laporan lemak safonifikasi

25
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN LEMAK UJI SAFONIFIKASI Diajuakan untuk memenuhi persyaratan Praktikum Biokimia Pangan Oleh : Nama : Shinta Selviana NRP :123020011 Kel /Meja : A/5 (Lima) Asisten :Noorman Adhi Tridhar Tgl . Percobaan :14 April 2014 LABORATORIUM BIOKIMIA PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN

Upload: shinta-selviana

Post on 28-Dec-2015

74 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan lemak safonifikasi

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN

LEMAK UJI SAFONIFIKASI

Diajuakan untuk memenuhi persyaratan Praktikum Biokimia Pangan

Oleh :Nama : Shinta SelvianaNRP :123020011Kel /Meja : A/5 (Lima)Asisten :Noorman Adhi TridharTgl . Percobaan :14 April 2014

LABORATORIUM BIOKIMIA PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASUNDAN

BANDUNG 2014

Page 2: laporan lemak safonifikasi

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

I PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang percobaan, (2) Tujuan Percobaan, (3) Prinsip Percobaan, dan (4)Reaksi Percobaan.

1.1.Latar Belakang Percobaan

Lemak adalah suatu ester asam lemak dengan gliserol. Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliderol dapat mengikat satu, dua atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida atau trigliserida. Pada lemak, satu molekul gliserol mengikat tiga molkekul asam lemak, oleh karena itu lemak adalah suatu trigliserida. R1-COOH, R2-COOH, dan R3-COOH ialah molekul asam lemak yang terikat pada gliserol. Ketiga molekul asam lemak ini boleh sama, boleh berbeda (Poedjiadi, 2005).

1.2. Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan Uji Saponifikasi adalah untuk mengetahui banyaknya busa yang dihasilkan dengan menggunakan KOH dan NaOH.

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip dari Uji Saponifikasi adalah berdasarkan pada lemak yang terhidrolisis oleh alkali basa menghasilkan sabun dan gliserol.

Page 3: laporan lemak safonifikasi

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

1.4 Reaksi percobaan

Gambar 1. Reaksi Uji Safonifikasi

Page 4: laporan lemak safonifikasi

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

II METODE PERCOBAAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Bahan yang Digunakan, (2) Pereaksi yang Digunakan, (3) Alat yang Digunakan, dan (4) Metode percobaan

2.1. Bahan yang Digunakan

Bahan yang di gunakan dalam Uji.sampel A( mayonese) dan sampel B (alpukat)

2.2. Pereaksi yang Digunakan

Pereaksi yang digunakan dalam uji.KOH dan NaOH

2.3. Alat yang Digunakan

Peralatan yang digunakan pada uji tabung reaksi dan pipet sebanyak sampel , penangas air , dan penjepit tabung .

2.4. Metode Percobaan

Metode percobaan yang digunakan dalam Uji safonifikasi adalah seperti gambar di bawah ini:

Page 5: laporan lemak safonifikasi

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

Gambar 2. Metode Percobaan Uji Safonifikasi

Page 6: laporan lemak safonifikasi

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

III HASIL PENGAMATAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Hasil Pengamatan dan, (2) Pembahasan.

3.1. Hasil Pengamatan

Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Safonifikasi

Sampel Pelarut Hasil I Hasil IIA NaoH + +

KOH ++ ++B NaoH + +

KOH ++ ++

Keterangan : ++ lebih banyak busa+ sedikit busa

Sumber : Hasil I : Shinta dan Fitriani, Kelompok A, Meja 5, 2014

Hasil II : Laboratorium Biokimia Pangan, 2014

Page 7: laporan lemak safonifikasi

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

Gambar 3. Hasil Pengamatan Uji Safonifikasi

3.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil percobaan sampel yang di hidrolisis oleh KOH memiliki banyak busa di bandingkan dengan NaOH karena KOH sifat nya lebih reaktif di bandingkan dengan NaoOH.

Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Minyak dan lemak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E, dan K. Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair. Lemak hewani ada yang berbentuk padat (lemak) yang biasanya berasal dari lemak hewan. Lemak nabati yang berbentuk cair dapat dibedakan atas tiga golongan yaitu drying oil yang akan membentuk lapisan keras bila mengering di udara, semi drying oil seperti minyak jagung, minyak biji kapas, dan non drying oil, misalnya minyak kelapa dan minyak

Page 8: laporan lemak safonifikasi

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

kacang tanah. Lemak nabati yang berbentuk padat adalah minyak cokelat dan bagian stearin dari minyak kelapa sawit (Winarno, 1991).

Yang dimaksud dengan lemak di sini adalah suatu ester asam lemak dengan gliserol. Gliserol adalah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua, atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida, atau trigliserida. Lemak hewan pada umumnya berupa zat padat pada suhu ruangan, sedangkan lemak yang berasal dari tumbuhan berupa zat cair. Lemak yang mempunyai titik lebur tinggi mengandung asam lemak jenuh, sedangkan lemak cair atau yang biasa disebut minyak mengandung asam lemak tidak jenuh (Poedjiadi,2005).

Seperti halnya lipid pada umumnya, lemak atau gliserida asam lemak pendek dapat larut dalam air, sedangkan gliserida asam lemak panjang tidak larut. Semua gliserida larut dalam ester, kloroform, atau benzena. Alkohol panas adalah pelarut lemak yang baik. Dengan proses hidrolisis lemak akan terurai menjadi asam lemak dan gliserol. Proses ini dapat berjalan dengan menggunakan asam, basa, atau enzim tertentu. Proses hidrolisis yang menggunakan basa menghasilkan gliserol dan garam asam lemak atau sabun. Oleh karena itu proses hidrolisis yang menggunakan basa disebut proses penyabunan atau safonifikasi. Jumlah mol basa yang digunakan dalam proses penyabunan ini tergantung pada jumlah mol asam lemak (Poedjiadi,2005).

Pada umumnya lemak apabila dibiarkan lama di udara akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak. Hal ini disebabkan oleh proses hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas. Di samping itu dapat pula terjadi proses oksidasi terhadap asam lemak tidak jenuh yang hasilnya akan menambah bau dan rasa yang tidak enak. Oksidasi asam lemak tidak jenuh akan menghasilkan peroksida dan selanjutnya akan terbentuk aldehida. Inilah yang

Page 9: laporan lemak safonifikasi

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

menyebabkan terjadinya bau dan rasa yang tidak enak atau tengik. Kelembaban udara, cahaya, suhu tinggi, dan adanya bakteri perusak adalah faktor-faktor yang menyebabkan ketengikan lemak (Poedjiadi,2005).

Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah suatu zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis. Gliserol larut baik dalam air dan tidak larut dalam eter. Apabila gliserol dicampur dengan KHSO4 dan dipanaskan hati-hati, akan timbul bau yang tajam khas seperti bau lemak yang terbakar yang disebabkan oleh terbentuknya akrilaldehida atau akrolein. Oleh karena timbulnya bau yang tajam itu, akrolein mudah diketahui dan reaksi ini telah dijadikan reaksi untuk menentukan adanya gliserol atau senyawa yang mengandung gliserol seperti lemak dan minyak (Poedjiadi,2005).

Senyawa-senyawa yang termasuk lipid ini dapat dibagi ke dalam beberapa golongan. Ada beberapa cara penggolongan yang dikenal. Bloor membagi lipid dalam tiga golongan besar. Yang pertama adalah lipid sederhana, yaitu ester asam lemak dengan berbagai alkohol, contohnya lemak atau gliserida dan lilin (waxes). Yang kedua adalah lipid gabungan, yaitu ester asam lemak yang mempunyai gugus tambahan, contohnya fosfolipid, serebrosida. Yang ketiga adalah derivat lipid, yaitu senyawa yang dihasilkan oleh proses hidrolisis lipid, contohnya asam lemak, gliserol, dan sterol. Di samping itu berdasarkan sifat kimia yang penting, lipid dapat dibagi dalam dua golongan yang besar, yakni lipida yang disabunkan, yakni dapat dihidrolisis dengan basa, contohnya lemak, dan lipid yang tidak dapat disabunkan, contohnya steroid (Poedjiadi,2005).

Page 10: laporan lemak safonifikasi

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

Asam lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida atau lemak, baik yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Asam ini adalah asam karboksilat yang mempunyai rantai karbon panjang (Poedjiadi,2005).

Asam lemak yang ditemukan di alam dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam-asam lemak tidak jenuh berbeda dalam jumlah dan posisi ikatan rangkapnya, dan berbeda dengan asam lemak jenuh dalam bentuk molekul keseluruhannya. Asam lemak tidak jenuh biasanya terdapat dalam bentuk cis. Karena itu molekul akan bengkok pada ikatan rangkap, walaupun ada juga asam lemak tidak jenuh dalam bentuk trans. Adanya ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh menimbulkan kemungkinan terjadinya isomer yang terjadi pada posisi ikatan rangkap (Winarno, 1991).

Rantai karbon yang jenuh ialah rantai karbon yang tidak mengandung ikatan rangkap, sedangkan yang mengandung ikatan rangkap disebut rantai karbon tidak jenuh. Beberapa asam lemak yang termasuk asam lemak jenuh diantaranya adalah asam butirat, asam kaproat, asam palmitat, asam stearat, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk ke dalam asam lemak tidak jenuh diantaranya adalah asam oleat, asam linoleat, asam linolenat, dan lain-lain (Poedjiadi,2005).

Telah diketahui bahwa asam lemak jenuh yang mempunyai rantai karbon pendek, yaitu asam butirat dan kaproat mempunyai titik lebur yang rendah. Ini berarti bahwa kedua asam tersebut berupa zat cair pada suhu kamar. Makin panjang rantai karbon, maka makin tinggi titik leburnya. Asam palmitat dan stearat berupa zat padat pada suhu kamar (Poedjiadi,2005).

Apabila dibandingkan dengan asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh mempunyai titik lebur lebih rendah.

Page 11: laporan lemak safonifikasi

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

Asam oleat mempunyai rantai karbon sama panjang dengan asam stearat, akan tetapi suhu kamar asam oleat berupa zat cair. Di samping itu makin banyak jumlah ikatan rangkap, makin rendah titik leburnya. Hal ini tampak pada titik lebur asam linoleat yang lebih rendah dari titik lebur asam oleat (Poedjiadi,2005).

Asam butirat larut dalam air. Kelarutan asam lemak dalam air berkurang dengan bertambah panjangnya rantai karbon. Asam kaproat larut sedikit dalam air, sedangkan asam palmitat, stearat, oleat, dan linoleat tidak larut dalam air. Asam linolenat mempunyai kelarutan dalam air sangat kecil. Umumnya asam lemak larut dalam eter atau alkohol panas (Poedjiadi,2005).

Asam lemak adalah asam lemah. Apabila dapat larut dalam air molekul asam lemak akan terionisasi sebagian dan akan melepaskan ion H+. Dalam hal ini pH larutan tergantung pada konstanta keasaman dan derajat ionisasi masing-masing asam lemak. Asam lemak dapat bereaksi dengan basa membentuk garam. Garam natrium atau kalium yang dihasilkan oleh asam lemak dapat larut dalam air dan dikenal sebagai sabun. Sabun kalium disebut sabun lunak dan digunakan sebagai sabun untuk bayi. Asam lemak yang digunakan untuk sabun umumnya adalah asam palmitat atau stearat. Minyak adalah ester asam lemak tidak jenuh dengan gliserol. Melalui proses hidrogenasi dengan bantuan katalis logam Pt atau Ni, asam lemak tidak jenuh diubah menjadi asam lemak jenuh, dan melalui proses penyabunan dengan basa NaOH atau KOH akan terbentuk sabun dan gliserol (Poedjiadi,2005).

Molekul sabun terdiri atas rantai hidrokarbon dengan gugus COO- pada ujungnya. Bagian hidrokarbon bersifat hidrofob artinya tidak suka pada air atau tiak mudah larut dalam air, sedangkan gugus –COO- bersifat hidrofil, artinya suka akan air, jadi dapat larut dalam air. Oleh karena adanya dua bagian itu, molekul sabun tidak sepenuhnya larut dalam air, tetapi membentuk misel, yaitu kumpulan rantai

Page 12: laporan lemak safonifikasi

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

hidrokarbon dengan ujung yang bersifat hidrofil di bagian luar. Sabun mempunyai sifat dapat menurunkan tegangan permukaan air. Hal ini tampak dari timbulnya busa apabila sabun dilarutkan dalam air dan diaduk (Poedjiadi,2005).

Asam lemak tidak jenuh mudah mengadakan reaksi pada ikatan rangkapnya. Dengan gas hidrogen dan katalis Ni dapat terjadi reaksi hidrogenasi, yaitu pemecahan ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal. Proses hidrogenasi ini mempunyai arti penting karena dapat mengubah asam lemak yang cair menjadi asam lemak padat. Karena ada ikatan rangkap, maka asam lemak tidak jenuh dapat mengalami oksidasi yang mengakibatkan putusnya ikatan C=C dan terbentuknya gugus -COOH (Poedjiadi,2005).

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa minyak sania dan margarin filma banyak menghasilkan buih dengan menggunakan pereaksi KOH sedangkan dengan menggunakan pereaksi NaOH 2 N menghasilkan sedikit buih. Minyak yang menghasilkan sedikit buih menyatakan bahwa kualitas minyak tersebut baik atau termasuk dalam minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh, sedangkan minyak yang menghasilkan banyak buih menandakan bahwa minyak tersebut kualitasnya tidak baik atau termasuk dalam minyak yang mengandung asam lemak jenuh (Poedjiadi,2005).

Sabun pada umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan sabun padat. Perbedaan utama dari kedua wujud sabun ini adalah alkali yang digunakan dalam reaksi pembuatan sabun. Sabun padat menggunakan natrium hidroksida/soda kaustik (NaOH), sedangkan sabun cair menggunakan kalium hidroksida (KOH) sebagai alkali. Selain itu, jenis minyak yang digunakan juga mempengaruhi wujud sabun yang dihasilkan. Minyak kelapa akan menghasilkan sabun yang lebih keras daripada minyak kedelai, minyak kacang, dan minyak biji katun (Anonim, 2012).

Page 13: laporan lemak safonifikasi

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

Bilangan penyabunan adalah jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 g lemak (Winarno,1997). Angka penyabunan dapat dipergunakan untuk menentukan molekul minyak dan lemak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek berarti mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya minyak dengan berat molekul besar mempunyai angka penyabunan relatif kecil (Sudarmadji, 2007).

Molekul sabun terdiri atas rantai hidrokarbon dengan gugus -COO- pada ujungnya. Bagian hidrokarbon bersifat hidrofob artinya tidak suka pada air atau tidak mudah larut pada air, sedangkan gugus -COO- bersifat hidrofil, artinya bersifat suka akan air, jadi dapat larutt dalam air. Oleh karena ada dua bagian itu, molekul sabun tidak sepenuhnya larut dalam air, tetapi terbentuk misel, yaitu kumpulan rantai hidrokarbon dengan ujung yang bersifat hidrofil di bagian luar. Jadi sabun dapat digunakan sebagai emulgator. Pada proses pembentukan emulsi ini, bagian hidropob molekul sabun masuk ke dalam lemak, sedangkan ujung yang bermuatan negatif ada di bagian luar. Oleh karena adanya gaya tolak antara muatan listrik negatif ini, maka kotoran akan terpecah menjadi partikel-partikel kecildan membentuk emulsi. Sabun mempunyai sifat dapat menurunkan tegangan permukaan air. Hal ini tampak dari timbulnya busa apabila sabun dilarutkan dalam air dan diaduk (Poedjiadi,2005).

Dengan proses hidrolisis lemak akan terurai menjadi asam lemak dan gliserol. Proses ini dapat berjalan dengan menggunakan asam, basa, atau enzim tertentu. Proses hidrolisis yang menggunakan basa menghasilkan gliserol dan garam asam lemak atau sabun. Oleh karena itu proses hidrolisis yang menggunakan basa disebut proses penyabunan atau safonifikasi. Jumlah mol basa yang digunakan dalam proses penyabunan ini tergantung pada jumlah mol asam lemak. Apabila rantai karbon pendek, maka

Page 14: laporan lemak safonifikasi

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

jumlah mol asam lemak besar, sebaliknya apabila rantai karbonnya panjang maka jumlah mol asam lemak kecil. Jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram lemak disebut bilangan penyabunan. Jadi besar atau kecilnya bilangan penyabunan ini tergantung pada panjang atau pendeknya rantai karbon asam lemak atau dapat dikatakan juga bahwa besarnya bilangan penyabunan tergantung pada berat lemak tersebut. Makin kecil berat molekul lemak, makin besar bilangan penyabunannya (Poedjiadi,2005).

Pembahasan dari uji safonifikasi didapatkan bahwa sampel yang direaksikan dengan KOH lebih banyak menghasilkan buih daripada sample yang direaksikan dengan NaOH. Hal ini sesuai dengan hasil dari laboratorium.

Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa lemah (misalnya NaOH). Istilah saponifikasi dalam literatur berarti “soap making”. Akar kata “sapo” dalam bahasa Latin yang artinya soap / sabun. Sabun terutama mengandung C12 dan C16 selain itu juga mengandung asam karboksilat. Ada dua produk yang dihasilkan dalam proses saponifikasi, yaitu sabun dan gliserin (Anonim, 2011).

Pereaksi yang digunakan dalam uji safonifikasi ini adalah larutan alkoholis. Larutan alkoholis merupakan basa kuat yang termasuk kedalam golongan I A dan disebut juga alkali. Logam alkali merupakan logam yang sangat reaktif, bereaksi hebat dengan air dan oksigen. Reaksi logam natrium dan kalium dengan air bersifat ekplosif (timbul letupan gas), dan eksoterm (nyala api) membentuk basa dan hidrogen.

Bilangan penyabunan adalah jumlah milligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak. Apabila sejumlah sampel minyak atau lemak disabunkan dengan larutan KOH berlebih dalam alkohol, maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau

Page 15: laporan lemak safonifikasi

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

lemak. Larutan alkali yang tertinggal ditentukan dengan titrasi menggunakan HCl sehingga KOH yang bereaksi dapat diketahui. Angka penyabunan dapat dipergunakan untuk menentukan molekul minyak dan lemak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek berarti mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya minyak dengan berat molekul besar mempunyai angka penyabunan relatif kecil (Winarno, 1991).

Semakin banyak busa yang dihasilkan itu menandakan adanya ikatan tunggal dari sampel yang dapat diartikan sebagai asam lemak jenuh. Jadi, semakin banyak busa sampel semakin tidak baik karena termasuk dalam asam lemak jenuh. Dengan proses hidrolisis lemak akan terurai menjadi asam lemak dan gliserol. Proses ini dapat berjalan dengan menggunakan asam, basa, atau enzim tertentu. Proses hidrolisis yang menggunakan basa menghasilkan gliserol dan garam asam lemak atau sabun. Oleh karena itu proses hidrolisis yang menggunakan basa disebut proses penyabunan atau safonifikasi. Jumlah mol basa yang digunakan dalam proses penyabunan ini tergantung pada jumlah mol asam lemak (Poedjiadi, 1994).

Apabila rantai karbon pendek, maka jumlah mol asam lemak besar, sebaliknya apabila rantai karbonnya panjang maka jumlah mol asam lemak kecil. Jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram lemak disebut bilangan penyabunan.

Page 16: laporan lemak safonifikasi

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

Jadi besar atau kecilnya bilangan penyabunan ini tergantung pada panjang atau pendeknya rantai karbon asam lemak atau dapat dikatakan juga bahwa besarnya bilangan penyabunan tergantung pada berat lemak tersebut. Makin kecil berat molekul lemak, makin besar bilangan penyabunannya (Poedjiadi, 1994).

Angka penyabunan dapat dipergunakan untuk menentukan molekul minyak dan lemak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek berarti mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya minyak dengan berat molekul besar mempunyai angka penyabunan relatif kecil (Sudarmadji, 2003).

Lemak yang terdapat di alam umumnya tergolong trigliserida yang asamnya campuran,karena itu mengisolasi triglesirida murni merupakan pekerjaan yang sangat pelik.Melalui hidrolisis senyawa ester dapat diuraikan lagi menjadi komponen-komponen semula.yang paling mudah jika di campur dengan basa(NaOH atau KOH),maka terjadilah garam-garam alkali yang disebut sabun (Nicky, 2000).

Pada umumnya, alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun pada umumnya hanya NaOH dan KOH, namun kadang juga menggunakan NH4OH. Sabun yang dibuat dengan NaOH lebih lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat dengan KOH. Sabun yang terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH) mempunyai nilai pH antara 9,0 sampai 10,8 sedangkan sabun yang terbuat dari alkali lemah (NH4OH) akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah yaitu 8,0 sampai 9,5 (Prawira, 2008).

Page 17: laporan lemak safonifikasi

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

IV KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Kesimpulan dan (2) Saran.

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan Uji Safonifikasi pada sampel mayonese dan alpuket yang di beri pereaksi NaOH mengandung sedikit busa sedangkan pada pada sampel minyak goreng sania dan magarin filma yang di beri pereaksi KOH mengandung banyak busa.

.

4.2 Saran

Pada percobaan uji lemak ini sebaiknya praktikan benar – benar memahami prosedur dan materi yang dilakukan dan setelah percobaan alat yang akan dan telah digunakan dicuci bersih, supaya tidak terjadi kesalahan dalam percobaan.

Page 18: laporan lemak safonifikasi

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2011), Asam Lemak. http://id.wikipedia.org/wiki/Keton. Diakses senin/15/04/2014 .

Anonim. (2010). Pelarut Organik. http://kimia.upi.edu/. Diakses Senin 14/04/2014 .

Almatsier, Sunita. (2001), Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

deMan, John M. (1989). Kimia Makanan. Penerbit ITB; Bandung.

Poedjaji, Anna. (2005). Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Sudarmadji, dll, (1989), Analisa Bahan Makanan dan

Pertanian, Penerbit Liberty Yogyakarta bekerja sama dengan UGM: Yogyakarta.

Winarno, FG. (1991), Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Page 19: laporan lemak safonifikasi