laporan pendahuluan mas
DESCRIPTION
Meconium Aspiration SyndromTRANSCRIPT
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) merupakan sekumpulan gejala yang
diakibatkan oleh terhisapnya mekonium ke dalam saluran pernafasan bayi. Etiologi
terjadinya sindroma aspirasi mekonium adalah cairan amnion yang mengandung
mekonium terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat keluar di dalam kandungan bila
terjadi stres / kegawatan intrauterin. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan
penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi
gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-paru. Selain itu,
mekonium juga menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran udara,
menyebabkan suatu pneumonia kimiawi. Cairan amnion yang terwarna-mekonium
ditemukan pada 5-15% kelahiran, tetapi sindrom ini biasanya terjadi pada bayi cukup
bulan atau lewat bulan. Pada 5% bayi yang berkembang pneumonia aspirasi,
dimana 30% darinya memerlukan ventilasi mekanis dan 5-10 persennya dapat
meninggal. Kegawatan janin dan hipoksia terjadi bersama dengan masuknya
mekonium ke dalam cairan amnion. 1,2,8
1.2 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui definisi, insidensi, etiologi, faktor resiko, patofisiologi,
gambaran klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, diagnosis banding,
penatalaksanaan, pencegahan, komplikasi, dan prognosis dari sindroma aspirasi
mekonium.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi dan Insidensi Sindroma Aspirasi Mekonium
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) merupakan sekumpulan gejala yang
diakibatkan oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran pernafasan
bayi. Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah salah satu penyebab yang paling
sering menyebabkan kegagalan pernapasan pada bayi baru lahir aterm maupun
post-term. Kandungan mekonium antara lain adalah sekresi gastrointestinal, hepar,
dan pancreas janin, debris seluler, cairan amnion, serta lanugo. Cairan amnion
mekonial terdapat sekitar 10-15% dari semua jumlah kelahiran cukup bulan (aterm),
tetapi SAM terjadi pada 4-10% dari bayi-bayi ini, dan sepertiga diantara
membutuhkan bantuan ventilator. Adanya mekonium pada cairan amnion jarang
dijumpai pada kelahiran preterm. Resiko SAM dan kegagalan pernapasan yang
terkait, meningkat ketika mekoniumnya kental dan apabila diikuti dengan asfiksia
perinatal. Beberapa bayi yang dilahirkan dengan cairan amnion yang mekonial
memperlihatkan distres pernapasan walaupun tidak ada mekonium yang terlihat
dibawah korda vokalis setelah kelahiran. Pada beberapa bayi, aspirasi mungkin
terjadi intrauterine, sebelum dilahirkan.1,8
2.2 Etiologi Sindroma Aspirasi Mekonium
Etiologi terjadinya sindroma aspirasi mekonium adalah cairan amnion yang
mengandung mekonium terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat keluar (intrauterin)
bila terjadi stres / kegawatan intrauterin. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan
penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi
gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-paru. Selain itu,
mekonium juga berakibat pada iritasi dan peradangan pada saluran udara,
menyebabkan suatu pneumonia kimiawi. 3
4
Bagan 2.1 Etiologi Sindroma Aspirasi Mekonium (Clark, 2010)
2.3 Faktor Resiko
Faktor resiko yang terkait kejadian SAM antara lain adalah kehamilan post-
term, pre-eklampsia, eklampsia, hipertensi pada ibu, diabetes mellitus pada ibu, bayi
kecil masa kehamilan (KMK), ibu yang perokok berat, penderita penyakit paru
kronik, atau penyakit kardiovaskular. 3
5
2.4 Patofisiologi Sindroma Aspirasi Mekonium
Keluarnya mekonium intrauterine terjadi akibat dari stimulasi saraf saluran
pencernaan yang sudah matur dan biasanya akibat dari stres hipoksia pada fetus.
Fetus yang mencapai masa matur, saluran gastrointestinalnya juga matur, sehingga
stimulasi vagal dari kepala atau penekanan pusat menyebabkan peristalsis dan
relaksasi sfingter ani, sehingga menyebabkan keluarnya mekonium. Mekonium
secara langsung mengubah cairan amniotik, menurunkan aktivitas anti-bakterial dan
setelah itu meningkatkan resiko infeksi bakteri perinatal. Selain itu, mekonium dapat
mengiritasi kulit fetus, kemudian meningkatkan insiden eritema toksikum.
Bagaimanapun, komplikasi yang paling berat dari keluarnya mekonium dalam uterus
adalah aspirasi cairan amnion yang tercemar mekonium sebelum, selama, maupun
setelah kelahiran. Aspirasi cairan amnion mekonial ini akan menyebabkan hipoksia
melalui 4 efek utama pada paru, yaitu: obstruksi jalan nafas (total maupun parsial),
disfungsi surfaktan, pneumonitis kimia dan hipertensi pulmonal.3
Obstruksi jalan nafas
Obstruksi total jalan nafas oleh mekonium menyebabkan atelektasis. Obstruksi
parsial menyebabkan udara terperangkap dan hiperdistensi alveoli, biasanya
termasuk efek fenomena ball-valve. Hiperdistensi alveoli menyebabkan ekspansi
jalan nafas selama inhalasi dan kolaps jalan nafas di sekitar mekonium yang
terinspirasi di jalan nafas, menyebabkan peningkatan resistensi selama ekshalasi.
Udara yang terperangkap (hiperinflasi paru) dapat menyebabkan ruptur pleura
(pneumotoraks), mediastinum (pneumomediastinum), dan perikardium
(pneumoperikardium). 3
Disfungsi surfaktan
Mekonium menonaktifkan surfaktan dan juga menghambat sintesis surfaktan.
Beberapa unsur mekonium, terutama asam lemak bebas (seperti asam palmitat,
asam oleat), memiliki tekanan permukaan minimal yang lebih tinggi dari pada
surfaktan dan melepaskannya dari permukaan alveolar, menyebabkan atelektasis
yang luas. 3
6
Pneumonitis kimia
Mekonium mengandung enzim, garam empedu, dan lemak yang dapat mengiritasi
jalan nafas dan parenkim, mengakibatkan pelepasan sitokin (termasuk tumor
necrosis factor (TNF)-α, interleukin (IL)-1ß, I-L6, IL-8, IL-13) dan menyebabkan
pneumonitis luas yang dimulai dalam beberapa jam setelah aspirasi. Semua efek
pulmonal ini dapat menimbulkan gross ventilation-perfusion (V/Q) mismatch. 3
Hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir
Beberapa bayi dengan sindroma aspirasi mekonium mengalami hipertensi pulmonal
persisten pada bayi baru lahir (persistent pulmonary hypertension of the
newborn [PPHN]) primer atau sekunder sebagai akibat dari stres intrauterin yang
kronik dan penebalan pembuluh pulmonal. PPHN lebih lanjut berperan dalam
terjadinya hipoksemia akibat sindrom aspirasi mekonium.3
Bagan 2.2 Patofisiologi Sindroma Aspirasi Mekonium (Clark, 2010)
7
2.5 Gambaran Klinis
Di dalam uterus, atau lebih sering, pada pernapasan pertama, mekonium
yang kental teraspirasi ke dalam paru, mengakibatkan obstruksi jalan napas kecil
yang dapat menimbulkan kegawatan pernapasan dalam beberapa jam pertama
setelah kelahiran dengan gejala takipnea, retraksi, stridor, dan sianosis pada bayi
dengan kasus berat. Obstruksi parsial pada beberapa jalan napas dapat
menimbulkan pneumothoraks atau pneumomediastinum, atau keduanya.
Pengobatan tepat dapat mencegah kegawatan pernapasan, yang dapat hanya
ditandai oleh takikardia tanpa retraksi. Pada kondisi gawat nafas, dapat terjadi
distensi dada yang berat yang membaik dalam 72 jam. Akan tetapi bila dalam
perjalanan penyakitnya bayi memerlukan bantuan ventilasi, keadaan ini dapat
menjadi berat dan kemungkinan mortalitasnya tinggi. Takipnea dapat menetap
selama beberapa hari atau bahkan beberapa minggu. Foto radiografi dada bersifat
khas ditandai dengan bercak-bercak infiltrat, corakan kedua lapangan paru kasar,
diameter anteroposterior bertambah, dan diafragma mendatar. Foto x-ray dada
normal pada bayi dengan hipoksia berat dan tidak adanya malformasi jantung
mengesankan diagnosis sirkulasi jantung persisten. PO2 arteri dapat rendah pada
penyakit lain, dan jika terjadi hipoksia, biasanya ada asidosis metabolik. 1
2.6 Pemeriksaan Penunjang
2.6.1 Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi Laboratorium untuk Distres Pernafasan pada Bayi Baru Lahir
Tes Indikasi
Kultur darah Dapat menunjukan adanya bakteremia, tetapi hasil baru dapat
diperoleh setelah ± 48 jam
Gas darah Digunakan untuk menilai derajat hipoksemia (jika sampel diambil
dari darah arteri) atau kondisi asam basa (jika sampel diambil
dari kapiler)
Glukosa darah Hipoglikemia dapat menyebabkan atau memicu takipnea
Radiografi dada Digunakan untuk membedakan berbagai jenis distres
pernapasan
8
Hitung darah
lengkap dan
hitung jenis
Leukositosis atau bandemia yang menunjukkan stress atau
infeksi
Neutropenia yang berhubungan dengan infeksi bakteri
Kadar hemoglobin yang rendah menunjukkan anemia
Kadar hemoglobin tinggi terjadi pada polisitemia
Kadar platelet yang rendah terjadi pada sepsis
Pungsi lumbal Jika terduga meningitis
Pulse oximetry Digunakan untuk mendeteksi hipoksia dan dibutuhkan untuk
oksigen tambahan
Tabel 2.1 Evaluasi Laboratorium untuk Distres Pernafasan (Clark, 2010)
Kondisi asam-basa:2
V-Q mismatch dan stres perinatal sering terjadi dan sangat dibutuhkan
pemeriksaan kondisi asam-basa
Asidosis metabolik akibat stres perinatal dapat diperburuk oleh asidosis
respiratorik oleh kelainan parenkim dan PPHN.
Penilaian gas darah arteri untuk menentukan pH, tekanan parsial karbon
dioksida (pCO2), tekanan parsial oksigen (pO2), dan dan pengukuran tingkat
oksigenasi secara terus menerus menggunakan pulse oxymetri penting
dilakukan untuk penanganan yang tepat
Elektrolit serum: 2
Pemeriksaan kadar natrium, kalium, dan kalsium dilakukan setelah bayi yang
mengalami SAM berusia 24 jam karena sindrom gangguan sekresi hormon
antidiuretik dan gagal ginjal akut merupakan komplikasi yang sering terjadi
pada stres perinatal
Hitung darah lengkap : 2
Kehilangan darah intrauterin maupun perinatal, juga infeksi, turut
menyebabkan stres perinatal
Level hemoglobin dan hematokrit harus cukup untuk memastikan kapasitas
pengantaran oksigen yang adekuat
Trombositopeni meningkatkan resiko perdarahan pada neonatus
9
Neutropeni atau neutrofili dengan adanya left shift dapat mengindikasikan
infeksi bacterial perinatal
Polisitemia dapat terjadi akibat hipoksia fetal yang kronis dan/atau akut.
Polisitemia berkaitan dengan penurunan aliran darah pulmonal dan dapat
memicu hipoksia yang terkait SAM dan PPHN
2.6.2 Pemeriksaan Radiologis 4
Radiografi dada diperlukan untuk hal-hal berikut:
Memastikan cakupan kelainan intratorakal
Mengidentifikasi area atelektasis dan sindroma blokade udara
Memastikan posisi yang tepat untuk intubasi endotrakeal dan kateter
umbilikalis
Nantinya, pada kasus SAM, setelah kondisi bayi cukup stabil, pemeriksaan
radiologis otak seperti MRI, CT scan, atau USG cranial, diindikasikan jika
pemeriksaan neurologis bayi menunjukkan adanya kelainan. Ekokardiografi perlu
dilakukan pada kasus-kasus berat seperti distress pernafasan yang berkepanjangan
untuk mengevaluasi fungsi jantung pada persistent pulmonary hypertension of the
newborn (PPHN) dan masalah kongenital kardiovaskular.
Radiografi dada menunjukkan hiperinflasi dengan perselubungan yang
merata. Hasil temuan menunjukkan area atelectasis dengan area udara
terperangkap. Kebocoran udara sering terjadi menyebabkan terjadinya
pneumothoraks, pneumomediastinum, pneumopericardium, dan/atau pulmonary
interstitial emphysema. Efusi pleura juga bisa terjadi4.
10
Gambar 2.1 Radiografi seri pada bayi baru lahir dengan aspirasi mekonium tanpa komplikasi.
Gambaran radiologis menunjukkan perselubungan perihilar pada paru, yang lebih berat pada
daerah kanan berbanding kiri4.
Gambar 2.2 Gambaran radiologis menunjukkan aspirasi mekonium yang berat. Gambaran
radiologis diatas menunjukkan perselubungan yang kasar pada parenkim paru dengan
hiperekspansi yang berat. Terdapat pneumomediastinum di kanan paru (ditunjukkan dengan
panah), di batasi oleh lobus kanan dari thymus (T)4.
11
Gambaran 2.3 Gambaran radiologis follow-up pada pasien diatas. Hasil didapatkan setelah
memasukkan bilateral thoracostomy tubes pada pneumotoraks dan menunjukkan
pneumoperikardium (panah) and gambaran yang sangat luscent dari paru. Hasil menunjukkan
pada pasien ini terjadi pulmonary interstitial emphysema4.
Gambar 2.4 Gambaran radiologis pasien yang diterapi dengan extracorporeal membrane
oxygenation (ECMO). Gambaran radiopaque pada paru karena pulmonary bypass. Kanula
(panah) masuk dari leher kanan sampai atrium kanan menunjukkan vena-vena ECMO.
Endotracheal tube, nasogastric tube, dan arteri umbilikalis kateter pada tempatnya4.
12
Radiografi Dada Bayi dengan SAM
Gambar 2.5 Radiografi dada SAM. A). Infiltrat linear sedang, menandakan aspirasi mekonium
encer dalam jumlah kecil. B). Infiltrat linear bilateral dan tidak merata, menandakan aspirasi
mekonium encer dalam jumlah sedang. C). Infiltrasi menyeluruh pada lapang paru yang tersebar
13
tidak merata, menandakan aspirasi mekonium encer dalam jumlah yang lebih besar. D).
Atelektasis sebagian lobus kiri atas dengan hiperaerasi paru kanan, menandakan aspirasi
mekonium partikel besar dan kental. Bayi sering mengalami kegagalan perkembangan
pernapasan dan membutuhkan terapi pernapasan yang luas. 5
2.6.3 Pemeriksaan Lain
Ekokardiografi dapat dilakukan untuk memastikan struktur jantung yang normal serta
memeriksa fungsi jantung, juga tingkat keparahan hipertensi pulmonal dan shunting
dari kanan ke kiri.
2.7 Diagnosis Sindroma Aspirasi Mekonium
Diagnosis ditegakkan berdasarkan keadaan berikut:
Sebelum bayi lahir, alat pemantau janin menunjukkan bradikardia (denyut
jantung yang lambat)
Ketika lahir, cairan ketuban mengandung mekonium (berwarna kehijauan)
Bayi memiliki nilai Apgar yang rendah.
Dengan bantuan laringoskopi, pita suara tampak berwana kehijauan.
Dengan bantuan stetoskop, terdengar suara pernafasan yang abnormal
(ronki kasar).
Pemeriksaan lainnya yang biasanya dilakukan: (1) Analisa gas darah
(menunjukkan kadar pH yang rendah, penurunan pO2 dan peningkatan
pCO2); (2) Rontgen dada (menunjukkan adanya bercakan di paru-paru).
2.8 Diagnosa Banding Sindroma Aspirasi Mekonium
a) Transient tachypnea of the newborn (TTN) – Gambaran radiografi sering
menunjukkan patchy opacities yang disebabkan oleh cairan pada paru yang dalam
proses resorpsi. Foto radiografi kontrol akan menunjukkan infiltrate yang
menghilang, berbeda dengan sindrom aspirasi mekonium atau pneumonia.
b) Pneumonia neonatus – Terdapat patchy opacities yang berupa konsolidasi
dan efusi pleura yang ditemukan pada 2/3 kasus. Volume paru normal namun
lapangan paru mungkin dapat terjadi hyperinflated.
c) Respiratory distress syndrome – Pada gambaran radiologis, ditemukan
gambaran radiopaque yang seragam, ground-glass dan penurunan volume paru
14
karena terjadi kolaps alveolus. Gambaran air bronchogram juga dapat dilihat namun
efusi pleura jarang terjadi. Sindrom ini biasanya terjadi pada bayi preterm yang
berbeda dengan sindroma aspirasi mekonium 3.
Diagnosa banding untuk kasus sindroma aspirasi mekonium antara lain :3
Sindrom-sindrom aspirasi lain
Hernia kongenital diafragmatik
Hipertensi pulmonal, idiopatik
Hipertensi pulmonal, persisten-neonatus
Sepsis
Transposisi arteri-arteri besar
A B
15
C
Gambar 2.6 Radiografi dada pada TTN. A). Gambaran radiografi pada neonatus yang berusia 6 jam. Aerasi yang berlebihan, bergaris-garis, bilateral, gambaran radiopaque pada interstitial
pulmonal, perihilar interstitial markings dan kardiomegali ringan. B). Gambaran radiografi pada neonatus yang berusia 2 hari. Kardiomegali telah hilang dan gambaran abnormalitas parenkim
paru mulai menghilang namun perihilar markings masih ada. C). Gambaran radiografi pada neonatus yang berusia 4 hari. Ukuran jantung dan gambaran paru yang normal dapat terlihat.
A B
16
C
Gambaran 2.7 Radiografi dada pada pneumonia neonatus. A). Terdapat gambaran air
bronchogram yang prominen di distal. B). Terdapat gambaran infiltrat padat dan kasar yang
menutupi jantung. Didapatkan juga gambaran air bronchogram yang prominen. C). Terdapat
penumpulan sinus phrenicostalis, garis radiodense tipis sepanjang hemithoraks kanan lateral
dan garis cairan pada fissura mayor kanan yang konsisten dengan efusi pleura.
Untuk membedakan antara gambaran TTN, RDS, dan SAM, dapat dilihat
pada tabel dibawah:
Pembeda TTN RDS SAM
Etiologi Cairan paru
persisten
Defisiensi surfaktan
Paru belum
berkembang
sempurna
Iritasi dan obstruksi
paru
Waktu
persalinan
Kapan saja Preterm Aterm atau post-
term
Faktor resiko Section cessarea,
makrosomia, jenis
kelamin laki-laki,
asma pada ibu,
diabetes pada ibu
jenis kelamin laki-
laki, diabetes pada
ibu, kelahiran
preterm
Cairan amnion
mekonial, kelahiran
post-term
17
Gambaran
klinis
Takipneu, sering kali
tanpa hipoksia
maupun sianosis
Takipneu, hypoxia,
sianosis
Takipneu, hipoxia
Temuan
radiologis
toraks
infiltrat pada
parenkim, ”siluet
basah” di sekeliling
jantung,
penumpukan cairan
intralobar
infiltrat homogenus,
air bronchogram,
penurunan volume
paru,
Patchy atelectasis,
konsolidasi
Terapi Suportif, oksigen jika
terjadi hipoksia
Resusitasi, oksigen,
ventilasi, surfaktan
Resusitasi, oksigen,
ventilasi, surfaktan
Pencegahan Kortikosteroid
prenatal sebelum
operasi sesar jika
usia kehamilan 37-
39 minggu
Kortikosteroid
prenatal jika ada
resiko kelahiran
preterm (usia
kehamilan 24-34
minggu)
Jangan menunda
suctioning setelah
kelahiran,
amnioinfusi tidak
bermanfaat
Keterangan :
TTN = takipneu transien pada neonatus (transient tachypnea of the newborn = TTN);
SDR = sindroma distres respirasi (RDS = respiratory distress syndrome); SAM =
sindroma aspirasi mekonium (MAS = meconium aspiration syndrome)
Tabel 2.2 Perbedaan TTN, SDR, dan SAM3
18
2.9 Penatalaksanaan Sindroma Aspirasi Mekonium
A. Penatalaksanaan prenatal
Kunci penatalaksanaan aspirasi mekonium adalah penegahan selama masa
prenatal.
1. Identifikasi kehamilan beresiko tinggi. Pencegahan dimuai dengan
mengenali faktor predisposisi maternal yang dapat menyebabkan
insufisiensi uteropasental yang berujung pada hipoksia fetus selama
proses kelahiran. Pada kehamilan yang berlangsung sampai melewati
waktu perkiraan kelahiran, induksi yang dilakukan secepatnya pada minggu
ke-41 dapat membantu pencegahan aspirasi mekonium. 8
2. Pemantauan. Selama kelahiran, observasi dan pemantauan janin yang
seksama perlu dilakukan. Tanda kegawatan janin apapun (misal: adanya
cairan mekonial dan ruptur membran, takikardi fetus, atau pola deselerasi)
mengharuskan penilaian kesejahteraan janin dengan cermat, meliputi
detak jantung fetus dan pH kulit kepala fetus. Jika penilaian menunjukkan
adanya fetal kompromi, tindakan korektif diperlukan atau fetus harus
dilahirkan tepat pada waktunya. 8
3. Amnioifusion. Pada ibu-ibu dengan cairan amnion mekonial yang sangat
kental maupun cukup kental, amnioinfusi efektif dalam menurunkan angka
kejadian deselerasi kecepatan denyut jantung fetus yang bervariasi dengan
melepaskan kompresi pada korda umbilikalis selama persalinan. Akan
tetapi, efisiensinya dalam menurunkan resiko dan tingkat keparahan
aspirasi mekonium belum dapat dibuktikan. 8
B. Penatalaksanaan di kamar bersalin
Intervensi pediatrik yang sesuai untuk neonatus yang lahir dengan cairan amnion
mekonial tergantung pada bugar tidaknya bayi. Hal ini dapat dinilai dengan
adanya pernapasan spontan, denyut jantung > 100 x/menit, gerakan spontan,
atau ekstrimitas yang berada dalam posisi fleksi. Bagi bayi-bayi bugar ini, hanya
penanganan rutin yang diperbolehkan, tanpa melihat konsistensi mekoniumnya.
Sedangkan bagi bayi-bayi dengan distres, intubasi secepat mungkin dan pipa
endotrakealnya harus dihubungkan dengan alat penghisap mekonium pada
19
tekanan 100 mmHg. Ventilasi tekanan positif harus dihindari jika memungkinkan,
hingga pengisapan trakea dilakukan. 8
C. Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan aspirasi mekonium. Neonatus dengan
mekonium yang terdapat di bawah korda vokalis berpotensi mengalami
hipertensi pulmonal, sindrom kebocoran udara, da pneumonitis serta harus
diobservasi secara ketat untuk melihat adanya tanda-tanda distres pernapasan.
1. Penatalaksanaan respirasi
a. Pembersihan paru (pulmonary toilet). Jika pengisapan trakea belum
mampu membersihkan sekret secara maksimal, dapat disarankan
untuk membiarkan pipa endotrakeal tetap terpasang untuk
pembersihan paru pada neonatus dengan kasus simtomatik. Fisioterapi
dada setiap 30-60 menit, semampunya, dapat membantu
membersihkan jalan napas. Fisioterapi dada dikontraindikasikan pada
neonatus dengan kondisi labil jika diduga ada keterlibatan PPHN. 8
b. Pemeriksaan kadar gas darah arteri. Pengukuran kadar gas darah
arteri dibutuhkan untuk menilai kebutuhan ventilasi dan oksigen
tambahan. 8
c. Pemantauan kadar oksigen. Pulse oxymeter dapat memberi informasi
penting mengenai status respirasi dan memantu mencegah hipoksemi.
Membandingkan saturasi oksigen pada tangan kanan dengan
ekstrimitas bawah membantu mengidentifikasi bayi dengan pirau dari
kanan ke kiri akibat hipertensi pulmonal. 7
d. Radiografi thoraks. Radiografi thoraks sebaiknya diambil setelah
kelahiran jika neonatus dalam kondisi distres. Radiografi thoraks juga
dapat membantu menentukan pasien mana yang berpotensi mengalami
distres napas. Akan tetapi, gambaran radiografi sering tidak sebanding
dengan presentasi klinis. 8
e. Pemakaian antibiotik. Mekonium menghambat potensi bakteriostatik
pada cairan mekonium normal. Karena susahnya membedakan aspirasi
mekonium dari pneumoni secara radiologis, neonatus dengan
gambaran infiltrate pada radiografi toraks, sebaiknya mulai diberi
20
antibiotik spektrum luas (ampisilin dan gentamisin), setelah sampel
untuk kultur telah diperoleh. 8
f. Oksigen tambahan. Salah satu tujuan utama pada kasus-kasus SAM
adalah mencegah episode hipoksia alveolar yang akan mengarah pada
vasokonstriksi pulmonal dan menjadi PPHN. Oleh karena itu, oksigen
tambahan diberikan sebanyak-banyaknya dengan tujuan
mempertahankan tekanan parsial O2 sebesar 80-90 mmHg, bahkan
lebih tinggi karena resiko retinopati seharusnya kecil pada bayi-bayi
aterm. Pencegahan hipoksia alveolar juga dicapai dengan penyapihan
bayi-bayi ini secara hati-hati dari terapi oksigen. Kebanyakan pasien
masih labil, sehingga penyapihan harus dilakukan secara perlahan,
terkadang dengan penurunan 1% setiap kali. Pencegahan hipoksia
alveolar juga meliputi kewaspadaan terhadap terjadinya kebocoran
udara dan meminimalisir intervensi pasien. 8
g. Ventilasi mekanik. Pasien pada kasus-kasus berat yang terancam
gagal napas yang disertai hiperkapnia dan hipoksemia persisten
membutuhkan ventilasi mekanik. Neonatus yang tidak membaik dengan
ventilasi konvensional harus diuji coba menggunakan ventilasi
berfrekuensi tinggi (HFV = high frequency ventilation).
i. Pengaturan kecepatan. Ventilasi harus disesuaikan dengan individu
masing-masing pasien. Pasien-pasien SAM umumnya
membutuhkan tekanan inspirasi dan kecepatan yang lebih tinggi
dibanding pasien dengan HMD (hyaline membrane disease). Lebih
diutamakan menggunakan model ventilasi yang memungkinkan
pasien mengatur frekuensi napasnya (ventilasi yang hanya
mendampingi atau menyokong tekanan). Masa inspirasi yang
relative singkat memungkinkan ekspirasi yang adekuat pada pasien
yang rentan mengalami terperangkapnya udara dalam paru (air
trapping). 8
ii. Komplikasi pulmonal. Kebocoran udara harus selalu diwaspadai.
Untuk setiap penurunan kondisi klinis yang tidak jelas
21
penyebabnya, kemungkinan pneumotoraks harus selalu dipikirkan.
Dengan timbulnya atelektasis, perangkap udara, dan penurunan
kompliansi paru, pasien yang beresiko mengalami kebocoran udara
mungkin membutuhkan tekanan saluran napas rata-rata yang
tinggi. Ventilasi ditujukan untuk mencegah hipoksemia dan
menyediakan ventilasi yang adekuat pada tekanan saluran napas
yang serendah-rendahnya untuk menurunkan resiko kebocoran
udara. 8
h. Ventilasi berfrekuensi tinggi (HFV = high frequency ventilation).
Ventilasi jet berfrekuensi tinggi dan ventilasi osilasi berfrekuensi
tinggi.cukup efisien bagi pasien yang gagal mencapai ventilasi adekuat
dengan metode konvensional. HFV juga telah digunakan untuk
memaksimalkan keuntungan inhalasi nitrit oksida. 8
i. Surfaktan. Neonatus dengan sindroma aspirasi mekonium yang berat
dan membutuhkan ventilasi mekanik, serta tampak secara radiologis
adanya kelainan parenkim paru, kemungkinan besar akan mendapat
efek positif dari terapi surfaktan yang dini. Karena adanya keterkaitan
hipertensi pulmonal, pemantauan ketat saat terapi surfaktan dibutuhkan
untuk mencegah obstruksi transien jalan napas yang dapat terjadi
selama penyulingan surfaktan. 8
j. Nitrit oksida inhalasi. Hipertensi pulmonal dapat diterapi secara efektif
dengan inhalasi nitrit oksida. Terjadi vasodilatasi arteriol pulmonal yang
selektif akibat nitrit oksida yang bekerja langsung pada otot polos
vascular, yaitu dengan mengaktivasi guanilat siklase, sehingga
meningkatkan siklik guanosin monofosfat. Karena diberi per inhalasi,
efek yang timbul hanya bersifat lokal. Hal ini terjadi karena nitrir oksida
akan diinaktivasi oleh hemoglobin begitu mencapai pembuluh darah.
Oleh karena itu, pengaruhnya pada sistem-sistem lain dalam tubuh
cukup minimal, akan tetapi, kadar methemoglobin harus terus dipantau. 8
22
k. Oksigenasi membran ekstra korporeal (ECMO = extracorporeal
membrane oxygenation). Pasien yang gagal dengan terapi-terapi
sebelumnya dapat diusulkan untuk dilakukan oksigenasi membran
ekstra korporeal. Index oksigenasi ( ) > 40,
dengan (tekanan rata-rata jalan napas) ≥ 20 cmH2O, dapat
memprediksi neonatus yang membutuhkan ECMO. Dibandingkan
dengan kelompok populasi lain yang membutuhkan ECMO, bayi
dengan SAM memiliki angka kelangsungan hidup yang tinggi, yaitu
sebesar 93-100%.8
2. Penatalaksanaan umum
Neonatus dengan aspirasi mekonium yang membutuhkan resusitasi sering
kali juga mengalami kelainan metabolik, seperti hipoksia, asidosis,
hipoglikemia, dan hipokalsemia. Pasien-pasien ini kemungkinan telah
mengalami asfiksia perinatal, sehingga diperlukan pemantauan adanya
kerusakan organ. 8
Pedoman penatalaksanaan bayi yang terpapar mekonium menurut The American
Academy of Pediatrics Neonatal Resuscitation Program (NRP) Steering Committee
adalah sebagai berikut:
Jika bayi tidak bugar (didefinisikan sebagai kondisi tonus otot yang lemah
dan usaha napas yang kurang maupun tidak ada): suction trakea langsung
setelah kelahiran. Suction dilakukan selama tidak lebih dari 5 detik. Jika tidak
didapatkan cairan mekonial, jangan ulangi intubasi dan suction. Sebaliknya,
jika didapatkan cairan mekonial tanpa adanya bradikardi, lakukan reintubasi
dan suction. Jika bradikardi, lakukan ventilasi tekanan positif dan rencanakan
suction ulang setelah beberapa waktu.
Jika bayi bugar (didefinisikan sebagai kondisi usaha napas yang cukup,
menangis, tonus otot cukup, dan warna kulit yang baik): bersihkan sekresi
dan mekonium dari mulut lalu hidung menggunakan bulb syringe atau selang
suction yang besar. Pada kondisi apapun, langkah-langkah resusitasi
23
berikutnya harus mencakup: pengeringan, reposisi, dan pemberian oksigen
sesuai kebutuhan.
Pedoman ini terus diperbaharui sesuai evidence-base terbaru.
Diet bayi dengan SAM: 8
Distres perinatal dan distres napas yang berat merupakan halangan untuk
pemberian makanan.
Terapi cairan intravena dimulai dengan infuse dekstrosa yang adekuat untuk
mencegah hipoglikemi.
Beri tambahan elektrolit, lipid, dan vitamin secara progresif untuk
memastikan asupan nutrisi yang adekuat serta untuk mencegah defisiensi
asam amino esensial dan asam lemak.
Bagan 2.3 Algoritma Penatalaksanaan Sindroma Aspirasi Mekonium3
24
2.10 Pencegahan Sindroma Aspirasi Mekonium
2.10.1 Pencegahan sebelum kelahiran
Penurunan insiden SAM selama dekade terakhir telah dikaitkan dengan
penurunan kelahiran lebih bulan, manajemen intensif pemantauan denyut jantung
janin yang abnormal, dan penurunan jumlah bayi yang memiliki nilai Apgar
rendah. Pemantauan janin terus menerus dengan alat elektronik diindikasikan untuk
kehamilan yang rumit dengan adanya cairan ketuban yang terwarnai
mekonium. Pulse oximetry fetal merupakan modalitas baru untuk surveilans janin
antepartum, tetapi efek pada hasilnya tetap dipertanyakan. Kehamilan lewat bulan
sering dikaitkan dengan hipoksia intrauterin dan cairan ketuban yang terwarnai
mekonium, dan, seperti yang disebutkan sebelumnya, penurunan kehamilan lewat
bulan telah menyebabkan penurunan insidensi SAM. Amnioinfusion mungkin
merupakan terapi yang efektif untuk kehamilan dengan komplikasi oligohidramnion
dan gawat janin. Amnioinfusion mencairkan ketebalan mekonium dan dapat
mencegah kompresi tali pusat dan aspirasi mekonium. Namun, penelitian telah
membuktikan bahwa meskipun strategi ini mengurangi jumlah mekonium pada bayi
lahir dari ibu yang memiliki cairan ketuban yang terwarnai mekonium, hal ini gagal
untuk mengurangi risiko SAM. Sebuah studi multicenter terbaru oleh Fraser dan
rekan menyimpulkan bahwa amnioinfusion tidak mengurangi risiko SAM moderat
sampai berat dan SAM yang terkait dengan kematian perinatal pada bayi yang lahir
melalui mekonium kental. Ada juga bukti yang cukup menjelaskan bahwa
amnioinfusion mengurangi morbiditas neonatus yang terkait mekonium. Dengan
demikian, amnioinfusion tidak dianjurkan untuk wanita yang memiliki cairan ketuban
yang terwarnai mekonium sendirian kecuali ada bukti adanya oligohidramnion dan
distress janin. Karena infeksi dan korioamnionitis dapat berhubungan dengan SAM
yang parah, pemberian awal terapi antibiotic spectrum luas dalam kasus
korioamnionitis maternal dapat mengurangi morbiditas neonatus.7
2.10.2 Pencegahan selama kelahiran
Suction orofaringeal dan nasofaring segera setelah kelahiran kepala tetapi
sebelum kelahiran bahu dan dada telah menjadi praktik umum selama dua dekade
25
terakhir ini, dimana ditujukan untuk mengurangi insiden dan keparahan
SAM. Namun, sebuah studi multicenter baru-baru ini menunjukkan bahwa strategi ini
tidak mencegah terjadinya SAM. Para peneliti juga menunjukkan bahwa hal ini tidak
mengurangi angka kematian, durasi ventilasi dan terapi oksigen, atau kebutuhan
untuk ventilasi mekanik. Oleh karena itu, seperti suction rutin tidak lagi dianjurkan,
meskipun dianjurkan, hanya pada kasus-kasus tertentu, seperti terdapatnya cairan
yang bernoda mekonium yang tebal atau berlebihan. 7
2.10.3 Pencegahan setelah kelahiran
Intubasi endotrakeal dan suction dilakukan untuk menghilangkan mekonium
pada saluran napas bagian atas sebelum berpindah ke saluran napas bagian
bawah. Mekonium dapat bermigrasi ke jalan napas perifer melalui gerakan
pernapasan spontan atau ventilasi tekanan positif. Oleh karena itu, tampaknya logis
bahwa intubasi endotrakeal dan suction harus dilakukan sedini mungkin setelah
melahirkan, yaitu, sebelum bayi mengambil napas pertama atau sebelum
pernapasan aktif. Sampai saat ini, intubasi dan suction trakea rutin
direkomendasikan untuk kebanyakan bayi yang ketubannya terwarnai mekonium.
Namun, studi terbaru tidak mendukung dilakukan suction yang intensif, kecuali
ketika respirasi bayi tertekan. Sejak tahun 2005, The American Heart Association
dan The Neonatal Resuscitation Program telah merekomendasikan suction trakea
hanya jika bayi tidak kuat, memiliki penurunan tonus otot, atau memiliki denyut
jantung kurang dari 100 denyut / menit. 7
2.11 Komplikasi Sindroma Aspirasi Mekonium
1. Displasia bronkopulmoner
2. Pneumotoraks
3. Pneumonia
4. PPHN
Bayi yang menderita SAM berat mempunyai kemungkin lebih besar untuk
menderita mengi (wheezing) dan infeksi paru dalam tahun pertama kehidupannya.
Tapi sejalan dengan perkembangan usia, ia bisa meregenerasi jaringan paru baru.
26
Dengan demikian, prognosis jangka panjang tetap baik. Bayi yang menderita SAM
sangat berat mungkin akan menderita penyakit paru kronik, bahkan mungkin juga
menderita abnormalitas perkembangan dan juga ketulian. Pada kasus yang jarang
terjadi, SAM dapat menimbulkan kematian.
Konsekuensi lebih lanjut sebagai dampak dari asfiksia antara lain : 7
1) Konsekuensi Kardiovaskular
a. Hipertensi pulmonal yang berkaitan dengan proses hipoksemia
b. Disfungsi miokard yang berkaitan dengan hipoksemia
2) Konsekuensi Pulmonal
a. Penurunan produksi surfaktan
b. Edema paru
c. Sindrom Aspirasi Mekonium
3) Konsekuensi Renal
a. Nekrosis tubular dan medular
b. Paralisis kandung kemih
4) Konsekuensi Sistem Saraf Pusat
a. Ensefalopati hipoksik-iskemik
b. Perdarahan intrakranial
2.12 Prognosis Sindroma Aspirasi Mekonium
Diperkirakan bahwa bayi yang teraspirasi mekonium memiliki mortalitas yang
lebih tinggi daripada mortalitas bayi yang tidak teraspirasi, dan aspirasi mekonium
biasanya menyebabkan proporsi kematian neonatus yang bermakna. Sisa masalah
pada paru jarang dijumpai , tetapi meliputi batuk bergejala, mengi, dan hiperinflasi
persisten selama 5-10 tahun. Prognosis akhir bergantung pada luasnya jejas sistem
saraf pusat akibat asfiksia, dan adanya masalah-masalah terkait seperi adanya
sirkulasi janin. 1
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Arvin, B.K. diterjemahkan oleh Samik wahab. 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan
Anak. Vol. 1 Edisi 15. ECG : Jakarta. Halaman 600-601.
2. Mathur, NC. 2007. Meconium Aspiration Syndrome.
http://pediatricsforyou.in/home/pdf/MECONIUM%20ASPIRATION
%20SYNDROME.pdf.
3. Clark, M.B. 2010. Meconium Aspiration Syndrome. www.medscape.com/
http:// portal neonatal.com.br/outras-especialidades /arquivos/ Meconium
Aspiration Syndrome.pdf
4. Leu M., 2011, Meconium Aspiration Imaging,
http://emedicine.medscape.com/ article/410756-overview#a22
5. Hermansen, C.L., dan Kevin N. Lorah. 2007. Respiratory Distress in the
Newborn. Am Fam Physician. 2007 Oct 1;76(7):987-994.
http://www.aafp.org/afp/2007/1001/p987.html
6. Yeh TF, Harris V, Srinivasan G, Lilien L, Pyati S. Roentgenographic findings
in infants with meconium aspiration syndrome. JAMA. 2000. ;242:60–63
7. Yeh, TF. 2010. Core Concepts: Meconium Aspiration Syndrome:
Pathogenesis and Current Management. American Association of Pediatrics.
http://neoreviews.aap publications.org .
8. Gomella. 2009. Neonatology : Management Procedures Call Problems Sixth
Edition. Lange Clinical Science : New York.
9. Rudolph, CD, et al. 2002. Rudolph's Pediatrics, 21th Edition. McGraw-Hill
Professional : New York.