laporan pbl pak

Upload: uraida-ahmad

Post on 09-Mar-2016

275 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

laporan tentang pbl penyakit akibat kerja

TRANSCRIPT

LOW BACK PAIN (NYERI PUNGGUNG BAWAH) A. DEFINISI. Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain didefinisikan sebagai nyeri dan ketidaknyamanan, yang terlokalisasi di bawah sudut iga terakhir (costal margin) dan di atas lipat bokong bawah (gluteal inferior fold), dengan atau tanpa nyeri pada tungkai. Berdasarkan lama perjalanan penyakitnya, nyeri punggung bawah diklasifikasikan menjadi 3 yaitu, akut, sub akut, dan kronis. Nyeri punggung bawah akut didefinisikan sebagai timbulnya episode nyeri punggung bawah yang menetap dengan durasi kurang dari 6 minggu. Untuk durasi antara 6-12 minggu didefinisikan sebagai nyeri punggung bawah sub akut, sedangkan untuk durasi lebih panjang dari 12 minggu adalah nyeri punggung bawah kronis. B. PATOFISIOLOGI Penyebab NPB secara umum seringkali terkait dengan trauma mekanik akut, namun dapat juga sebagai akumulasi dari beberapa trauma dalam kurun waktu tertentu. Akumulasi trauma dalam jangka panjang seringkali ditemukan pada tempat kerja. Kebanyakan kasus NPB terjadi dengan adanya pemicu seperti kerja berlebihan, penggunaan kekuatan otot berlebihan, ketegangan otot, cedera otot, ligamen, maupun diskus yang menyokong tulang belakang. Namun, keadaan ini dapat juga disebabkan oleh keadaan non-mekanik seperti peradangan pada ankilosing spondilitis dan infeksi, neoplasma, dan osteoporosis. Patofisiologi dari NPB sangatlah kompleks. Beragam struktur anatomi dan elemen dari tulang lumbal (tulang, ligamen, tendon, otot, dan diskus) diyakini sangat berperan dalam timbulnya gangguan. Sebagian besar dari elemen lumbal memiliki inervasi sensorik sehingga dapat memicu sinyal nosiseptif yang timbul sebagai respons terhadap stimulus kerusakan jaringan. Sebab lainnya adalah gangguan pada saraf, contohnya adalah skiatika. Pada kasus NPB kronis, seringkali dijumpai penyebabnya adalah campuran antara nosiseptif dan neurologis. Secara biomekanik, pergerakan lumbal terdiri dari gerakan kumulatif tulang-tulang belakang, dengan 80-90% dari ekstensi / fleksi lumbal terjadi di diskus intervertebralis pada L4-L5 dan L5-S1. Di daerah punggung bawah, daerah yang peka nyeri adalah periosteum, 1/3 bangunan luar annulus fibrosus, ligamentum, kapsula artikularis, fasia dan otot, yang semuanya mengandung nosiseptor yang peka terhadap berbagai stimulus (mekanikal, termal, kimiawi). Reseptor ini berfungsi sebagai proteksi. Bila reseptor diberi stimulasi lokal, akan mengeluarkan mediator inflamasi dan substansia lain, sehingga menimbulkan persepsi nyeri, hiperalgesia maupun alodinia, yang bertujuan untuk proteksi pergerakan sehingga memungkinkan berlangsungnya proses penyembuhan. Selain itu spasme otot juga merupakan mekanisme proteksi kerusakan lebih lanjut dengan membatasi pergerakan. Pada spasme otot terjadi iskemia sehingga menyebabkan timbulnya titik picu (trigger point) yang akan menyebabkan kondisi nyeri. Pembungkus saraf juga mengandung nosiseptor yang dapat menyebabkan nyeri nosiseptif inflamasi yang dalam dan sulit dilokalisir. Berbagai stimuli mekanikal, termal dan kimiawi akan mengaktivasi nosiseptor dan menyebabkan hiperalgesia. Terdapat 3 jenis nyeri yang terkait dengan NPB yaitu nyeri fisiologis dan inflamasi yang disebut juga sebagai nyeri nosiseptif, serta nyeri neuropatik yang disebabkan oleh stimulus yang langsung mengenai saraf. C. FAKTOR RISIKO 1. Usia. Nyeri pinggang merupakan keluhan yang berkaitan erat dengan umur. Secara teori, nyeri pinggang atau nyeri punggung bawah dapat dialami oleh siapa saja, pada umur berapa saja. Namun demikian keluhan ini jarang dijumpai pada kelompok umur 0-10 tahun, hal ini mungkin berhubungan dengan beberapa faktor etiologik tertentu yag lebih sering dijumpai pada umur yang lebih tua. Biasanya nyeri ini mulai dirasakan pada mereka yang berumur dekade kedua dan insiden tertinggi dijumpai pada dekade kelima.1 Bahkan keluhan nyeri pinggang ini semakin lama semakin meningkat hingga umur sekitar 55 tahun. 2. Jenis Kelamin Laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama terhadap keluhan nyeri pinggang sampai umur 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena pada wanita keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya nyeri pinggang 3. Antropometri Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih resiko timbulnya nyeri pinggang lebih besar, karena beban pada sendi penumpu berat badan akan meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya nyeri pinggang. Tinggi badan berkaitan dengan panjangnya sumbu tubuh sebagai lengan beban anterior maupun lengan posterior untuk mengangkat beban tubuh. 4. Pekerjaan Faktor risiko di tempat kerja yang banyak menyebabkan gangguan otot rangka terutama adalah kerja fisik berat, penanganan dan cara pengangkatan barang, gerakan berulang, posisi atau sikap tubuh selama bekerja, getaran, dan kerja statis, sehingga riwayat pekerjaan sangat diperlukan dalam penelusuran penyebab serta penanggulangan keluhan ini. 5. Aktivitas / olahraga Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri pinggang yang sering tidak disadari oleh penderitanya. Terutama sikap tubuh yang menjadi kebiasaan. Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat beban pada posisi yang salah dapat menimbulkan nyeri pinggang, misalnya, pada pekerja kantoran yang terbiasa duduk dengan posisi punggung yang tidak tertopang pada kursi, atau seorang mahasiswa yang seringkali membungkukkan punggungnya pada waktu menulis. Posisi berdiri yang salah yaitu berdiri dengan membungkuk atau menekuk ke muka. Posisi tidur yang salah seperti tidur pada kasur yang tidak menopang tulang belakang. Kasur yang diletakkan di atas lantai lebih baik daripada tempat tidur yang bagian tengahnya lentur. Posisi mengangkat beban dari posisi berdiri langsung membungkuk mengambil beban merupakan posisi yang salah, seharusnya beban tersebut diangkat setelah jongkok terlebih dahulu. Selain sikap tubuh yang salah yang seringkali menjadi kebiasaan, beberapa aktivitas berat seperti melakukan aktivitas dengan posisi berdiri lebih dari 1 jam dalam sehari, melakukan aktivitas dengan posisi duduk yang monoton lebih dari 2 jam dalam sehari, naik turun anak tangga lebih dari 10 anak tangga dalam sehari, berjalan lebih dari 3,2 km dalam sehari dapat pula meningkatkan resiko timbulnya nyeri pinggang. 6. Kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok diketahui menimbulkan berbagai dampak pada kesehatan. Hubungannya dengan kejadian NPB, diduga karena perokok memiliki kecenderungan untuk mengalami gangguan pada peredaran darahnya, termasuk ke tulang belakang. 7. Abnormalitas struktur. Ketidaknormalan struktur tulang belakang seperti pada skoliosis, lordosis, maupun kifosis, merupakan faktor risiko untuk terjadinya NPB. Kondisi menjadikan beban yang ditumpu oleh tulang belakang jatuh tidak pada tempatnya, sehingga memudahkan timbulnya berbagai gangguan pada struktur tulang belakang. 8. Riwayat episode NPB sebelumnya. Individu dengan riwayat episode NPB sebelumnya, memiliki kecenderungan dan risiko untuk berulangnya kembali gangguan tersebut.

D. DIAGNOSIS1. Anamnesis. Anamnesis yang cermat dan terperinci tentang saat timbulnya nyeri, sifat nyeri, lokalisasi serta penjalarannya sangat diperlukan dalam menetapkan diagnosis. Perlu ditanyakan juga tentang peristiwa sebelumnya yang mungkin menjadi pencetus keluhan, seperti adanya trauma, sikap tubuh yang salah, misalnya waktu mengangkat beban, kegiatan fisik atau olahraga yang tidak biasa, dan penyakit yang dapat berhubungan dengan keluhan nyeri pinggang tersebut, maupun peristiwa atau hal-hal yang meringankan rasa nyeri. Sifat nyeri yang tajam, menusuk dan berdenyut, seringkali bersumber dari sendi, tulang dan ligamen. Sedangkan rasa pegal, biasanya berasal dari otot. Nyeri yang disertai dengan penjalaran ke arah tungkai menunjukkan adanya keterlibatan radiks saraf. Sedangkan nyeri yang berpindah-pindah dan tidak wajar, sangat mungkin merupakan nyeri psikogenik. Harus pula diperhatikan adanya gangguan miksi dan defekasi untuk mengetahui gangguan pada radiks saraf. Hal lain yang perlu diketahui adalah adanya demam selama beberapa waktu terakhir untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi, misalnya spondilitis. Riwayat penyakit terdahulu dan riwayat pekerjaan harus diketahui untuk mempertajam penegakan diagnosis. 2. Pemeriksaan Fisik Umum. Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap berdiri dan menolak untuk duduk, maka sudah harus dicurigai adanya suatu herniasi diskus. Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral. Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita adalah adanya keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah. Posisi berdiri. Perhatikan cara penderita berjalan, berdiri dan sikap berdirinya. Perhatikan bagian belakang tubuh, apakah ada deformitas, kelainan anatomik tulang belakang, pelvis yang miring / tulang panggul yang tidak simetris, dan adanya atrofi otot. Derajat gerakan (Range of Motion ROM) harus diperhatikan dan diperiksa. Palpasi dilakukan untuk mencari trigger zone, lokasi nyeri, dan lainnya. Posisi duduk.Harus diperhatikan cara penderita duduk dan sikap duduknya, serta harus diamati bagian belakang tubuhnya. Posisi berbaring. Perhatikan cara penderita berbaring dan sikap berbaringnya. Dilakukan pengukuran panjang ekstremitas inferior. Pemeriksaan abdomen, rektal, dan urogenital dilakukan untuk mencari kemungkinan penyebab lain dari nyeri. Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal. Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect). Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral menandakan adanya HNP pada sisi yang sama. Nyeri LBP pada ekstensi ke belakang pada seorang dewasa muda menunjukkan kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini tidak patognomonik. Pemeriksaan tonus dan kekuatan otot 3. Pemeriksaan Fisik Khusus / Neurologis. Pemeriksaan neurologis ini dilakukan untuk mengetahui adakah kelainan neurologis yang berperan dalam kejadian NPB ini. Tanda rangsangan saraf Tes Laseque (Straight Leg Raise) - Walking on the toes - Walking on the heals Squatting. Tanda Laseque atau modifikasinya yang positif menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya L5 atau S1. Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih dahulu, lalu di panggul sampai 900 lalu dengan perlahan-lahan dan graduil dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di betis (tes yang positif) dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi. Terdapat modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai dengan lutut dalam keadaan ekstensi (stright leg rising). Modifikasi-modifikasi tanda laseque yang lain semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri radikuler. Cara laseque yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra lateral merupakan tanda kemungkinan herniasi diskus. Tanda laseque, makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan nyeri makin besar kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya. Demikian juga dengan tanda laseque kontralateral. Tanda Laseque adalah tanda pre-operatif yang terbaik untuk suatu HNP, terbukti menderita HNP dan pada hernia yang besar dan lengkap tanda ini malahan positif pada 96,8% pasien. Figure 2 : Laseque Test (Straight Leg test) Adanya tanda Laseque lebih menandakan adanya lesi pada L4-5 atau L5-S1 daripada herniasi lain yang lebih tinggi (L1-4), dimana tes ini hanya positif pada 73,3% penderita. Harus diketahui bahwa tanda Laseque berhubungan dengan usia dan tidak begitu sering dijumpai pada penderita yang tua dibandingkan dengan yang muda (