laporan minyak atsiri

28
LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA PROGRAM STUDI FARMASI F-MIPA UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA II PRAKTIKUM IV ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN MINYAK ATSIRI DARI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendron, L.) Disusun oleh: Nanda Rohiatna J1E112074 Kelompok VI PROGRAM STUDI S-1 FARMASI

Upload: nanda

Post on 22-Jan-2016

229 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

praktikum minyak atsiri

TRANSCRIPT

Page 1: laporan minyak atsiri

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIAPROGRAM STUDI FARMASI F-MIPAUNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA II

PRAKTIKUM IV

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN MINYAK ATSIRI DARI

DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendron, L.)

Disusun oleh:

Nanda Rohiatna

J1E112074

Kelompok VI

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2015

Page 2: laporan minyak atsiri

PRAKTIKUM IV

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN MINYAK ATSIRI DARI

DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendron, L.)

KELOMPOK VI

Mengetahui,Asisten

(Muhamad Iqbal Fadillah)

Nilai Laporan Awal Nilai Laporan Akhir

Tanggal : 10 April 2015 Tanggal : 20 Mei 2015

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2015

Page 3: laporan minyak atsiri

PERCOBAAN IV

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN MINYAK ATSIRI DARI

DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendron, L.)

I. TUJUAN

Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat memahami prinsip

dan dapat melakukan isolasi minyak atsiri dari daun kayu putih (Melaleuca

leucadendron, L.) beserta analisis kualitatif dengan metode kromatografi lapis

tipis.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu Putih

Potensi tanaman kayu putih sebagai salah satu jenis minyak atsiri di

Indonesia cukup besar mencangkup antara lain daerah Maluku, Nusa

Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Bali dan Papua yang berupa hutan alam

kayu putih. Asteromyrtus brasii merupakan salah satu anggota genus

Asteromyrtus yang secara keseluruhan terdiri dari tujuh spesies, yaitu A.

brasii, A. amhernica, A. lysicephala, A. magnifica, A. angustifolia, A.

tranganensis, dan A. symphicarpa (Widiyanto & Mohamad, 2014).

Salah satu tanaman yang berkhasiat obat adalah tanaman kayu putih

(Melaleuca leuncandendra l). Kayu putih merupakan tumbuhan asli

Indonesia yang terdapat didaerah Maluku tengah tepatnya dipulau Buru dan

Sulawesi. Di beberapa daerah daun kayu putih dalam jumlah besar dapat

diperoleh dari semak dan pohon kayu putih yang tumbuh secara liar tanpa

proses budidaya. Kayu putih dapat tumbuh di tanah tandus, tahan panas dan

dapat bertunas kembali meskipun setelah terjadi kebakaran. Ciri-ciri pohon

kayu putih mempunyai tinggi berkisar antara 10-20 m, kulit batangnya

berlapis-lapis, berwarna putih keabu-abuan dengan permukaan kulit yang

terkelupas tidak beraturan. Batang pohonnya tidak terlalu besar, dengan

percabangan yang menggantung ke bawah. Daunnya tunggal, agak tebal

seperti kulit, bertangkai pendek, letak berseling. Helaian daun berbentuk

Page 4: laporan minyak atsiri

jorong atau lanset, dengan panjang 4,5-15 cm, lebar 0,75-4 cm, ujung dan

pangkal daun runcing, tepi rata dan tulang daun hampir sejajar. Permukaan

daun berambut, warna hijau kelabu sampai hijau kecoklatan, daun bila

diremas atau dimemarkan berbau minyak kayu putih. Perbungaan majemuk

bentuk bulir, bunga berbentuk seperti lonceng, daun mahkota warna putih,

kepala putik berwarna putih kekuningan, keluar di ujung percabangan. Buah

panjang 2,5-3 mm, lebar 3-4 mm, warnanya coklat muda sampai coklat tua

(Krisnaningrum, 2011).

Tanaman kayu putih merupakan salah satu tanaman penghasil minyak

atsiri, biasanya diambil daunnya yang merupakan bagian tumbuhan yang dikenal

dengan kandungan minyak atsiri. Daun kayu putih (Melaleuca leuncandendra l)

ini mengandung minyak atsiri yang terdiri atas sineol, alfa-terpienol,

valeraldehida, dan benzaldehida. Minyak atsiri dalam tanaman ini sering disebut

minyak kayu putih yang digunakan untuk mengobati beberapa penyakit seperti

anti septic dan bakteri, Insektisida dan vermifuge, decongestant dan expetorant,

kosmetik dan tonik, perangsang dan sudororific, analgesik, panas, dan anti sakit

saraf (Krisnaningrum, 2011).

2.2 Minyak Atsiri

Minyak atsiri sebagai bahan wewangian, penyedap masakan dan obat-

obatan sudah dipergunakan sejak lama. Minyak atsiri, minyak yang mudah

menguap atau terbang merupakan senyawa yang berwujud cairan atau

padatan yang memiliki komposisi maupun titik didih yang beragam, Minyak

atsiri dapat diperoleh dari bagian tanaman meliputi akar, kulit, batang, daun,

buah, biji maupun dari bunga. Minyak atsiri pada tanaman mempunyai 3

fungsi yaitu membantu proses penyerbukan dengan menarik beberapa jenis

serangga atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau

hewan lain dan sebagai cadangan makanan dalam tanaman (Widiyanto &

Mohamad, 2014).

Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa proses metabolism

dalam tanaman, yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan

kimia dalam tanaman. Minyak tersebut disintesa dalam sel kelenjar pada

jaringan tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin. Minyak

Page 5: laporan minyak atsiri

atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang

terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) serta

beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen (N) dan

belerang (S). Pada umumnya sebagian besar minyak atsiri terdiri dari

campuran persenyawaan golongan hidrokarbon dan hidrokarbon

teroksigenasi (Widiyanto & Mohamad, 2014).

Minyak kayu putih akan termasuk ke dalam kelas mutu U (utama) jika

memiliki kadar sineol 55%, dan mutu P (pertama) jika kadar sineol kurang

dari 55%. Komponen utama dalam minyak kayu putih adalah sineol, yang

kadarnya mencapai 50-65%. Senyawa ini terdapat pada sejumlah besar

minyak atsiri, bahkan sineol terdapat dalam 260 jenis minyak atsiri. Sineol

(1,8- Cineole) sebagai komponen utama minyak kayu putih memiliki rumus

C10H18O, senyawa tersebut dikenal dengan nama bermacam-macam seperti

Cajeput hydrate, Cajuputol, dan Cajeputol (Widiyanto & Mohamad, 2014).

Minyak kayu putih (cajuput oil, oleum-melaleuca-cajeputi, atau oleum

cajeputi) dihasilkan dari hasil penyulingan daun dan ranting kayu putih (M.

leucadendra). Minyak atsiri ini dipakai sebagai minyak pengobatan, dapat

dikonsumsi per oral (diminum) atau, lebih umum dibalurkan ke bagian tubuh.

Khasiatnya adalah sebagai penghangat tubuh, pelemas otot, dan mencegah perut

kembung. Komposisi dalam pembuatan minyak kayu putih adalah : oleum

cajeputi 100% (Krinaningrum, 2011).

Berdasarkan penelitian kandungan kimia minyak kayu putih pada

tanaman A. brasii yang terdeteksi adalah 1,8 cineole dengan kelimpahan

sebesar 34,88%, trans-beta-ionon-5,6-epoxide (21,26%), formamide (CAS)

methanamide (11,20%), acetic acid (CAS) ethylic acid (8,14%), dan alpha

pinene (4,39%). Sineol atau 1,8-cineole adalah eter siklik alami dan anggota

monoterpenoid. Eukaliptol dihasilkan dari banyak anggota marga Eucalyptus

dan beberapa anggota suku Myrtaceae, seperti Melaleuca dan Syzygium

(Widiyanto & Mohamad, 2014).

2.3 Ekstraksi Destilasi Uap

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya

dengan menggunakan pelarut, jadi ekstrak ialah sediaan yang diperoleh

Page 6: laporan minyak atsiri

dengan cara mengekstraksi tanaman yang berkhasiat obat dengan ukuran

partikel tertentu, dan menggunakan medium pengekstraksi. Simplisia yang

lunak seperti rimpang, daun, akar, dan ada yang keras seperti biji, kulit kayu,

kulit akar, simplisia lunak mudah ditembus oleh cairan penyari, karena itu

pada penyarian tidak perlu diserbuk sampai halus, sebaliknya pada simplisia

yang keras, perlu dihaluskan terlebih dahulu sebelum dilakukan penyarian

(Dirjen POM, 1986).

Prinsipnya metode penyulingan dengan uap sama dengan penyulingan

langsung, hanya saja air penghasil uap tidak diisikan bersama-sama dalam ketel

penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap jenuh tau uap yang kelewat panas

dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer. Di dalam proses penyulingan, dengan uap

ini uap air dialirkan melalui pipa melingkar yang berpori dan berada dibawah

bahan tanaman yang akan disuling. Kemudian uap akan bergerak menuju

kebagian atas melalui bahan yang disimpan diatas saringan. Kelebihan dan

kekurangan dari metode ini antara lain sebuah ketel uap dapat melayani beberapa

buah ketel penyulingan yang dipasang seri sehingga proses produksi akan

berlangsung lebih cepat. Proses penyulingan ini memerlukan konstruksi ketel

yang lebih kuat, alat – alat pengaman yang lebih baik dan sempurna, biaya yang

diperlukan pun lebih mahal (Krisnaningrum, 2011).

Laporan penelitian dari Krisnaningrum (2011) menggambarkan langkah-

langkah penentuan kadar minyak atsiri pada kayu putih. Pertama adalah

menimbang simplisia sebanyak 100 gram, kemudian labu destilasi dibersihkan

dengan alkohol. Simplisia dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan ditambahkan

aquades ke dalam labu alas bulat sebanyak 1000 ml. labu dirangkai dengan alat

destilasi stahl pada klem dan statif. Api dinyalakan dan dipanaskan simplisia

sampai mendidih. Setelah selesai, biarkan 15 menit, lalu dipisahkan hasil

destilasi dengan air. Volume minyak atsiri dibaca pada buret dan dihitung kadar

minyak atsiri yang didapatkan (Krisnaningrum, 2011).

Berdasarkan penelitian Supriyanto & Bambang (2012) terhadap

perbandingan kandungan minyak atsiri pada jahe kering dan jahe segar,

sebanyak 120 gram jahe segar diiris tipis melintang dan kemudian dilakukan

distilasi Stahl selama ± 6 jam, untuk memperoleh data kuantitatif minyak

atsiri. Kemudian minyak atsiri hasil distilasi diambil dengan pipet, lalu

Page 7: laporan minyak atsiri

ditampung dalam botol vial untuk kemudian dianalisis kualitatif dengan GC-

MS. Dan sebanyak 120 gram kelompok jahe yang lain dikeringkan dengan

dipanaskan pada oven suhu 50oC selama 5 hari selanjutnya disebut sampel B,

lalu diiris tipis melintang setelah itu didestilasi Stahl selama ± 6 jam. Untuk

memperoleh data kuantitatif minyak atsirinya. Selanjutnya minyak atsiri hasil

destilasi dianalisis dengan GC-MS (Supriyanto & Bambang, 2012).

Sebagian besar minyak atsiri diperoleh dengan cara penyulingan atau

hidrodistilasi. Kelemahan hidrodistilasi antara lain adalah kemungkinan

hilangnya komponen-komponen minyak atsiri karena larut dalam air.

Penggunaan temperatur yang tinggi pada proses hidrodistilasi akan

menyebabkan komponen-komponen yang sensitif terhadap panas akan mudah

rusak sehingga kualitas minyak atsiri yang dihasilkan menjadi rendah. Selain

itu, hidrodistilasi membutuhkan energi yang cukup besar. Namun, mengingat

proses dan peralatan yang digunakan cukup sederhana, hidrodistilasi masih

menjadi pilihan untuk mendapatkan minyak atsiri dari berbagai tumbuhan

penghasil minyak atsiri (Supardan dkk, 2009).

2.4 Kromatografi Lapis Tipis

Metode pemisahan kromatografi didasarkan pada perbedaan distribusi

molekul-molekul komponen diantara dua fase (fase gerak dan fase diam)

yang kepolarannya berbeda. Apabila molekul-molekul komponen berinteraksi

secara lemah dengan fase diam maka komponen tersebut akan bergerak lebih

cepat meninggalkan fase diam. Keberhasilan pemisahan kromatografi

bergantung pada daya interaksi komponen-komponen campuran dengan fase

diam dan fase gerak (Hendayana, 2010).

Kromatografi lapis tipis adalah metode kromatografi cair yang paling

sederhana. Pada Kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas serupa

dalam hal fase diamnya berupa lapisan tipis dan fase geraknya mengalir

karena kerja kapiler. Perbedaannya dalam sifat dan fungsi fase diam. Pada

KLT, fase cair lapisan tipis (tebal 0,1-2 mm) yang terdiri dari bahan padat

yang dilapiskan kepada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat

dari kaca, tapi dapat pula terbuat dari pelat polimer atau logam. Lapisan

Page 8: laporan minyak atsiri

melekat kepada permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya

CaSO4 atau amilum (pati) (Gritter, 1991).

Bahan dan Teknik KLT antara lain :

1.      Penjerap/fase diam

Penjerap yang paling sering digunakan pada KLT adalah silica dan

serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi-desorpsi yang utama pada

KLT adalah partisi dan adsorbsi

2.      Fase Gerak pada KLT

Sistem yang paling sederhana ialah dengan menggunakan campuran 2

pelaut oganik karena daya elusi campurankedua pelarut ini dapat mudah

diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara

optimal.

3.      Aplikasi (Penotolan) Sampel

Penotolan (aplikasi) sampel dapat dilakukan sebagai suatu bercak, pita,

atau dalam bentuk zig zag.

4.      Pengembangan

Teknik pengembangan KLT dan KLT kinerja tinggi yaitu konvensional,

pengembangan 2 dimensi, dan pengembangan kontinyu.

5.      Deteksi

(Rohman, 2009).

KLT digunakan secara luas untuk analisis solut-solut organik

terutama dalam bidang biokimia, farmasi, klinis forensik, baik untuk analisis

kualitatif dengan cara membandingkan nilai Rf solute dengan nilai Rf

senyawa baku atau untuk analisis kualitatif. Penggunaan umum KLT adalah

untuk menentukan banyaknya komponen dalam campuran, identifikasi

senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi, menentukan efektifitas

pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi kolom, serta

untuk memantau kromatografi kolom, melakukan screening sampel untuk

obat (Sudjadi, 2007).

Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan

perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu yaitu

Page 9: laporan minyak atsiri

fase diam dan fase gerak. Fase diam menahan komponen campuran

sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen

yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen

yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. Semua

kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi

cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir

melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam

campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang

berbeda Proses kromatografi juga digunakan dalam metode pemisahan

komponen gula dari komponen non gula dan abu dalam tetes menjadi fraksi-

fraksi terpisah yang diakibatkan oleh perbedaan adsorpsi, difusi dan eksklusi

komponen gula dan non gula tersebut terhadap adsorbent dan eluent yang

digunakan (Sudjadi, 2007).

III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu batang pengaduk,

chamber, corong kaca, corong pisah, erlenmeyer 250 ml, gelas beker 500 ml,

gelas ukur 10 ml, oven, pipa kapiler, pipet tetes, seperangkat alat destilasi uap

dan air, statif, UV 254 nm dan 366 nm, dan vial.

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan praktikum kali ini yaitu aluminium foil,

aquades, etil asetat, n-heksan, kertas saring, dan 200 gram daun kayu putih

yang telah dirajang.

3.2 Cara Kerja

3.2.1 Destilasi Daun Kayu Putih

200 gram daun kayu putih

Dirajang tipis Dimasukkan ke dalam labu

destilator

Page 10: laporan minyak atsiri

3.2.2 Pengaktifan Plat

3.2.3 Pembuatan Eluen

Ditambahkan sebanyak 2/3 volume labu destilator (hingga mencapai setengah dari pipa destilator)

Dilakukan proses destilasi selama kurang lebih 2 jam

Aquades

Ditampung di dalam erlenmeyer 250 ml yang ditutup dengan aluminium foil

Dipindahkan ke dalam corong pisah untuk memisahkan campuran

Destilat

Fase minyak

Dimasukkan ke dalam vial

Hasil

Dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105 oC – 110 oC selama 30 menit

Hasil

7 ml n-heksana

Dicampurkan dalam gelas beker

Diaduk dengan batang pengaduk

3 ml etil asetat

10 mL eluen non polar( n-heksana : etil asetat)

(7 : 3)

Plat KLT

Page 11: laporan minyak atsiri

3.2.4 Penjenuhan Chamber

3.2.5 Penotolan

Eluen

Dimasukkan ke dalam

chamber hingga tingginya 0,5

cm

Kertas saring

Dipotong dengan panjang melebihi chamber

Dimasukkan kertas saring yang telah dipotong

Ditutup chambernya

Dibiarkan kertas saring hingga basah dan keluar

Hasil

Dibuat pola pada sebuah kertas

dengan batas bawah 1 cm dan

batas atas 0,5 cm

Diletakkan diatas pola tersebut.

Fase minyak

Ditotolkan dengan

menggunakan pipa kapiler pada

bagian kanan setipis mungkin

Fase air

Plat KLT

Hasil

Page 12: laporan minyak atsiri

3.2.6 Proses Elusi

3.2.7 Pengamatan

Hasil

Dimasukkan dalam chamber

yang sudah jenuh

Ditutup chambernya

Dibiarkan terelusi sampai batas

atas

Hasil

Noda yang terpisah karena disinari UV 254 nm dan 366 nm

Plat KLT yang sudah ditotolkan sampel

Diamati jaraknya

Digambar

Dihitung nilai Rf dari tiap noda

pada plat

Hasil

Ditotolkan dengan

menggunakan pipa kapiler pada

bagian kiri setipis mungkin

Page 13: laporan minyak atsiri

IV. HASIL PERCOBAAN4.1 Hasil

No.

Perlakuan Keterangan Dokumentasi

1. Menimbang simplisia daun kayu putih

Sebanyak 200 gram

2. Memasukkan ke dalam alat destilasi

Destilasi yang berisi minyak kayu putih dan air 3 liter

3. Menambahkan aquades 2/3 volume panic destilator dan melakukan destilasi kurang lebih 4 jam. Memasukkan juga aquades melalui tabung dialat destilator sampai tabung berisi setengahnya

4. Menampung hasil destilat

Destilat yang diperolehs ebanyak ± 1200 mL

Page 14: laporan minyak atsiri

5. Memasukkan dalam corong pisah

6. Memisahkan minyak atsiri dan air dalam corong pisah, didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan

Lapisan atas: minyakLapisan bawah: air

7. Memisahkan bagian minyak dan bagian air, memasukkan dalam vial

8.Mengaktifkan plat silika gel yang digunakan sebagai fase diam KLT dalam oven suhu 1050C selama 30 menit

9. Membuat fase gerak / eluen dengan perbandingann-heksan dan etil asetat (7:3)

Larutan eluen yang dibuat sebanyak 10 mL

Page 15: laporan minyak atsiri

10. Menjenuhkan chamber dengan menggunakan kertas saring. Dilakukan penotolan fase minyak & fase air pada KLT

11. Melakukan proses elusi sampai tanda batas

12. Mengamati noda pada UV 254 nm & 366 nm

254 nm

366 nm

Perhitungan 254 nm

Fase minyak : Fase air :

Rf = Jarak noda

Jarak eluen

= Jarak Noda – tailing

Jarakeluen

= 6,2 – 1,7

Rf = Jarak noda

Jarak eluen

= Jarak Noda – tailing

Jarakeluen

= 6,2 – 1, 8

Page 16: laporan minyak atsiri

6,5

= 0,69

6,5

= 0,68

Page 17: laporan minyak atsiri

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM. 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Gritter, J.R. 1991. Kromatografi. Penerbit Institut Teknologi, Bandung.

Hendayana, S. 2010. Kimia Pemisahan. Penerbit Rosda, Bandung.

Krisnaningrum, W. 2011. Pengambilan Minyak Atsiri Daun Kayu Putih (Melaleuca leucadendron L.) dengan Metode Destilasi Air di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu. Laporan Kegiatan Magang Tugas Akhir. Surakarta.

Rohman, A. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Sudjadi. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Supardan, M.D., Ruslan, Satriana, Normalina A. 2009. Hidrodistilasi Minyak Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Menggunakan Gelombang Ultrasonik. Reaktor. 12(4): 239-244

Supriyanto dan Bambang C. 2012. Perbandingan Kandungan Minyak Atsiri antara Jahe Segar dan Jahe Kering. Chem. Prog. 5(2): 81-85

Widiyanto, A dan Mohamad S. 2014. Sifat Fisikokimia Minyak Kayu Putih Jenis Asteromyrtus brasii. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 32(4): 243-252

Page 18: laporan minyak atsiri

V. Pembahasan

Praktikum ini berjudul Isolasi dan Identifikasi Komponen Minyak

Atsiri Dari Daun Kayu Putih (Melaleuca leucadendron, L.). Tujuannya adalah

dapat memahami prinsip dan dapat melakukan isolasi minyak atsiri dari daun

kayu putih (Melaleuca leucadendron, L.) beserta analisis kualitatif dengan

metode kromatografi lapis tipis. Daun kayu putih yang digunakan adalah daun

yang dikeringkan lalu dipotong kecil-kecil.

Tumbuhan Kayu Putih memiliki banyak manfaat bagi kesehatan

karena tumbuhan ini dapat dikategorikan sebagai tumbuhan obat. Yang sering

digunakan sebagai obat adalah dari kulit dan daunnya sedang penggunaannya

biasanya dijadikan ramuan. Untuk penggunaan ramuan Kayu Putih dalam

bentuk kemasan biasanya pada saat melakukan perjalanan jauh atau untuk

menghangatkan tubuh pada musim dingin. Selain itu bisa juga digunakan

untuk mengatasi orang yang sedang mengalami mabuk perjalanan dan

berbagai masalah kesehatan lainnya. Selain itu, minyak kayu putih dapat

mengobati penyakit seperti demam, flu, batuk (Guenther, 2006).

Minyak atsiri adalah senyawa mudah menguap yang tidak larut di dalam

air yang berasal dari tanaman. Minyak atsiri dapat dipisahkan dari jaringan

tanaman melalui proses destilasi. Proses ini jaringan tanaman dipanasi dengan

air atau uap air. Minyak atsiri akan menguap dari jaringan bersama uap air yang

terbentuk atau bersama uap air yang dilewatkan pada bahan. Campuran uap air

dan minyak atsiri dikondensasikan pada suatu saluran yang suhunya relatif

rendah. Hasil kondensasi berupa campuran air dan minyak atsiri yang sangat

mudah dipisahkan kerena kedua bahan tidak dapat saling melarutkan

(Hasbullah, 2001).

Percobaan ini menggunakan cara destilasi atau penyulingan. Destilasi

atau penyulingan adalah suatu pemurnian senyawa oganik cair dimana suatu

proses yang didahului dengan penguapan senyawa cair, lalu uap diembunkan

dan akan kembali mncair. Prosesnya yaitu larutan diuapkan pada alat uap yang

kemudian mengental dan kembali menjadi cairan. Kromatografi adalah metode

pemisahan komponen dalam suatu sampel dimana komponen didistribusikan

diantara dua fase, yaitu fase gerak dan fase diam. Fase gerak adalah fase yang

Page 19: laporan minyak atsiri

membawa cuplikan, dan fase diam adalah fase yang menahan cuplikan secara

efektif.

Cara kerja yang pertama dalam percobaan ini yaitu menimbang 200 gr

daun kayu putih yang sudah dikeringkan sebelumnya. Setelah ditimbang, daun

kayu putih selanjutnya diremas-remas menjadi ukuran yang lebih kecil dan

dimasukkan kedalam labu desilator. Ditambahkan aquades sebanyak 2/3 dari

volume labu desilator (mencapai setengah dari pipa desilator) lalu dilakukan

proses destilasi selama ± 4 jam. Destilat yang diperoleh (± 1200 ml) kemudian

ditampung didalam Erlenmeyer 250 ml yang ditutup dengan aluminium foil dan

dipindah kedalam corong pisah untuk memisahkan campuran minyak dan air.

Setelah terpisah antara mnyak dan air, minyak yang didapat dimasukkan ke

dalam vial.

Selanjutnya yaitu mengaktifkan plat KLT, plat KLT dimasukkan

kedalam oven dengan suhu 105º C - 110º C selama 30 menit. Tujuan dari

pengaktifan plat KLT yaitu untuk mengaktifkan adsorben dan agar molekul-

molekul air yang terikat pada plat hilang, karena jika dalam plat masih

mengandung molekul air, maka plat tidak bisa aktif. Setelah plat KLT

diaktifkan, selanjutnya membuat eluen (fase gerak). N-heksan sebanyak 7 ml

dan etil asetat 3 ml dicampur dalam gelas beker lalu diaduk dengan batang

pengaduk. Didapat 10 ml eluen non polar n-heksan : etil asetat (7:3). Eluen

yang dibuat dimasukkan dalam chamber sampai tingginya 0,5 cm. dimasukkan

kedalam chamber kertas saring yang sudah dipotong dengan panjang melebihi

chamber, dan chamber ditutup sampai kertas saring terbasahi sampai keluar.

Selama proses penjenuhan, chamber harus dijaga jangan sampai chamber

tersentuh atau dipindahkan. Jika selama penjenuhan, chambernya tersentuh atau

dipindah maka akan mempengaruhi proses penjenuhan, karena saat eluen mulai

naik dan membasahi seluruh kertas saring maka akan turun kembali.

Penjenuhan ditandai dengan kertas saring yang berada dalam chamber sudah

terbasahi seluruhnya.

Plat KLT yang sudah diaktifkan digambar polanya pada kertas dengan

batas bawah 1 cm dan atas 0,5 cm. fase minyak ditotolkan setipis mungkin

menggunakan pipa kapiler paa bagian kanan dan fase air ditotolkan pada bagian

Page 20: laporan minyak atsiri

kiri. Setelah penotolan selesai, plat KLT dimasukkan kedalam chamber yang

sudah jenuh lalu ditutup dan dibiarkan terelusi sampai batas atas. Diamati noda

pada UV 254nm dan 366 nm, diamati jaraknya, digambar lalu dihitung nilai rf

dari tiap nod pada plat. Didapat hasil perhitungan nilai rf yaitu untuk fase

minyak nilai rf nya 0,69 dan nilai rf dari fase air adalah 0,68.

VI. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah:

1. Minyak atsiri adalah senyawa mudah menguap yang tidak larut didalam

air yang berasal dari tanaman.

2. Sifat-sifat minyak atsiri yaitu berbau harum sesuai aroma tanaman yang

menghasilkannya, mempunyai rasa getir, pahit atau pedas, berupa cairan

berwarna kuning, kemerahan dan ada yang tidak berwarna.

3. Nilai rf dari fase minyak yaitu 0,69 dan fase air 0,68.