laporan pendahuluan gangguan mobilitas fisik

27
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK Browse » Home » Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap » LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK GANGGUAN MOBILITAS FISIK 1. Definisi a. Mobilisasi Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang (Ansari, 2011). Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan bebas (Kosier, 1989 cit Ida 2009) Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Mubarak, 2008). Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (Aziz AA, 2006) Mobililis/ mobilisatio adalah usahagerak/ memgerakakn (Brooker Christine, 2001)

Upload: nandanus

Post on 09-Jul-2016

720 views

Category:

Documents


130 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK Browse » Home » Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap » LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK

 GANGGUAN MOBILITAS FISIK1.         Definisia.         Mobilisasi   Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang

(Ansari, 2011).   Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan bebas (Kosier,

1989 cit Ida 2009)   Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Mubarak, 2008).

   Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (Aziz AA, 2006)

   Mobililis/ mobilisatio adalah usahagerak/ memgerakakn (Brooker Christine, 2001)   Mobilitas fisik yaitu keadaan keika tseseorang mengalami atau bahkan beresiko mengalami

keterbatasan fisik dan bukan merupakan immobile (Doenges, M.E, 2000)   Mobilitas atau Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan

teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.b.        Imobilisasi

Page 2: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

   Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang darimobilitas optimal (Ansari, 2011).

   Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat tidur,tidak bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat/organ tubuh yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak / tirah baring yang terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis (Bimoariotejo, 2009).

   Immobility (imobilisasi) adalah keadaan tidak bergerak/ tirah baring (bed rest) selama 3 hari atau lebih (Adi, 2005). Suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami seseorang (Pusva, 2009).

   Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).

   Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing  Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yangmengalami atau beresiko mengalami keterbatsan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi motorik,klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gipsatau traksi), dan pembatasan gerakan volunteer (Potter, 2005).

   Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan tubuhnya sendiri. Imobilisasi dikatakan sebagai faktor resiko utama pada munculnya luka dekubitus baik di rumah sakit maupun di komunitas. Kondisi ini dapat meningkatkan waktu penekanan pada jaringan kulit, menurunkan sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan luka dekubitus. Imobilisasi disamping mempengaruhi kulit secara langsung, juga mempengaruhi beberapa organ tubuh. Misalnya pada system kardiovaskuler,gangguan sirkulasi darah perifer, system respirasi, menurunkan pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara (ekspansi paru) dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh Lindgren et al, 2004)

2.         Tujuan Mobilisasi   Memenuhi kebutuhan dasar manusia   Mencegah terjadinya trauma   Mempertahankan tingkat kesehatan   Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari - hari   Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh

3.         Batasan karakteristika.         Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan, termasuk mobilitas di

tempat tidur, berpindah dan ambulasi.b.        Keengganan untuk melakukan pergerakan.c.         Keterbatasan rentang gerak.d.        Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot.e.         Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protocol-protokol mekanis dan medis

Page 3: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

f.         Gangguan koordinasi

4.         Jenis Mobilitas dan Imobilitasa.         Jenis Mobilitas :1)        Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas

sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.

2)        Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

a)         Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.

b)        Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.

b.        Rentang Gerak dalam mobilisasiDalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :

1)        Rentang gerak pasifRentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

2)        Rentang gerak aktifHal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.

3)        Rentang gerak fungsionalBerguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan

c.         Jenis Imobilitas :1)        Imobilisasi fisik,

merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.

2)        Imobilisasi intelektual,merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir.

3)        Imobilitas emosional,merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.

4)        Imobilitas sosial,merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

Page 4: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

5.         Etiologia.         Penyebab

Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit (Setiati dan Roosheroe, 2007).Penyebab secara umum:

   Kelainan postur   Gangguan perkembangan otot   Kerusakan system saraf pusat   Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular   Kekakuan otot

Kondisi-kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain: (Restrick, 2005)1)        Fall2)        Fracture3)        Stroke4)        Postoperative bed rest5)        Dementia and Depression6)        Instability7)        Hipnotic medicine8)        Impairment of vision9)        Polipharmacy10)    Fear of fall b.        Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi1)        Gaya hidup

Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk.

2)        Proses penyakit dan injuriAdanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.

3)        KebudayaanKebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.

Page 5: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

4)        Tingkat energiSetiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.

5)        Usia dan status perkembanganSeorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.

c.         Faktor resikoBerbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut, seperti pada tabel berikut:

Gangguan muskuloskeletal

ArtritisOsteoporosisFraktur (terutama panggul dan femur)Problem kaki (bunion, kalus)Lain-lain (misalnya penyakit paget)

Gangguan neurologis Strokeparkinson PenyakitLain-lain (disfungsi serebelar, neuropati)

Penyakit kardiovaskular

Gagal jantung kongensif  (berat)Penyakit jantung koroner (nyeri dada yang sering)Penyakit vaskular perifer (kardkasio yang sering)

Penyakit paru Penyakit paru obstruksi kronis (berat)Faktoe sensorik Gangguan penglihatan

Takut (instabilitas dan takut akan jatuh)Penyebab lingkungan Imobilisasi yang dipaksakan (di rumah sakit atau

panti werdha)Alat bantu mobilitas yang tidak adekuat

Nyeri akut atau kronikLain-lain Dekondisi (setelah tirah baring lama metastasis luas

pada keganasan)MalnutrisiPenyakit sistemik berat (misalnya metastasis luas pada keganasan)DepresiEfek samping obat (misalnya kekuatan yang disebabkan obat antipsikotik)

6.         PatofisiologiMobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal,

sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot

Page 6: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.

Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.

Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:

   Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.

   Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang yang mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum dan iga.

   Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang disatukan dengan ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak dengan jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan fibula) .

   Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha (hip) dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.

   Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis dan membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif. Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non elastis, dan ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord (tulang belakang) saat punggung bergerak.

   Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.

   Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler, terutama berada disendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.

Page 7: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

   Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer utama, berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.

   Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.

7.         Tanda Dan Gejalaa.         Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:

EFEK HASIL

  Penurunan konsumsi oksigen maksimum

  Penurunan fungsi ventrikel kiri  Penurunan volume sekuncup  Perlambatan fungsi usus  Pengurangan miksi  Gangguan tidur

 Intoleransi ortostatik

 Peningkatan denyut jantung, sinkop Penurunan kapasitas kebugaran Konstipasi Penurunan evakuasi kandung kemih Bermimpi pada siang hari, halusinasi

     b.        Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ

ORGAN / SISTEM PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT IMOBILISASI

Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan otot, penurunan area potong lintang otot, kontraktor, degenerasi rawan sendi, ankilosis, peningkatan tekanan intraartikular, berkurangnya volume sendi

Kardiopulmonal dan pembuluh darah

Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi miokard, intoleran terhadap ortostatik, penurunan ambilan oksigen maksimal (VO2 max), deconditioning jantung, penurunan volume plasma, perubahan uji fungsi paru, atelektasis paru, pneumonia, peningkatan stasis vena, peningkatan agresi trombosit, dan hiperkoagulasi

Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulitMetabolik dan endokrin

Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria, natriuresis dan deplesi natrium, resistensi insulin (intoleransi glukosa), hiperlipidemia, serta penurunan absorpsi dan metabolisme vitamin/mineral

8.         Komplikasia.         Perubahan Metabolik 

Page 8: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal, mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam tubuh. Immobilisasi menggangu fungsi metabolic normal antara lain laju metabolic: metabolisme karbohidarat, lemak, dan protein, keseimbangan cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium, dan gangguan pencernaan. Keberdaaan infeksius padaklien immobilisasi meningkatkan BMR karena adanya demam dan penyembuhanluka yang membutuhkan peningkatan kebutuhan oksgen selular.Gangguan metabolic yang mungkin terjadi :

1)        Defisensi kalori dan proterin merupakan karakteristik klien yangmengalamianoreksia sekunder akibat mobilisasi. Immobilisasi menyebabkan asam aminotidak digunakan dan akan diekskresikan. Pemcahan asasm amino akan terusterjadi dan menghasilkan nitrogen sehingga akumulasinya kan menyebbakankeseimbangan nitrogen negative , kehilangan berat badan , penurnan massaotot, dan kelemahan akibat katabolisme jarinagn. Kehilangan masa otottertutama pada hati,jantung,paru-paru, saluran pencernaan, dan imunitas.

2)        Ekskresi kalssium dalam urin ditngkatkan melalui resorpsi tulang. Hal initerjadi karena immobilisasi menyebabkan kerja ginjal yang menyebabkanhiperkalsemia.

3)        Gangguan nutrisi (hipoalbuminemia) Imobilisasi akan mempengaruhi system metabolik dan endokrin yang akibatnya akan terjadi perubahan terhadap metabolisme zat gizi. Salah satu yang terjadi adalah perubahan metabolisme protein. Kadar plasma kortisol lebih tinggi pada usia lanjut yang imobilisasi sehingga menyebabkan metabolisme menjadi katabolisme. Keadaan tidak  beraktifitas dan imobilisasi selama 7 hari akan meningkatkan ekskresinitrogen urin sehingga terjadi hipoproteinemia.

4)        Gannguan gastrointestinal terjadi akibta penurunan motilitas usus. Konstipasi sebagai gejala umum , diare karena feces yang cair melewati bagian tejpit dan menyebabkan masalah serius berupa obstruksi usus mekanik bila tidak ditangani karena adanya distensi dan peningkatan intraluminal yang akan semakin parah bila terjadi dehidrasi, terhentinya basorbsi, gannguan cairan dan elektrolit.

b.        Ketidakseimbangan Cairan dan ElektrolitTerjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsenstrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema, sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

c.         Gangguan Pengubahan Zat GiziTerjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa melaksanakan aktivitas metabolisme,

d.        Gangguan Fungsi GastrointestinalImobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi  gastrointestinal, karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna dan dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.

e.         Perubahan Sistem PernapasanImobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot,

f.         Perubahan Kardiovaskular

Page 9: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus.

g.        Perubahan Sistem Muskuloskeletal   Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas, dapat menyebabkan

turunnya kekuatan otot secara langsung.   Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skeletal, misalnya akan

mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis.h.        Perubahan Sistem Integumen

Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.

i.          Perubahan EliminasiPerubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah urine.

j.          Perubahan PerilakuPerubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya.

9.         Pemeriksaan Penunjanga.         Pemeriksaan Fisik1)        Mengkaji skelet tubuh

Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.

2)        Mengkaji tulang belakang   Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)   Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)   Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)3)        Mengkaji system persendian

Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi

4)        Mengkaji system ototKemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.

5)        Mengkaji cara berjalanAdanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).

6)        Mengkaji kulit dan sirkulasi periferPalpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.

7)        Mengkaji  fungsional klien   Kategori tingkat kemampuan aktivitas

Page 10: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

TINGKAT AKTIVITAS/ MOBILITAS

KATEGORI

0 Mampu merawat sendiri secara penuh1 Memerlukan penggunaan alat2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan

peralatan4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau

berpartisipasi dalam perawatan

   Rentang gerak (range of motion-ROM)

GERAK SENDIDERAJAT RENTANG

NORMAL

Bahu Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari posisi samping ke atas kepala, telapak tangan menghadap ke posisi yang paling jauh.

180

Siku Fleksi: angkat lengan bawah ke arah depan dan ke arah atas menuju bahu.

150

Pergelangan tangan

Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah bagian dalam lengan bawah.

80-90

Ekstensi: luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi

80-90

Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke arah belakang sejauh mungkin

70-90

Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika telapak tangan menghadap ke atas.

0-20

Adduksi: tekuk pergelangan tangan ke arah kelingking telapak tangan menghadap ke atas.

30-50

Tangan dan jari

Fleksi: buat kepalan tangan 90Ekstensi: luruskan jari 90Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin

30

Abduksi: kembangkan jari tangan 20Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari posisi abduksi

20

   Derajat kekuatan otot

SKALAPERSENTASE KEKUATAN

NORMAL (%)KARAKTERISTIK

0 0 Paralisis sempurna

Page 11: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau dilihat

2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan

3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi4 75 Gerakan penuh yang normal melawan

gravitasi dan melawan tahanan minimal5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang

normal melawan gravitasi dan tahanan penuh

   KATZ INDEXAKTIVITAS KEMANDIRIAN

(1 poin)

TIDAK ADA pemantauan, perintah

ataupun didampingi

KETERGANTUNGAN

(0 poin)

Dengan pemantauan, perintah,

pendampingan personal atau

perawatan total

MANDI (1 poin)

Sanggup mandi sendiri tanpa

bantuan, atau hanya memerlukan

bantuan pada bagian tubuh tertentu

(punggung, genital, atau

ekstermitas lumpuh)

(0 poin)

Mandi dengan bantuan lebih dari

satu bagian tuguh, masuk dan

keluar kamar mandi. Dimandikan

dengan bantuan total

BERPAKAIAN (1 poin)

Berpakaian lengkap mandiri. Bisa

jadi membutuhkan bantuan unutk

memakai sepatu

(0 poin)

Membutuhkan bantuan dalam

berpakaian, atau dipakaikan baju

secara keseluruhan

TOILETING (1 poin)

Mampu ke kamar kecil (toilet),

mengganti pakaian, membersihkan

genital tanpa bantuan

(0 poin)

Butuh bantuan menuju dan keluar

toilet, membersihkan sendiri atau

menggunakan telepon

PINDAH

POSISI

(1 poin)

Masuk dan bangun dari tempat

tidur / kursi tanpa bantuan. Alat

bantu berpindah posisi bisa diterima

(0 poin)

Butuh bantuan dalam berpindah

dari tempat tidur ke kursi, atau

dibantu total

KONTINENSIA (1 poin)

Mampu mengontrol secara baik

perkemihan dan buang air besar

(0 poin)

Sebagian atau total inkontinensia

bowel dan bladder

MAKAN (1 poin) (0 poin)

Page 12: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

Mampu memasukkan makanan ke

mulut tanpa bantuan. Persiapan

makan bisa jadi dilakukan oleh

orang lain.

Membutuhkan bantuan sebagian

atau total dalam makan, atau

memerlukan makanan parenteral

Total Poin :6 = Tinggi (Mandiri);  4 = Sedang;  <2 = Ganggaun fungsi berat;  0 = Rendah (Sangat tergantung)

   Indeks ADL  BARTHEL (BAI)NO FUNGSI SKOR KETERANGAN

1 Mengendalikan rangsang pembuangan tinja

0

1

2

Tak terkendali/ tak teratur (perlu pencahar).Kadang-kadang tak terkendali (1x seminggu).Terkendali teratur.

2 Mengendalikan rangsang berkemih

01

2

Tak terkendali atau pakai kateterKadang-kadang tak terkendali (hanya 1x/24 jam)Mandiri

3 Membersihkan diri (seka muka, sisir rambut, sikat gigi)

01

Butuh pertolongan orang lainMandiri

4 Penggunaan jamban, masuk dan keluar (melepaskan, memakai celana, membersihkan, menyiram)

01

2

Tergantung pertolongan orang lainPerlu pertolongan pada beberapa kegiatan tetapi dapat mengerjakan sendiri beberapa kegiatan yang lain.Mandiri

5 Makan 012

Tidak mampuPerlu ditolong memotong makananMandiri

6 Berubah sikap dari berbaring ke duduk

0123

Tidak mampuPerlu banyak bantuan untuk bias dudukBantuan minimal 1 orang.Mandiri

7 Berpindah/ berjalan 0123

Tidak mampuBisa (pindah) dengan kursi roda.Berjalan dengan bantuan 1 orang.Mandiri

8 Memakai baju 01

Tergantung orang lainSebagian dibantu (mis: memakai

Page 13: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

2 baju)Mandiri.

9 Naik turun tangga 012

Tidak mampuButuh pertolonganMandiri

10 Mandi 01

Tergantung orang lainMandiri

Total SkorSkor BAI :20         : Mandiri12 - 19 : Ketergantungan ringan9 - 11   : Ketergantungan sedang5 - 8     : Ketergantungan berat0 - 4     : Ketergantungan total

b.        Pemeriksaan Penunjang   Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.   CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan

dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.

   MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.

   Pemeriksaan Laboratorium:Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.

Gangguan Mobilitas Fisik

10.     Pencegahana.         Pencegahan primer

Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsug sepanjang kehidupan dan episodic. Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada fungsi system musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses episodic pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat tmbul akibat imoblitas atau ketidak aktifan.

Page 14: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

   Hambatan terhadap latihanBerbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan secara teratur. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi social yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal, perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet yang buruk) depresi gangguan tidur, kurangnya transportasi dan kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak mendukung.

   Pengembangan program latihanProgram latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan mengalami peningkatan. Program tersebut disusun untuk memberikn kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat memberikan efek latihan.Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama, pengkajian tentang factor-faktor pengganggu berikut ini akan membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan pengalaman;

o    Aktivitas sat ini dan respon fisiologis denyut nadsi sebelum, selama dan setelah aktivitas diberikan)

o    Kecenderungan alami (predisposisi atau penngkatan kearah latihan khusus)o    Kesulitan yang dirasakano    Tujuan dan pentingnya lathan yang dirasakano    Efisiensi latihan untuk dirisendiri (derajat keyakinan bahwa seseorang akan berhasil)   Keamanan

Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh klien, instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan. Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas yang tepat.

b.        Pencegahan SekunderSpiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas dapat dkurangi atau dicegah dengan intervensi keperawatan. Keberhasilan intervensi berasal dri suatu pengertian tentang berbagai factor yang menyebabkan atau turut berperan terhadap imobilitas dan penuaan. Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi. Diagnosis keperawaqtan dihubungkan dengan poencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas fisik

Selain itu, Upaya mencegahkan terjadinya masalah akibat kurangnya mobilisasi antara lain:

   Perbaikan status gisi   Memperbaiki kemampuan monilisasi   Melaksanakan latihan pasif dan aktif   Mempertahankan posisi tubuh dengan benar sesuai dengan bady aligmen (Struktur tubuh).   Melakukan perubahan posisi tubuh secara periodik (mobilisasi untuk menghindari terjadinya

dekubitus / pressure area akibat tekanan yang menetap pada bagian tubuh.

11.     Penatalaksanaan Medisa.         Terapi1)        Penatalaksana Umum

Page 15: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

a)         Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan pramuwerdha.b)        Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama, pentingnya latihan

bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien.

c)         Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target terapi.

d)        Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi penyetara lainnya.

e)         Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau dihentkan bila memungkinkan.

f)         Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.

g)        Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi terbatas.

h)        Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri dan ambulasi.i)          Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.2)        Tatalaksana Khususa)         Tatalaksana faktor risiko imobilisasib)        Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.c)         Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter spesialis yang

kompeten.d)        Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien yang mengalami sakit atau

dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas permanen.

b.        Penatalaksanaan lain yaitu:1)        Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien

Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu :

a)         Posisi fowler (setengah duduk)b)        Posisi litotomic)         Posisi dorsal recumbentd)        Posisi supinasi (terlentang)e)         Posisi pronasi (tengkurap)f)         Posisi lateral (miring)g)        Posisi simh)        Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)2)      Ambulasi dini

Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-lain.

Page 16: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

3)      Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.

4)      Latihan isotonik dan isometrikLatihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.

5)      Latihan ROM Pasif dan AktifLatihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.Latihan-latihan itu, yaitu :

a)         Fleksi dan ekstensi pergelangan tanganb)        Fleksi dan ekstensi sikuc)         Pronasi dan supinasi lengan bawahd)        Pronasi fleksi bahue)         Abduksi dan adduksif)         Rotasi bahug)        Fleksi dan ekstensi jari-jarih)        Infersi dan efersi  kakii)          Fleksi dan ekstensi pergelangan kakij)          Fleksi dan ekstensi lututk)        Rotasi pangkal pahal)          Abduksi dan adduksi pangkal paha6)      Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif

Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak terjadinya imobilitas.7)      Melakukan Postural Drainase

Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan menggunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri. Postural drainase dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis, sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural drainase lebih efektif bila diikuti dengan perkusi dan vibrasi dada.

8)      Melakukan komunikasi terapeutikCara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan cara berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk mengekspresikan kecemasannya, memberikan dukungan moril, dan lain-lain.

12.     Pengkajian Keperawatana.         Aspek biologis1)        Usia.

Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai dengan tahap pekembangan individu.

2)        Riwayat keperawatan.

Page 17: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain.

3)        Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.

b.        Aspek psikologisAspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.

c.         Aspek sosial kulturalPengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor maupun sosial dan lain-lain

d.        Aspek spiritualHal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah klien menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi, 2008).

e.         Kemunduran musculoskeletalIndikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi.

f.         Kemunduran kardiovaskulerTanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop

g.        Kemunduran RespirasiIndikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.

h.        Perubahan-perubahan integumentIndikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan

i.          Perubahan-perubahan fungsi urinariaBukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah

Page 18: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

j.          Perubahan-perubahan GastrointestinalSensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.

k.        Faktor-faktor lingkunganLingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan mobilitas

13.     Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncula.         Gangguan mobilitas fisikb.        Nyeri akutc.         Intoleransi aktivitasd.        Defisit perawatan diri (Tarwoto & Wartonah, 2003)

RENCANA KEPERAWATAN

NO DX

DIANGOSA KEPERAWATAN

DAN KOLABORASI

TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)

1 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kerusakan sensori persepsi.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x 24 jam klien menunjukkan:

  Mampu mandiri total  Membutuhkan alat bantu  Membutuhkan bantuan orang lain  Membutuhkan bantuan orang lain dan alat  Tergantung total

Dalam hal :  Penampilan posisi tubuh yang benar  Pergerakan sendi dan otot  Melakukan perpindahan/ ambulasi : miring

kanan-kiri, berjalan, kursi roda

Latihan Kekuatan  Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk melakukan program latihan

secara rutin

Latihan untuk ambulasi  Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang aman kepada klien dan

keluarga.  Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan walker  Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan yang aman.

Latihan mobilisasi dengan kursi roda  Ajarkan pada klien & keluarga

berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya.  Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota tubuh  Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan kursi roda

Latihan Keseimbangan  Ajarkan pada klien & keluarga

dan menjaga keseimbangan selama latihan ataupun dalam aktivitas sehari hari.

Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar

Page 19: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

  Ajarkan pada klien/ keluargauntuk menghindari kelelahan, keram & cedera.

  Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latihan.

2 Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik

Setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama …. x 24 jam:

 Pain Level, Pain control, Comfort level

Kriteria Hasil :  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab

nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

  Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

  Tanda vital dalam rentang normal

Pain Management  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri

pasien  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan

kontrol nyeri masa lampau  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan  Kurangi faktor presipitasi nyeri  Ajarkan tentang teknik non farmakologi  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri  Tingkatkan istirahat  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak

berhasil  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

3 Intoleransi aktivitas berhubungan denganKelemahan umum

Setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama …. x 24 jam :

  Klien mampu mengidentifikasi aktifitas dan situasi yang menimbulkan kecemasan yang   berkonstribusi pada intoleransi aktifitas.

  Klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan TD, N, RR dan perubahan ECG

  Klien mengungkapkan secara verbal, pemahaman tentang kebutuhan oksigen, pengobatan dan atau alat yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktifitas.

  Klien mampu berpartisipasi dalam perawatan diri tanpa bantuan atau dengan bantuan minimal tanpa menunjukkan kelelahan

Managemen Energi  Tentukan penyebab keletihan: :nyeri, aktifitas, perawatan , pengobatan  Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas.  Evaluasi motivasi dan keinginan klien untuk meningkatkan aktifitas.  Monitor respon kardiorespirasi terhadap aktifitas : takikardi, disritmia,

dispnea, diaforesis, pucat.  Monitor asupan nutrisi untuk memastikan ke adekuatan sumber energi.  Monitor respon terhadap pemberian oksigen : nadi, irama jantung, frekuensi

Respirasi terhadap aktifitas perawatan diri.  Letakkan benda-benda yang sering digunakan pada tempat yang mudah

dijangkau  Kelola energi pada klien dengan pemenuhan kebutuhan makanan, cairan,

kenyamanan / digendong untuk mencegah tangisan yang menurunkan energi.

  Kaji pola istirahat klien dan adanya faktor yang menyebabkan kelelahan.

Terapi Aktivitas  Bantu klien melakukan ambulasi yang dapat ditoleransi.  Rencanakan jadwal antara aktifitas dan istirahat.  Bantu dengan aktifitas fisik teratur : misal: ambulasi, berubah posisi,

perawatan personal, sesuai kebutuhan.  Minimalkan anxietas dan stress, dan berikan istirahat yang adekuat  Kolaborasi dengan medis untuk pemberian terapi, sesuai indikasi

4 Defisit perawatan diri berhubungan dengan Kerusakan neurovaskuler

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama... x24 jmKlien mampu :

  Melakukan ADL mandiri : mandi, hygiene mulut ,kuku, penis/vulva, rambut, berpakaian, toileting, makan-minum, ambulasi

  Mandi sendiri atau dengan bantuan tanpa kecemasan

Bantuan Perawatan Diri: Mandi, higiene mulut, penil/vulva, rambut, kulit

  Kaji kebersihan kulit, kuku, rambut, gigi, mulut, perineal, anus  Bantu klien untuk mandi, tawarkan pemakaian lotion, perawatan kuku,

rambut, gigi dan mulut, perineal dan anus, sesuai kondisi  Anjurkan klien dan keluarga

dan bila perlu  Kolaborasi dgn Tim Medis / dokter gigi bila ada lesi, iritasi, kekeringan

mukosa mulut, dan gangguan integritas kulit.

Page 20: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

  Terbebas dari bau badan dan mempertahankan kulit utuh

  Mempertahankan kebersihan area perineal dan anus

  Berpakaian dan melepaskan pakaian sendiri  Melakukan keramas, bersisir, bercukur,

membersihkan kuku, berdandan  Makan dan minum sendiri, meminta

bantuan bila perlu  Mengosongkan kandung kemih dan bowel

Bantuan perawatan diri : berpakaian  Kaji dan dukung kemampuan klien untuk berpakaian sendiri  Ganti pakaian klien setelah personal hygiene, dan pakaikan pada ektremitas

yang sakit/ terbatas terlebih dahulu, Gunakan pakaian yang longgar  Berikan terapi untuk mengurangi nyeri sebelum melakukan aktivitas

berpakaian sesuai indikasi

Bantuan perawatan diri : Makan-minum  Kaji kemampuan klien untuk makan : mengunyah dan menelan makanan  Fasilitasi alat bantu yg mudah digunakan klien  Dampingi dan dorong keluarga untuk membantu klien saat makan

Bantuan Perawatan Diri: Toileting  Kaji kemampuan toileting: defisit sensorik

(inkontinensia), kognitif (menahan untuk toileting), fisik (kelemahan fungsi/ aktivitas)

  Ciptakan lingkungan yang aman(tersedia pegangan dinding/ bel), nyaman dan jaga privasi selama toileting

  Sediakan alat bantu (pispot, urinal) di tempat yang mudah dijangkau  Ajarkan pada klien dan keluarga untuk melakukan toileting secara teratur

Page 21: Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.

Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.

Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika