laporan kasus hisprung bunga

38
LAPORAN KASUS EMPIEMA Nama : Tika Nurfadilah Angga Munawar Mahbub Nataria Monica Pembimbing: Dr Yuswardi, Sp.B KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU BEDAH RSUD SAMSUDIN SUKABUMI

Upload: tika-nurfadilah

Post on 18-Jul-2016

630 views

Category:

Documents


83 download

DESCRIPTION

asdasdasdasda

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Hisprung Bunga

LAPORAN KASUS

EMPIEMA

Nama : Tika Nurfadilah

Angga Munawar Mahbub

Nataria Monica

Pembimbing: Dr Yuswardi, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK

STASE ILMU BEDAH RSUD SAMSUDIN SUKABUMI

Page 2: Laporan Kasus Hisprung Bunga

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. S

Usia : 11 bulan

Nama Ayah : Tn. N

Umur Ayah : 27 tahun

Pendidikan Ayah : SMP

Pekerjaan Ayah : Wiraswasta

Nama Ibu : Ny. W

Umur Ibu : 20 tahun

Pendidikan Ibu : SMA

Pekerjaan Ibu : IRT

1.2. ANAMNESA ( alloanamnesis dengan ibunya)

Keluhan Utama

Tidak dapat BAB

Keluhan Tambahan

perut kembung

Riwayat Penyakit Sekarang

Ibu os mengatakan anak tidak dapat BAB sejak lahir, dan saat berumur 2 hari perut os

tampak membuncit dan kembung.

Os rewel dan tidak mau minum, sesekali muntah.

Setelah dilakukan colostomy os sering sakit-sakitan dan mengalami diare.

Riwayat Penyakit dahulu

Tidak pernah mengalami sebelumnya.

Riwayat Pengobatan

orang tua pasien mengatakan os saat berumur 2 hari dibawa keklinik dan dilakukan colok

dubur dan dinyatakan terdapat penyempitan pada usus dan dirujuk ke RS.

Pada usia 12 hari Os dilakukan operasi colostomy diposisikan di sebelah kiri.

Pada saat usia 10 bulan dilakukan operasi yang ke dua.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi, diabetes melitus, mag, asma tidak ada

Page 3: Laporan Kasus Hisprung Bunga

Riwayat Alergi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat, cuaca, debu, makanan, bulu.

Riwayat Psikososial

Pasien tinggal di daerah padat penduduk, ventilasinya cukup, dan saluran irigasinya

lancar, dalam satu rumah dihuni oleh 5 orang. Ayah, ibu, dan kakek, neneknya.

Riwayat kehamilan dan persalinan

Pasien merupakan anak tunggal dari kehamilan pertama, selama kehamilan ibu pasien

rajin kontrol ke bidan. Tidak ada riwayat mengkonsumsi obat – obatan, jamu, merokok

selama kehamilan, KPD (-), PEB (-), hipertensi (-) . Pasien lahir spontan, cukup bulan ( 39

minggu ), ditolong bidan, langsung menangis, BBL : 3000 gram, PBL : 47.

Kesan : tidak ada penyulit selama kehamilan dan persalinan.

Riwayat Imunisasi

DASAR LANJUTAN

BCG : 1x, saat usia 1 bulan

Tidak ada imunisasi ulangan

DPT : 3x, saat usia 2, 3, dan 5 bulan

POLIO : 4x, saat usia 6 hari, 2, 4, dan 6 bulan

HEPATITIS B: 3x saat lahir, usia 1 dan 6 bulan

CAMPAK : 1x saat berumur 9 bulan

Kesan : imunisasi dasar lengkap dan lanjutan tidak ada.

Riwayat Nutrisi

Pasien mendapatkan ASI ekslusif sampai 6 bulan dan masi meminum asi sampai sekarang.

Pada usia 6 bulan mulai diberikan makanan pendamping berupa bubur susu 2 kali sehari.

Kesan : asupan makanan baik

Riwayat Tumbuh Kembang

Pertumbuhan

Menurut ibu pasien, pertumbuhan tampak normal sampai usia 11 bulan

Perkembangan

Ranah Milstone Usia pencapaian

Motorik kasar Tengkurap bolak balik 5 bulan

Page 4: Laporan Kasus Hisprung Bunga

Belajar merangkak

10 bulan

Motorik halus Mengambil benda

Bisa memindahkan benda dari

satu tangan ke tangan lain

4 bulan

6 bulan

Bahasa / sosial Tertawa

Senyum

Mengucap 1 kata mama dan

papa

3 bulan

Tidak ingat

10 bulan

Kesan : perkembangan dalam batas normal

1.3. PEMRIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : tampak sakit ringan, rewel

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital

– Suhu : 36,6 C0 di aksila

– Tekanan darah : tidak dilakukan ( anak tidak kooperatif )

– Denyut nadi : 100 x/ menit, irama teratur, kuat angkat.

– Pernapasan : 24 x / menit

Antropometri

– BB : 9,4 kg

– TB : 70 cm

– Lingkar Kepala : 43 cm

Status Gizi

– BB/ U : 9/8 x 100 % = 112.5 % → Gizi baik

– TB/U : 70/68 x 100% = 102.9% → Gizi baik

– BB/ TB: 9/8.4 x 100 % = 107.1% → Gizi baik

Kesan : Gizi Baik/ Cukup

1.4. STATUS GENERALIS

Kepala

Page 5: Laporan Kasus Hisprung Bunga

• Bentuk : Normochepal,ubun-ubun besar tidak cekung

• Rambut : Hitam,distribusi merata, tidak mudah rontok

• Mata : Edema palpebra (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),

refleks cahaya (+/+), pupil isokor, air mata biasa, mata cekung (-/-)

Hidung : Pernapasan cuping hidung (-/-), sekret (+/+), septum deviasi (-), nyeri

tekan (-), epitaksis

• Telinga : Normotia, serumen keluar dari telinga (-/-)

• Mulut :Bibir pucat (-), bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor

(-),stomatitis(-), Tonsil hiperemis (-). Faring hiperemis (-)

• Leher : kaku kuduk (-), brudzinski I dan II (-), Pembesaran KGB (-),

pembesaran kelenjar tiroid (-),

THORAKS

• Inspeksi : Dada simetris, retraksi dinding dada (-) , tidak ada bagian dada yang

tertinggal saat bernafas , scar (-), otot bantu pernapasan (-)

• Palpasi : simetris, vocal fremitus sama dextra-sinistra, tidak ada bagian dada

yang tertinggal saat bernapas, nyeri tekan (-)

• Perkusi : sonor pada semua lapang paru, batas sonor-pekak setinggi ICS 6 linea

midclavicularis dextra

• Auskultasi : Suara paru vesikuler, wheezing (-/-), ronki(-/-)

JANTUNG

• Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

• Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

• Perkusi : Tidak dilakukan ( anak tidak kooperatif )

• Auskultasi : BJ I & II reguler(+), murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN

• Inspeksi : Perut tampak cembung, ada scar bekas operasi.

Page 6: Laporan Kasus Hisprung Bunga

• Auskultasi : Bising usus ( + )

• Palpasi : Turgor kulit kembali cepat, nyeri tekan (-), hepatomegali

(-),splenomegali (-)

• Perkusi : timpani di 4 kuadran abdomen, shifting dullness

EKTREMITAS ATAS

• Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), sianosis (-), scar (-/-), udem (-/-), peteki (-/-)

EKSTREMITAS BAWAH

• Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), sianosis (-), scar (-/-)

STATUS GENERALIS

a/r anus

terdapat bagian usus yang menonjol di luar anus, ukuran kira-kira 5 cm diameter kira-kira 2

cm, permukaan halus, terdapat feses berwarna kuning kecoklatan tidak berdarah dan tidak

ada lendir,konsistensinya kenyal, tidak terdapat nyeri tekan.

Resume

Os tidak dapat BAB sejak lahir dan perut tampak kembung, juga sesekali muntah dan saat

berumur 12 hari OS dilakukan operasi colostomy, dan saat usia 10 bulan os dilakukan operasi

yang kedua.

Pada Pemeriksaan Fisis ditemukan

– Suhu : 36,6 C0 di aksila

– Denyut nadi : 100 x/ menit, irama teratur, kuat angkat.

– Pernapasan : 24 x / menit

Daftar Masalah :

- Tidak dapat BAB

- Perut kembung

Tatalaksana

- Cairan infus RL maintenen 9,4 kg x 100 =

- 940 x 15 tts = 10 tpm makro

Page 7: Laporan Kasus Hisprung Bunga

60 x 24

- Cefotaxim 50-100 mg/kgbb/kali = 9,4 kg x(50-100) = 470 – 940 mg = 500 mg/kali

- Domperidon 0,2-0,4 mg/kgbb/hari = 9,4kg x (0,2-0,4) =1,88 – 3,76 mg

- Ibuprofen 5-10 mg/kgbb/kali = 9,4 kg x (5-10)= 47- 94 mg

- Tindakan bedah (konsulkan ke bagian bedah anak)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 8: Laporan Kasus Hisprung Bunga

2.1 Sejarah Hirschsprung Disease

Pertama kali di deskripsikan oleh Ruysch pada tahun 1691 dan dipopulerkan oleh

Hirschprung tahun 1886, yang mengemukakan 2 kasus obstipasi yang disebabkan

dilatasi kolon. Keadaan tersebut kesatuan klinis tersendiri dan disebut penyakit

Hirschsprung atau megakolon congenital, tetapi patofisiologinya tidak dapat ditentukan

dengan jelas sampai pertengahan abad ke-20, ketika Whitehouse dan Kernohan

menggambarkan aganglionosis pada usus bagian distal sebagai penyebab obstruksi pada

pasien mereka.

Tahun 1886 Hirschsprung Zuelser dan Wilson 1948 mengemukakan bahwa pada

dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis. Sejak saat itu

dikenal aganglionosis congenital.

Pada tahun 1949, Swenson menjelaskan prosedur definitif pertama yang konsisten

untuk penyakit hirschsprung, yaitu rektosigmoidektomi dengan anastomosis coloanal.

Sejak saat itu, operasi lain telah dijelaskan, termasuk teknik Duhamel dan Soave. Baru-

baru ini, kemajuan dalam teknik bedah, termasuk prosedur minimal invasif dan

diagnosis dini telah menghasilkan penurunan morbiditas dan mortalitas bagi pasien

dengan penyakit Hirschsprung. Pada pemeriksaan PA pada penyakit ini tidak ditemukan

sel ganglion Auerbach dan Meissner, serabut saraf menebal dan serabut otot hipertrofik.

Goldstein (2006) menyatakan bahwa migrasi sel-sel krista neuralis yang kemudian

mengadakan proliferasi dan diferensiasi didalam dinding usus akan meningkatkan

pembentukan sel saraf dan sel glial pada sistem saraf intestinal. Kegagalan proses ini

selama fase embriogenesis akan mengakibatkan gangguan motilitas usus seperti yang

terlihat pada penyakit Hirschsprung.

2.2 Epidemiologi Hirschsprung Disease

1) United States, Penyakit Hirschsprung terjadi pada sekitar 1 dari per 5400-7200

kelahiran.

2) Internasional, tidak diketahui frekuensi yang tepat untuk seluruh dunia, walaupun

beberapa penelitian internasional melaporkan angka kejadian sekitar 1 kasus dari

1500 hingga 7000 kelahiran.

3) Mortalitas/Morbiditas

Page 9: Laporan Kasus Hisprung Bunga

a. Sekitar 20% bayi akan memiliki abnormalitas yang melibatkan sistem neurologis,

kardiovaskuler, urologis, atau gastrointestinal.

b. Penyakit Hirschsprung telah diketahui terkait dengan penyakit dibawah ini:

Syndrome Down

Syndrome Neurocristopathy

Waardenburg-Shah Syndrome

Yemenite deaf-blind Syndrome

Piebaldisme

Goldberg-Shprintzen Syndrome

Multiple endocrine neoplasia type II

Syndrome central hypoventilation congenital

c. Megacolon aganglionik yang tidak diatasi pada masa bayi akan menyebabkan

peningkatan mortalitas sebesar 80%. Mortalitas operatif pada prosedur intervensi

sangat rendah.

d. Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi yaitu kebocoran anastomose (5%),

striktur anastomose (5-10%), obstruksi intestinal (5%), abses pelvis (5), dan

infeksi luka (10%). Komplikasi jangka panjang termasuk gejala obstruktif,

inkontinensi, konstipasi kronik, dan enterokolitis, komplikasi ini kebanyakan

didapatkan pada pasien dengan segmen aganglionik yang panjang. Walaupun

kebanyakan pasien akan mendapatkan permasalahan ini setelah operasi,

penelitian jangka panjang telah menunjukkan bahwa lebih dari 90% anak akan

mengalami perbaikan yang bermakna. Pasien dengan segmen aganglionik yang

panjang terbukti memiliki outcome yang lebih buruk.

4) Ras: Penyakit Hirschsprung tidak memiliki predileksi pada ras tertentu.

5) Jenis Kelamin: Penyakit Hirschsprung lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding

perempuan, dengan rasio sekitar 4:1. Akan tetapi, segmen aganglionik yang panjang

sering ditemukan pada pasien perempuan.

6) Umur: Saat ini, sekitar 90% pasien dengan penyakit hirschsprung telah dapat

didiagnosis pada masa perinatal.

2.3 Klasifikasi Hirschsprung Disease

Page 10: Laporan Kasus Hisprung Bunga

Hirschprung Disease diklasifikasikan berdasarkan keluasan segmen

agangliosinosisnya, yaitu:

1) Hirschprung disesase (HD) klasik (75%), segmen aganglionik tidak melewati bagian

atas segmen sigmoid.

2) Long segment HD (20%).

3) Total colonic aganglionosis (3-12%).

Beberapa lainnya terjadinya jarang, yaitu:

1) Total intestinal aganglionosis.

2) Ultra-short-segment HD (melibatkan rektum distal dibawah lantai pelvis dan anus.

Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dibedakan:

1) Penyakit Hirschsprung segmen pendek (70%). Segmen aganglionosis mulai dari anus

sampai sigmoid. Laki-laki lebih sering dari perempuan.

2) Penyakit Hirschsprung segmen panjang. Daerah aganglionosis dapat melebihi

sigmoid, bahkan seluruh kolon atau sampai usus halus. Laki-laki=Perempuan.

Page 11: Laporan Kasus Hisprung Bunga

2.4 Embriologi dan Anatomi

a. Embriologi

Embriologi traktus gastrointestinal (GI) dimulai pada minggu ke-empat masa

gestasi. Usus primitif terbentuk dari lapisan endoderm dan dibagi menjadi tiga

segmen: foregut, midgut, dan hindgut. Midgut dan hindgut nanti akan membentuk

kolon, rektum, dan anus.

Midgut akan membentuk usus halus, kolon asenden, dan kolon transversum

proksimal, dan menerima suplai darah dari arteri mesenterika superior. Saat minggu

ke-enam masa gestasi, midgut bergerak menuju keluar kavitas abdomen, dan

berputar 270° berlawanan arah jarum jam disekitar arteri mesenterika superior dan

akhirnya akan menempati tempat terakhirnya, yaitu di dalam kavitas abdomen pada

minggu ke-sepuluh masa gestasi.

Hindgut akan berkembang menjadi kolon transversus distalis, kolon desenden,

rektum, dan anus proksimal, semuanya menerima suplai darah dari arteri mesenterika

inferior. Saat minggu ke-enam masa gestasi, bagian ujung distal hindgut (kloaka)

terbagi menjadi septum urorektal pada sinus urogenital dan rektum.

Bagian distal kanalis analis terbentuk dari ektoderm dan mendapat suplai

darah dari arteri pudenda interna.

Gambar 1. Pada minggu ke-tiga masa gestasi, usus primitif terbagi menjadi tiga

bagian, foregut (F) pada bagian kepala, hindgut (H) pada bagian ekor, dan midgut

(M) diantara hindgut dan foregut. Tahap perkembangan midgut: herniasi fisiologis

(B), kembali ke abdomen (C), fiksasi (D). Pada minggu ke-enam masa gestasi,

Page 12: Laporan Kasus Hisprung Bunga

septum urogenital bermigrasi kea arah kaudal (E) dan memisahkan traktus urogenital

dan intestinal (F, G). (Sumber: Corman ML [ed]: Colon & Rectal Surgery, 4th ed.

Philadelphia, Lippincott-Raven, 1998, p 2.)

b. Anatomi

Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri.

2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian

proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini

dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang

dibanding bagian posterior.

Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai

pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dikelilingi oleh spinkter ani

(eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum ke dunia

luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling: atas, medial dan depan.

Pendarahan rektum berasal dari arteri hemorrhoidalis superior dan medialis

(a.hemorrhoidalis medialis biasanya tidak ada pada wanita, diganti oleh a.uterina)

yang merupakan cabang dari a.mesenterika inferior. Sedangkan arteri hemorrhoidalis

inferior adalah cabang dari a.pudendalis interna, berasal dari a.iliaka interna,

memperdarahi rektum bagian distal dan daerah anus.

Page 13: Laporan Kasus Hisprung Bunga

Pengecualian pada vena mesenterika inferior, vena-vena pada kolon

mempunyai terminologi yang sama seperti arteri. Vena mesenterika inferior berjalan

naik pada retroperitoneum melewati muskulus psoas dan berjalan posterior ke

pancreas untuk bergabung dengan vena splenika. Pada kolektomi, vena ini di

gerakkan secara independen dan diligasi pada ujung inferior pankreas. Drainase vena

pada kolon transversum proksimal menuju ke vena mesenterika superior yang

begabung dengan vena splenika untuk membentuk vena porta. Kolon transversum

distal, kolon desenden, kolon sigmoid, dan sebagian besar rektum terdrainase oleh

vena mensenterika inferior yang bergerak ke atas menuju vena splenika.

Drainase limfatik juga dinamakan sesuai dengan arterinya. Drainase limfatik

bermulai dari jaringan-jaringan limfatik dari muskularis mukosa. Pembuluh limfa

dan limfonodusnya dinamakan sesuai dengan arteri regional yang ada. Limfonodus

epikolik ditemukan pada dinding usus dan pada epiploika. Nodus yang berdekatan

pada arteri disebut limfonodus parakolika. Limfonodus intermediet terletak pada

cabang utama pembuluh darah besar; limfonodus primer rerletak pada arteri

mesenterika superior atau inferior.

Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf simpatis

(n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut syaraf parasimpatis

(n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut syaraf ini

membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersyarafi oleh

n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensyarafi spinkter ani eksterna dan

m.puborektalis. Syaraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi

Page 14: Laporan Kasus Hisprung Bunga

sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis). Kontinensia sepenuhnya

dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf parasimpatis).

Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus:

1. Pleksus Auerbach: terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal.

2. Pleksus Henle: terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler.

3. Pleksus Meissner: terletak di sub-mukosa.

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3

pleksus tersebut.

2.5 Fisiologi Kolon

Secara garis besar, fungsi kolon adalah sebagai pencerna nutrien, sedangkan

dimana fungsi rektum adalah eleminasi feses. Pencernaan nutrien tergantung pada koloni

flora normal, motilitas usus, dan absorpsi dan ekskresi mukosa.

Page 15: Laporan Kasus Hisprung Bunga

a. Penyerapan Air

Cairan, elektrolit, dan nutrien yang sulit terabsorpsi oleh usus halus akan

diabsorpsi oleh kolon agar tidak kehilangan cairan, elektrolit, nitrogen, dan energi

terlalu banyak.

Total luas absorpsi kolon kurang lebih sekitar 900 cm2 dan air yang masuk

kedalam kolon perharinya mencapai 1000 – 1.500 mL. Air yang tersisa di kolon

hanya sekitar 100 – 150 mL/hari. Absorpsi natrium per harinya juga cukup tinggi,

yaitu dari sebanyak 200 mEq/L natrium per hari yang masuk ke kolon, pada feses

hanya tersisa 25 – 50 mEq/L.

Sebagai penyeimbang akibat kehilangan natrium dan air, mukosa kolon

menyerap asam empedu. Kolon menyerap asam empedu yang lolos terserap dari

ileus terminalis, sehingga membuat kolon menjadi bagian sirkulasi enterohepatika.

Ketika absorpsi asam empedu pada di kolon melewati batas, bakteri akan

mengkonjugasi asam empedu. Asam empedu yang terkonjugasi akan mengganggu

absorpsi natrium dan air, sehingga menyebabkan diare sekretoris atau diare koleretik.

Diare sekretoris dapat dilihat saat setelah hemikolektomi sebagai fenomena transien

dan lebih permanen reseksi ileus ekstensif.

Untuk mencapai ini, kolon sangat bergantung pada flora normal yang ada.

Kira-kira sebanyak 30% berat kering feses mengandung bakteri sebanyak 1011

sampai 1012 bakteri/gram feses. Orgnasime yang paling banyak adalah bakteri

anaerob dengan spesies yang terbanuak dari kelas Bacteroides (1011 sampai 1012

organisme/mL). Eschericia coli merupakan bakteri spesies yang paling banyak 108

sampai 1010 organisme/mL). Flora normal ini berguna untuk memecah karbohidrat

dan protein serta mempunyai andil dalam metabolism bilirubin, asam empedu,

estrogen, dan kolesterol, dan juga vitamin K. Flora normal juga berguna untuk

menekan jumlah bakteri patogen, seperti Clostridium difficile. Jumlah bakteri yang

tinggi dapat menyebabkan sepsis pada pasien dengan keadaan umum yang buruk dan

dapat menyebabkan sepsis inta-abdomen, abses, dan infeksi pada luka post-operasi

kolektomi.

Page 16: Laporan Kasus Hisprung Bunga

b. Urea Recycling

Urea merupakan produk akhir dari metabolisme nitrogen. Pada manusia dan

sebagian besar mamalia tidak mempunyai enzim urease, namun flora normal bakteri

pada ususnya kaya akan enzim urease. Kondisi patologis urea yang paling umum

adalah gagal hepar. Ketika hepar tidak mampu menggunakan kembali urea nitrogen

yang diabsorpsi kolon, ammonia masuk ke blood-brain barrier dan menyebabkan

gangguan neurotransmiter, dimana akan menyebabkan koma hepatik.

c. Motilitas

Motilitas kolon berbeda dengan usus halus, dimana peristaltik digantikan oleh

gerakan feses disepanjang kolon. Motilitas kolon berfungsi untuk pendorongan feses

dan absorpsi cairan pada waktu defekasi.

Dalam keadaaan istirahat, lumen saluran anus akan menutup akibat puborektal

sling yang letaknya kranial dari linea pektinea dan oleh tonus istirahat sfingter

interna dan eksterna yang terletak setinggi dan dibawah katup anal. Peningkatan

tekanan bagian kranial saluran anus akan dideteksi oleh reseptor regangan pada

sleeve dan sling complex. Peristaltik yang kuat akan menimbulkan tegangan pada

sleeve and sling. Untuk menghambat gerakan peristaltik tersebut (seperti menahan

flatus) diperlukan kontraksi yang kuat yang harus dibantu secara sadar untuk

menimbulkan kontraksi sling dan sfingter eksterna. Sleeve and sling dapat

membedakan gas, cair, padat maupun gabungan.

Sfingter interna merupakan bagian akhir otot pendorong yang secara aktif

mengeluarkan feses atau flatus melalui anus. Serabut otot ini, yang terdiri dari otot

sirkuler dan longitudinal membantu peristaltic di seluruh saluran anal sampai ke

orifisium. Bagian longitudinal yang sebagian berasal dari otot pubococcygeus dan

sebagian dari otot erist involunter, secara aktif menimbulkan ectropion anus selama

fase peristaltic pengeluaran feses. Fungsi ini berhubungan dengan kebersihan bagian

saluran anal yang dilapisi kulit.

Page 17: Laporan Kasus Hisprung Bunga

Fermentasi pada kolon terbentuk sesuai morfologi-morfologi kolon. Kolon

dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomis: kolon dextra, kolon sinistra, dan rektum.

Kolon dextra merupakan ruangan fermentasi pada traktus GI, dengan sekum sebagai

segmen kolon yang memiliki aktivitas bakteri yang aktif. Kolon bagian kiri

merupakan tempat penyimpanan sementara dan dehidrasi feses. Transit pada kolon

diatur oleh system saraf autonom. Sistem saraf parasimpatis mensuplai kolon melalui

nervus vagus dan nervus pelvikus. Serat-serat saraf saat mencapai kolon akan

membentuk beberapa pleksus; pleksus subserosa, pleksus myenterika (Auerbach),

submukosa (Meissner), dan pleksus mukosa.

Motilitas usus berbeda-beda tiap segmen anatomi. Pada kolon sebelah kanan,

gelombang antiperistaltik, atau retropulsif, menimbulkan aliran retrograd sehingga isi

dari usus terdorong kembali ke sekum. Pada kolon sebelah kiri, isi dari lumen usus

terdorong ke arah kaudal oleh kontraksi tonis, sehingga terpisah-pisah menjadi

globulus-globulus. Kontraksi yang ketiga, mass peristaltic, merupakan gabungan

antara gerakan retropulsif dan tonis.

2.6 Patofisiologi

Secara embriologis sel-sel neuroenterik bermigrasi dari krista neuralis menuju

saluran gastrointestinal bagian atas dan selanjutnya meneruskan kearah distal. Pada

minggu ke-lima kehamilan sel-sel saraf tersebut akan mencapai esofagus,  pada minggu

ke-tujuh mencapai mid-gut dan akhirnya mencapai kolon pada minggu ke dua belas.

Proses migrasi mula pertama menuju ke dalam pleksus Auerbach dan selanjutnya

menuju kedalam pleksus submukosa Meissneri Apabila terjadi gangguan pada proses

migrasi sel-sel kristaneuralis ini maka akan menyebabkan terjadinya segmen usus yang

aganglionik dan terjadilah penyakit Hirschsprung.

Dalam kondisi normal, sel – sel neural crest bermigrasi ke usus dari bagian atas

(cephal) ke bagian bawah (caudal). Proses ini selesai pada minggu ke 12 kehamilan,

tetapi migrasi dari kolon midtransversal ke anus butuh waktu 4 minggu. Selama periode

akhir itulah, janin paling rentan terhadap kecacatan dalam migrasi sel neural crest. Hal

ini mungkin menjelaskan mengapa kebanyakan kasus aganglionik melibatkan

rektosigmoid. Panjang segmen aganglionik usus ditentukan oleh daerah paling distal

dimana sel – sel neural crest tidak bermigrasi. Pada kasus yang jarang, aganglionik

kolon total dapat terjadi.

Page 18: Laporan Kasus Hisprung Bunga

Pada penyakit ini, kolon mulai dari yang paling distal sampai pada bagian usus

yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion parasimpatik

intramural. Bagian kolon aganglionik itu tidak dapat mengembang sehingga tetap sempit

dan defekasi terganggu. Akibat gangguan defekasi ini kolon proksimal yang normal akan

melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk megakolon. Pleksus mesenterik

(Auerbach) dan pleksus submukosal (Meissner) tidak ditemukan, menyebabkan

berkurangnya peristaltic usus dan funsi lainnya. Mekanisme akurat mengenai

perkembangan penyakit ini tidak diketahui. Sel ganglion enteric berasal dari differensiasi

sel neuroblast. Selama perkembangan normal, neuroblast dapat ditemukan di usus halus

pada minggu ke 7 usia gestasi dan akan sampai ke kolon pada minggu ke 12 usia gestasi.

Kemungkinan salah satu etiologi Hirschsprung adalah adanya defek pada migrasi

sel neuroblast ini dalam jalurnya menuju usus bagian distal. Migrasi neuroblast yang

normal dapat terjadi dengan adanya kegagalan neuroblast dalam bertahan, berpoliferase,

atau berdidderensiasi pada segmen aganglionik distal. Distribusi komponen telah terjadi

pada usus yang anganglionik. Komponen tersebut adalah fibronektin, laminin, neural

cell adhesion molecule, dan faktor neurotrophic.

Sebagai tambahan, pengamatan sel otot polos pada kolon anganglionik

menunjukkan bahwa bagian tersebut tidak aktif ketika menjalani pemeriksaan

elektrofisiologi, hal ini menunjukkan adanya kelainan myogenik pada perkembangan

penyakit Hirschsprung. Kelainan pada sel Cajal, sel pacemaker yang menghubungkan

antara saraf enteric dan otot polos usus, juga telah dipostulat menjadi factor penting yang

berkontribusi. Terhadap tiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus, Ketiga pleksus

neuronal yang menginnervasi usus, pleksus submukosal (Meissner), Intermuskuler

(Auerbach), dan pleksus mucosal. Ketiga pleksus ini terintegrasi dan berperan dalam

seluruh aspek fungsi usus, termasuk absorbsi, sekresi, motilitas, dan aliran darah.

Motilitas yang normal utamanya dikendalikan oleh neuron intrinsik. Ganglia ini

mengendalikan kontraksi dan relaksasi otot polos, dimana relaksasi mendominasi.

Fungsi usus telah adekuat tanpa innervasi ekstrinsik. Kendali ekstrinsik utamanya

melalui serat kolinergik dan adrenergik. Serat kolinergik ini menyebabkan kontraksi, dan

serat adrenergic menyebabkan inhibisi. Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, sel

ganglion tidak ditemukan sehingga kontrol intrinsik menurun, menyebabkan

peningkatan kontrol persarafan ekstrinsik. Innervasi dari sistem adrenergik diduga

mendominasi sistem kolinergik, mengakibatkan peningkatan tonus otot polos usus.

Page 19: Laporan Kasus Hisprung Bunga

Dengan hilangnya kendali saraf intrinsik, peningkatan tonus tidak diimbangi dan

mengakibatkan ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltic yang tidak

terkoordinasi, dan pada akhirnya, obstruksi fungsional. Klasifikasi keadaan aganglionik

dapat dibedakan menjadi segmen sangat pendek (sekitar 2 cm dari garis mukokutan).

Segmen pendek (aganglionik sepanjang netosigmoid), segmen panjang bila aganglianik

sepanjang rectum ke udon transversum, segmen total sepanjang rektum ke sekum dan

segmen universal bila agang lionik mencakup hampir seluruh usus.

Pada tahun 1994 ditemukan dua gen yang berhubungan dengan kejadian penyakit

Hirschsprung yaitu RET (receptor tyrosin kinase) dan EDNRB (endothelin receptor B).

RET ditemukan pada 20% dari kasus penyakit Hirschsprung dan 50% dari kasus tersebut

bersifat familial, sedang EDNRB dijumpai pada 5 sampai 10% dari semua kasus

penyakit Hirschsprung. Interaksi antara EDN-3 dan EDNRB sangat penting untuk

perkembangan normal sel ganglion usus. Pentingnya interaksi EDN-3 dan EDNRB

didalam memacu perkembangan normal sel-sel krista neuralis telah dibuktikan dengan

jelas. Baik EDN-3 maupun EDNRB keduanya ditemukan pada sel mesenkim usus dan

sel neuron usus, dan ini memperkuat dugaan bahwa EDN-3 dan EDNRB dapat mengatur

regulasi antara krista neuralis dan sel mesenkim usus yang diperlukan untuk proses

migrasi normal.

Penelitian terbaru menjelaskan dasar molekuler untuk penyakit hirschsprung.

Pasien dengan penyakit hirschsprung memiliki peningkatan frekuensi mutasi pada

beberapa gen, salah satunya GDNF. Selain itu, mutasi pada gen ini juga menyebabkan

megakolon aganglionik pada tikus, yang menyediakan kesempatan untuk mempelajari

fungsi protein yang dikodekan. Penyelidikan awal menunjukkan bahwa GDNF

mempromosikan kelangsungan hidup, proliferasi, dan migrasi populasi campuran sel –

sel neural crest. Penelitian lain mengungkapkan bahwa GDNF dinyatakan dalam usus

sebelum migrasi sel – sel neural crest dan bersifat kemoatraktif. Temuan ini

meningkatkan kemungkinan bahwa mutasi pada gen GDNF bisa menyebabkan

gangguan migrasi saraf dalam rahim dan perkembangan pada penyakit hirschsprung.

2.7 Gejala dan Tanda

Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia

gejala klinis mulai terlihat:

Page 20: Laporan Kasus Hisprung Bunga

1) Periode Neonatal. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran

mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran

mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang

signifikans. Swenson mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus ,

sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk

waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat

berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis

merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung

ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4

minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa

diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson

mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis

enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi.

2) Periode anak pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah

konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan

peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka

feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap.

Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan

biasanya sulit untuk defekasi.

Pemeriksaan Rectal Touche

Sangat penting dan pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada

waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium/feses yang

menyemprot.

Pemeriksaan penunjang

Pada foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat

gambaran obstruksi usus rendah. Pemeriksaan dengan barium enema sangat penting dan

perlu dibuat secepatnya. Dengan pemeriksaan ini akan ditemukan:

1. Daerah transisi.

2. Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di segmen yang menyempit.

3. Enterokolitis pada segmen yang melebar.

4. Terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.

Pada pemeriksaan ini perlu diperhatikan panjang segmen yang terkena, yaitu

penting untuk menetukan tindakan pengobatan.

Page 21: Laporan Kasus Hisprung Bunga

Diagnosis pasti

1. Pemeriksaan histo-patologis, yaitu tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis, yang

dapat dilakukan dengan jalan:

a. Biopsi hisap

Mukosa sampai dengan submukosa diambil dengan menggunakan alat

penghisap dan selanjutnya dicari sel ganglion pada daerah submukosa. Cara biopsi

ini tidak traumatik, mudah dan dapat dikerjakan di poliklinik. Kesukarannya ialah

mencari sel ganglion submukosa tersebut.

b. Biopsi otot rectum

Dengan cara ini diambil lapisan otot. Tindakan ini dilakukan dengan anak

dalam narkose. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan potong beku. Pemeriksaan ini

bersifat traumatik

2. Pemeriksaan aktifitas enzim asetilkolin esterase dari hasil biopsi hisap. Pada

penyakit Hirschsprung,khas terdapat peningkatan aktifitas enzim asetilkolin esterase.

3. Pemeriksaan aktifitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus. Usus yang

aganglionosis akan menunjukkan peningkatan aktifitas enzim tersebut.

2.8 Penatalaksanaan

Tindakan definitif ialah menghilangkan hambatan pada segmen usus yang

menyempit. Sebelum operasi definitif, dapat dilakukan pengobatan konservatif yaitu

tindakan darurat untuk menghilangkan tanda-tanda obstruksi rendah dengan jalan

memasang anal tube dengan tanpa disertai pembilasan dengan air garam hangat secara

teratur. Tindakan konservatif ini sebenarnya akan mengaburkan gambaran pemeriksaan

barium enema yang dibuat kemudian.

Kolostomi merupakan tindakan operasi darurat dan dimaksudkan untuk

menghilangkan gejala obstruksi usus, sambil menunggu dan memperbaiki keadaan

umum penderita sebelum operasi definitif.

Operasi definitif dilakukan dengan mereseksi segmen yang menyempit dan

menarik usus yang sehat ke arah anus. Cara ini dikenal dengan pull through (Swenson,

Renbein dan Duhamel).

Penanganan operatif

Penanganan operatif Hirschsprung dimulai dengan diagnosis dini, yang biasanya

membutuhkan biopsy rectal full-thickness. Pada umumnya, penatalaksanaan awal yaitu

Page 22: Laporan Kasus Hisprung Bunga

dengan membuat colostomy dan ketika anak bertumbuh dan memiliki berat lebih dari 10

kg, operasi definitif dapat dilakukan. Standar penatalaksanaan ini dikembangkan pada

tahun 1950 setelah laporan tingginya angka kebocoran dan striktur pada prosedur

tunggal yang dideskripsikan oleh Swenson. Akan tetapi, dengan kemajuan anastesia

yang lebih aman dan monitoring hemodinamika yang lebih maju, prosedur penarikan

tanpa membuat colostomy semakin sering digunakan. Kontraindikasi untuk prosedur

tunggal itu adalah dilatasi maksimal usus bagian proksimal, entercolitis berat, perforasi,

malnutrisi, dan ketidakmampuan menentukan zona transisional secara akurat.

Untuk neonatus yang pertama kali ditangani dengan colostomy, mulanya zona transisi

diidentifikasi dan colostomy dilakukan pada bagian proksimal area ini. Keberadaan sel

ganglion pada lokasi colostomy harus dikonfirmasi dengan biopsy frozen-section. Baik

loop atau end - stoma dapat dikerjakan, biasanya tergantung dari preferensi ahli bedah.

Beberapa prosedur definitif telah digunakan, kesemuanya telah memberikan hasil yang

sempurna jika dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman. 3 jenis teknik yang sering

digunakan adalah prosedur Swenson, Duhamel, dan Soave. Apapun teknik yang

dilakukan, pembersihan kolon sebelum operasi definitif sangat penting.

Prosedur Swenson

1. Prosedur Swenson merupakan teknik definitif pertama yang digunakan untuk

menangani penyakit Hirschsprung.

2. Segmen aganglionik direseksi hingga kolon sigmoid kemudian anastomosis oblique

dilakukan antara kolon normal dengan rectum bagian distal.

Prosedur Duhamel

1. Prosedur Duhamel pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi

prosedur Swenson.

2. Poin utamanya adalah pendekatan retrorektal digunakan dan beberapa bagian rectum

yang aganglionik dipertahankan.

3. Usus aganglionik direseksi hingga ke bagian rectum dan rectum dijahit. Usus bagian

proksimal kemudian diposisikan pada ruang retrorektal (diantara rectum dan

sakrum), kemudian end-to-side anastomosis dilakukan pada rektum yang tersisa.

Prosedur Soave

1. Prosedur Soave diperkenalkan pada tahun 1960, intinya adalah membuang mukosa

dan submukosa dari rektum dan menarik usus ganglionik kearah ujung muskuler

rektum aganglionik.

Page 23: Laporan Kasus Hisprung Bunga

2. Awalnya, operasi ini tidak termasuk anastomosis formal, tergantung dari

pembentukan jaringan parut antara segmen yang ditarik dan usus yang aganglionik.

Prosedur ini kemudian dimodifikasi oleh Boley dengan membuat anastomosis primer

pada anus.

Diet

Makanan berserat tinggi dan mengandung buah-buahan segar dapat

mengoptimalkan fungsi usus post-operatif pada beberapa pasien.

Aktivitas

Batasi aktivitas fisik selama sekitar 6 minggu untuk penyembuhan luka secara

baik.

Medikasi

Tujuan dari farmakoterapi untuk mengeradiksi infeksi, mengurangi mobiditas, dan

mengurangi komplikasi. Terapi antimikroba harus komprehensif dan mencakup seluruh

pathogen terkait dengan keadaan klinis. Pemilihan antibiotik juga sebaiknya dipandu

oleh tes kultur darah dan sensitivitas.

Komplikasi

Setelah operasi, kebanyakan anak-anak melepaskan feses secara normal. Beberapa

dapat mengalami diare, tetapi setelah beberapa waktu feses akan menjadi lebih padat.

“toilet training” dapat mengambil waktu lama karena beberapa anak-anak memiliki

kesulitan mengkoordinasikan otot-otot yang digunakan untuk melepaskan feses. Ini

meningkat pada kebanyakan anak-anak seiring waktu. Konstipasi dapat berlanjut pada

beberapa anak-anak, meskipun laksativ seharusnya membantu. Makan makanan tinggi

serat juga dapat membantu pada diare dan konstipasi. Anak juga berada pada resiko

peningkatan enteroloitis dalam kolon atau usus halus setelah operasi. Waspadalah pada

gejala dan tanda dari enterocolitis:

Demam

Perut kembung

Muntah

Diare

Perdarahan dari rectum

Page 24: Laporan Kasus Hisprung Bunga

2.9 Prognosis

Akibat yang dihasilkan setelah perbaikan penyakit Hirschsprung secara definitif

adalah sulit untuk determinasi karena terjadi konflik pada laporan dalam literature.

Beberapa peneliti melaporkan tingkat kepuasan tinggi. Sementara yang lain melaporkan

kejadian yang signifikan dalam konstipasi dan inkontinensia.

Kira-kira 1% dari pasien dengan penyakit Hirschsprung membutuhkan kolostomi

permanent untuk memperbaiki inkontinensia.

Umumnya, lebih dari 90% pasien dengan penyakit Hirschsprung memiliki hasil

memuaskan.

Page 25: Laporan Kasus Hisprung Bunga

DAFTAR PUSTAKA

1. Warner B.W. 2004. Chapter 70 Pediatric Surgery in TOWNSEND SABISTON

TEXTBOOK of SURGERY. 17th edition. Elsevier-Saunders. Philadelphia. Page 2113-

2114

2. Holschneider A., Ure B.M., 2000. Chapter 34 Hirschsprung’s Disease in: Ashcraft

Pediatric Surgery 3rd edition W.B. Saunders Company. Philadelphia. page 453-468

3. Hackam D.J., Newman K., Ford H.R. 2005. Chapter 38 Pediatric Surgery in: Schwartz’s

PRINCIPLES OF SURGERY. 8th edition. McGraw-Hill. New York. Page 1496-1498

4. Ziegler M.M., Azizkhan R.G., Weber T.R. 2003. Chapter 56 Hirschsprung Disease In:

Operative PEDIATRIC Surgery. McGraw-Hill. New York. Page 617-640

5. Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital Anomalies of The

Gastrointestinal Tract In: Caffey’s Pediatric Diagnostic Imaging 10th edition. Elsevier-

Mosby. Philadelphia. Page 148-153

6. http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/hirschsprungsez/

7. http://www.geisinger.kramesonline.com/3,S,88669

8. www.ptolemy.ca/members/archives/2005/Neonatal/60.pdf

9. http://www.healthsystem.virginia.edu/uvahealth/peds_digest/images/ei_0064.gif