laporan kasus rawat inap all

31
LAPORAN KASUS RAWAT INAP Leukemia Limfoblastik Akut Maria Margaret Nyoman Lestari Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang I. Pendahuluan Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih yang berlebihan, dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Leukosit dalam darah berproliferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali dan fungsinya pun menjadi tidak normal. Oleh karena proses tersebut fungsi-fungsi lain dari sel darah normal juga terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik. Leukemia akut dibagi atas leukemia limfoblastik akut (LLA) dan leukemia mieloblastik akut (LMA). Leukemia limfoblastik Akut adalah suatu keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid, akibat kerusakan gen DNA yang terdapat pada sumsum tulang. 1,3 Leukemia akut pada masa anak-anak merupakan 30-40% dari keganasan. Insidens rata-rata 4-4,5 kasus/tahun/100.000 anak di bawah 15 tahun. Di negara berkembang 83% LLA, 17 % LMA, lebih tinggi pada anak kulit putih dibandingkan kulit hitam. Di Jepang 4/100.000 anak, dan diperkirakan tiap tahun terjadi 1000 kasus | LAPORAN KASUS RAWAT INAP “Leukemia Limfoblastik Akut” 1

Upload: lestary-nyoman

Post on 20-Nov-2015

123 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS RAWAT INAPLeukemia Limfoblastik AkutMaria Margaret Nyoman LestariBagian Ilmu Kesehatan AnakRSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes KupangFakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang

I. PendahuluanLeukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih yang berlebihan, dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Leukosit dalam darah berproliferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali dan fungsinya pun menjadi tidak normal. Oleh karena proses tersebut fungsi-fungsi lain dari sel darah normal juga terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik. Leukemia akut dibagi atas leukemia limfoblastik akut (LLA) dan leukemia mieloblastik akut (LMA). Leukemia limfoblastik Akut adalah suatu keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid, akibat kerusakan gen DNA yang terdapat pada sumsum tulang.1,3Leukemia akut pada masa anak-anak merupakan 30-40% dari keganasan. Insidens rata-rata 4-4,5 kasus/tahun/100.000 anak di bawah 15 tahun. Di negara berkembang 83% LLA, 17 % LMA, lebih tinggi pada anak kulit putih dibandingkan kulit hitam. Di Jepang 4/100.000 anak, dan diperkirakan tiap tahun terjadi 1000 kasus baru. Sedangkan di Jakarta pada tahun 1994 insidennya mencapai 2,76/100.000 anak usia 1-4 tahun. Pada tahun 1996 didapatkan 5-6 pasien leukemia baru setiap bulan di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta, sementara itu di RSU Dr. Soetomo sepanjang tahun 2002 dijumpai 70 kasus leukemia baru. Di Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, leukemia menempati lebih 50% dari semua keganasan pada anak. Rasio laki-laki dan perempuan adalah 1,15 untuk LLA dan mendekati 1 untuk LMA. 1,2

Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti. Diperkirakan bukan penyebab tunggal tetapi gabungan dari faktor resiko antara lain,1,2,3: VirusVirus HTLV-I (human T-cell lymphotropic virus type I), yang menyerupai virus penyebab AIDS, diduga merupakan penyebab jenis leukemia yang jarang terjadi pada manusia, yaitu leukemia sel-T dewasa. Hipotesis yang menarik saat ini mengenai etiologi lekemia pada anak-anak adalah infeksi virus dan atau bakteri seperti disebutkan Greaves (Greaves, Alexander 1993). Ia mempercayai ada 2 langkah mutasi pada sistem imun. Pertama selama kehamilan atau awal masa bayi dan kedua selama tahun pertama kehidupan sebagai konsekuensi dari respons terhadap infeksi pada umumnya. Faktor genetikIndividu dengan kelainan kromosom, seperti Sindrom Down dan sindrom fanconi, mempunyai insidensi leukemia akut 20 kali lipat. Faktor lingkungan Radiasi dosis tinggi merupakan leukemogenik, seperti dilaporkan di Hiroshima dan Nagasaki sesudah ledakan bom atom. Meskipun demikian paparan radiasi dosis tinggi in utero secara signifikan tidak mengarah pada peningkatan insidens leukemia, demikian juga halnya dengan radiasi dosis rendah. Studi terbaru menunjukkan peningkatan 2x diantara anak-anak yang tinggal di jalur listrik tegangan tinggi, namun tidak signifikan karena jumlah anak yang terpapar sedikit. Zat kimia misalnya : benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen antineoplastik dikaitkan dengan frekuensi kejadian leukemia. Moskow melakukan studi kasus kelola pada 204 pasien dengan paparan paternal/maternal terhadap pestisida dan produk minyak bumi. Terdapat peningkatan resiko leukemia pada keturunannya.Blastosit abnormal gagal berdiferensiasi menjadi bentuk dewasa, sementara proses pembelahan berlangsung terus. Sel ini mendesak komponan hemopoetik normal sehingga terjadi kegagalan sumsum tulang memproduksi sel-sel darah. Di samping itu, sel abnormal, tadi melalui peredaran darah melakukan infiltrasi ke organ tubuh2Gejala klinik dan pemeriksaan darah lengkap dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis leukemia. Namun untuk memastikannya harus dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang, dan dilengkapi dengan pemeriksaan radiografi dada, cairan serebrospinal, dan beberapa pemeriksaan penunjang lain. Gejala umum LLA menggambarkan adanya kegagalan sistem hematopoesis yang normal yaitu terjadinya anemia, trombositopenia dan neutropenia. Pucat, lemas, demam, perdarahan, nyeri tulang adalah gejala yang sering ditemukan. Limfadenopati, hepatomegali, dan splenomegali merupakan temuan klinis yang sering didapatkan dan menandakan adanya infiltrasi ekstra medular. Lamanya gejala dapat bervariasi dalam beberapa hari hingga bulan sebelum terdiagnosis4

Diagnosa banding leukemia pada anak yang perlu dipikirkan antara lain anemia aplastik, gangguan mieloproliferatif, ITP, keganasan lain, penyakit reumatologi atau penyakit kolagen vaskuler, sindrom hemofagosit familial atau induksi virus, infeksi virus Ebstein-Barr, infeksi mononukleosis, reaksi leukemoid dan sepsis1Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penanganan suportif meliputi pengobatan gejala yang menyertai leukemia dan pengobatan komplikasi antara lain berupa pemberian transfusi darah/trombosit, pemberian antibiotik, pemberian obat untuk meningkatkan granulosit, obat anti jamur, pemberian nutrisi yang baik, dan pendekatan aspek psikososial.1Terapi kuratif/spesifik bertujuan untuk menyembuhkan leukemianya berupa kemoterapi yang meliputi induksi remisi, profilaksis susunan saraf pusat dan rumatan. Klasifikasi resiko normal atau resiko tinggi, menentukan protokol kemoterapi. Saat ini di Indonesia sudah ada 2 protokol pengobatan yang lazim digunakan untuk pasien LLA yaitu Protokol Nasional (Jakarta) dan protokol WK-ALL 2000. Terapi induksi berlangsung 4-6 minggu dengan dasar 3-4 obat yang berbeda (deksametason, vinkristin, L-asparaginase dan atau antrasiklin). Kemungkinan hasil yang dapat dicapai remisi komplit, remisi parsial atau gagal. Intensifikasi merupakan kemoterapi intensif tambahan setelah remisi komplit dan untuk profilaksi leukemia pada susunan saraf pusat. Hasil yang diharapkan adalah tercapainya perpanjangan remisi dan meningkatkan kesembuhan. Terapi lanjutan rumatan denagn menggunakan obat merkaptopurin tiap hari dan metotreksat sekali seminggu, secara oral dengan sitostatika lain selama perawatan tahun pertama. Lamanya terapi rumatan ini pada kebanyakan studi adalah 2-21/2 tahun dan tidak ada keuntungan jika perawatan sampai dengan 3 tahun.1Pasien dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan dan bebas gejala klinis leukemia, pada aspirasi sum-sum tulang didapatkan jumlah sel blas < 5% dari sel berinti, hemoglobin > 12 g/dl tanpa transfusi, jumlah leukosit > 3000/ul dengan hitung leukosit normal, jumlah granulosit > 2000/ul, jumlah trombosit > 100.000/ul, dan pemeriksaan cairan serebrospinal normal.1Transplantasi sumsum tulang mungkin akan memberikan kesempatan untuk sembuh, khususnya bagi anak-anak dengan leukemia sel-T yang setelah relaps mempunyai prognosis yang buruk dengan terapi sitostatika konvensional.1Sebelum ada pengobatan untuk leukemia, penderita akan meninggal dalam waktu 4 bulan setelah penyakitnya terdiagnosis. Lebih dari 90% penderita penyakitnya bisa dikendalikan setelah menjalani kemoterapi awal. Banyak gambaran klinis telah dipakai sebagai indikator prognosis, tetapi kehilangan arti karena keberhasilan terapi. Misalnya, imunofenotip penting dalam mengarahkan terapi ke arah resiko,tetapi arti prognostiknya telah lenyap berkatregimen terapi kontemporer. Karena itu, terapi merupakan faktor prognositik penting. Hitung leukosit awal mempunyai hubungan liner terbalikdengan kemungkinan sembuh. Umur pada waktu diagnosis juga merupakan salah satu tanda yang dapat dipercaya (reliable). Penderita berumur lebih dari 10 tahun dan yang kurang dari 12 bulan yang mempunyai penyusunan kembali (rearrangement) kromosom yang menyangkut regio 11q23,jauh lebih buruk dibanding anak dari kelompok umur pertengahan (intermediete). Beberapa kelainan kromosom mempengaruhi hasil terapi. Hiperploidi lebih dari 50 kromosom berkaitan dengan hasil terapi baik dan memberi respon terhadap terapi berbasis antimetabolit. Dua translokasi kromosom t(9;22), atau kromosom Philadelpia, dan t(4;11) mempunyai prognosisburuk. Beberapa peneliti menganjurkan CST selama remisi inisial pada penderita dengan translokasi tersebut. LLA progenitor sel B dengan t(1;19) mempunyai prognosis kurang baikdibandingkan kasus lain dengan imunofenotip ini, hanya 60% dari penderita akan remisi setelah 5 tahun jika tidak mendapat terapi sangat intensif.II. KASUSa. Anamnesis:Pasien masuk IGD RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang pada tanggal 15 Agustus 2014 jam 01:13Dilakukan anamnesis pada Senin, 25 Agustus 2014 di ruang kelas III anak (Kenanga) jam 19.00 WITA melalui :Alloanamnesis : Ibu dan ayah pasien Identitas Nama : An.HOTUsia : 10 tahunJenis Kelamin: Laki-lakiAnak ke: 2 dari 3 bersaudaraAlamat: OenlasiOrang Tua: Ayah/Usia: Tn.JT/39 tahun Pekerjaan : Sopir Ibu/usia: Ny.IL/32 tahun Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Keluhan utama : Demam sejak 3 minggu SMRS Riwayat penyakit sekarang :Demam dialami sejak 3 minggu yang lalu. Demam dirasakan hilang timbul dan demam timbul di saat yang tidak menentu, keringat dingin (-), menggigil (-), kejang (-). Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 3 minggu yang lalu, dahak (+), darah (-), tidak ada sesak. Pasien mengatakan sejak 3 minggu belakangan pasien sering merasakan nyeri kepala yang dirasakan tiba-tiba kemudian hilang secara perlahan. BAB konsistensi lunak, tidak ada darah, tidak keras. BAK lancar dalam sehari pasien BAK 3-5 kali, tidak ada nyeri saat BAK, tidak ada darah, warna kencing kuning, volume tiap kali kencing kurang lebih gelas. Makan minum baikPasien juga mengeluhkan adanya benjolan pada leher kanan dan kiri sejak 1 bulan SMRS. Benjolan membesar secara perlahan tiap hari. Pada saat diperiksa, teraba benjolan dengan diameter kurang lebih 3 cm, konsistensi lunak, tepi rata, permukaan licin, tidak ada nyeri tekan, mobile. Gusi berdarah sejak 3 minggu SMRS, Mimisan (-), terdapat bintik-bintik perdarahan di seluruh tubuh. Sejak timbulnya bintik-bintik perdarahan dan gusi berdarah, ibu pasien mengeluhkan anaknya terlihat semakin pucat, hal ini yang membuat ibu semakin cemas sehingga membawa anaknya ke IGD RSUD Prof Dr.W.Z Johannes Kupang. Riwayat penyakit dahulu : Pasien tidak punya riwayat sakit dan dirawat di rumah sakit sebelumnya. Riwayat Pengobatan :Belum pernah mendapat pengobatan apapun sebelumnya. Riwayat Penyakit Keluarga :Keluarga tidak punya keluhan yang sama. Riwayat Kelahiran :Pasien lahir tanggal 3 Mei 2004, partus spontan di rumah ditolong dukun. Riwayat Imunisasi :Imunisasi diakui lengkap sesuai umur. Tetapi ibu lupa jumlah suntikan di lengan dan paha dan waktu suntikan. Riwayat ASI dan Makanan :Pasien diberikan ASI sampai umur 2,5 tahun. ASI ekslusif sampai 6 bulan. MPASI diberikan sejak berusia 6 bulan berupa bubur saring.

Riwayat perkembangan pasien:Pasien sudah dapat membolak-balikkan tubuhnya pada usia 3 bulan, gigi pertama usia 9 bulan, berdiri usia 8 bulan, duduk usia 1 tahun, jalan sendiri usia 2 tahun, mulai bicara kata perkata usia 2 tahun. Riwayat penyakit yang pernah diderita:Mencret (+), malaria saat berusia 2 tahunb. Pemeriksaan FisikKeadaan umum : Pasien tampak sakit sedangSuhu aksila: 36,9C Nadi : 118x/m, reguler, kuat angkat, isi cukup dan diukur saat anak sedang berbaring tenang.Laju pernapasan: 28x/m, diukur saat anak sedang berbaring tenangBerat badan: 23 kgTinggi badan: Status gizi: NormalStatus Generalis: Kulit : tampak pucat, ikterus tidak ada, sianosis tidak ada baik sianosis sentral maupun sianosis perifer, terdapat bintik-bintik kemerahan pada dada pasien. Kepala: bentuk bulat, tanda trauma kepala tidak ada, rambut tebal, hitam dan tidak mudah tercabut. Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-) Hidung : sekret (-), deformitas tidak ada, pernapasan cuping hidung (-), darah (+) Telinga : simetris, tidak ada kelainan anatomi, otore (-), Mulut : bibir pucat dan kering, lidah merah muda, atropi (-), tidak ada ulcerasi mulut, celah pallatum juga tidak ada. Tonsil T0/T0. Faring tidak hiperemis. Stomatitis tidak ada. Leher : teraba pembesaran kelenjar getah bening. Thorax :bentuk dada normal, simetris pengembangan dadanya, penggunaan otot bantu pernapasan tidak ada.

Cor : Inpeksi : ictus cordis tidak terlihat Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 midclavicula sinistra, thrill tidak ada Perkusi : tidak dilakukan Auskultasi : BJI dan BJII tunggal, reguler, terdengar murmur, gallop tidak terdengar Pulmo : Inspeksi : pengembangan dada saat inspirasi simetris, tidak menggunakan otot bantu pernapasan Perkusi : sonor dan sama kesan bunyi ketuknya di lapangan paru kanan dan lapangan paru kiri Auskultasi : bunyi napas vesikuler (+), ronkhi tidak ada, wheezing juga tidak ada. Abdomen: Inspeksi : simetris, supel, mengikuti gerakan napas, tidak terlihat venektasi atau pelebaran vena di daerah abdomen. Auskultasi : terdengar bunyi peristaltik dan kesan normal Palpasi : perut supel dan teraba pembesaran hepar 3 jari di bawah arcus costae, nyeri tekan (+), lien tidak teraba. Turgor kulit < 3 detik. Perkusi : timpani di daerah abdomen, pekak di regio kanan atas. Genitalia : tidak ada kelainan Ekstremitas : akral hangat, CRT 10 %, atypical limfosit (+), Basket cell (+)T:Kesan jumlah sangat menurunKesimpulan: kesan gambaran curiga ALL-L1

a. Resume :Seorang laki-laki usia 10 tahun datang dengan keluhan demam yang dialami sejak 3 minggu SMRS, pasien juga mengeluhkan batuk sejak 3 minggu SMRS. Pasien mengatakan sejak 3 minggu belakangan pasien sering merasakan nyeri kepala yang di rasakan tiba-tiba kemudian hilang secara perlahan, pasien juga mengeluhkan adanya benjolan pada leher kanan dan kiri sejak 1 bulan SMRS. Benjolan membesar secara perlahan tiap hari. Pada saat diperiksa, teraba benjolan dengan diameter kurang lebih 3 cm, konsistensi lunak, tepi rata, permukaan licin, tidak ada nyeri tekan, mobile. Gusi berdarah sejak 3 minggu SMRS, Mimisan (-), terdapat bintik-bintik perdarahan di seluruh tubuh.Keadaan umum pasien saat diperiksa sadar dengan tanda vital dalam batas normal. Nadi 118x/m, pernapasan 28x/menir, suhu pasien 36,9C. Status generalis pasien, pasien tampak pucat tanpa ikterus dan sianosis dan terdapat bintik kemerahan pada dada, konjungtiva anemis, sklera anikterik. Terdapat pembesaran kelenjar getah benih pada leher kanan. Thorak simetris dan tak ada retraksi, bunyi jantung I dan II tunggal dan teratur terdengar murmur dan gallop tidak terdengar, bunyi napas vesikuler tanpa ronkhi dan wheezing. Perut pasien tampak cembung, simetris, dengan bising usus kesan normal, teraba pembesaran hepar 4 jari di bawah arcus costae dan lien tidak teraba, turgor < 3 detik. Akral hangat dan telapak tangan dan kaki terkesan pucat, CRT < 2 detik.b. Diagnosis : Leukemia Susp. ALLc. Rencana Diagnosa: DL, Blood Smear dan BMPd. Rencana Terapi : IVFD D 5 NS 1560 cc/24 jam Transfusi trombosit 4 unit/hari Transfusi PRC 1 bag/hari Lasix 15 mg iv pre transfusi Rujuke. Rencana pemantauan: Keadaan umum Keluhan Tanda-tanda vital Asupan cairan dan diet pasienIII. DISKUSITabel.1 Karakteristik dan Gejala pada anak dengan LLA

Pada tabel di atas terlihat presentasi paling tinggi kejadian LLA pada anak berusia 3-10 tahun, dan lebih sering terjadi pada anak kulit putih. Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti. Diperkirakan bukan penyebab tunggal tetapi gabungan dari faktor resiko antara lain virus, faktor genetik, kelainan herediter, faktor lingkungan1,2,3. Pada kasus ini, pasien berumur 10 tahun dan berjeniskelamin laki-laki, kasus ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kejadian LLA meningkat pada usia 3-10 tahun sebesar 54 % dan pada laki-laki sebesar 57 %. Melalui anamnesis diketahui pasien berasal dari keluarga dengan status sosial dan ekonomi rendah. Ayah pasien adalah seorang sopir dan ibu pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien memiliki 1 orang kakak dan 1 orang adik, anak pertama berusia 14 tahun dan adik pasien berusia 2 tahun. Riwayat persalinan pasien di rumah dibantu dukun. Dari riwayat sosial ekonomi dan riwayat persalinan pasien memiliki faktor resiko tinggi terjadinya infeksi. Dari etiologi yang telah dijelaskan di atas pada pasien ini faktor infeksi merupakan faktor yang paling berperan untuk terjadinya leukemia. Dari anamnesis tidak ditemukan adanya faktor lain yang ikut berperan dalam kejadian leukemia pada pasien ini.

Tabel.2 Gejala Klinis pasien LLA

Childrens Cancer Study Group (1982) Acute lymphoblastic leukemia. In: Teppi CK (ed) Major topics in pediatric and adolescent oncology. Hall, Boston, pp 342

Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan demam yang dialami 3 minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Saat anamnesis lebih lanjut ibu pasien mengatakan 3 minggu terakhir pasien sering mimisan dan gusi berdarah serta terdapat benjolan dileher kanan dan lipat paha kiri dan kanan. Pada saat pemeriksaan terdapat bintik kemerahan (petekiae) pada dada, punggung dan perut pasien yang merupakan manifestasi klinis dari perdarahan. Pada pasien ini juga terdapat hepatosplenomegali. Dari gejala klinis yang ditemukan pada pasien sesuai dengan teori gejala klinis pada pasien leukemia yang terlihat pada tabel di atas antara lain berupa general symptoms, lymphadenopathy, hepatosplemomegaly. Gejala umum LLA menggambarkan adanya kegagalan sistem hematopoesis yang normal yaitu terjadinya anemia, trombositopenia dan neutropenia4. Pada pemeriksaan sel darah merah kadang dalam batas normal, tetapi lebih sering terjadi penurunan dari kadar hemoglobin, retikulosit juga mengalami penurunan. Jumlah sel darah putih bisa normal, rendah maupun meningkat. Pada anak dengan leukopenia, ditemukan beberapa sel limfoblast yang atipikal. Pada anak dengan leokositosis ditemukan sel blast. Pada anak dengan leukositosi dimana jumlah WBC > 100x10 9 maka akan ditemukan sel blast yang predominan6. Pada tabel 3 dijelaskan jumlah sel darah pada pasien leukemia. Pada tabel tersebut terlihat bahwa pada psien leukemia kadar hemoglobin 7-11 g/dl memiliki presentasi paling tinggi, kemudian kadar leukosit 10 %, atypical limfosit (+), Basket cell (+), T:Kesan jumlah sangat menurun, Kesimpulan: kesan gambaran curiga ALL-L1.Tabel 4.Klasifikasi Limfoblast

Pemeriksaan penunjang untuk diagnosa pasti Leukemia adalah BMP (Bone Marrow Punction). Pemeriksaan BMP harus bisa dilakukan oleh semua dokter anak, namun di Kupang alat yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan tidak lengkap sehingga pasien harus dirujuk, namun pasien menolak rujukan dengan alasan tidak ada biaya. Pada tabel 5 di bawah dijelaskan analisis yang dilakukan pada pemeriksaan Bone Marrow Punction. Jika BMP dilakukan di Kupang hasilnya akan dianalisa oleh dokter Spesialis Patologi Anatomi, tetapi terapi kuratifnya berupa kemoterapi tidak bisa dilakukan di Kupang karena persediaan obat tidak lengkap kemudian belum tersedia ruangan khusus untuk pasien kemoterapi sehingga sebaiknya pasien dengan LLA dirujuk untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.Tabel 5. Analisa Bone Marrow

Penanganan leukemia meliputi terapi kuratif dan suportif. Penanganan suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia dan pengobatan komplikasi antara lain berupa pemberian transfusi darah/trombosit, pemberian antibiotik, pemberian obat untuk meningkatkan granulosit, obat anti jamur, pemberian nutrisi yang baik, dan pendekatan aspek psikososial.1Pada pasien ini hanya dilakukan terapi suportif berupa transfusi PRC, transfusi trombosit dan pemberian obat simptomatik gejala batuk, pilek dan demam.IV. Prognosis

Berdasarkan faktor prognostik maka pasien dapat digolongkan kedalam kelompok resiko biasa dan resiko tinggi. Para ahli telah melakukan penelitian dan membuktikan faktor prognostik itu ada hubungan dengan in vitro resistanceFaktor prognostik LLA, sbb:a. Jumlah leukosit awal, yaitu pada saat diagnosis ditegakkan, mungkin merupakan faktor prognosis yang bermakna tinggi. Ditemukan adanya hubungan linier antara jumlah leukosit awal dan perjalanan pasien LLA pada anak, yaitu bahwa pasien dengan jumlah leukosit >50.000 ul mempunyai prognosis yang buruk.b. Ditemukan pula adanya hubungan antara umur pasien saat diagnosis dan hasil pengobatan. Pasien dengan umur dibawah 18 bulan atau di atas 10 tahun mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan dengan pasien berumur diantara itu. Khusus pasien dibawah umur 1 tahun atau bayi terutama di bawah 6 bulan mempunyai prognosis paling buruk. Hal ini dikatakan karena mereka mempunyai kelainan biomolekuler tertentu.c. Fenotipe imunologis dari limfoblas saat diagnosis juga mempunyai nilai prognostik. Leukemia sel-B (L3 pada klasifikasi FAB) dengan antibodi kappa dan lambda pada permukaan blas diketahui mempunyai prognosis yang buruk.d. Nilai prognostik jenis kelamin telah banyak dibahas. Dari berbagai penelitian, sebagian besar menyimpulkan bahwa anak perempuan mempunyai prognosis yang lebih baik dari anak laki-laki. Hal ini dikatakan karena timbulnya relaps testis dan kejadian leukemia sel-T yang tinggi, hiperleukositosis dan organomegali serta massa mediastinum pada anak laki-laki.e. Respons terhadap terapi dapat diukur dari jumlah sel blas di darah tepi sesudah 1 minggu terapi prednison dimulai. Adanya sisa sel blas pada sumsum tulang pada induksi hari ke-7 atau 14 menunjukkan prognosis buruk.f. Kelainan jumlah kromosom juga mempengaruhi prognosis.Pada pasien ini dilihat dari jumlah leukosit awal saat diagnosis ditegakkan yaitu >50.000 (129.830) memiliki prognosis yang buruk. Kemudian dilihat dari umur, dikatakan pasien dengan usia di bawah 8 bulan dan di atas 10 tahun memilki prognosis yang buruk, pada psien ini dengan usia 10 tahun bisa disimpulkan prognosisnya baik. Jika dilihat dari jenis kelamin disimpulkan pada pasien ini memiliki prognosis buruk. Ada beberapa faktor prognostik lain yang tidak dapat diperiksa di Kupang dengan alasan biaya mahal dan fasilitasnya tidak memadai berupa pemeriksaan fenotipe imunologis dan pemeriksaan kromosom.V. RingkasanSeorang anak laki-laki berusia 10 tahun dengan demam 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Demam dialami sejak 3 minggu yang lalu. Demam dirasakan hilang timbul dan demam timbul di saat yang tidak menentu. Pasien juga mengeluhkan adanya benjolan pada leher kanan dan kiri sejak 1 bulan SMRS. Benjolan membesar secara perlahan tiap hari. Pada saat diperiksa, teraba benjolan dengan diameter kurang lebih 3 cm, konsistensi lunak, tepi rata, permukaan licin, tidak ada nyeri tekan, mobile. Gusi berdarah sejak 3 minggu SMRS, Mimisan (-), terdapat bintik-bintik perdarahan di seluruh tubuh. Anak tersebut didiagnosis dengan Leukemia Susp. LLA dan RFA berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Pada kasus ini, pasien datang dengan demam yang dialami sejak 3 minggu SMRS, dan hasil pemeriksaan darah lengkap menunjukkan hasil adanya peningkatan dari leukosit dan penurunan jumlah hemoglobin dan trombosit. Sedangkan pada blood smear ditemukan E: Normokrom anisopoikilositosis, L: Kesan jumlah sangat meningkat, limfosit > 10 %, atypical limfosit (+), Basket cell (+), T:Kesan jumlah sangat menurun, Kesimpulan: kesan gambaran curiga ALL-L1. Pada LLA pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa adalah BMP, namun pada pasien ini tidak dilakukan BMP karena pasien menolak rujukan dengan alasan tidak ada biaya. Terapi kuratif/spesifik bertujuan untuk menyembuhkan leukemianya berupa kemoterapi yang meliputi induksi remisi, profilaksis susunan saraf pusat dan rumatan. Klasifikasi resiko normal atau resiko tinggi, menentukan protokol kemoterapi. Saat ini di Indonesia sudah ada 2 protokol pengobatan yang lazim digunakan untuk pasien LLA yaitu Protokol Nasional (Jakarta) dan protokol WK-ALL 2000. Pada pasien ini Pada pasien ini hanya dilakukan terapi suportif berupa transfusi PRC, transfusi trombosit dan pemberian obat simptomatik gejala batuk, pilek dan demam.

DAFTAR PUSTAKA

. Purmono B, Sutaryo, Urgasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2010. Hal:236-243

2. Soemyarso NA, Saharso D, Arief S. Modul Pembelajaran Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-1. Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair, 2014. Hal:115-121

3. Windiastuti E, Sari TT, Yuniar I, Indawati W. Peran Dokter Anak dalam Diagnosis Dini dan Pemantauan Keganasan pada Anak. Edisi ke-1. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, 2011. Hal 28-33

4.Refereat Leukemia pada Anak. http://www.academia.edu/4901858/52407689-REFERAT-LEUKEMIA-PADA-ANAK-almost-done. Diunduh pada tanggal 25 Agustus 2014

5. Dyahferi H, Larasati MCS, Andarsini MR, Urgasena IDG, Permono B. Hubungan Antara Immature Platelet Fraction dan Megakariosit Sebagai Evaluasi Sistem Thrombopoetik setelah Fase Induksi Kemoterapi pada Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut. Dalam : Sari Pediatri Vol.16, (Supl 2), Agustus 2014. Hal 14-18

6. Imbach P, Kuhne Th, Arceci R. Pediatric Oncology. New York: Springer Verlag Berlin, 2006. Hal 28-45

| LAPORAN KASUS RAWAT INAP Leukemia Limfoblastik Akut19