laporan pendahuluan hematuria.docx

45
LAPORAN PENDAHULUAN HEMATURIA A. DEFINISI Hematuria adalah didapatkannya sel-sel darah merah di dalam urine. Penemuan klinis sering di dapatkan pada populasi orang dewasa, dengan prevalensi yang mulai dari 2,5% menjadi 20,0% . Secara visual terdapatnya sel-sel darah merah di dalam urine dibedakan dalam 2 keadaan, yaitu: Hematuria makroskopik Hematuria makroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah, mungkin tampak pada awal miksi atau pada akhirnya yang berasal dari daerah posterior uretra atau leher kandung kemih. (Wim de Jong, dkk, 2004) Hematuria makroskopik yang berlangsung terus menerus dapat mengancam jiwa karena dapat menimbulkan penyulit berupa: terbentuknya gumpalan darah yang dapat menyumbat aliran urine, eksanguinasi sehingga menimbulkan syok hipovolemik/anemi, dan menimbulkan urosepsis. (Mellisa C Stoppler, 2010) Hematuria mikroskopik. Hematuria mikroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata tidak dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah tetapi pada pemeriksaan mikroskopik diketemukan lebih dari 2 sel darah merah per lapangan pandang. (Mellisa C Stoppler, 2010) . Meskipun gross hematuria didefinisikan didapatkannya sel-sel darah merah di dalam urine, ada kontroversi mengenai definisi yang tepat dari hematuria mikroskopik. American Urological Association

Upload: nurvina-taurimasari

Post on 20-Sep-2015

2.198 views

Category:

Documents


516 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUANHEMATURIA

A.DEFINISIHematuria adalah didapatkannya sel-sel darah merah di dalam urine. Penemuan klinis sering di dapatkan pada populasi orang dewasa, dengan prevalensi yang mulai dari 2,5% menjadi 20,0% . Secara visual terdapatnya sel-sel darah merah di dalam urine dibedakan dalam 2 keadaan, yaitu: Hematuria makroskopik Hematuria makroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah, mungkin tampak pada awal miksi atau pada akhirnya yang berasal dari daerah posterior uretra atau leher kandung kemih. (Wim de Jong, dkk, 2004) Hematuria makroskopik yang berlangsung terus menerus dapat mengancam jiwa karena dapat menimbulkan penyulit berupa: terbentuknya gumpalan darah yang dapat menyumbat aliran urine, eksanguinasi sehingga menimbulkan syok hipovolemik/anemi, dan menimbulkan urosepsis. (Mellisa C Stoppler, 2010) Hematuria mikroskopik.Hematuria mikroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata tidak dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah tetapi pada pemeriksaan mikroskopik diketemukan lebih dari 2 sel darah merah per lapangan pandang. (Mellisa C Stoppler, 2010) . Meskipun gross hematuria didefinisikan didapatkannya sel-sel darah merah di dalam urine, ada kontroversi mengenai definisi yang tepat dari hematuria mikroskopik. American Urological Association (AUA) mendefinisikan hematuria mikroskopis klinis yang signifikan karena terdapat lebih dari 3 sel darah merah (sel darah merah) pada lapangan pandang besar pada 2 dari 3 spesimen urin dikumpulkan dengan selama 2 sampai 3 minggu. Namun, pasien yang berisiko tinggi untuk penyakit urologi harus dievaluasi secara klinis untuk hematuria jika urinalisis tunggal menunjukkan 2 atau lebih sel darah merah pada lapangan pandang besar.

Gambar 1. Gross Hematuria dan Microscopic HematuriaEvaluasi yang tepat dan waktu yang cepat sangat penting, karena setiap derajat hematuria dapat menjadi tanda dari penyakit genitourinari yang serius.

B.ETIOLOGIHematuria dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada di dalam sistem urogenitalia atau kelainan yang berada di luar sistem urogenitalia. Penyebab paling umum dari hematuria pada populasi orang dewasa termasuk saluran kemih infeksi, batu saluran kemih, pembesaran prostat jinak, dan keganasan dalam urologi. Namun, diferensial lengkap sangat luas, beberapa insiden khusus kondisi yang berhubungan dengan hematuria bervariasi dengan umur pasien, jenis hematuria (gross atau mikroskopis, gejala atau tanpa gejala), dan adanya faktor risiko keganasan. Secara keseluruhan, sekitar 5% pasien dengan hematuria mikroskopis dan sampai dengan 40% pasien dengan gross hematuria ditemukan pada neoplasma dari urinary tract. genitourinari. Sebaliknya, pada hingga 40% pasien dengan asimptomatik mikrohematuria, sulit di identifikasikan penyebabnya. Akibatnya, dokter harus mempertimbangkan hematuria yang tidak jelas penyebabnya dari tingkat mana pun dan mampu mempertimbangkan kemungkinan suatu keganasan.Kelainan yang berasal dari sistem urogenitalia antara lain adalah:1. Infeksi antara lain pielonefritis, glomerulonefritis, ureteritis, sistitis, dan uretritis2. Tumor jinak atau tumor ganas yaitu: tumor ginjal (tumor Wilms), tumor grawitz, tumor pielum, tumor ureter, tumor buli-buli, tumor prostat, dan hiperplasia prostat jinak.3. Kelainan bawaan sistem urogenitalia, antara lain : kista ginjal4. Trauma yang mencederai sistem urogenitalia.5. Batu saluran kemih. (Mellisa C Stoppler, 2010)Kelainan-kelainan yang berasal dari luar sistem urogenitalia antara lain adalah: 1. Kelainan pembekuan darah (Diathesis Hemorhagic), 2. SLE3. Penggunaan antikoagulan, atau proses emboli pada fibrilasi atrium jantung maupun endokarditis. (Wim de Jong, dkk, 2004)

C.PATOFISIOLOGIBerdasarkan lokasi yang mengalami kelainan atau trauma, dibedakan glomerulus dan ekstra glomerulus untuk memisahkan bidang neflogi dan urologi. Darah yang berasal dari nefron disebut hematuria glomerulus. Pada keadaan normal, sel darah merah jarang ditemukan pada urin. Adanya eritrosit pada urin dapat terjadi pada kelainan hereditas atau perubahan struktur glomerulus dan integritas kapiler yang abnormal.Perlu diperhatikan dalam pengambilan contoh urine: pada perempuan harus disingkirkan penyebab hematuria lain misalnya menstruasi, adanya laserasi pada organ genitalia, sedangkan pada laki-laki apakah disirkumsisi atau tidak.Bila pada urinalisis ditemukan eritrosit, leukosit dan silinder eritrosit, merupakan tanda sugestif penyakit ginjal akut atau penyakit ginjal kronik, perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut. Diagnosis banding hematuria persisten antara lain glomerulonefritis, nefritis tubulointerstisial atau kelainan urologi. Adanya silinder leukosit, leukosituria menandakan nefritis tubulointerstisial. Bila disertai hematuria juga merupakan variasi dari glomerulonefritis. Pada kelompok faktor resiko penyakit ginjal kronik harus di lakukan evaluasi pemeriksaan sedimen urin untuk deteksi dini.Sebagai prosedur diagnostic pada penyakit ginjal salah satunya adalah uji dipstick untuk mengetahui adanya darah samar merupakan uji penapisan yang baik untuk hematuria. Uji dipstick mudah dilakukan sendiri oleh pasien untuk mengikuti perjalanan hematuria selama pengobatan.

D.PATHWAY

E.KLASIFIKASIAda 3 tipe hematuria, yaitu:1. Initial hematuria, jika darah yang keluar saat awal kencing.2. Terminal hematuria, jika darah yang keluar saat akhir kencing. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya tekanan pada akhir kencing yang membuat pembuluh darah kecil melebar.3. Total hematuria, jika darah keluar dari awal hingga akhir kencing. Hal ini kemungkinan akibat darah sudah berkumpul dari salah satu organ seperti ureter atau ginjal.

F.MANIFESTASI KLINISTerjadi retensio urin akibat sumbatan di vesika urinaria olrh bekuan darah.

G.PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan darah yang dilakukan yakni penentuan kadar kreatinin, ureum dan elektrolit untuk mengetahui faal ginjal; fosfatase asam yang mungkin meningkat pada metastase prostat, dan fosfatase alkali yang dapat meningkat pada setiap jenis metastase tulang. Kadar kalsium, fosfat, asam urat dan hormon paratiroid ditentukan bila terdapat kemungkinan urolithiasis.2. Pemeriksaan urine dilakukan untuk pemeriksaan mikroskopik, bakteriologik dan sitologik. Pemeriksaan urinalisis dapat mengarah kepada hematuria yang disebabkan oleh faktor glomeruler ataupun non glomeruler. Pemeriksaan hapusan darah tepi dapat menunjukkan proses mikroangiopati yang sesuai dengan sindrom hemolitik-uremik, trombosis vena ginjal, vaskulitis, atau SLE. Pada keadaan terakhir, adanya autoantibodi dapat ditunjukkan dengan reaksi Coombs positif, adanya antibodi antinuclear, leukopenia dan penyakit multisistem. Trombositopenia dapat diakibatkan oleh berkurangnya produksi trombosit (pada keganasan) atau peningkatan konsumsi trombosit (SLE, purpura trombositopenik idiopatik, sindrom hemolitik-uremik, trombosis vena ginjal). Walaupun morfologi SDM urin dapat normal pada perdarahan saluran kemih bawah dan dismorfik pada perdarahan glomerular, morfologi sel tidak secara pasti berhubungan dengan lokasi hematuria. 3. Pada pemeriksaan pH urine yang sangat alkalis menandakan adanya infeksi organisme pemecah urea di dalam saluran kemih, sedangkan pH urine yang sangat asam mungkin berhubungan dengan batu asam urat.4. Sitologi urine diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya keganasan sel-sel urotelial.5. IVP adalah pemeriksaan rutin yang dianjurkan pada setiap kasus hematuria & sering digunakan untuk menentukan fungsi ekskresi ginjal. Umumnya, menghasilkan gambaran terang saluran kemih dari ginjal sampai dengan kandung kemih, asal faal ginjal memuaskan. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu saluran kemih, kelainan bawaan saluran kemih, tumor urotelium, trauma saluran kemih, serta beberapa penyakit infeksi saluran kemih.6. USG berguna untuk menetukan letak dan sifat massa ginjal dan prostat (padat atau kista), adanya batu atau lebarnya lumen pyelum, penyakit kistik, hidronefrosis, atau urolitiasis ureter, kandung kemih dan uretra, bekuan darah pada buli-buli/pielum, dan untuk mengetahui adanya metastasis tumor di hepar. Ultrasonografi dari saluran kemih sangat berguna pada pasien dengan hematuria berat, nyeri abdomen, nyeri pinggang, atau trauma. Jika hasil penelitian awal ini tetap normal, disarankan dilakukan pemeriksaan kreatinin dan elektrolit serum.7. Endoultrasonografi, yaitu ekografi transurethral sangat berguna untuk pemeriksaan prostat dan buli-buli8. Arteriografi dilakukan bila ditemukan tumor ginjal nonkista untuk menilai vaskularisasinya walaupun sering digunakan CT-Scan karena lebih aman dan informative. Bagian atas saluran kemih dapat dilihat dengan cara uretrografi retrograd atau punksi perkutan.9. Payaran radionuklir digunakan untuk menilai faal ginjal, misalnya setelah obstruksi dihilangkan10. Pemeriksaan endoskopi uretra dan kandung kemih memberikan gambaran jelas dan kesempatan untuk mengadakan biopsy11. Sistometrografi biasanya digunakan untuk menentukan perbandingan antara isi dan tekanan di buli-buli12. Sistoskopi atau sisto-uretero-renoskopi (URS) dikerjakan jika pemeriksaan penunjang di atas belum dapat menyimpulkan penyebab hematuria. (Wim de Jong, dkk, 2004)

H.DIAGNOSIS BANDING1. BPH (benign hyperplasia prostate)Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

Kencing tidak lampias, aliran lemah, intermittency, frekuensi kencing meningkat, urgensi, nokturia, riwayat BPH ataupun kanker prostat , riwaat retensi urine sebelumnyapembesaran prostat pada kandung kemih digital dubur, vesica urinary bulding (+) PSA PSANormal PSA does not exclude possibility of prostate cancer. USG transrectal dari prostat: ukuran prostat meningkat, volume> 40 g, meningkatkan ukuran lobus median prostat uroflowmetry dengan ultrasonografi kandung kemih: puncak laju aliran rendah, volume residual tinggi postvoiduroflowmetry with bladder ultrasonographyUrine flow meters are standard practice in many urological clinics. Post-void residuals can be measured by straight catheterisation or bladder ultrasound. Bladder ultrasonography is less invasive and a more reliable measure of bladder volume.

2. Urinary tract infection Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

dysuria, meningatnya frekuensi berkemih, volume aurine sedikit saat berkemih, nocturia, nyeri suprapubic , pernah menderita isk sebelumnya dan mendapatkan pengobatan, riwayat pyelonephritis, riwayat gagal pengobatandemam, nyerio tekan suprapubic, bladder distention pada retensio urine, cystocele pada pemeriksaan panggul urinalysis: (+) leukocyte esterase, (+) nitrite, pyuria (>10 WBC per HPF), bacteriuria urinalysisThe presence of leukocyte esterase has a 50% positive predictive value and a 92% negative predictive value. The sensitivity of urinary nitrate is 35% to 85%, with false-negatives occurring in the setting of diuretic use, or infection with Gram-positive organisms or Pseudomonas. [18] urine culture and sensitivity: >10,000 colony forming unit/mL urine urine culture and sensitivityClean-catch or catheterised specimen should be obtained before the initiation of treatment.

3. Pyelonephritis, acute Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

Nyeri pinggang, demam, menggigil, mual, muntah, sakit perut, nyeri suprapubik, hx dari nefrolitiasis, ISK dan diabetes, imunosupresi Nyeri ketok kostovertebral, nyeri suprapubik, demam, penurunan bising usus urinalysis: positive leukocyte esterase, positive nitrite, pyuria (>10 WBC/HPF), bacteriuriaurinalysisThe presence of leukocyte esterase has a 50% positive predictive value and a 92% negative predictive value. The sensitivity of urinary nitrate is 35% to 85%, with false-negatives occurring in the setting of diuretic use, or infection with Gram-positive organisms or Pseudomonas. [18] urine culture and sensitivity: >10,000 colony forming unit/mL urine urine culture and sensitivityClean-catch or catheterised specimen should be obtained before the initiation of treatment. renal ultrasound : pembesaran renal , hypo-echoic parenchyma with loss of corticomedullary differentiation contrast CT abdomen: heterogeneous uptake of contrast (lobar nephronia), oedematous renal parenchyma, perinephric stranding, intraparenchymal gas in emphysematous pyelonephritis

4. Alport SyndromeAnamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

Hematuria mikroskopis berulang, disertai dengan episode gross hematuria, gangguan pendengaran, riwayat keluarga dengan kanker dari hematuria, gangguan pendengaran, atau penyakit ginjalHipertensi, oedema, sensorineuronal hearing loss, anterior lenticonus, erosi kornea urinalysis: dysmorphic red cells, red cell casts, proteinuria, microalbuminuria urinalysisProteinuria is usually present to some degree with Alport's syndrome and can be severe in up to one third of patients. A nephrology consult should be obtained. In cases where renal failure, heavy proteinuria (>3 g/day), or severe HTN is present, a nephrology consult should be obtained immediately, as expeditious treatment or a renal biopsy may be necessary. urea and creatinine: creatinine >2.0, urea >20 24-hour urine collection for protein : >1 gram/24 hours skin biopsy: positive immunohistochemistry renal biopsy: diffuse thickening and splitting of the basement membrane, focal glomerulosclerosis and tubular atrophy; negative immunohistochemistry

5. Kanker BuliAnamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

hematuria tanpa rasa sakit, disuria, frekuensi, urgensi, usia> 50, hx iradiasi panggul, hx merokok, penurunan berat badan, paparan lingkungan / kimia karsinogenmassa panggul, nyeri tekan sudut kostovertebral dari obstruksi; sering tidak ada kelainan terdeteksi urinalysis: RBCs urine cytology: atypical or malignant cells, signified by increased clustering, increased cellularity, or altered nuclear morphology urine cytologyCytologic examination of voided urine (overall diagnostic accuracy of 49%) has a lower accuracy than cytology performed on bladder washings during cystoscopy (overall diagnostic accuracy of 66%). The sensitivity is poor for low-grade cancers, when compared with high-grade cancers and carcinoma in situ. [20] CT abdomen/IVU : ureteral or renal collecting system mass or filling defect CT abdomen/IVU Two percent of patients with bladder tumour have a coincident upper tract tumour. [13] cystoscopy: bladder tumour cystoscopyPerformed in the urology office with local analgesia. View image

6. Kanker Prostate Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

lanjut usia, riwayat keluarga dengan kanker, gejala obstruktif berkemih, penurunan berat badanPada rectal toucher ditemukan pembesaran prostat, dengan konsistensi keras dan permukaan yang berbenjol-benjol PSA: meningkat, PSA> 0,75 mikrogram / L per tahun (0,75 ng / mL per tahun) transrectal ultrasound-guided prostate biopsy : confirmed adenocarcinoma

7. Batu Ginjal Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

nyeri pinggang, nyeri yang menjalar ke selangkangan, hematuria, mual, muntah, hx sebelumnya kalkuli, riwayat keluarga dengan kanker dari nefrolitiasis, hx gout, hx penyakit radang ususNyeri ketok costovertebral angle urinalysis : haematuria, pyuria, crystalluria, cysteine crystals, acidic or alkaline pH non-contrast CT abdomen: urolithiasis, hydronephrosis BNO: radiodense stones KUBCertain categories of stones are radiolucent and therefore may only be visualized on CT scan. A CT scan is the preferred modality for diagnosis, but a KUB will help guide treatment.

8. Instrumentasi pada sal.kemihAnamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

Riwayat cystoscopy, ureteroscopy, prostat biopsi jarumAdanya kateter uretra, kateter suprapubik, stent ureter dengan string dalam uretra urinalysis: diagnosis is clinical, and tests are not routinely recommended BNO: ureteral stent and drain visualisation

9. Trauma GinjalAnamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

trauma tumpul pada pinggang, menembus panggul atau luka perut (tembakan atau tikaman), patah tulang rusuk yang lebih rendahhypotension, takikardia, nyeri panggul, memar panggul, nyeri perut, perut kembungCT abdomen: laserasi pada parenkim ginjal, sistem pengumpulan, dan pembuluh ginjal; hematoma perinephric, perdarahan aktif, dan ekstravasasi urinCT abdomenCT is the best modality for the staging of renal injuries. Renal injuries are classified from grade I to grade V. Grade I is haematuria associated with contusion or contained subcapsular haematoma. Grade II injuries include renal cortical laceration 1 cm. Grade IV injuries include lacerations >1 cm extending into the collecting system or involve segmental renal vessels. Grade V injuries include laceration or avulsion of the main renal vessels, and major multiple lacerations. BNO IVP: menegaskan fungsi ginjal kontralateralintraoperative intravenous urography ('one-shot IVP')Haemodynamically unstable patients are taken to the operating room. Findings on laparotomy combined with one-shot IVP can be used to exclude life-threatening renal injury and confirm the existence of a contralateral functioning kidney. [17] Two mL of contrast per kg of body weight should be infused to perform an accurate study.

10. Trauma buliAnamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

trauma tumpul panggul, menembus luka panggul atau perut (tembakan atau tikaman), fraktur panggul, ketidakmampuan berkemihNyeri tekan suprapubic, ekimosis pada lower abdominal retrograde cystogram: extravasation of contrast revealing bladder injury retrograde cystogramUrethral catheter is passed after urethral injury is ruled out. The bladder is filled by gravity drip infusion without pressure (300 mL of water-soluble iodinated contrast) and anteroposterior, oblique, and post-drain films obtained. Intraperitoneal and extraperitoneal bladder rupture can be diagnosed in this way.

11. Trauma urethral Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

Trauma genitalia eksterna, straddle injury, bilateral pubic rami fracture and Malgaigne's fracture, perineal lacerations, tidak bisa berkemih, riwayat intervensi kolorektal atau ginekologi Perdarahan OUE, hematom scrotum, floating prostat, eimosis pada batang penis, butterfly-ecchymosis pada perineum retrograde urethrogram: contrast extravasation from the urethra retrograde urethrogramA retrograde urethrogram should be performed before placement of a urethral catheter. contrast CT abdomen: contrast extravasation from the urethra cystoscopy: urethral disruption cystoscopyCystoscopy can be performed to assess the degree of urethral disruption and to place an aligning catheter across the defect.

12. Sickle cell anemia Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

Keturunan Afrika-Amerika, riwayat keluarga dengan kanker penyakit sel sabit, migrasi, nyeri intermitenhepatosplenomegaly, nyeri tean abdomen , testicular atrophy, oedema of extremities peripheral blood smear: sickle cells Hb electrophoresis (whole blood): haemoglobin S Hb electrophoresis (whole blood)Electrophoresis differentiates patients who are homozygous from those who are heterozygous. A homozygous patient will have haemoglobin SS (HbSS, 80% to 90%), haemoglobin F (HbF, 2% to 20%), and haemoglobin A2 (HbA2, 2% to 4%). A carrier patient will have HbSS (35% to 40%) and haemoglobin A (HbA, 60% to 65%).

13. Coagulopathy Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

mudah memar, kecenderungan untuk berdarah, epistaksis berulang, riwayat keluarga dengan kanker dari diastesis perdarahan, hx sirosisecchymoses, perdarahan memanjang PT, PTT, INR: Normal atau FBC: thrombocytopeniaFBCThrombocytopenia may occur in idiopathic thrombocytopenic purpura and thrombotic thrombocytopenic purpura. LFTs: hypoalbuminaemia LFTsHepatic dysfunction impairs production of clotting factors. von Willebrand factor antigen (whole blood): reduced in von Willebrand's disease von Willebrand factor antigen (whole blood)Von Willebrand's disease is a common inherited coagulopathy. ristocetin cofactor activity (whole blood): reduced in von Willebrand's disease factor VIII, IX activity (whole blood): reduced in haemophilia, VIII reduced in von Willebrand's disease

14. Kista ginjal Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

sering tanpa gejala, panggul nyeri, diri terbatas hematuria, infeksi saluran urin, ginjal kolikNyeri tekan costovertebral angle, panggul teraba massa pada ginjal polikistik, Hipertensi renal ultrasound : cystic lesions renal ultrasound Renal cysts are well characterised by ultrasound. Structural features such as calcification or septation, often graded under the Bosniak classification system, may warrant further characterization by other studies, such as CT. serum creatinine: elevated serum creatinineCreatinine may be elevated in cases of polycystic kidney disease. CT abdomen: well-defined, oval lesions

15. Arterial-venous malformation Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

gumpalan berbentuk ulat, nyeri pinggang, Hipertensi, cardiomegaly, bruit (+) pada panggul dan abdomen contrast CT abdomen: massa lesi, filling defect, nephrogram terlambat pengisian renal angiography: pengisian simultan dari sistem arteri dan vena, nephrogram tertunda

16. Renal vein thrombosis Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

Mendadak nyeri panggul, hx of nephrotic syndrome Trauma panggul, oedema Doppler ultrasonography: membesar, edema ginjal, echogenic dengan sinyal vena absentDoppler ultrasound may demonstrate peaked, abruptly decreasing systolic frequency shifts in the renal artery and proximal segmental branches. Venous signal may be absent or show flow turbulence in narrowed sections of the renal vein. CT abdomen: kehilangan diferensiasi corticomedullary, trombus pada vena ginjal, pembesaran ginjal dengan kekeruhan parenkimCT abdomenAlthough inferior vena cavography and selective catheterisation of the renal vein is the gold standard of diagnosis, non-invasive modalities are employed first. BNO IVP: tertunda ekskresi kontras dari ginjal, pembesaran ginjal karena kongesti IV urography Renal collateral circulation causes the renal collecting system to opacify to varying degrees. The renal pelvis may be distorted, and notching of the ureter represents the formation of collateral circulation.

17. Tuberculosis, extrapulmonary Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

Nyeri saat berkemih, nokturia, hx dari pajanan TB, hx cystitis tidak responsif terhadap antibiotik, hx dari epididimitis, ISK berulang orchalgia dengan reaktif hidrokel, rectal toucher prostat nodular urinalysis: pyuria (>10 WBC/HPF) with no visualised bacteria urine culture,: >10,000 colony forming unit/mL urine urine culture, mycobacterial culture, acid-fast stainFirst morning urine specimen offers highest yield for TB, repeat 3 early-morning urine tests. IV urography: moth-eaten calyces with ulceration , obliterasi calyceal, hidronefrosis, kalsifikasi,

18. Benign familial haematuria (thin basement membrane nephropathy) Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

Berulang dan terus menerus hematuria mikroskopik atau gross hematuria, oedema and hipertensi urinalysis: dismorfik merah sel, sel merah, proteinuria, mikroalbuminuriaurinalysisMedical renal diseases, suggested by the presence of dysmorphic red cells, proteinuria, and cellular casts, require referral to a nephrologist for further laboratory testing and imaging. In cases where renal failure, heavy proteinuria (>3 g/day), or severe HTN is present, a nephrology consultation should be obtained immediately, as expeditious treatment or a renal biopsy may be necessary. urea and creatinine: creatinine >2.0, urea >20 24-hour urine collection for protein : >1 gram/24 hours renal biopsy: ipisan membran basal glomerulus (150-225 nM) renal biopsyBecause this is a benign condition generally diagnosed through history alone, a renal biopsy is not indicated unless there is refractory HTN or renal failure. The need for biopsy should be assessed by a nephrologist, and is generally performed in the setting of refractory HTN, heavy proteinuria, or renal failure.

19. Postinfectious glomerulonephritis Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

tiba-tiba timbul edema, kelemahan, malaise, hematuria gross, sakit kepala, 1 sampai 2 minggu postpharyngitis, 2 sampai 4 minggu setelah dermatitis streptokokus, yang paling umum dari usia 2 sampai 10 tahunperiorbital and peripheral oedema, hipertensi, rash kulit urinalysis:d ismorfik merah sel, gips sel merah, proteinuria, mikroalbuminuriaurinalysisMedical renal diseases, suggested by the presence of dysmorphic red cells, proteinuria, and cellular casts, require referral to a nephrologist for further laboratory testing and imaging. In cases where renal failure, heavy proteinuria (>3 g/day), or severe HTN is present, a nephrology consult should be obtained immediately. urea and creatinine: creatinine >2.0, urea >20 24-hour urine collection for protein : >1 gram/24 hours serum antistreptolysin O titer : elevated

20. Membranoproliferative glomerulonephritis Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

tiba-tiba timbuledema dependen atau periorbital, kelelahan, hematuria gross, sakit kepala, oliguriaperiorbital and peripheral oedema, Hipertensi, konjungtiva pucat, drusen retina urinalysis: dysmorphic red cells, red cell casts, proteinuria, microalbuminuria urinalysisMedical renal diseases, suggested by the presence of dysmorphic red cells, proteinuria, and cellular casts, require referral to a nephrologist for further laboratory testing and imaging. In cases where renal failure, heavy proteinuria (>3 g/day), or severe HTN is present, a nephrology consult should be obtained immediately, as expeditious treatment or a renal biopsy may be necessary. urea and creatinine: creatinine >2.0, urea >20 24-hour urine collection for protein : >1 gram/24 hours serum complement levels (C3, C4): low serum complement levels (C3, C4)Multiple complement components may be depressed. Nephrological consultation is necessary to perform a comprehensive work-up, which may include a renal bx. renal biopsy: hypercellular glomeruli, mesangium diperluas, imunofluoresensi positif, deposito padat elektronrenal bxThe need for biopsy should be assessed by a nephrologist.

21. Rapidly progressive glomerulonephritis Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

prodromal gejala malaise, demam, arthralgias, anoreksia, dan mialgia, sakit perut, nodul kulit yang menyakitkan atau ulserasiHipertensi, nodules kulit yang nyeri, conjunctivitis, uveitis, oliguria urinalysis: dysmorphic red cells, red cell casts, proteinuria, microalbuminuriaurinalysisMedical renal diseases, suggested by the presence of dysmorphic red cells, proteinuria, and cellular casts, require referral to a nephrologist for further laboratory testing and imaging. Suspicion of a rapidly progressive glomerulonephritis requires immediate nephrology consult with further serologies and renal bx. urea and creatinine: creatinine >2.0, urea >20 24-hour urine collection for protein : >1 gram/24 hours renal bx: hypercellular, sklerotik glomeruli dengan inklusi bulan sabitrenal bxThe need for biopsy should be assessed by a nephrologist.

22. IgA nephropathy Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

rulang makroskopik hematuria terkait dengan infeksi saluran pernapasanPada umumnya asimtomatik,hipertensi urinalysis: RBC casts, mild proteinuria urinalysisMedical renal diseases, suggested by the presence of dysmorphic red cells, proteinuria, and cellular casts, require referral to a nephrologist for further laboratory testing and imaging. In cases where renal failure, heavy proteinuria (>3 g/day), or severe HTN is present, a nephrology consult should be obtained immediately, as expeditious treatment or a renal bx may be necessary. urea and creatinine: creatinine >2.0, urea >20 24-hour urine collection for protein : >1 gram/24 hours renal bx: adanya IgA pada mesangium, proliferative crescents pada kasus berat

23. Systemic lupus erythematosus Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

arthralgias, demam ringan, kelelahan, malaise, anoreksia, mual, penurunan berat badan, kejang, fotosensitifitaskupu-kupu atau ruam diskoid, borok mulut atau vagina, vaskulitis retina, murmur sistolik urinalysis: pyuria, RBCs, granular casts, proteinuria urinalysisMedical renal diseases, suggested by the presence of dysmorphic red cells, proteinuria, and cellular casts, require referral to a nephrologist for further laboratory testing and imaging. In cases where renal failure, heavy proteinuria (>3 g/day), or severe HTN is present, a nephrology consult should be obtained immediately, as expeditious treatment or a renal bx may be necessary. urea and creatinine: creatinine >2.0, urea >20 24-hour urine collection for protein : >1 gram/24 hours renal bx : glomerulitis ringan deposisi imunoglobulin dan pembentukan bulan sabit proliferatiflupus serologies: elevated serum complement (C3, C4): low

24. Renal cancer Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

Nyeri pinggang, hx merokok, riwayat keluarga dengan kanker karsinoma sel ginjal, penyakit ginjal polikistik, paparan kimia karsinogenHTN, panggul massa, adenopati, varikokel kiri, edemas ekstremitas bawah renal ultrasound: solid or cystic renal mass CT abdomen with and without IV contrast: contrast enhancing renal mass CT abdomen with and without IV contrast85% of solid renal masses that enhance are renal cell carcinomas. [6] View image Other findings may include displacement and distortion of the renal collecting system or aberrant vasculature surrounding the mass.

25. Grawitz tumorAnamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

nyeri pinggang, hematuria dan massa pada pinggang merupakan tanda tumor dalam stadium lanjut, nyeri pada sisi ginjal yang terkena, penurunan berat badan, kelelahan, demam yang hilang-timbul, anemi , Varikokel akut , hipertensi

bisa diraba/dirasakan benjolan di perutPIV biasanya dikerjakan atas indikasi adanya hematuria tetapi jika diduga ada massa pada ginjal, pemeriksaan dilanjutkan dengan CT scan atau MRI. Dalam hal ini USG hanya dapat menerangkan bahwa ada massa solid atau kistik

26. Tumor WilmsAnamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

tumor abdomen, Hematuri (makroskopis) Hipertensi anemia, penurunan berat badan, infeksi saluran kencing, demam, malaise dan anoreksianyeri perut yang bersifat kolik

Massa abdomenIVP tampak distorsi sistem pielokalises dan berguna untuk mengetahui fungsi ginjal. pemeriksaan USG, tumor Wilms nampak sebagai tumor padat di daerah ginjal.kadarlactic dehydrogenase(LDH) meninggi danVinyl mandelic acid(VMA) dalam batas normal

27. Urethral cancer Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

lebih umum pada wanita putih dan pada mereka> 50 usia, frekuensi, keraguan, gejala kencing obstruktifTeraba massa, stricture IVU: filling defect, mass voiding cystourethrogram: filling defect, mass voiding cystourethrogramUseful in evaluating strictures, fistulas, diverticula, and neoplasms. urethroscopy: visible urethral mass

28. Penile cancer Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

hx lesi penis, hx dari kondilomaeritematosa patch, indurasi, massa teraba, limfadenopati inguinal skin biopsy: squamous cell carcinoma MRI/CT pelvis

29. Bladder stone Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

suprapubik nyeri, hematuria, gejala saluran kandung kemih obstruktif, operasi sebelumnyaNyeri tekan suprapubic urinalysis: haematuria, leukocyte esterase, nitrites non-contrast CT abdomen: bladder stone BNO: radio-opaque bladder stone KUBCertain stones, such as magnesium-ammonium phosphate stones, are generally radiolucent and may be seen as a filling defect in the bladder or not visible on plain radiograph.

30. Cytotoxic medications Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lainnya

hx dari penggunaan analgesik atau penyalahgunaan, aminoglikosida, cyclophosphamide, cyclosporine, penisilin, sulfonamid, non-steroid anti-inflamasi, hematuria berulang, nyeri pinggang, disuriahypotension, oedema, suprapubic pain urinalysis: dismorfik merah sel, gips sel merah, proteinuria, mikroalbuminuria urinalysisInsults to the kidney by nephrotoxic medications may present as medical renal disease and requires referral to a nephrologist for further laboratory testing and imaging. FBC: peripheral blood eosinophilia FBCDrug hypersensitivity results from interactions between a pharmacological agent and the human immune system. serum creatinine: elevated cystoscopy: amyloid deposits, haemorrhagic inflammation

31. Anticoagulation Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

hx fibrilasi atrium, katup mekanik, stroke, memar, perdarahan gusipanggul massa, nyeri tekan sudut kostovertebral, memar, perdarahan gusi coagulation studies: elevated

32. Exercise-induced haematuria Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

Setelah olahraga beratnormal urinalysis: RBCs

33. Loin pain haematuria syndrome Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

perempuan muda, hematuria intermiten, panggul nyeri intermiten mulai dari yang ringan sampai parah, penggunaan kontrasepsi orallow-grade fever urinalysis: diagnosa klinis, dan tes tidak secara rutin direkomendasikan

34. Medication Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

penggunaan obat seperti Pyridium, rifampin, fenitoin, levodopa, metildopa, dan kinanormal urinalysis : diagnosa klinis, dan tes tidak secara rutin direkomendasikan

35. Food-related Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

Riwayat makan bit, blackberry, rhubarbnormal urinalysis: : diagnosa klinis, dan tes tidak secara rutin direkomendasikan

I.PENATALAKSANAAN

Jika terdapat gumpalan darah pada buli-buli yang menimbulkan retensi urine, coba dilakukan kateterisasi dan pembilasan buli-buli dengan memakai cairan garam fisiologis, tetapi jika tindakan ini tidak berhasil, pasien secepatnya dirujuk untuk menjalani evakuasi bekuan darah transuretra dan sekaligus menghentikan sumber perdarahan. Jika terjadi eksanguinasi yang menyebabkan anemia, harus dipikirkan pemberian transfusi darah. Demikian juga jika terjadi infeksi harus diberikan antibiotika. (Mellisa C Stoppler, 2010) . Setelah hematuria dapat ditanggulangi, tindakan selanjutnya adalah mencari penyebabnya dan selanjutnya menyelesaikan masalah primer penyebab hematuria. (Mellisa C Stoppler, 2010)Tidak ada pengobatan spesifik untuk hematuria. Pengobatannya tergantung pada penyebabnya:1. Infeksi saluran kemih, biasanya diatasi dengan antibiotik.2. Batu ginjal, dengan banyak minum. Jika batu tetap tidak keluar, dapat dilakukan ESWL atau pembedahan.3. Pembesaran prostat, diatasi dengan obat-obatan atau pembedahan.4. Kanker, dilakukan pembedahan, untuk mengangkat jaringan kanker, atau kemoterapi.

J.KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATANa. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik harus fokus pada deteksi hipertensi yang hadir bersamaan dengan sindrom nefritik dan penyakit pembuluh darah ginjal, edema terkait dengan sindrom nefrotik, massa perut atau panggul teraba menyarankan ginjal neoplasma, dan adanya nyeri ketok kostovertebral atau nyeri tekan suprapubik berhubungan dengan infeksi saluran kemih. Pemeriksaan rektal pada pria dapat mengungkapkan nodularitas prostat atau pembesaransebagai penyebab potensial.Pada pemeriksaan diperhatikan adanya hipertensi yang mungkin merupakan manifestasi dari suatu penyakit ginjal. Syok hipovolemik dan anemia mungkin disebabkan karena banyak darah yang keluar. Ditemukannya tanda-tanda perdarahan di tempat lain adalah petunjuk adanya kelainan sistem pembekuan darah yang bersifat sistemik. 1. Pucat pada kulit dan konjungtiva sering terlihat pada pasien dengan anemia.2. Periorbital, skrotum, dan edema perifer, mungkin menunjukkan hipoalbuminemia dari glomerulus atau penyakit ginjal.3. Cachexia mungkin menunjukkan keganasan.4. Nyeri tekan dari sudut kostovertebral, dapat disebabkan oleh pielonefritis atau dengan perbesaran massa seperti tumor ginjal.5. Nyeri suprapubik sistitis, baik yang disebabkan oleh infeksi, radiasi, atau obat sitotoksik.6. Kandung kemih tidak teraba ketika didekompresi, kandung kemih diisi dengan 200 mL urin percussible. Dalam retensi urin akut, biasanya terlihat dalam kasus-kasus BPH atau obstruksi oleh bekuan, kandung kemih bisa diraba dan dapat dirasakan hingga tingkat umbilikus.7. Palpasi bimanual pada ginjal perlu diperhatikan adanya pembesaran ginjal akibat tumor, obstruksi, ataupun infeksi ginjal. Massa pada suprasimfisis mungkin disebabkan karena retensi bekuan darah pada buli-buli.8. Pada colok dubur, ukuran, bentuk dan konsistensi prostat dinilai mengetahui adanya pembesaran prostat benigna maupun karsinoma prostat. Setelah prostatektomi enukleasi maupun endoskopik, simpai prostat dibiarkan sehingga pada colok dubur memberikan kesan prostat masih membesar. Lobus medial prostat yang mungkin menonjol ke kandung kemih umumnya tidak dapat dicapai dengan jari. Karsinoma prostat menyebabkan asimetri dan perubahan konsistensi setempat. Diagnosis dipastikan melalui biopsy jarum transrektal.9. Pemeriksaan dengan menggunakan berbagai kateter yang dahulu dibuat dari karet dan sekarang lateks, politen atau silicon. Ujung kateter dibuat dalam berbagai bentuk supaya tidak dapat tercabut; yang biasa ialah bentuk Foley yang pada ujungnya berbentuk balon yang dapat dikembangkan. Untuk ukurannya digunakan skala Charriere, berdasarkan skala Prancis yang menyatakan ukuran lingkaran di luarnya dan bukan diameternya. Diameter didapat dengan membagi ukuran Charriere dengan tiga. (Wim de Jong, dkk, 2004).Dalam mencari penyebab hematuria perlu dicari data yang terjadi pada saat episode hematuria, antara lain:1. Bagaimanakah warna urine yang keluar?2. Apakah diikuti dengan keluarnya bekuan-bekuan darah?3. Di bagian manakah pada saat miksi urine berwarna merah?4. Apakah diikuti dengan perasaan sakit ? (Mellisa C Stoppler, 2010)Perlu ditanyakan juga, beberapa faktor risiko untuk kanker urothelial pada pasien dengan hematuria mikroskopis1. Riwayat merokok2. Kerja paparan bahan kimia atau pewarna (benzenes atau aromatic amine)3. Riwayat gross hematuria sebelumnya4. Usia di atas 40 tahun5. Riwayat gangguan berkemih, nyeri saat berkemih, dan infeksi saluran kemih6. Penyalahgunaan analgetik7. Riwayat radiasi panggul.b. Diagnosa Keperawatan1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis2. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan mekanisme pertahanan primer3. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan Hb4. Cemas berhubungan dengan krisis situasional

Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Nyeri akut berhubungan dengan: Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan

DS:1. Laporan secara verbal DO:1. Posisi untuk menahan nyeri 1. Tingkah laku berhati-hati1. Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)1. Terfokus pada diri sendiri 1. Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan) 1. Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)1. Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)1. Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) 1. Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) 1. Perubahan dalam nafsu makan dan minumNOC : 1. Pain Level, 1. pain control, 1. comfort level

Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama . Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri1. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)1. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang1. Tanda vital dalam rentang normal1. Tidak mengalami gangguan tidur

NIC :1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi1. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan1. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan1. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan1. Kurangi faktor presipitasi nyeri1. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi1. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin1. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ...1. Tingkatkan istirahat1. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur1. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Risiko infeksi

Faktor-faktor risiko : 1. Prosedur Infasif1. Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan 1. Malnutrisi 1. Peningkatan paparan lingkungan patogen 1. Imonusupresi 1. Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi)1. Penyakit kronik1. Imunosupresi1. Malnutrisi1. Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan kulit, trauma jaringan, gangguan peristaltik)NOC : 1. Immune Status1. Knowledge : Infection control1. Risk control

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi1. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi1. Jumlah leukosit dalam batas normal1. Menunjukkan perilaku hidup sehat1. Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal

NIC :1. Pertahankan teknik aseptif1. Batasi pengunjung bila perlu1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan1. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung1. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum1. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing 1. Tingkatkan intake nutrisi1. Berikan terapi antibiotik:.................................1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal1. Pertahankan teknik isolasi k/p1. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase1. Monitor adanya luka1. Dorong masukan cairan1. Dorong istirahat1. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi1. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam

Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Risiko trauma

Faktor-faktor risikoInternal:Kelemahan, penglihatan menurun, penurunan sensasi taktil, penurunan koordinasi otot, tangan-mata, kurangnya edukasi keamanan, keterbelakangan mental

Eksternal:Lingkungan

NOC :0. Knowledge : Personal Safety0. Safety Behavior : Fall Prevention0. Safety Behavior : Fall occurance0. Safety Behavior : Physical Injury0. Tissue Integrity: Skin and Mucous MembranSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama.klien tidak mengalami trauma dengan kriteria hasil:1. pasien terbebas dari trauma fisikNIC :Environmental Management safety Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan) Memasang side rail tempat tidur Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien. Membatasi pengunjung Memberikan penerangan yang cukup Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien. Mengontrol lingkungan dari kebisingan Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.

Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Kecemasan berhubungan denganFaktor keturunan, Krisis situasional, Stress, perubahan status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi

DO/DS:1. Insomnia1. Kontak mata kurang1. Kurang istirahat1. Berfokus pada diri sendiri1. Iritabilitas1. Takut1. Nyeri perut1. Penurunan TD dan denyut nadi1. Diare, mual, kelelahan1. Gangguan tidur1. Gemetar1. Anoreksia, mulut kering1. Peningkatan TD, denyut nadi, RR1. Kesulitan bernafas1. Bingung1. Bloking dalam pembicaraan1. Sulit berkonsentrasiNOC : Kontrol kecemasan Koping

Setelah dilakukan asuhan selama klien kecemasan teratasi dgn kriteria hasil:1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas1. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas1. Vital sign dalam batas normal1. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

NIC :Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)1. Gunakan pendekatan yang menenangkan 1. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien1. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur1. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut1. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis 1. Libatkan keluarga untuk mendampingi klien1. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi1. Dengarkan dengan penuh perhatian1. Identifikasi tingkat kecemasan 1. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan1. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi1. Kelola pemberian obat anti cemas:........

DAFTAR PUSTAKA

Guyton and Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGCMoore L Keith, Anne M. 2003. Anatomi klinis Dasar.Jakarta: HipocratesSetyohadi, Bambang (dkk). 2006. Ilmu penyakit Dalam (edisi keempat). Jakarta. Departememen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaSloane, Ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula.Jakarta: EGCJunqueir, Luiz carlos. 2007. Histologi Dasar teks dan atlas. Jakarta: EGC.Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung SetoSilvia and Wilson. 2006. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC.