laporan pendahuluan ispa

67
Laporan Pendahuluan Ispa A. DEFINISI ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak dengan gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara bersamaan (Meadow, Sir Roy. 2002:153). ISPA (lnfeksi Saluran Pernafasan Akut) yang diadaptasi dari bahasa Inggris Acute Respiratory hfection (ARl) mempunyai pengertian sebagai berikut: l. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikoorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. 2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alfeoli beserta organ secara anatomis mencakup saluran pemafasan bagian atas. 3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlansung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang digolongkan ISPA. Proses ini dapat berlangsung dari 14 hari (Suryana, 2005:57). Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi organisme asing ( Whaley and Wong; 1991; 1418) . B. ETIOLOGI Etiologi ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus,

Upload: nina-widya-ningrum

Post on 19-Oct-2015

3.191 views

Category:

Documents


83 download

DESCRIPTION

keperawatan anak

TRANSCRIPT

Laporan Pendahuluan Ispa

A.DEFINISIISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak dengangejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara bersamaan (Meadow, Sir Roy. 2002:153).ISPA (lnfeksi Saluran Pernafasan Akut) yang diadaptasi dari bahasa Inggris Acute Respiratory hfection (ARl) mempunyai pengertian sebagai berikut:l. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikoorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.2. Saluranpernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alfeoli beserta organ secara anatomis mencakup saluran pemafasan bagian atas.3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlansung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang digolongkan ISPA. Proses ini dapat berlangsung dari 14 hari (Suryana, 2005:57).Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi organisme asing(Whaley and Wong; 1991; 1418).B.ETIOLOGIEtiologi ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genusStreptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus,BordetelladanCorinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golonganMiksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirusdan lain-lain. (Suriadi,Yuliani R,2001)C.TANDA DAN GEJALAa.Tanda dan gejala dari penyakit ISPAadalah sebagai berikut:1.Batuk2.Nafas cepat3.Bersin4.Pengeluaran sekret atau lendir dari hidung5.Nyeri kepala6.Demam ringan7.Tidak enak badan8.Hidung tersumbat9.Kadang-kadang sakit saat menelanb. Tanda-tandabahayaklinis ISPA1.Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.2.Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.3.Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.4.Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak(Naning R,2002)D.KLASIFIKASIProgram Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumoniaE.PATOFISIOLOGIPerjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983 dalamDepKes RI, 1992).G.KOMPLIKASI1.Penemonia2.Bronchitis3.Sinusitis4.Laryngitis5.Kejang deman (Soegijanto, S, 2009)F.Diagnosa Keperawatan1)Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi muskus (secret)2)Gangguan pola nafas berhubungan dengan kongesti hidung3)Gangguan pertukaran gas berhubungan denganventilasi perfusi4)Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia5)Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan agen virus/bakteri6)Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit7)Nyeri akut berhubungan dengan agen biologiH.Intervensi KeperawatanRencana tindakan:Observasi sistem pernafasan dan adanya sumbatanBersihkan jika ada sumbatanBerikan posisi semi fowlerAnjurkan klien untuk minum air yang hangatAjarkan batuk efektifMasase punggung dan dada klienKalaborasi pemberian O2Kalaborasi pemberian obatPenyimpangan kdm IspaDAFTAR PUSTAKAMeadow,Sir Roy dan Simen.2006.Lectus Notes:Pediatrika.Jakarta:PT.Gelora Aksara PratamaDepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP.Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).Jakarta.2007Suriadi,Yuliani R,2005,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,JakartaGordon,et.al,2006, Nursing Diagnoses : definition & Classification 2005-2006,Philadelpia,USADepartemen Kesehatan RI, 2005.Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita: Jakarta.Catzel, Pincus & Ian robets. (2005).Kapita Seleta Pediatri Edisi II.alih bahasa oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGCGordon,et.al,2005,Nursing Diagnoses : definition & Classification2005-2005,Philadelpia,USAIntensif Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.Materi pelatihan kader dan penyegara kader (2007), PSIK UMJ, JakartaNaning R,2006,Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Handout kuliah Ilmu Kesehatan Anak)PSIK FK UGM tidak dipublikasikanPertemuan Ilmiah Tahunan V (PIT-5) Ilmu Penyakit Dalam PAP di Sumsel. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, PalembangSoegijanto, S (2007).Ilmu penyakit anak; diagnosa dan penatalaksanaan.Jakarta: Salemba medikaBAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep ISPA

2.1.1. Definisi ISPA

Istilah ISPA yang merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya National ISPA di cipanas. Istilah ini merupakan padaan istilah inggrisAcute respiratorydi singkat ARI. Dalam lokakarya national ISPA tersebut ada 2 pendapat yang pertama istilah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) dan pendapat yang kedua memilih ISNA (Infeksi Saluran Nafas Akut).Pada akhir lokakarya di putuskan untuk memilih ISPA dan istilah ini juga di pakai hingga sekarang (Depkes RI, 2002).

ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernafasan atas, yang benar ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut. ISPA meliputi saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah (http://id.wiki pedia.com) diakses 5 Januari 2010.

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) mengandung 3 (tiga) unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut dengan pengertian sebagai berikut :

a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

b.Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksenya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah, dan pleura ISPA secara anatomis mencangkup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan ( rerspiratory track)

c.Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari di ambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat di golongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (http://www.tempointeraktif.com) diakses 5 Januari 2010.

2.1.2. Etiologi ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Kebanyakan infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus dan mikroplasma. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis bakteri, virus,dan jamur. Bakteri penyebab ISPA misalnya:Strepto-kokus Hemolitikus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus Influenza,Bordella Pertu-sis, danKorinebakterium Diffteria(Achmadi dkk, 2004).

Bakteri tersebut di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri tersebut menyerang anak-anak yang kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan musim panas ke musim hujan.

Untuk golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus (termasuk di dalamnya virus para-influensa, virus influensa, dan virus campak), dan adenovirus. Virus para-influensa merupakan penyebab terbesar dari sindroma batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran nafas bagian atas. Untuk virus influensa bukan penyebab terbesar terjadinya terjadinya sindroma saluran pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja. Pada bayi dan anak-anak, virus-virus influenza merupakan penyebab terjadinya lebih banyak penyakit saluran nafas bagian atas daripada saluran nafas bagian bawah (DepKes RI, 2007).

2.1.3. Klasifikasi ISPA

Pada tahun 1998 World Health Organization (2002) telah mempublikasikan pola baru tatalaksana penderita ISPA. Dalam pola baru ini samping digunakan cara diagnosis yang praktis dan sederhana dengan teknologi tepat guna juga dipisahkan antara tatalaksana penyakit pneumonia dan tatalaksana penderita penyakit infeksi akut telinga dan tenggorokan. Kriteria untuk menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah: balita, dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernafas. Pola tatalaksana penderita ini terdiri dari 4 (empat) bagian yaitu :

1.Pemeriksaan

2.Penentuan ada tidaknya tanda bahaya

3.Penentuan klasifikasi penyakit

4.Pengobatan dan tindakan

Klasifikasi penyakit dibagi berdasarkan jenis dan derajat keparahannya.

Terdapat 3 klasifikasi ISPA yaitu :

1.ISPA Ringan bukan Pneumonia

2.ISPA Sedang Pneumonia

3.ISPA Berat Pneumonia berat

Penentuan klasifikasi dibedakan atas dua kelompok, yaitu kelompok untuk umur 2 bulan hingga

2.1.4. Tanda dan gejala ISPA

Sebagian besar balita dengan infeksi saluran pernafasan bagian atas mem-berikan gejala yang amat penting yaitu batuk. Infeksi saluran nafas bagian bawah memberikan beberapa tanda lainnya seperti nafas yang cepat dan retraksi dada. Semua ibu dapat mengenali batuk tetapi mungkin tidak mengenal tanda-tanda lainnya dengan mudah. Selain batuk gejala ISPA pada balita juga dapat dikenali yaitu flu, demam dan suhu tubuh anak meningkat lebih dari 38,5oC dan disertai sesak nafas.

Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu:

1.ISPA ringan bukan Pneumonia

2.ISPA sedang, Pneumonia

3.ISPA berat, Pneumonia berat

Khusus untuk bayi di bawah dua bulan, hanya di kenal ISPA berat dan ringan (tidak ada ISPA sedang). Batasan ISPA berat untuk bayi kurang dari dua bulan adalah bila frekuensi nafasnya cepat (60 kali per menit atau lebih) atau adanya tarikan dinding yang kuat.

Pada dasarnya ISPA ringan tidak berkembang menjadi ISPA sedang atau ISPA berat tapi jika keadaan memungkinkan misalnya pasien kurang mendapatkan perawatan atau daya tahan tubuh pasien yang kurang dapat kemungkinan akan terjadi. Gejala ISPA ringan dapat dengan mudah diketahui oleh orang awam sedangkan ISPA sedang dan berat memerlukan beberapa pengamatan sederhana.

1. Gejala ISPA ringan

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai berikut :

a.Batuk.

b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya padawaktu berbicara atau menagis).

c.Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.

d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37oC atau jika dahi anak diraba dengan punggung tangan terasa panas.

2. Gejala ISPA sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :

a. Pernafasan lebih dari 50 kali/menit pada umur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.

b. Suhu lebih dari 39oC.

c. Tenggorokan berwarna merah.

d. Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak.

e. Telinga sakit akan mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

f.Pernafasan berbunyi seperti berdengkur

g. Pernafasan berbunyi seperti menciut-ciut.

3. Gejala ISPA berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan atau sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut :

a.Bibir atau kulit membiru.

b. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.

c. Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun.

d. Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah.

e. Pernafasan menciut dan anak tampak gelisa.

f. Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas.

g. Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba.

h. Tenggorokan berwarna merah.

(DepKes RI, 2007)

2.1.5.Faktor-Faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA pada balita antara lain:

Melanjutkan tulisan terdahulu tentangISPAsertaklasifikasi ISPA padaBalita, maka kita perlu mengetahui beberapa faktor resiko ISPA padaBalita. Berbagai publikasi melaporkan tentang faktor resiko yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas pneumonia. Jika dibuat daftar faktor resiko tersebut adalah sebagai berikut:

a. Faktor resiko yang meningkatkan insiden ISPA

1.Umur

2.Laki-laki

3.Gizi kurang

4.Berat badan lahir rendah

5.Tidak mendapat ASI memadai

6.Polusi udara

7.Kepadatan tempat tinggal

8.Imunisasi yang tidak memadai

9.Membedong anak (menyelimuti berlebihan)

10.Defisiensi vitamin A

b. Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian ISPA

1.Umur

2.Tingkat sosial ekonomi rendah

3.Gizi kurang

4.Berat badan lahir rendah

5.Tingkat pendidikan ibu yang rendah

6.Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah7.Kepadatan tempat tinggal

8.Imunisasi yang tidak memadai

9.Menderita penyakit kronis

( DepKes RI, 2007 )

Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktorindividu anak, sertafaktorperilaku.

1. Faktor lingkungan

a. Pencemaran udara dalam rumah

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.

Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara, diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6 10 tahun.

b. Ventilasi rumah

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut :

a.Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernapasan.

b.Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara.

c.Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.d.Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.e.Mengeluakan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.f.Mendisfungsikan suhu udara secara merata.

c. Kepadatan hunian rumah

Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m.Dengan kriteria tersebut di-harapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini.2. Faktor individu anak

a. Umur anak

Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6 12 bulan.

b. Berat badan lahir

Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya.

Penelitian menunjukkan bahwa berat bayi kurang dari 2500 gram di-hubungkan dengan meningkatnya kematian akibat infeksi saluran pernafasan dan hubungan ini menetap setelah dilakukan adjusted terhadap status pekerjaan, pendapatan, pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernapasan, tetapi mengalami lebih berat infeksinya.

c. Status gizi

Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan perkem-bangan anak dipengaruhi oleh: umur, keadaan fisik, kondisi kesehatan-nya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas dari si anak itu sendiri. Penilaian status gizi dapat dilakukan antara lain berdasarkan antopometri : berat badan lahir, panjang badan, tinggi badan, lingkar lengan atas. Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk terjadinya ISPA.

Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi.

Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama.

d. Vitamin A

Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat tahun. Balita yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok kontrol.Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersang-kutan untuk jangka yang tidak terlalu singkat. Karena itu usaha massal pemberian vitamin A dan imunisasi secara berkala terhadap anak-anak prasekolah seharusnya tidak dilihat sebagai dua kegiatan terpisah. Keduanya haruslah dipandang dalam suatu kesatuan yang utuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap anak Indonesia sehingga mereka dapat tumbuh, berkembang dan berangkat dewasa dalam keadaan yang sebaik-baiknya.

e. Status Imunisasi

Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA.

Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupaya-kan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkenbangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat dicegah.

3. Faktor perilaku

Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.

Peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.

Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini pneumonia dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih berat. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan dengan jelas bahwa peran keluarga dalam praktek penanganan dini bagi balita sakit ISPA sangatlah penting, sebab bila praktek penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang/buruk akan berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi bertambah berat.(http://id.faktor-faktorresiko pada balita)diakses 5 Januari 2010.

2.1.6. Pencegahan dan penatalaksanaan

Pencegahan dan penatalaksanaan ISPA meliputi langkah dan tindakan sebagai berikut :

Upaya pencegahan

Pencegahan dapat di lakukandengan baik :

a.Menjaga keadaan gizi agar tetap baik

b.Imunisasi

c.Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

d.Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

e.Pengobatan segera

Pengobatan dan perawatan

a.Meningkatkan istirahat minimal 8 jam per hari

b.Meningkatkan makanan bergizi

c.Bila demam beri kompres

d.Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan yang bersih

e.Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat

f.Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih menyusui.

Pengobatan pada ISPA antara lain :

a.Pneumonia berat: dirawat dirumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus, diberikan oksigen dan sebagainya.

b.Pneumonia: diberi obat antibiotik melalui mulut. Pilihan obatnya Kontrimoksasol, jika terjadi alergi/ tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin.

c.Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antobiotik. Diberikan perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat tadisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan.

Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai pembesaran kelenjar getah bening di leher, dianggab sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcus dan harus diberi antibiotik selama 10 hari.

Pemberantasan ISPA dapat dilakukan dengan :

-Penyuluhan kesehatan yang terutama ditunjukkan pada para ibu

-Pengelolahan kasus yang disempurnakan

-Imunisasi (DepKes RI, 2007)

2.1.7. Perawatan ISPA di rumah

Untuk perawatan ISPA di rumah ada beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA yang antara lainnya :

-Mengatasi panas ( demam )

Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 bulan demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi di bawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.

-Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat yang aman yaitu dengan ramuan tradisional yaitu jeruk nipis sendok the dicampur dengan kecap atau madu sendok the, diberikan tigakali sehari.

-Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusui tetap diteruskan.

-Lain-lain

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersikan hidung yang berguna untuk mempercepat kesenambungan dan meng-hindari komplikasi yang lebih parah.

Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup, tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak mem-buruk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh dan untuk penderita yang mendapat antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang (DepKes RI, 2007).

2.1.8. Kegiatan yang dilakukan kader kesehatan pada ISPA

Kegiatan yang dapat dilakukan kader kesehatan pada ISPA adalah :

1.Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa (bukan pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal tindakan yang perlu dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit.

2.Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek (bukan pneumonia) dengan tablet parasetamol dan obat batuk tradisional obat batuk putih.

3.Merujuk kasus pneumonia berat ke puskesmas/rumah sakit terdekat.

4.Atas pertimbangan dokter Puskesmas maka bagi kader-kader di daerah-daerah yang terpencil (atau bila cakupan layanan puskesmas tidak menjangkau daerah tersebut) dapat diberi wewenang mengobati kasus-kasus pneumonia (tidak berat) denganantibiotikkontrimoksasol.

5.Mencatat kasus yang ditolang dan dirujuk.

(http://id.infeksisaluran/pernafasan/akut pada/balita) Diakses 15 Januari 2010.

LAPORAN PENDAHULUANISPAA.DEFINISI

ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak dengangejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara bersamaan (Meadow, Sir Roy. 2002:153).

ISPA (lnfeksi Saluran Pernafasan AL-ut) yang diadaptasi dari bahasa Inggris Acute Respiratory hfection (ARl) mempunyai pengertian sebagai berikut:

l. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikoorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

2. Saluranpernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alfeoli beserta organ secara anatomis mencakup saluran pemafasan bagian atas.

3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlansung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang digolongkan ISPA. Proses ini dapat berlangsung dari 14 hari (Suryana, 2005:57).

Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi organisme asing(Whaley and Wong; 1991; 1418).B.ETIOLOGI

Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genusStreptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus,BordetelladanCorinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golonganMiksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirusdan lain-lain.

Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di negara berkembang streptococcus pneumoniadanhaemophylus influenzamerupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat paru dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini Pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus (Suriadi,Yuliani R,2001)

C.TANDA DAN GEJALA

a.Tanda dan gejala dari penyakit ISPAadalah sebagai berikut:1.Batuk2.Nafas cepat3.Bersin4.Pengeluaran sekret atau lendir dari hidung5.Nyeri kepala6.Demam ringan7.Tidak enak badan8.Hidung tersumbat9.Kadang-kadang sakit saat menelanb. Tanda-tandabahayaklinis ISPA

1.Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.

2.Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.

3.Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.

4.Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak

(Naning R,2002)

D.KLASIFIKASI

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:

1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).

2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia

Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.

Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :

1.Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.

2.Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.

Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :

1.Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).

2.Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.

3.Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Rasmaliah, 2004).

E.PATOFISIOLOGI

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983 dalamDepKes RI, 1992).Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa.

2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.

3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan batuk.

4. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia.

F.PATHWAY

G.KOMPLIKASI

1.Penemonia

2.Bronchitis

3.Sinusitis

4.Laryngitis

5.Kejang deman (Soegijanto, S, 2009)

H.PEMERIKSAAN PENUJANG

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :

Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,

Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia dan,

Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Suryadi, Yuliani R, 2001)

I.PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi dan adanya kongesti hidung pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan lendir baik melalui hidung maupun melalui mulut. Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida tetes pada lobang hidung, serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik. Antibiotik tidak dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret.Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup, dengan demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah keluar (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 452).

Prinsip perawatan ISPA antara lain :

oMenigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari

oMeningkatkan makanan bergizi

oBila demam beri kompres dan banyak minum

oBila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan yang bersih

oBila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat.

oBila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih menetek

oMengatasi panas (demam) dengan memberikan kompres,memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

oMengatasi batukDianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis sendok teh dicampur dengan kecap atau madu sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

J.ASUHAN KEPERAWATAN

1.Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan secara komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosiokultural. Pada tahap ini semua data atau informasi tentang klien dikumpulkan melalui wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan diagnostik (Gaffar,1999: 57)

a.Riwayat Kesehatan

Keluhan Utama:

Keluahan yang paling di rasakan klien, dan jika klien belum dapat berinteraksi dengan petugas kesehatan bias di tanyakan pada orangtuanya.

Riwayat penyakit sekarang:

Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan atau tidak?

Riwayat penyakit dahulu:

Klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit seperti sekarang tidak atau penyakit lainya?

Riwayat penyakit keluarga:

Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.

b.Pemeriksaanpernafasan1) Inspeksi:Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan atau tidak.Tonsil tanpak kemerahan dan edema atau tidak.Tampak batuk tidak produktif atau tidak.Tidakatau tampak penggunaan otot- otot pernapasan tambahan,pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilasi.

2) PalpasiAdanya demam atau tidak.Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher / nyeri tekan pada nodus limfe servikalis atau tidak.Tidak atau teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

3) PerkusiSuara paru normal (resonance)

4) AuskultasiSuara napas vesikuler atau terdengar/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

2.Analisa data

SymptomEtiologiProblem

1.Biasanya pasien ditandai dengan adanya secret, suara ronchi/wising, otot bantu pernafasan, cuping hidung, dada terasa sesak.

2.Adanya penupukan secret, infeksi pada saluran pernafasan, adanya otot bantu pernafasan

3.Ditandai adanya, sianosis, otot bantu pernafasan, expansi didinding dada, suara ronchi/wising

4.Ditandai denganpenuran BB sebnyak 20%, kulit kriput, klien terlihat kurus, nafsu makan menurun, mual muntah, nyeri abdomen

5.Adanya tanda-tanda infeksi seperti: tumor, dolor, calor, rubor, dan disfusilaesa. Dan cek leukosit tinggi/ rendah

6.Ditandai dengan adanya panas lebih dari 37,6C, akral panas, bibir merah, wajah tampak merah.Penupukan secret

Kongesti hidung

Ventilasi pervusi

Input/autput tidak adekuat

Agen bakteri/virus

Proses infeksiBersihan jalan nafas

Pola nafas tidak efektif

Gangguan pertukaran gas

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Resiko infeksi

Hipertermi

3.Diagnose yang mungkin muncul

1)Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi muskus (secret)

2)Gangguan pola nafas berhubungan dengan kongesti hidung

3)Gangguan pertukaran gas berhubungan denganventilasi perfusi

4)Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

5)Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan agen virus/bakteri

6)Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

7)Nyeri akut berhubungan dengan agen biologi

4.Rencana intervensi

1)Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi muskus (secret)

Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah bersihan jalan nafas dapat teratasi dengan kreteria hasil: hidung bersih, tidak ada secret klien dapat bernafas dengan lancer, tidak ada pernafasan menggunakan cuping hidung.

Rencana tindakan:

Observasi sistem pernafasan dan adanya subatan

Bersihkan jika ada sumbatan

Berikan posisi semi fowler

Anjurkan klien untuk minum yang hangat

Ajarkan batuk efektif

Masase punggung dan dada klien

Kalaborasi pemberian O2

Kalaborasi pemberian obat

2)Gangguan pola nafas berhubungan dengan kongesti hidung

Tujuan setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah gangguan pola nafas teratasi dengan kreteria hasil: klien tidak sesak lagi, sudah tidak ada sumbatan, inspirasi dan ekspirasi tidak menggunakan otot bantu pernafasan.

Berikan posisi semi fowler

Kalaborasi pemberian O2

Kalaborasi pemberian obat

3)Gangguan pertukaran gas berhubungan denganventilasi perfusi

Tujuan setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah gangguan pertukaran gas teratasi dengan kreteria hasil: klien tidak sesak lagi, sudah tidak ada sumbatan, inspirasi dan ekspirasi tidak menggunakan otot bantu pernafasan.

Berikan posisi semi fowler

Anjurkan klien untuk minum yang hangat

Ajarkan batuk efektif

Masase punggung dan dada klien

Kalaborasi pemberian O2

Kalaborasi pemberian obat

4)Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

Tujuan setelah dilakukan tidak keperawatan diharapkan masalah gangguan nutrisi teratasi dengan kreteria hasil: nafsumakkan klien meningkat, klien tidak mual dan muntah, peningkatan BB, wajah terlihat segar.

Observasi adanya gangguan nutrisi

Observasi pola makan

Njurkan klien untuk makan sedikit tapi sering yaitu 2 jam sekali

Anjurkan diit yang sehat

Kalaborasi dengan tim gizi

Kalaborasi pemberian obat

5)Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan agen virus/bakteri

Tujuan setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah resiko tinggi infeksi dapat teratasi dengan kreteria hasil: tidak ada tanda-tanda infeksi,pemeriksaan leukosit dalam batas normal.

Intervensi

Observasi adanya tanda-tanda infeksi seperti: tumor, dolor, rubor, color, dan disfusilaesa.

Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan

Menggunakan APD untuk proteksi diri dank lien

Kalaborasi dalam pemberian obat

6)Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

Tujuan setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah hipertermi klien dapat teratasi dengan kreteria hasil, suhu dalam rentang normal 36,5C-37,5C, akral tidak panas, bibir tidak kering, turgor kulit elastic.

Intervensi:

Observasi adanya peningkatan dan penurunan suhu

Observasi vital sign

Berikan kopres pada lipatan tubuh

Anjurkan klien untuk menggunakan baju yang tipis dan menyerap keringat

Lakukan kalaborasi pemberian obat

7)Nyeri akut berhubungan dengan agen biologi

Tujuan setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah nyeri klien teratasi dengan criteria hasil. Ekpresi wajah tampakceria, klien tidak terlihat menahan sakit, sekala nyeri 0.

Intervensi

Observasi sekala nyeri

Lakukan tehnik distraksi dengan terapi bermain pada anak

Lakukan tehnik rileksasi dengan nafas dalam

Kalaborasi pemberian obat

DAFTAR PUSTAKA

Meadow,Sir Roy dan Simen.2002.Lectus Notes:Pediatrika.Jakarta:PT.Gelora Aksara Pratama

DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP.Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).Jakarta. 1992.

Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta

Gordon,et.al,2001, Nursing Diagnoses : definition & Classification 2001-2002,Philadelpia,USA

Departemen Kesehatan RI, 2002.Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita: Jakarta.

Catzel, Pincus & Ian robets. (1990).Kapita Seleta Pediatri Edisi II.alih bahasa oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC

Gordon,et.al,2001,Nursing Diagnoses : definition & Classification20012002,Philadelpia,USA

Intensif Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

Materi pelatihan kader dan penyegara kader (2004), PSIK UMJ, JakartaNaning R,2002,Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Handout kuliah Ilmu Kesehatan Anak)PSIK FK UGM tidak dipublikasikan

Pertemuan Ilmiah Tahunan V (PIT-5) Ilmu Penyakit Dalam PAP di Sumsel. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, PalembangSoegijanto, S (2002).Ilmu penyakit anak; diagnosa dan penatalaksanaan.Jakarta: Salemba medikaASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) ISPABAB IPENDAHULUAN1.1Latar BelakangKesehatan adalah hak setiap orang. Masalah kesehatan sama pentingnya dengan masalah pendidikan, perekonomian dan lain sebagainya. Usia balita dan anak-anak merupakan usia yang rentan penyakit. Hingga saat ini salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) .

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan di puskesmas adalah oleh penyakit ISPA (Anonim,2009)

Masalah kesehatan tidak sepenuhnya tanggung jawab pemerintah. Namun sistem yang terkandung di dalamnya turut membantu mencari inovasi yang baru, termasuk masyarakat. Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan juga menjadi pemicu penyebab masalah kesehatan, khususnya ISPA. Penderita ISPA tiap tahun selalu mangalami peningkatan. Hal ini dapat dikarenakan beberapa faktor misalnya, rendahnya tingkat pendidikan sehingga pengetahuan mengenai kesehatan juga masih rendah atau faktor ekonomi yang menyebabkan tingkat kesehatan kurang diperhitungkan.

Pemerintah bisa melakukan banyak strategi untuk mencegah peningkatan masalah kesehatan khususnya ISPA. Upaya yang dapat dilakukan misalnya saja promosi kesehatan mengenai nutrisi yang baik dan seimbang, istirahat yang cukup dan kebersihan.

1.2 TujuanMenjelaskan proses asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).

1.3 Rumusan Masalah1. Bagaimana proses asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)?

1.4Manfaat1. Mengetahui proses asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan ISPA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi ISPA.

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru

Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian

Program Pemberantasan Penyakit ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik (Rasmaliah, 2004)

2.2 Klasifikasi ISPAProgram Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:

1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).

2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia

Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.

Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :

1. Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.

2. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.

Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :

1. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).

2. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.

3. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat(Rasmaliah, 2004).

2. 3 Etiologi ISPAEtiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebabnya antara lain dari genusStreptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus,Hemofilus, BordetelladanCorinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golonganMicsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus.

2.4 Gejala ISPAPenyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul karena menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru).

2.5 Cara Penularan Penyakit ISPAPenularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golonganAir Borne Disease.Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab

2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPAa.AgentInfeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa secara akut atau kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih dikenal sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit virus yang paling sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virusMyxovirus, Coxsackie, danEcho.b. Manusia1. 1.UmurBerdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia dibawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran nafasnya masih sempit.

1. 2.Jenis KelaminBerdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (1993), menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan prevalensi, insiden maupun lama ISPA pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

1. 3.Status GiziDi banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama kematian terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Akan tetapi anak-anak yang meninggal karena penyakit infeksi itu biasanya didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh.

1. 4.Berat Badan LahirBerat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir