laporan pbl skenario 3 (perdarahan)

33
LEARNING OBJECTIVE 1. Patofisiologi Perdarahan A. Gangguan Vaskular Berbagai kelainan dapat terjadi pada tiap tingkat mekanisme hemostasis. Pasien dengan kelainan pada sistem vaskular biasanya menunjukkan perdarahan kulit dan sering melibatkan membrane mukosa. Perdarahan dapat diklasifikasikan menjadi purpura alergi dan purpura nonalergi. Pada kedua keadaan ini, fungsi trombosit dan faktor pembekuan adalah normal. Terdapat banyak bentuk purpura nonalergi, yaitu penyakit-penyakit di mana tidak terdapat alergi sejati tetapi terjadi berbagai bentuk vaskulitis. Vaskulitis atau radang pembuluh,timbul dan merusak integritas pembuluh sehingga mengakibatkan purpura. Jaringan penyokong pembuluh yang memburuk dan tidak efektif, seperti yang terlihat pada proses penuaan,mengakibatkan purpura senilis. Umumnya terlihat perdarahan kulit pada dorsum manus dan lengan bawah, yang diperburuk oleh trauma. Kecuali gangguan kosmetik, ini merupakan keadaan yang tidak membahayakan. Manifestasi kulit yang serupa terlihat pada terapi kortikosteroid yang lama, yang dianggap diakibatkan oleh katabolisme protein dalam jaringan

Upload: rafid-dragneel

Post on 30-Nov-2015

261 views

Category:

Documents


31 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

LEARNING OBJECTIVE

1. Patofisiologi Perdarahan

A. Gangguan Vaskular

Berbagai kelainan dapat terjadi pada tiap tingkat mekanisme hemostasis.

Pasien dengan kelainan pada sistem vaskular biasanya menunjukkan perdarahan

kulit dan sering melibatkan membrane mukosa. Perdarahan dapat diklasifikasikan

menjadi purpura alergi dan purpura nonalergi. Pada kedua keadaan ini, fungsi

trombosit dan faktor pembekuan adalah normal.

Terdapat banyak bentuk purpura nonalergi, yaitu penyakit-penyakit di mana tidak

terdapat alergi sejati tetapi terjadi berbagai bentuk vaskulitis. Vaskulitis atau

radang pembuluh,timbul dan merusak integritas pembuluh sehingga

mengakibatkan purpura.

Jaringan penyokong pembuluh yang memburuk dan tidak efektif, seperti

yang terlihat pada proses penuaan,mengakibatkan purpura senilis. Umumnya

terlihat perdarahan kulit pada dorsum manus dan lengan bawah, yang diperburuk

oleh trauma. Kecuali gangguan kosmetik, ini merupakan keadaan yang tidak

membahayakan. Manifestasi kulit yang serupa terlihat pada terapi kortikosteroid

yang lama, yang dianggap diakibatkan oleh katabolisme protein dalam jaringan

penyokong vaskular. Hal yang serupa juga terdapat pada sariawan, penyakit yang

berkaitan dengan malnutrisi, dan alkoholisme yang mempengaruhi integritas

jaringan ikat dinding pembuluh darah.

Bentuk purpura vaskular yang dominan otosomal, , telangiectasia hemoragik

herediter (penyakit Osler Weber Rendu), menunjukkan epistaksis dan perdarahan

saluran cerna intermtten yang hebat. Telangiectasia difus ditemukan pada mukosa

bukal , lidah, hidung, dan bibir, dan mungkin meluas keseluruh saluran cerna.

Umumnya telangiectasia timbul pada masa dewasa. Tujuan pengobatan hanya

untuk suportif.

Page 2: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

Sindrom Ehlers Danlos, suatu penyakit herediter lain, menyebabkan

penurunan daya pengembangan jaringan perivascular yang menyebabkan

perdaraha hebat.

Purpura alergika atau purpura anafilaktoid di duga diakibatkan oleh

kerusakan imunologis pada pembuluh. Penyakit ini ditandai oleh perdarah petekie

pada bagian-bagian bebas tubuh dan juga mengenai bokong. Purpura Henoch-

Schonlein, suatu purpura dan perdarahan mukosa, gejala-gejala saluran cerna,

dan artritis, adalah bentuk purpura alergika yang terutama menyerang anak-anak.

Mekanisme penyakit ini tidak diketahui dengan baik. Gejala-gejala sering

didahului oleh infeksi. Penderita mengalami peradangan pada cabang-cabang

pembuluh darah, kapiler dan vena, mengakibatkan pecahnya pembuluh ,

kehilangan sel darah merah, dan perdarahan. Glomerulonephritis adalah

komplikasi yang sering terjadi. Pengobatan adalah suportif dengan menghindari

aspirin serta seyawa-senyawanya.

B. Gangguan Trombosit

Kelainan jumlah atau fungsi trombosit (atau keduanya) dapat mengganggu

koagulasi darah.trombosit yang terlalu banyak atau terlalu sedikit mengganggu

koagulasi darah.

Keadaan yang ditandai dengan trombosit berlebihan dinamakan trombositosis

atau trombositemia. Istilah-istilah ini saling tertukar (Barui, Finazzi, 1998).

Trombositosis umumnya didefinisikan sebagai peningkatan jumlah trombosit

lebih dari 400.000/mm3 dan dapat primer atau sekunder. Trombositosis primer

timbul dalam bentuk trombositemia primer, yang terjadi proliferasi abnormal

megakariosit, dengan jumlah trombosit melebihi 1 juta. Trombositosis primer

juga ditemukan dengan gangguan mieloproliferatif lain, seperti polisitemia vera,

atau leukemia granulositik kronik.

Page 3: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari

100.000/mm3. Jumlah trombosit yang rendah ini dapat merupakan akibat

berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit

C. Gangguan Pembekuan

Gangguan pembekuan dapat terjadi akibat dari defisiensi factor-faktor

pembekua.

Factor-faktor pembekuan.

Faktor Nama deskriptif Bentuk aktif

I Fibrinogen Subunit fibrin

II Protrombin Protease serin

III Faktorjaringan (tromboplastin) Reseptor/kofaktor

V Factor labil (kalsium) Kofaktor

VII Prokonvertin Protease serin

VIII Factor anti hemofilik Protease serin

IX Factor Christmas Protease serin

X Faktor stuart-Prower Protease serin

XI Precursor tromboplastin plasma Protease serin

XII Faktor Hageman Protease serin

XIII Factor penstabil fibrin (prekalikrein) Transglutaminase/Protease serin

Pada umumnya, yang sering mengalami defisiensi adalah factor VII

(penyebab penyakit hemophilia A), factor IX (penyebab penyakit hemophilia B),

dan factor XI, XIII.

Selain itu defisiensi vitamin K juga dapat mengganggu proses pembekuan.

Pada dasarnya gangguan pembekuan dibagi menjadi 2 yaitu:

I. Kelainan pembekuan herediter

a. Hemophilia A, defisiensi factor VIII herediter yang paling banyak

ditemukan. Gen factor VII terletak diujunglengankromosom X.

b. Hemophilia B, defisiensi factor IX.

Page 4: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

c. Defisiensi factor XI dan XIII

II. Kelainan pembekuan didapat

a. Defisiensi vitamin K

b. Penyakit hati

c. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).

2. Farmakokinetik Obat Anti Koagulan

1. Antikoagulan

Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan

menghambat pembekuan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan

darah.

Antikoagulan dapat dibagi menjadi 3 kelompok :1) heparin; 2)

antikoagulan oral, terdiri dari derivate 4- hydroksikumarin misalnya :

dikumarol, warfarin, dan derivat-derivat indan-1,3-dion misalnya: anisindion;

3) antikoagulan yang bekerja dengan mengikat ion kalsium, salah satu faktor

pembekuan darah.

a. Heparin

Farmakokinetik :

Heparin tidak diabsorbsi secara oral, karena itu deberikan secara SK

atau IV. Pemberian secara SK biovailabilitasnya bervariasi, mula kerjanya

lambat 1-2 jam tetapi masa kerjanya lebih lama. Heparin berat molekul

rendah diabsorbsi lebih teratur. Suntikan IM dapat menyebabkan terjadinya

hematom yang besar pada tempat suntikan dan absorbsinya tidak

teraturserta tidak dapat diramalkan.

Efeknya timbul segera setelah pemberian suntikan bolus IV dengan

dosis terapi, dan terjadi kira-kira 20-30 menit setelah suntikan SK. Heparin

cepat dimetabolisme terutama di hati. Masa paruh tergantung dari dosis

yang digunakan, suntikan IV 100, 400, 800 unit/kgBB memperlihatkan

masa paruh masing-masing kira-kira 1, 2 ½, dan 5 jam. Masa paruh

Page 5: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

mungkin memendek pada pasien emboli paru dan memanjang pada pasien

sirrosis hepatis atau penyakit ginjal berat.

b. Antikoagulan oral

Farmakokinetik :

Semua derivate 4-hidroksikumarin dan derivate indan-1,3-dion dapat

diberikan per oral, warfarin dapat juga diberikan IM dan IV. Absorbs

dikumarol dari saluran cerna lambat dan tidak sempurna, sedangkan

warfarin diabsorbsi lebih cepat dan hampir sempurna. Kecepatan absorbs

berbeda-beda tiap individu. Dalam darah dikumarol dan warfarin hampir

seluruhnya terikat pada albumin plasma. Ikatan ini tidak kuat dan mudah

digeser oleh obat tertentu misalnya fenilbutazon dan asam mefenamat.

Masa paru warfarin 48 jam, sedangkan masa paruh dikumarol 10-30

jam. Masa paru dikumarol bergantung dosis dan faktor genetik berbeda

pada masing-masing individu. Dikumarol dan warfarin ditimbun di dalam

paru-paru, hati, limpa dan ginjal.

Efek terapi baru tercapai 12-24 jam setelah kadar puncak obat dalam

plasma, karena diperlukan waktu untuk mengosongkan faktor-faktor

pembekuan darah dalam sirkulasi. Makin besar dosis awal, makin cepat

timbulnya efek terapi; tetapi dosis harus tetap dibatasi agar tidak sampai

menimbulkan efek toksik. Lama kerja sebanding dengan masa paruh obat

dalam plasma.

Ekskresi dalam urin terutama dalam bentuk metabolit; anisindioan

dapat menyebabkan urin berwarna merah jingga. Bagian yang tiak

diabsorbsi diekskresi melalui tinja.

c. Antikoagulan pengikat ion kalsium

Page 6: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

Natrium sitrat : dalam darah akan mengikat kalsium menjadi

kompleks kalsium sitrat. Bahan ini banyak digunakan dalam darah untuk

transfusi karena tidak toksik. Tetapi dosis yang terlalu tinggi, umpamanya

pada transfuse darah sampai ±1400 ml dapat menyebabkan depresi jantung.

Asam oksalat dan senyawa oksalat lainnya digunakan untuk

antikoagulan in vitro, sebab terlalu toksik untuk penggunaan in vivo.

Natrium edetat mengikat kalsium menjadi suatu kompleks dan

bersifat sebagai antikoagulan.

Skenario.

Seorang wanita umur 60 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan munculnya

secara tiba-tiba bintik-bintik pada kedua lengan disertai keluarnya darah dari hidung .

tidak ada riwayat demam sebelumnya. Riwayat penyakit lain tidak ada dan tidak ada

riwayat minum obat.

Kata Sulit:

Tidak ada.

Kata kunci:

1. Wanita umur 60 tahun

2. Bintik-bintik pada kedua lengan

3. Epistaksis

4. Tidak ada riwayat demam

5. Tidak ada riwayat penyakit sebelumnya

6. Tidak ada riwayat minum obat.

Pertanyaan:

Page 7: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

1. Jelaskan mekanisme hemostasis !

2. Jelaskan mekanisme pembekuan darah !

3. Jelaskan patomekanisme masing-masing gejala pada skenario !

4. Jelaskan langkah – langkah diagnosis !

5. Jelaskan Differential Diagnosis (DD) dan penatalaksanaannya !

Jawab:

1. Jelaskan mekanisme hemostasis:

Hemostatis adalah mekanisme tubuh untuk mencegah perdarahan dan

menghentikan perdarahan secara spontan. Bilamana terdapat luka pada pembuluh

darah, segera akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah ke

pembuluh darah yang terluka berkurang. Kemudian trombosit akan berkumpul

dan melekat pada bagian pembuluh darah yang terluka untuk membentuk sumbat

trombosit. Faktor pembekuan darah yang diaktifkan akan membentuk benang-

benang fibrin yang akan membuat sumbat trombosit menjadi non permeable

sehingga perdarahan dapat dihentikan.

Jadi dalam proses hemostatis terjadi 3 reaksi yaitu reaksi vaskuler berupa

vasokonstriksi pembuluh darah, rekasi seluler yaitu pembentukan sumbat

trombosit dan reaksi biokimia yaitu pembentukan fibrin.

Peran sistem vaskuler dalam mencegah perdarahan meliputi proses kontraksi

pembuluh darah (vasokontriksi) serta aktivasi trombosit dan pembekuan darah.

Pembuluh darah dilapisi sel endotel. Apabila lapisan endotel rusak maka jaringan

ikat di bawah endotel seperti kolagen, serat elastin dan membrane basalis terbuka

sehingga terjadi aktivasi trombosit yang menyebabkan adhesi trombosit dan

pembentukan sumbat trombosit.

Trombosit mempunyai peran penting dalam hemostatis yaitu pembentukan

dan stabilisasi sumbat trombosit. Pembentukan sumbat trombosit terjadi melalui

beberapa tahap yaitu adhesi trombosit, agregasi trombosit, dan reaksi pelepasan.

Apabila pembuluh darah luka, maka sel endotel akan rusak sehingga jaringan ikat

Page 8: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

di bawah endotel akan terbuka. Hal ini akan mencetuskan adhesi trombosit yaitu

suatu proses dimana trombosit melekat pada permukaan asing tertutama serat

kolagen. Faktor ini berfungsi sebagai jembatan antara trombosit dan jaringan

subendotel disamping melekat pada permukaan asing, trombosit akan melekat

pada trombosit lain dan proses ini disebut sebagai agregasi trombosit. Agregasi

trombosit mula-mula dicetuskan oleh ADP yang dikeluarkan oleh trombosit yang

melekat pada serat subendotel. Agregasi yang terbentuk disebut agregasi

trombosit primer yang bersifat reversible. Trombosit pada agregasi primer akan

mengeluarkan ADP sehingga terjadi agregasi trombosit sekunder yang bersifat

irreversible. Disamping ADP, untuk agregasi trombosit diperlukan ion kalsium

dan fibrinogen. Agregasi trombosit terjadi karena adanya pembentukan ikatan

diantara fibrinogen yang melekat pada dinding trombosit dengan perantara ion

kalsium. Selama proses agregasi, terjadi perubhan bentuk trombosit dari bentuk

cakram menjadi bulat disertai dengan pembentuka pseudopodi. Akibat perubahan

bentuk ini maka granula trombosit akan terkmpul di tengah dan akhirnya akan

melepaskan isinya. Proses ini disebut sebagai reaksi pelepasan dan memerlukan

adanya energy. Masa agregasi trombosit akan melekat pada endotel, sehingga

terbentuk sumbat trombosit yang akan menutup luka pada pembuuh darah.

Walaupun masih permeable terhadap cairan, sumbat trombosit dapat

menghentikan perdarahan pada pembuluh darah kecil. Tahap terakhir untuk

menghentikan perdarahan adalah pembentukan sumbat trombosit yang stabil

melalui pembentukan fibrin.

2. Jelaskan mekanisme pembekuan darah

Proses pembekuan darah terdiri dari dari rangkaian reaksi enzimatik yang

melibatkan protein plasma yang disebut sebagai factor pembekuan darah,

fosfolipid, dan ion kalsium. factor pembekuan beredar dalam darah sebagai

precursor yang akan diubah menjadi enzim bila diaktifkan. Enzim ini akan

Page 9: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

mengubah precursor selanjutnya menjadi enzim. Jadi mula-mua factor

pembekuan darah bertindak sebagai substrat dan kemudian sebagai enzim.

Proses pembekuan darah dimulai melalui dua jalur yaitu jalur intrinsic yang

dicetuskan oleh aktivasi kontak dan melibatkan F.XII, F.XI, F.IX,

F.VIII,HMWK,PK,platelet factor 3 (PF.3) dan ion kalsium serta jalur ekstrinsik

yang dicetuskan oleh tromboplastin jaringan dan melibatkan F.VII, ion kalsium.

kedua jalur ini kemudian akan bergabug menjadi jalur bersama yang melibatkan

F.X,F.V,PF.3, protrombin dan fibrinogen.

Jalur bersama meliputi pembentukan prothrombin converting complex

(protrombinase), aktivasi protrobin dan pembentukan fibrin. Mula-mula fibrin

polimer yang terbentuk bersifat tidak stabil karena mudah larut oleh adanya zat

tertentu seperti urea, sehingga disebut fibrin polimer soluble. Dengan adanya

factor XIIIa dan kalsium, maka fibrin poimer soluble akan diubah menjadi fibrin

poimer insoluble karena terbentuk ikatan silang antara 2 rantai gama dari fibrin

monmer yang bersebelahan.

3. Jelaskan patomekanisme masing-masing gejala pada skenario

Bintik merah pada lengan menunjukkan adanya pendarahan di bawah kulit

yang mengenai kapiler-kapiler kecil. Normalnya pendarahan pada kapiler ini

dapat diatasi dengan mekanisme hemostasis tubuh. Biasanya perdarahan di

karenakan bakteri streptococcus β hemolitikus yang mampu menghasilkan

suatu produk yang disebut streptolisin O yang mempunyai efek dapat

menimbulkan peradangan pada pembuluh darah yang di sebut vaskulitis

sistemik yang menyebabkan permeabilitas vaskuler meningkat sehingga

plasma darah mudah keluar dari pembuluh darah atau ekstravasasi ke ruang

interstitial dan timbulah bintik- bintik merah yang di sebut purpura.

Keluar darah dari hidung diakibatkan perdarahan pada kapiler hidung yang

disebabkan oleh rendahnya trombosit,trombosit yang dibawah 50.000 dapat

mengakibatkan pendarahan spontan.

Page 10: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

4. Jelaskan langkah -langkah diagnostik :

1. Anamnesis

Seperti anamnesis pada umumnya, anamnesis pada kasus-kasus hematology

ditujukan untuk mengeksplorasi:

a. Riwayat penyakit sekarang

b. Riwayat penyakit terdahulu

c. Riwayat gizi

d. Anamnesis mengenai lingkungan, pemaparan bahan kimia dan fisik serta

riwayat pemakaian obat.

e. Riwayat keluarga

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematik dan menyeluruh.

Perhatian khusus diberikan pada berikut:

a. Warna kulit: pucat, plethora, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan

kuning seperti jerami.

b. Purpura: petechi dan echymosis

c. Kuku: koilonychia (kuku sendok)

d. Mata: ikterus, konjungtiva pucat, perubahan fundus

e. Mulut: ulserasi, hipertrofi gusi, perdarahan gusi, atrofi papil lidah,

glossitis dan stomatitis angularis.

f. Limfadenopati

g. Hepatomegali dan Splenomegali

h. Nyeri tulang dan nyeri sternum

i. Hemarthrosis atau ankilosis sendi

j. Pembengkakan testis

k. Pembengkakan parotis

l. Kelainan sistem saraf.

3. Pemeriksaan Hematologic

Page 11: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

Pemeriksaan hematologic dilakukan secara bertahap. Pemeriksaan

berikutnya dilakukan dengan memperhatikan hasil pemeriksaan terdahulu

sehingga lebih terarah dan efisien. Pemeriksaan-pemeriksaan yang

dilakukan meliputi :

a. Tes penyaring: Dengan pemeriksaan ini maka dapat dipastikan adanya

anemi dan bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi :

i. Kadar hemoglobin

ii. Indeks eritrosit (MCV, MCH dan MCHC). Dengan perkembangan

electronic counting dibidang hematologi maka hasil Hb, WBC

(darah putih) dan Plt (trombosit) serta indeks eritrosit dapat

dikeahui sekaligus. Dengan pemeriksaan yang baru ini maka juga

diketahui RDW ( red cell distribution width) yang menunjukkan

tingkat anisositosis sel darah merah.

iii. Apusan darah tepi.

b. Pemeriksaan rutin: pemeriksaan ini juga dikerjakan pada semua kasus

anemia, untuk mengetahui kelainan pada system leukosit dan trombosit.

Pemeriksaan yang harus dikerjakan adalah:

i. Laju endap darah;

ii. Hitung diferensial;

iii. Hitung retikulosit.

c. Pemeriksaan susmsum tulang; pemeriksaan ini harus dikerjakan pada

sebagian besar kasus untuk mendapatkan diagnosis definitive

meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisny tidak perlu

memelukan pemeriksaan sumsum tulang.

4. Pemeriksaan laboratorium nonhematologik: pemeriksaan-pemeriksaan

yang perlu dikerjakan antara lain:

a. faal ginjal

b. faal endokrin

Page 12: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

c. asam urat

d. faal hati

e. biakan kuman

f. dan lain-lain

5. Pemeriksaan Penunjang lain

Pada beberapa kasus diperlukan pemeriksaan penunjang seperti:

a. Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi

b. Radiologi: torak, bone survey, USG, scanning, limfangiografi

c. Pemeriksaan sitogenetik

Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = polymerase chain reaction,

FISH = fluorescence in situ hybridization, dan lain-lain)

5. Jelaskan Differential Diagnosis (DD) dan penatalaksanaannya :

1. DIC (disseminated intravascular coagulation)

DIC adalah suatu sindromklinik yang disebebakan oleh deposisi fibrin

sistemik dan pada saat yg sama terjadi kecenderungan perdarahan

Patogenesis :

Dapat dijumpai pada 3 jenis kelainan:

1. Infeksi berat terutama oleh sepsis gram negative, clostridium welchii,

malaria berat dan infeksi virus tertentu

2. Pada komplikasi kehamilan terdiri atas :

a. Solution placentae

b. Emboli cairan amnion

c. IUFD (intrauterine foetal death)

d. Abortus septic atau abortus yang dirangsang dengan cairan hipertonik

e. Endotolsinemia , misalnya pada septic abortion

Page 13: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

3. Penyakit keganassan

a. “mucos secreting carcinoma” : pancreas, prostat, kolon dan paru

b. Leukemia promielositik

Gejalan Klinik

1. Perdarahan : kulit (peteki, ekimosis), perdarahan mukosa (epistaksis,

perdarahan gusi, hematemesis), easy bruising dan perdarahan organ

2. Hemorrhagic tissue necrosis dan oklusi multiple pembuluh darah kecil

sehingga menimbulkan multiple organ failure antara lain :

a. Ginjal : menimbulkan gagal ginjal

b. Adrenal dan kulit : waterhouse-fredricksen syndrome

c. Pembuluh darah tepi menimbulkan gangrene

d. Hati menimbulkan ikterus

e. Otak menimbulkan kesadaran menurun

3. Gejala penyakit dasar yg menjadi penyebab DIC

Manifestasi laboratorik

1. Trombositopenia

2. APTT, PPT, thrombine time memanjang, APTT lebih sensitive

dibandingkan dengan PPT pada DIC

3. Fibrinogen plasma menurun

4. FDP dalam serum meningkat

5. Faktor VIII dan faktor V menurun

6. Apusan darah tepi : anemia mikroangipatik dengan dijumpai adanya

fragmentosit dan mikrosferosit

7. DD-dimer positif

8. Tes parakoagulasi positif

Terapi

Page 14: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

Terapi DIC bersifat sangan kompleks, tetapi pada prinsip nya dapat berupa

berikut :

a. Terapi terhadap oenyakit dasar merupakan tindakan yg paling penting

b. Terapi suportif dengan darah segar, fresh frozen plasma, fibrinogen atau

platelet concentrate

c. Pemberian heparin

2. ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura)

Definisi

ITP adalah kelainan akibat trombositopenia yang tidak diketahui

penyebabnya (idiopatik), tetapi sekarang diketahui bahwa sebagian besar

kelainan ini disebabkan oleh proses imun karena itu disebut juga sebagai

autoimmune thrombocytopenic purpura. Secara klinik dibagi menjadi 2

kelompok, yaitu :

1. ITP akut

ITP akut lebih sering terjadi pada anak, setelah infeksi virus akut

atau vaksinasai, sebaggian besar sembuh spontan, tetapi 5-10%

berkembang menjadi kronik (berlangsung lebih dari 6 bulan). Diagnosis

sebagian besar melalui ekslusi. Jika thrombosit lebih dari 20x109/l dapat

diberikan steroid atau immunoglobulin intravena.

2. ITP kronik

Page 15: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

ITP Kronik terutama dijumpai pada wanita umur 15-50 tahun,

perjalanan penyakit bersifak kronik, hilang timbul berbulan-bulan atau

bertahun-tahun. Jarang mengalami kesembuhan spontan.

Patogenesis

Pada ITP jumlah trombosit menurun disebabkan oleh trombosit diikat

oleh antibodi, terutama IgG. Antibodi terutama ditujukan terhadap gpIIb-IIIa

atau Ib. Trombosit yang diselimuti antibodi kemudian difagosit oleh makrofag

dalam RES terutama lien, akibatnya akan terjadi trombositopenia. Keadaan ini

menyebabkan kompensasi dalam bentuk peningkatan megakariosit dalam

sumsum tulang.

Gambaran Klinik

Gambaran klinik ITP, yaitu :

1. onset pelan dengan perdarahan melalui kulit atau mukosa berupa:

petechie, echymosis, easy bruising, menorrhagia, epistaksis atau

perdarahan gusi

2. perdarahan SSP jarang terjadi tetapi jika terjadi bersifat fatal

3. splenomegali diumpai pada <10% kasus.

Kelainan Laboratorik

Pada ITP dapat dijumpai kelainan aboratorium berupa :

1. Darah tepi : trombosit paling sering antara 10.000-50.000/mm3

2. Sumsum tulang : jumlah megalokariosit meningkat disertai inti banyak

(multinuclearity) disertai lobulasi

3. Imunologi : adanya antiplatelet IgG ada permukaan trombosit atau dalam

serum. Yang lebih spesiffik adalah antibodi terhadap gpIIb/IIIa atau gpIb

Diagnosis

Page 16: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

Diagnosis ITP, ditegakkan jika dijumpai :

1. Gambaran klinik berupa perdarahan kulit atau mukosa

2. Trombositopenia

3. Sumsum tulang : megakariosit normal atau meingkat

4. Antibodi antiplatelet (IgG) positif, tetapi buan suatu keharusan

5. Tidak ada penyebab trombsitopenia sekunder

Terapi

Terapi untuk ITP terdiri atas :

1. Terapi untuk mengurangi proses mun sehingga mengurangi perusakan

trombosit

a. Terapi kortikosteroid :

- Untuk menekan aktivitas mononuclear phagocyte (makrofag)

sehingga mengurangi destruksi trombosit

- Mengurangi pengikatan IgG oleh trombosit

- Menekan sintesis antibodi

Preparat yang diberi : prednison 60-80 mg/hari kemudian turunkan

perlahan-lahan, untuk mencapai dosis pemeliharaan. Dosis

pemeliharaan sebaiknya kurang dari 15 mg/harri. Sekitar 80% kasus

mengalami remisi setelah terapi steroid.

b. Jika dalam 3 bulan tidak memberi respons pada kortikosteroid

(thrombosit <30x109/l) atau perlu dosis pemeliharaan yang tinggi maka

diperlukan :

- Splenoktomi-sebagian besar memberi respon baik

- Obat-obat imunosupresif lain : vincristine, cyclophosphamide atau

azathioprim

2. Terapi suportif, tetapi untuk mengurangi pengaruh tromboositopenia

a. Pemberian androgen (danazol)

Page 17: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

b. Pemberian high dose immunoglobulin untuk menekan fungsi makrofag

c. Transfusi konsetrat trombosit hanya dipertimbangkan pada penderita

dengan resiko perdarahan major.

3. DHF (Dengue Hemorraghic Fever)

Defenisi

Penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke

peredaran darag manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes misalnya

Aedes aegypti atau Aedes albopticus

Patogenesis

Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel

hidup, Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel.

manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan

protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila

daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun

bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin

berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian. Patogenesis DBD danmasih

merupakan

masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD

adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau

hipotesis immune enhancement.

Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang

mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang

heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita

DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai

virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen

antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel

leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak

Page 18: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel

makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement

(ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus

dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi

tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan

peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan

hipovolemia dan syok. Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue,

kompleks antigen-antibodi, selain mengaktivasi sistem komplemen, juga

menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui

kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan

menyebabkan perdarahan pada DBD.

Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks

antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP

(adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini

akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial

system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan

menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya

koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai

dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi

penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan

gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup

banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan

menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin

sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat

terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh

trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi

trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan

memperberat syok yang terjadi.

Page 19: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

Gejala Klinik

1. Demam akut 2-7 hari, bersifat bifasik.

2. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa

• uji tourniquet positif

• petekia, ekimosis, atau purpura

• Perdarahan mukosa, saluran cerna, dan tempat bekas suntikan

• Hematemesis atau melena

3. Trombositopenia < 100.00/pl

4. Kebocoran plasma yang ditandai dengan

• Peningkatan nilai hematrokrit >_ 20 % dari nilai baku sesuai umur dan

jenis kelamin.

• Penurunan nilai hematokrit >_ 20 % setelah pemberian cairan yang

adekuat Nilai Ht normal diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian

cairan.

• Efusi pleura, asites, hipoproteinemi

Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7

hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit

kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan.

Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis

ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya

ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga.

Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.

Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede)

positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena

atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus

ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole,

yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan

perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan

Page 20: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi

dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun

pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun

pembesar hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok. Masa

kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi

penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan

sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan

gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara,

pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.

Laboratorium

Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu

ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa

ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau

bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang

disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit.

Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan

peningkatan -nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut

biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui

bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh

perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau

leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada

saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma

biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada

pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin

III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.

Fungsi trombosit juga terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN

ditemukan pada syok berat. Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi

pleura, terutama sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura berhubungan

Page 21: Laporan PBL Skenario 3 (Perdarahan)

dengan berat-ringannya penyakit. Pada pasien yang mengalami syok, efusi

pleura dapat ditemukan bilateral.

Penatalaksanaan

Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya

perubahan fisiologi berupa perembesan plasma danperdarahan. Perembesan

plasma dapat mengakibatkan syok, anoksia, dankematian. Deteksi dini

terhadap adanya perembesan plasma danpenggantian cairan yang adekuat akan

mencegah terjadinya syok, Perembesan plasma biasanya terjadi pada saat

peralihan dari fase demam (fase febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris)

yang biasanya terjadi pada hari ketiga sampai kelima. Oleh karena itu pada

periode kritis tersebut diperlukan peningkatan kewaspadaan. Adanya

perembesan plasma danperdarahan dapat diwaspadai dengan pengawasan

klinis danpemantauan kadar hematokrit danjumlah trombosit. Pemilihan jenis

cairan danjumlah yang akan diberikan merupakan kunci keberhasilan

pengobatan. Pemberian cairan plasma, pengganti plasma, tranfusi darah,

danobat-obat lain dilakukan atas indikasi yang tepat.