laporan laju endap darah

17
LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI LAJU ENDAP DARAH (LED) OLEH : NI WAYAN GEK GITA ULANDARI P07134014025 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

Upload: gita

Post on 04-Jan-2016

148 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

laporan praktikum laju endap darah. Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Laju Endap Darah

LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI

LAJU ENDAP DARAH (LED)

OLEH :

NI WAYAN GEK GITA ULANDARI

P07134014025

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

2015

Page 2: Laporan Laju Endap Darah

LAJU ENDAP DARAH (LED)

Hari, Tanggal : Rabu, 23 September 2015.

Tempat : Laboratorium Hematologi Jurusan Analis Kesehatan Politeknik

Kesehatan Denpasar

I. Tujuan

a. Tujuan Instruksional Umum

1. Mahasiswa dapat mengetahui cara penetapan Laju Endap Darah pada darah

probandus.

2. Mahasiswa dapat menjelaskan cara penetapan Laju Endap Darah pada

darah probandus.

b. Tujuan Instruksional Khusus

1. Mahasiswa dapat melakukan cara penetapan Laju Endap Darah pada darah

probandus.

2. Mahasiswa dapat mengetahui kecepatan pengendapan eritrosit dalam

mm/jam I.

3. Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil penetapan Laju Endap Darah

pada darah probandus.

II. Metode

Westergreen.

III. Prinsip

Spesimen darah dengan antikoagulan yang telah dicampur dengan baik dituangkan ke

dalam tabung Westergreen dan diletakkan pada rak Westergreen atau dituangkan dalam

tabung Wintrobe dan ditunggu selama 1 jam itu adalah LED nya.

IV. Dasar Teori

Darah adalah media kompleks non-Newtonian yang terdiri dari plasma darah dan sel-

sel darah. Sel darah merah (eritrosit) menempati 30-50% dari volume darah dan memiliki

peran yang sangat penting dalam menentukan sifat mekanik darah sebagai media partikulat.

(Anal Chem, 2012)

Page 3: Laporan Laju Endap Darah

Berdasarkan penelitian mengenai darah, berbagai penyakit kardiovaskuler

menyebabkan perubahan sifat biofisik pada darah. Sifat biofisik darah diantaranya adalah

viskositas, viscoelasticity, deformabilitas, agregasi, dan tingkat sedimentasi eritrosit (laju

endap darah). Sifat biofisik darah diukur untuk memantau secara efektif keadaan dan

perkembangan penyakit tersebut. Di antara sifat – sifat biofisik darah tersebut, LED (laju

endap darah) disarankan oleh Westergreen pada tahun 1921 secara klinis digunakan untuk

mendeteksi infeksi atau inflamasi penyakit, termasuk anemia, penyakit ginjal, penyakit tiroid,

rheumatoid arthritis, aterosklerosis, dan bahkan kanker. Laju endap darah merupakan waktu

dimana sel – sel darah merah dengan antikoagulan jatuh dalam tabung vertical setelah 1 jam.

Perbedaan hasil LED tergantung pada kondisi fisiologis, seperti tingkat protein plasma dan

hematokrit. Selain itu, LED merupakan indicator RBC (Red Blood Cell) agregasi dan

vsikositas darah pada kondisi laju geser rendah. (Iomicrofluidics, 2014)

Pada tahun 1897 dokter Polandia Edmund Faustyn Biernacki menemukan sebuah

metode untuk mengukur LED. Kemudian, metode yang serupa juga dilaporkan oleh Robert

Sanno Fahraeus pada tahun 1918 dan Alf Vilhelm Albertsson Westergren. Metode ini

dinamakan metode Westergreen. Dalam metode Westergreen, digunakan campuran 4 : 1

antara darah vena dengan natrium sitrat dan dimasukkan dalam tabung dengan skala

sedimentasi 200 mm. Tabung ini diletakkan vertical dalam rak westergreen dalam suhu

kamar. Setelah 1 jam, jarak dari meniscus permukaan ke tingkat atas sedimen sel darah merah

tercatat sebagai LED dalam satuan mm/jam. Jatuhnya eritrosit ke bagian dasar pipet

Westergreen mengikuti sigmoid berbentuk kurva yang merupakan kurva eritrosit sedimentasi.

Kurva ini terdiri dari tiga tahap yaitu : tahap awal, yang meliputi agregasi dan percepatan

sedimentasi eritrosit; fase yang panjang, di mana ada tingkat konstan jatuh; dan fase

perlambatan akhir, yang meliputi kumpulan agregat di bagian bawah tabung. (PLoS One,

2015).

Tingkat sedimentasi eritrosit tinggi menunjukkan kemungkinan adanya peradangan

atau tumor. Sedangkan, tingkat sedimentasi eritrosit rendah dapat terjadi pada kondisi

polisitemia vera. (Vasc Health Risk Manag, 2012)

Page 4: Laporan Laju Endap Darah

V. Alat dan Bahan

a. Alat

Rak tabung, tabung reaksi 10 ml, push

ball, dan botol semprot dengan

akuades

Rak Westergreen dan Pipet

Westergreen

b. Bahan

Darah vena dengan antikoagulan

EDTA

NaCl 0,85 %

VI. Cara Kerja

Menurut Westergreen:

1. Dihisap 50 mm NaCl 0,85 % dengan pipet Westergreen dan bantuan push ball,

kemudian dipindahkan ke dalam tabung reaksi.

2. Dihisap 200 mm darah vena dengan antikoagulan EDTA menggunakan pipet

Westergreen dan push ball, kemudian dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang

telah berisi NaCl 0,85 %.

Page 5: Laporan Laju Endap Darah

3. Dihomogenkan darah dengan NaCl 0,85 % dengan baik.

4. Dihisap campuran tersebut ke dalam pipet Westergreen sampai garis tanda 0 mm

kemudian dibiarkan pipet itu dalam sikap tegak lurus dalam rak Westergreen

selama 60 menit.

5. Dibaca tingginya lapisan plasma dengan milimeter dan dilaporkan angka tersebut

sebagai LED.

VII. Nilai Rujukan

Westergreen : Laki – laki = s/d 10 mm/jam I

Perempuan = s/d 15 mm/jam I

VIII. Hasil Pengamatan

Probandus :

Nama : I Kadek Hardyawan

Umur : 19 tahun

Jenis kelamin : Laki – laki

Hasil :

IX. Pembahasan

Pada praktikum Rabu, 23 September 2015 dilakukan praktikum pengukuran laju

endap darah (LED). LED adalah kecepatan pengendapan eritrosit pada suatu sampel darah

yang diletakkan dalam tabung tertentu dan dinyatakan dalam satuan mm/jam. Laju endap

darah memiliki tiga kegunaan utama, yaitu alat bantu untuk mendeteksi proses peradangan,

Laju Endap Darah : 5 mm/jam

I

Page 6: Laporan Laju Endap Darah

pemantauan aktivitas atau perjalanan penyakit, dan pemeriksaan penapisan/penyaring

(screening) untuk peradangan dan neoplasma yang tersembunyi. Metode pengukuran laju

endap darah yang digunakan pada praktikum ini adalah metode Westergreen. Metode

Westergreen adalah suatu metode pengukuran laju endap darah yang menggunakan campuran

4 : 1 antara darah vena dengan Natrium sitrat 3,8 % yang diletakkan dalam pipet Westergreen

secara vertical selama 1 jam.

Sampel yang digunakan pada praktikum ini adalah darah vena dengan antikoagulan

EDTA dari probandus laki – laki dewasa yang berumur 19 tahun. Digunakan antikoagulan

EDTA (ethylene diamine tetra acetate) karena, sebagai garam natrium atau kaliumnya, garam

– garam tersebut dapat mengubah ion kalsium (Ca2+) dari darah menjadi bentuk yang bukan

ion sehingga mencegah terjadinya penggumpalan. Tiap 1 mg EDTA dapat mencegah

membekunya 1 ml darah. Antikoagulan ini sangat cocok digunakan untuk pemeriksaan

hematologi seperti pengukuran laju endap darah pada darah manusia. Pemeriksaan sampel

dengan antikoagulan EDTA harus dilakukan segera setelah darah dimasukkan ke dalam

tabung, namun jika pemeriksaan terpaksa harus ditunda, maka sampel dapat diletakkan pada

lemari es dengan suhu 4oC dalam waktu 24 jam. Jika tidak, maka akan mempengaruhi hasil

pemeriksaan.

Pengukuran laju endap darah dengan metode Westergreen dilakukan dengan

menggunakan pipet Westergreen, rak Westergreen, tabung reaksi 10 ml, push ball, dan

Natrium sitrat 3,8 % sebagai antikoagulan sekaligus pengencer. Namun pada praktikum ini

Natrium sitrat 3,8 % digantikan dengan Natrium Klorida (NaCl) 0,85 %. Digunakan NaCl

karena sampel darah vena yang digunakan telah ditampung dalam tabung ungu yang berisi

antikoagulan EDTA, sehingga telah terjadi pengenceran darah dengan antikoagulan tersebut.

Jika tetap digunakan Natrium sitrat 3,8 % maka akan terjadi pengenceran darah berlebih

karena Natrium sitrat merupakan salah satu jenis antikoagulan, sehingga dapat

mempengaruhi hasil pengukuran laju endap darah. Selain itu, larutan Natrium klorida (NaCl)

juga berfungsi untuk membuat campuran menjadi isotonik karena NaCl memiliki pH netral

(7,0). Isotonik adalah keadaan dimana konsentrasi zat terlarut yang ada di dalam dan diluar

sel sama. Keadaan isotonik dibuat untuk menghindari terjadinya kerusakan pada sel – sel

darah terutama sel darah merah seperti terjadinya lisis (pecah) atau krenasi (mengkerut).

Perbandingan darah vena dengan NaCl yang diguakan adalah 4 : 1, yaitu 200 mm

darah vena dengan 50 mm NaCl. Sebanyak 50 mm NaCl yang telah diukur dengan pipet

Westergreen dipindahkan ke dalam tabung reaksi 10 ml, kemudian sebanyak 200 mm darah

vena dimasukkan ke dalam tabung reaksi tersebut dan dilakukan penghomogenan. Campuran

Page 7: Laporan Laju Endap Darah

yang telah homogen dihisap ke dalam pipet Westergreen sampai tanda batas 0 mm dan

kemudian diletakkan secara vertikal pada rak Westergreen selama 1 jam. Pipet Westergreen

harus diletakkan secara vertikal pada rak Westergreen agar tidak mempengaruhi kecepatan

pengendapan eritrosit. Karena semakin besar kemiringan penempatan pipet maka kecepatan

pengendapannya akan semakin tinggi sehingga hasil yang didapatkan tidak tepat. Pengukuran

LED dilakukan selama 1 jam karena kecepatan pengendapan eritrosit melewati 3 fase yang

masing – masing memiliki waktu tertentu. Fase – fase tersebut yaitu, fase pembentukan

rouleaux, fase pengendapan, dan fase pemadatan. Jika waktu pengukuran kurang dari 1 jam

maka fase – fase tersebut tidak akan tercapai dengan baik, sedangkan jika waktu pengukuran

tidak tepat. Setelah 1 jam, ketinggian lapisan plasma yang terbentuk dibaca dalam satuan

mm/jam dan dilaporkan sebagai nilai laju endap darah (LED).

Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan nilai laju endap darah pada probandus laki

– laki berusia 19 tahun adalah 5 mm/jam, yang artinya selama 1 jam terjadi pembentukan

plasma setinggi 5 mm. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai LED probandus masih dalam batas

normal jika dibandingkan dengan nilai rujukan yang ditetapkan yaitu s/d 10 mm/jam I. Dari

hasil ini dapat dikatakan bahwa kondisi tubuh probandus terutama sistem kardiovaskulernya

dalam keadaan baik. Namun pemeriksaan laju endap darah (LED) bukan merupakan

pemeriksaan utama, melainkan sebagai pemeriksaan pendukung untuk membantu dokter

dalam menegakkan diagnose penyakit. Nilai LED yang tinggi dapat terjadi pada :

Peradangan (inflamasi) akut maupun kronis.

Menstruasi dan kehamilan.

Diskrasia sel plasma. Terjadi peningkatan kadar immunoglobulin yang menyebabkan

peningkatan pembentukan rouleaux eritrosit.

Penyakit kolagen-vaskular, keganasan, kanker, dan TBC.

Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir.

Penyakit lupus eritematosus sistemik.

Pengaruh obat. (Riswanto, 2013)

Beberapa studi telah menemukan bahwa variasi nilai LED dipengaruhi oleh

perubahan musim, umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok dan berat badan probandus.

Kecenderungan nilai - nilai LED meningkat pada usia tua. Selain itu, beberapa studi telah

menemukan bahwa nilai - nilai LED juga dipengaruhi oleh faktor geografis. Sebagai contoh,

beberapa studi menemukan bahwa LED secara signifikan berkorelasi dengan ketinggian,

lintang, kelembaban relatif, suhu rata-rata tahunan dan curah hujan tahunan. (Int J Health

Geogr, 2013)

Page 8: Laporan Laju Endap Darah

Pengukuran nilai laju endap darah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Kemampuan eritrosit membentuk rouleaux. Rouleaux adalah gumpalan sel – sel darah

merah yang disatukan bukan oleh antibodi atau ikatan kovalen, tetapi semata – mata

oleh gaya tarik permukaan.

2. Luas permukaan/ukuran eritrosit, semakin luas permukaan suatu eritrosit maka LED

semakin meningkat.

3. Bentuk eritrosit, sel sabit gagal membentuk rouleaux sehingga LED nya rendah.

4. Rasio eritrosit terhadap plasma, pada anemia LED meningkat, sedangkan pada

polisitemia LED rendah.

5. Konsentrasi makromolekul dalam plasma, peningkatan kadar globulin atau fibrinogen

menyebabkan peningkatan pembentukan rouleaux sehingga pengendapan eritrosit

juga lebih cepat.

6. Viskositas (kekentalan) plasma, viskositas plasma yang tinggi menetralkan tarikan ke

bawah atau gumpalan sel – sel darah merah sehingga kecepatan pengendapan

berkurang.

7. Faktor teknis

- Letak posisi pipet, pipet yang diletakkan miring meningkatkan kecepatan

pengendapan eritrosit.

- Penampang pipet, makin besar diameter pipet, makin tinggi LED.

- Temperature, makin tinggi suhu, makin tinggi LED.

- Kelebihan antikoagulan dapat menyebabkan penurunan LED.

(Riswanto, 2013)

Pengukuran laju endap darah dengan metode Westergreen memiliki beberapa

kelemahan, seperti waktu pengukuran yang panjang (1 jam), memerlukan volume yang besar,

biaya tinggi karena instrumen berukuran massal dan spesimen tabung, prosedur pembersihan

tidak efektif, dan kesulitan dalam control kualitas hasil. Keakuratan pengukuran LED

dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk sudut instalasi vertikal dan kontaminasi dari

tabung spesimen. Selanjutnya, metode pengukuran LED konvensional (contohnya

Westergreen) hanya menyediakan nilai tunggal untuk setiap sampel darah setelah 1 jam. Oleh

karena itu, pendekatan konvensional tidak cukup untuk memperoleh keadaan dinamis dari sel

darah merah selama percobaan karena pertemuan antara wilayah RBC-habis dan wilayah

RBC-kaya tidak jelas ditunjukkan dalam tabung spesimen.

Page 9: Laporan Laju Endap Darah

X. Simpulan

Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa nilai laju endap darah (LED) probandus

yang diukur dengan menggunakan metode Westergreen masih dalam batas normal. Hal ini

menunjukkan bahwa keadaan sistem kardiovaskuler probandus dalam keadaan baik.

Pengukuran laju endap darah sangat diperlukan sebagai pemeriksaan pendukung dari

beberapa pemeriksaan utama untuk membantu dalam penegakan diagnosis terutama pada

penyakit yang berhubungan dengan sistem kardiovaskuler.

Page 10: Laporan Laju Endap Darah

Daftar Pustaka

Am J Hum Genet. 2011. Complement Receptor 1 Gene Variants are Associated with Erythrocyte Sedimentation Rate. [online]. Tersedia : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3135803/ . [diakses : 27 September 2015, 19.08 wita]

Anal Chem. 2012. Computational Analysis of Microfluidic Immunomagnetic Rare Cell Separation from a Particulate Blood Flow. [online]. Tersedia : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3359653/. [diakses : 26 September 2015, 17.00 wita]

Int J Health Geogr. 2013. Incorporating Geographical Factors with Artificial Neural Networks to Predict Reference Values of Erythrocyte Sedimentation Rate. [online]. Tersedia : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3600041/. [diakses : 27 September 2015, 19.10 wita]

Iomicrofluidics. 2014. Microfluidic-based Measurement of Erythrocyte Sedimentation Rate for Biophysical Assessment of Blood in an in vivo Malaria-Infected Mouse. [online]. Tersedia : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4189293/. [diakses : 26 September 2015, 16.09 wita]

PLoS One. 2015. Effects of Aggregation on Blood Sedimentation and Conductivity. [online]. Tersedia : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4457804/. [diakses : 26 September 2015, 16.11 wita]

R. Gandasoebrata. 2013. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat.

Riswanto. 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta : Alfa Media dan Kanal Media.

Sianny, dkk. 2015. Penuntun Praktikum Hematologi. Denpasar : Politeknik Kesehatan Denpasar Jurusan Analis Kesehatan.

Vasc Health Risk Manag. 2012. Erythrocyte Sedimentation Rate as a Marker for Coronary Heart Disease. [online]. Tersedia : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3333472/. [diakses : 26 September 2015, 17.03 wita]

Page 11: Laporan Laju Endap Darah

Denpasar, 27 September 2015

Praktikan

(Ni Wayan Gek Gita Ulandari)

Lembar Pengesahan

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

(DR. dr. Sianny Herawati, Sp.PK) (Rini Riowati, B.Sc)

Pembimbing III Pembimbing IV

(I Ketut Adi Santika, A. Md. AK) (Luh Putu Rinawati, S.Si)

Pembimbing V

(Surya Bayu Kurniawan, S.Si)

Page 12: Laporan Laju Endap Darah