laporan kasus ok

49
LAPORAN KASUS OK "MANAJEMEN ANESTESI SPINAL PADA KASUS APENDISITIS"

Upload: kartikasariirdan

Post on 12-Jan-2016

70 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

laporan

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Ok

LAPORAN KASUS OK"MANAJEMEN ANESTESI SPINAL

PADA KASUS APENDISITIS"

Page 2: Laporan Kasus Ok

Nama : Nn. H Jenis kelamin : Perempuan Umur : 20 tahun Alamat : Kaponan Rt 02 Rw

01, Pakis-Magelang

Diagnosis Pre Op : Apendisitis Tindakan Op : Apendektomi Tanggal Masuk : 5 Mei 2014 Tanggal Operasi : 6 Mei 2014

a. Identitas pasien

Page 3: Laporan Kasus Ok

BB : 45 kg TB : 155 cm IMT : 19.56 (eutropis)

b. Pemeriksaan pre- anestesi

Page 4: Laporan Kasus Ok

Jalan napas clear, batuk (-) , pilek (-), sesak (-) , asma (-) alergi (-)

RR : 20 x/ menit Pulmo :SD. Ves +/+ , Rh -/- , Wh -/ - Teeth : bolong (-), gigi palsu (-) Tongue : dbn Tonsil : T1- T1 Mallampati Test : Mallampati 2 Pembukaan mulut sebesar 3 jari Trakea dalam posisi lurus, dbn Tiroid : tidak teraba pembesaran, Nyeri tekan (-)

Breath (B1)

Page 5: Laporan Kasus Ok

Riwayat Leher pegal, kaku (-), Riw. Hipertensi (-), Riw. DM (-)

Tekanan Darah : 110/ 70 mmHg Nadi : 80 x/menit Cor: S1> S2 , regular, murni, M (-) , G (-) EKG : sinus rhythm Hasil Lab :

◦ WBC : 10.6 ◦ RBC : 5.45◦ HCT : 13.8◦ HGB : 12.3◦ PLT : 286.000◦ PCT : 0.203◦ SGOT : 17◦ SGPT : 15

Blood (B2)

Page 6: Laporan Kasus Ok

GCS : E4 V5 M6 . kesadaran Compos mentis, tampak sakit sedang

Reflex cahaya +/+, pupil : Isochor +/+ Pusing (-), Muntah (-) Riwayat Trauma (-)

Brain (B3)

Page 7: Laporan Kasus Ok

Riwayat nyeri pinggang (-) Riw. GGA/GGK (-) BAK (+) warna kuning jernih, nyeri saat BAK (-)

Bladder (B4)

Bowel (B5)

BU (+) , BAB (+) Hepar : tidak teraba pembesaran, Lien : Tidak terabaAbdomen supel, timpani, nyeri tekan (-)Mual (-) muntah (-) Riwayat Gastritis (-)

Page 8: Laporan Kasus Ok

Deformitas (-) Edema (-) Sianosis (-) Temperature : 36.3 derajat

Bone (B6)

Page 9: Laporan Kasus Ok

Persiapan pasien :◦ Informed Consent◦ Pasien puasa 6 jam pre op◦ Infuse RL 20 tpm

Persiapan alat anestesi :STATICS :S : Scope : Stetoskop, LaringoskopT: Tubes : Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed)

c. Rencana anestesi

Page 10: Laporan Kasus Ok

A: Airway : Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung- faring (nasotracheal airway)

T: Tape : PlesterI : Introducer : mandarin atau stiletC : Connector : penyambung pipa dan

peralatan anesthesiaS : SuctionSpinal Set :

◦ Jarum spinal dengan ujung tajam/ jarum spinal dengan ujung tumpul dan stilet

◦ Kassa, betadine dan alcohol◦ Spuit 5 cc

Page 11: Laporan Kasus Ok

Persiapan obat- obatan :◦ Lidocain 2 %◦ Bupivacain 0,5 %

Jenis Anestesi : Regional Spinal Anestesi

Page 12: Laporan Kasus Ok

Persiapan pasien :◦ Informed Consent◦ Pasien puasa 6 jam pre op◦ Infuse RL 20 tpm

Persiapan alat anestesi :STATICS :S : Scope : Stetoskop, LaringoskopT: Tubes : Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed)

d. Pelaksanaan operasi

Page 13: Laporan Kasus Ok

A: Airway : Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung- faring (nasotracheal airway)

T: Tape : PlesterI : Introducer : mandrin atau stiletC : Connector : penyambung pipa dan

peralatan anesthesiaS : SuctionSpinal Set :

◦ Jarum spinal dengan ujung tajam/ jarum spinal dengan ujung tumpul dan stilet

◦ Kassa, betadine dan alcohol◦ Spuit 5 cc

Page 14: Laporan Kasus Ok

Persiapan obat- obatan :◦ Lidocain 2 %◦ Bupivacain 0,5 %

Jenis Anestesi : Regional Spinal Anestesi

Page 15: Laporan Kasus Ok

Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal (CSF).

Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.

Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.

Regional spinal anestesi

Page 16: Laporan Kasus Ok
Page 17: Laporan Kasus Ok

Bedah ekstremitas bawah Bedah panggul Tindakan sekitar rektum perineum Bedah obstetrik-ginekologi Bedah urologi Bedah abdomen bawah Pada bedah abdomen atas dan bawah

pediatrik biasanya dikombinasikan dengan anesthesia umum ringan.

Indikasi

Page 18: Laporan Kasus Ok

Pasien menolak Infeksi pada tempat suntikan Hipovolemia berat, syok Koagulapatia atau mendapat terapi

koagulan Tekanan intrakranial meningkat Fasilitas resusitasi minim Kurang pengalaman tanpa didampingi

konsulen anestesi.

Kontraindikasi absolut

Page 19: Laporan Kasus Ok

Infeksi sistemik Infeksi sekitar tempat suntikan Kelainan neurologis Kelainan psikis Bedah lama Penyakit jantung Hipovolemia ringan Nyeri punggung kronik

Kontra indikasi relatif

Page 20: Laporan Kasus Ok

Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:

Persiapan analgesia spinal

Page 21: Laporan Kasus Ok

Informed consent : tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinal

Pemeriksaan fisik : tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung

Pemeriksaan laboratorium anjuran : Hb, ht,pt,ptt

Peralatan analgesia spinal :◦ Peralatan monitor: tekanan darah, pulse oximetri, ekg◦ Peralatan resusitasi

Jarum spinal◦ Jarum spinal dengan ujung tajam(ujung bamboo

runcing, quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point whitecare).

Page 22: Laporan Kasus Ok

Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.

Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.

Teknik analgesia spinal

Page 23: Laporan Kasus Ok

Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.

Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.

Beri anastesi lokal pada tempat tusukan (Bupivacain 20 mg)

Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc.

Page 24: Laporan Kasus Ok

Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut

Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal

Setelah resensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar

Page 25: Laporan Kasus Ok

Faktor yang mempengaruhi : Volume obat analgetik lokal: makin besar

makin tinggi daerah analgesia Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi

batas daerah analgesia Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-

ulang meninggikan batas daerah analgetik. Kecepatan: penyuntikan yang cepat

menghasilkan batas analgesia yang tinggi. Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.

Tinggi blok anestesia spinal

Page 26: Laporan Kasus Ok

Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi.

Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung berkumpul ke kaudal(saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung menyebar ke cranial.

Berat jenis larutan: hiper,iso atau hipo barik Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis

yang sama didapat batas analgesia yang lebih tinggi. Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna

vertebralis makin besar dosis yang diperlukan.(BB tidak berpengaruh terhadap dosis obat)

Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan analgetik sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi pasien.

Page 27: Laporan Kasus Ok

1. Factor utama:a) Berat jenis anestetik local(barisitas)b) Posisi pasienc) Dosis dan volume anestetik local

2. Faktor tambahan :a) Ketinggian suntikanb) Kecepatan suntikan/barbotasec) Ukuran jarumd) Keadaan fisik pasiene) Tekanan intra abdominal

Penyebaran anastetik local tergantung:

Page 28: Laporan Kasus Ok

Jenis anestetia local Besarnya dosis Ada tidaknya vasokonstriktor Besarnya penyebaran anestetik local

Lama kerja anestetik local tergantung:

Page 29: Laporan Kasus Ok

Komplikasi dini / intraoperatif : Hipotensi Anestesi spinal tinggi / total. Henti jantung Mual dan muntah Penurunan panas tubuh Parestesia.

Komplikasi anestesi spinal

Page 30: Laporan Kasus Ok

◦ Post dural Puncture Headache (PDPH)◦ Nyeri punggung (Backache)◦ Cauda equine sindrom◦ Meningitis◦ Retensi urine◦ Spinal hematom.◦ Kehilangan penglihatan pasca operasi

Komplikasi lanjut

Page 31: Laporan Kasus Ok

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.

Apendisitis

Page 32: Laporan Kasus Ok

Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri.

obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks, biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan

Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica.1,2

Etiologi

Page 33: Laporan Kasus Ok

Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks.

Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya.

Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen.

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa

Patogenesis

Page 34: Laporan Kasus Ok

Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat

Manifestasi klinik

Page 35: Laporan Kasus Ok

Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.

Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).

Pemeriksaan

Page 36: Laporan Kasus Ok

Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.

Page 37: Laporan Kasus Ok

Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri

Page 38: Laporan Kasus Ok

Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat

Page 39: Laporan Kasus Ok

Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum

Page 40: Laporan Kasus Ok

Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah segera dilakukan apendiktomi.

Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob.

Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan.

Jika gejala berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah dilakukan terapi antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah

Tata laksana

Page 41: Laporan Kasus Ok

1. PRE- OPERATIF ◦ Informed consent

Memberitahu dan meminta persetujuan pasien bahwa akan dilakukanh tindakan anestesi spinal untuk menghilangkan rasa sakit saat operasi berlangsung dan juga member tahu pasien kalau tidak dapat menggerakan kakinya selama 2-3 jam saetelah dibius. Penggunaan regional anestesi adalah untuk kenyamanan pasien pada saat dilakukan apendektomi.

BAB. III PEMBAHASAN

Page 42: Laporan Kasus Ok

◦ Pasien duduk di meja operasi dengan kepala menunduk sambil memeluk bantal agar prosesus spinosus L4-L5 mudah teraba

◦ Mempersiapkan dan pasang alat monitoring tekanan darah, nadi dan oksimetri denyut (pulse oximeter) untuk monitoring selama operasi berlangsung.

Page 43: Laporan Kasus Ok

◦ Persiapan jarum spinal 27G, spuit 3cc dan BupivacaineHCl 5mg/ml : 3ml untuk memblok saraf spinal . sebelumnya dilakukan aseptic pada region L4-L5 dengan betadine untuk mencegah infeksi

◦ Setelah dilakukan anestesi spinal , baringkan pasien dan kepala diberi bantalan. Kemudian dilanjutkan pemberian oksigen 3L/menit menggunakan nasal kanul sebagai pemeliharaan anestesi

Page 44: Laporan Kasus Ok

◦ Lama operasi 30 menit . monitoring vital sign yaitu denyut jantung, tekanan darah dan SpO2 selama operasi.

◦ Pethidine/ fentanyl sebagai analgesic untuk mengurangi rasa nyeri

◦ Ondansetrone 4mg sebagai penanggulangan mual dan muntah pasca operasi

◦ Midazolam 2mg sebagai sedativa◦ Ketorolac 30 mg sebagai analgetik untuk

mengurangi rasa nyeri pada pasien post operatif

2. Durante operasi diberikan :

Page 45: Laporan Kasus Ok

◦ Cairan yang diberikan yaitu RL 2 kolf Maintenance : 45 kgx 2ml/kgBB/jam = 90

ml/jam Puasa : 6 jam x 90ml/jam = 540 ml IWL : 6 jam/kg x 45 kg = 270 ml 1 jam awal = (1/2xP)+M+IWL = 630 ml 2-3 jam selanjutnya = 495 ml

Total cairan = 630 ml + (1/2 jam x 495ml) = 877.5 ml = 2 kolf

Page 46: Laporan Kasus Ok

◦ Pasien dibawa ke ruangan pemulihan dimana layaknya pasien dilakukan monitoring terhadap Bromage skor, berupa gerakan ekstermitas bawah.

◦ Bila pasien mampu menggerakan tungkai bawah secara penuh, nilainya 0, bila pasien mampu menekuk lutut dan tak bisa mengangkat kaki nilainya 1, bila pasien tidak mampu menekuk lututdan hanya mampu menekuk pergelangan kaki nilainya 2, bila pasien tidak mampu menggerakan kakiknya secara penuh nilainya 3

◦ Pasien diperbolehkan untuk keluar dari ruang pemulihan dan dirawat di bangsal.

3. Post operatif

Page 47: Laporan Kasus Ok

KESIMPULAN Anestesi spinal adalah anestesi regional

dengan tindakan penyuntikan obat anestetik local kedalam ruang sub arachnoid. Anestesi spinal/ subarachnoid disebut juga blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikan obat analgesic local kedalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4, atau L4-L5.

BAB. IV PENUTUP

Page 48: Laporan Kasus Ok

Pasien dengan kasus apendisitis dapat dilakukan apendektomi dengan tipe anestesi secara regional lewat spinal tanpa penyulit. Setelah apendektomi selesai, pasien pindah ke recovery room dan pindah ke ruangan setelah aldrette score 10.

Page 49: Laporan Kasus Ok

Persiapan preoperatif pada pasien perlu dilakukan agar proses anestesi dapat berjalan dengan baik

Perhatikan kebutuhan cairan pasien saat berlangsungnya operasi

Pemantauan tanda vital selama operasi terus menerus agar dapat melihat keadaan pasien selama pasien dalam keadaan anesthesia.

Saran