibebankan ke Kabupaten. Tim PNPM Provinsi kurang monitor dan kurang kontributif, pengawasan dan eksekusi tak sampai menyeluruh ke desa. Di Ngabang, kami bertemu dengan Ibu Susanti, staf UPK PNPM, yang menyebutkan bahwa bila PNPM akan melancarkan program baru, maka mereka membutuhkan tambahan SDM , dan kantor sendiri yang terpusat karena selama ini kantor mereka terpisah-pisah di berbagai tempat, dan itu juga menjadi kendala koordinasi.

Kiri: Pertemuan dengan Pak Supianus (pemimpin Sanggar Rumah Betang Sahapm) dan Pak Maxwell (Fasilitator Teknik PNPM), Kanan: PNPM MPd Ngabang

102

Hasil wawancara dengan Ibu Erni Ludis, Istri Sekretaris Daerah dan pemilik sanggar Senjati Tarigas Sidi, 17 November 2012 103

Hasil wawancara dengan Agustinus, pemilik Sanggar Pulai, Desa Mandor, 18 November 2012

Page 150: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

149

Secara keseluruhan dari wawancara beberapa nara sumber pelaku seni dan komunitas kreatif di Landak, seniman atau tokoh budaya jarang dilibatkan oleh PNPM dalam Musrembangdes. Seperti Pak Adrianus Adiran di kecamatan Senakin misalnya, mengaku tak pernah dilibatkan di kegiatan kemasyarakatan desa, seperti musyawarah dan sebagainya. Ia lebih dilibatkan ke acara budaya atau sosial seperti perkawinan dimana ia membantu produksi artistik dan dekorasi. A.3. Ragam Budaya dan Pelaku-pelakunya

Kiri-Kanan: Kapoa (kain kulit kayu Dayak), dan Tarinak (caping Dayak), Agugn dan Dau, alat musik tradisional Dayak. Alat

musik koleksi pribadi Pak Adrianus Adiran, desa Senakin.

a. Jonggan Jonggan adalah seni pertunjukan tradisional Dayak Kalimantan Barat yang memadukan berbalas syair/lagu berpantun, dengan alat-alatnya seperti Agugn (gong), Dau (gamelan), Ganakng (perkusi), Tumak (perkusi kecil). Sekarang ini Jonggan kemudian banyak digabung dengan karaoke dan dikenal dengan sebutan popular “karaoke tempel”. Jonggan sekarang mulai tidak populer di kalangan masyarakat yang lebih menyukai Organ Tunggal lagu pop modern atau dangdut. b. Naik Dangau Naik Dangau adalah upacara ritual warga yang merupakan ungkapan syukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan rezeki kepada masyarakat melalui hasil panen. Prinsipnya seperti syukuran yang disimbolkan dengan aktivitas makan bersama. Naik Dangau kini sudah diadopsi oleh propinsi Kalbar secara meluas, sehingga diadakan satu kali setahun baik dari tingkat desa hingga propinsi. Acara keramaian ini menarik partisipasi tidak hanya suku Dayak namun juga suku-suku lainnya seperti Melayu dan Jawa. Di Naik Dangau dipentaskan berbagai jenis tari tradisional Dayak seperti Tari Ngarubut yang menggambarkan penyambutan panen, Tari Totok yang berupa penyambutan tamu, dan Tari Baliatn yang merupakan tari penyembuhan orang sakit atau mengusir roh jahat/tolak bala.

c. Kerajinan Tudung Saji. Orang Melayu adalah minoritas di Ngabang, Kabupaten Landak. Kerajinan tudung saji adalah kerajinan turun-temurun di masyarakat Melayu Ngabang, terutama dikerjakan oleh ibu-ibu rumah tangga. Kerajinan ini berbentuk tudung-tudung saji yang dihias dengan foil timah, beludru

Tari Baliatn untuk mengusir roh jahat (foto koleksi Institut Dayakologi)

Pentas tari Sanggar Rumah Betang Sahapm di Fesitval Budaya Binua Landak (dokumentasi Pak Supianus).

Page 151: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

150

dan cat dan terbuat dari pelepah kelapa yang sudah dihaluskan – bahan baku yang semakin langka karena proses pembuatan yang rumit dan makan waktu. d. Tari Jepin Tari Jepin adalah seni tari tradisi masyarakat Melayu pesisir dan pedalaman Kalimantan Barat dan juga Melayu Kutai yang tinggal di berbagai kabupaten di sepanjang pesisir sungai Mahakam di Kalimantan Timur dan sekitarnya. Biasanya, Tari Jepin ditampilkan oleh dua orang penari lelaki dengan iringan musik perkusi dan lantunan syair-syair Islami. Alat musik yang digunakan adalah gambus, gendang, dan ketipung, yang dimainkan dengan irama padang pasir. Syair-syair Islami yang dilantunkan berisi puji-pujian kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, dan kewajiban atau larangan menurut ajaran Islam. e. Lukisan Dayak Modern. f. Seni Pahat Dayak Seni pahat tradisional masyarakat Kalimantan Barat sejatinya kebanyakan berfungsi sebagai ajimat, kelengkapan upacara atau sebagai alat upacara. Patung sebagai ajimat terbuat dari berbagai jenis kayu yang dianggap berkhasiat untuk menolak penyakit atau mengembalikan semangat orang yang sakit, dan juga sebagai totem/pantak, untuk mengenang leluhur. Patung ini umumnya dibuat dari kayu Ulin, yang sekarang banyak dikembangkan dan digabungkan dengan gaya seni patung modern/seni terapan, dan tidak lagi berfungsi ritual. Berikut ini gambaran singkat profil dua kecamatan tersebut berikut profil kelompok-kelompok budayanya: A.3.1. Kecamatan Ngabang 1. Sanggar Mangkok Merah – Dr. Julianto. Berlokasi di rumah kediaman Dr. Julianto yang juga berfungsi sebagai tempat praktek, toko kerajinan dan produk kreatif, serta showroom desain kostum untuk sewaan pengantin/pentas, semuanya hasil rancangan Dr, Julianto sendiri. Sanggar terdiri dari 60 anggota (remaja SMP-SMA), berdasarkan minat dan tidak menarik bayaran. Kebanyakan tari yang diajarkan adalah yang tradisional dan yang sudah bercampur modern (tari ‘kreasi baru’). Anak-anak didorong untuk menciptakan tarian kreasi baru sendiri. Dr. Julianto juga penyanyi pop Dayak yang memproduksi sendiri albumalbumnya. Jika pentas, Dr. Julianto menanggung semua biaya termasuk kostum dan perjalanan. 2. Sanggar Sanjati Tarigas Sidi, yang didirikan oleh Ibu Erni Ludis (istri dari Sekda/ ketua Dewan Adat Dayak Ngabang, Gregorius Ludis, yang juga pegawai Pemda bidang Kepegawaian). Sanggar dimulai oleh Bu Erni dari mengajak anak-anak muda Ngabang - semuanya pelajar - tahun 2007 silam ketika suaminya dipilih menjadi ketua DAD (Dewan Adat Dayak). Awalnya, pendopo rumah dipakai untuk latihan seminggu tiga kali. Kini ia telah membangun gedung sendiri. Biasanya pentas untuk event Gawai Dayak. Ibu Erni juga mendaftarkan sanggar seara formal dengan kategori home industry dengan landasan pikiran agar kegiatan sanggar bisa meluas di masa depan, dengan memproduksi cendera mata atau barang-barang budaya Dayak untuk diperjual-belikan.

Suasana latihan di Sanggar Mangkok Merah, milik Dr.Julianto, Ngabang.

contoh kreasi desain Dayak gaya baru rancangan Dr. Julianto

Bulu burung Ruai salah satu ornamen utama pakaian adat Dayak, koleksi Ibu Erni Ludis, Sanggar Senjati Tarigas Sidi, Ngabang.

Ibu Erni Ludis dan salah satu contoh kostum tradisional Dayak Kanayatn yang masih berpegang pakem asli.

Page 152: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

151

Sanggar banyak mengolah tari kreasi yang mencampur tari pop dengan tradisional supayà tidak monoton. Sanggar bekerjasama dengan Dinas Pendidikan melalúi sekolah-sekolah dengan menampung anggota melalui kegiatan ekstra kurikuler. Anggota Sanggar dikenakan uang pendaftaran Rp. 180.000 serta iuran per bulan Rp.3000,- per sesi. 3. Ibu Maemunah, pengrajin tudung saji di Ngabang. Ia menjual satu set dengan harga Rp. 75.000,-. Ibu Maemunah juga penerima SPP. Ia mengerjakan kerajinan tudung saji sebagai keahlian turun temurun dari nenek moyang. Kendala yang banyak ia hadapi adalah distribusi, pembelian bahan baku yang semakin sulit serta turunnya minat anak muda dalam meneruskan keahlian tersebut. Membuat tudung saji memang membutuhkan ketelitian, kesabaran, sementara hasilnya mungkin tidak seberapa dibanding pekerjaan lain. 4. Pak Yon/Andin Hamirudin, mantan penari yang membuka salon di Pasar Ngabang. Sempat membuka sanggar namun tidak aktif lagi. Dulu sanggarnya sempat ikut Festival Seni Budaya Melayu di Pontianak dan Festival Budaya Bumi Khatulistiwa dan difasilitasi oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD). 5. Libertus Jolly (aka Mando), pelukis muda berusia 25 tahun, tak melanjutkan sekolah. Belajar secara otodidak dan kebanyakan melayani pesanan di Ngabang. Kegiatan melukisnya sepenuhnya didukung orang tuanya yang memiliki kios di Pasar Ngabang dan berjualan sayuran serta bahan makanan. Salah satu klien nya adalah Dr Julianto yang meminta Jolly melukis atap sanggar/rumahnya.

Dari kiri-kanan: Keraton Melayu Landak, Sanggar Pengrajin Tudung Saji, Ngabang dan contoh kerajinan Tudung Saji.

A.3.2. Kecamatan Sengah Tumila 1. Sanggar Rumah Betang Sahapm, Desa Sahapm, Kecamatan Sengah Tumila, dipimpin Pak Supianus, warga Rumah Betang (rumah panjang tradisional Dayak). Pak Supianus adalah guru sekolah pengajar matematika yang juga membina sanggar tari di rumah betang (rumah panjang tradisional Dayak). Sanggarnya pentas di Festival Budaya Landak. Sanggar ini diwarisinya dari Pak Toyo, Pembina sebelumnya yang juga penghuni Rumah Betang. Anggota sanggar sekarang antara 16 sampai 20 orang.

Pak Supianus, penggiat sanggar Rumah Betang Sahapm. Eksterior dan interior Rumah Betang Desa Sahapm, satu-satunya Rumah Betang yang masih berdiri di Landak, terbuat seluruhnya dari kayu Ulin dan dirawat dengan baik serta bersih oleh warga penghuninya. Para penari Sahapm saat pentas (foto dokumentasi Supianus)

Pak Supianus mengalami kesulitan dalam berbagai hal seperti personil, karena banyak penabuh kuliah di Pontianak dan Ngabang. Selain itu, dana untuk alat-alat dan kostum yang setiap kali harus disewa di Pontianak dan diambil serta dikembalikan sendiri. Sewa untuk kostum bisa

Page 153: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

152

sampai Rp. 1,5 juta sekali pentas. Juga tempat untuk berlatih dan pentas juga kurang. Biasanya, latihan di dalam atau di pelataran Rumah Betang. 2. Radio Komunitas Bujakng Pabaras, Desa Senakin, dengan penggiatnya Bapak Adrianus Adiran. Mengelola radio di rumahnya sejak 2006 atas program Institut Dayakologi (ID), namun sekarang sudah tidak aktif. Pada tahun 2006 ketika radio berjalan, sambutan warga luar biasa. Penggemarnya banyak. Radio siaran dengan memakai bahasa daerah dan menayangkan musik-musik daerah, juga berita-berita warga serta acara/kegiatan tradisional. Siaran dari jam 4 sore sampai jam 10 malam setiap hari, lalu pindah jam 6 sampai 10 malam. Jangkauan radio 20 sampai 30 kilometer. Penyiar radio ini adalah Pak Adiran serta beberapa tokoh warga seperti para guru. Programnya: menerjemahkan berita-berita surat kabar ke bahasa daerah, mimbar agama, musik, penyuluhan kesehatan dan pertanian, pengumuman pesta kawin dan meninggal dunia, dsb. Kegiatan radio berhenti tahun 2009 ketika salah satu anaknya meninggal. Sejak itu orangorang enggan datang, termasuk para penyiar. Semua masih dalam keadaan berduka cita. Setahun kemudian, radio sempat buka lagi dan kegiatan siaran pun berjalan kembali. Namun kemudian adik kandungnya meninggal di Malaysia dan dikuburkan di desa. Dua peristiwa duka ini membuat Pak Adrian menghentikan siaran dan akhirnya kegiatan radio dihentikan sama sekali. Alat-alat radio dan juga peralatan musik tradisional yang diturunkan dari ayahnya masih lengkap tapi tak ada tempat juga SDM yang mengelola. Banyak juga artefak seperti patungpatung adat dan fosil orang utan di rumahnya. Pak Adiran sempat mengusulkan ke ID untuk punya ruang sendiri, karena kesulitan mengelola ruang publik di rumah pribadinya. Tapi belum ada tanggapan sampai sekarang. Informasi dari ID sendiri adalah bahwa mereka memang tidak meneruskan fasilitasi bagi sejumlah radio komunitas yang didampingi karena merasa sudah cukup memberikan modal awal yang selayaknya dikembangkan oleh komunitas-komunitas dampingan tersebut secara swadaya.

A.3.3. Kecamatan Mandor: Desa Mandor Sanggar Pulai adalah sanggar seni pahat dan lukis yang didirikan oleh Agustinus di pinggir jalan desa Mandor sejak setahun lalu. Agustinus belajar secara otodidak dan sempat tinggal di Bali (1993-95) untuk belajar memahat dan melakukan penelitian tentang ritual budaya yang menjadi karya seni. Nama Sanggar Pulai diambil dari pulai, sejenis kayu dari pohon yang tumbuh di Kalimantan dan seringkali dibakar begitu saja setelah membuka ladang karena dianggap rapuh (lempung). Kayu pulai ini justru ia dipakai untuk patung karyanya karena ternyata, meski rapuh, kayu ini anti rayap. Ia memperolehnya secara gratis dari sisa-sisa buangan sehabis pembukaan ladang, dan ia mengklaim sebagai satu-satunya yang menggunakan bahan kayu pulai untuk pahat. Dari sini, Agustinus menarik filosofi Pulai untuk nama sanggarnya: mengangkat yang terpinggirkan dan terbuang. Kebanyakan anak muda yang direkrut untuk bergabung di sanggar Pulai milik Agustinus, adalah mereka yang putus sekolah dan pengangguran, walau ada juga mahasiswa Untan yang asal Mandor. Menurutnya, 70% anak muda di daerah ini pengangguran dan terancam eksploitasi tambang emas yang mulai marak di Mandor. Karena itu ia mencoba mengajak anak-

Radio Komunitas Bujankng Pabaras, di Desa Senakin, Kecamatan Seungah Tumila, sekarang sudah tidak aktif sejak 2009.

Page 154: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

153

anak itu melakukan kegiatan produktif di sanggarnya, dengan aturan tak boleh mengonsumsi alkohol. Agustinus juga ingin memperbaiki citra masyarakat generasi muda Dayak yang selama ini negatif. Orang seringkali melihat kalau anak-anak muda bergerombol pasti negatif, mabuk dan mengganggu ketentraman – dan ini lekat dengan citra anak muda Dayak. Padahal menurut Agustinus, Dayak aslinya tidak begitu, hanya minum pada saat ritual atau acara adat. Dari situ ia menghimpun anak-anak muda ini untuk sekaligus belajar tentang kesenian tradisionalnya, dan juga menjadi semacam artisan di studionya.

Dari kirikanan: Agustinus dan suasana di Sanggar Pulai, Desa Mandor.

Sanggarnya bertempat semacam studio ‘impromptu’ dan bengkel kerja berupa balai-balai di pinggir jalan, dan memiliki anggota aktif 34 orang anak muda, mulai dari usia 13 tahun sampai 28 tahun. Agustinus berencana untuk menyediakan alat lebih lengkap untuk sanggarnya, dan juga berharap bisa mengadakan pelatihan pemakaian alat dan teknis untuk pahat yang lebih canggih. Sejauh ini, ia tak ada peminjaman modal karena sulit untuk mendapatkannya seperti dari Bank dan KUR (Kredit Usaha Rakyat). Meski begitu sudah mulai ada bantuan distribusi dari Dinas Kebudayaan yang memasok karyanya ke Pontianak dan Malaysia. Ia juga sudah mendapat sambutan dari Bupati yang tertarik pada sanggar dan karyanya. B. Kabupaten Kayong Utara B.1. Gambaran Wilayah Kabupaten Kayong Utara

. Kabupaten Kayong Utara adalah sebuah kabupaten di Propinsi Kalimantan Barat, Indonesia dengan ibukota Sukadana. Kabupaten Kayong Utara merupakan pemekaran dari Kabupaten Ketapang yang dibentuk pada tanggal 2 Januari 2007 berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2007. Menurut PJOK Kayong Utara, Pak Amir Hamza, Kayong Utara banyak bergerak sejak pemekaran dari status kecamatan menjadi kabupaten baru yang terlepas dari Kabupaten Ketapang. Alasan pemekaran adalah untuk mempermudah kendali pemberdayaan sampai ke tingkat desa. Ada 2 FK PNPM yang bekerja melayani 6 kecamatan, 43 desa. Di Pemda juga ada program Infradades: Infrastruktur dasar pedesaan, yaitu program pembangunan Pemda yang mengadopsi prinsip-prinsip PNPM (berbasis partisipasi warga, dan perumusannya bottom-up).

Suasana rumah penduduk di lahan rawa-rawa sepanjang Jalan Raya Ketapang-Sukadana.

Gedung-gedung sarang walet yang menjadi industri marak di Kayong Utara dan pesisir Kalimantan Barat sejak 10 tahun terakhir

Page 155: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

154

Profesi warga kebanyakan adalah buruh pelabuhan dan tani, penggarap sawit dan karet, nelayan, serta pengelola sarang walet yang menjamur dengan investasi dari pendatang/orang luar. Ekonomi paling lemah adalah nelayan yang rawan tengkulak, terutama nelayan yang hidup di pulau-pulau terpencil seperti Pulau Karimata yang jauh dari pusat. Sejak pemekaran, Kayong Utara berusaha menggali potensi pariwisata, yang sampai sekarang masih kurang prasarana. Potensi pariwisata yang diidentifikasi antara lain Taman Nasional Gunung Palung, sejumlah pantai serta Kepulauan Karimata yang mirip Kepulauan Seribu, dan menurut PJOK, bisa untuk wisata selam yang mengalahkan Bunaken. Pulau Karimata juga sudah terpapar PNPM Mandiri Pedesaan, tapi persoalan terbesar di Karimata adalah masih rawan malaria. Sinyal di Kayong Utara masih buruk dan jaringan internet kurang sehingga kebanyakan warga memakai modem portabel. Akses ke Kayong Utara juga masih sulit melalui laut dan darat. Meski begitu, sudah mulai ada pertanda baik seperti inisiasi dari konglomerat asal Kayong Utara, Osman Sapta Odang yang juga anggota DPR, seperti membuka Hotel Mahkota Kayong – hotel bintang tiga yang terhitung mewah dan terletak di pinggir pantai Tanjung Datok. Sedang dibangun juga jalan Trans Kalimantan Pontianak-Sukadana. Budaya dan tradisi yang dominan di Kayong Utara adalah Melayu, yang cukup minim pelestarian dan pengembangan. Seperti yang diutarakan pendiri sanggar Simpang Betuah yang juga guru, Pak Jamhari, warisan budaya Keraton Simpang justru dijual oleh keturunannya sendiri. Ketika ia kecil tahun1980-an keraton itu masih ada. Area makam kerajaan kemudian menjadi perkebunan sawit.

Kayong Utara memiliki daerah yang unik seperti Desa Sedahan dimana terjalin kehidupan multikultural yang harmonis dan produktif antara kaum Melayu dan kaum pendatang yaitu transmigran asal Bali. Kaum Melayu sudah mulai menipis adatnya, karena itu mereka mengajak lagi komunitas Bali dan Jawa untuk bergabung melakukan ritual dengan tujuan keselamatan kampung. Masyarakat Bali dan Jawa diijinkan melakukan ritual berdasarkan adatnya sendiri, bersamaan dengan Melayu pada upacara Nyepat Tahun. Menurut Kepala Desa Sedahan, Naza Adira, pendatang Bali tiba pada tahun 1965 karena meletusnya Gunung Agung. Menurut Pak Kades, di Sedahan ada prasasti batu cap, dengan tulisan yang tak bisa hilang, yang juga diidentifikasi sebagai potensi pariwisata. Jadi kampung ini pun memiliki warisan arkeologis. Kades juga ingin mengembangkan permakultur dengan adanya lahan 1777 hektar sawah di Kabupaten Kayong Utara (KKU). Dari wawancara dengan sejumlah nara sumber di KKU, rata-rata menyatakan bahwa persoalan sosial minim disana. Bagi mereka, tidak ada masalah putus sekolah karena Bupati memberlakukan sekolah gratis sejak pemekaran. Pak Jamhari dari Simpang Betuah berkata bahwa ia percaya kesenian berguna untuk mendidik anak muda. Dulu sempat ada gerombolan ‘punkers’ tapi kemudian ia rekrut ke sanggar dan menjadi

Hotel Mahkota Kayong yang dimiliki konglomerat lokal asal Sukadana, di pinggir Pantai Pulau Datok.

Pantai Pulau Datok yang kotor dan kurang terawat, salah satu obyek wisata andalan Sukadana.

Page 156: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

155

anak-anak yang lebih baik - menurutnya - sejak bergabung. Dari hasil wawancara dengan beberapa pelaku kreatif muda, anak-anak muda kebanyakan menaruh harapan pada Sukadana. Sehingga, walau kuliah di luar kota dan lantas bekerja di kota besar, tapi tetap ingin kembali ke Sukadana. Bagi mereka, desa mereka indah dan memiliki potensi besar sebagai ‘Bali di Kalimantan’. Bagaimana pun, kami melihat hal ini masih harus dilihat lebih jauh dan pendidikan tentang wacana pariwisata seperti Eco-Tourism serta perspektif sosial budaya masih harus digerakkan di KKU. B.2. Kondisi PNPM Kabupaten Kayong Utara Di Sukadana – ibukota Kayong Utara - kami bertemu dengan Pak Yamani, Fasilitator Kecamatan PNPM. Ia membawahi 10 desa. Sebelumnya Pak Yamani ditugaskan di Simpang Hilir selama 3 tahun, lalu di-pindah tugas ke Sukadana sejak 1 tahun 2 bulan terakhir. Ketika di Simpang Hilir, ia banyak mengalami kesulitan. Ada 12 desa, dengan 3 desa yang terpencil. Akses ke tiga desa ini sangat sulit dan ia sering ditipu oleh jasa transportasi, dan kalau naik motor sendiri 2-3 jam sering jatuh tergelincir ketika musim hujan. Di Simpang Hilir banyak anak muda putus sekolah, warga buta huruf juga masih banyak.

Ketika di Sukadana, menurut Pak Yamani, PJOK amat kooperatif dan kendala fisik lebih sedikit tapi kesulitan koordinasi karena cuma menjadi satu-satunya fasilitator. Tidak ada FK Teknik yang bisa membantu. Ibu-ibu cukup aktif mengincar SPP dengan kasus SPP macet 5 banding 30, kebanyakan digunakan untuk modal usaha. Kalau ada tambahan program dia merasa harus ada mitra bekerja dan perlu kaderisasi. Di Desa Sedahan, 99% petani dan desa menjadi penerima PNPM MPd, dan termasuk langganan penerima karena kinerja desa selalu baik. Tingkat partisipasi dalam Musrembangdes – menurut Kades – cukup tinggi, dan Kades menjaring opini serta usulan via Kepala Keluarga. Sedahan mengelola dana alokasi desa dengan maksimum kuota Rp. 20.000.000,-. Sedahan juga menjadi salah satu penerima PNPM Wisata, yang memungkinkannya studi banding ke Bali selain juga untuk membeli kostum tari untuk sanggar tari Bali. Salah satu program yang sedang digarap adala program wisata dimana wisatawan tinggal dengan warga selama beberapa lama dan ikut dalam kegiatan agrikultur kampung seperti menanam padi, dan lain-lain. Menurut Kades Sedahan, Naza Adira, tentang PNPM: programnya baik dan membantu warga, tapi ia tidak setuju dengan sistem ranking, karena menghalangi kesempatan bagi banyak orang. Sebagai pemegang ranking tinggi selama ini, ia merasa itu tidak adil bagi yang lain. Kades juga pernah tidak setuju dengan SPP yang diberikan pada kelompok tertentu oleh UPK tanpa konsultasi dengan para pamong desa sehingga kinerja calon pengutang tidak terpotret dengan baik, atau seringkali pinjaman yang diberikan lebih tinggi dari kemampuan. Ia melihat warga juga harus sering banyak dididik, ada kasus-kasus seperti warga terlambat mengembalikan uang SPP.

Yanda, penggiat Kayong Photography Community, dan Yamani, Fasilitator Kecamatan Sukadana.

Bapak Naza Adira, Kepala Desa Sedahan, Sukadana, salah satu penerima PNPM Wisata.

Page 157: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

156

Keterlibatan pelaku seni dan budaya cukup besar di Musrembangdes Kayong Utara. Seperti misalnya Pak Jamhari dari Sanggar Simpang Betuah, Desa Melano, yang sering diundang Musrembangdes. Sayangnya, usulan seni-budaya selalu kalah prioritas dalam sistem perankingan, dan belum pernah mendapat dukungan PNPM. Sanggarnya sendiri mendapat bantuan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata berupa bantuan peralatan, kostum serta sempat diajak pentas ke Pontianak. B.3. Ragam Budaya dan Pelaku-pelakunya 1. HUT Kayong Utara Acara ulang tahun Kayong yang diperingati setiap 6 Juni sejak pemekaran, banyak melibatkan anak muda. Acara mencakup mulai pentas musik (pop dan tradisional), olah raga, parade masyarakat, jalan sehat, dan juga sayembara. 2. Nyapat Tahun Pesta rakyat tahunan menyambut panen seperti Naik Dangau, di KKU lebih didominasi oleh budaya dan tradisi Melayu dengan berbagai ritual adat seperti Tari Jepin , Hadrah dan Nyemah. 3. Nyemah Ritual sinkretik yang dilakukan saat Nyapat Tahun, khususnya di Kepulauan Karimata, berbentuk trance sambil main musik, gambus, gong. Nyemah diterima sebagai adat di masyarakat Melayu Muslim, tidak ada masalah dengan agama. Salah satu syarat ritualnya adalah 3 hari tak boleh keluar dari pulau. 4. Batik motif bunga durian Batik khas Kayong Utara yang dibuat dengan teknik batik tulis dan warna-warna cerah. Sejarah tentang seni Batik di Kalimantan sedikit sumbernya, namun ada hikayat yang mengatakan bahwa tradisi batik di Kalimantan telah berjalan sejak Patih Lambung Mangkurat dengan legenda Kain Sisirangan, yang kemungkinan dibawa dari Majapahit.

5. Syair Gulung Syair Gulung adalah sejenis kesenian musik dan sastra Melayu Kalimantan yang aslinya berbentuk penulisan syair di atas kertas berisikan pesan-pesan berdasarkan agama Islam, dan kemudian dilantunkan dengan alat musik tradisional Melayu. 6. Senggayung Senggayung adalah Alat musik ensambel dari bambu yang menyerupai angklung/kentongan dengan bermacam nada. Lagu musik Senggayung tentang panen durian, dan memang sudah

Kemasan Batik Kayong di Galeri Dekranesda, Sukadana, dijual dengan harga antara Rp. 250.000,- 300.000,- per lembar.

Batik khas Kayong: motif Bunga Durian.

Page 158: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

157

tradisinya dari dulu bahwa ketika musim durian, menunggu durian jatuh, senggayung dimainkan. Durian adalah ciri khas Kayong Utara. Ada juga tarian yang dibawakan dengan musik senggayung ini, dengan gerakan didasari dari memungut durian. Sanggar juga membuat empat lagu baru bertema dari cinta hingga resep membuat dodol. Berikut ini gambaran singkat profil dua kecamatan tersebut berikut profil kelompok-kelompok budayanya: B.3.1. Kecamatan Sukadana 1. Masyarakat Desa Sedahan, dengan Kades Bapak Naza Adira dan Komunitas Bali/Sanggar Tari Bali Sedahan pimpinan Pak Wayan. Desa Sedahan dulu namanya Tanjung Sedah. Keluarga Pak Kades dari dulu sudah menjadi pejabat desa sejak puluhan tahun, jadi Pak Kades paham benar sejarah desa ini. Acara rakyat yang penting di Sedahan adalah Nyapat Tahun, syukuran tradisi yang sudah ada di Sedahan sejak lama: syukuran sebelum tanam padi, memohon keamanan serta kemakmuran desa. Ritual ini sempat akan dihapus karena dianggap tak sesuai Islam, tapi Pak Kades dan warga memutuskan mempertahankan, karena dianggap selama ini, itulah yang telah membuat desa berjalan dengan tentram dan punya sejarah. Pemilik Sanggar Tari Bali Sedahan, Pak Wayan, datang ke Kalimantan bersama para pengungsi Bali tahun 1965 bersama orangtuanya, yang mengungsi dengan dibawa oleh anggota PKI (ceritanya sedikit berlawanan dengan Kades). Komunitas Bali merasa sangat berhutang budi pada kakek Pak Kades yang dulu menjabat sebagai Kepala Desa saat itu, yang menerima mereka dengan tangan terbuka dan memberi mereka tempat untuk hidup. Persaudaraan ini berlanjut hingga ke Kades yang sekarang. Tahun 1990-an ia mencoba menghidupkan budaya Bali di Sedahan dengan membuat sanggar untuk komunitas Bali di desa itu. Ia melatih bermacam-macam tari Bali. Jumlah penari 20 orang, dan pemain gamelan 25 orang. Sanggar rutin diminta untuk melestarikan kebutuhan upacara, dan juga ikut HUT Kayong Utara. Keanggotaan tidak dipungut biaya, dan baru mendapat kostum hasil insentif dari Dinas Pariwisata. Beberapa bulan yang lalu, bersama Pak Kades, Pak Wayan menghadap Gubernur Bali ketika studi banding dengan PNPM Wisata. 2. Kayong Utara Photographers Community (KPC, anggota 20 orang, berdiri sejak 1 tahun) dan Kuper (Kayong Utara Photographers, berdiri sekitar Juni 2012). Penggeraknya adalah pemuda bernama Yanda.104 Yanda menggemari fotografi baik sebagai hobi dan pekerjaan. Kebanyakan kegiatan KPC dipromosikan melalui social media seperti facebook. Beberapa waktu lalu mereka sempat pameran tentang Kayong Utara di Gedung Pancasila, Ketapang. Banyak pengunjung yang datang dan kasih dukungan seperti Yayasan Taman Nasional. Objek-objek dan tema yang diolah KPC: fotografi human interest, landscape, model, makro. Yanda dan KPC juga berjejaring dengan komunitas Borneo Photography di Pontianak. Mereka semua belajar otodidak berdasarkan kumpul-kumpul dan saling berbagi pengetahuan, baik secara offline juga online melalui facebook. Sistem keanggotaan gratis dan bebas, mereka baru patungan ketika ada kegiatan hunting dan event. Yanda menabung untuk membeli kamera. Baginya, internet sangat membantu kegiatan fotografinya. Yanda sendiri berlatar-belakang jurusan ilmu pemerintahan dan bekerja sebagai tenaga kontrak di Dinas Pertanian. Ke depan, Yanda ingin membantu memperluas peluang kerja buat masyarakat, juga membuat pelatihan-pelatihan. Ia juga berharap bisa dibangun semacam art center di Kayong.

104

Blog KPC: http://kayong-photographer.blogspot.com/ , nomor kontak Yanda: 085387046766

Page 159: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

158

3. Sanggar Senggayung Sukadana, Pak Muslimin dan kawan-kawan. Pak Muslimin mendirikan sanggar di rumahnya tahun 2007, dengan kesenian Senggayung yang mereka pelajari turun temurun dari kakek dan orangtuanya. Anggota penari 8 orang, pemusik 7 orang, Sanggar tiap malam minggu latihan sekaligus berkumpul. Para anggota sehariharinya bertani menggarap sawah.

Eksperimen Pak Muslimin dan kelompoknya adalah menggabungkan senggayung dengan beragam alat musik seperti biola, gendang dan gambus. Dinas pariwisata memberikan dana untuk pembelian alat musik sejak 2011. B.3.2 Kecamatan Simpang Hilir Sanggar Simpang Betuah, Pak Jamhari. Sanggar ini mengolah lagu-lagu kerajaan Simpang sesuai ajaran turun temurun. Sanggar banyak diminta pentas di pernikahan dan acara perusahaan seperti PT CUS. Sering juga merekrut 6 kelompok ibu-ibu rumah tangga untuk kasidah. Sanggar juga mengadakan pelatihan tari Jepin. Sanggar mendapat bantuan dari Dinas Pariwisata sejak 2011, dengan tambahan alat seperti gambus, akordion, bas listrik. Sanggar Simpang Betuah berpartner dengan CV Simpang Mandiri untuk tata musik dan dokumentasi video. B.3.3 Kecamatan Melano, Desa Rantau Panjang Simpang Mandiri Productions adalah sebuah rumah produksi kecil dalam bidang audio visual/multimedia yang didirikan oleh Miftahul Huda. Huda bekerja sebagai videografer, teknisi komputer/IT dan video/photo untuk pernikahan. Awalnya ia berhasrat menjadi penulis, namun karena tidak pernah diterbitkan, ia melirik medium audio-visual dengan belajar membuat film secara otodidak. Huda pun merasa medium audio-visual berpotensi besar baik sebagai pekerjaan mau pun media ekspresi/pengembangan diri. Akhirnya dia mendirikan Simpang Mandiri, yang secara resmi berstatus CV. Selain menerima job komersial, ia juga membuat kegiatan non-profitseperti workshopworkshop gratis dengan dana dari donatur dan membantu sanggar setempat dalam pendokumentasian. Workshop ini digerakkan oleh konseptornya 2 orang dengan Huda sebagai pemimpin, dan eksekutor dari berbagai organisasi, termasuk Simpang Betuah. Inti workshop adalah pendidikan karakter dijalankan melalui video. Kegiatan ini seringkali melibatkan juga pihak lain seperti motivator bernama Ustadz Eko, juga Satmoko Budi Santoso dari Jogja. Dari workshop-workshop ini dihasilkan berbagai produksi film dan musik Melayu. Program Simpang Mandiri Productions: 1. Pembuatan Album lagu Melayu dan Film Anak Muda 2. Program Pelatihan IT 3. Promosi Website/jejaring sosial untuk KKU.

Kelompok musik Sanggar Senggayung Sukadana.

Alat musik Senggayung.

Page 160: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

159

Sejauh ini Huda belum melanjutkan lagi kegiatan non-profitnya karena kesulitan dana. Huda juga kenal dengan Masyarakat Film Kalbar. Pernah ikut kompetisi Eagle Award dan masuk 23 besar. Huda percaya bahwa: “Kreativitas bukan untuk dilombakan, tapi untuk pengembangan karakter.”

II. Lembaga Budaya Potensial A. Lembaga di tingkat Provinsi 1. Institut Dayakologi (ID). Lembaga penelitian dan advokasi tentang masyarakat suku Dayak yang berbasis di Pontianak dan telah berdiri sejak tahun 1990, dan merupakan bagian dari Yayasan Pancur Kasih. Memiliki berbagai program mulai dari dokumentasi, radio komunitas, pengembangan budaya, penelitian dan mediasi isu sosial budaya masyarakat Dayak Kalimantan Barat. ID potensial terutama sebagai lembaga konsultatif dan riset, namun jika ia dilibatkan lebih dalam dalam hal pengorganisasian, harus dipertimbangkan juga beban program yang sedang mereka jalankan.105 2. Masyarakat Film Kalbar, Pontianak. Baru berdiri 17 Agustus 2012, dengan anggota sekitar 20 orang dan telah mengumpulkan sekitar 70 film pendek buatan anak-anak muda Kalbar. Daerah yang tercakup oleh kegiatan mereka: Bengkayang, Singkawang, Sanggau, Ketapang. Penggiatnya bernama Tezar Haldy, tinggal di Pontianak. MFK sering melakukan kegiatan sharing ilmu dengan TVRI dan WWF. Salah satu agenda ke depan adalah membuat Festival Film di Pontianak. Kebanyakan penggiat film adalah mahasiswa dari berbagai latar belakang.106 3. Borneo Photography, Pontianak107 Komunitas penggiat fotografi di Pontianak yang seringkali melakukan aktivitas sampai ke desa-desa mendokumentasikan masyarakat marjinal, dan bekerjasama salah satunya dengan WWF. 4. WWF Pontianak WWF mempunyai program Pandaclick, meninggalkan kamera untuk warga di desa-desa seperti Kapuas Hulu, Lanjak, Bengkayong, Sangkoledo. Menggunakan seni dan bekerjasama dengan seniman untuk kesadaran individual tentang seniman. Beberapa contohnya seperti mengolah kisah kepahlawanan seperti Kolimos (semacam Mahabharata) dan Tatum (semacam Ramayana) yang diterjemahkan ke bahasa daerah. B. Lembaga di tingkat Kabupaten 1. Simpang Mandiri Productions

105

Tentang ID bisa dilihat lebih jauh melalui website mereka, http://www.dayakology.com/ dan wikimedia arsip mereka tentang Kebudayaan Dayak, http://kebudayaan-dayak.org/ contact person: Elias Ngiuk , 085654466545 106

Contact person Masyarakat Film Kalbar: Tezar Haldy, 085245588889 107

Lihat: http://www.borneophotography.org/

Simpang Mandiri Productions, contoh-contoh karya dan kegiatan SMP

Miftahul Huda inisiator dan penggiat SMP, ruang kerja Huda

Page 161: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

160

Simpang Mandiri Productions potensial dijadikan lembaga mitra yang bekerjasama dengan lembaga kebudayaan di tingkat provinsi. Meski ia berbentuk unit usaha, namun ia juga menjalankan kegiatan non-profit seperti pelatihan yang ditujukan untuk membina karakter anak muda. Ia pun sudah memiliki jejaring hingga ke tingkat provinsi, seperti Borneo Photography, bahkan juga tingkat nasional (dengan keikutsertaan pendirinya di Eagle Award). Miftahul Huda, pendirinya, adalah anak muda yang ‘melek IT’ dan seperti penuturunannya, ia ingin mendidik anak muda KU untuk enggunakan IT ‘...bukan hanya sekedar untuk fesbukan’. Ia, misalnya, sedang mendidik diri sendiri (self-taught) tentang bagaimana cara menggunakan IT untuk berbisnis foreks (foreign exchange). Huda sendiri adalah generasi kedua kaum transmigran dari Jawa. Sayangnya, tidak ada lembaga serupa di Landak yang bisa dengan mudah dihubungkan dengan jejaring yang ada di Pontianak. III. Gagasan dan Usulan Desain Program serta Persoalan Yang Diangkat Karena kami tidak berhasil bertemu dengan semua Fasilitator Kabupaten di PNPM dua wilayah yang bersangkutan, maka tidak ada Focus Group Discussion yang diadakan pada dua wilayah ini, dan beberapa rangkuman permasalahan terkait isu budaya kami dapatkan dari mengandalkan analisa dan wawancara dengan para narasumber. Sejumlah permasalahan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Keadaan sosial budaya di Kalimantan Barat (persoalan etnis, kemiskinan struktural dan pendidikan) sangat berhubungan dengan kondisi alam, kemacetan infrastruktural dan eksploitasi industri. 2. Sehubungan dengan poin di atas, khususnya dalam kasus Kayong Utara, ada harapan masyarakat akan potensi industri pariwisata daerahnya, namun ini pun tidak diiringi dengan kesadaran pengelolaan infrastruktural yang baik serta visi akan pariwisata yang masih relatif sempit. 3. Ada kekurangan komunikasi dan koordinasi antara Pemda dengan PNPM, mulai dari tingkat provinsi sampai kecamatan. 4. Kebiasaan masyarakat yang sudah berubah. Generasi muda tidak mengenal tradisi lagi. 5. Tempat-tempat hidup tradisi makin terpinggirkan dan minim, diganti dengan kreasi baru yang lebih mengarah ke industri budaya pop komersil atau hanya berkegiatan ketika ada event. 6. Pelaku-pelaku tradisi berkurang dan menua, dalam hal ini khususnya di Landak ditambah persoalan lain di generasi muda yang kurang motivasi mengembangkan diri dan daerahnya, juga terutama karena kurang dorongan serta role model yang baik dari pihak orang tua. 7. Internet dan social media menjadi sarana berjejaring yang diandalkan generasi muda untuk mengembangkan potensi dan pengembangan diri, tapi sayangnya akses dan teknologi masih mahal dan kurang memadai. 8. Kurangnya media massa/media komunitas yang layak untuk sarana informasi dan ekspresi bagi masyarakat, baik untuk pelaku seni tradisi mau pun generasi muda. Dari beberapa lokasi kunjungan penelitian, didapat setidaknya 2 kandidat wilayah pelaksanaan program yang berangkat dari beberapa persoalan yang muncul, yaitu: 1. Sanggar Pulai, Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak.108 Meski terhitung baru berjalan (sekitar setahun), namun Sanggar Pulai terlihat aktif dan terlibat di masyarakatnya. Agustinus menyimpan mimpi untuk mengembangkan Sanggar ini menjadi sanggar yang besar, dan menjangkau beragam aktivitas kesenian termasuk seni pertunjukan. Selama ini, ia hanya dibantu pacarnya yang asal Mandor dan lulusan Sarjana Fisika. Jelas sekali jika Agustinus membutuhkan bantuan sehingga ia bisa menjalankan sanggarnya dengan lebih terorganisir. Misalnya, meski sangat ‘melek IT’ ia tidak memiliki komputer yang memadai untuk berkomunikasi dengan dunia luar, atau membuat situs web yang dapat membantu penjualan

108

Nomor kontak Agustinus, Sanggar Pulai: 081345011899

Page 162: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

161

kerajinan hasil sanggarnya. Visi dan rencana ada, namun ia membutuhkan bantuan yang lebih bisa membenahi kapasitas sanggarnya untuk menjadi organisasi yang rapi, bukan semata-mata jalur pemasaran seperti yang selama ini ia terima.

2. Simpang Mandiri Productions, Sukadana, Kayong Utara.109 Seperti dituturkan di bagian sebelumnya, Simpang Mandiri Productions sangat potensial menjadi lembaga lokal yang menjadi mitra lembaga budaya di provinsi dalam menjalankan program di Kayong Utara. Program bisa berbentuk kerjasama antara media baru dengan seni tradisi. Misalnya bagaimana mempromosikan kegiatan seni tradisi di KU melalui fotografi dan video – seperti yang sesungguhnya sudah dilakukan, meski dalam skala kecil dan kurang terarah. Beberapa usulan program: 1. Pelatihan fotografi di Kayong Utara (selama ini sanggar fotografi di KU hanya berfokus pada lanskap, namun belum ke obyek-obyek lainnya yang potensial mengandung isu, seperti isu lingkungan). Teori fotografi serta wawasan kritis tentang seni fotografi sendiri amat diperlukan oleh sanggar-sanggar ini. Obyek fotografi di KU amat beragam dan potensial mengangkat isu-isu lokal yang menyangkut sosial, ekonomi dan lingkungan seperti yang diutarakan di bagian awal laporan ini. 2. Pelatihan pembuatan film pendek di Kayong Utara dengan pendekatan sama (teori dan praktik yang berimbang, disertai wacana).

109

Website Simpang Mandiri: http://klinikstudio.wordpress.com/2012/07/08/ , Miftahul Huda 085245939788

Page 163: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

162

Lampiran 10

DAFTAR PESERTA FGD PENELITIAN PENJAJAGAN KK II

Kabupaten : Lombok Timur

Tanggal : 21 November 2012

No. Nama Pekerjaan Instansi/ Kelompok Nomor kontak

1. H. Supardi Faskeu PNPM-MP 081917714236

2. Baiq Eka Yuliana Faskab PNPM-MPd 081907131351

3. Hajad Guna R. Pegiat seni Sanggar Ohor-Chetok 081907813270

4. Mulyadi FK Sakamulya PNPM-MPd 081803757326

5. Fathurrozi FK Sakra Barat PNPM-MPd 08175782989

6. L. Juli Hidayat RBM PNPM 081907815582

7. Sukardiman RBM PNPM 081803602825

8. L. Hasim FKG PNPM GSC 081918143919

9. L. Satriawan FKG PNPM GSC 087863305072

10. Ilham Fahmi Sastrawan KRL 081997937617

11. Hendra Gunawan Sastrawan KRL 081917767258

12. Ahmad Airways Pengelola sanggar Gelas -

13. Sahrama Guru Rama Grup/ Cilokak 08197773839

14. Ahmad Rosyidi Pelaku seni Cilokak, Doyan Nade 087763284555

15. Hasanudin Wiraswasta Gendang Beleq Gading Pemban 081997921117

16. Surya Bakti Perawat Gendang Beleq Gading Pemban 081907967754

17. Hamdi Wiraswasta Gendang Beleq 081997632585

18. H. M. Sarlan Pokja RBM PNPM-MP 081917992846

19. Dedi Sutrisno Staf desa Kelompok Media Rakom 0818356966

20. Dwita Ayuningtyas Operator Komputer PNPM PNPM 081805060020

21. Benny Purnama PL MP PNPM 081915933375

Kabupaten : Lombok Utara

Tanggal : 22 November 2012

No. Nama Pekerjaan Instansi/ Kelompok Nomor kontak

1. Hermanto PL GSC PNPM 087864499343

2. Taufiqurrahman Faskec PNPM-GSC 081915859595

3. Abd. Rahman Faskab PNPM-GSC 081997642654

4. Rd. Sucipto BKAD PNPM-MPd 081803628105

5. Edi Fitrianto PL MP PNPM-MP 085739583100

6. Dwi Oktohariono FT PNPM-MP 081803669369

Page 164: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II

163

7. M. Gozali - Komunitas Pasir Putih 087864717200

8. Syamsul Hadi - Komunitas Pasir Putih 082340541300

9. R. Nyakradi FK FSC PNPM GSC 08175788549

10. R. Setriadi - Sanggar seni desa Jenggala 081907659928

11. Rusni FK Pemenang Pemenang 081918292010

12. Saparudin BKAD PNPM-MPd 081805720759

13. Marni Bendahara UPK PNPM GSC 081907331907

Kabupaten : Rote Ndao

Tanggal : 28 November 2012

No. Nama Pekerjaan Instansi/ Kelompok Nomor kontak

1. Fransina Pah Ket. Sanggar Nusa Tua Meni 082144753173

2. Stefanus Kiak Anggota sanggar Penapua 081239104030

3. Gabriel Dami, S.H. Pensiunan guru Ketua Sanggar Penapua 081339197930/

082146461118

4. Johni F. Muda, S.H. BKAD/ LA Takateim 081353793468

5. Samuel Lily BKAD/RT PNPM Rote Tengah 085239121853

6. F. Sarlout BKAD Rote Timur PNPM Rotim 081339055678

7. Jerni M. Ndolu PNS/Dinas Pertanian Sekretaris Dekranasda 081237520915

8. Nicodemus Asbanu Faskab PNPM PNPM-MPd 081246318600

9. Adhi Radja Faskab Keu PNPM-MP 081233484474

10. Theodorus Tefa Faskab Teknik PNPM-MPd 081339473404

Kabupaten : TTU

Tanggal : 3 Desember 2012

No. Nama Pekerjaan Instansi/ Kelompok Nomor kontak

1. Chris Kale Lado As. Faskab PNPM 081339474177

2. Paty Yoseph As Fastekab PNPM 081339338458

3. Anton Bana Ketua Pokja RBM PNPM 081239463128

4. Emanuel Oki Ketua UPK Kec. Kota 085239466270

5. Farida M.S. Lay FK PNPM-MPd Kec. Biboki Utara 085239299982

6. Ruben Rado Ketua sanggar Biinmaffo 081339496061

7. Germana Ingkala KPMD PNPM 081236018334

8. ST. Wisang BKAD Tokoh masyarakat 082146461656

9. Salle Funan Swasta Pemuda 082145774230

Page 165: Laporan Penelitian Penjajagan Komunitas Kreatif II