laporan kp geolistrik

50
ABSTRAK Geolistrik merupakan salah satu metode eksplorasi geofisika untuk menyelediki keadaan bawah permukaan dengan menggunakan sifat-sifat kelistrikan batuan. Beberapa karakteristik batuan yang dicari diantaranya adalah permeabilitas, porositas, konduktivitas dan resistivitas. Metode geolistrik dapat digunakan untuk menentukan bidang gelincir suatu lapisan, hal ini dapat terlihat dari perbedaan kontras resistivitas antar lapisan. Penelitian ini bertujuan untuk investigasi bidang gelincir di daerah Pasir Ipis, Desa Jayagiri, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Penelitian ini terdiri dari lima lintasan dengan panjang 270 m dengan spasi antar elektroda 10 m dan jarak antar lintasan 10 m. Pengolahan data menggunakan software AGI Supersting Adminstrator versi 1.3.2.172 dan software Res2DInv versi 3.53. Hasil dari pengolahan data tersebut berupa penampang resistrivitas 2D. Dari hasil pengolahan data dapat dilihat daerah penelitian memiliki kedalaman antara 40 – 60 m. 1

Upload: faris

Post on 05-Jan-2016

430 views

Category:

Documents


103 download

DESCRIPTION

Laporan KP Geofisika

TRANSCRIPT

ABSTRAK

Geolistrik merupakan salah satu metode eksplorasi geofisika untuk menyelediki keadaan bawah permukaan dengan menggunakan sifat-sifat kelistrikan batuan. Beberapa karakteristik batuan yang dicari diantaranya adalah permeabilitas, porositas, konduktivitas dan resistivitas. Metode geolistrik dapat digunakan untuk menentukan bidang gelincir suatu lapisan, hal ini dapat terlihat dari perbedaan kontras resistivitas antar lapisan. Penelitian ini bertujuan untuk investigasi bidang gelincir di daerah Pasir Ipis, Desa Jayagiri, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Penelitian ini terdiri dari lima lintasan dengan panjang 270 m dengan spasi antar elektroda 10 m dan jarak antar lintasan 10 m. Pengolahan data menggunakan software AGI Supersting Adminstrator versi 1.3.2.172 dan software Res2DInv versi 3.53. Hasil dari pengolahan data tersebut berupa penampang resistrivitas 2D. Dari hasil pengolahan data dapat dilihat daerah penelitian memiliki kedalaman antara 40 – 60 m.

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG.

. Geolistrik merupakan salah satu metode eksplorasi geofisika untuk

menyelediki keadaan bawah permukaan dengan menggunakan sifat-sifat

kelistrikan batuan dan bagaimana cara mendeteksinya dipermukaan bumi.

Beberapa karakteristik batuan yang dicari diantaranya adalah permeabilitas,

porositas, konduktivitas dan resistivitas. Sifat – sifat suatu formasi batuan dapat

digambarkan oleh tiga parameter dasar yaitu konduktivitas listrik, permeabilitas

magnet dan permitifitas dielektrik. Sedangkan untuk metode geolistrik parameter

yang diukur dalam pengukuran diantaranya adalah potensial, arus dan medan

elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah ataupun akibat injeksi arus

kedalam bumi.

Pengukuran geolistrik dapat digunakan untuk pemetaan geoteknik.

Pemetaan geoteknik dipandang penting, dilihat dari salah satu fungsinya yaitu

mengurangi dampak yang ditimbulkan seperti tanah longsor. Tanah longsor

merupakan pergerakan massa tanah dan batuan yang terjadi akbiat kondisi geologi

yang rawan dan aktifitas manusia. Pada prinsipnya tanah longsor terjadi nila gaya

pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan

umumnya dipengaruhi oleh batuan dan kepadatan tanah, sedangkan gaya

pendorong dipengaruhi besarnya sudut lereng, air, beban serta beran jenis tanah

batuan. Pada pengukuran ini metode geolistrik digunakan untuk menentukan

bidang gelincir yang diduga sebagai penyebab terjadinya tanah longsor ditinjau

dari nilai resistivitas pada tiap lapisan dan untuk mengetahui struktur dan

perlapisan tanah bawah permukaan di daerah Pasir Ipis, Desa Jayagiri, Kecamatan

Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

Selain itu, kerja praktek merupakan prasyarat mahasiswa sebelum

melakukan tugas akhir dalam mencapai gelar Strata 1 berdasarkan kurikulum

Program Studi Geofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

2

Universitas Padjadjaran. Kerja praktek dilakukan sesuai dengan keahlian dan ilmu

bidang studi; baik secara teoritis maupun aplikatif yang dapat diaplikasikan pada

dunia kerja pada suatu instansi atau perusahaan tertentu

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

1.2.1. Maksud

Maksud dari pelaksanaan kerja praktek ini adalah :

1. Mahasiswa dapat mengetahui prosedur dalam akuisisi data geolistrik dan

mengolah data geolistrik.

2. Mahasiswa dapat mengenali perangkat yang digunakan dalam proses

akuisisi data geolistrik.

3. Mahasiswa dapat mengenali perangkat lunak (software) yang digunakan

dalam pengolahan data geolistrik.

1.2.2. Tujuan

1. Memperoleh data geolistrik dengan kualitas yang baik.

2. Memperoleh hasil pengolahan yang dapat menggambarkan konfigurasi

bawah permukaan yang sebenarnya dengan melakukan pengolahan data

geolistrik yang telah ditentukan.

3. Mengetahui bidang gelincir tanah longsor di daerah Pasir Ipis, Desa

Jayagiri, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

4. Melengkapi salah satu syarat yang berlaku di universitas.

1.3 Lokasi Pengukuran

Lokasi akuisisi data geolistrik dilakukan di daerah Pasir Ipis, Desa

Jayagiri, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dasar metode geolistrik

Dalam geofisika eksplorasi terdapat beberapa metode geofisika yang dapat

dimanfaatkan untuk mempelajari sifat-sifat fisika dan struktur kerak bumi yang

bertujuajn untuk mencari sumber daya alam. Salah satu metode geofisika tersbut

diantaranya metode geolistrik. Umumnya, metoda ini baik untuk eksplorasi

dangkal, sekitar 150 m.

Metoda geolistrik merupakan salah satu metoda geofisika yang

mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya

di permukaan bumi. Parameter yang diukur dalam pengukuran geolistrik,

diantaranya: potensial, arus, dan medan elektromagnetik yang terjadi baik secara

alamiah ataupun akibat injeksi arus ke dalam bumi. Ada beberapa metoda

geolistrik, yaitu: resistivitas (tahanan jenis), Induced Polarization (IP), Self

Potensial (SP), magnetotelluric, dan lain-lain.

Dalam metoda geolistrik resistivitas, arus listrik diinjeksikan ke dalam

bumi melalui dua elektroda arus, beda potensial yang terjadi diukur melalui dua

elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap

jarak elektroda yang berbeda kemudian dapat diturunkan variasi harga hambatan

jenis masing-masing lapisan bawah titik ukur.

Pengukuran Geolistrik dengan menggunakan metode resistivitas bertujuan

untuk menetapkan distribusi potensial listrik pada permukaan tanah. Hal tersebut

secara tidak langsung juga merupakan penentuan resisitivitas lapisan tanah.

Dalam metode geolistrik resistivitas arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi

melalui dua elektroda arus , beda potensial yang terjadi diukur melalui dua

elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap

jarak elektroda yang berbeda kemudian dapat diturunkan variasi harga hambatan

jenis masing – masing lapisan dibawah titik ukur. Metoda geolistrik digunakan

4

untuk eksplorasi mineral, reservoar air, geothermal, gas biogenik, kedalaman

batuan dasar, dan lain-lain.

2.1.1 Perumusan dasar geolistrik Resistivitas

1. Hukum Ohm

Hukum Ohm menyatakan hubungan antara nilai tahanan yang sebanding

Dengan nilai potensial dan berbanding terbalik dengan nilai arus, dimana nilai

tahanan memiliki satuan Ohm, nilai potensial memiliki satuan volt dan arus

memiliki satuan ampere.

R=VI

Dengan : R = tahanan (Ohm)

V = Beda potensial (Volt)

I = arus (Ampere)

2. Arus listrik searah

Konsep mengenai arus listrik searah merupakan konsep arus listrik I yang

melewati suatu medium dengan luas penampang A, Panjang medium L dan

memiliki beda potensial ΔV antara kedua ujungnya. Secara matematis dituliskan

sebagai :

I≈ AL

ΔVatau

I=σAL

ΔV

Dengan σ=1ρ=konstan

Kedua konsep tersebut dapat digabungkan secara matematis menjadi :

I= AΔV

ρL (2.5)

Dengan : ΔV : Beda potensial antara kedua ujung kawat (Volt)

ρ : tahanan jenis bahan (Ohm m)

L : Panjang bahan

5

V2V1

LGambar 2.1 : Arus listrik searah

I

σ : Konduktivitas (siemens/meter)

Harga tahanan jenis batuan ditentukan oleh masing – masing tahanan jenis

unsur pembentuk batuan. Hantaran listrik pada batuan yang ada didekat

permukaan tanah , sebagian besar ditentukan oleh distribusi elektrolit yang ada

dalam pori – pori batuan tersebut. Selain dari jenis batuan dan jumlah masing –

masing unsure pembentuk batuan , tahanan jenis ditentukan juga oleh factor –

factor :

1. Kesarangan (Porositas)

2. Hantaran jenis / tahanan jenis cairan yang ada dalam pori – pori batuan

3. Temperatur

4. Permeabilitas atau kesanggupan suatu bahan yang mempunyai pori – pori

untuk mengalirkan cairan.

2.1.2 Potensial dalam medium homogen

Jika suatu arus mengalir dalam medium yang homogen isotropik dan dA

merupakan elemen permukaan, J adalah rapat arus dalam ampere/meter2, maka

arus tersebut dapat dinotasikan sebagai J .Da . Berdasarkan persamaan

2.5 ,maka :

IA

=σΔVL (2.6)

6

Mengingat E= ΔV

L dan J= I

A

7

Maka rapat arus menjadi

J=σ E (2.7)

Dengan E (volt/meter) dan σ adalah konduktivitas bahan (siemens/meter).Telah

diketahui bahwa medan listrik merupakan gradient dari potensial scalar,

E=−∇ V (2.8)

Dengan V dalam volt, maka persamaan 2.7 menjadi :

J=−σ ∇ V (2.9)

Jika muatan tersebut berada pada suhu ruangan dengan volume tertutup dengan

luas permukaan A, maka kondisi tersebut dapat ditulis :

∫AJ .dA=0

(2.10)

Menurut teorema Gauss yang menyatakan bahwa divergensi integral volume dari

suatu arus dalam suatu luasan akan sama dengan total muatan yang dilingkupi

oleh luasan tersebut, dan dinyatakan dengan :

∫v∇ . J dV =0

(2.11)

Dengan V adalah volume yang melingkupi muatan tersebut.

Dengan mensubstitusikan persamaan (2.9) ke persamaan (2.11) maka didapat :

∇ . J=∇ .∇ (σV )=0

Sehingga

∇ σ .∇ V +σ ∇ 2V=0

Jika σ bernilai konstan maka akan didapatkan persamaan laplace berikut :

8

∇2V =0 (2.12)

2.1.3 Tahanan jenis semu (apparent electrical resistivity)

Tahanan jenis semu (apparent electrical resistivity) ρa dari suatu formasi

geologi diperoleh dari hubungan berikut ini:

ρa=R ( AL )

dimana R adalah tahanan terhadap arus listrik searah I (yang menyebabkan

terjadinya perbedaan potensial V) pada blok satuan dari material batuan dengan

luas penampang A dan panjang L. Di dalam material yang jenuh air, ρa

tergantung pada kepadatan dan porositas dari material dan salinitas dari fluida

yang terkandung di dalam material ini. Hukum Ohm merupakan hukum dan

konsep dasar dari cara pendugaan geolistrik tahanan jenis ini. Dengan asumsi

bahwa bumi bersifat homogen isotropik, resistivitas yang terukur merupakan

resistivitas sebenarnya dan tidak bergantung pada spasi elektroda. Pada

kenyataannya , bumi terdiri dari lapisan – lapisan dengan ρ

berbeda – beda,

sehingga potensial yang terukur merupakan pengaruh dari lapisan – lapisan

tersebut. Karenanya, harga resistivitas yang diukur seolah – olah merupakan harga

resistivitas untuk satu lapisan saja (terutama untuk spasi yang lebar). Resistivitas

semu dirumuskan dengan :

ρa=k (∆ VI )

Dimana K adalah faktor konfigurasi dan bernilai :

K= 2π

( 1r 1

− 1r2

)−( 1r3

− 1r 4

)Harga tahanan semu bergantung pada faktor geometri atau dengan kata

lain bergantung pada susunan elektroda yang digunakan.

9

10

A

I

L

0 NM B

a

bb

Sumber

Dalam pendugaan tahanan jenis digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut:

1. Di bawah permukaan tanah terdiri dari lapisan-lapisan dengan ketebalan

tertentu.

2. Bidang batas antar lapisan adalah horizontal.

3. Setiap lapisan dianggap homogen isotropis.

Yang dimaksud dengan homogen adalah nilai tahanan jenisnya sama dan

isotropis adalah tahanan jenisnya akan menyebar ke segala arah dengan harga

yang sama.

2.1.4 Susunan (Konfigurasi) elektroda dalam pengukuran tahanan jenis

Ada beberapa macam susunan (konfigurasi) elektroda dalam pengukuran

tahanan jenis, antara lain :

1. Konfigurasi Schlumberger

Dalam susunan elektroda Schlumberger ini, jarak antara dua elektroda arus

A dan B dibuat lebih besar daripada jarak elektroda potensialnya M dan N.

Umumnya pada susunan ini elektroda – elektroda diletakkan satu garis lurus

seperti yang ditunjukan oleh gambar dibawah ini :

Gambar 2.2 Susunan Elektroda Schlumberger

11

Berdasarkan besaran fisis yang diukur susunan elektroda schlumberger ini

bertujuan untuk mengukur gradien potensial listriknya. Besar faktor geometris

untuk susunan elektroda schlumberger ini sesuai dengan persamaan :

K= 2π

( 1r 1

− 1r2

)−( 1r3

− 1r 4

)AM=BN =r1=r4=b−a /2AN=BM=r2=r1=b+a /2

sehingga :K=π ( b2

a−a

4 )

Jadi, ρa , s=π ( b2

a−a

4 ) ΔVI

2. Konfigurasi wenner

Dalam praktek aktifitas pendugaan geolistrik di lapangan, suatu arus listrik

yang besarnya diketahui dilewatkan dari suatu alat duga geolistrik ke dalam tanah,

yakni melalui sepasang elektrode arus yang dipasang, katakanlah di titik-titik A

dan B. Kemudian selisih potensialnya diukur, yaitu melalui sepasang elektrode

potensial yang ditancapkan di titik-titik M dan N. Titik-titik A, M, N, B

diusahakan berada dalam suatu garis lurus. Metode pendugaan yang

menggunakan susunan elektrode aturan Wenner (yang merupakan bentuk khusus

dari susunan Schlumberger dengan mengambil a = MN = 1/3 AB). Setiap kali

selesai dilakukan pengukuran, elektrode arus (C) dan elektrode potensial (P)

bersama-sama digerakkan atau dipindahkan dengan jarak pindah sesuai dengan

kedalaman duga menurut aturan tersebut. Jarak atau spasi elektrode-elektrode

menentukan kedalaman penetrasi arus listrik ke dalam tanah. Untuk setiap kali

pengukuran, nilai ρa dihitung atas dasar hasil pengukuran perbedaan potensial,

besar arus yang dikenakannya dan spasi dari elektrode-elektrode tersebut. Panjang

bentangan diatur sekitar 500 m untuk kedalaman duga sekitar 150 m. Dengan

12

menerapkan susunan elektrode Wenner  ini (lihat gambar 1), bisa diperoleh harga-

harga serta hubungan antara nilai tahanan jenis semu (apparent specific

resistivity) ρa dengan besaran fisika R (tahanan listrik) dengan menggunakan

rumus: MN

ANAMK

.

, yang berlaku untuk konfigurasi Schlumberger (Astier, 1971)

Untuk konfigurasi Wenner berlaku ketentuan: AN = 2 MN; AM = MN, sehingga :

MNK .2

Nilai tahanan jenis semu dinyatakan berdasarkan hubungan berikut ini:

RaI

VMN

I

VKa ..2..2

Keterangan :

ρa : nilai tahanan jenis semu (ohm meter) pada kedalaman duga

ΔV : selisih atau perbedaan potensial (milivolt)

I : arus listrik (miliamper)

K : faktor geometri lapangan dari konfigurasi Wenner

13

V I

aa

a

V I

a

V I

a : jarak antara kedua elektrode potensial, yaitu MN dan jarak antara

kedua elektrode arus AB adalah L = 3a

R : tahanan yang terbaca pada alat (ohm)

3. Konfigurasi dipole-dipole

Untuk konfigurasi ini: k=n(n+1)(n+2 )πa

4. Konfigurasi pole-dipole

14

V I

5. Konfigurasi pole-pole

2.1.5 Pengukuran tahanan jenis

Berdasarkan tujuannya, metode resistivitas dibagi 2 :

a. Sounding, dipakai bila ingin mendapatkan distribusi hambatan jenis

listrik bumi terhadap kedalaman dibawah suatu titik di permukaan bumi.

Disini spasi antara elektroda dengan titik pengukuran diperbesar secara

berangsur-angsur.

b. Mapping, dipakai untuk mengetahui variasi hambatan jenis bumi secara

lateral mauoun horizontal. Kedalaman dibawah permukaan yang

tersurvey adalah sama. Dalam pengukuran ini jarak antar elektroda

dipertahankan tetap dan secara bersama-sama digeser sepanjang lintasan

pengukuran.

Jadi, Metode mapping merupakan metode yang bertujuan mempelajari

variasi resistivitas lapisan bawah permukaan secara horisontal, Sedangkan

sounding dalam arah vertikal. Pada mapping, elektroda digeser namun dengan

jarak yang tetap, sedangkan sounding semakin menjauhi titik tengah.

Dalam metode mapping dengan konfigurasi wenner, elektrode arus dan

elektrode potensial mempunyai jarak yang sama yaitu C1P1= P1P2 = P2C2

sebesar a. Jadi jarak antar elektrode arus adalah tiga kali jarak antar elektrode

potensial. Perlu diingat bahwa keempat elektrode dengan titik datum harus

membentuk satu garis. Pada sounding, batas pembesaran spasi elektrode

tergantung pada kemampuan alat. Makin sensitif dan makin besar arus yang

15

dihasilkan alat maka makin leluasa dalam memperbesar jarak spasi elektrode

tersebut, sehingga makin dalam lapisan yang terdeteksi atau teramati. Sedangkan,

Pada resistivitas mapping, jarak spasi elektrode tidak berubah-ubah untuk setiap

titik datum yang diamati (besarnya a tetap).

Langkah lanjut jika pada Metoda Sounding adalah memplot harga tahanan

jenis semu hasil pengukuran versus spasi elektroda pada grafik log-log. Survei ini

berguna untuk menentukan letak dan posisi kedalaman benda anomali di bawah

permukaan.

Gambar 2.4.1 Metode Sounding

Sedangkan, metoda mapping digunakan untuk menentukan distribusi

tahanan jenis semu secara vertikal per kedalaman. Pengukurannya dilakukan

dengan cara memasang elektroda arus dan potensial pada satu garis lurus dengan

spasi tetap, kemudian semua elektroda dipindahkan atau digeser sepanjang

permukaan sesuai dengan arah yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk setiap

posisi elektroda akan didapatkan harga tahanan jenis semu. Dengan membuat peta

kontur tahanan jenis semu akan diperoleh pola kontur yang menggambarkan

adanya tahanan jenis yang sama.

16

V I

ana

a

Gambar 2.4.2 Metode Mapping

dan yang terakhir adalah resistivity 2D, cara ini merupakan gabungan

antara mepping dengan sounding. Dimana pengukuran sounding dilakukan pada

setiap titik lintasan secara lateral atau lintasan mapping dilakukan setiap

kedalaman. Konfigurasi elektroda yang digunakan diantaranya adalah konfigurasi

Weener, Dipole-Dipole, Schlumberger dan Pole-Dipole.

2.1.6 Alat Untuk Pengukuran Resistivitas

1. Power Source

Komponen yang dibutuhkan untuk melakukan pengukuran resistivitas

adalah sebuah power source, meters untuk mengukur arus dan tegangan,

elektroda, kabel dan kumparan. Kita dapat menggunakan power dc atau power ac

dengan frekuensi rendah, dianjurkan dibawah 60 Hz.

2. Elektroda dan Kabel

Dengan sumber power ac, semua elektroda yang terbuat dari baja,

alumunium atau kuningan; stainless steel merupakan kombinasi kekuatan terbaik

17

dan tahan terhadap korosi. Elektroda logam paling tidak harus mempunyai

panjang 0,5 m sehingga bisa ditancapkan dalam tanah beberapa cm untuk kontak

listrik yang baik. Pada permukaan yang sangat kering, kontak ini bisa diperbaiki

dengan memberi air pada elektroda.

Hubungan kabel, yang harus diisolasi seringan mungkin, tersobek pada

gulungan portable. Isolasi plastic lebih dapat menahan daripada isolasi karet,

melawan aberasi dan kelembapan; akan tetapi beberapa plastik dapat rusak dalam

cuaca dingin.

3. Resistivity Meter

Resisitivity meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur geolistrik

tahanan jenis. Sedangkan alat yang digunakan dalam pengukuran geolistrik

Induced polarization (IP) yaitu IP meter. Di jurusan Fisika Unpad terdapat tiga

alat untuk mengukur geolistrik, yaitu: Resisitivity Meter Naniura NRD22S dan

Naniura NRD22 serta Supersting Res dan IP Meter R8 Multichannel.

Resistivity Meter Naniura NRD22S dan Naniura NRD22 merupakan alat

ukur geolistrik konvensional yang masih menggunakan 1 channel (gambar 1.1).

data yang dipeoleh dari pengukuran dengan menggunakan Resistivity Naniura

NRD22S yaitu harga beda potensial (V) dan arus (I). Data V dan I ini kemudian

diolah untuk mendapatkan harga tahanan jenis semu (ρ apparenth). Resistivity

Meter NRD22S/NRD22 banyak digunakan untuk pengukuran sounding 1D,

sedangkan untuk pengkuran 2D relatif masih jarang digunakan karena harus

membuat dahulu geometri pengukuran (stacking chart), tabel akuisisi, membuat

format konversi data lapangan ke format data software (dilakukan secara manual),

dan pelaksanaan pengukuran di lapangan yang cukup lama. Misalnya untuk

pengukuran geolistrik 2D dengan panjang lintasan 250 meter dengan

menggunakan konfigurasi Wenner, waktu yang dibutuhkan sekitar 4 – 6 jam

tergantung kondisi medan di lapangan.

18

Gambar 2.5 Pengenalan alat resistivity meter

Spesifikasi Resistivity Meter Naniura NRD22S terdiri dari dua bagian,

yaitu bagian pemancar (transmitter) dan penerima (receiver).

Pemancar (transmitter) terdiri dari:

Catu daya (power supply) : 12/24 V, minimal 6 AH

Daya keluar (output power) : 200 W untuk catudaya 12 V dan

300 W untuk catudaya 24 V

Tegangan keluar (output voltage) : 350 V maksimum untuk catu daya

12V dan 450V untuk catu daya 24 V

Arus maksimum (max current) : 2000 mA

Ketelitian arus (current accuracy) : 1 mA

Sistem Pembacaan : digital

Catu daya digital meter : 9 V baterai kering

Fasilitas : current loop indicator

19

Sedangkan bagian penerima (receiver) terdiri dari:

Impedansi maksimum (input impedance) : 10 Mohm

Batas ukur pembacaan (range) : 0.1 mV – 500 V

Ketelitian (accuracy) : 0.1 mV

Kompensator kasar : 10 x putar

Kompensator halus : 1 x putar

Sistem pembacaan : digital

Catu daya digital meter : 3V(dua buah baterai kering

AA)

Fasilitas pembacaan : hold (data disimpan di

memory)

Massa alat : 10 kg

Supersting Res dan IP Meter R8 Multichannel merupakan alat yang biasa

digunakan untuk mengukur geolistrik tahanan jenis 1D/2D/3D dan geolistrik

induced polarization (IP) 2D/3D. Data pengukuran yang diperoleh dari alat ini

sudah merupakan harga tahanan jenis semu (ρ apparenth) yang tersimpan di

memori alat. Alat ini terdiri dari 1 switch box, 28 elektroda, bentangan kabel

maksimal 945 m (gambar 1.2). Di Asia Tenggara alat Supersting Res dan IP meter

R8 Multichannel ini hanya ada di Unpad dan Pusat Survey Geologi (PSG).

Beberapa kelebihan pengukuran resistivity 2D/3D dan IP 2D/3D dengan

menggunakan alat geolistrik Supersting Res dan IP Meter Multichannel, yaitu:

Pengukurannya relatif lebih cepat dibandingkan menggunakan Resistivity

Meter Naniura NRD22S atau IP meter konvensional. Dengan menggunakan

Supersting Res dan IP IP R8, pengukuran dengan panjang lintasan 810 – 945

m dengan tiga konfigurasi membutuhkan waktu sekitar 4 – 5 jam tergantung

kondisi medan.

Tidak perlu melakukan konversi data secara manual yang membutuhkan

waktu cukup lama karena sudah tersedia software AGIS Admin untuk

melakukan konversi data pengukuran tersebut.

20

Hasil pengukuran bisa langsung di lapangan (quick look).

2.1.7 Intepretasi data resistivitas

Intepretasi data pendugaan resistivitas dibagi menjadi dua macam, yaitu

interpratasi langsung dan interpretasi tidak langsung.

Intepretasi Tidak langsung

Intepretasi tidak langsung dilakukan denagn cara kita membuat model

dulu lalu dicocokan dengan data dari lapangan sedangkan dalam intepretasi

langsung data lapangan diolah sedemikian sehingga kita bisa memperoleh

parameter lapisan langsung dari data lapangan.

Intepretasi tidak langsung dilakukan dengan cara kita membuat model

lapisan tanah dari model itu dihitung fungsi resistivitas semu lalu dicocokan

dengan harga resistivitas semu hasil pengukuran dari lapangan yang disebut curve

matching . Dalam curve matching fungsi resistivitas semu yang dihitung tersebut

berupa kurva-kurva teoritis, sehingga kita tinggal mencocokan kurva – kurva

teoritis tersebut dengan kurva resistivitas semu dari lapangan. Harga atau nilai

dari tahanan jenis lapangan (ohm meter) pada kedalaman duga (m) diplot terhadap

jarak spasi elektrodenya pada suatu kertas grafik log-log, yang membentuk kurve

atau garis-garis lengkung. Untuk tujuan interpretasi stratigrafi, maka kurve hasil

lapangan ini dibandingkan dengan kurve yang sudah baku (standard curve) dan

sudah diterbitkan. Kurve-kurve ini merupakan model teoritis untuk suatu geometri

lapisan-lapisan yang dibuat secara sederhana.

Fungsi resistivitas semu dapat dinyatakan sebagai fungsi dari setengah

bentangan elektroda arus per tebal lapisan pertama , yaitu :

ρa=ρ1 f ( AB2 d1

)Dimana : ρa = Resistivitas lapisan pertama

AB /2 = Bentangan elektroda arus

21

d1 = Tebal lapisan pertama

Dalam fungsi resistivitas semu tersebut terkandung semua informasi parameter

lapisan. Harga – harga batas diperoleh untuk AB/2 besar dan AB/2 kecil, untuk

AB/2 besar kurva resistivitas semu akan menuju harga resistivitas yang terdalam

sedangkan untuk AB/2 kecil akan menuju resistivitas lapisan teratas. Jika ρa

dilukiskan terhadap AB/2 d1 dengan membuat parameter lapisan tetap akan

diperoleh suatu kurva untuk parameter – parameter lapisan tertentu.

Penafsiran Data Lapangan dengan Metoda Pencocokan Kurva

Interpretasi geolistrik resistivity dapat dilakukan dengan metoda

pencocokan kurva (curve matching / the auxiliary point method) yang bisa

dilakuakn secara manual ataupun komputerisasi. Secara manual bisa dilakukan

dengan menggunakan kurva matching dan kertas bilog, secara komputerisasi

dapat dilakukan dengan menggunakan program Resint, Resis, Resix, Resty, dan

lain-lain.

Dalam pengukuran dengan mengggunakan metoda geolistrik resistivity,

hasil pengukurannya masih merupakan tahanan jenis semu. Tahanan jenis terukur

diplot sebagai fungsi jarak elektroda memiliki bentuk yang sama dengan lengkung

teoritik jika diplot dalam skala yang sama. Lengkung ini dapat dibandingkan

langsung dengan lengkung teoritik dengan cara superposisi dengan sumbu tegak

dan datar, dengan menjaga agar kedua lengkung tersebut tetap sejajar. Kurva

lapangan ini menggmabarkan susunan batuan yang ada di bawah permukaan.

Dalam melakukan interpretasi kurva lapangan dilakukan dengan

mencocokannya terhadap kurva induk dua lapis (teoritik). Untuk interpretasi

kurva lapangan yang terdiri dari beberapa lapisan dapat digunakan kurva induk

dua lapis dan diperlukan kurva bantu. Kurva bantu diturunkan secara reduksi

dimana anggapan bahwa lapisan-lapisan bumi yang homogen dan isotropis diganti

dengan suatu lapisan fiktif dengan ketebalan d dan harga tahanan jenisnya ρa .

22

AB/2

aTipe - H

a

AB/2

Tipe - K

Tipe - A

aaAB/2AB/2

Tipe - Q

KURVA BANTU

Macam-macam kurva bantu:

1. Kurva batu tipe A : bentuk kurva monoton baik. Bentuk kurva semacam

ini dapat dihubungkan dengan perubahan resistivitynya ρ1< ρ2< ρ3 .

2. Kurva bantu tipe H : kurva lapangan mempunyai bentuk yang

mengandung minimum. Hala ini dihubungkan dengan adanya urutan tiga

lapisan yang resistivitasnya berubah menurut: ρ1> ρ2< ρ3 .

3. Kurva bantu tipe K : kurva lapangan mempunyai bentuk yang

mengandung maksimum, dan dihubungkan dengan adanya uruten tiga

lapisan resistivitasnya berubah menurut: ρ1< ρ2> ρ3 .

4. Kurva bantu tipe Q : tipe kurva bantu ini kebalikan dari kurva tipe A,

bentuknya monoton turun dan dapat dihubungkan dngan perubahan

keadaan resistivitasnya dimana: ρ1> ρ2> ρ3 .

23

2.2 Res2Dinv

Res2dinv adalah program komputer yang secara automatis menentukan

model resistivity 2 dimensi (2-D) untuk bawah permukaan dari data hasil survey

geolistrik (Griffithsand Barker 1993). Model 2-D menggunakan program inversi

dengan teknik optimasi least-square non linier dan subroutine dari pemodelan

maju digunakan untuk menghitung nilai resistivitas semu dengan teknik finite

difference dan finite element.

Data hasil survei geolistrik disave dengan ekstensi *.dat dengan data

dalam file tersebut tersusun dalam order sebagai berikut :

Line 1 – Nama dari garis survei

Line 2 – Spasi elektroda terpendek

Line 3 – Tipe pengukuran (Wenner = 1, Pole-Pole =2, Dipole-dipole=3, Pole-

dipole = 4, Schlumberger = 7)

Line 4 – Jumlah total datum point

Line 5 – Tipe dari lokasi x untuk datum point. Masukkan 0 bila letak

elektroda pertama diketahui. Gunakan 1 jika titik tengahnya

diketahui.

Line 6 – Ketikkan 1 untuk data IP dan 0 untuk data resistivitas

Line 7 – Posisi x, spasi elektroda, (faktor pemisah elektroda (n) untuk dipole-

dipole, pole-pole, dan Wenner-Sclumberger) dan harga resistivitas

semu terukur pada datum point pertama

Line 8 – Posisi x, spasi elektroda dan resistivitas semu yang terukur untuk

datum point kedua

Dan seterusnya untuk datum point berikutnya. Setelah itu diakhiri dengan empat

angka 0.

24

25

2.3 Pengenalan Gerakan Tanah

Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara lempeng itu maka terbentuk daerah penunjaman memanjang di sebelah Barat Pulau Sumatera, sebelah Selatan Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah Utara Kepulauan Maluku, dan sebelah Utara Papua. Konsekuensi lain dari tumbukan itu maka terbentuk palung samudera, lipatan, punggungan dan patahan di busur kepulauan, sebaran gunungapi, dan sebaran sumber gempabumi. Gunungapi yang ada di Indonesia berjumlah 129. Angka itu merupakan 13% dari jumlah gunungapi aktif dunia. Dengan demikian Indonesia rawan terhadap bencana letusan gunungapi dan gempabumi. Di beberapa pantai, dengan bentuk pantai sedang hingga curam, jika terjadi gempabumi dengan sumber berada di dasar laut atau samudera dapat menimbulkan gelombang Tsunami.

Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah hasil letusan gunungapi. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dengan sedikit pasir dan bersifat subur. Tanah pelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada perbukitan/punggungan dengan kemiringan sedang hingga terjal berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi. Jika perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor.

PENGERTIAN TANAH LO NGSOR

Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap kedalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut

26

menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.

JENIS TANAH LONGSORAda 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.

1. Longsoran TranslasiLongsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

2. Longsoran RotasiLongsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.

3. .Pergerakan BlokPergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.

4. Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng

27

yang terjal hingga menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.

5. Rayapan TanahRaya pan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis

6. Aliran Bahan RombakanJenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.

28

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Akuisisi Data Geolistrik

Pada praktek kerja lapangan ini pengambilan data dilakukan dengan

menggunakan alat SuperSting R8-IP Resistivity meter. Kabel dibentangkan

sepanjang 270 meter dan elektroda sebanyak 28 buah di pasang mengikuti kabel

dengan spasi antar elektroda 10 meter. Selanjutnya elektroda dihubungkan dengan

kabel. Setelah terpasang semua antara SuperSting R8-IP Resistivity meter, kabel

dan elektraoda, sebelum dilakukan pengukuran dilakukan terlebih dahulu

pengecekan apakah semua alat sudah terpasang dengan baik, apabila sudah

terpasang dengan baik maka dilakukan pengukuran sesuai dengan konfigurasi

yang kita inginkan.

3.2 Pengolahan Data Geolistrik

Data pengukuran yang tersimpan di memory alat dipindahkan dari alat ke

komputer dengan cara alat Supersting R8/IP dihubungkan dengan kabel koneksi

ke komputer, lalu dengan menggunakan software AGI Administrator maka data

dapat dipindahkan dari alat ke komputer. Setelah data dipindahkan ke komputer

maka pengolahan data dan pemodelan data dilakukan menggunakan software

AGISSAdmin dan Res2DInv. software AGISSAdmin bertujuan untuk convert

data dari format .stg ke format .dat, sedangkan software Res2DInv

menggambarkan harga resistivitas dari hasil pengukuran di lapangan.

Prosedur pengolahan data menggunakan Res2DInv :

1. Buka software Res2DInv.

2. Pilih file pada toolbar → Read data file → pilih data yang akan diolah →

reading of data file completed → oke.

3. Pilih inversion → least-squares inversion → save data, kemudian akan

muncul penampang nilai resistivitas tanpa data topografi.

4. Pilih display → show invertion result → file → read file with invertion

result → pilih data yang telah disimpan pada prosedur ke tiga.

29

5. Untuk menghilangkan data yang kurang bagus dapat melakukan langkah

berikut. Edit → Exterminate bad datum points → oke.

6. Pilih display section → include topography in model display → oke. Hal

ini bertujuan untuk memasukkan data topografi. Lalu piligh user defined

logarithmic contour interval yang berguna untuk menentukan rentang nilai

resistivitas pada kontur → pilih rentang → oke.

30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengukuran

Hasil pengukuran di daerah Pasir Ipis, Desa Jayagiri, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat menggunakan metode geolistrik berupa lima lintasan dengan konfigurasi Wenner dan empat lintasan dengan konfigurasi Dipole – Dipole.

4.2 Pembahasan

Pengolahan data dilakukan menggunakan software AGI Supersting Adminstrator versi 1.3.2.172 dan software Res2DInv versi 3.53. Hasil dari pengolahan data tersebut berupa penampang resistrivitas 2D. Pada penampang – penampang resistivitas di bawah ini masih memiliki error yang cukup tinggi, hal ini dikarenakan dalam akuisisi data masih belum mendapatkan data yang baik, sehingga dalam pengolahan data, nilai resistivitas yang memiliki nilai lebih dari 12.000 Ω dan memiliki nilai negatif tidak dimasukkan oleh mahasiswa. Sehingga data yang diolah semakin sedikit dan memiliki error yang lebih besar karena terdapat data yang hilang.

4.3 Penampang Resistivitas

5.1 Lintasan 1

Gambar 4.1 Penampang resistivitas lintasan 1 konfigurasi Wenner

Analisa : Penampang resistivitas diatas memiliki rentang resistivitas antara 21.2 –

2714 Ω untuk konfigurasi Wenner dengen RMS error sebesar 29.9%. Pada

penampang lintasan satu ini terlihat terdapat beberapa daerah yang berwarna biru

yang berarti memiliki resistivitas kecil yang diduga terdapat akifer namun penulis

31

tidak dapat menentukan daerah rawan longsor dari data penampang diatas

dikarenakan kurang lengkapnya data.

5.2 Lintasan 2

Gambar 4.2 Penampang resistivitas lintasan 2 konfigurasi Wenner

Analisa : Penampang resistivitas diatas memiliki rentang resistivitas antara 23.5 –

3008 Ω untuk konfigurasi Wenner dengen RMS error sebesar 36.2% dan 0.767 –

53.7 Ω. Pada lintasan dua ini selain konfigurasi Wenner terdapat juga konfigurasi

Dipole – Dipole, namun RMS error yang didapat terlalu besar sehingga tidak

dimasukkan oleh penulis. Pada penampang diatas memiliki rentang resistivitas

yang tidak terlalu jauh dengan lintasan satu dan memiliki pola – pola yang hampir

sama dengan lintasan satu.

5.3 Lintasan 3

Gambar 4.3 Penampang resistivitas lintasan 3 konfigurasi Wenner

32

Gambar 4.4 Penampang resistivitas lintasan 3 konfigurasi Dipole – Dipole

Analisa : Penampang resistivitas diatas memiliki rentang resistivitas antara 15.4 –

1971 Ω untuk konfigurasi Wenner dengen RMS error sebesar 56.7% dan 13.3 –

217907 Ω untuk konfigurasi Dipole - Dipole dengan RMS error sebesar 97%,

konfigurasi Dipole – Dipole memiliki error yang sangat tinggi, hal ini dikarenakan

pada konfigurasi Dipole – Dipole data yang diambil kurang baik pada jarak 50

meter dan banyak data yang dihapus, sehingga kurang dapat menggambarkan

permukaan bawah tanah. Namun pada jarak 90 – 240 meter memiliki pola yang

hampir sama dengan lintasan sebelumnya, sehingga diduga terdapat akifer

dibawah permukaan.

33

5.4 Lintasan 4

Gambar 4.5 Penampang resistivitas lintasan 4 konfigurasi Wenner

Gambar 4.6 Penampang resistivitas lintasan 4 konfigurasi Dipole – Dipole

Analisa : Penampang resistivitas diatas memiliki rentang resistivitas antara 21.1 –

864 Ω untuk konfigurasi Wenner dengen RMS error sebesar 21.1% dan 37.9 –

963 Ω untuk konfigurasi Dipole - Dipole dengan RMS error sebesar 26.1%.

Lintasan empat dan lintasan lima merupakan cross line dari lintasan satu, dua dan

tiga. Pada lintasan ini penulis tidak menemukan adanya daerah rawan longor,

dikarenakan daerah yang memiliki resistivitas kecil yang diduga terdapat akifer

didalamnya berada pada dataran yang lebih rendah.

34

5.5 Lintasan 5

Gambar 4.7 Penampang resistivitas lintasan 5 konfigurasi Wenner

Gambar 4.8 Penampang resistivitas lintasan 5 konfigurasi Dipole – Dipole

Analisa : Penampang resistivitas diatas memiliki rentang resistivitas antara 39.7 –

530 Ω untuk konfigurasi Wenner dengen RMS error sebesar 25.2% dan 22.9 –

33625 Ω untuk konfigurasi Dipole - Dipole dengan RMS error sebesar 77.3%.

Nilai error yang didapat cukup besar dikarenakan terdapat titik yang memiliki

nilai resistivitas sangat besar, hal ini mungkin terjadi karena pada saat

pengambilan data, pemasangan elektroda kurang baik.

35

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang

dilalkukan adalah :

1. Pengukuran resistivitas yang dilakukan di daerah Pasir Ipis Desa Jayagiri

Lembang, Kabupaten Bandung Barat terdiri dari lima lintasan dengan

panjang lintasan 270 meter, spasi antar elektroda sepuluh meter dan

jumlah elektroda yang terpasang yaitu 28 buah.

2. Hasil pengolahan data resistivitas di daerah Pasir Ipis berupa penampang

resistivitas 2D menggunakan software Res2Dinv.

3. Dari penampang resistivitas diatas dapat dilihat daerah yang memiliki

resistivitas kecil berada didataran yang lebih rendah sehingga diduga oleh

penulis bukan merupakan rawan longsor, namun tidak menutup

memungkinkan untuk terjadi longsor apabila terjadi hujan secara terus

menerus sehingga bedrock tidak mampu menahan beban diatasnya.

5.2 Saran

1. Dalam melakukan pengambilan data geolistrik diperlukan sifat teliti dan

sabar sehingga didapat data yang baik.

2. Pengukuran lebih baik menggunakan minimal dua metode sehingga dapat

dibandingkan dan memperkecil kesalahan dalam interpretasi.

3. Penyimpanan data hasil pengukuran sebaiknya disimpan dan diatur dengan

baik dana rapih sehingga tidak terdapat data yang hilang ketika pengolahan

data

36

DAFTAR PUSTAKA

Atmoko, Pitoyo Widi, 2012. Penyelidikan Zona Longsor dengan Metode resistivity 2D, GPR, dan Pemboran untuk Mitigasi Bencana Tanah Longsor (Studi Kasus di desa Jombok, kecamatan Ngantang, kabupaten Malang, Indonesia), Universitas Brawijaya

Telford, W.M., Geldart, L.P., Sheriff R.E.1990.Applied Geophysics. CambridgeUniversity Press

37