laporan pendahuluan

27
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIAGNOSA MEDIS DEMAM RHEUMA DI RUANG D II RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA A. PENGERTIAN Demam reumatik adalah suatu penyakit peradangan autoimun yang mengenai jaringan konektif jantung, tulang, subkutan dari pembuluh darah pada pusat system persyarafan, sebagai akibat dari infeksi beta streptococcus hemolythycus grup A. (Suriadi dan Rita, 2010). B. ETIOLOGI - Secara pasti belum diketahui - Penderita dengan infeksi saluran nafas yang tak terobati (kuman; A beta hemolytic streptococcus) C. PATOFISIOLOGI Hubungan patogenik antara infeksi saluran napas bagian atas oleh Streptococcus -hemolyticus grup A dengan demam reumatik akut masih belum jelas. Salah satu rintangan terbesar dari usaha untuk memahami patogenesis demam rematik akut dan penyakit jantung rematik adalah tidak terdapatnya binatang percobaan. Banyak teori dari demam rematik akut dan penyakit jantung reumatik yang telah diusulkan, namun hanya 2

Upload: ucik-fitri

Post on 07-Nov-2015

22 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

lp

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIAGNOSA MEDIS DEMAM RHEUMA DI RUANG D II RUMKITAL Dr. RAMELANSURABAYA

A. PENGERTIANDemam reumatik adalah suatu penyakit peradangan autoimun yang mengenai jaringan konektif jantung, tulang, subkutan dari pembuluh darah pada pusat system persyarafan, sebagai akibat dari infeksi beta streptococcus hemolythycus grup A. (Suriadi dan Rita, 2010).

B. ETIOLOGI Secara pasti belum diketahui Penderita dengan infeksi saluran nafas yang tak terobati (kuman; A beta hemolytic streptococcus)

C. PATOFISIOLOGI Hubungan patogenik antara infeksi saluran napas bagian atas oleh Streptococcus -hemolyticus grup A dengan demam reumatik akut masih belum jelas. Salah satu rintangan terbesar dari usaha untuk memahami patogenesis demam rematik akut dan penyakit jantung rematik adalah tidak terdapatnya binatang percobaan. Banyak teori dari demam rematik akut dan penyakit jantung reumatik yang telah diusulkan, namun hanya 2 yang dapat dipertimbangkan yaitu the cytotoxicity theory dan teori imunologik.The cytotoxicity theory berpendapat bahwa suatu toxin dari Streptococcus - hemolyticus grup A terlibat dalam patogenesis demam rematik akut dan penyakit jantung reumatik. Toksin ini akan beredar melalui pembuluh darah dan mempengaruhi sistem tubuh lainnya. Streptococcus -hemolyticus grup A memproduksi berbagai enzim yang bersifat sitotoksik untuk sel jantung mamalia, seperti streptolisin O, yang mempunyai efek sitotoksik langsung terhadap sel mamalia dalam kultur jaringan. Pendukung terbanyak dari teori cytotoxicity berpusat pada enzim ini.Namun, salah satu masalah utama dari hipotesis ini adalah ketidakmampuannya untuk menjelaskan periode laten antara faringitis oleh Streptococcus -hemolyticus grup A dengan onset dari demam reumatik akut.Teori imunologik menyatakan adanya suatu immune-mediated patogenesis untuk demam rematik akut dan penyakit jantung rematik. Munculnya teori ini oleh karena adanya persamaan manifestasi klinik dari demam rematik akut dengan penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh proses imunopatogenik dan adanya periode laten antara infeksi Streptococcus -hemolyticus grup A dengan demam rematik akut. Teori ini menyatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh sistem imun tubuh yang bertindak tidak sesuai. Sel imun tubuh (antibody), yang dibuat secara spesifik untuk mengenali dan menghancurksn agen penyebab penyakit yang memasuki tubuh dalam hal ini, Streptococcus -hemolyticus grup A. Antibodi ini mampu mengenali bakteri ini karena bakteri ini mengandung marker spesifik sebagai tanda pengenal yang disebut antigen. Determinan antigenik antara komponen Streptococcus -hemolyticus Grup A (protein M, membran protoblas, karbohidrat dinding sel grup A, kapsul hialuronat) dan jaringan spesifik mamalia (jantung, otak, persendian) serupa. Sebagai contoh, beberapa M protein (M1, M5, M6, M19) berbagi epitop dengan tropomiosin dan miosin pada manusia. Oleh karena adanya persamaan antara antigen Streptococcus -hemolyticus grup A dan antigen sel-sel tubuh tertentu, maka antibodi tersebut dapat salah mengenali dan menyerang sel tubuh sendiri.Infeksi saluran nafas bagian atas oleh Streptococcus -hemolyticus grup A adalah pencetus utama dari individu yang terpredisposisi. Usaha terakhir untuk menerangkan suspektabilitas pejamu terhadap kuman ini adalah gen respon imun yang ditemukan pada sekitar 15% seluruh populasi. Respon imun yang dicetuskan oleh kolonisasi Streptococcus -hemolyticus grup A di faring meliputi: (1) sensitisasi dari limfosit B oleh antigen streptokokus. (2) pembentukan antibodi antistreptokokus. (3) pembentukan kompleks imun yang mengalami reaksi silang dengan antigen sarkolema jantung. (4) respon inflamasi dari miokardium dan katup jantung.

D. MANIFESTASI KLINIS1. Manifestasi mayor Cardistis (tidak berfungsinya katup mitral dan aorta, pulse meningkat waktu istirahat dan tidur). Polyarthritis (panas, merah, bengkak pada persendian). Erytema marginatum (kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan) Nodula subcutaneous (terdapat pada permukaan ekstensor persendian). Khorea (kelainan neurologis akibat perubahan vaskular SSP)2. Manifestasi minor Demam Althralgia Demam rematik atau penyakit jantung rematik LED meningkat C-reative protein (CRP) ++ Antistretolysin O meningkat Anemia Leukositosis. Perubahan rekaman ECG (PR memanjang, interval QT).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan Laboratorium Kultur tenggorokan. Pengambilan sampel dengan cara mengusap kedua tonsil dan laring bagian posterior kemudian dibiak dalam medium agar darah domba, untuk melihat adanya infeksi Streptococcus -hemolyticus grup A. Rapid antigen detection test. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi antigen dari Streptococcus -hemolyticus grup A secara cepat, sehingga diagnosis dapat segera ditegakan dan terapi antibiotik dapat segera diberikan saat pasien masih berada dikamar pemeriksaan dokter. Antibodi antistreptokokus. Tanda-tanda klinik dari demam reumatik dimulai saat tingkat antibodi antistreptokokus mencapai puncaknya. Oleh karena itu, pemeriksaan ini berguna untuk mengkonfirmasi apakah sebelumnya pernah terinfeksi oleh Streptococcus -hemolyticus grup A. Antibodi antistreptokokus ini terutama berguna pada pasien dengan manifestasi klinis korea karena ini merupakan satu-satunya tanda diagnostic Acute-phase reactants: C-reactive protein dan lanju endap darah meningkat pada penderita demam rematik oleh karena proses inflamasi dari penyakit tersebut. Kedua pemeriksaan ini memiliki sensitifitas yang tinggi namun spesifitas yang rendah terhadap demam rematik Heart reactive antibodies: Tropomiosin meningkat pada penderita dengan demam rematik akut Rapid detection test for D8/17: Teknik immunofluorescence ini dapat mengidentifikasi B-cell marker D8/17 bernilai positif 90% pada penderita demam rematik dan dapat berguna untuk mengidentifikasi seseorang yang beresiko terkena demam rematik2. Foto thoraksKardiomegali, kongesti pulmonal, dan temuan lainnya yang berkaitan dengan kegagalan jantung terlihat pada foto thoraks seseorang dengan demam rematik. Saat pasien tersebut demam dan menunjukan distres pernapasan, foto thoraks membantu membedakan antara gagal jantung kongestif dan rematik pneumonia.3. Ekokardiografi Pada penderita penyakit jantung reumatik akut, ekokardiografi mengidentifikasi dan menilai insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel.4. EKG Sinus takikardi sering ditemukan bersamaan dengan penyakit jantung rematik. Dapat juga disertai dengan blok jantung derajat I, II atau III. Pada penderita yang disertai perikarditis akut, akan ditemukan ST elevasi yang terlihat pada lead II, III, aVF dan V4-V6. Penyakit jantung rematik juga dapat menyebabkan flutter atrium, takikardi atrium multifokal, atau fibrilasi atrium dari penyakit katup mitral kronik dan dilatasi atrium. Katerisasi jantung tidak diindikasikan untuk demam rematik akut. 5. Pemeriksaan Histologi Pemeriksaa patologi anatomi terhadap katup yang mengalami insufisiensi dapat ditemukan lesi verrucous pada garis penutupan. Ashcoff bodies (fokus perivaskuler yang merupakan kolagen eosinofil yang dikelilingi limfosit, sel plasma, dan makrofag) ditemukan di perikardium, regio perivaskular dari miokardium, dan endokardium. Ashcoff bodies tampak granulomatous dengan fokus sentral fibrinoid yang pada akhirnya akan digantikan oleh nodul-nodul jaringan parut.

F. PENATALAKSANAANTerdapat tiga tujuan dari pengobatan demam rematik: mengeliminasi sisa infeksi oleh kuman streptokokus; mengurangi peradangan, terutama pada sendi dan jantung, sehingga apat meringankan gejala; dan membatasi aktivitas fisik yang dapat memperburuk struktur-struktur yang mengalami peradangan. Penatalaksanaan demam rematik meliputi:1) tirah baring di rumah sakit, 2) eradikasi kuman streptokokus, 3) pemberian obat-obat antiradang,4) pengobaan korea,5) penanganan komplikasi, seperti gaga jantung, endokarditis bakteri, atau trombo-emboli6) pemberian diet bergizi tinggi mengandung cukup vitamin.

G. ASUHAN KEPERAWATAN1. PengkajianData fokus:a. Peningkatan suhu tubuh biasanya terjadi pada sore hari.b. Adanya riwayat infeksi saluran nafas.c. Tekanan darah menurun, denyut nadi meningkat, respirasi meningkat.d. Batuk non produktif.e. Epistaksisf. Nyeri abdomeng. Arthralgiah. Kelemahan ototi. Kehilangan nafsu makanj. Kehilangan berat badank. Manifestasi khusus:1) carditis:a) takikardiab) kardiomegalic) suara murmurd) perubahan suara jantunge) perubahan ECG (PR memanjang)f) Precordial paing) Precardial friction rub2) Polyarthritisa) Bengkak persendian, panas, kemerahan, nyeri tekan.b) Menyebar pada sendi lutut, siku, bahu, lengan.3) Nodul subcutaneous:a) Bengkak pada kulit, teraba lunak.b) Muncul sesaat, pada umumnya langsung diserap.c) Terdapat pada permukaan ekstensor persendian4) Khorea:a) Pergerakan ireguler pada ekstremitas, involunter.b) Involunter mimik wajahc) Gangguan bicarad) Emosi labile) Kelemahan ototf) Ketegangan otot bila cemas, hilang bila istirahat.5) Eritema marginatum:a) Makula kemerahan umum pada batang tubuh dan telapak tangan.b) Makula dapat berpindah lokasi tidak permanenc) Makula bersifat non pruritus

2. Diagnosa Keperawatana. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner; refleks spasme otot pada dinding perut.b. Koping individu tidak efektif b/d krisis situasional; sistem pendukung tidak adekuat; metode koping tidak efektif.c. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) b/d kurang pengetahuan; misinterpretasi informasi; ketrebatasan kognitif; menyangkal diagnosa.d. Perubahan penampilan peran b/d krisis situasional; proses penyembuhan; ragu-ragu akan masa depan.e. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).f. Resiko kerusakan pertukaran gas b/d penumpukan volume cairan berlebih pada pleura; perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).g. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.h. Ansietas b/d ancaman kehilangan/kematian; krisis situasional; ancaman terhadap konsep diri (citra diri).i. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.j. Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan katup mitral.k. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d iritasi mukos lambung, mual dan muntah; anoreksia.l. Resiko gangguan eleminasi alvi b/d penurunan peristaltik usus; absorpsi cairan berlebih pada saluran cerna.m. Resiko gangguan integritas kulit b/d penekanan pada sirkulasi perifer (stasis vena); immobilisasi.n. Gangguan eleminasi urine b/d penurunan perfusi glomerulus; penurunan kardiak output.o. Resiko kurang volume cairan tubuh b/d penurunan kardiak output; penurunan filtrasi glomerulus.p. Intoleran aktifitas b/d adanya pembengkakan dan nyeri pada persendian, kelemahan otot, penurunan curah jantung ( ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan).q. Resiko trauma b/d penurunan kesadaran; penurunan psikomotorik.r. Gangguan pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan fisik.

3. Intervensia. Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan katup mitral.Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, penurunan curah jantung dapat diminimalkan.Kriteria hasil: Vital sign dalam batas normal, Gambaran ECG normal, bebas gejala gagal jantung, urine output adekuat 0,5-2 ml/kgBB, klien ikut serta dalam aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung.Intervensi:IntervensiRasional

1. Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur setiap 4 jam.2. Catat bunyi jantung.

3. Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.

4. Pantau intake dan output setiap 24 jam.

5. Batasi aktifitas secara adekuat.

6. Berikan kondisi psikologis lingkungan yang tenang.1. Memonitor adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin.2. Mengetahui adanya perubahan irama jantung.3. Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya curah jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi aliran darah pada ventrikel.4. Ginjal berespon untuk menurunkna curah jantung dengan menahan produksi cairan dan natrium.5. Istirahat memadai diperlukan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan komsumsi O2 dan kerja berlebihan.6. Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan TD dan meningkatkan kerja jantung.

b. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer.Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan adekuat.Kriteria hasil: vital sign dalam batas yang dapat diterima, intake output seimbang, akral teraba hangat, sianosis (-), nadi perifer kuat, pasien sadar/terorientasi, tidak ada oedem, bebas nyeri/ketidaknyamanan.Intervensi:IntervensiRasional

1. Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu (camas, bingung, letargi, pinsan).

2. Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab, catat kekuatan nadi perifer.

3. Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema.4. Dorong latihan kaki aktif/pasif.

5. Pantau pernafasan.

6. Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, mual/muntah, distensi abdomen, konstipasi.7. Pantau masukan dan perubahan keluaran urine.

1. Perfusi serebral secara langsung berhubungan dengan curah jantung, dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.2. Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.3. Indikator adanya trombosis vena dalam.

4. Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko tromboplebitis.5. Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernafasan. Namun dispnea tiba-tiba/berlanjut menunjukkan komplikasi tromboemboli paru.6. Penurunan aliran darah ke mesentri dapat mengakibatkan disfungsi G, contoh kehilangan peristaltik.7. Penurunan pemasukan/mual terus-menerus dapat mengakibatkan penurunan volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan organ.

c. Intoleran aktifitas b/d adanya pembengkakan dan nyeri pada persendian, kelemahan otot, penurunan curah jantung ( ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan).Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, klien dapat beraktifitas sesuai batas toleransi yang daapt diukur.Kriteria hasil: menunjukkan peningaktan dalam beraktifitas, dengan frekuensi jantung/irama dan Td dalam batas normal, kulit hangat, merah muda dan kering.Intervensi:IntervensiRasional

1. Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakan parameter berikut: nadi 20/mnt di atas frek nadi istirahat, catat peningaktan TD, dispnea, nyeri dada, kelelahan berat, kelemahan, berkeringat, pusing atau pinsan.2. Tingkatkan istirahat, batasi aktifitas pada dasar nyeri/respon hemodinamik, berikan aktifitas senggang yang tidak berat.3. Batais pengunjung atau kunjungan oleh pasien.

4. Kaji kesiapan untuk meningaktkan aktifitas contoh: penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek nadi, peningaktan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri.5. Dorong memajukan aktifitas/toleransi perawtan diri.

6. Berikan bantuan sesuai kebutuhan (makan, mandi, berpakaian, eleminasi).

7. Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, mnegejan saat defekasi.

8. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh: posisi duduk ditempat tidur bila tidak pusing dan tidak ada nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.1. Parameter menunjukkan respon fisiologis pasien terhadap stres aktifitas dan indikator derajat penagruh kelebihan kerja jnatung.

2. Menurnkan kerja miokard/komsumsi oksigen , menurunkan resiko komplikasi.

3. Pembicaraan yang panjang sangat mempengaruhi pasien, naum periode kunjungan yang tenang bersifat terapeutik.4. Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas individu.

5. Komsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktifitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.6. Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.7. Aktifitas yang memerlukan menahan nafas dan menunduk (manuver valsava) dapat mengakibatkan bradikardia, menurunkan curah jantung, takikardia dengan peningaktan TD.8. Aktifitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningaktkan regangan dan mencegah aktifitas berlebihan.

d. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal, Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari kelebihan volume cairan tidak terjadi.Kriteria hasil: balance cairan masuk dan keluar, vital sign dalam batas yang dapat diterima, tanda-tanda edema tidak ada, suara nafas bersih.Intervensi:IntervensiRasional

1. Auskultasi bunyi nafas untuk adanya krekels.

2. Catat adanya DVJ, adanya edema dependen.

3. Ukur masukan/keluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi. Hitung keseimbnagan cairan.

4. Pertahankan pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.

5. Berikan diet rendah natrium/garam.6. Delegatif pemberian diiretik.1. Mengindikaiskan edema paru skunder akibat dekompensasi jantung.2. Dicurigai adanya gagal jantung kongestif.kelebihan volume cairan.3. Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi cairan/Na, dan penurunan keluaran urine. Keseimbangan cairan positif berulang pada adanya gejala lain menunjukkan klebihan volume/gagal jantung.4. Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi memerlukan pembatasan pada adanya dekompensasi jantung.5. Na meningkatkan retensi cairan dan harus dibatasi.6. Mungkin perlu untuk memperbaiki kelebihan cairan.

e. Resiko kerusakan pertukaran gas b/d penumpukan volume cairan berlebih pada pleura; perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari pertukaran gas adekuat.Kriteria hasil: sianosis tidak ada, edema tidak ada, vital sign dalam batas dapat diterima, akral hangat, suara nafas bersih, oksimetri dalam rentang normal.Intervensi:IntervensiRasional

1. Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengii.

2. Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam.3. Dorong perubahan posisi sering.4. Pertahankan posisi semifowler, sokong tangan dengan bantal.

5. Pantau GDA (kolaborasi tim medis), nadioksimetri.6. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

7. Delegatif pemberian diuretik.1. Menyatakan adanay kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.2. Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.3. Membtau mencegah atelektasis dan pneumonia.4. Menurunkan komsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan ekspansi paru maksimal.5. Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.6. Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/menurunkan hipoksemia jaringan.7. Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas.

DAFTAR PUSTAKA

Arthur C. Guyton and John E. Hall (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGCMarylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2001). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: EGCNelson (1993). Ilmu Kesehatan Anak: Textbook of Pediatrics Edisi 12. Jakarta: EGCSuriadi dan Rita. (2010). Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi: 2. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI

WOCInfeksi organisme streptococcus hemolitik-b grup ALuka pada tenggorokan tonsil pharing telinga tengahOrganisme melepas endotoksin (protein antigen) antibody, antifibrinolysin, antistreptolysin-O (ASO).Reaksi hipersentivitas/autoimunPersendianKulitJantungSSPPeradangan pada membranperdangan pada kulit dan tanda gerakan involunter,sinovialjaringan sub kutanireguler, kelemahan ototBengkak, nyeribercak kemerahan, nodula subkutan Sekitar tulangIntoleransi aktivitasPeradangan dna pembentukan jaringan parut pada katup-katup jantung (mitral dan stenosis)Sel-sel retikuloendotelial, sel-sel plasma, limfosit Aschoff bodyProduksi meningkat menumpuk di sekeliling nekrosis menutup katup.Stenosis (penutupan katup terutama mitral dan stenosis)Pengisian ventrikel kiri (LVEDP menurun)Penurunan cardiac outputArcus aorta (body reseptor/baroreseptor) volume dan tekanan menurunMerangsang medula oblongataSistem saraf simpatis meningkat

JantungParuPembuluh darahGI tractKulitKompensari pensasi saraf simpatis: penumpukan darahVasokonstriksiHCl meningkatkel.keringat meningkatHR, kontraktilitas meningkat,(berdebar), gangguan irama janutungLAEDP metabolisme menurunpenurunan peristalticdiaphoresisAliran turbulensi, muncul embolikongesti vena pulmonalakral dinginakumulasi gas meningkatresiko kerusakanproses perpindahan cairankonstipasi, mualintegritas kulit Gangguan rasa nyaman nyerikarena perbedaan tekananperubahan perfusi Koping individu tidak efektifjaringan- gangguan pemenuhan nutrisi Kurang pengetahuantimbul oedem, gangguan- resiko gangguan eliminasi Perubahan penampilanfungsi alveoli (ronchi,rales,- gangguan rasa nyaman nyeriTakipneu, tekanan PCO2 menurun Resiko kelebihan volume cairan Resiko kerusakan pertukaran gas Pola nafas tidak efektif ansietas