laporan kasus rhinitis alergi

18
RINITIS ALERGI 1. ANATOMI Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah : 1. Pangkal hidung (bridge) 2. Batang hidung (dorsum nasi) 3. Puncak hidung (hip) 4. Ala nasi 5. Kolumela 6. Lubang hidung (nares anterior) Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit dan jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung . Kerangka tulang terdiri dari : 1. tulang hidung (os nasal) 2. prosessus frontalis os nasal 3. prosessus nasalis os frontal Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung , yaitu : 1. sepasang kartilago nasalis lateralis superior 2. sepasang kartilago lateralis inferior (kartilago ala mayor) 3. tepi anterior kartilago septum Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi cavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk cavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan cavum nasi dengan nasofaring. Bagian dari cavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang

Upload: puteri-rahmia

Post on 28-Dec-2015

802 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

tht

TRANSCRIPT

Page 1: laporan kasus Rhinitis Alergi

RINITIS ALERGI

1. ANATOMI

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke

bawah :

1. Pangkal hidung (bridge)

2. Batang hidung (dorsum nasi)

3. Puncak hidung (hip)

4. Ala nasi

5. Kolumela

6. Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang

dilapisi oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit dan

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau

menyempitkan lubang hidung . Kerangka tulang terdiri dari :

1. tulang hidung (os nasal)

2. prosessus frontalis os nasal

3. prosessus nasalis os frontal

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang

rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah

hidung , yaitu :

1. sepasang kartilago nasalis lateralis superior

2. sepasang kartilago lateralis inferior (kartilago ala mayor)

3. tepi anterior kartilago septum

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke

belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi cavum nasi

kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk cavum nasi bagian depan disebut nares

anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang

menghubungkan cavum nasi dengan nasofaring.

Bagian dari cavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di

belakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit

yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang

Page 2: laporan kasus Rhinitis Alergi

disebut vibrise. Tiap cavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial,

lateral, inferior dan superior.

Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh

tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah :

1. lamina perpendikularis os etmoid

2. vomer

3. Krista nasalis os maksilaris

4. Krista nasalis os palatine

Bagian tulang rawan adalah :

1. Kartilago septum

2. kolumela

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan

letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalh

konka media, lebih kecil lagi ialah konka superior sedangkan yang terkecil adalah

konka suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior

merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid,

sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin

etmoid.

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga

sempit yang disebut meatus. Berdasarkan letaknya, ada 3 meatus, yaitu :

Page 3: laporan kasus Rhinitis Alergi

1. meatus inferior, terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan

dinding lateral ronggga hidung. Pada meatus inferior terdapat pula muara

(ostium) duktus nasolakrimalis.

2. meatus medius, terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga

hidung. Pada meatus medius terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan

sinus etmoid anterior.

3. meatus superior merupakan ruangan di antara konka superior dan konka media.

Terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.

Batas rongga hidung :

1. dinding anterior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila

dan os palatum

2. dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina

kibriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Lamina

kibriformis merupakan lempeng tulang berasal dari os etmoid, tulang ini

berlubang-lubang tempat masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius. Di bagian

posterior, atap hidung dibentuk oleh os sfenoid.

Kompleks osteomeatal (KOM) merupakan celah pada dinding lateral

hidung yang dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi

penting yang membentuk KOM adalah prosesus uncinatus, infundibulum etmoid,

hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan resessus frontal. KOM merupakan

unit fungsional yang merupakan tempat ventilasi dan drainase dari sinus-sinus

yang letaknya di anterior yaitu sinus maksila, etmoid anterior dan frontal. Jika

terjadi obstruksi pada celah yang sempit ini, maka akan terjadi perubahan

patologis yang signifikan pada sinus-sinus yang terkait.

Perdarahan hidung, pada bagian atas rongga hidung mendapat

perdarahan a.Etmoid anterior dan posterior. Bagian bawah rongga hidung

mendapat perdarahan dari cabang a.maksilaris interna. Bagian depan hidung

mendapat perdarahan dari cabang-cabang a.fasialis.

Persarafan hidung bagian depan dan atas rongga hdung mendapat

persarafan sensoris dari n.Etmoidalis anterior. Rongga hidung lainnya , sebagian

besar mendapat persarafan sensoris dari n.Maksilaris melaui ganglion

sfenopalatina. Fungsi penghidu berasal dari n.Olfaktorius.

Page 4: laporan kasus Rhinitis Alergi

2. DEFINISI

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi

pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan allergen yang sama

serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan

allergen spesifik tersebut (Von Pirquest, 1986).

Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its impact on

Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejalabersin-bersin,

rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang

diperantarai oleh IgE.

3. EPIDEMIOLOGI

Meskipun insiden rhinitis alergi yang tepat tidak diketahui, tampaknya

menyerang sekitar sekitar 10 % dari populasi umum. Dapat timbul pada semua

golongan umur, terutam anak dan dewasa, namun berkurang berkurang dengan

bertambahnya umur. Faktor herediter berperan, sedangkan jenis kelamin,

golongan etnis dan ras tidak berpengaruh.

4. ETIOLOGI

Penyebab tersering adalah allergen inhalan (dewasa) dan allergen ingestan

(anak-anak). Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan

gangguan pencernaan. Dipeberat oleh faktor non-spesifik, seperti asap rokok, bau

yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembapan yang tinggi. Berdasarkan

cara masuknya, allergen dibagi atas :

1. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan dengan udara pernafasan,

misalnya tungau debu rumah, serpihan epitel kulit binatang, rerumputan

serta jamur.

2. Alerge ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya

susu sapi, telur, coklat, ikan laut, udang, kepiting, dan kacang-kacangan.

3. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya

penisilin dan sengatan lebah.

4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa, misalnya bahan kosmetika, perhiasan dan lain-lain.

Page 5: laporan kasus Rhinitis Alergi

5. PATOFISIOLOGI

Rinitis alergika merupakan suatu penyakit inflamasi ang diawali dengan

tahap sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/ reaksi alergi. Reaksi laergi

terdiri dai 2 fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase

Cepat(RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan allergen sampai 1 jam

setelahnya dan late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat

(RAFL) yang berlansung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiper-reaktifitas)

setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam.

Pada kontak pertama dengan alergn atau tahap sensitisasi, makrofag atau

monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan

menangkap allergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah dip

roses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan

molekul HLA kelas II membentuk kmpleks peptida MC kelas II yang kmudian

dipresentasikan pada sel T helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan melepas

sitokin seperti IL I yang akan mengaktifkan Th 0 untuk berprolifersi menjadinTh

1 dan Th 2.

Th 2 akan menghasilkan berbagai sitokin sepertin IL 3, IL 4, IL 5, dan IL

13, IL 4 da IL 13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B,

sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi Ig E. Ig E di

sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor Ig E di permukaan

sel mastosit atau basofil sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut

sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang

sudah tersensitisasi terpapar dengan allergen yang sama, maka kedua rantai Ig E

akan mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi mastosit dan basofil

dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama

histamin. Selain histamin juga di keluarkan Newly Formed Mediators antara lain

prostaglandin D2, Leukotrien C4, bradikinin, Platelet Activating Factor dan

berbagai sitokin (IL3,IL 4, IL 5, IL 6, GM-CSF) dan lainlain. Inilah yang disebut

sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).

Histamin akan merangsang reseptor III pada ujung saraf vidianus sehingga

menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin2. Histamin juga akan

Page 6: laporan kasus Rhinitis Alergi

menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan

permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung

tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain itu, histamine juga menyebabkan

rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran ICAM I.

Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang

menyebabkan akumulasi sel eosinifil dan netrofil di jaringan target. Respon ini

tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai

puncak 6-8 jam setelah pemaparan.Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan

jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan

mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL 3, IL 4,IL 5 dan

GM-CSF dan ICAM I pada secret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau

responsive hidung adalah akibat peranan eosinofil dan mediator inflamasi dari

granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinohilic Derived

Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP) dan Eosinophilic Peroxidase (EPO).

Pada fase ini, selain faktor spesifik, iritasi oleh faktor non spesifik dapat

memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca

dan kelembapan udara yang tinggi.

6. GAMBARAN HISTOLOGIK

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah (vascular bad)

dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mucus. Terdapat juga

pembesaran ruang interseluler dan penebalan membrane basal, serta ditemukan

infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan sub mukosa.

Di luar serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat

terjadi persisten sepanjang tahun, sehingga terjadi perubahan irreversible, yaitu

terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa sehingga tampak mukosa

hidung menebal.

Dengan masunya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi berupa :

1. Respon primer, yaitu proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag).

Bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak

berhasil selurunya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.

2. Respon sekunder, yaitu reaksi bersifat spesifik. Yang mempunyai 3

kemungkinan yaitu : system imunitas seluler atau humoral atau kedua-

Page 7: laporan kasus Rhinitis Alergi

duanya dibangkitkan. Bila Ag dari sistem imunologik, maka reaksi

berlanjut menjadi respon tertier.

3. Respon tertier, yaitu reaksi imunologik yang terjadi yang tidak

menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap,

tergantung dari daya eleminasi Ag oleh tubuh.

Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu :

1. Tipe 1 (reaksi anafilaksis/immediate hypersensitifity)

2. Tipe 2 (reaksi sitotoksik)

3. Tipe 3 (reaksi kompleks imun)

4. Tipe 4 (delayed hypersensitivity).

7. KLASIFIKASI

Berdasarkan sifat berlangsungnya :

1. Rinitis alergi musiman (seasonal), terjadi pada Negara dengan 4 musim.

Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepung sari dan spora jamur.

2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial), timbul intermitten atau terus

menerus, tanpa variasi musim, timbul sepanjang tahun. Penyebab yang

paling sering adalah alergen inhalan. Gangguan fisiologik pada golongan

perennial lebih ringan dibandingkan golongan musiman tetapi karena lebih

persisten maka komplikasinya lebih sering ditemukan.

Klasifikasi WHO :

1. Intermitten : bila gejala kurang dari 4 hari/ minggu.

2. Persisten : bila gejala lebih dari 4 hari /minggu dan lebih dari 4 minggu.

Berdasarkan berat ringannya penyakit :

1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,

bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

2. Sedang-berat, bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.

8. GEJALA KLINIK

1. Serangan bersin berulang lebih dari 5 kali dalam satu kali serangan.

2. Rinore yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal,

kadang disertai lakrimasi.

Page 8: laporan kasus Rhinitis Alergi

3. Gejala spesifik lain pada anak-anak bila penyakit berlangsung lama(lebih

dari 2 tahun) adalah bayangan gelap di daerah bawah mata (allergic

shiner) akibat stasis vena sekunder karena obstruksi hidung. Anak sering

menggosok-gosok hidung dengan punggung tangan (allergic salute).

Lama- lama akantimbul garis melintang di dorsum nasi seperti bawah

bawah (allergic crease).

4. Sering disertai penyakit alergi lainnya seperti asma, urtikaria, atau eksim.

9. DIAGNOSIS

Diagnosis rhinitis alergi ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesis

Gejala rhinitis alergi yang khas adalah terdapatnya serangan bersin

berulang, rinore yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan

mata gatal yang kadang disertai dengan banyaknya air mata kelur

(lakrimasi).

2. Pemeriksaan Fisik

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat

atau livid disertai adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten,

mukosa inferior tampak hipertrofi. Gejala spesifik lain pada anak adalah

allergic shiner, allergic salute, dan allergic crease, serta facies adenoid.

Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone

appearance), serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti

gambaran peta (geographic tongue).

3. Pemeriksaan Penunjang

• Hitung jenis : peningkatan kadar Ig E

• RAST (Radio Immuno Sorbent Assay Test)

• ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test)

• Pemeriksaan stologi hidung

• Prick test

• Skin End-point Titration(SET)

• Intracutaneus Provocative Dilutional Food Test (IPDFT)

• Diet eliminasi dan provokasi (Challenge Test)

Page 9: laporan kasus Rhinitis Alergi

10. DIAGNOSIS BANDING

1. Rinitis non alergi

2. Rinitis infeksiosa

3. Common cold

11. PENATALAKSANAAN

1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan

allergen penyebabnya.

2. Medikamentosa

• Antihistamin, dianjurkan AH-1 karen a bekerja secara inhibitor

kompetitif pada reseptor H-1 sl target. Pemberian dapat dalam

kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara

peroral.

• Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa, dipakai

sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi

dengan antihistamin atau topikal.

• Preparat kortikosteroid, diberikan bila respon fase lambat tidak

berhasil diatasi dengan pengobatan sebelumnya.

• Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide,

bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi

reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor.

3. Operatif

Tidakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior),

konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu

dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan

dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau triklor asetat.

4. Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang

berat dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak

memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan dari adalah pembentukan IgG

Page 10: laporan kasus Rhinitis Alergi

bocking antibody dan penurunan IgE. Ada 2 metode imunoterapi yang

umum dilakukan yaitu intradermal dan sub-lingual.

12. KOMPLIKASI

Komplikasi rhinitis alergi yang sering adalah :

1. Polip hidung

Alergi hidung merupakan salah satu faktor penyebab terbentuknyapolip

hidung dan kekambuhan polip hidung.

2. Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak.

3. Sinusitis Paranasal.

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. G

Umur : 17 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pelajar SMU

Suku bangsa : Minang

Alamat : Cendana Mata Air

ANAMNESIS

Seorang pasien wanita berumur 17 tahun datang ke Poliklinik THT RS

DR.M Djamil Padang tanggal 25 Oktober 2008 jam 09:30 dengan :

Keluhan Utama :

Bersin-bersin 5 jam yang lalu

Keluhan Tambahan :

Hidung sering gatal sejak 4 tahun yang lalu

Riwayat penyakit Sekarang :

Page 11: laporan kasus Rhinitis Alergi

• Bersin-bersin 5 jam yang lalu, keluhan ini sudah dirasakan pasien

sejak 4 tahun yang lalu. Bersin terus-menerus, selama lebih kurang 3 jam,

setiap serangan lebih dari 5 kali dan lebih dari 4 hari dalam seminggu.

Bersin-bersin didahului oleh hidung gatal-gatal dan kemudian keluar ingus

encer dari hidung yang berwarna jernih, tidak berbau, tidak disertai darah

dan membasahi beberapa helai tissue, kadang-kadang disertai dengan

keluarnya air mata. Keluhan ini muncul saat pagi hari, cuaca dingin dan

terkena debu sewaktu membersihkan rumah.

• Mata terasa gatal dan berair, sekitar bibir juga terasa gatal setiap

bersin.

• Sakit kepala dirasakan setiap bersin.

• Demam tidak ada

• Wajah terasa penuh tidak ada

• Telinga terasa penuh dan berair tidak ada

• Riwayat sakit tenggorokan tidak ada

• Rasa menelan cairan di tenggorokan tidak ada

• Alergi makanan tidak ada

• Riwayat gatal-gatal dan bentol pada kulit atau kaligata tidak ada

• Sesak napas atau napas berbunyi menciut tidak ada

• Pasien pernah berobat ke dokter praktek lebih kurang 3 tahun yang

lalu, diberi obat makan namun pasien tidak tahu nama obatnya, setelah

minum obat ada perbaikan. Setelah itu pasien tidak pernah lagi berobat ke

dokter karena keadaan ini tidak mengganggu aktivitas sehari-hari dan

sekolahnya serta keluhan dapat hilang dengan sendirinya.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien menderita asma pada waktu masih anak-anak, namun sekarang tidak

pernah kambuh lagi

Riwayat Penyakit keluarga

Adik dari ayah (tante) pasien menderita penyakit dengan keluhan yang sama

Page 12: laporan kasus Rhinitis Alergi

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, dan Kebiasaan

• Pasien seorang pelajar SMA

• Ventilasi rumah cukup baik

• Tidak ada memelihara binatang peliharaan dirumah

• Tidak menggunakan karpet dan kasur kapuk.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalisata

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : CMC

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Frekuensi Nafas : 78 x/ menit

Frekuensi Nadi : 18 x/menit

Suhu : afebris

Pemeriksaan Sistemik

Kepala : tidak ada kelainan

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Thorak : Jantung dan paru dalam batas normal

Abdomen : Hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+)

normal, distensi tidak ada

Ekstremitas : Edema tidak ada, perfusi jaringan baik

STATUS LOKALIS THT

Telinga

Pemeriksaan Kelainan Dekstra SinistraDaun telinga Kel. Congenital Tidak ada Tidak ada

Trauma Tidak ada Tidak adaRadang Tidak ada Tidak adaKel. Metabolik Tidak ada Tidak adaNyeri tarik Tidak ada Tidak adaNyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada

Dinding Liang

Telinga

Cukup lapang (N) Cukup lapang Cukup lapangSempit - -Hiperemis Tidak ada Tidak adaEdema Tidak ada Tidak ada

Page 13: laporan kasus Rhinitis Alergi

Massa Tidak ada Tidak adaSekret/serumen Bau Tidak berbau Tidak berbau

Warna kecoklatan KecoklatanJumlah Banyak BanyakJenis lunak Keras

Membrana Timpani : sukar dinilai Mastoid Tanda radang Tidak ada Tidak ada

Fistel Tidak ada Tidak adaSikatrik Tidak ada Tidak adaNyeri tekan Tidak ada Tidak adaNyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Tes Garpu Tala Rinne Positif PositifSchwabach Sama dengan

pemeriksa

Memanjang

Weber Lateralisasi ke kiriKesimpulan Tuli konduktif auris sinistra

Hidung

Pemeriksaan Kelainan Dekstra SinistraHidung luar Deformitas Tidak ada Tidak ada

Kel. kongenital Tidak ada Tidak adaTrauma Tidak ada Tidak adaRadang Tidak ada Tidak adaMassa Tidak ada Tidak adaAllergic shiner + +Allergic salute : tidak ada

Sinus ParanasalNyeri tekan Tidak ada Tidak adaNyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Rhioskopi AnteriorVestibulum Vibrise Tidak ada Tidak ada

Radang Tidak ada Tidak adaCavum Nasi Cukup lapang (N) Cukup lapang Cukup lapang

Sempit - -Lapang - -

Sekret Lokasi Meatus media Meatus mediaJenis Serous SerousJumlah Sedang SedikitBau Tidak berbau Tidak berbau

Konkha inferior Ukuran Eutrofi EutrofiWarna Livide LividePermukaan Licin LicinEdema Tidak ada Tidak ada

Konkha media Ukuran Eutrofi EutrofiWarna Livide Livide

Page 14: laporan kasus Rhinitis Alergi

Permukaan Licin LicinEdema Tidak ada Tidak ada

Septum Cukup

lurus/deviasi

Cukup lurus Cukup lurus

Permukaan Licin LicinWarna Merah muda Merah mudaSpina Tidak ada Tidak adaKrista Tidak ada Tidak adaAbses Tidak ada Tidak adaPerforasi Tidak ada Tidak ada

Massa : tidak ada

Rhinoskopi Posterior (Nasofaring)

Pemeriksaan Kelainan Dekstra SinistraKoana Cukup lapang (N) Cukup lapang Cukup lapang

Sempit - -Lapang - -

Mukosa Warna Merah muda Merah mudaEdema Tidak ada Tidak adaJaringan granulasi Tidak ada Tidak ada

Konkha inferior Ukuran Eutrofi EutrofiWarna Merah muda Merah mudaPermukaan licin LicinEdema Tidak ada Tidak ada

Adenoid Ada/tidak Tidak ada Tidak adaMuara tuba

eustachius

Tertutup sekret tidak TidakEdema mukosa Tidak ada Tidak ada

Massa : tidak adaPost Nasal Drip Ada/tidak Tidak ada Tidak ada

Jenis - -

Orofaring dan Mulut

Pemeriksaan Kelainan Dekstra SinistraPalatum Mole +

Arcus Faring

Simetris/tidak simetris SimetrisWarna Merah muda Merah mudaEdema Tidak ada Tidak adaBercak/eksudat Tidak ada Tidak ada

Dinding Faring Warna Merah muda Merah mudaPermukaan bergranul Bergranul

Page 15: laporan kasus Rhinitis Alergi

Tonsil Ukuran T1 T1Warna Merah muda Merah mudaPermukaan Rata RataMuara kripti Tidak melebar Tidak melebarDetritus Tidak ada Tidak adaEksudat Tidak ada Tidak adaPerlengketan

dengan pilar

Tidak ada Tidak ada

Peritonsil Warna Merah muda Merah mudaEdema Tidak ada Tidak adaAbses Tidak ada Tidak ada

Tumor : tidak adaGigi : karies tidak adaLidah Warna Merah muda Merah muda

Bentuk normal NormalDeviasi Tidak ada Tidak adaMassa Tidak ada Tidak ada

Laringoskopi Indirek

Pemeriksaan Kelainan Dekstra SinistraEpilotis Bentuk Normal Normal

Warna Merah muda Merah mudaEdema Tidak adaPinggir rata/tidak Rata RataMassa Tidak ada Tidak ada

Aritenoid Warna Merah muda Merah mudaEdema Tidak ada Tidak adaMassa Tidak ada Tidak adaGerakan Normal Normal

Ventrikular band Warna Merah muda Merah mudaEdema Tidak ada Tidak adaMassa Tidak ada Tidak ada

Plica vokalis Warna Putih PutihGerakan Normal NormalPinggir medial Normal NormalMassa Tidak ada Tidak ada

Subglotis/trakeaa Massa Tidak ada Tidak adaSekret ada/tidak Tidak ada Tidak ada

Sinus piriformis Massa Tidak ada Tidak adaSekret Tidak ada Tidak ada

Valekule Massa Tidak ada Tidak adaSekret Tidak ada Tidak ada

Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher

Page 16: laporan kasus Rhinitis Alergi

Inspeksi : Tidak terlihat pembesaran kelenjar getah bening

Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

Diagnosis Kerja : 1.Rinitis Alergi persisten derajat ringan

2.Tuli konduktif auris sinistra

Diagnosis Banding : - Rinitis vasomotor

- Rhinitis infeksi

Pemeriksaan Anjuran : Tes Alergi

Terapi : - Antihistamin : Methydrolin napadisylat 3 x 50 mg

- Metil prednisolon 3 x 4 mg

- Tetes telinga karbogliserin 10%

Terapi Anjuran :

Prognosis : Quo ad vitam : bonam

Quo ad sanam : bonam

Nasihat : - Hindari faktor-faktor pencetus alergi

- Saat membersihkan rumah, gunakan masker

- Menjaga daya tahan tubuh seperti makan teratur dan cukup gizi,

istirahat yang cukup.

Page 17: laporan kasus Rhinitis Alergi

DISKUSI

Telah dilaporkan seorang wanita usia 17 tahun dengan diagnosis kerja

Rhinitis Alergi Persisten derajat ringan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala

klinis yaitu seragan bersin berulang dengan keluarnya ingus yang encer dan

banyak, hidung dan mata gatal, kadang-kadang keluar air mata. Keluhan ini

timbul pada pagi hari, cuaca dingin dan saat terkena debu. Keadaan ini timbul

karena histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga

menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin.Histamin juga akan

menyebabakan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan

peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi rinore (keluar ingus).

Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan

eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Catonic

Protein (ECP), Eosinophilic Derivate Protein (EDP), Mayor Basic Protein

(MBP), Eosinophilic Peroxidase (EP).

Faktor risiko pada pasien ini adalah pasien mempunyai riwayat asma pada

saat anak-anak namun sekarang tidak pernah kambuh lagi. Dari riwayat penyakit

keluarga juga diketahui bahwa adik ayah pasien juga menderita penyakit dengan

gejala yang sama.

Berdasarkan klasifikasi rhinitis alergi menurut WHO tahun 2000, pasien

digolongkan pada rinitis alergi persisten karena gejala yang timbul lebih dari 4

hari/minggu, sedangkan untuk tingkat berat ringan penyakitnya digolongkan pada

derajat ringan karena keadaan ini tidak mengganggu aktivitas harian, berolahraga,

sekolah, belajar dan hal-hal lain.

Pada pemeriksaan hidung luar, ditemukan allergic shiner, yaitu bayangan

gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasisvena sekunder akibat

obstruksi hidung. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior didapatkan konkha

inferior dan media dekstra dan sinistra berwarna livide akan tetapi masih dalam

ukuran normal. Ditemukan sekret pada meatus media dekstra dan sinistra

berwarna bening, encer.

Page 18: laporan kasus Rhinitis Alergi

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan memberikan antihistamin

H1, yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H1 sel target.

Antihistamin berguna untuk mengatasi gejala pada respon cepat seperti rinore,

bersin dan gatal. Selain itu juga diberikan kortikosteroid untuk mengatasi

inflamasi. Selain itu pasien disarankan untuk menghindari faktor-faktor pencetus

dan menjaga daya tahan tubuh. Pasien dianjurkan untuk melakukan tes alergi

untuk mengetahui faktor penyebab rhinitis alerginya sehingga penanganan pasien

dapat lebih terarah.

Pada pasien juga ditemukan serumen yang banyak dan keras di telinga

kiri. Dari tes dengan penala ditemukan Rinne positif, Schwabach memanjang dan

Weber lateralisasi ke kiri. Berdasarkan pemeriksaan tersebut pasien didiagnosis

tuli konduktif auris sinistra. Rinne masih positif jika tuli konduktif< 30 dB.

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan memberikan tetes karbogliserin

3%.