laporan kasus tb paru

51
LAPORAN KASUS SEORANG LAKI-LAKI USIA 70 TAHUN DENGAN TUBERKULOSIS PARU BTA NEGATIF DAN HEMOPTISIS DISUSUN OLEH: Kristiana Natalian 030.11.159 PEMBIMBING: dr. Reni Ari Martani, Sp.P, M.Kes FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM 1

Upload: kristiana-natalian

Post on 20-Feb-2016

337 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

tb paru

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Tb Paru

LAPORAN KASUS

SEORANG LAKI-LAKI USIA 70 TAHUN DENGAN TUBERKULOSIS

PARU BTA NEGATIF DAN HEMOPTISIS

DISUSUN OLEH:

Kristiana Natalian

030.11.159

PEMBIMBING:

dr. Reni Ari Martani, Sp.P, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD KARDINAH TEGAL

PERIODE 29 JUNI 2015-12 SEPTEMBER 2015

1

Page 2: Laporan Kasus Tb Paru

LEMBAR PENGESAHAN

SEORANG LAKI-LAKI USIA 70 TAHUN DENGAN TUBERKULOSIS

PARU BTA NEGATIF DAN HEMOPTISIS

Disusun oleh:

Kristiana Natalian

030.11.159

Disusun sebagai salah satu syarat kelulusan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam

RSUD Kardinah, Tegal

Periode 29 Juni 2015-12 September 2015

Dipresentasikan pada tanggal:

26 Agustus 2015

Revisi tanggal:

4 September 2015

Telah disetujui oleh

Mengetahui,

Koparnit Ilmu Penyakit Dalam Dosen pembimbing

dr. Sunarto, Sp.Pd dr. Reni Ari Martani, Sp.P, M.Kes

2

Page 3: Laporan Kasus Tb Paru

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. T

Umur : 70 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jln. Waringin gang 13 RT 05/RW 04, Mintaragen, Tegal Timur

Pekerjaan : Pedagang

Status Pernikahan : Menikah

Tanggal masuk RS : Jumat, 14 Agustus 2015

Ruangan : Rosella (Bed No. E4)

No RM : 794040

Tanggal dikasuskan : 17 Agustus 2015

II. ANAMNESIS

Dilakukan pada tanggal 17 Agustus 2015, secara autoanamnesis kepada pasien dan

alloanamnesis dengan istri pasien.

Keluhan Utama : Batuk darah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSU Kardinah pada tanggal 14 Agustus 2015 dengan keluhan batuk

darah sejak 1 hari SMRS. Batuk darah berwarna merah segar dan kurang lebih 1 sendok

makan banyaknya. Dalam sehari, kira-kira mencapai ½ gelas aqua kecil. Sebelum batuk darah

dialami, pasien sudah mengalami batuk selama 3 bulan ini. Batuk yang dialami pasien

berdahak, berwarna putih. Keluhan batuk ini dirasakan mengganggu oleh pasien karena

frekuensinya yang cukup sering. Pasien menyangkal bahwa keluhan batuk ini disertai dengan

sesak nafas ataupun nyeri dada. Pasien juga menyangkal adanya demam. Namun, pasien

3

Page 4: Laporan Kasus Tb Paru

mengatakan bahwa ia mengalami keringat malam pada saat ia tidur. Pasien tidak merasakan

nyeri kepala, pusing, dan nyeri perut. Saat ditanya, pasien mengatakan bahwa ia tidak

mengalami penurunan nafsu makan. Pasien dapat BAB dengan lancar, tidak menderita diare

dan tidak ada BAB hitam. BAK juga lancar, tidak nyeri dan tidak ada darah.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Sebelumnya pada tahun 2010 pasien pernah mengalami keluhan batuk berdahak selama

kurang lebih 3 bulan juga, namun tidak disertai sesak nafas dan nyeri dada. Keluhan batuk

darah tidak dialami pasien, dan batuk tidak disertai demam. Kemudian setelah berobat di

puskesmas Tegal Barat, pasien dinyatakan menderita Tuberkulosis paru oleh dokter (dengan

BTA positif) dan diberikan pengobatan selama 6 bulan. Namun setelah 3 bulan pengobatan,

keluhan batuk sudah tidak lagi dialami pasien. Sehingga pasien menghentikan pengobatan TB

paru dengan inisiatif sendiri. Pasien menyangkal memiliki riwayat asma, hipertensi, kencing

manis, penyakit jantung, penyakit ginjal dan sakit kuning sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Pada tahun 2009, adik pasien juga mengalami hal serupa dengan pasien dan didiagnosa oleh

dokter di puskesmas Tegal Timur menderita TB paru. Namun, sang adik menjalani

pengobatan TB selama 6 bulan secara tuntas. Keluarga pasien tidak ada yang menderita asma,

dan kencing manis. Tetapi ayah pasien memiliki riwayat hipertensi.

Riwayat Kehidupan pribadi dan Sosial Ekonomi :

Pasien hanya tinggal bersama dengan istrinya, dan tidak memiliki anak. Pasien tinggal di

lingkungan yang padat penduduk. Saat ini pasien tidak memiliki pekerjaan, namun istrinya

masih bekerja sebagai pedagang. Pasien juga menyangkal memiliki riwayat merokok.

Riwayat imunisasi Bcg tidak diketahui oleh pasien. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan, tidak pucat/sianosis/sesak. kesan gizi cukup

Kesadaran : Compos Mentis GCS E4 M6 V5.

4

Page 5: Laporan Kasus Tb Paru

Tanda Vital : Tekanan darah : 110/80 mmHg.

Nadi : 90x/menit, regular, isi cukup, equal kiri dan kanan.

Pernafasan : 18x/menit, irama teratur, tipe pernafasan

abdominotorakal, kusmaull (-)

Suhu : 36,5 axillar

Antropometri : BB : 45 kg TB: 155 cm

BMI : 22 kg/m2

Kepala : Normocephali. Rambut berwarna hitam keabu-abuan, distribusi merata,

tidak mudah dicabut, alopesia (-)

Mata : oedem palpebral (-/-), benjolan (-/-). konjungtiva pucat (-/-), sclera

ikterik (-/-), pupil bulat isokor (+/+), reflek cahaya langsung dan tidak

langsung (+/+), fotosensitivitas (-/-), konjungtiva bulbi hiperemis (-/-),

sekret (-/-), benjolan/hordeolum (-/-).

Telinga : Normotia, bentuk dan ukuran dalam batas normal, benjolan (-/-), nyeri

tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), liang telinga lapang (+/+)

serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)..

Hidung : Deformitas septum nasi (-/-), nafas cuping hidung (-/-), mukosa

hiperemis (-/-), konka eutrofi (+/+), sekret (-/-), darah (-/-), benjolan (-/-),

nyeri tekan (-)

Mulut : Bibir kering (-), pucat (-), sianosis (-), mukosa mulut berwarna merah

(+), sariawan (-), gusi bengkak (-), lidah dalam batas normal, warna

5

Page 6: Laporan Kasus Tb Paru

merah, lidah kotor (-), papil atrofi (-), tremor (-), karies gigi (-), faring

hiperemis (-), tonsil T1/T1, arkus faring simetris.

Leher : JVP 5+2 cmH2O, trakea teraba letak ditengah, deviasi (-), kelenjar tiroid

dalam batas normal, tidak ada pembesaran. Pembesaran kelenjar getah

bening (-).

Thorax :

Inspeksi : Bentuk rongga dada normal, simetris. Ikterik (-), pucat (-), sianosis (-),

kemerahan (-), spider nevi (-), retraksi intercostal (-/-), sela iga dalam

batas normal tidak melebar dan tidak menyempit.

PARU :

Anterior : Kanan Kiri

Inspeksi : Pengembangan dada Pengembangan dada

saat statis maupun dinamis saat statis maupun dinamis

nampak simetris. nampak simetris.

Palpasi : Vocal fremitus teraba normal Vocal fremitus teraba normal

tidak ada hemithorax yang tidak ada hemithorax yang

tertinggal tertinggal.

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kanan Sonor pada seluruh lapang paru kiri

6

Page 7: Laporan Kasus Tb Paru

Auskultasi : Suara nafas trakeal (+) (1:3) Suara nafas trakeal (+) (1:3)

Suara nafas bronkial (+) (1:2) Suara nafas bronkial (+) (1:2)

Suara nafas sub-bronkial (+) (1:1) Suara nafas sub-bronkial (+) (1:1)

Suara dasar vesicular (+) (3:1) Suara dasar vesicular (+) (3:1)

Suara tambahan: RBK (+) wh (-) Suara tambahan: rh (-) wh (-)

Posterior : Kanan Kiri

Inspeksi : Pengembangan dada Pengembangan dada

saat statis maupun dinamis saat statis maupun dinamis

nampak simetris. nampak simetris.

Palpasi : Vocal fremitus teraba normal Vocal fremitus teraba normal

tidak ada hemithorax yang tidak ada hemithorax yang

tertinggal tertinggal.

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kanan Sonor pada seluruh lapang paru kiri

Auskultasi : Suara nafas sub-bronkial (+) (1:1) Suara nafas sub-bronkial (+) (1:1)

Suara dasar vesicular (+) (3:1) Suara dasar vesicular (+) (3:1)

Suara tambahan: RBK (+) wh (-) Suara tambahan: rh (-) wh (-)

7

Page 8: Laporan Kasus Tb Paru

JANTUNG

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 2cm di medial linea midclavicularis sinistra dengan

diameter 0,5 cm, kuat angkat (+), thrill (-).

Perkusi : Batas jantung kanan : ICS III-V linea parasternalis dexra.

Batas jantung kiri : ICS V 2 cm medial linea midclavicularis sinistra.

Batas atas jantung : ICS III.

Pinggang jantung : ICS III linea sternalis sinistra, berbentuk cekung.

Auskultasi : Suara dasar : BJ I BJ II murni, regular

Suara tambahan : bising (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Abdomen cekung, distensi (-), ikterik (-), venektasi (-), smiling umbilicus (-),

caput medusae (-), sikatriks (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal ± 2x/menit.

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), massa (-), hepatomegali (-), splenomegali

(-), ballottement (-), Murphy sign (-).

Perkusi : Timpani di keempat kuadran abdomen, hepar tidak teraba, pekak alih (-), nyeri

ketok costovertebra (-/-).

8

Page 9: Laporan Kasus Tb Paru

Inguinal : tidak dilakukan pemeriksaan

Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan

Extremitas : Superior Inferior

(ka/ki) (ka/ki)

Edema (-/-) (-/-)

Sianosis (-/-) (-/-)

Pucat (-/-) (-/-)

Ikterik (-/-) (-/-)

Capillary refill time <2 detik <2 detik

Ptechiae (-/-) (-/-)

Nyeri tekan sendi (-/-) (-/-)

Motoris N N

Sensoris N N

9

Page 10: Laporan Kasus Tb Paru

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hematologi

15 Agustus 2015

10

CBC

Hemoglobin

Leukosit

Hematokrit

Trombosit

Eritrosit

RDW

MCV

MCH

MCHC

11,3 g/dl (menurun)

4.100/uL (menurun)

33,6 % (menurun)

150.000/uL

3,9jt/uL (menurun)

13,7 %

87,3 U

29,2 Pcg

33,4 g/dl

LED

LED 1 jam

LED 2 jam

11 mm/jam

25 mm/jam

Kimia darah

GDS

SGOT

SGPT

Ureum

Creatinin

101 mg/dl

40 U/L

30,4 U/L

17 mg/dl

0,64 mg/dl

HBsAg Negatif

Page 11: Laporan Kasus Tb Paru

Foto thorax :

Interpretasi:

- CTR <50%

- Bercak infiltrate

di apeks paru

Kesan :

TB paru dextra aktif

18 Agustus 2015

Sputum BTA SPS : NEGATIF

V. DAFTAR ABNORMALITAS

1. Batuk darah

2. Keringat malam hari

3. Pada Foto Thorax terdapat bercak infiltrate (kesan: TB paru dextra) namun BTA (-)

4. Hb, menurun, Ht menurun, Eritrosit menurun

5. Leukosit menurun

11

Page 12: Laporan Kasus Tb Paru

6. Anemia Normositik Normokrom

VI. DAFTAR MASALAH AKTIF

1. Tuberkulosis paru

2. Hemoptisis

VII. DAFTAR MASALAH PASIF

1. Riwayat TB paru sebelumnya

VIII. RENCANA PEMECAHAN MASALAH

Problem I : TB paru BTA (-)

Assesment : Dipikirkan berdasarkan riwayat pasien batuk lama sudah kurang lebih 3 bulan

yang lalu, disertai keringat malam hari. Pasien memiliki riwayat pengobatan

OAT pada tahun 2010, namun putus obat. Pada auskultasi didapatkan ronkhi

kasar (+/-) pada daerah apeks. Hasil pemeriksaan rontgen dan sputum BTA

menunjukkan TB paru BTA (-).

Initial plan : Terapi : OAT

Monitoring : KU, TTV, kesadaran, perkembangan gejala klinis

Edukasi : - Edukasi mengenai TB paru dan komplikasi

- Edukasi mengenai efek samping dari OAT.

- Edukasi bahwa pengobatan TB harus rutin, agar tidak menjadi

MDR dan ajak keluarga menjadi PMO.

Problem II : Hemoptisis

Assesment : Batuk darah yang dialami sejak 1 hari SMRS. Dari hasil rontgen didapatkan

Gambaran TB paru aktif.

12

Page 13: Laporan Kasus Tb Paru

Initial plan : Terapi : Istirahat baring, kepala direndahkan tubuh dimiringkan ke sisi

yang sakit (apabila pasien tidak sadar)

Oksigen

Infus RL 20 tpm

Inj. Asam Traneksamat 1 amp/8jam

Inj. Vit K 1 amp/8jam

Monitoring : KU, TTV, kesadaran, perkembangan gejala klinis

Edukasi : - Edukasi saat batuk darah sebaiknya dibatukkan keluar jangan

ditelan.

- Edukasi pasien agar menggunakan masker saat sedang bekerja

sebagai pedagang, untuk menghindari penularan.

- Edukasi agar pasien menghindari makanan yang dapat membuat

batuk (mis: pedas, makanan berminyak)

- Edukasi pasien agar beristirahat yang cukup dan menghindari

terlalu banyak berbicara agar tidak membuat pasien batuk.

IX. MONITORING

Tanggal Tanda Vital Anamnesis Problem

17/8/15 TD: 110/80

N: 90 x/m

R: 18x/m

S: 36,5°C

Batuk darah sejak 1 hari SMRS (masuk

tanggal 14/8/15 jam 23.00), batuk darah

saat ini (-), batuk berdahak (+), mual (-),

muntah (-)

Batuk (+)

Ronkhi (+/-)

18/8/2015 TD: 110/80

N: 90 x/m

Batuk darah (-), demam (-) batuk mulai

berkurang. mual (-), muntah(-)

Ronkhi (+/-)

13

Page 14: Laporan Kasus Tb Paru

R: 18x/m

S: 36,5°C

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium

tuberculosis.1

EPIDEMIOLOGI

Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru

tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA positif. Sepertiga penduduk dunia

telah terinfeksi kuman tuberculosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB

terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari

jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.1

Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di negara-

negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75 % berada pada usia produktif yaitu

20-49 tahun. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survei kesehatan nasional

2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia.

Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan

India.1

ETIOLOGI

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk

batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Mycobacterium tuberculosis

termasuk famili Mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai genus, diantaranya adalah

Mycobacterium, dan salah satu speciesnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini

mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam, oleh karena itu kuman ini disebut pula

sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Karena pada umumnya Mycobacterium tahan asam,

secara teoritis BTA belum tentu identik dengan basil TB. Namun, karena dalam keadaan

14

Page 15: Laporan Kasus Tb Paru

normal penyakit paru yang disebabkan oleh Mycobacterium lain jarang sekali dalam praktik,

sehingga BTA dianggap identik dengan basil TB.1,2

Basil TB sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit saja

akan mati. Basil TB juga sangat rentan terhadap panas, sehingga dalam waktu 2 menit saja

basil TB yang berada dalam lingkungan basah sudah akan mati bila terkena air bersuhu

100°C. Selain itu, kuman ini akan terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alcohol 70%,

atau lisol 5%.2

CARA PENULARAN

Proses terjadinya infeksi oleh M.Tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB

paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan

penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei,

khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang

mengandung basil tahan asam (BTA). Apabila pasien mengadakan ekspirasi paksa berupa

batuk-batuk, bersin, tertawa keras, akan menyebabkan keluarnya percikan-percikan dahak

halus (droplet nuclei), yang berukuran kurang dari 5 mikron dan akan melayang-layang di

udara. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi transmisi ini. Pertama-tama ialah

jumlah basil dan virulensinya. Dapatlah dimengerti bahwa semakin banyak basil dalam

dahak seorang penderita, makin besarlah bahaya penularan.2

Faktor lain ialah cahaya matahari dan ventilasi. Karena basil TB tidak tahan cahaya

matahari, kemungkinan penularan dibawah terik cahaya matahari sangat kecil. Dengan

ventilasi yang baik, membuat adanya pertukaran udara dari dalam rumah dengan udara segar

dari luar, dan dapat juga mengurangi bahaya penularan bagi penghuni-penghuni lain yang

serumah. Dengan demikian, bahaya penularan terbesar terdapat di perumahan-perumahan

yang berpenghuni padat dengan ventilasi yang jelek serta cahaya matahari yang kurang.

Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan

besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah

kasus TB. 1,3

15

Page 16: Laporan Kasus Tb Paru

PATOGENESIS

A.TUBERKULOSIS PRIMER

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan

paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau

afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda

dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening

menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah

bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis

regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu

nasib sebagai berikut:1,3

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,

sarang perkapuran di hilus)

3. Menyebar dengan cara :

a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya Salah satu contoh adalah

epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus, biasanya

bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan

obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman

tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang

atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang

dikenal sebagai epituberkulosis.

b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru

sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini sangat

bersangkutan dengan daya tahan

B. TUBERKULOSIS POST-PRIMER

16

Page 17: Laporan Kasus Tb Paru

Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis

post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama

yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis

menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem

kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai

dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun

lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang

pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :1

1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat.

2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan

penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih

keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya

dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan

menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.

3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan

muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,

kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini :

Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang

pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas

Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut

tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin

pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi

Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed

cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil.

Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut

sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS

1. Berdasarkan lokasi

17

Page 18: Laporan Kasus Tb Paru

a. TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau trakeobronkial. TB

milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena terdapat lesi di paru. Pasien yang

mengalami TB paru dan ekstraparu harus diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.4

b. TB ekstraparu adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim paru seperti

pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran genitourinaria, kulit, sendi dan tulang,

selaput otak.

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA):4

a. Tuberkulosis Paru BTA (+)

• Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif

• Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan

radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

• Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif

b. Tuberkulosis Paru BTA (-)

• Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan

kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan

pemberian antibiotik spektrum luas.

• Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan

M.tuberculosis positif

• Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa

3. Berdasarkan riwayat pengobatan

a. Kasus baru

Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

b. Kasus kambuh (relaps)

18

Page 19: Laporan Kasus Tb Paru

Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian

kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.

c. Kasus putus obat

Adalah pasien yang pernah menelan OAT 1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya

selama lebih dari 2 bulan berturut-turut atau dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir

pengobatan.

d. Kasus gagal

• Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif

pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)

• Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi

BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang

hasilnya perburukan

e. Kasus bekas TB

• Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif dan

gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologic

serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang

adekuat akan lebih mendukung

• Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun setelah

mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran

radiologik.

GAMBARAN KLINIK

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan

gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah  paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori

(gejala lokal sesuai organ yang terlibat)3,4,5

1. Gejala respiratorik

- batuk > 2  minggu

19

Page 20: Laporan Kasus Tb Paru

- batuk darah

- sesak napas

- nyeri dada

Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang

cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical

check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin

tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan

selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

2. Gejala sistemik

 - Demam.

- gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan

menurun.

3. Gejala tuberkulosis ekstraparu

Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada

limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari

kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis,

sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada

pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva

mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat

badan menurun. Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukan suatu kelainan pun

terutama pada kasus-kasus dini, sementara gambaran radiologis dan pemeriksaan sputum

sudah menunjukkan adanya penyakit TB.1,4

Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak)

paru. Pada auskultasi, hanya akan ditemukan ronki basah halus sebagai satu-satunya kelainan

20

Page 21: Laporan Kasus Tb Paru

pemeriksaan jasmani. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi

yang redup, fremitus yang menguat dan auskultasi suara nafas bronkial.

Bila sudah terjadi kavitas, akan ditemukan gejala-gejala kavitas, berupa suara timpani

pada perkusi yang disertai suara napas amforis. Sebaliknya bila terjadi atelektasis, misalnya

pada “destroyed lung”, suara nafas setempat akan melemah sampai hilang sama sekali.

Pada umumnya, selalu akan didapatkan ronki basah mengingat bahwa selalu pula

terbentuk sekret dan jaringan nekrotik. Makin banyak sekret dan makin besar bronkus tempat

sekret itu berada, makin kasarlah ronki yang didengar. Melihat ini semua, makin nyatalah

bahwa kelainan-kelainan yang ditemukan pada TB sangat variabel, baik jenis, intensitas,

jumlah maupun tempat ditemukannya (pleiomorfi)1,2

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,

top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi

gambaran bermacam-macam bentuk (multiform)1,5  

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

a. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior  lobus atas paru dan segmen

superior lobus bawah.

b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular.

c. Bayangan bercak milier

d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

a. Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas.

b. Kalsifikasi atau fibrotik

c. Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura

Luluh Paru (Destroyed Lung ) :

21

Page 22: Laporan Kasus Tb Paru

a. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya

secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis,

multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit

hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.

b. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sbb

(terutama pada kasus BTA dahak negatif) :

a. Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak

lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan

dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga

2) dan tidak dijumpai kaviti.

b. Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

i. Darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk

tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data

ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan

biologik penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap

pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan

penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan

tubuh penderida , yaitu dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada

proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis.

Limfositpun kurang spesifik. Selain itu juga dapat ditemukan Anemia ringan dengan

gambaran normokrom dan normositer.2

ii. Uji Tuberkulin

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis

tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah

22

Page 23: Laporan Kasus Tb Paru

seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M.tuberculosae, M.bovis,

vaksinasi BCG dan Myvobacteria patogen lainnya. Di Indonesia, dengan prevalensi

tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik

kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila

didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila

kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau bula.1,5,6

iii. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,

diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu, pemeriksaan sputum juga

dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini

mudah dan murah, sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-

kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau

batuk yang non produktif. Dalam hal ini, dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan

sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak 2 liter dan diajarkan melakukan refleks

batuk. Dapat juga dengan menambahkan obat-obat mukolitik ekspektoran sebelumnya.

Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak dilakukan 3 kali,

setiap pagi 3 hari berturutturut atau dengan cara:6

• Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

• Dahak Pagi ( keesokan harinya )

• Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :

2 kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif

1 kali positif, 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali

1 kali positif, 2 kali negatif → Mikroskopik positif

3 kali negatf → Mikroskopik negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala bronkhorst atau IUATLD

o Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.

23

Page 24: Laporan Kasus Tb Paru

o Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang

ditemukan.

o Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)

o Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)

o Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

iv. Pemeriksaan Cairan Pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada

penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis

yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan

eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa

rendah.5

v. Pemeriksaan khusus (serologi)4

a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons

humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam

teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang

cukup lama.

b. Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis)

adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji

ICT  merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang

berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38

kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada

membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis)

disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke

bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen.

Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadapM.tuberculosis, maka antibodi

akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji

dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu

dari empat garis antigen pada membra.

24

Page 25: Laporan Kasus Tb Paru

c. Mycodot

Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini

menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat

yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum

pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM

dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul

perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah.

d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)

Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang

terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para

klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi

yang terdeteksi.

e. Uji serologi yang baru / IgG TB Uji IgG

Adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG

dengan antigen spesifik  untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan

antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa  dan kombinasi

lainnya akan menberikan tingkat  sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima

untuk diagnosis. Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan

untuk mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis  TB

pada anak.

Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk

diagnosis.

25

Page 26: Laporan Kasus Tb Paru

ALUR

TATALAKSANA TB

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase

lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan

tambahan.6,7

OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)

Obat yang dipakai:6

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

Rifampisin

INH

Pirazinamid

Streptomisin

Etambutol

2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)

Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :

26

Page 27: Laporan Kasus Tb Paru

Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid

75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan

Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid

75 mg dan pirazinamid. 400 mg

3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2):

Kanamisin

Kuinolon

Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat

Derivat rifampisin dan INH

PADUAN OBAT TUBERKULOSIS

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas

Paduan obat yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH

Alternatif : 2 RHZE / 4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/ 6HE

Paduan ini dianjurkan untuk

a. TB paru BTA (+), kasus baru

b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)

c. TB di luar paru kasus berat.

Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan, dengan

paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3, seperti pada keadaan:

a. TB dengan lesi luas

b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat imunosupresi /

kortikosteroid)

c. TB kasus berat (milier, dll) Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan

disesuaikan dengan hasil uji resistensi

TB Paru (kasus baru), BTA negatif

Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH

27

Page 28: Laporan Kasus Tb Paru

Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE

Paduan ini dianjurkan untuk :

a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal

b. TB di luar paru kasus ringan

TB paru kasus kambuh

Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada fase intensif

selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji

resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari pengobatan

sebelumnya, sehingga paduan obat yang diberikan : 3 RHZE / 6 RH Bila tidak ada /

tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1

RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB)

TB Paru kasus gagal pengobatan

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal menggunakan

4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif ( seandainya H resisten, tetap

diberikan). Dengan lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun . Menunggu hasil uji

resistensi dapat diberikan dahulu 2 RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji

resistensi - Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan

paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program P2TB)

- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal

- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

28

Page 29: Laporan Kasus Tb Paru

EFEK SAMPING OAT

Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun

sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan

terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi

dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka

pemberian OAT dapat dilanjutkan.6,7

29

Page 30: Laporan Kasus Tb Paru

PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK

Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya.

Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, dapat rawat jalan. Selain OAT kadang

perlu pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk meningkatkan daya tahan tubuh

atau mengatasi gejala/keluhan.8

1. Penderita rawat jalan

a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin

tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk penderita

tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya).

b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam

c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau

keluhan lain.

30

Page 31: Laporan Kasus Tb Paru

2. Penderita rawat inap

a. Indikasi rawat inap : TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :

- Batuk darah (profus)

- Keadaan umum buruk

- Pneumotoraks

- Empiema

- Efusi pleura masif / bilateral

- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura) TB di luar paru yang

mengancam jiwa : TB paru milier - Meningitis TB

b. Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis

dan indikasi rawat.

EVALUASI PENGOBATAN

Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek

samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.5,6

Evaluasi klinik

i. Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan

selanjutnya setiap 1 bulan

ii. Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada

tidaknya komplikasi penyakit

iii. Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.

Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9)

i. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak

ii. Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik

- Sebelum pengobatan dimulai

- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)

- Pada akhir pengobatan

iii. Bila ada fasiliti biakan : pemeriksaan biakan (0 - 2 – 6/9)

31

Page 32: Laporan Kasus Tb Paru

Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9)

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:

i. Sebelum pengobatan

ii. Setelah 2 bulan pengobatan

iii. Pada akhir pengobatan

Evaluasi efek samping secara klinik

i. Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah

lengkap.

ii. Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah ,

asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan.

iii. Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid.

iv. Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol.

v. Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan

audiometri.

vi. Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut.

Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat.

Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan

pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat

sesuai pedoman

Evalusi keteraturan berobat.

Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang digunakan adalah

keteraturan berobat. Diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting

penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat yang diberikan

kepada penderita, keluarga dan lingkungan. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan

timbulnya masalah resistensi.

KOMPLIKASI TB

32

Page 33: Laporan Kasus Tb Paru

TB LARINGS

Karena setiap kali dahak yang mengandung basil TB dikeluarkan melalui larings, tidaklah

mengherankan bila ada basil yang tersangkut di larings dan menimbulkan proses TB di tempat

tersebut, sehingga terjadilah TB larings.1,2

PLEURITIS EKSUDATIF

Bila terdapat proses TB di bagian paru dekat sekali dengan pleura, pleuara akan ikut meradang

dan menghasilkan cairan eksudat. Dengan lain kata, terjadilah pleuritis eksudatif. Tidak jarang

proses TB nya masih begitu kecil, sehingga pada foto paru belum tampak kelainan. Bilamana

cairan eksudat masih sedikir, cukup diberikan terapi spesifik saja, tetapi bila cairan semakin

banyak, perlu dilakukan pungsi dan cairan eksudat dikeluarkan sebanyak mungkin, untuk

menghindari terjadinya Schwarte di kemudian hari.

PNEUMOTHORAKS

Bisa saja terjadi proses nekrotis berlangsung dekat sekali dengan pleura, sehingga pleura ikut

mengalami nekrosis dan bocor, sehingga terjadilah pneumothoraks. Sebab lain pneumothoraks

adalah pecahnya dinding kavitas yang kebetulan berdekatan dengan pleura, sehingga pleura pun

ikut robek.2

HEMOPTISIS

Hemoptisis adalah ekspektorasi darah yang berasal dari saluran nafas bagian bawah (dibawah

pita suara). Karena pada dasarnya proses TB adalah proses nekrosis, kalau diantara jaringan yang

mengalami nekrosis terdapat pembuluh darah, besar kemungkinan penderita akan mengalami

batuk darah, yang dapat bervariasi mulai dari jarang sekali sampai sering/setiap hari. Variasi

lainnya adalah jumlah darah yang dibatukkan keluar mulai dari sangat sedikit (berupa garis pada

sputum) sampai banyak sekali (profus), tergantung pada pembuluh darah yang terkena.

Batuk darah baru akan membahayakan jiwa penderita bila profus, karena dapat menyebabkan

kematian oleh syok dan anemia akut. Di samping itu, darah yang akan dibatukkan keluar akan

menyangkut di trakea/larings dan akan menyebabkan asfiksia akut yang dapat berakibat fatal.1,3

33

Page 34: Laporan Kasus Tb Paru

Untuk batuk darah yang minimal sampai agak banyak, dapat diberikan koagulan dan/atau obat-

obatan trombolitik (asam traneksamat) saja. Bila perdarahan agak hebat, perlu dipertimbangkan

pemberian transfusi darah segar. Kalau hal ini sering berulang, perlu juga dipertimbangkan

lobektomi ataupun embolisasi arteri, yang menjadi permasalahan.3

Dalam stadium akut sampai beberapa hari sesudahnya, sebaiknya diberikan pula antitusif untuk

mencegah batuk, sebaiknya diberikan pula antitusif untuk mencegah batuk, setidak-tidaknya

mengurangi frekuensi batuk untuk memberi kesempatan beristirahat secukupnya bagi lesi,

sampai thrombus yang terbentuk cukup kuat.

Hemoptisis dikatakan massif apabila batuk darah mencapai > 600 ml darah dalam 24 sampai 48

jam.3

Tatalaksana hemoptisis massif:

Prinsip: mempertahankan jalan nafas, proteksi paru yang sehat, menghentikan perdarahan

a. Istirahat baring, kepala direndahkan tubuh dimiringkan ke sisi sakit.

b. Oksigen

c. Infus, bila perlu transfuse darah

d. Medikamentosa: Kodein/antitusif untuk supresi batuk

e. Koreksi koagulopati : Vit K IV

Indikasi dilakukannya operasi pada pasien batuk darah massif:

- Batuk darah > 600 cc/24 jam, dan pada observasi tidak berhenti

- Batuk darah > 100-250 cc/24 jam, Hb < 10g/dl. Dan pada observasi tidak

berhenti.

- Batuk darah 100-250 cc/24 jam, Hb >10 gr/dl, pada observasi 48 jam tidak

berhenti.

34

Page 35: Laporan Kasus Tb Paru

DAFTAR PUSTAKA

1. Zulkifli A, Asril B. Tuberkulosis paru. Dalam: Ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi V. 

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran 

Universitas Indonesia; 2009. 

2. Herchline TE, Bronze MS. Tuberculosis [Updated on December 14 2014, Available at

http://www.emedicine.medscape.com Accessed on August 25, 2015]

3. Danusantoso H. Buku saku ilmu penyakit paru. 2nd Ed. Jakarta: EGC 2012, p 70-80.

4. Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis. Edisi 9. Jakarta: Departemen 

Kesehatan Republik Indonesia; 2005. 

5. Rani AA. Tuberkulosis paru. Jakarta: Panduan Pelayanan Medik PB Papdi, 2009. 

35

Page 36: Laporan Kasus Tb Paru

6. Aditama TY, dkk. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan tuberkulosis di Indonesia. 

Jakarta: Indah Offset Citra Grafika; 2006. 

7. Bayupurnama P. Hepatotoksisitas imbas obat. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit 

Dalam Universitas Indonesia. Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI; 2006. 

8. Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Buku saku dasar patologis penyakit.

Jakarta: EGC 2008, p 429-34.

36