laporan kasus rumkit - ge

54
Laporan Kasus Ruang I dan II DIARE AKUT DISUSUN OLEH : REGINA TAMBUNAN 110100097 ANGELIA SITANGGANG 110100277 CHOKY LUMBAN GAOL 110100338 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

Upload: choky-alexander-lumban-gaol

Post on 14-Jul-2016

62 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Laporan Kasus Rumkit - GE

TRANSCRIPT

Laporan Kasus Ruang I dan II

DIARE AKUT

DISUSUN OLEH :

REGINA TAMBUNAN 110100097

ANGELIA SITANGGANG 110100277

CHOKY LUMBAN GAOL 110100338

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ii

RS Tk II PUTRI HIJAU KESDAM I/BB

MEDAN

2016

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan pada tanggal : Jumat, 19 Februari 2016

Nilai :

Pimpinan Sidang

(Letkol. CKM dr. Bambang Darmawan, Sp.PD)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

kasus ini dengan judul “ Diare Akut”.

Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen

Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen

pembimbing, yakni Letkol. CKM dr. Bambang Darmawan, Sp.PD, yang telah

meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan

laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus tepat pada

waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari

pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga

laporan kasus ini bermanfaat. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Februari 2016

Penulis

iv

DAFTAR ISI

Halaman Judul.............................................................................................

Lembar Pengesahan.....................................................................................

Kata Pengantar............................................................................................

Daftar Isi.......................................................................................................

Bab 1 Tinjauan Pustaka..............................................................................

1.1.Latar Belakang....................................................................................

1.2. Definisi...............................................................................................

1.3. Epidemiologi......................................................................................

1.4. Etiologi...............................................................................................

1.5. Patofisiologi.......................................................................................

1.6. Manifesasi Klinis...............................................................................

1.7. Diagnosa............................................................................................

1.8. Penatalaksanaan..................................................................................

1.9. Pencegahan.........................................................................................

1.10 Komplikasi........................................................................................

1.11.Prognosis...........................................................................................

Bab 2 Status Orang Sakit...........................................................................

Bab 3 Follow Up Pasien..............................................................................

Bab 4 Diskusi Kasus...................................................................................

Bab 5 Kesimpulan.......................................................................................

Daftar Pustaka.............................................................................................

1

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Latar Belakang

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau

setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya

lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi,

yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer

tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. 1,2

Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung

kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari

14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare

yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus,

Bakteri, dan Parasit.1,2

Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja

di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering

menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam

waktu yang singkat.3,4

Dinegara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi

masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah

kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1

dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi.

Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan

waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter

jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan

Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC). 3,4

Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta

penduduk setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap

tahunnya di banding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3

kali setiap tahun. 3,4

2

Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang

kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar,

Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab

terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp,

V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01,

dan Salmonella paratyphi A. 3,4

1.2. Definisi

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau

setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya

lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi,

yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer

tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.1,2

Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan

menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines 2005, diare

akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih

banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. 1,2

Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Sebenarnya

para pakar di dunia telah mengajukan beberapa kriteria mengenai batasan kronik

pada kasus diare tersebut, ada 15 hari, 3 minggu, 1 bulan dan 3 bulan, tetapi di

Indonesia dipilih waktu lebih 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat

mengivestigasi penyebab diare dengan lebih tepat. 1,2

Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang

menyatakan diare yang berlangsung 15 – 30 hari yang merupakan kelanjutan dari

diare akut (peralihan antara diare akur dan kronik, dimana lama diare kronik yang

dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari). 1,2

Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi. Sedangkan diare non

infektif bila tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab pada kasus tersebut. Diare

fungsional bila tidak dapat ditemukan penyebab organic. 1,2

1.3. Epidemiologi

3

Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di

Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan

pasien pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia

data menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke

empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.3,4

Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun

sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar

200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap

tahunnya. WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun

dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.3,4

Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta

episode diare pada orang dewasa per tahun. Dari laporan surveilan terpadu tahun

1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat

0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama

disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni,

Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan

oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella

flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC).3,4

Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien

diare akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi,

berpergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk

penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi. 3,4

1.4. Etiologi

Etiologi diare menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Indonesia, yaitu 1 :

1. Infeksi

a. Enteral

i. Bakteri ( Shigella sp, E.Coli pathogen, Salmonella sp,

Vibrio cholera, Yersinia enterocolica, Campylobacter

4

jejuni, V.parahaemoliticus, Klebsiella, Pseudomonas,

Aeromonas, Proteus-dll.

ii. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk Virus, Norwal like

virus, CMV, echovirus, HIV

iii. Parasit : protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,

Cryptosporidium parvum, Balantidium coli)

iv. Cacing : A. lumbricoides, Cacing tambang, T. Triciura, S.

stercoralis, cestadiosis, dll.

v. Fungus : Kandida/moniliasis

b. Parenteral : Otitis media akut (OMA), pneumonia. Traveler’s

diarrhea

c. Makanan :

i. Intoksikasis Makanan : makanan beracun atau mengandung

logam berat, makanan mengandung bakteri/toksin; C.

tetani, B. cerecus, S. aureus, S. anhaemolyticus dll.

ii. Alergi : susu sapi, makanan tertentu

iii. Malabsorpsi/maldigesti : karbohidrat, protein, lemak, asam

amino

2. Non – Infeksi

a. Imunodefisiensi : hipoglobuminemia, panhipogamaglobuminemia,

penyakit granulomatose kronik, defisiensi IgA

b. Terapi obat : antibiotik, kemoterapi, antasid, dll

c. Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterektomi, dosis

tinggi terapi radiasi.

d. Lain – lain : Sindroma Zollinger – Ellison, neuropati autonomic

(neuropati diabetic).

1.5. Patofisiologi5,6,7

5

Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi

diare non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri

dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang

disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti

mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala

dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan

lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.

Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang

mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah.

Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan

tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan

pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi

menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare

osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas

dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya

adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam

magnesium.

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi

yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat

toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam

empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon

intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat

menyebabkan diare sekretorik.

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik

usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi

bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory

bowel disease (IBD) atau akibat radiasi.

Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan

waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis,

sindroma usus iritabel atau diabetes melitus.

6

Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri

paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan

penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan

mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang

invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen

meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,

invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat

menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi

pertahanan mukosa usus.

A. Adhesi

Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur

polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel

epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization

factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti

Enterotoxic E. Coli (ETEC)

Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli

(EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan

perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah

membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi

EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin.

Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada

jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC.

B. Invasi

Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel

usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel

epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi

inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya

mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman

7

Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses

patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa

lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella.

C. Sitotoksin

Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh

Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan

sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat

menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC

serta V. Parahemolyticus.

D. Enterotoksin

Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT)

yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin

kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang

aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga

terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi

klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.

ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya

sama dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP

selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili,

membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida.

E. Peranan Enteric Nervous System (ENS)

Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan

reseptor neural 5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di pleksus

mienterikus, neuron nitrergik serta neuron sekretori VIPergik.

Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian

melibatkan refleks neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron

sensorik aferen kolinergik, interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik

tipe 1 VIPergik. CT juga menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok seperti 5-

8

HT, neurotensin, dan prostaglandin. Hal ini membuka kemungkinan penggunaan

obat antidiare yang bekerja pada ENS selain yang bersifat antisekretorik pada

enterosit.

1.6. Manifestasi Klinis

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau

demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang

berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat

menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan

renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik

yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan

berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit

menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air

yang isotonik.4,8

Adapun tanda dan gejala yang timbul akibat diare terhadap dehidrasi4,8:

1. Diare dengan dehidrasi ringan, dengan gejala sebagai berikut:

a. Frekuensi buang air besar 3 kali atau lebih dalam sehari

b. Keadaan umum baik dan sadar

c. Mata normal dan air mata ada

d. Mulut dan lidah basah

e. Tidak merasa haus dan bisa minum

2. Diare dengan dehidrasi sedang, kehilangan cairan sampai 5-10% dari berat

badan, dengan gejala sebagai berikut :

a. Frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari dan sering

b. Kadang-kadang muntah, terasa haus

c. Kencing sedikit, nafsu makan kurang

d. Aktivitas menurun

e. Mata cekung, mulut dan lidah kering

f. Gelisah dan mengantuk

g. Nadi lebih cepat dari normal, ubun-ubun cekung

3. Diare dengan dehidrasi berat, kehilangan cairan lebih dari 10% berat

badan, dengan gejala:

9

a. Frekuensi buang air besar terus-menerus

b. Muntah lebih sering, terasa haus sekali

c. Tidak kencing, tidak ada nafsu makan

d. Sangat lemah sampai tidak sadar

Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang

mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat

pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul).

Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat

naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi,

bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif. 4,8

Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa

renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun

sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas

dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat

timbul aritmia jantung. 4,8

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan

akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit

berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita

menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih

berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih

banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat

menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena

tanpa alkali. 4,8

1.7. Diagnosis 1

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

10

Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung

penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang.dari 15 hari.

Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering

berhubungan dengan malabsorpsi, dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena

kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering,

bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut

infektif datang dengan keluhan khas yaitu nausea, muntah, nyeri abdomen,

demam, dan tinja yang sering, bisa malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri

patogen yang spesifik.

Secara umum, patogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon

lebih mengarah ke invasif. Pasien yang memakan toksin atau pasien yang

mengalami infeksi toksigenik secara khas mengalami nausea dan muntah sebagai

gejala prominen bersamaan dengan diare air tetapi jarang mengalami demam.

Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan

kita pada keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan. Parasit yang tidak

menginvasi mukosa usus, seperti Giardia lamblia dan Cryptosporidium, biasanya

menyebabkan rasa tidak nyaman di abdomen yang ringan. Giardiasis mungkin

berhubungan dengan steatorea ringan, perut bergas dan kembung. Bakteri invasif

seperti Campylobacter, Salmonella, dan Shigella, dan organisme yang

menghasilkan sitotoksin seperti Clostridium difficile and enterohemorrhagic E

coli (serotipe Ol57 H7) menyebabkan inflamasi usus yang berat.

Organisme Yersinia seringkali menginfeksi ileum terminal dan caecum

dan memiliki gejala nyeri perut kuadran kanan bawah, menyerupai apendisitas

akut. Infeksi Campylobacter jejuni sering bemanifestasi sebagai diare, demam dan

kadangkala kelumpuhan anggota badan dan badan(sindrom Guillain-Barre).

Keluhan lumpuh pada infeksi usus ini sering disalahtafsirkan sebagai malpraktek

dokter karena ketidaktahuan masyarakat.

Diare air merupakan gejala tipikal dari organisme yang menginvasi epitel

usus dengan inflamasi minimal, seperti virus enterik, atau organisme yang

menempel tetapi tidak menghancurkan epitel, seperti enteropathogenic E coli,

protozoa, and helminths. Beberapa organisme seperti Campylobacter, Aeromonas,

11

Shigella, atd Vibrio species (misal, Vparahemo lyticus) menghasilkan

enterotoksin dan juga menginvasi mukosa usus; pasien karena itu menunjukkan

gejala diare air diikuti diare berdarah dalam beberapajam atau hari.

Sindrom Hemolitik-uremik dan purpura trombositopenik trombotik (TTP)

dapat timbul pada infeksi dengan bakteri E coli etterohemorrhagic dan Shigella ,

terutama anak kecil dan orang tua. Infeksi Yersinia dan bakteri enterik lain dapat

disertai sindrom Reiter (artritis, uretritis, dan konjungtivitis), tiroiditis,

perikarditis, atau glomerulonefritis.

Demam enterik, disebabkan SalmoneIIa typhi atau Salmonella paratyphi,

merupakan penyakit sistemik yang berat yang bermanifestasi sebagai demam

tinggi yang lama, prostrasi, bingung, dan gejala respiratorik, diikuti nyeri tekan

abdomen, diare dan kemerahan (rash).

Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas karena

nausea dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi

bermanifestasi sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air

kecil dengan wama urine gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan

orlostatik. Pada keadaan berat, dapat mengarah ke gagal ginjal akut dan perubahan

status jiwa seperti kebingungan dan pusing kepala.

2. Pemeriksaan Fisik

Kelainan - kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat

berguna dalam menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab diare.

Status volume dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan

darah dan nadi, temperatur tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang

seksama merupakan hal yang penting. Adanya dan kualitas bunyi usus dan adanya

atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan "clue" bagi

penentuan etiologi.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare

berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan

12

penunjang. Pemeriksaan tersebut pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin,

hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit serum, Ureum dan

kreatinin, pemeriksaan tinja dan pemeriksaar Enzym linked immunosorbent assay

(ELISA) mendeteksi giardiasis dan test serologic amebiasis, dan foto x-ray

abdomen.

Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung

jenis leukosit yang normal atau Iimfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri

terutama pada infeksi bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki leukositosis

dengan kelebihan darah putih muda. Neutropenia dapat timbul pada

salmonellosis. Ureum dan kreatinin diperiksa untk memeriksa adanya kekurangan

volume cairan dan mineral tubuh Pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihat

adanya leukosit dalam tinja yang menunjukkan adanya infeksi bakteri, adanya

telur cacing dan parasit dewasa.

Pasien yang telah mendapatkan pengobatan antibiotik dalam 3 bulan

sebelumnya atau yang mengalami diare di rumah sakit sebaiknya diperiksa tinja

untuk pengukuran toksin Clostridium dfficile. Rektoskopi atau sigmoidoskopi

perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien yang toksik, pasien dengan diare

berdarah, atau pasien dengan diare akut persisten.

Pada sebagian besar pasien, sigmoidoskopi mungkin adekuat sebagai

pemeriksaan awal. Pada pasien dengan AIDS yang mengalami diare, kolonoskopi

dipertimbangkan karena kemungkinan penyebab infeksi atau limfoma didaerah

kolon kanan. Biopsi mukosa sebaiknya dilakukan jika mukosa terlihat inflamasi

berat.

1.8. Penatalaksanaan

A. Penggantian Cairan dan elektrolit

Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang

adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan

13

rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak

dapat minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena

yang membahayakan jiwa. Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g

Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g

glukosa per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket

yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara

komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan

menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok

makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk

mengganti kalium.. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak

mereka merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intra vena diperlukan, cairan

normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan

suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus

dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan

urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan

rehidrasi oral sesegera mungkin.9

Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang

keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai

cara : 1,4

1. BD plasma, dengan memakai rumus :

Kebutuhan cairan = BD Plasma – 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml

0,001

2. Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :

- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB

- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB

- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB

3. Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor

(tabel 1)

Rasa haus/muntah 1

14

Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1

Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2

Frekwensi Nadi> 120 x/menit 1

Kesadaran apatis 1

Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2

Frekwensi nafas > 30 x/menit 1

Facies cholerica 2

Voxcholerica 2

Turgor kulit menurun 1

Washer’s woman’s hand 1

Ekstremitas dingin 1

Sianosis 2

Umur 50-60 tahun -1

Umur> 60 tahun -2

Kebutuhan cairan = Skor X 10% X KgBB X 1 liter

4. Goldbeger (1980) mengemukakan beberapa cara menghitung kebutuhan

cairan :10

Cara I :

- Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya,

maka kehilangan cairan kira-kira 2% dari berat badan pada waktu itu.

- Bila disertai mulut kering, oliguri, maka defisit cairan sekitar 6% dari

berat badan saat itu.

- Bila ada tanda-tanda diatas disertai kelemahan fisik yang jelas,

perubahan mental seperti bingung atau delirium, maka defisit cairan

sekitar 7 -14% atau sekitar 3,5 – 7 liter pada orang dewasa dengan

berat badan 50 Kg.

Cara II :

Jika penderita dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4 Kg pada

fase akut sama dengan defisit air sebanyak 4 liter.

Cara III :

Dengan menggunakan rumus :

15

Na2 X BW2 = Na1 X BW1, dimana :

Na1 = Kadar Natrium plasma normal; BW1 = Volume air badan normal, biasanya

60% dari berat badan untuk pria dan 50% untuk wanita ; Na2 = Kadar natrium

plasma sekarang ; BW2 = volume air badan sekarang

B. Anti biotik

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut

infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa

pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan

gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses,

mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan

jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised.

Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan (tabel 2), tetapi terapi

antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.11

Tabel 2. Antibiotik empiris untuk Diare infeksi Bakteri11

Organisme Pilihan pertama Pilihan kedua

Campylobacter

Salmonella/Shigella

Ciprofloksasin 500mg

oral 2x sehari, 3 – 5 hari

Shigella atau

Salmonella spp

Ceftriaxon 1gr IM/IV sehari

TMP-SMX DS oral 2x sehari,3 hari

Campilobakterspp

Azithromycin, 500 mg oral 2x sehari

Eritromisin 500 mg oral 2x sehari,

5hr

Vibrio Cholera Tetrasiklin 500 mg

oral 4x sehari, 3 hari

Doksisiklin 300mg

Oral, dosis tunggal

Resisten Tetrasiklin

Ciprofloksacin 1gr oral 1x

Eritromisin 250 mg oral

4xsehari3 hari

Traveler diarrhea Ciprofloksacin 500mg TMP-SMX DS oral 2x sehari, 3 hari

Clostridium difficile Metronidazole 250-500 Vancomycin, 125 mg oral 4x sehari

16

mg

4xsehari, 7-14 hari,

oral atau IV

7-14 hari

C. Obat anti diare

a. Kelompok antisekresi selektif

Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara

luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim

enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal.

Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga

keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini

tersedia di bawah nama hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti

diare yang dapat pula digunakan lebih aman pada anak.8,12

b. Kelompok opiat

Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta

kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-

60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari.

Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan

absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi

frekwensi diare. Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan

dapat mengurangi frekuensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala

demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.8,12

c. Kelompok absorbent

Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau

smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan

infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar

kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit. 8,12

d. Zat Hidrofilik

17

Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium,

Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid

dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi

feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit.

Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam

bentuk kapsul atau tablet. 8,12

e. Probiotik

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau

Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna

akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor

saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan

diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat. 8,12

1.9. Pencegahan

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya

dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering

mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah

makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan

ternak harus terjaga dari kotoran manusia.5,10

Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus

diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan

makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi.

Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang

diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum

dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk

tidak menelan air. 5,10

Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang

bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia

atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-

buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya

produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC

18

terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang

dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak. 5,10

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi

efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang

tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini

tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral

kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid

parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping.

Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis

dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah

tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan

efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya. 5,10

1.10. Komplikasi

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,

terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan

cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat.

Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan

asidosis metabolik.4

Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga

syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul

Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ.

Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat

sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal.8,11

Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan

terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia

hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan

meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi

penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi. 4,8,11

Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah

merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah

19

infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita

infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita

kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot

pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain – Barre

tetap belum diketahui. Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah

penyakit diare karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp. 4,8,11

1.11. Prognosis

Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,

dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya

sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan

penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut

usia. Di Amerika Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %.

Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan

dengan sindrom uremik hemolitik. 1,5,10

BAB III

STATUS ORANG SAKIT

No. Reg. RS : 0033897

Tanggal Masuk : 04 Februari 2016

Jam : 18.00 WIB

Kamar : Ruang I - Kamar 1 - Bed 1

ANAMNESIS PRIBADI

Nama : Sarmaulina br. Saragih

Umur : 70 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Pensiunan

Suku : Batak

20

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Asrama EKS Kowilhan Kampung Durian No.20

ANAMNESIS

☐Autoanamnese Alloanamnese

ANAMNESIS PENYAKIT

Keluhan Utama : Mencret

Telaah :

- Hal ini dialami oleh O.S sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.

Frekuensi mencret 3 – 4x per hari dengan volume sekitar ½ gelas aqua per

kali mencret. Konsistensi cair, air lebih banyak dari pada ampas, dengan

feses berwarna kuning. BAB berdarah (-), BAB berlendir (-). BAK (+)

normal.

- Os juga mengeluhkan mual dan muntah yang dialami sejak 3 hari sebelum

masuk rumah sakit. Frekuensi muntah 1 – 2x per hari dengan volume

sekitar 1 gelas aqua per kali muntah. Muntah berisi apa yang dimakan dan

diminum. Muntah darah (-). Nyeri ulu hati dijumpai. Penurunan nafsu

makan dijumpai.

- Selain itu, O.S juga mengeluhkan hoyong. O.S merasakan ruangan

berputar terhadap dirinya. Hal ini dirasakan terutama saat O.S berubah

posisi. Sebelumnya O.S pernah didiagnosa dengan vertigo 5 tahun yang

lalu oleh spesialis saraf dan mendapat terapi betahistin. O.S mengatakan

rutin mengkonsumsi obat sesuai dengan anjuran dokter tersebut. DM (-),

Hipertensi (-).

RPT : Vertigo

RPO : Betahistin

ANAMNESIS ORGAN

Jantung Sesak Napas : (-) Edema : (-)

21

Angina

Pectoris

: (-) Palpitasi : (-)

Lain-lain : (-)

Saluran

Pernapasan

Batuk-batuk : (-) Asma, bronchitis : (-)

Dahak : (-) Lain-lain : (-)

Saluran

Pencernaan

Nafsu Makan : Menurun Penurunan BB : (-)

Keluhan

Menelan

: (-) Keluhan Defekasi : (+) Mencret

Keluhan Perut : (+) Nyeri

Ulu Hati

Lain-lain : (-)

Saluran

Urogenital

Sakit Buang

Air Kecil

: (-) Buang air kecil

tersendat

: (-)

Mengandung

Batu

: (-) Keadaan Urin :Kuning

Haid : (-) Lain-lain : (-)

Sendi dan

Tulang

Sakit

Pinggang

: (-) Keterbatasan

Gerak

: (-)

Keluhan

Persendian

: (-) Lain-lain : (-)

Endokrin Haus/Polidipsi : (-) Gugup : (-)

Poliuri : (-) Perubahan Suara : (-)

Polifagi : (-) Lain-lain : (-)

Saraf Pusat Sakit Kepala : (-) Hoyong : (+)

22

Lain-lain : (-)

Darah dan

Pembuluh

darah

Pucat

Petechiae

: (-)

: (-)

Perdarahan

Purpura

Lain-lain

: (-)

: (-)

: (-)

Sirkulasi

Perifer

Claudicatio

Intermitten

: (-) Lain-lain : (-)

ANAMNESIS FAMILI : Tidak ada riwayat keluarga yang mempunyai

penyakit yang sama

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK

STATUS PRESENS

Keadaan Umum Keadaaan Penyakit

Sensorium : CM Pancaran Wajah : Lemah

Tekanan Darah : 110/80 mmHg Sikap Paksa : -

MAP : 90 Reflek Fisiologis : +

Nadi : 82x/i, reg, t/v cukup Reflek Patologis : -

Pernapasan : 24 x/i

Temperatur : 36,5C (axilla)

23

Keadaan Gizi :

BW =

RBW = 110%

IMT = 22,49kg/m2

Kesan : Normoweight

KEPALA :

Mata : Konjungtiva palp. inf. pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil

isokor ki=ka, diameter ±3 mm, reflex cahaya direk (+/+),

indirek(+/+), kesan = normal

Telinga : Dalam batas normal

Hidung : Dalam batas normal

Mulut : Lidah : dalam batas normal

Gigi geligi : dalam batas normal

Tonsil/faring : dalam batas normal

LEHER :

Struma tidak membesar, pembesaran kelenjar limfa (-)

Posisi trakea: medial, TVJ : R-2 cm H2O

Kaku kuduk (-), lain-lain: (-)

THORAX DEPAN

Inspeksi

Bentuk : Simetris Fusiformis

Pergerakan : Tidak ada ketinggalan bernapas

Palpasi

Nyeri tekan : Tidak ada

Fremitus suara : Stem Fremitus kanan = kiri

TB : 150 cm

BB : 55 kg

24

Iktus : tidak terlihat, iktus teraba (+) di ICS V 1cm

medial LMCS

Perkusi

Paru

Batas paru-hati R/A : R: ICS V; A: ICS VI

Peranjakan : 1 cm

Jantung

Batas atas jantung : ICS II LMCS

Batas kiri jantung : ICS V LMCS

Batas kanan jantung : ICS V LPSD

Auskultasi

Paru

Suara Pernapasan : Vesikuler

Suara Tambahan : Tidak ada

Jantung

M1>M2,P2>P1,T1>T2,A2>A1, desah sistolis(-), desah diastolis(-),

HR : 82 x/i, reguler, intensitas cukup

THORAX BELAKANG

Bentuk : Simetris Fusiformis

Palpasi : Stem Fremitus kanan=kiri

Perkusi : Sonor

Auskultasi : SP : Vesikuler

ST : Tidak ada

ABDOMEN

Inspeksi

Bentuk : Simetris

Gerakan lambung/usus : tidak terlihat

Vena kolateral : (-)

Caput medusae : (-)

25

Lain – Lain : (-)

Palpasi

Dinding Abdomen : Soepel

HATI

Pembesaran : (-)

Permukaan : (-)

Pinggir : (-)

Nyeri tekan : (-)

LIMFA

Pembesaran : (-)

GINJAL

Ballotement : (-)

UTERUS/OVARIUM : (-)

TUMOR : (-)

Perkusi

Pekak hati : (+)

Pekak beralih : (-)

Auskultasi

Peristaltik usus : Bising Usus (+) Meningkat

Lain-lain : (-)

PINGGANG

Nyeri ketuk sudut kosto vertebra (-), Kiri / Kanan

INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan

GENITALIA LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan

26

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)

Perineum : Tidak dilakukan pemeriksaan

Sphincter ani : Tidak dilakukan pemeriksaan

Lumen : Tidak dilakukan pemeriksaan

Mukosa : Tidak dilakukan pemeriksaan

Sarung tangan : Tidak dilakukan pemeriksaan

ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH

Kiri Kanan Kiri Kanan

Deformitas Sendi : (-) (-) Edema : (-) (-)

Lokasi : (-) (-) Arteri

Femoralis

: (+) (+)

Jari Tabuh : (-) (-) Arteri Tibialis

Posterior

: (+) (+)

Tremor Ujung Jari : (-) (-) Arteri Dorsalis

Pedis

: (+) (+)

Telapak Tangan

Sembab

: (-) (-) Refleks KPR : (+) (+)

Sianosis : (-) (-) Refleks APR : (+) (+)

Eritema : (-) (-) Refleks

Fisiologis

: (+) (+)

Lain – lain Refleks

Patologis

: (+) (+)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Darah Kemih Tinja

Hb :11,2 g% Warna : kuning Warna :Coklat

27

Eritrosit : - x106/mm3

Leukosit : 8,5 x103/mm3 Protein : - Konsistensi :Lembek

Trombosit

Ht

: 413 x103/mm3

: 30,9%

Reduksi

Bilirubin

: -

: -

Eritrosit

Leukosit

: (-)

:0-1

MCV : - Fl Urobilinogen : - Amoeba/Kista : (-)

MCH : - pg Sedimen

Eritrosit : -

Leukosit : -

Silinder : -

Epitel : -

Bakteri : -

Telur Cacing

Ascaris : (-)

Ankylostoma : (-)

T. trichiura : (-)

Kremi : (-)

MCHC : - g%

Hitung jenis :

Eosinofil : - %

Basofil : - %

Neutrofil : - %

Limfosit : - %

Monosit : - %

-

RESUME DATA DASAR

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Diare

Telaah :

Hal ini dialami sejak 5 hari, frekuensi 3 – 4x/hari dengan

volume ½ gelas aqua perkali dengan konsistensi cair

berwarna kuning. BAB darah (-), lendir (-). Nausea (+),

vomitus (+), sejak 3 hari, volume 1 gelas aqua, isi apa yang

dimakan dan minum. Nyeri epigastrium (+). Penurunan nafsu

makan (+).Vertigo (+), O.S sudah pernah didiagnosis dengan

Vertigo dan rutin mengonsumsi betahistin.

STATUS PRESENS Keadaan Umum : Sedang

Keadaan Penyakit : Sedang

28

Keadaan Gizi : Baik

PEMERIKSAAN FISIK

Vital Sign

TD : 110/80 mmHg, HR : 82 x/i, RR : 24x/i, Temp. : 36.5C

Kepala

Hoyong (+)

Leher

Dalam batas normal

Thorax

Dalam batas normal

Abdomen

Nyeri Epigastrium (+), Bising Usus (+) Meningkat

Ekstremitas

Dalam batas normal

LABORATORIUM

RUTIN

Darah : Dalam batas normal

Kemih : Tidak dilakukan pemeriksaan

Tinja : Dalam batas normal

DIAGNOSA BANDING

Diare ec

1. Infeksi

+ Dispepsia

Fungsional

+

Vertigo

2. Non – Infeksi Tipe Like Ulcer BPPH

Dismotilitas

DIAGNOSA

SEMENTARA

Diare akut ec Infeksi + Dispepsia Fungsional + Vertigo

PENATALAKSANAAN Aktivitas : Tirah baring

Diet : MB TKTP

Tindakan Suportif :

1. IVFD RL 20 gtt/I makro

29

Medikamentosa:

1. Newdiatab 3 x 1

2. Metronidazole 3 x 1

3. Inj Ranitidine 1 amp/12 jam

4. Ondansentron 4 mg/12 jam

5. Betahistin 3 x 1

Rencana Penjajakan

1. Kultur Feses /ST

2.

32

BAB IV

FOLLOW UP

Minggu, 17 Januari 2016

S O A P

Terapi Rencana

Senin, 18 Januari 2016

S O A P

Terapi Rencana

33

34

Selasa, 19 Januari 2016

S O A P

Terapi Rencana

S O A P

Terapi Rencana

35

S O A P

Terapi Rencana

39

BAB 4

DISKUSI

TEORI KASUS

40

BAB 5

KESIMPULAN

41

DAFTAR PUSTAKA

1. Simadibrata M et Daldiyono. Diare akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, ed. Ilmu penyakit dalam. Edisi 1. Jakarta: Interna Publishing; 2009. hal. 548 - 555.

2. Simadibrata M. Pendekatana Diagnostik Diare Kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, ed. Ilmu penyakit dalam. Edisi 1. Jakarta: Interna Publishing; 2009. hal. 534 - 547.

3. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/SK1216-01.pdf

4. Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;1996. 451-57

5. Zein, U., K.H. Sagala, J. Ginting. Diare Akut. Makalah. Fakultas Kedokteran Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara. Available from : http://repository.usu.ac.id/downloads/penydalam-umar5.pdf.

6. Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH, editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2nd edition. New York: Lange Medical Books, 2003. 131 - 50.

7. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.

8. Nelwan RHH. Penatalaksanaan Diare Dewasa di Milenium Baru. Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine 2001. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI, 2001. 49-56.

9. Tatalaksana Penderita Diare. Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/diare.pdf.

10. Zein,U. Gastroenteritis Akut pada Dewasa. Dalam : Tarigan P, Sihombing M, Marpaung B, Dairy LB, Siregar GA, Editor. Buku Naskah Lengkap Gastroenterologi-Hepatologi Update 2003. Medan: Divisi Gastroentero-hepatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU, 2003. 67-79.

11. Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious Diarrhoea). Dalam : Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik Infeksi Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi. Surabaya : Airlangga University Press, 2002. 34 – 40.

12. Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang Dewasa. Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine 2002. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI, 2002. 49-56.