laporan kunjungan kerja komisi vi dpr ri ke provinsi …€¦ · mewujudkan ketahanan industri...
TRANSCRIPT
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR RI
KE PROVINSI JAWA TENGAH
PADA MASA RESES PERSIDANGAN IV TAHUN SIDANG 2019 – 2020
21 – 24 JULI 2020
1
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
2020
I. PENDAHULUAN
A. Dasar Hukum
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3), yang telah dilakukan perubahan
terakhir melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019, dalam melaksanakan
tugas di bidang legislasi, anggaran, dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), DPR RI dapat mengadakan kunjungan kerja sesuai
bidangnya.
Komisi VI DPR RI yang membidangi Perdagangan, Perindustrian, Koperasi
dan UKM, BUMN, dan Investasi bermaksud akan melakukan kunjungan kerja ke
daerah, guna mendapatkan gambaran dan penjelasan yang berhubungan dengan
perkembangan kinerja Pemerintah Daerah, BUMN serta perkembangan sektor
industri tertentu termasuk permasalahan dan kendala yang dihadapi beserta upaya
penyelesaiannya.
B. Susunan Anggota Tim Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI
NO. ANGG. N A M A KETERANGAN
A-189 ARIA BIMA Pimpinan Komisi VI / F. PDIP
A-196 ADISATRYA SURYO SULISTO F.PDIP
A-179 GILANG DHIELAFARAREZ, SH, LL.M F.PDIP
A-208 dr. H. MUFTI A.N. ANAM F.PDIP
A-274 Ir. H.M. IDRIS LAENA F.PG
A-302 NUSRON WAHID F.PG
A-305 H. SINGGIH JANURATMOKO, SKH, MM F.PG
A-115 KHILMI F. GERINDRA
A-128 SUPRATMAN ANDI AGTAS, SH, MH F.GERINDRA
A-21 Drs. H. MOHAMMAD TOHA, S.Sos, M.Si F.PKB
A-25 SITI MUKAROMAH, S.Ag, MAP F.PKB
A-447 AMIN, AK, MM F.PKS
A-472 H. ACH. BAIDOWI, S.Sos, M.Si F.PPP
2
C. Objek Kunjungan Kerja
Beberapa pihak yang akan terlibat dalam kunjungan reses ini antara lain :
1. PT Phapros (Tbk) yang merupakan anak perusahaan BUMN dalam rangka
mendalami kesiapan industri farmasi dalam menghadapi pandemi Covid-19
dan mewujudkan ketahanan industri farmasi nasional.
2. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) beserta Dinas
Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah dalam pembahasan dukungan
Pemerintah terhadap sektor UMKM dan Koperasi yang terdampak pandemi
Covid-19 termasuk penyaluran Kredit Usaha Rakyat.
3. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) beserta Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jawa Tengah
dalam pembahasan strategi optimalisasi investasi khususnya di masa pandemi
Covid-19.
4. PT Perkebunan Nusantara III Holding (Persero), PT Perkebunan Nusantara
(PTPN) IX, Perum Bulog beserta beberapa Pabrilk Gula (PG) lokal (PG Industri
Gula Nusantara, PG Gendhis Multi Manis, PG Trangkil) serta Asosiasi Petani
Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) dalam rangka pembahasan revitalisasi industri
gula nasional.
5. Pemerintah Kabupaten Batang, Badan Koordinasi Penanaman Modal, PT
Kawasan Industri Wijaya Kusuma (Persero), PT PP (Persero) Tbk, PT
Perkebunan Nusantara III Holding (Persero), dan PT Perkebunan Nusantara IX
(Persero) dalam pembahasan pembangunan Kawasan Industri Terpadu (KIT)
Batang.
D. Maksud dan Tujuan Kunjungan Kerja
Dalam menjalankan fungsi pengawasan, pada Masa Persidangan IV Tahun Sidang
2019-2020, Komisi VI DPR RI melakukan Kunjungan Reses ke Provinsi Jawa
Tengah pada tanggal 21 Juli 2020 sampai dengan 24 Juli 2020 dengan fokus tujuan
untuk mengetahui kondisi aktual, realisasi, pelaksanaan termasuk permasalahan
dan hambatan beberapa sektor industri tertentu khususnya terkait dengan pandemi
Covid-19 yang memberikan tekanan berat pada beberapa sektor industri dan
BUMN. Beberapa hal yang akan didalami pada saat kunjungan reses antara lain :
1. Kondisi serta kesiapan industri farmasi dalam menghadapi dampak pandemi
Covid-19 serta dalam rangka mewujudkan ketahanan industri farmasi nasional.
2. Revitalisasi industri gula nasional.
3. Program dukungan pelaku sektor UMKM dan Koperasi yang terdampak
pandemi Covid-19 termasuk penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) selama
masa pandemi Covid-19.
3
4. Strategi optimalisasi investasi di Indonesia selama masa pandemi Covid-19.
5. Progres pembangunan kawasan industri strategis (KIT) Batang.
II. INFORMASI KUNJUNGAN KERJA
A. Kesiapan Industri Farmasi Dalam Menangani Pandemi Covid-19 Serta Dalam
Mewujudkan Ketahanan Industri Farmasi Nasional (PT Phapros Tbk)
Obyek Kunjungan Kerja PT Phapros Tbk.
Turut hadir PT Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai
holding PT Phapros Tbk.
Hari, Tanggal Pertemuan Rabu, 22 Juli 2020
Lokasi Pertemuan Kantor dan Pabrik PT Phapros Tbk
Jalan Simongan No.131, Bongsari, Semarang
Jawa Tengah – 50148
Pihak yang Hadir 1. Aria Bima – Pimpinan Komisi VI DPR RI.
2. 12 Anggota Komisi VI DPR RI.
3. Komisaris Utama PT Kimia Farma (Persero)
Tbk., Untung Suseno Sutardjo.
4. Direktur Utama PT Kimia Farma (Persero) Tbk.,
Verdi Budidarmo.
5. Komisaris Independen PT Phapros Tbk., Zainal
Abidin.
6. Direktur Utama PT Phapros Tbk., Hadi Kardoko,
beserta jajaran.
Pandemi Covid-19 berdampak pada seluruh sektor di Indonesia terutama
pada sektor kesehatan dan farmasi. Dengan kondisi bahwa jumlah penduduk
Indonesia yang terinfeksi dan meninggal dunia semakin meningkat dari hari ke hari,
kebutuhan akan alat penunjang kesehatan seperti rapid tes, vaksin, APD (Alat
Pelindung Diri), masker, vitamin, desinfektan, hand sanitizer menjadi sangat
mendesak dalam upaya pencegahan dan penanganan pandemi Covid-19.
Peran perusahaan di bidang farmasi menjadi sangat penting dalam upaya
penanganan Pandemi Covid-19, terutama dalam memastikan ketersediaan supply
kebutuhan farmasi dan medis lainya. Di sisi lain, anggaran tambahan belanja
kesehatan pemerintah terkait penanganan Covid-19 ini juga menjadi suatu peluang
bagi perusahaan Farmasi dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan.
PT Phapros Tbk merupakan perusahaan farmasi yang bergerak di bidang
pengadaan obat-obatan, bahan baku, alat kesehatan dan pelayanan kesehatan.
Saat ini PT Phapros Tbk merupakan anak perusahaan PT Kimia Farma (Persero)
Tbk. yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan komposisi
4
kepemilikan saham sebesar 56,77% dimiliki oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk
sementara sisanya dimiliki oleh publik (termasuk karyawan). Grafik berikut
menggambarkan hubungan kepemilikan antara PT Phapros Tbk, PT Kimia Farma
(Persero) Tbk sebagai holding dan beberapa anak perusahaan.
PT Phapros Tbk didirikan tahun 1954 dan memproduksi Antimo (merk
unggulan PT Phapros Tbk) pada tahun 1971. Pada tahun 2019, PT Phapros Tbk
menjadi bagian dari Kimia Farma Group dan pada tahun 2000, Phapros menjadi
perusahaan terbuka.
PT Phapros Tbk memproduksi lebih dari 350 macam obat yang dibagi
menjadi beberapa group yaitu Ethical (obat dengan resep dokter), Generic dan
Over the Counter (obat-obatan yang dijual bebas melalui toko/supermarket). Selain
itu PT Phapros Tbk juga memproduksi alat kesehatan serta dipercaya oleh
perusahaan farmasi lainnya untuk memproduksi obat melalui mekanisme makloon.
Beberapa produk yang terkenal antara lain Antimo, Dextamine, Livron.
Dalam mewujudkan visi perusahaan menjadi perusahaan farmasi terkemuka
yang menghasilkan produk kesehatan terbaiuk yang didukung oleh manajemen
profesional serta kemitraan strategis guna meningkatkan kualitas hidup
masyarakat, PT Phapros Tbk dilengkapi dengan fasilitas berupa 30,000 m2 area
pabrik dengan 48 kantor cabang marketing di seluruh Indonesia. Beberapa
pencapaian PT Phapros Tbk terinci dalam tabel sebagai berikut :
5
Indikator Pencapaian 2019 Keterangan
Implementasi Kriteria
Penilaian Kinerja
Unggulan (KPKU)
523,25 Good Performance
Skor Perolehan GCG 90,09 Sangat Baik
Tingkat Kesehatan
Perusahaan
80,90 Sehat-AA
Pencapaian SMK3 88,50% Gold
Kinerja PT Phapros Tbk tergambar pada grafik sebagai berikut :
Berdasarkan grafik tersebut di atas, secara umum baik di sisi penjualan
bersih, laba kotor maupun aset, kinerja PT Phapros Tbk mengalami trend
peningkatan dari tahun ke tahun. Namun demikian untuk laba bersih tahun berjalan,
PT Phapros Tbk mengalami penurunan. Sesuai informasi direksi PT Phapros Tbk,
hal tersebut disebabkan peningkatan beban bunga dan investasi atas proyek-
proyek khusus PT Phapros Tbk.
Pada masa pandemi Covid-19, PT Phapros Tbk memiliki peranan dalam
berbagai kegiatan baik preventif, kuratif maupun promotif yang terinci sebagai
berikut :
1. Preventif, yaitu PT Phapros Tbk terlibat dalam tim penanggulangan Covid-19
bersama dengan Kimia Farma Group sejak 16 Maret 2020, memiliki dashboard
supply chain untuk monitoring distribusi obat, vitamin dan alat kesehatan serta
6
terlibat dalam pemberian edukasi kepada masyarakat tentang pola hidup
normal baru khususnya untuk kalangan menengah ke bawah.
2. Kuratif, yaitu produksi dan pendistribusian vitamin C, Primaquine dan
Azythromycin.
3. Promotif, yaitu pendistribusian hand sanitizer, desinfektan, Vitamin A & C serta
Becefort (Multivitamin Plus Vit E)
4. Sinergi, yaitu kerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Kota
Semarang untuk memberikan bantuan kepada masyarakat (pemberian
sembako, multivitamin, masker dan hand sanitizer), pemberian bantuan
kemitraan bersama dinas sosial Provinsi Jawa Tengah bagi UMKM terdampak
Covid-19, bersama Rumah Sakit serta PMI memberikan bantuan bagi tenaga
medis.
Beberapa strategi kompetitif PT Phapros Tbk di era pandemi Covid-19
sebagai berikut :
1. Fokus pada pareto A produk dan pareto bermarjin tinggi.
2. Pengendalian biaya umum dan administrasi serta biaya pemasaran.
3. Pengendalian BPP (Biaya Pokok Produksi).
4. Pengendalian inventori produk dan bahan.
5. Pengendalian piutang.
6. Penurunan hutang berbunga.
7. Pemanfaatan sinergi dengan KAEF.
Program kerja PT Phapros Tbk yang meliputi program kerja di aspek
produksi, product launching dan pengembangan bisnis sebagai berikut :
Produksi, meliputi program-program sebagai berikut :
1. Automatisasi Line Process Tahap1.
2. Lean Manufacturing Tahap 2.
3. Sinergi Fasilitas Produksi dengan Anak Perusahaan PT Lucas Group dan
Kimia Farma Group.
4. Pengembangan Produk dengan Bahan Baku Aktif buatan Dalam Negeri (Kimia
Farma Sungwun).
5. Penambahan Sertifikasi Jaminan Halal untuk produk Phapros Group.
6. Penerapan TKDN.
Product Launching, meliputi program-program sebagai berikut :
1. Target Launching 12 produk / tahun.
2. Antibiotik Cephalosporin Group.
3. Penetrasi pasar produk Bonefill.
7
4. Produk Pendukung COVID baik multivitamin ataupun hand sanitizer Phapros
Group.
5. Secret Stem Cell sebagai anti aging.
Pengembangan Bisnis, meliputi program-program sebagai berikut :
1. Peningkatan Ketersediaan Produk di Kimia Farma Apotek seluruh Indonesia
2. Kerjasama supply chain di Kimia Farma Group
3. Pengembangan kit deteksi Kanker Servix
4. Pengembangan produk anestesi gigi
B. Revitalisasi Industri Gula Nasional
Obyek Kunjungan Kerja 1. PT Perkebunan Nusantara III Holding (Persero)
2. PT Perkebunan Nusantara IX (Persero)
3. Perum Bulog
4. PG Industri Gula Nusantara
5. PG Gendhis Multi Manis
6. PG Trangkil
7. Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI)
Hari, Tanggal Pertemuan Rabu, 22 Juli 2020
Lokasi Pertemuan Kantor PT Perkebunan Nusantara IX
Jalan Mugas, Kota Semarang
Jawa Tengah, 50243
Pihak yang Hadir 1. Aria Bima – Pimpinan Komisi VI DPR RI.12
Anggota Komisi VI DPR RI.
2. Direktur Produksi (Mahmudi) dan Direktur
Pemasaran (Dwi Sutoro) PT Perkebunan
Nusantara III Holding (Persero).
3. Direktur PT Perkebunan Nusantara III (Persero),
Tio Handoko, beserta jajaran.
4. Direktur PBI Perum Bulog, Bahtiar.
5. Direksi PG Industri Gula Nusantara.
6. Direksi PG Gendhis Multi Manis.
7. Direksi PG Trangkil.
8. Perwakilan Asosiasi Petani Tebu Rakyat
Indonesia (APTRI)
Di tengah masa pandemi Covid-19, masyarakat Indonesia dihadapkan pada
permasalahan kelangkaan gula serta kenaikan harga gula konsumsi secara drastis.
8
Hal tersebut seiring dengan penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) di beberapa daerah di Indonesia.
Naiknya harga gula secara tajam di masa pandemi Covid-19 disebabkan oleh
langkanya pasokan gula rafinasi dan raw sugar sebagai bahan baku pembuat gula
konsumsi. Hal tersebut merupakan dampak dari penyebaran Covid-19 yang
membuat sejumlah negara menutup akses perdagangannya termasuk akses
perdagangan kepada negara mitra pemasok gula rafinasi dan rawsugar ke
Indonesia.
Permasalahan kelangkaan dan mahalnya gula konsumsi nasional
menunjukkan bahwa industri gula nasional belum memiliki ketahanan (masih
tergantung dari bahan baku impor). Lebih lanjut, permasalahan tersebut muncul
akibat persoalan yang lebih krusial yaitu kurang berkembangnya industri hulu gula
nasional yang disebabkan lambatnya proses revitasilasi Pabrik Gula. Hal tersebut
menyebabkan ketidakmampuan industri gula nasional untuk memproduksi
rawsugar dan gula rafinasi sebagai bahan baku gula konsumsi sehingga Indonesia
masih tergantung oleh impor gula.
Secara teknis, permasalahan industri gula nasional dapat dilihat dari sisi on
farm maupun off farm. Di sisi on farm, produktivitas perkebunan tebu ditentukan
oleh kesuburan tanah, ketersediaan tenaga kerja, sistem irigasi dan penerapan
teknologi. Berdasarkan data dari United States Department of Agriculture (USDA)
2018, produktivitas perkebunan tebu di Indonesia hanya mencapai 68,29 ton per
hektar di tahun 2017. Jumlah tersebut lebih rendah daripada negara penghasil gula
lainnya seperti Brazil yang sebesar 68,94 ton per hektar dan India yang sebesar
70,02 ton per hektar dalam periode.
Di sisi off farm, fasilitas produksi pabrik gula (PG) di Indonesia dinilai tidak
memadai. Banyak PG di Indonesia yang berusia sangat tua (lebih dari 100 tahun)
dengan fasilitas/mesin produksi buruk. Hal tersebut akan mempengaruhi tingkat
produktivitas gula yang menyebabkan rendahnya produksi gula nasional. Kondisi ini
menuntut revitalisasi PG beserta sarana produksi segera dilakukan untuk
mendorong peningkatan produksi gula nasional.
Untuk mendalami permasalahan tersebut, pada kunjungan kerja reses komisi
VI DPR RI, dilakukan pertemuan dengan PTPN IX (Persero) untuk mendapatkan
masukan atas permasalahan yang dihadapi industri gula nasional.
PTPN IX (Persero) merupakan BUMN yang dididirikan pada tanggal 11 Maret
1996 yang merupakan peleburan dari PTPN XV – XVI dan PTPN XVIII. Pada tahun
2014, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2014, 905 saham
Pemerintah pada PTPN IX dialihkan ke PTPN III (Persero).
9
Komoditas utama yang dikelola oleh PTPN IX yaitu Karet, Tebu, Teh dan
Kopi dengan unit kerja sebanyak 15 kebun, 8 pabrik gula, 3 aset pabrik gula
dikerjasamakan, dan 1 unit wisata Agro dan 1 unit produksi serta pemasaran
produk hilir. Seluruh unit tersebar di wilayah provinsi Jawa Tengah.
Khusus untuk unit pabrik gula (PG), dari 8 unit PG, 4 unit beroperasi normal,
2 unit beku operasi sementara serta 2 unit beku operasi permanen. Selain itu ada
3 unit pabrik gula yang dikerjasamakan. Total kapasitas seluruh PG adalah 14.000
TCD dengan rincian sebagai berikut (untuk 4 PG yang beroperasi normal).
Pabrik Gula Kapasitas Keterangan
PG Sragi 3.000 TCD Peralatan pabrik gabungan antara teknologi Belanda dan Jepang. Banyak peralatan proses yang memerlukan pembaharuan dan direncanakan pada tahun 2021 akan dilakukan revitalisasi fasilitas produksi.
PG Rendeng 4.000 TCD Memerlukan proses revitalisasi, penggantian peralatan baru, dan penambahan kapasitas. Saat ini masih dalam penyelesaian konstruksi dan persiapan commissioning. Kontraktor pelaksana adalah konsorsium PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dengan PT Barata Indonesia (Persero) dengan progress sbb: Progress fisik sd saat ini sebesar 99,03%. Progress pembayaran sd saat ini sebesar
Rp 202,30 Miliar (sebesar 90% dari anggaran PG Rendeng).
PG Mojo 4.000 TCD Memerlukan proses revitalisasi, penggantian peralatan baru, dan penambahan kapasitas. Saat ini masih dalam penyelesaian konstruksi dan persiapan commissioning. Kontraktor pelaksana adalah PT Adhi Karya (Persero) Tbk dengan progress sbb : Progress fisik sd saat ini sebesar 97,75%. Progress pembayaran sd saat ini sebesar
Rp 202,41 Miliar (sebesar 90% dari anggaran PG Mojo).
PG Tasikmadu 3.000 TCD Pabrik melaksanakan proyek terakhir di tahun 2007-2008 dengan mengubah sistem pemurnian karbonasi menjadi proses sulfitasi.
Berdasarkan tabel tersebut di atas, PTPN IX menyampaikan bahwa kunci
untuk meningkatkan produktivitas PG adalah dengan melakukan revitalisasi (yang
saat ini sudah dilaksanakan oleh PTPN IX) melalui penerapan teknologi mekanisasi
secara berkelanjutan (semi menuju full mekanisasi).
Selain itu, PTPN IX juga menyampaikan permasalahan di sisi on farm (tingkat
perkebunan) khususnya dalam hal pemenuhan bahan baku sebagai berikut :
1. Penurunan luas areal TS dan TR.
10
2. Biaya tenaga kerja, sewa lahan semakin meningkat yang tidak diimbangi
dengan peningkatan harga gula.
3. Rendahnya capaian rendemen.
4. Persaingan perolehan bahan baku tebu karena jumlah bahan baku tebu yang
tersedia tidak sebanding dengan kapasitas giling PG yang ada.
5. Rendahnya produktivitas tebu per hektar.
Dukungan yang diharapkan dari pemerintah terkait dengan revitalisasi
industri gula nasional antara lain :
1. Perbaikan pabrik gula secara komprehensif (peningkatan efisiensi pabrik gula).
2. Dukungan untuk pembangunan on farm dengan menyediakan lahan agar
dapat ditanami tebu baik (HGU/Lahan Bengkok) dengan skema kemitraan
ataupun KSO.
3. Adanya zonasi wilayah binaan pabrik gula sehingga tidak terjadi persaingan
bahan baku tebu yang tidak sehat.
4. Bantuan pemerintah dalam penyediaan bibit unggul, saprodi dan alsintan serta
sarana irigasi.
5. Adanya proteksi harga gula dari Pemerintah.
Selain menerima masukan dari PTPN IX, Komisi VI DPR RI juga menerima
masukan dari perwakilan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) dimana
masukan-masukan yang disampaikan sebagai berikut :
1. Petani tebu mengalami kerugian karena pada saat panen harga gula jatuh. Hal
tersebut disebabkan oleh kebijakan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET)
dari Pemerintah yang dirasa terlalu rendah. Selain itu HET tersebut sudah lama
tidak dilakukan peninjauan ulang sehingga diperlukan review untuk mengikuti
perkembangan saat ini. Diharapkan harga jual gula mampu menutup ongkos
produksi sehingga membantu kesejahteraan Petani tebu.
2. Perum Bulog diharapkan mampu berperan menjaga stabilitas harga gula
nasional misal dengan tidak melepas stok gula ke pasaran dengan harga yang
murah/rendah.
3. Sehubungan dengan pembubaran Dewan Gula Indonesia, saat ini petani tebu
tidak memiliki forum untuk berdiskusi dan menyampaikan permasalahan
seputar pertanian tebu dan industri gula nasional.
4. Pabrik-pabrik milik PTPN kalah bersaing dengan pabrik swasta sehingga
diharapkan pemerintah mampu mendukung pembangunan/revitalisasi pabrik
gula milik PTPN.
Sementara itu perwakilan PG Swasta (PG Gendhis Multi Manis, PG Trangkil,
PG Industri Gula Nusantara) menyampaikan masukan sebagai berikut :
11
1. Proses revitalisasi pabrik gula harus diimbangi dengan kontinuitas supply
bahan baku tebu. Perhatian harus seimbang antara sisi on farm dan off farm
sehingga para petani lebih termotivasi menanam tebu dan pasokan tebu untuk
industri gula dapat terjamin.
2. Ada keterbatasan petani tebu dalam mengakses pendanaan bank seperti KUR
yaitu dalam hal limit serta frekuensi kredit yang terbatas. Diharapkan ada
dukungan kepada petani untuk kemudahan mengakses KUR.
C. Dukungan Pemerintah Terhadap Sektor UMKM dan Optimalisasi Investasi di
Tengah Pandemi Covid-19
Obyek Kunjungan Kerja 1. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah (UKM)
2. Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah
3. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
4. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jawa
Tengah
Hari, Tanggal Pertemuan Rabu, 22 Juli 2020
Lokasi Pertemuan Kantor PT Perkebunan Nusantara IX
Jalan Mugas, Kota Semarang
Jawa Tengah, 50243
Pihak yang Hadir 1. Aria Bima – Pimpinan Komisi VI DPR RI.
2. 12 Anggota Komisi VI DPR RI.
3. Perwakilan Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah, Deputi Restrukturisasi Usaha,
Eddy Satriya beserta jajaran.
4. Perwakilan Dinas Koperasi dan UKM Provinsi
Jawa Tengah
5. Perwakilan Badan Koordinasi Penanaman Modal
(Direktur Wilayah I, Agus Joko Saptono dan
Direktur Wilayah III, Aries Indanarto).
6. Perwakilan Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)
Provinsi Jawa Tengah.
12
Dukungan Terhadap Sektor UMKM dan Koperasi Terdampak Pandemi Covid-
19
Selain dampak di bidang kesehatan, pandemi virus Covid-19 juga berdampak
pada seluruh sektor ekonomi di Indonesia. Pandemi Covid-19 memberikan tekanan
yang cukup besar pada perekonomian nasional yang berdampak pada perlambatan
ekonomi. Salah satu sektor yang terdampak paling berat oleh pandemi Covid-19
adalah industri-industri berskala kecil atau lebih dikenal dengan istilah Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM).
UMKM menjadi salah satu sektor yang paling terdampak atas kondisi pandemi
Covid-19 mengingat nature usaha UMKM yang lebih bersifat harian dan sangat
dipengaruhi oleh permintaan pembeli. Saat ini, secara umum masyarakat Indonesia
sebagai pembeli/konsumen sektor UMKM mengalami penurunan daya beli yang
secara langsung berdampak pada penurunan permintaan produk UMKM.
Atas dasar permasalahan yang dihadapi oleh sektor UMKM tersebut,
Pemerintah perlu melakukan langkah strategis dalam rangka meminimalisasi
dampak pandemi Covid-19 melalui berbagai macam program stimulus terhadap
sektor UMKM termasuk mendorong lembaga keuangan perbankan dan non bank
untuk memberikan relaksasi terhadap pelaku UMKM yang mengalami kesulitan
pembayaran kewajiban kredit selama masa pandemi Covid-19.
Kementerian Koperasi dan UKM menyampaikan bahwa selama masa Pandemi
Covid-19 telah dilakukan pendataan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh
sektor UMKM di Indonesia. Total sampel sampai dengan 10 Juni 2020 adalah
sebanyak 195.099 UMKM. Permasalahan utama yang dihadapi oleh UMKM antara
lain penurunan permintaan/penjualan (23,10%), distribusi yang terhambat
(19,50%), dan permodalan (19,45%). Sementara itu sektor usaha paling terdampak
antara lain penyedia akomodasi, dan makan minum (35,88%), pedagang besar dan
eceran (23,33%) serta industri pengolahan (17,83%).
Dukungan pemerintah terhadap sektor UMKM yang terdampak meliputi
kebijakan-kebijakan sebagai berikut :
1. Penundaan dan Subsidi Bunga bagi UMKM yang mendapat kredit dari
Lembaga keuangan;
2. Penjaminan Kredit Modal Kerja Baru;
3. Penempatan dana di Lembaga keuangan yang melakukan restrukturisasi
kredit UMKM;
4. PPh final sebesar 0,5 % ditanggung pemerintah bagi UMKM yang memiliki
peredaran bruto (omzet) sampai dengan Rp 4,8 Miliar dalam satu tahun pajak
13
(PMK Nomor 44/PMK.03/2020 Tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak
Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019)
5. Arahan kepada Kementerian/Lembaga, Daerah dan BUMN untuk menjadi off
taker produkUMKM.
Kendala yang dihadapi dalam rangka pemberian dukungan kepada UMKM
terdampak pandemi Covid-19 antara lain :
1. Terdapat banyak debitur yang terdampak dan mengajukan permohonan
restrukturisasi dalam waktu yang bersamaan sehingga tidak proporsional
dengan jumlah pengawai yang menangani.
2. Proses administrasi restrukturisasi yang terhambat sehubungan dengan
kebijakan PSBB yang telah ditetapkan, khususnya terhadap debitur yang
berstatus ODP, PDP, dan positif COVID-19.
Sementara itu, saat ini, banyak permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi di
Indonesia khususnya Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Oleh karena itu, Kementerian
Koperasi dan UKM perlu melakukan pengawas yang ketat terhadap sektor koperasi
di Indonesia melalui langkah kebijakan sebagai berikut :
1. Konsolidasi sumber daya, aparat dan instrumen pendukung. Hal ini dimaksud
dengan sumber daya yang terbatas, dapat dioptimalkan pelaksanaan
pengawasan.
2. Review peraturan yang mengatur tugas dan fungsi Pengawasan Koperasi.
3. Peningkatan kerjasama dan koordinasi dengan OJK, PPATK, dan aparat
penegak hukum.
4. Mendukung langkah Kepolisian untuk mengusut tuntas praktik Koperasi yang
sedang bermasalah dengan kasus hukum.
Optimalisasi Investasi di Tengah Pandemi Covid-19
Dampak wabah virus Corona (Covid-19) tidak hanya merugikan sisi
kesehatan namun turut mempengaruhi perekonomian negara-negara di seluruh
dunia, tidak terkecuali Indonesia. Ekonomi global dipastikan melambat dan hal
tersebut akan berdampak pada sektor-sektor ekonomi yang lain.
Salah satu bidang yang terdampak oleh Pandemi Covid-19 di Indonesia
adalah investasi. Dampak tersebut dapat terlihat terutama dari penurunan investasi
asing atau Foreign Direct Investment (FDI) mengingat Covid-19 juga
mempengaruhi perekonomian negara-negara di dunia dimana beberapa
diantaranya adalah negara-negara investor utama di Indonesia.
Selain di sisi investasi asing, investasi dari perusahaan dalam negeri juga
menghadapi masalah emngingat banyak perusahaan yang terdampak berat oleh
14
pandemi Covid-19. Lebih lanjut, kondisi pandemi Covid-19 memicu adanya
pergeseran pemetaan industri nasional dimana banyak perusahaan yang
mengalihfungsikan fasilitas yang dimiliki untuk memproduksi barang-barang yang
dibutuhkan pada masa pandemi Covid-19 antara lain masker, Alat Pelindung Diri
dll. Hal tersebut perlu menjadi perhatian Pemerintah agar proses perizinan
perusahaan baru di bidang farmasi dan kesehatan maupun perusahaan eksisting
yang mengkonversi kegiatan produksinya ke alat-alat di bidang kesehatan dan
farmasi menjadi lebih mudah.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebagai lembaga yang
memiliki tanggung jawab utama terhadap investasi di Indonesia perlu melakukan
langkah-langkah strategis dalam rangka meminimalisasi dampak pandemi Covid-19
terhadap iklim maupun kegiatan berinvestasi di Indonesia.
Sesuai hasil pertemuan dengan BKPM pada tempat dan waktu sesuai
disebutkan di atas, disampaikan bahwa berdasarkan data capaian realisasi
investasi per tanggal 20 Juli 2020, realisasi investasi triwulan II mencapai sebesar
Rp 191,9 Triliun dengan pertumbuhan YoY sebesar -4,3% dan QoQ sebesar -8,9%.
Data tersebut terdiri dari PMA sebesar Rp. 97,6 Triliun (presentase 50,9%) dengan
pertumbuhan YoY sebesar -6,9% dan QoQ sebesar -0.4%, sedangkan capaian
untuk PMDN sebesar Rp 94,3 T (presentase 49,1%) dengan pertumbuhan YoY
sebesar -1,4% dan QoQ sebesar -16,3%.
Berdasarkan data tersebut di atas, capaian realisasi investasi pada Semester
I 2020 jika dibandingkan dengan target 2020 (sesuai dengan surat Kepala
BKPM/A.1/2020 tanggal 16 April 2020 dan surat Bappenas ke BKPM No
B.265/M.PPN/D1/PP.03.02/04/2020 tanggal 24 April 2020) adalah sebesar Rp402,6
Triliun atau sebesar 49,3% dari total target tahun 2020 sebesar Rp 817,2 Triliun.
BKPM saat ini juga sedang menangani penyelesaian permasalahan
perusahaan-perusahaan dengan nilai investasi besar yang mangkrak dengan total
potensi realisasi sebesar Rp 708 Triliun yang saat ini progressnya sudah
terselesaikan sebesar ± Rp 410 Trilun. Untuk mewujudkan hal tersebut BKPM juga
menginisiasi beberapa strategi kongkrit guna mendukung percepatan penyelesaian
permasalahan tersebut diantaranya adalah dengan memberikan Layanan Fasilitasi
Realisasi Investasi selama masa pandemic Covid-19 yang terdiri dari:
1) Operasional perusahaan, melalui optimalisasi fasilitas bagi perusahaan yang
melakukan percepatan pembangunan dan operasional kegiatan usaha melalui
penerbitan surat dukungan kepada perusahaan dengan tetap memperhatikan
protokol Covid-19;
15
2) Rekomendasi Visa untuk Pimpinan Perusahaan, melalui pemberian
rekomendasi bagi kunjungan pimpinan perusahaan PMA dalam rangka
penjajakan/relokasi industri dan operasional perusahaan untuk mendapatkan
izin masuk/visa kunjungan selama pemberlakuan PSBB;
3) Rekomendasi Visa untuk TKA Ahli, melalui pemberian rekomendasi bagi TKA
ahli yang akan masuk dalam rangka realisasi/pelaksanaan penanaman modal;
4) Pengawalan realisasi investasi eksisting, melalui kunjungan ke perusahaan
dan industri (misalnya mengunjungi Hyundai dan Kawasan Berikat) untuk
memacu investasi eksisting tetap berjalan dan juga investasi yang akan
ekspansi bisa terfasilitasi insentif fiskalnya;
5) Optimalisasi pelayanan perizinan berusaha, melalui pemberian pelayanan
perizinan berusaha di tengah Pandemi Covid-19. Rata-rata perizinan berusaha
yang diterbitkan selama Pandemi Covid-19 baik online maupun offline
sebanyak 4000-5000 izin per hari.
Dalam rangka memastikan investasi yang sudah dilaksanakan dapat terus
berjalan baik untuk investor asing dan dalam negeri, BKPM melakukan langkah
langkah sebagai berikut:
1) Eksekusi realisasi investasi proyek besar berupa pengawalan investasi mulai
dari tahap perizinan hingga penyelesaian permasalahan di lapangan.
2) Berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga dalam rangka memfasilitasi
hambatan-hambatan yang dialami perusahaan khususnya di tengah pandemi
Covid-19.
3) Melakukan kerjasama melalui MoU dengan Kementerian/Lembaga, BUMN,
Kepolisian RI, dan Kejaksaan Agung dalam upaya menjaga iklim investasi
tetap kondusif.
4) Koordinasi antar lembaga dan para stakeholder.
D. Pembangunan Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang
Obyek Kunjungan Kerja Pemerintah Kabupaten Batang
PT Kawasan Industri Wijayakusuma (Persero)
PT PP (Persero) Tbk.
PT Perkebunan Nusantara IX (Persero)
PT Perkebunan Nusantara III Holding (Persero)
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
Hari, Tanggal Pertemuan Kamis, 23 Juli 2020
16
Lokasi Pertemuan Pendopo Kabupaten Batang
Jawa Tengah
Pihak yang Hadir 1. Aria Bima – Pimpinan Komisi VI DPR RI.
2. 12 Anggota Komisi VI DPR RI.
3. Bupati Batang, Wihaji S.Ag., M.Pd. beserta
jajaran.
4. Direktur Utama PT Kawasan Industri
Wijayakusuma, Rachmadi Nugroho beserta
jajaran.
5. Direktur Strategi Korporasi & HCM PT PP
(Persero) Tbk, Yul Ari Pramuharjo, beserta
jajaran.
6. Direktur Produksi (Mahmudi) dan Direktur
Pemasaran (Dwi Sutoro) PT Perkebunan
Nusantara III Holding (Persero).
7. Direktur PT Perkebunan Nusantara III (Persero),
Tio Handoko, beserta jajaran.
8. Perwakilan Badan Koordinasi Penanaman Modal
(Direktur Wilayah I, Agus Joko Saptono dan
Direktur Wilayah III, Aries Indanarto).
9. Kepala Dinas Instansi Terkait Provinsi Jawa
Tengah.
Dalam rangka pengembangan ekonomi nasional melalui kegiatan investasi,
Pemerintah RI melakukan pengembangan kawasan industri baru yaitu Kawasan
Industri Terpadu (KIT) batang yang berlokasi di kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Lokasi KIT di Kabupaten Batang dinilai cukup strategis mengingat secara geografis,
Kabupaten Batang berdekatan dengan Semarang yang memiliki akses Bandara
Internasional dan Pelabuhan Kapal. Rencana pengembangan KIT Batang
tergambar sebagai berikut :
17
KIT Batang dibangun di area milik PTPN IX dengan luas sekitar 4300 hektar.
Pembangunan akan dibagi menjadi dua tahap yaitu :
1. Tahap I sebesar 450 Hektar
2. Tahap II dan selanjutnya sampai dengan seluruh luas wilayah yaitu 4300
Hektar.
Direncanakan akan ada beberapa perusahaan multinasional yang akan
menempati KIT Batang. Hal tersebut sebagai dampak kebijakan beberapa negara
seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Amerika Serikat yang akan merelokasi
fasilitas pabriknya dari Tiongkok ke negara lain, salah satunya Indonesia.
Skema kerjasama KIT Batang berupa Joint Venture (JV) yang melibatkan
beberapa BUMN dan Pemerintah Daerah sebagai berikut :
Peserta Joint Venture Prosentase Kepemilikan
Keterangan
PT PP (Persero) Tbk 35% Konstruksi dan Investasi
PT Kawasan Industri Wijayakusuma (Persero)
30% Pengelolaan dan Investasi
PT Perkebunan Nusantara IX (Persero)
25% Pemegang Hak Atas Tanah
Pemerintah Kabupaten Batang 10% Menunggu Konfirmasi
Kelebihan KIT Batang sebagai berikut :
1. Terletak di sisi utara Tol Trans Jawa, mempermudah akses ke Kawasan
Industri.
2. Dilalui jalur kereta api dan berpotensi menjadi Dry Port.
3. Berbatasan langsung dengan pantai utara Jawa.
4. Berpotensi dilengkapi dengan PLTU Batang 2 x 1000 MW (selesai 2020) dan
PLTS 50 MW di area kabupaten Batang.
18
5. Dilengkapi dengan perencanaan Transit Oriented Development (TOD) oleh
Pemkab Batang.
III. CATATAN DAN REKOMENDASI
Dari pertemuan yang dilakukan kepada seluruh mitra pada saat pelaksanaan
kunjungan kerja reses ini, ada beberapa catatan yang perlu menjadi perhatian mitra
atau BUMN yang diundang dalam pertemuan. Catatan tersebut antara lain adalah
sebagai berikut:
A. Terkait Kesiapan Industri Farmasi Dalam Menangani Pandemi Covid-19 Serta
Dalam Mewujudkan Ketahanan Industri Farmasi Nasional
1. Dari total kebutuhan sektor farmasi nasional, baru sekitar 8% yang dipenuhi
oleh industri nasional (sisanya masih impor). Hal ini harus menjadi perhatian
perusahaan farmasi nasional (khususnya BUMN dan anak perusahaan) untuk
mampu mewujudkan ketahanan industri farmasi nasional dengan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia di Indonesia.
2. BKPM diharapkan mampu mendorong investasi di bidang farmasi mengingat
industri farmasi sangat vital khususnya di masa pandemi Covid-19.
3. Industri farmasi memerlukan kegiatan riset dengan alokasi biaya yang sangat
besar mengingat riset sangat penting di industri ini. BUMN Farmasi dan anak
perusahaan (PT Phapros Tbk) perlu memperhatikan hal ini dalam rangka
pelaksanaan riset beserta alokasi biayanya.
4. BUMN Farmasi dan anak perusahaan (PT Phapros Tbk) harus mampu
meningkatkan daya saing dengan perusahaan farmasi swasta dengan
melakukan langkah inovasi.
5. BUMN Farmasi dan anak perusahaan (PT Phapros Tbk) diharapkan
memperhatikan kebijakan harga (pricing) di tengah masa pandemi Covid-19
mengingat masyarakat mengalami penurunan daya beli sehingga diharapkan
harga obat dapat terjangkau oleh masyarakat secara umum.
6. BUMN Farmasi dan anak perusahaan (PT Phapros Tbk) diharapkan menjadi
pelopor atas standarisasi harga obat nasional dan memastikan keterbukaan
atas harga obat kepada masyarakat.
B. Terkait Revitalisasi Industri Gula Nasional
1. Terkait dengan kontinuitas bahan baku gula, petani tebu harus diberikan
motivasi untuk terus menanam tebu (tidak dialihkan ke komoditas lainnya)
sehingga pasokan bahan baku industri gula nasional dapat terjamin.
19
2. PTPN harus melakukan revitalisasi pabrik gula dalam rangka meningkatkan
produktivitasnya. Dana revitalisasi tersebut salah satunya dapat bersumber
dari Penyertaan Modal Negara (PMN).
3. PTPN didorong untuk melakukan kerjasama dengan Pemerintah Daerah
khususnya untuk penggunaan lahan milik Pemda dalam rangka pengusahaan
perkebunan tebu dan sektor pendukung industri gula.
4. Produsen gula harus memperhatikan kualitas gula yang sesuai dengan SNI.
5. Untuk importir gula (PTPN, Perum Bulog dan PG Swasta) harus mendapatkan
kepastian kuota impor gula sejak awal tahun.
C. Terkait Dukungan Terhadap Sektor UMKM dan Koperasi Terdampak Pandemi
Covid-19
1. Kementerian Koperasi dan UKM (berkoordinasi dengan lembaga keuangan
bank dan non bank) harus mengupayakan simplifikasi proses restrukturisasi
kredit pelaku UMKM yang saat ini masih dirasa sangat rumit dalam rangka
mendukung sektor UMKM yang terdampak pandemi Covid-19.
2. Kementerian Koperasi dan UKM harus benar-benar memikirkan solusi dan
strategi untuk menyelesaikan permasalahan Koperasi Simpan Pinjam (KSP)
dimana saat ini, banyak KSP di Indonesia yang bermasalah.
D. Terkait Optimalisasi Investasi di Tengah Pandemi Covid-19
1. BKPM harus mendukung investor yang sudah masuk ke Indonesia dengan
memastikan ketersediaan bahan baku.
2. BKPM dan DPMPTSP Provinsi Jawa Tengah (berkoordinasi dengan
Pemerintah Daerah setempat dan lembaga/instansi terkait) harus memastikan
secara keseluruhan perencanaan pembangunan Kawasan Industri Terpadu
Batang (keamanan, perlindungan, perizinan, aspek hukum, operasional,
pengelolaan limbah dll).
E. Terkait Pembangunan Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang
1. Pembangunan KIT Batang harus memperhatikan aspek buruh (hunian,
pendidikan dll) sehingga KIT Batang nantinya tidak menjadi kawasan industri
yang kumuh karena tidak memperhatikan kesejahteraan buruh.
2. Pembangunan KIT Batang diharapkan tidak menyebabkan adanya
kesenjangan dengan penduduk setempat. Hal tersebut dapat diatasi dengan
penyediaan sarana pendidikan vokasi kepada masyarakat setempat.
3. Pembangunan KIT Batang harus memperhatikan rancangan cluster industri
yang terintergrasi (bahan baku – bahan setengah jadi – bahan jadi) sehingga
20
ongkos produksi dapat ditekan yang berdampak pada daya saing harga
produk.
4. BKPM harus menyusun strategi dalam memasarkan KIT Batang dan
menyusun langkah strategi serta mitigasi apabila KIT Batang tidak mampu
mendatangkan investor.
5. Pembangunan KIT Batang harus tetap memperhatikan aspek lingkungan
sehingga diharapkan akan ada kawasan industri yang berlokasi ditengah lahan
hijau (tidak kumuh dan panas).
Dari berbagai data dan informasi, serta catatan yang diperoleh pada saat
pelaksanaan kunjungan, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian Komisi VI DPR
RI, antara lain:
1. Komisi VI DPR RI mendorong BUMN Farmasi dan anak perusahaannya, salah
satunya PT Phapros Tbk, untuk berperan secara aktif dalam mewujudkan
ketahanan industri farmasi nasional dengan semakin mengembangkan industri
farmasi dalam negeri serta meningkatkan penggunaan bahan baku lokal.
2. Komisi VI DPR RI mendorong PT Perkebunan Nusantara III Holding (Persero) dan
PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) untuk melakukan revitalisasi pabrik gula
yang dimiliki dalam rangka mendorong produktivitas pabrik gula.
3. Komisi VI DPR RI menerima masukan dari Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia
(APTRI) terkait langkah-langkah peningkatan industri gula nasional khususnya
terkait penyesuaian Harga Eceran Tertinggi (HET) gula serta akan menyampaikan
masukan tersebut kepada Kementerian Perdagangan serta Kementerian/Lembaga
terkait pada rapat-rapat Komisi VI DPR RI selanjutnya.
4. Komisi VI DPR RI mendorong Kementerian Koperasi dan UKM beserta Dinas
Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah untuk meningkatkan pengawasan
terhadap Koperasi Simpan Pinjam yang saat ini mengalami banyak permasalahan
di masyarakat.
5. Komisi VI DPR RI mendorong Kementerian Koperasi dan UKM beserta Dinas
Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah untuk memperluas dan mendukung
proses restrukturisasi nasabah kredit dari sektor UMKM yang terdampak pandemi
Covid-19.
6. Komisi VI DPR RI mendorong Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
beserta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)
Provinsi Jawa Tengah untuk melakukan penyederhanaan dan peningkatan
kemudahan proses perizinan investasi dalam rangka meningkatkan iklim
berinvestasi di Indonesia pada umumnya dan Provinsi Jawa tengah pada
khususnya.
21
7. Komisi VI DPR RI mendukung pembangunan Kawasan Industri Terpadu (KIT)
Batang dengan memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
a. Cluster industri yang terintegrasi dalam rangka menekan biaya produksi.
b. Pembangunan yang memperhatikan seluruh stakeholder khususnya
perencanaan untuk buruh.
c. Pembangunan yang berwawasan lingkungan.
d. Pembangunan yang meminimalisasi kesenjangan dengan masyarakat lokal
dengan penyediaan fasilitas pendidikan vokasi yang memadai.
8. Komisi VI DPR RI perlu menyampaikan berbagai catatan yang telah diperoleh
selama kunjungan untuk disampaikan kepada Kementerian/Lembaga terkait agar
dilaksanakan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya menurut aturan
perundang-undangan yang berlaku.
IV. PENUTUP
Demikian laporan kunjungan kerja Komisi VI DPR RI ke Provinsi Jawa Tengah
pada masa Reses Persidangan IV Tahun Sidang 2019-2020. Kami mengharapkan
berbagai data dan informasi yang diperoleh dalam laporan ini dapat menjadi bahan
pertimbangan serta ditindaklanjuti dalam rapat-rapat Komisi VI DPR RI.
Jakarta, 27 Juli 2020
Ketua Tim Kunker Komisi VI DPR RI
Ke Provinsi Jawa Tengah
TTD.
Aria Bima A-189
22
V. LAMPIRAN
Komisi VI DPR RI bersama PT Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT Phapros Tbk
dalam Kunjungan Kerja Reses Komisi VI DPR RI M.S. IV ke Provinsi Jawa Tengah
Rapat Komisi VI DPR RI bersama PT Perkebunan Nusantara III Holding (Persero),
PT Perkebunan Nusantara IX (Persero), Perum BULOG, PG Industri Gula
Nusantara, PG Gendhis Multi Manis, PG Trangkil, dan Perwakilan Asosiasi Petani
Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) dalam Kunjungan Kerja Reses Komisi VI DPR RI
M.S. IV ke Provinsi Jawa Tengah
23
Komisi VI DPR RI bersama Bupati Batang beserta Jajaran, PT Kawasan Industri
Wijayakusuma (Persero), PT PP (Persero) Tbk, PT Perkebunan Nusantara IX
(Persero), PT Perkebunan Nusantara III Holding (Persero), Badan Koordinasi
Penanaman Modal dalam Kunjungan Kerja Reses Komisi VI DP RI M.S. IV ke
Provinsi Jawa Tengah
Rapat Komisi VI DPR RI bersama Kementerian Koperasi dan UKM, Dinas Koperasi
dan UKM Provinsi Jawa tengah, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM),
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi
Jawa Tengah dalam Kunjungan Kerja Reses Komisi VI DPR RI M.S. IV ke Provinsi
Jawa Tengah