laporan kimia bahan alam

37
Mengisolasi dan Mengetahui Senyawa Bahan Alam Dalam Bunga Bugenvil (Bougenville) Melalui Metode Ekstraksi, Fitokimia dan Uji Antioksidan Ridhia Hafiyyani (1111096000014) Annisa Hardhini (1111096000021) Tri Setyaningsih (1111096000038) Fitri Fajriani (1111096000039) Kelompok : 12 Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2013 M/1434 H

Upload: ridya-rdy

Post on 25-Oct-2015

679 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

Isolasi senyawa bahan alam dari bunga bougenvill

TRANSCRIPT

Page 1: laporan Kimia bahan alam

Mengisolasi dan Mengetahui Senyawa Bahan Alam Dalam Bunga

Bugenvil (Bougenville) Melalui Metode Ekstraksi, Fitokimia dan Uji

Antioksidan

Ridhia Hafiyyani (1111096000014)

Annisa Hardhini (1111096000021)

Tri Setyaningsih (1111096000038)

Fitri Fajriani (1111096000039)

Kelompok : 12

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

2013 M/1434 H

Page 2: laporan Kimia bahan alam

[2]

DAFTAR ISI

Daftar Isi .............................................................................................................. 2

Daftar Tabel ........................................................................................................ 4

Daftar Gambar .................................................................................................... 5

Daftar Lampiran ................................................................................................. 6

Bab I Pendahuluan ............................................................................................. 7

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 7

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 8

1.3 Hipotesis .................................................................................................. 8

1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 8

1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................... 8

Bab II Tinjauan Pustaka .................................................................................... 9

2.1 Bunga bougenville ................................................................................... 9

2.2 Ekstraksi................................................................................................... 10

2.3 Fitokimia .................................................................................................. 13

2.4 Antioksidan .............................................................................................. 14

2.5 Fraksinasi ................................................................................................. 17

2.6 Spektrofotometer UV-VIS ....................................................................... 18

Bab III Metodologi Penelitian............................................................................ 19

3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................... 19

3.2 Alat dan Bahan......................................................................................... 19

3.3 Cara Kerja ................................................................................................ 19

Bab IV Hasil dan Pembahasan .......................................................................... 23

4.1 Hasil Pengamatan ................................................................................... 23

4.2 Pembahasan ............................................................................................. 24

Bab V Penutup .................................................................................................... 33

5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 33

Page 3: laporan Kimia bahan alam

[3]

5.2 Saran ........................................................................................................ 33

Daftar Pustaka .................................................................................................... 34

Lampiran ............................................................................................................. 35

Page 4: laporan Kimia bahan alam

[4]

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil uji fitokimia 23

2. Hasil uji antioksidan metanol 23

3. Hasil uji antioksidan etil asetat 24

Page 5: laporan Kimia bahan alam

[5]

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

1. Bunga bougenvill 9

2. Struktur polifenol 14 dan 24

3. Reaksi saponin 26

4. Reaksi tanin dan polifenol 27

5. Reaksi steroid 28

6. Reaksi flavonoid 28

7. Reaksi mayer 29

8. Reaksi wigner 29

9. Reaksi dragendorf 30

10. Mekanisme DPPH akseptor 32

Page 6: laporan Kimia bahan alam

[6]

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran halaman

1. Perhitungan uji antioksidan 35

2. Grafik uji antioksidan 36

3. Foto pengamatan 37

Page 7: laporan Kimia bahan alam

[7]

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia terletak pada garis 6° LU – 11° LS dan 95° BT – 141° BT. Dengan demikian,

Indonesia terletak di daerah beriklim tropis dan dilewati oleh garis khatulistiwa. Letak ini

menyebabkan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Jenis tumbuh-tumbuhan

di Indonesia diperkirakan berjumlah 25.000 jenis atau lebih dari 10% dari flora dunia. Tumbuh-

tumbuhan tersebut, telah dimanfaatkan sebagai obat terhadap berbagai jenis penyakit.

Pemanfaatan tanaman tersebut sebagai obat tradisional pada umumnya hanya didasarkan atas

pengalaman dan warisan yang diwariskan secara turun temurun, tanpa diketahui kandungan

kimianya secara pasti.

Salah satu tumbuhan yang belum banyak diketahui kandungan kimianya secara pasti

adalah kembang kertas. Kembang kertas atau populer juga dengan nama bugenvil (Inggris:

bougainville; nama ilmiah: Bougainvillea) merupakan tanaman hias populer. Bentuknya adalah

pohon kecil yang sukar tumbuh tegak. Keindahannya berasal dari seludang bunganya yang

berwarna cerah yang memiliki variasi warna mulai dari warna putih, merah muda, jingga hingga

merah dan menarik perhatian karena tumbuh dengan rimbunnya.

Penelitian terhadap kembang kertas masih terbatas pada potensi seludang bunga kembang

kertas sebagai zat pewarna alami. Penelitian lebih lanjut mengenai potensi kembang kertas

sebagai suplemen kesehatan dengan mengidentifikasi kandungan senyawa aktif yang bermanfaat

bagi kesehatan seperti alkaloid, terpenoid, steroid, flavonoid, kuinon, tanin, saponin, dan

antioksidan belum banyak dilakukan.

Page 8: laporan Kimia bahan alam

[8]

1.2 Rumusan Masalah

Senyawa kimia apakah yang dapat diisolasi dari bagian bunga Bougenvillea?

1.3 Hipotesis

Diduga terdapat senyawa kimia alkaloid, terpenoid, steroid, flavonoid, kuinon, tanin,

saponin, dan antioksidan pada bunga Bougenvillea.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa kimia pada bunga

Bougenvillea

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Membuka wawasan baru mengenai kandungan senyawa kimia dari Bougenvillea.

2. Memberikan informasi mengenai senyawa kimia yang terdapat pada bunga

Bougenvillea.

3. Memberikan inspirasi kesehatan kepada masyarakat dengan pemanfaatan bunga

Bougenvillea.

Page 9: laporan Kimia bahan alam

[9]

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bunga Bogenville

Bunga bougenville (Bougainvillea spectabilis) merupakan salah satu tanaman hias yang

digunakan untuk menghiasi rumahnya.Bunga ini juga disebut dengan bunga kertas karena bunga

ini memiliki seludang bunganya yang tipis dan mempunyai ciri – ciri seperti kertas. Bunga ini

memiliki beberapa warna diantaranya ialah warna orange, ungu, merah, pink dan putih. Tanaman

ini berasal dari Amerika Selatan. Klasifikasi ilmiahdair bunga bogenville ini ialah :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Caryophyllales

Famili : Nyctaginaceae

Genus : Bougainvillea

Gambar 1. Bunga Bougenvill

Tanaman bougenville termasuk tanaman perdu tegak, tinggi tanaman kira-kira 2-4 meter.

Sistem perakarannya adalah tunggang. Dengan akar-akar cabang yang melebar ke semua arah

dengan kedalaman 40 cm – 80 cm. Akar yang terletak dekat permukaan tanah kadang tumbuh

terus atau akar bakal tanaman bara. Bougenville merupakan perdu yang memanjatdan

menggantung, tinggi 0,3 m – 10 m. batang memiliki cabang berkayu bulat, beruas, dan memiliki

diameter 5 mm – 8 mm, berwarna coklat dan majemuk.

Page 10: laporan Kimia bahan alam

[10]

Bunga bogenville termasuk bunga majemuk, payung 3 – 15 bunga. Bunga

beranekaragam ada kuning, merah, merah jambu, ungu, putih dan sebagainya. Kelopak bunga

berbentuk tabung 2 – 4 mm. taju bunga 5 -8, berbentuk paku, berambut halus. Pasangan daun

yang sama dihubungkan dengan tonjolan yang melintang. Daun menyirip berdaun satu, helaian

daun lebar bulat sampai memanjang, bertepi rata, bertulang menyirip atau bertulang tiga sampai

lima. Bougenville memiliki buah buni yang masak hitam megnkilat, panjang 1 cm, bebiji dua

atau karena kegagalan berbiji satu dan tidak memiliki lekukan.

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi

komponen yang terpisah (Winarno et al. 1973). Pada proses ekstraksi pada dasarnya dibedakan

menjadi dua fase yaitu fase pencucian dan fase ekstraksi.

• Fase Pencucian (Washing Out)

Pada saat penggabungan pelarut dengan simplisia, maka sel-sel yang rusak karena

proses pengecilan ukuran langsung kontak dengan bahan pelarut. Komponen sel yang

terdapat pada simplisia tersebut dapat dengan mudah dilarutkan dan dicuci oleh pelarut.

Dengan adanya proses tersebut, maka dalam fase pertama ini sebagian bahan aktif telah

benpindah ke dalam palrut. Semakin halus ukuran simplisia, maka semakin optimal

jalannya proses pencucian tersebut.

• Fase Ekstraksi (Difusi)

Untuk melarutkan komponen sel yang tidak rusak, maka pelarut harus masuk ke

dalam sel dan mendesak komponen sel tersebut keluar dari sel. membrane sel simplisia

yang mula-mula mengering dan menciut harus diubah terlebih dahul agar terdapat suatu

perlintasan pelarut ke dalam sel. Hal ini dapat terjadi melalui proses pembengkakkan,

dimana membran mengalami suatu pembesaran volume melalui pengambilan molekul

bahan pelarut. Kemampuan sel untuk mengikat pelarut menyebabkan struktur dinding sel

tersebut menjadi longgar, sehingga terbentuk ruang antarmiselar, yang memungkinkan

bahan ekstraksi, mencapai ke dalam ruang dalam sel. Peristiwa pembengkakkan ini

sebagian besar disebabkan oleh air. Campuran alkohol-air lebih disukai untuk

mengekstraksi bahan farmasetik karena terbukti lebih cepat (Voigt, 1994).

Page 11: laporan Kimia bahan alam

[11]

Tahapan yang harus diperhatikan dalam mengekstraksi jaringan tumbuhan adalah

penyiapan bahan sebelum ekstraksi, pemilihan pelarut dan kondisi proses ekstraksi, proses

pengambilan pelarut, pengawasan mutu dan pengujian yang dikenal pula sebagai tahapan

penyelesaian. Pelarut yang digunakan harus bersifat inert terhadap bahan baku, mudah didapat

dan harganya murah (Sabel dan Waren, 1973). Dalam pemilihan cairan penyari harus memenuhi

beberapa kriteria, antara lain murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi

netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif. Selektif yaitu hanya menarik zat

berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, dan diperbolehkan oleh

peraturan (Anonim,1986).

Menurut Kurnia (2010), ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan

cara panas. Cara dingin yaitu metode maserasi dan perkolasi, sedangkan cara panas antara lain

dengan reflux, soxhlet, digesti, destilasi uap dan infuse.

2.2.1. Maserasi

Istilah maserasi berasal dari bahasa latin ”macerare” yang artinya mengairi,

melunakkan, merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Rendaman tersebut

disimpan terlindungi dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau

perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu maserasi adalah berbedabeda, masing-

masing farmakope mancantumkan 4-10 hari. Pengocokan dilakukan agar cepat mendapat

kesetimbangan antara bahan yang diekstraksi dalam bagian sebelah dalam sel dengan

yang masuk ke dalam cairan. Keadaan diam tanpa pengocokan selama maserasi

menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif (Voight, 1994).

Dalam referensi lain disebutkan bahwa maserasi merupakan cara penyarian yang

sederhana. Proses pengerjaan dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam

pelarut. Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang

mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi

antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang terpekat

didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi

antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Anonim,1986). Keuntungan dari metode

maserasi yaitu prosedur dan peralatannya sederhana (Agoes, 2007).

Page 12: laporan Kimia bahan alam

[12]

Ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan prinsip kelarutan. Prinsip

kelarutan adalah like dissolve like, yaitu (1) pelarut polar akan melarutkan senyawa polar,

demikian juga sebaliknya pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa nonpolar, (2)

pelarut organik akan melarutkan senyawa organik.

2.2.2 Sokletasi

Sokletasi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam

sampel padat dengan cara penyarian berulang – ulang dengan pelarut yang sama,

sehingga semua komponen yang diinginkan dalam sampel terisolasi dengan sempurna.

Pelarut yang digunakan ada 2 jenis, yaitu heksana ( C6H14) untuk sampel kering dan

metanol (CH3OH) untuk sampel basah. Jadi, pelarut yang dugunakan tergantung dari

sampel alam yang digunakan. Prinsip sokletasi adalah pelarut dan sampel dipisahkan

ditempat yang berbeda. Dan penyarian berulang – ulang sehingga hasil yang didapatkan

sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila penyaringan ini telah selesai,

maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersaring. Metode

sokletasi merupakan penggabungan antara metode maserasi dan perlokasi. Jika pada

metode pemisahan minyak atsiri ( distilasi uap ), tidak dapat digunakan dengan baik

karena persentase senyawa yang akan digunakan atau yang akan diisolasi cukup kecil,

atau tidak didapatkan pelarut yang diinginkan untuk maserasi / perlokasi ini Sokletasi

digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara pemanasan sehingga uap yang

timbul setelah dingin secara kontinyu akan membasahi sampel, secara teratur pelarut

tersebut dimasukan kembali kedalam labu dengan membawa senyawa kimia yang akan di

isolasi tersebut.Cara menghentikan sokletasi adalah dengan menghentikan pemanasan

yang sedang berlangsung, sebagai catatan, sampel yang digunakan dalam sokletasi harus

dihindarkan dari sinar matahari langsung. Jika sampai terkena sinar matahari, senyawa

dalam sampel akan berfotosintesis sehingga terjadi penguraian atau dekomposisi. Hal ini

akan menimbulkan senyawa baru yang disebut artefak, hingga dikatakan sampel tidak

alami lagi.

Syarat – syarat suatu larutan dapat digunakan sebagai pelarut dalam proses

sokletasi adalah: pelarut yang digunakan tersebut memiliki titik didih berbeda dengan

bahan sampel yaitu lebih kecil dari titik didih sampel, mudah menguapkan pelarut

Page 13: laporan Kimia bahan alam

[13]

tersebut harus dipisahkan dengan cepat setelah penyarian, pelarut harus merupakan

pelarut yang sesuai untuk bahan yang akan disokletasi.

Metode sokletasi ini lebih efisien karena, pelarut organik dapat menarik senywa

organik dalam bahan alam secara berulang – ulang, waktu yang digunakan lebih efisien,

pelarut lebih sedikit dibandingkan dengan metode maserasi atau perlokasi.

2.3 Fitokimia

Senyawa fitokimia merupakan senyawa bioaktif alami yang terdapat pada tanaman yang

dapat berperan sebagai nutrisi dan serat alami yang dapat mencegah penyakit (Harborne 1987).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa fitokimia terdapat pada nutrisi yang terkandung dalam

buah-buahan, sayur-sayuran dan kacang-kacangan. Komponen bioaktif tersebut dapat

menghambat proses penuaan dini dan menurunkan resiko terhadap berbagai penyakit, misalnya

kanker, penyakit pada hati, stroke, tekanan darah tinggi, katarak, osteoporosis dan infeksi saluran

pencernaan (Hamburger dan Hastettmaun 1991). Senyawa-senyawa fitokimia yang umum

terdapat pada tanaman, yaitu golongan alkaloid, flavoniod, kuinon, tanin dan polifenol, saponin,

steroid dan triterpenoid (Harborne 1987). Senyawa fitokimia berperan dalam menjaga kesehatan.

Senyawa-senyawa tersebut saling melengkapi dalam mekanisme kerja yang terjadi dalam tubuh,

termasuk di dalamnya adalah antioksidan, detoksifikasi oleh enzim, stimulasi dari sistem imun,

metabolisme hormon dan antibakteri serta antivirus (Hamburger dan Hastettmaun 1991).

2.3.1 Tanin

Tanin adalah suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit

dan kelat, yang bereaksi dengan dan menggumpalkan protein, atau berbagai senyawa

organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid. Senyawa-senyawa tanin ditemukan

pada banyak jenis tumbuhan. Tanin yang terkandung dalam buah muda menimbulkan

rasa kelat (sepat) perubahan-perubahan yang terjadi pada senyawa tanin bersama

berjalannya waktu berperan penting dalam proses pemasakan buah. Kandungan tanin dari

bahan organik (serasah, ranting dan kayu) yang terlarut dalam air hujan (bersama aneka

subtansi humus), menjadikan air yang tergenang di rawa-rawa dan rawa gambut berwarna

coklat kehitaman seperti air teh, yang dikenal sebagai air hitam (black water). Kandungan

tanin pula yang membuat air semacam ini berasa kesat dan agak pahit. Tanin

Page 14: laporan Kimia bahan alam

[14]

dimanfaatkan orang untuk menyamak kulit agar awet dan mudah digunakan. Tanin yang

terkandung dalam minuman seperti teh, kopi, anggur, dan bir memberikan aroma dan

rasa sedap yang khas.

2.3.2 Polifenol

Senyawa fenol dapat di definisikan secara kimiawi oleh adanya satu cincin

aromatik yang membawa satu (fenol) atau lebih (polifenol) substitusi hydroksil, termasuk

derifat fungsionalnya. Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada

tumbuhan. Zat ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam

molekulnya. Polifenol memiliki spektrum luas dengan sifat kelarutan pada suatu pelarut

yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh gugus hidroksil pada senyawa tersebut yang

dimiliki berbeda jumlah dan posisinya. Turunan polifenol sebagai antioksidan dapat

menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki

radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal

bebas. Polifenol merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap aktivitas

antioksidan dalam buah dan sayuran (Hattenschwiler dan Vitousek, 2000).

Gambar 2. Struktur polifenol

2.4. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron

kepada radikal bebas, sehingga reaksi radikal bebas tersebut dapat terhambat. Antioksidan juga

dapat diartikan sebagai bahan atau senyawa yang dapat menghambat atau mencegah terjadinya

oksidasi pada substrat atau bahan yang dapat teroksidasi, walaupun memiliki jumlah yang sedikit

dalam makanan atau tubuh jika dibandingkan dengan substrat yang akan teroksidasi. Antioksidan

merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki

Page 15: laporan Kimia bahan alam

[15]

berat molekul yang kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan

cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat

menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif

(Winarsi 2007).

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan

mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Hal tersebut dapat menghambat

kerusakan sel. Berkaitan dengan reaksinya di dalam tubuh, status antioksidan merupakan

parameter penting untuk memantau kesehatan seseorang.

Antioksidan dibagi menjadi 4 tipe berdasarkan fungsinya (Siagian 2002; Hariyatmi

2004), yaitu: 1. Tipe pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas dengan cara

menyumbangkan atom H, contohnya vitamin E. 2. Tipe pereduksi yang mampu mentransfer

atom H atau oksigen dan bersifat pemulung, contohnya vitamin C. 3. Tipe pengikat logam yang

mampu mengikat zat prooksidan (Fe2+ dan Cu2+), contohnya flavonoid, asam sitrat dan EDTA.

4. Antioksidan selular yang mampu mendekomposisi hidrogen peroksida menjadi bentuk stabil,

contohnya pada manusia dikenal superoksida dismutase, katalase dan glitation peroksidase.

Antioksidan mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan spesies oksigen

reaktif, mampu menghambat terjadinya penyakit degeneratif serta mampu menghambat

peroksidase lipid pada makanan (Winarsi 2007).

Antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan sumbernya, yaitu

antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan alami merupakan antioksidan hasil

ekstraksi dari bahan-bahan alami, sedangkan antioksidan sintetik merupakan antioksidan yang

diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia. Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari

senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, senyawa

antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan dan senyawa antioksidan

yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan pada makanan sebagai bahan tambahan

pangan (Winarno 2008). Kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami

berasal dari tumbuhan. Kingdom tumbuhan angiospermae memiliki kira-kira 250.000sampai

300.000 spesies dan dari jumlah ini kurang lebih 400 spesies yang telah dikenal dapat menjadi

bahan pangan manusia. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat

dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat dimakan. Antioksidan alami tersebar di

Page 16: laporan Kimia bahan alam

[16]

beberapa bagian tanaman, yaitu pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk

sari. Bahan-bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, yaitu rempah-rempah,

dedaunan, teh, kokoa, biji-bijian, serealia, buah-buahan, sayur-sayuran dan tumbuhan (alga laut).

Bahan pangan ini mengandung jenis senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, yaitu asam-

asam amino, asam askorbat, golongan flavonoid, tokoferol, karotenoid, tanin, peptida,

melanoidin, produk-produk reduksi dan asam-asam organik lain (Pratt 1992).

Antioksidan sintetik ditambahkan ke dalam bahan pangan untuk mencegah terjadinya

ketengikan. Antioksidan sintetik yang banyak digunakan adalah senyawa-senyawa fenol yang

biasanya dapat beracun. Penambahan antioksidan ini harus memenuhi beberapa persyaratan,

misalnya tidak berbahaya bagi kesehatan, tidak menimbulkan warna yang tidak diinginkan,

efektif pada konsentrasi rendah, larut dalam lemak, mudah diperoleh dan ekonomis.

Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai

pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi, dapat disebabkan oleh 4 mekanisme reaksi, yaitu

1) pelepasan hidrogen dari antioksidan, 2) pelepasan elektron dari antioksidan, 3) adisi lemak ke

dalam cincin aromatic pada antioksidan dan 4) pembentukan senyawa kompleks antara lemak

dan cincin aromatik dari antioksidan (Ketaren 2008).

2.4.1. Metode DPPH

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering

digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak

bahan alam. DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen akan membentuk molekul

diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron

atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH

dan membentuk DPPH tereduksi. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi

berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan

absorbansi pada panjang gelombang 517 nm akan hilang. Perubahan ini dapat diukur

secara stoikiometri sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang ditangkap

oleh molekul DPPH akibat adanya zat antioksidan (Gurav, 2007).

DPPH merupakan suatu metode yang cepat, sederhana, dan murah untuk

mengukur kapasitas antioksidan melibatkan makanan penggunaan radikal bebas, 1,1-

Page 17: laporan Kimia bahan alam

[17]

Difenil-2-picrylhydrazyl (DPPH). DPPH secara luas digunakan untuk menguji

kemampuan untuk bertindak sebagai senyawa radikal bebas pemulung atau hidrogen

donor, dan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan makanan. Ini juga telah digunakan

mengukur antioksidan dalam kompleks biologis sistem dalam beberapa tahun terakhir.

Metode yang dapat DPPH digunakan untuk sampel padat atau cair dan tidak spesifik

untuk komponen antioksidan tertentu, tetapi berlaku untuk keseluruhan kapasitas

antioksidan sampel. Ukuran dari total kapasitas antioksidan akan membantu kita

memahami sifat-sifat fungsional makanan (Prior et al, 1998).

2.4.2 IC50

Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah Inhibition

Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan

50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang

memberikan % penghambatan 50%. Zat yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi,

akan mempunyai IC50 yang rendah (Brand-Williams, 1995).

2.5 Fraksinasi

Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas tertentu dari campuran (padat, cair,

terlarut, suspensi atau isotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil (fraksi) komposisi perubahan

menurut kelandaian. Pembagian atau pemisahan ini didasarkan pada bobot dari tiap fraksi, fraksi

yang lebih berat akan berada paling dasar sedang fraksi yang lebih ringan akan berada diatas.

Fraksinasi bertingkat biasanya menggunakan pelarut organik seperti eter, aseton, benzena,

etanol, diklorometana, atau campuran pelarut tersebut. Asam lemak, asam resin, lilin, tanin, dan

zat warna adalah bahan yang penting dan dapat diekstraksi dengan pelarut organik (Adijuwana

dan Nur 1989). Fraksinasi bertingkat umumnya diawali dengan pelarut yang kurang polar dan

dilanjutkan dengan pelarut yang lebih polar. Tingkat polaritas pelarut dapat ditentukan dari nilai

konstanta dielektrik pelarut. Emapat tahapan fraksinasi bertingkat dengan menggunakan empat

macam pelarut yaitu (1) ekstraksi aseton, (2) fraksinasi n-heksan, (3) fraksinasi etil eter, dan (4)

fraksinasi etil asetat (Lestari dan Pari 1990).

2.6 Spektrofotometri UV-VIS

Page 18: laporan Kimia bahan alam

[18]

Spektrofotometer UV-VIS merupakan alat dengan teknik spektrofotometer pada daerah

ultra-violet dan sinar tampak. Alat ini digunakan guna mengukur serapan sinar ultra violet atau

sinar tampak oleh suatu materi dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang dianalisis

sebanding dengan jumlah sinar yang diserap oleh zat yang terdapat dalam larutan tersebut.

Spektrofotometer UV-VIS dapat digunakan untuk analisis kualitatif maupun analisis kuantitatif.

Spektrofotometer Uv-Visible adalah suatu instrumen untuk mengukur transmitan / absorbans

suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang, pengukuran terhadap sederetan sampel pada

suatu panjang gelombang tunggal.

Spektrofotometer single beam (berkas tunggal) adalah alat yag hanya terdapat satu berkas

sinar yang dilewatkan melalui kuvet. Blanko, larutan standar dan contoh diperiksa secara

bergantian.

Spektrometer Uv-Vis dapat digunakan misalnya untuk mengukur kadar logam. UV / Vis

spektroskopi secara rutin digunakan dalam kuantitatif penentuan larutan dari logam transisi ion

dan sangat dikonjugasikan senyawa organik. UV / VIS spektroskopi dapat digunakan untuk

menentukan konsentrasi dalam larutan penyerap dan mengetahui seberapa cepat perubahan

absorbansi dengan konsentrasi.

Page 19: laporan Kimia bahan alam

[19]

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 10 september 2013 sampai dengan 13

oktober 2013 di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, kertas saring,

ekstraktor soklet heldolph, oven, timbangan analitik, hot plate, corong pisah, vortex,

Rotary Evaporator heldolph dan Spetrofotometer VisibleAmersham Brosciences.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bunga bougenvill yang diambil

dariInsitut Ilmu Quran, pasar jumat. Reagen yang digunakan yaitu metanol, n-heksana,

etil asetat,DPPH 0,002%, HCl 2%, FeCl3 1%, NaOH 2N, serbuk Magnesium, Reagen

Liebermen-Burchard, Reagen Mayer dan Reagen Dragendorf.

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Ekstraksi Bunga Bougenvill

3.3.1.1 Maserasi

Bunga bougenvill yang diambil dari Insitut Ilmu Quran, pasar jumat dikeringkan

dalam oven. Setelah kering, bunga bougenvill ditimbang sebanyak 46 gram yang dibuat 2

larutan dalam perbandingan (23:23). Bunganya akan dimaserasi dengan pelarut metanol

sampai ±1-2 cm diatas bunga dan didiamkan selama 3x24 jam. Setelah itu hasil maserasi

bunga disaring dengan kertas saring dan filtrat dari hasil penyaringan dipekatkan dengan

Rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak yang kental ( T= 40-65oC).

3.3.1.2 Sokletasi

Page 20: laporan Kimia bahan alam

[20]

Bunga bougenvill yang sudah dikeringkan akan ditimbang sebanyak 7,26 gram

kemudian ditempatkan pada selonsong berupa kertas saring, lalu dimasukkan pelarut n-

heksana ke dalam 500mL ekstraktor soklet dan bunganya diekstraksi selama beberapa

jam. Setelah itu cairan hasil ekstraksi dipekatkan diatas kaleng yang berisi pasir sambil

dipanaskan dengan hot plate.

3.3.2 Uji Fitokimia

3.3.2.1 Uji Alkaloid

Sebanyak 2 mL ekstrak bunga bougenvil dimasukkan kedalam tabung reaksi dan

ditambahkan 0,5 mL HCl 2% kedalam tabung tersebut. Setelah itu divortex dan dibagi ke

dalam 3 tabung. Tabung pertama ditambahkan 2-3 tetes reagen dragendorf (positif

alkaloid jika terdapat endapan jingga), tabung kedua ditambahkan 2-3 tetes reagen mayer

(positif alkaloid jika terdapat endapan kuning), tabung ketiga ditambahkan 2-3 tetes

reagen wagner (positif

3.3.2.2 Uji Flavonoid

Sebanyak 2 mL ekstrak bunga bougenvil dimasukkan kedalam tabung

reaksikemudian ditambahkan sedikit serbuk Mg dan beberapa tetes HCl 2% ke dalam

tabung tersebut. (positif flavonoid jika timbul busa dan berwarna bening-oranye)

3.3.2.3 Uji Triterpenoid dan Steroid

Sebanyak 3 gram bunga bougenvil direndam dengan aquadest didalam gelas

beker, lalu didiamkan selama ±20 menit. Setelah itu larutan tersebut disaring dan diambil

filtratnya sebanyak 5 mL lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan

beberapa tetes reagen liebermen burchard ke dalam tabung tersebut. (positif triterpenoid

jika terbentuk cincin coklat atau violet dan positif steroid jika berwarna hijau kebiruan)

3.3.2.4 Uji Saponin

Sebanyak 1 gram bunga bougenvil dimasukkan ke dalam gelas beker dan

ditambahkan 15 mL aquadest kedalam gelas tersebut kemudian dipanaskan dalam

penanggas air selama 5 menit. Setelah itu larutan disaring dan diambil filtratnya lalu

Page 21: laporan Kimia bahan alam

[21]

didiamkan sampai dingin. Setelah larutan dingin, larutan dikocok dengan kuat sampai

timbul busa. (positif saponin jika busa tersebut stabil selama 10 menit)

3.3.2.5 Uji Tanin

Sebanyak 1 gram bunga bougenvil dimasukkan ke dalam gelas beker dan

ditambahkan 15 mL aquadest kedalam gelas tersebut kemudian dipanaskan dalam

penanggas air selama 5 menit. Setelah itu larutan disaring dan diambil filtratnya

didiamkan sampai dingin. Setelah larutan dingin, filtratnya ditambahkan beberapa tetes

FeCl3 1% kedalam tabung tersebut dan dikocok. (positif tanin jika berwarna hijau

kehitaman atau biru tinta)

3.3.3 Fraksinasi

Hasil pemekatan dari ekstraksi bunga bougenvil ditimbang sebanyak 1 gram kemudian

dilarutkan dengan metanol yang sudah dicampurkan dengan aquades sebanyak 50mL.

Setelah itu larutan ditambahkan n-heksana, lalu dipindahkan ke dalam corong pisah dan

dikocok selama 15 menit lalu dipisahkan larutan n-heksana yang terdapat 2 fase larutan

tersebut. Selanjutnya larutan ditambahkan dengan etil asetat ke dalam corong pisah dan

dikocok lagi selama beberapa menit, bila masih bercampur diteteskan dengan aquadest

sebanyak 2 mL. setelah itu larutan yang terdapat 2 fase dipisahkan lagi yaitu etil asetat dan

metanol kemudian hasil pemisahannya dipekatkan diataskaleng yang berisi pasir sambil

dipanaskan dengan hot plate lalu hasil pemekatan etil asetat digunakan untuk uji antioksidan.

3.3.4 Uji Antioksidan

Hasil pemekatan dari ekstraksi bunga bougenvil ditimbang sebanyak 0,1 gram dan

dilarutkan dalam 20 mL metanol (5000 ppm) kemudian larutan sampel dibuat berbagai

konsentrasi (50,100,200, 400, 800, 1600 ppm), lalu masing-masing larutan sampel dipipet

sebanyak 2 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi . Setelah itu ditambahkan 2 mL

DPPH 0,002% (dilakukan diruang gelap) kemudian setiap konsentrasi dibuat duplo. Larutan

sampel dikocok sampai homogen dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 15 menit, lalu

diukur dengan spektrofotometer Visible (panjang gelombang DPPH = 517 nm). Setelah

Page 22: laporan Kimia bahan alam

[22]

diperoleh datanya, dihitung nilai persentase inhibisi yang diwakili oleh IC50 dengan rumus

sebagai berikut :

Percobaan ini di ulang dengan hasil pemekatan dari fraksinasi etil asetat.

Page 23: laporan Kimia bahan alam

[23]

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Maserasi

Sampel kering yang digunakan adalah 43 gram.

Hasil ekstrak dengan methanol adalah 2000 ml

4.1.2 Uji Fitokimia

Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia

4.1.3 Uji Antioksidan

Tabel 2. Hasil Uji Antioksidan Methanol

Uji Hasil Keterangan

Saponin - Busa hilang

Tanin + Hijau kehitaman

Polifenol + Hijau muda

Triterpenoid - Bening

Steroid - Bening

Alkaloid

Mayer - Bening, tidak ada endapan

Magner - Bening, tidak ada endapan

Dragendorf - Bening, tidak ada endapan

Flavonoid - Tidak ada perubahan

Konsentrasi (ppm) Absorbansi % Inhibisi IC50 (ppm)

50 0,2325 16,367

344,935 100 0,177 36,331

400 0,1265 54,496

800 0,0275 90,108

Page 24: laporan Kimia bahan alam

[24]

Tabel 3. Uji Antioksidan Etil Asetat

4.2 Pembahasan

4.2.1 Ekstraksi

4.2.1.1 Maserasi

Pada percobaan ini digunakan sampel bahan alam berupa bunga Bougenville, karena

menurut teori, di dalam bunga Bougemville tersebut terkandung metabolit sekunder berupa

polifenol/tanin, karotenoid, vitamin C dan vitamin D . Hal yang pertama dilakukan adalah

memotong kecil sampel jahe, fungsi dari pemotongan secara kecil agar metabolit sekunder dapat

keluar dari sampel kemudian dijemur selama 3 hari pada suhu kamar, tujuan dari penjemuran

pada suhu kamar bukan secara sinar matahari langsung adalah agar metabolit sekunder yang

terkandung tidak rusak karna terkena cahaya matahari langsung. Setelah itu merendam sampel

sampel yang telah dikeringkan dengan menggunakan pelarut methanol (CH3OH), pada

percobaan ini digunakan pelarut metanol (CH3OH) karena pelarut metanol (CH3OH) adalah

pelarut yang paling sempurna dalam melarutkan metabolit sekunder yang ada pada sampel bahan

alam tersebut.

R

HO

R R

Gambar 2. Struktur polifenol

Konsentrasi (ppm) Absorbansi % Inhibisi IC50 (ppm)

200 0,106 44,792

458,933 400 0,100 47,917

800 0,078 59,375

1600 0,066 65,625

Page 25: laporan Kimia bahan alam

[25]

Kemudian sampel bunga Bougenville tersebut direndam selama 3 x 24 jam, fungsi dari

perendaman sampel tersebut agar semua senyawa metabolit sekunder dapat larut dalam pelarut

methanol (CH3OH) yang digunakan. Selanjutnya menyaring hasil rendaman sampel tersebut

dengan menggunakan kertas saring agar endapan yang ada pada sampel tidak ikut ke dalam

ekstrak cair bunga Bougenville yang disaring. Setelah didapatkan ekstrak bunga Bougenville

yang cair maka dilanjutkan dengan evaporasi yang berfungsi untuk menguapkan sehingga akan

terpisah antara pelarut metanol yang digunakan dengan ekstrak bunga Bougenville kental yang

diperoleh. Evaporator adalah sebuah alat yang berfungsi mengubah sebagian atau keseluruhan

sebuah pelarut dari sebuah larutan dari bentuk cair menjadi uap. Evaporator mempunyai dua

prinsip dasar, untuk menukar panas dan untuk memisahkan uap yang terbentuk dari cairan. Dari

hasil percobaan tersebut didapatkan ekstrak kental bunga Bougenville sebesar 0,2 gram dari 100

ml sampel yang digunakan.

4.2.1.2 Sokletasi

Sokhletasi merupakan proses pemisahan ( ekstrak padatan ) suatu bahan alam dengan

palarut organic yang menggunakan alat sokhlet. Pada umumnya metode ini digunakan untuk

memisahkan lemak dan minyak. Pada tahapan prosesnya, teknik sokhletasi ini hamper sama

dengan partisi cair-cair, namun yang membedakannya adalah cara pemisahannya. Prinsip dari

metode ini adalah mengekstrak lemak dengan menggunakan pelarut organic. Setalah pelarutnya

diuapkan, lemaknya dapat ditimbang dengan dihitung presentase kadar sampelnya.

Setelah sampel dihaluskan, ditimbang, dibungkus dengan kertas saring dan diasukkan

kedalam alat sokhlet yang telah siap dirangkai, pelarut n-heksana dimasukkan kedalam labu

sokhlet sebanyak 200 ml. Labu sokhlet dapat disebut juga labu lemak yang digunakan sebagai

tempat pelarut yang akan diuapkan. Di dalam percobaan ini pelarut yang digunakan adalah n-

heksana karena sampel yang digunakan bersifat non polar, maka palarut yang digunakan juga

harus bersifat non polar seperti n-heksana sebagai salah satu contohnya atau dapat juga

digunakan pelarut semi-polar. Pelarut atau senyawa non polar tidak bersifat elektronegatif.

Semakin panjang rantai C, maka akan semakin bersifat non polar dan semakin sukar larut dalam

air.

Page 26: laporan Kimia bahan alam

[26]

Pada saat n-heksana 200 ml telah dimasukkan ke dalam alat sokhlet, kemudian

dipanaskan dengan temperature yang tidak boleh terlalu tinggi karena n- heksana akan mudah

menguap pada suhu 68oC. Rangkaian alat sokhlet juga dilengkapi dengan kondensor yang

berfungsi sebagai pendingin, kondensor dapat mengubah uap air dan uap minyak menjadi fase

cair. Ke dalam residu hasil evaporasi ditambahkan natrium sulfat anhidrat untuk mengikat air

yang ada pada residu. Pada saat filtrate ang diperoleh diuapkan denagn ritari evaporator, harus

diperhatikan suhunya agar tidak terlalu tinggi agar menghindari terjadinya kerusakan senyawa-

senyawa tertentu yang mudah rusak pada suhu tinggi. n- heksan juga volatile. Pada percobaan ini

tidak ada senyawa yang terkandung dalam N-heksan. Hal ini disebabkan, kepolaran daripada

bunga Boudenville yang sangat tinggi. Terbukti, karena terdapat 2 lapisan pada larutan n-heksan

yang telah bercampur dengan senyawa ekstrak.

4.2.2 Uji Fitokimia

Skrining fitokimia merupakan cara sederhana untuk melakukan analisis kualitatif

kandungan senyawa yang terdapat dalam tumbuhan. Pada uji fitokimia ini dilakukan beberapa

analisis kandungan senyawa organic yang terdapat dalan bunga Bougenville, yaitu uji saponin,

uji tannin dan polifenol, uji triterpenoid dan steroid, uji alkaloid dan uji flavonoid.

Pada uji saponin, sampel kering ditambahkan dengan akuades dipanaskan dan disaring.

Setelah itu, laritan dikocok hingga menimbulkan busa. Saponin positif apabila buih busa tidak

hilang setelah didiammkan 10 menit. Tetapi pada percobaan ini, buih busa hilang. Jd, paba bunga

Bougenville tidak mengandung saponin. Timbulnya busa pada uji ini menunjukkan adanya

glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi

glukosa dan senyawa lainnya (Rusdi,1990). Reaksi :

Page 27: laporan Kimia bahan alam

[27]

Gambar 3. Reaksi Saponin

Pada uji tanin dan polifenol, ekstrak sampel diambil 2ml dan reaksikan dengan FeCl3.

Larutan berubah warna dari bening menjadi hijau kehitaman. Hal ini membuktikan bahwa pada

sampel bunga Bougenville mengandung tannin dan polifenol. Reaksi :

FeCl3 → Fe3+

+ 3Cl-

Gambar 4. Reaksi Tanin dan Polifenol

Pada uji terpenoid dan steroid, hasil ekstrak sebanyak 2 ml direaksikan dengan larutan Libermen-

Burchard dan menghasilkan cimcin-kecoklatan (triterpenoid) dan menghasilkan warna hijau

(steroid). Akan tetapi oada percobaan ini tidak menghasilkan perubahan yang menunjukkan ciri

identifikasi steroid ataupun triterpenoid. Jadi pada sampel bunga Bougenville tidak mengandung

steroid dan triterpenoid.

Reaksi :

KBiI4 ↔ K+ + BiI4

-

Page 28: laporan Kimia bahan alam

[28]

Gambar 5. Reaksi Steroid

Pada uji flavanoid, ekstrak sampel 2 ml direaksikan dengan Mg dan ditambahkan 0,5 ml HCl.

Flavonoid yang bereaksi dengan Mg dan HCl, maka akan mengalami perubahan warna larutan

menjadi warna jingga. Akan tetapi, pada percobaan ini, larutan sampel tidak mengalami

perubahan warna larutan. Hal ini menyatakan bahwa bunga Bougenville tidak mengandung

senyawa flavonoid. Reaksi :

C2H5OH + Mg → Mg(OH)2 + C2H5(OH2 + CH3 – CH2 + HCl

Gambar 6. Reaksi Flavonoid

Pada uji yang terakhir adalah uji alkaloid. Hasil ekstrak sampel dimasukkan pada 3 tabung

masing-masing berisi 4 ml. kemudian direaksikan denga HCl 10%. Tujuan penambahan HCl

adalah karena alkaloid bersifat basa sehingga biasanya diekstrak dengan pelarut yang

mengandung asam (Harborne, 1996). Kemumdian dilakukan pengujian uji Mayer, Wagner dan

Dragendorff dengan reagen yang spesifik juga yaitu reagen Mayer, Wagner dan Dragendorff.

Terbentuknya endapan kuning pada uji Mayer, endapan merah bata pada Wagner dan

Page 29: laporan Kimia bahan alam

[29]

Dragendorff berarti dalam ekstrak etanol labu siam terdapat alkaloid. Akan tetapi, pada sampel

tidak mengalami endapan. Jadi sampel negative mengandung alkaloid.

Reaksi Mayer :

Gambar 7. Reaksi Mayer

Reaksi Wagner :

Gambar 8. Reaksi Wigner

Reaksi Dragendorff :

Page 30: laporan Kimia bahan alam

[30]

Gambar 9. Reaksi Dragendorff

Jadi, pada skrining fitokimia percobaan ini bunga Bougrnville hanya terdapat kandungan

senyawa polifenol dan tannin. Sedangkan untuk senyawa steroid, saponin, alkaloid dan flavonoid

tidak terdapat dalam bunga Bougenville.

4.2.3 Uji Antioksidan

Tahap awal uji antioksidan adalah melakukan fraksinasi bertingkat. Fraksinasi yang

dilakukan ialah fraksinasi partisi cair–cair dengan pelarut N-heksan, dan etil asetat. Fraksinasi

dilakuakan dengan melarutkan 1 gram pekat hasil ekstraksi dengan methanol dan air dengan

perbandingan 1 : 1. Kemudian fraksinasi dilakuakan dengan dimulai dari pelarut yang non polar

terlebih dahulu yaitu n-heksan kemudian dikocok dalam corong pisah selama 15 menit agar

mempercepat pemisahn, pada praktikum ini didapatkan hasilnya ialah warna kuning bening

kehijauan yang menunjukan bahwa senyawa metabolit skunder yang bersifat non polar terlarut

dalam n-heksan. Menurut suatu literatur metode penapisan fitokimia bahwa fraksi hasil ekstrak

adalah seyawa terpenoid dan fenol. Kemudian dilakuakn pengocokan metanol air dengan pelarut

etil asetat yang merupakan senyawa polar yang mudah menguap, pada praktikum ini pada etil

asetat tidak terpisah kemudian ditambahkan dengan 2 ml aquadest kemudain dikocok kembali

dan terbentuk 2 lapisan. Kemudain dipisahkan dan didapatkan fraksi dari etil asetat dan fraksi

dari metaol-air. Meurut literature yang larut pada etil asetat ialah senyawa metabolit skunder

yang bersifat polar seperti alkaloid lalu pada praktikum ini warna yang dihasilkan lebih gelap

dari hasil fraksinasi dengan n-heksan kemudian yang fraksi terakhir ialah methanol-air yang

merupakan senyawa metabolit sekunder yang larut pada senyawa polar yang lebih kuat.

Kemudain ketiga fraksi tersebut dipekatkan dalam penangas pasir yang nantinya akan diuji

Page 31: laporan Kimia bahan alam

[31]

akitfitas antioksidannya. Pada praktikum fraksinasi ini seharusnya pelarutnya ditambahkan satu

yaitu klorofrom yang bersifat semi polar sehingga tingkatan pada fraksinasi ini ialah non polar-

semipolar-polar namun karena suatu hal fraksinasi dengan pelarut klorofrom tidak dapat

dilakukan.

Setelah pemekatan, ekstrak dicairkan kembali dengan berbagai konsentrasi yaitu 50 ppm,

100 ppm, 200 ppm, 400 ppm, 800 ppm dan 1600 ppm. Uji antioksidan dengan metode

peredaman DPPH dilakukan lebih lanjut dengan mengukur sejauh mana reaksi peredaman

terhadap radikal bebas DPPH dapat berlangsung. Pengukuran dilakukan secara spektrofotometri

dengan mengukur serapan dari masing-masing sampel yang sudah direaksikan dengan larutan

standar DPPH 1 mM pada λ 518.

Parameter yang biasa digunakan untuk menginterpretasikan hasil dari uji aktivitas

antioksidan dengan peredaman radikal DPPH adalah nilai efficient concentration (EC50) atau

disebut nilai IC50, yakni konsentrasi yang menyebabkan hilangnya 50% aktivitas DPPH.

Peredaman radikal DPPH adalah peredaman radikal yang mudah dan akurat dengan kehandalan

untuk mengukur kapasitas antioksidan suatu sampel. Peredaman radikal DPPH ini memiliki

teknik sederhana, tetapi memiliki kelemahan dalam waktu pengaplikasiannya.

Reaksi DPPH dengan polifenol :

N

N+

NO2O2N

NO2

R

HO

R R

Page 32: laporan Kimia bahan alam

[32]

N

N

NO2O2N

NO2

H

R

-O

R R

Gambar 10. Mekanisme DPPH Akseptor

DPPH yang merupakan suatu molekul radikal bebas dengan warna ungu dapat berubah

menjadi senyawa yang stabil dengan warna kuning oleh reaksi dengan antioksidan, dimana

antioksidan memberikan satu elektronnya pada DPPH sehingga terjadi peredaman pada radikal

bebas DPPH. Uji DPPH merupakan metode yang mudah untuk menapis sejumlah kecil molekul

antioksidan karena intensitasnya dapat dianalisis melalui spektrofotometri sederhana.

Pada hasil percobaan, besar nilai perhitungan uji antioksidan dengan pelarut methanol

lebil rendah daripada uji antioksidan dengan pelarut etil asetat yaitu 344,935 ppm untuk

methanol dan 458,933 ppm untuk etil asetat. Hal ini membuktikan bahwa senyawa organic

dalam bunga Bougenville sangat larut dalam larutan polar.

Page 33: laporan Kimia bahan alam

[33]

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Bunga bougenvill hanya terdapat kandungan senyawa tanin dan polifenol, sedangkan

untuk senyawa steroid, saponin, alkaloid dan flavonoid tidak terdapat dalam bunga

bougenvill.

2. Berdasarkan uji antioksidan, IC50 dengan pelarut metanol yaitu 344,935 ppm lebih rendah

dibandingkan dengan IC50 dengan pelarut etil asetat yaitu 458,933 ppm. Hal ini

membuktikan bahwa senyawa organik dalam bunga bougenvill sangat larut dalam larutan

polar.

5.2 Saran

Bunga bougenvill ini lebih baik jangan dikonsumsi. Karena memiliki IC50 yang tinggi,

jadi antioksidannya rendah. Selain itu, mengandung polifenol yang dapat menyebabkan

berkurangnya zat besi dalam tubuh.

Page 34: laporan Kimia bahan alam

[34]

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Dirjen Pengawasan Obat

dan Makanan. Di dalam Liliana, W. 2005. Kajian Proses Pembuatan Teh Herbal Dari

Seledri (Apium graveolens L.). Bogor. Institut Pertanian Bogor.

http://www.academia.edu/3754947/Edia89. diakses pada 19 oktober 2013

Harbon J.B. 1987. Metode Fitokimia : Penentuan cara modern menganlisis tumbuhan. Terbitan

ke dua. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan iwang soediro. Bandung. ITB Press

IPTEKNET. 2005. Tanaman Obat Indonesia. http://www.iptek.net.id. Diakses pada 19 oktober

2013

Marliani, Ruth. dan Silalahi. Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas

Antioksidan Ekstrak Etanol Dan Fraksi Bunga Tumbuhan Brokoli (Brassica oleracea L.

var. botrytis L.). Skripsi. Universitas Sumatra Utara, Medan

Melida Wardani dkk. 2013. Sperktroskopi UV-VIS . http://nurryputri.blogspot.com. Diakses

pada 19 Oktober 2013 pukul 05.00 pm

Neha Sahu dan Dr. Jyoti Saxenaa. 2012. Comparative Phytochemical Analysis Of Bougainvillea

Glabra Choisy And Calforina Gold. International Journal of Pharma and Bio Sciences.

Vol.3. No.3. www.ijpbs.net/vol-3/issue-3/pharma/27.pdf, diakses 7 Oktober 2013

Pratiwi, Endah. 2010. Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi

dalam Ekstraksi Senyawa Aktif Andrographolide dari Tanaman Sambiloto (Andrographis

paniculata (Burm.F.) Nees). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor

Sudirman, Sabri. 2011. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Kangkung Air (Ipomoea

aquatica Forsk.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor

Sastrohamdjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. UGM. Yogyakarta.

Yuhernita dan Juniarti. 2011. Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Dari Ekstrak Metanol Daun

Surian Yang Berpotensi Sebagai Antioksidan. Jurnal Ilmiah Sains. Vol.15. No.1.

http://journal.ui.ac.id/science/article/viewFile/877/836. Diakses pada 7 Oktober 2013 10:44

Page 35: laporan Kimia bahan alam

[35]

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Uji Antioksidan

Inhibibisi (%) = %100)(

blanko

sampelblanko

A

AA

Methanol Etil Asetat

Blanko : Λ= 518 nm, Absorbansi = 0,278 Blanko : Λ= 526 nm, Absorbansi = 0,192

y = bx + a,dimana y = 50

Konsentrasi = {50,100,400 dan 800} ppm

50 = 0.089x + 19.30

X = 344,935 ppm (IC50)

Konsentrasi = {200,400,800 dan 1600} ppm

50 = 0,015x + 43,116

X = 458, 933 ppm (IC50)

Page 36: laporan Kimia bahan alam

[36]

Lampiran 2. Grafik Uji Antioksidan

y = 0.089x + 19.302 R² = 0.9589

0

20

40

60

80

100

0 500 1000

% in

hib

isi

konsentrasi

Uji Antioksidan Metanol

% inhibisi

Linear (% inhibisi)

y = 0.0151x + 43.116 R² = 0.9175

0

20

40

60

80

0 500 1000 1500 2000

% I

nh

ibis

i

Konsentrasi

Uji Antioksidan Etil Asetat

inhibisi

Linear (inhibisi)

Page 37: laporan Kimia bahan alam

[37]

Lampiran 3. Foto Pengamatan

Uji Fitokimia Uji Antioksidan