laporan pendahuluan stemi.doc

43
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI) A. KONSEP DASAR STEMI 1. Pengertian IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori, yaitu ST-elevation infark miocard (STEMI) dan non ST-elevation infark miocard (NSTEMI). STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI merupakan oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG (Muttaqin, A. 2009). Sindroma koroner akut dengan elevasi segment ST atau disebut juga STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction) adalah oklusi koroner akut dengan iskemia miokard berkepanjangan yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian miosit kardiak. Kerusakan miokard yang terjadi tergantung pada letak dan lamanya sumbtan aliran darah , ada atau tidaknya kolateral, serta luas wilayah miokard 1

Upload: pipinoktav

Post on 26-Dec-2015

790 views

Category:

Documents


143 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI)

A. KONSEP DASAR STEMI

1. Pengertian

IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua

kategori, yaitu ST-elevation infark miocard (STEMI) dan non ST-

elevation infark miocard (NSTEMI). STEMI merupakan oklusi total dari

arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi

seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi

segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI merupakan oklusi sebagian

dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium,

sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG (Muttaqin, A. 2009).

Sindroma koroner akut dengan elevasi segment ST atau disebut

juga STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction) adalah oklusi koroner akut

dengan iskemia miokard berkepanjangan yang pada akhirnya akan

menyebabkan kematian miosit kardiak. Kerusakan miokard yang terjadi

tergantung pada letak dan lamanya sumbtan aliran darah , ada atau

tidaknya kolateral, serta luas wilayah miokard yang diperdarahi

pembuluh darah yang tersumbat (SPM RSJP Harapan Kita , 2009).

STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction) merupakan bagian dari

sindrom koroner akut yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST.

STEMI terjadi karena oklusi total pembuluh darah koroner yang tiba-tiba

(Fuster, 2007).

1

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG :

No Lokasi Gambaran EKG1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di

V1-V4/V52 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di

V1-V33 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di

V1-V6 dan I dan aVL 4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di

V5-V6 dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL

5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL). 

6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan Avf

7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3

8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2

9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama infark.

2. Etiologi

Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah

terjadinya rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar

kasus, terdapat beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya

STEMI, antara lain aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional, dan

penyakit dalam lainnya. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat

meningkatkan risiko terjadinya IMA pada individu. Faktor-faktor resiko

ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor resiko yang tidak

dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat dirubah.

2

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

a) Faktor yang tidak dapat dirubah :

1) Usia

Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang

progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai

lesi mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan

organ pada usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu,

pada usia antara 40 dan 60 tahun, insiden infark miokard pada

pria meningkat lima kali lipat (Kumar, et al., 2007).

2) Jenis kelamin

Infark miokard jarag ditemukan pada wanita premenopause

kecuali jika terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi

berat. Setelah menopause, insiden penyakit yang berhubungan

dengan atherosclerosis meningkat bahkan lebih besar jika

dibandingkan dengan pria. Hal ini diperkirakan merupakan

pengaruh dari hormon estrogen (Kumar, et al., 2007).

3) Ras

Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada

orang kulit putih.

4) Riwayat keluarga

Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner

(saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50

tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA.

b) Faktor resiko yang dapat dirubah :

1) Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau

trigliserida serum di atas batas normal. Peningkatan kadar

kolesterol di atas 180 mg/dl akan meningkatkan resiko penyakit

arteri koronaria, dan peningkatan resiko ini akan lebih cepat

terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl. Peningkatan kolosterol

LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit arteri

koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan

3

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

sebagai faktor pelindung terhadap penyakit ini (Muttaqin, A.

2009).

2) Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan

darah systole maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi

dapat meningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar

60% dibandingkan dengan individu normotensive. Tanpa

perawatan, sekitar 50% pasien hipertensi dapat meninggal karena

IHD atau gagal jantung kongestif, dan sepertiga lainnya dapat

meninggal karena stroke (Kumar, et al., 2007).

3) Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi

rokok mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan

keparahan atherosclerosis pada wanita. Penggunaan rokok dalam

jangka waktu yang lama meningkatkan kematian karena IHD

sekitar 200%. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko secara

substansial (Kumar, et al., 2007).

4) Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga

meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Insiden infark

miokard dua kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita

diabetes daripada tidak. Juga terdapat peningkatan risiko stroke

pada seseorang yang menderita diabetes mellitus

5) Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung

koroner.

6) Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin

yang bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.

3. Manifestasi Klinis

a) Nyeri

Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan pada

pasien dengan STEMI. Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu dalam

dan visceral, yang biasa dideskripsikan dengan nyeri terasa berat dan

seperti diremas, seperti ditusuk, atau seperti terbakar. Karakteristik

4

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

nyeri pada STEMI hampir sama dengan pada angina pectoris, namun

biasanya terjadi pada saat istirahat, lebih berat, dan berlangsung lebih

lama. Nyeri biasa dirasakan pada bagian tengah dada dan/atau

epigastrium, dan menyebar ke daerah lengan. Penyebaran nyeri juga

dapat terjadi pada abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher.

Nyeri sering disertai dengan kelemahan, berkeringat, nausea, muntah,

dan ansietas (Fauci, et al., 2008).

b) Temuan fisik

Sebagian besar pasien mengalami ansietas dan restless yang

menunjukkan ketidakmampuan untuk mengurangi rasa nyeri. Pallor

yang berhubungan dengan keluarnya keringat dan dingin pada

ekstremitas juga sering ditemukan pada pasien dengan STEMI. Nyeri

dada substernal yang berlangsung selama >30 menit dan diaphoresis

menunjukkan terjadinya STEMI. Meskipun sebagian besar pasien

menunjukkan tekanan darah dan frekuensi nadi yang normal selama

satu jam pertama STEMI, sekitar 25% pasien dengan infark anterior

memiliki manifestasi hiperaktivitas sistem saraf simpatik (takikardia

dan/atau hipertensi), dan 50% pasien dengan infark inferior

menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi dan/atau

hipotensi).

4. Patofisiologi

STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara

tiba-tiba setelah oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya

mengalami atherosclerosis. STEMI terjadi ketika thrombus pada arteri

koroner berkembang secara cepat pada tempat terjadinya kerusakan

vascular. Kerusakan ini difasilitasi oleh beberapa faktor, seperti merokok,

hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, STEMI terjadi

ketika permukaan plak atherosclerotic mengalami ruptur sehingga

komponen plak tersebut terekspos dalam darah dan kondisi yang

mendukung trombogenesis (terbentuknya thrombus). Mural thrombus

5

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

(thrombus yang menempel pada pembuluh darah) terbentuk pada tempat

rupturnya plak, dan terjadi oklusi pada arteri koroner. Setelah platelet

monolayer terbentuk pada tempat terjadinya ruptur plak, beberapa agonis

(kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) menyebabkan aktivasi platelet.

Setelah stimulasi agonis platelet, thromboxane A2 (vasokonstriktor local

yang kuat) dilepas dan terjadi aktivasi platelet lebih lanjut.

Selain pembentukan thromboxane A2, aktivasi platelet oleh agonis

meningkatkan perubahan konformasi pada reseptor glikoprotein IIb/IIIa.

Ketika reseptor ini dikonversi menjadi bentuk fungsionalnya, reseptor ini

akan membentuk protein adhesive seperti fibrinogen. Fibrinogen adalah

molekul multivalent yang dapat berikatan dengan dua plateet secara

simultan, menghasilkan ikatan silang patelet dan agregasi. Kaskade

koagulasi mengalami aktivasi karena paparan faktor jaringan pada sel

endotel yang rusak, tepatnya pada area rupturnya plak. Aktivasi faktor VII

dan X menyebabkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang

kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner

seringkali mengalami oklusi karena thrombus yang terdiri dari agregat

platelet dan benang-benang fibrin.

Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi karena emboli

arteri koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai

penyakit sistemik, terutama inflamasi. Besarnya kerusakan myocardial

yang disebabkan oklusi koroner tergantung:

a) daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi

b) apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak

c) durasi oklusi koroner

d) kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral pada

jaringan yang terkena

e) kebutuhan oksigen pada miokardium yang suplai darahnya menurun

secara tiba-tiba

f) faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan

6

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

g) keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada arteri

koroner epikardial yang mengalami oklusi telah dikembalikan.

Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 45 menit akan

menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel dan kematian otot atau

nekrosis. Bagian miokardium yang mengelami infark atau nekrosis akan

berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark

dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Bila

pinggir daerah infark mengalami nekrosis maka besar dearah infark akan

bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah

nekrosis.

Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian

perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan, mula-mula otot

yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat terputusnya

alioran darah regional kemudian dalam jangka waktu 24 jam akan timbul

edema pda sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-

enzim jantung akan terlepas dari sel-sel ini, menjelang hari kedua atau

ketiga mulai terjadi proses degradasi ringan dan pembuangan semua

serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis, kira-kira

pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan

penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami

penebalan yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah terbentuk

dengan jelas.

Akibat yang terjadi karena infark miokardiun adalah daya

kontraksi menurun, gerakan dinding abnormal, perubahan daya kembang

dinding ventrikel, pengurangan curah sekuncup, pengurangan fraksi

ejeksi, peningkatan volume akhir sistolok dan akhir diastolik ventrikel

serta peningkatan akhir diastolik ventrikel kiri.

7

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

5.

8

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

6. Komplikasi

a) Disfungsi ventrikel

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran,

dan ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark.

Proses ini dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal ini

terjadi karena ekspansi infark, disrupsi sel-sel miokardial yang

normal, dan kehilangan jaringan pada zona nekrotik. Pembesaran yang

terjadi berhubungan dengan ukuran dan lokasi infark.

b) Gagal pemompaan (pump failure)

Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI.

Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan

tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark)

dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi

basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan

rontgen dijumpai kongesti paru.

c) Aritmia

Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala

awal. Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi

ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan

elektrolit, iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.

d) Gagal jantung kongestif

Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.

Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti

vena pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal

jantung kanan mengakibatkan kongesti vena sistemik.

e) Syok kardiogenik

Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark

yang massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul

lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang

ireversibel dengan manifestasi seperti penurunan perfusi perifer,

penurunan perfusi koroner, peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi,

9

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

asidosis metabolic, dan hipoksemia yang selanjutnya makin menekan

fungsi miokardium.

f) Edema paru akut

Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di

rongga interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan

tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami

kebocoran melalui dinding kapiler, merembes keluar, dan

menimbulkan dispnea yang sangat berat. Kongesti paru terjadi jika

dasar vascular paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel

kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri.

Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak

dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi

hipoksia berat.

g) Disfungsi otot papilaris

Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan

mengganggu fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi

daun katup ke dalam atrium selama sistolik. Inkompetensi katup

mengakibatkan aliran retrograde dari ventrikel kiri ke dalam atrium

kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran ke aorta dan

peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.

h) Defek septum ventrikel

Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding

septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.

i) Rupture jantung

Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal

perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum

pembentukan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga

terjadi peradarahan massif ke dalam kantong pericardium yang

relative tidak elastic dapat berkembang. Kantong pericardium yang

terisi oleh darah menekan jantung, sehingga menimbulkan tamponade

10

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena

dan curah jantung.

j) Aneurisma ventrikel

Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks

jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada

setiap sistolik dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.

k) Tromboembolisme

Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi

kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan

thrombus mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi

sistemik.

l) Perikarditis

Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung

berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan

pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan.

m) Gangguan Hemodinamik

Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian di RS pada

STEMI. Perluasan iskemia nekrosis mempunyai korelasi yang baik

dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas baik pada awal (10 hari

infak) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronki

basah di paru-paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop pada

pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.

7. Pemeriksaan penunjang

Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis

STEMI dapat dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker,

cardiac imaging, dan indeks nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.

a) Electrocardiograf (ECG)

Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu

1) Lead II, III, aVF : Infark inferior

2) Lead V1-V3 : Infark anteroseptal

11

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

3) Lead V2-V4 : Infark anterior

4) Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral

5) Lead I, aVL : Infark high lateral

6) Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas

7) Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral

8) Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu

b) Serum Cardiac Biomarker

Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas

dari otot jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI. Kecepatan

pelepasan protein spesifik ini berbeda-beda, tergantung pada lokasi

intraseluler, berat molekul, dan aliran darah dan limfatik local.

Biomarker kardiak dapat dideteksi pada darah perifer ketika kapasitas

limfatik kardiak untuk membersihkan bagian interstisium dari zona

infark berlebihan sehingga ikut beredar bersama sirkulasi.

1) cTnT dan cTnI

Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin

I (cTnI) memiliki sekuens asam amino yang berbeda dari protein

ini yang ada dalam otot skeletal. Perbedaan tersebut

memungkinkan dilakukannya quantitative assay untuk cTnT dan

cTnI dengan antibody monoclonal yang sangat spesifik. Karena

cTnT dan cTnI secara normal tidak terdeteksi dalam darah

individu normal tetapi meningkat setelah STEMI menjadi >20

kali lebih tinggi dari nilai normal, pengukuran cTnT dan cTnI

dapat dijadikan sebagai pemeriksaan diagnostic. Kadar cTnT dan

cTnI mungkin tetap meningkat selama 7-10 hari setelah STEMI.

2) CKMB

Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan

umumnya kembali normal setelah 48-72 jam. Pengukuran

penurunan total CK pada STEMI memiliki spesifisitas yang

rendah, karena CK juga mungkin meningkat pada penyakit otot

skeletal, termasuk infark intramuscular. Pengukuran isoenzim MB

12

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

dari CK dinilai lebih spesifik untuk STEMI karena isoenzim MB

tidak terdapat dalam jumlah yang signifikan pada jaringan

ekstrakardiak. Namun pada miokarditis, pembedahan kardiak

mungkin didapatkan peningkatan kadar isoenzim MB dalam serum.

c) Cardiac Imaging

1) Echocardiography

Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional

echocardiography hampir selalu ditemukan pada pasien STEMI.

Walaupun STEMI akut tidak dapat dibedakan dari scar miokardial

sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan echocardiography,

prosedur ini masih digunakan karena keamanannya. Ketika tidak

terdapat ECG untuk metode diagnostic STEMI, deteksi awal aka

nada atau tidaknya abnormalitas pergerakan dinding dengan

echocardiography dapat digunakan untuk mengambil keputusan,

seperti apakah pasien harus mendapatkan terapi reperfusi. Estimasi

echocardiographic untuk fungsi ventrikel kiri sangat berguna dalam

segi prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri

menunjukkan indikasi terapi dengan inhibitor RAAS.

Echocardiography juga dapat mengidentifikasi infark pada

ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi pericardial, dan

thrombus pada ventrikel kiri. Selain itu, Doppler echocardiography

juga dapat mendeteksi dan kuantifikasi VSD dan regurgitasi mitral,

dua komplikasi STEMI.

2) High resolution MRI

Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high

resolution cardiac MRI.

3) Angiografi

Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung

yang memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner

besar dan pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.

13

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

8. Penatalaksanaan

a) Pre Hospital

Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar

tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi

elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian

besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi

ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam

pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam

pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang

dicurigai STEMI :

Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan

medis

Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan

tindakan resusitasi

Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta

staf medis dokter dan perawat yang terlatih

Terapi REPERFUSI

Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang

dicurigai STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada,

identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi

segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan

menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.

b) Hospital

1) Aktivitas

Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-

masa awal infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena

itu, pasien dengan STEMI harus tetap berada pada tempat tidur

selama 12 jam pertama. Kemudian, jika tidak terdapat

komplikasi, pasien harus didukung untuk untuk melanjutkan

postur tegak dengan menggantung kaki mereka ke sisi tempat

tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam pertama. Latihan ini

14

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

bermanfaat secara psikologis dan biasanya menurunkan tekanan

kapiler paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan komplikasi lain,

pasien dapat berjalan-jalan di ruangan dengan durasi dan

frekuensi yang ditingkatkan secara bertahap pada hari kedua atau

ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus sudah dapat berjalan 185 m

minimal tiga kali sehari.

2) Diet

Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI,

pasien hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada

4-12 jam pertama. Asupan nutrisi yang diberikan harus

mengandung kolesterol ± 300 mg/hari. Kompleks karbohidrat harus

mencapai 50-55% dari kalori total. Diet yang diberikan harus tinggi

kalium, magnesium, dan serat tetapi rendah natrium.

3) Bowel

Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan

nyeri seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan

jika pasien mengalami konstipasi

c) Farmakoterapi

1) Nitrogliserin (NTG)

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis

0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.

Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan

kebutuhan oksigen dengan menurunkan preload dan meningkatkan

suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah

koroner yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika

nyeri dada terus berlangsung, dapat diberikan NTG intravena. NTG

IV juga dapat diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan edema

paru. Terapi nitrat harus dihindarkan pada pasien dengan tensi

sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark

ventrikel kanan.

15

Page 16: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

2) Morfin

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan

analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI.

Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan

interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang

perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena

dan arteriolar melalui penurunan, sehingga terjadi pooling vena

yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Morfin

juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan

bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien

dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan

pemberian atropine 0,5 mg IV.

3) Aspirin

Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai

STEMI dan efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat

siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar

tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan

dosis 160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral

dengan dosis 75-162 mg.

4) Beta-adrenoreceptor blocker

Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat memperbaiki

hubungan supply-demand oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan

ukuran infark, dan menurunkan insiden ventricular aritmia.

5) Terapi reperfusi

Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali

menjadi lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan

kateterisasi (PCI) yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan

terapi dengan obat melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).

16

Page 17: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

1. Identitas Klien

Nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status pernikahan, agama,

suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM, tanggal masuk,

tanggal pengkajian, sumber informasi, nama keluarga dekat yang bias

dihubungi, status, alamat, no.telepon, pendidikan, dan pekerjaan.

2. Status kesehatan saat ini

Keluhan utama: nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.

3. Riwayat penyakit sekarang (PQRST)

a) Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang

dengan istirahat.

b) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau

digambarkan klien, sifat keluhan nyeri seperti tertekan.

c) Region, radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di

atas pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri

serta ketidakmampuan bahu dan tangan.

d) Severity (scale) of pain: klien bias ditanya dengan menggunakan

rentang 0-5 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang

dirasakan. Biasanya pada saat angina skala nyeri berkisar antara 4-5

skala (0-5).

e) Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak. Lama

timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri

oleh infark miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya

lebih parah dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala yang menyertai

infark miokardium meliputi dispnea, berkeringat, amsietas, dan

pingsan.

4. Riwayat kesehatan terdahulu

Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM,

dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien

pada masa lalu yang masih relevan. Catat adanya efek samping yang

17

Page 18: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

terjadi di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang

timbul.

5. Riwayat keluarga

Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada

anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya.

Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda

merupakan factor risiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada

keturunannya.

6. Aktivitas/istirahat

Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup

menetap, jadual olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada

istirahat/kerja.

7. Sirkulasi

Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung

koroner, masalah TD, DM.

Tanda:

a) TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur

sampai duduk/berdiri

b) Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya

dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin

terjadi.

c) Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal

jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.

d) Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar

e) Friksi; dicurigai perikarditis.

f) Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.

g) Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal

jantung/ventrikel.

h) Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.

8. Integritas ego

18

Page 19: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah dekat,

marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’, khawatir tentang

keluarga, pekerjaan dan keuangan.

Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,

perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.

9. Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun

10. Makanan/cairan

Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu

hati/terbakar.

Tanda: penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan

perubahan berat badan

11. Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri

12. Neurosensori

Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun

(duduk/istirahat)

Tanda: perubahan mental dan kelemahan

13. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala:

a) Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan

dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.

b) Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial,

dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya

seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher

c) Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan,

seperti dapat dilihat.

d) Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin

pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.

e) Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan

DM, hipertensi dan lansia.

Tanda:

a) Wajah meringis, perubahan postur tubuh.

19

Page 20: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

b) Menangis, merintih, meregang, menggeliat.

c) Menarik diri, kehilangan kontak mata

d) Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD,

pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran.

14. Pernapasan

Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk

produktif/tidak produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis

Tanda: peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas

bersih atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.

15. Interaksi social

Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping

dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)

Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat, dan

menarik diri dari keluarga

16. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala: riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi,

penyakit vaskuler perifer, dan riwayat penggunaan tembakau

Pengkajian fisik

Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:

Tingkat kesadaran

Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)

Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak

mencukupinya oksigen ke dalam miokard

Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung

Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan pengobatan,

perhatian tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit setelah serangan

miokard infark, menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel

Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume

Warna dan suhu kulit

20

Page 21: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap tanda-

tanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)

Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri mesenterika

merupakan potensial komplikasi yang fatal

Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema, adanya

tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria

(Wilkinson. 2012)

Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang sering terjadi antara lain:

1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi

arteri koroner

2. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan pengembangan

paru tidak optimal, kelebihan cairan di dalam paru akibat sekunder dari

edema paru akut

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama,

konduksi elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler

sistemik, otot infark, kerusakan struktural

4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah,

misalnya vasikonstriksi,hipovolemia, dan pembentukan troboemboli

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan

miokard, efek obat depresan jantung

6. Ansietas berhubungan dengan ketakutan akan kematian

7. Resiko ketidakpatuhan terhadap program perawatan diri yang

berhubungan dengan penolakan terhadap diagnosis miokard infark

(Wilkinson. 2012)

Rencana keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi

arteri koroner

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri

berkurang

21

Page 22: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

Kriteria hasil:

Nyeri dada hilang/terkontrol

Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi

Klien tampak rileks,mudah bergerak

Intervensi:

a) Kaji keluhan pasien mengenai nyeri dada, meliputi : lokasi, radiasi, durasi

dan faktor yang mempengaruhinya.

Rasional: Data tersebut membantu menentukan penyebab dan efek nyeri

dada serta merupakan garis dasar untuk membandingkan gejala pasca

terapi.

b) Berikan istirahat fisik dengan punggung ditinggikan atau dalam kursi

kardiak. Rasional: Untuk mengurangi rasa tidak nyaman serta dispnea dan

istirahat fisik juga dapat mengurangi konsumsi oksigen jantung.

c) Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina

Rasional: Untuk membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya,

sesuai dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli

paru, atau perikarditis

d) Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera

Rasional : Untuk memberi intervensi secara tepat sehingga mengurangi

kerusakan jaringan otot jantung yang lebih lanjut

e) Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan, dan tindakan nyaman

Rasional: Menurunkan rangsang eksternal

f) Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan,perilaku distraksi,

visualisasi, bimbingan imajinasi

Rasional: Membantu dalam menurunkan persepsi/respon nyeri

g) Periksa tanda vital sebelum dan sesudah obat narkotik

Rasional: Hipotensi /depresi pernapasan dapat terjadi sebagai akibat

pemberian narkotik. Dimana keadaan ini dapat meningkatkan kerusakan

miokardia pada adanya kegagalan ventrikel

h) Kolaborasi dengan tim medis pemberian:

22

Page 23: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

Antiangina (NTG) Rasional: Untuk mengontrol nyeri dengan efek

vasodilatasi koroner, yang meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi

miokardia

Penyekat β (atenolol) Rasional: Untuk mengontrol nyeri melalui efek

hambatan rangsang simpatis, sehingga menurunkan fungsi jantung, TD

sistolik dan kebutuhan oksigen miokard

Preparat analgesik (Morfin Sulfat) Rasional: Untuk menurunkan nyeri

hebat, memberikan sedasi dan mengurangi kerja miokard

Pemberian oksigen bersamaan dengan analgesik Rasional: Untuk

memulihkan otot jantung dan untuk memastikan peredaan maksimum nyeri

(inhalasi oksigen menurunkan nyeri yang berkaitan dengan rendahnya

tingkat oksigen yang bersirkulasi).

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama,

konduksi elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler

sistemik, otot infark, kerusakan struktural

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam curah

jantung adekuat

Kriteria Hasil:

TD, curah jantung dalam batas normal

Haluaran urine adekuat

Tidak ada disritmia

Penurunan dispnea, angina

Peningkatan toleransi terhadap aktivitas

Intervensi :

a) Pantau tanda vital: frekuensi jantung, TD,nadi

Rasional: Untuk mengetahui adanya perubahan TD,nadi secara dini

sehingga memudahkan dalam melakukan intervensi karena TD dapat

meningkatkan rangsangan simpatis, kemudian turun bila curah jantung

dipengaruhi.

23

Page 24: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

b) Evaluasi adanya bunyi jantung S3,S4

Rasional: Untuk megetahui adanya komplikasi pada GJK gagal mitral

untuk S3, sedangkan S4 karena iskemia miokardia, kekakuan ventrikel,

dan hipertensi pulmonal /sistemik

c) Auskultasi bunyi napas

Rasional: Untuk mengetahui adanya kongesti paru akibat penurunan

fungsi miokard

d) Berikan makanan porsi makan kecil dan mudah dikunyah, batasi asupan

kafein,kopi, coklat, cola

Rasional: Untuk menghindari kerja miokardia, bradikardi,peningkatan

frekuensi jantung

Kolaborasi:

a) Berikan oksigen sesuai indikasi

Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan miokard, menurunkan iskemia dan

disritmia lanjut

b) Pertahankan cairan IV

Rasional: Jalur yang paten untuk pemberian obat darurat pada

disritmia/nyeri dada

c) Kaji ulang seri EKG

Rasional: memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan atau

perbaikan infark, fungsi ventrikel, keseimbangan elektrolit, dan efek terapi

obat

d) Pantau laboratorium (enzim jantung, GDA, elektrolit)

Rasional: Untuk mengetahui perbaikan/perluasan infark adanya hipoksia,

hipokalemia/hiperkalsemia

e) Berikan obat antidisritmia

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran

darah, misalnya vasikonstriksi, hipovolemia, dan pembentukan

tromboemboli

24

Page 25: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam perfusi

jaringan efektif

Kirteria Hasil:

Kulit hangat dan kering

Nadi perifer kuat

Tanda vital dalam batas normal

Kesadran compos mentis

Keseimbangan pemasukan dan pengeluaran

Tidak edema dan nyeri

Intervensi:

a) Observasi adanya perubahan tingkat kesadaran secara tiba-tiba

Rasional: Untuk mengetahui adanya penurunan curah jantung

b) Observasi adanya pucat, sianosis, kulit dingin/lembab da raba kekuatan

nadi perifer

Rasional: Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah

jantung

c) Observasi adanya tanda Homan, eritema, edema

Rasional: Untuk mengetahui adanya trombosis vena dalam

d) Anjurkan klien untuk latihan kaki aktif/pasif

Rasional: Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan

menurunkan risiko tromboflebitis

e) Pantau pemasukan dan perubahan keluaran urine

Rasional: Penurunan/mual terus menerus dapat megakibatkan penurunan

volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan fungsi organ

f) Pantau laboratorium, kreatinin, elektrolit

Rasional: Indikator dari perfusi atau fungsi organ

g) Beri obat sesuai indikasi

Heparin: Untuk menurunkan resiko tromboflebitis atau pembentukan

trombus mural

Cimetidine untuk menetralkan asam lambung dan iritasi gaster

25

Page 26: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan

miokard, efek obat depresan jantung

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien

menunjukkan peningkatan aktivitas secara bertahap

Kriteria Hasil:

Klien dapat melakukan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur

dengan frekuensi jantung/irama jantung dan TD dalam batas normal

Kulit teraba hangat, merah muda dan kering

Intervensi :

a) Pantau frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD sebelum, selama, dan

sesudah beraktivitas sesuai indikasi

Rasional: Untuk menentukan tingkat aktivitas klien yang tidak

memberatkan curah jantung

b) Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas pada dasar nyeri/respon

hemodinamik, berikan aktivitas senggang yang tidak berat

Rasional: Menurunkan kerja miokard, sehingga menurunkan risiko

komplikasi

c) Anjurkan pasien untuk tidak mengejan saat defekasi

Rasional: Dengan mengejan dapat mengakibatkan manuver valsava

sehingga terjadi bradikardi, menurunnya curah jantung, takikardi dan

peningkatan TD

d) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat akyivitas

Rasional: Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningkatkan

regangan dan mencegah aktivitas berlebihan

e) Observasi gejala yang menunjukkan tidak toleran terhadap aktivitas

Rasional: Palpitasi, nadi tidak teratur, adanya nyeri dada atau dispnea

dapat mengindikasikan kebutuhan perubahan program oalahraga atau diet

26

Page 27: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

DAFTAR PUSTAKA

Fauci, et.al. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.

Kumar, et.al. 2007. Robbin’s Basic Pathology. Elsevier Inc.

Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Wilkinson, judith. 2012. Buku saku diagnosa keperawatan: diagnosis, NANDA, NIC, NOC 2012-2015. Jakarta: ECG

27

Page 28: LAPORAN PENDAHULUAN STEMI.doc

LAPORAN PENDAHULUAN

ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI)

DI RUANG ICVCU RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTA

Disusun:

Dyah Isna Romadani

J230145052

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA

2015

28