laporan kasus d.eksfoliatif

40
LAPORAN KASUS DERMATITIS EKSFOLIATIF Oleh: Tita Luthfia S. 0810710107 Kirandip Singh 0810714015 Pembimbing: dr. L. Kusbandono, Sp.KK LABORATORIUM ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

Upload: tita-luthfia

Post on 02-Jan-2016

250 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus d.eksfoliatif

LAPORAN KASUS

DERMATITIS EKSFOLIATIF

Oleh:

Tita Luthfia S. 0810710107

Kirandip Singh 0810714015

Pembimbing:

dr. L. Kusbandono, Sp.KK

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

RSUD. DR. ISKAK TULUNGAGUNG

2013

Page 2: Laporan Kasus d.eksfoliatif

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dermatitis eksfoliatif yang juga dikenal sebagai eritroderma adalah suatu

penyakit kulit dengan gambaran dermatologis berupa eritema difusa dan skuama yang

meliputi lebih dari 90% area permukaan kulit (Murtiastutik et al., 2009). Insiden

dermatitis eksfoliatif berdasarkan beberapa studi bervariasi antara 0,9-71 tiap 100.000

pasien dermatologi di Amerika Serikat. Rasio kejadian dermatitis eksfoliatif pada laki-

laki lebih tinggi dari pada wanita yaitu 2:1 hingga 4:1. Dermatitis eksfoliatif lebih banyak

terjadi pada rentang usia antara 41-61 tahun (Grant-Kels et al., 2008). Sedangkan data

di RS dr. Soetomo Surabaya, melaporkan jumlah pasien dengan dermatitis eksfoliatif

sebanyak 30 orang (1,2%) dari seluruh penderita rawat inap pada tahun 2005-2007.

Perbandingan laki-laki dan perempuan 1,7:1 dengan rentang usia terbanyak ≥ 65

tahun. Dermatitis seboroik sebagai penyebab terbanyak (43,3%), diikuti dengan alergi

obat (26,7%), psoriasis vulgaris (3,3%), dermatitis kronis (3,3) dan pemfigus foliaseus

(3,3%).

 Penyebab dermatitis eksfoliatif sering kali tidak diketahui atau idiopatik,

beberapa teori menyebutkan dermatitis eksfoliatif dikaitkan dengan reaksi

hipersensitivitas terhadap obat, penyakit kulit, dan penyakit sistemik, termasuk

keganasan (Djuanda et al., 2008). Gejala kinis pasien dengan dermatitis eksfoliatif

awalnya berupa eritema, yang sering disertai pruritus, terutama di bagian kepala,

ekstremitas, dan di daerah kelamin. Beberapa hari atau minggu kemudian eritema

menyebar hingga sebagian besar permukaan tubuh. Setelah itu terjadi pengelupasan

kulit atau munculnya skuama tebal yang menutup seluruh permukaan eritema. Proses

eksfoliatif juga dapat melibatkan kulit kepala dan distrofi kuku (Sehgal et al., 2004).

Dermatitis eksfoliatif merupakan penyakit kulit yang jarang terjadi namun

sebagai dokter umum harus mampu mengenali dan mengobati dermatitis eksfoliatif

dengan tepat. Pendekatan terhadap pengobatan harus mencakup mencari faktor

resiko, penghentian obat penyebab, dan mengidentifikasi adanya keganasan. Oleh

karena itu, dalam laporan kasus ini akan dibahas lebih lanjut mengenai dermatitis

eksfoliatif pada pasien laki-laki usia 63 tahun, khususnya mengenai gejala, diagnosis,

dan penatalaksanaannya.

Page 3: Laporan Kasus d.eksfoliatif

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah sebagai berikut :

1. Memahami definisi, epidemiologi, etiologi, pathogenesis dan gambaran klinis

dermatitis eskfoliatifa

2. Untuk mengetahui cara mendiagnosis dan penatalaksanaan dermatitis

eskfoliatifa

1.3 Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari pembuatan laporan kasus ini antara lain :

1. Dapat memberikan pengetahuan tambahan mengenai dermatitis eskfoliatifa

2. Dapat menjadi referensi dan rujukan untuk mendiagnosa serta melakukan

penatalaksanaan dermatitis eskfoliatifa dalam praktek klinis

Page 4: Laporan Kasus d.eksfoliatif

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Dermatitis Eksfoliativa

Dermatitis eksfoliatif yang juga dikenal sebagai eritroderma adalah suatu

penyakit kulit dengan gambaran dermatologis berupa eritema difusa dan skuama yang

meliputi lebih dari 90% area permukaan kulit (Murtiastutik et al., 2009). Dermatitis

eksfoliatif merupakan penyakit kulit yang jarang terjadi namun sebagai dokter umum

harus bisa mampu mengenali dan mengobati dermatitis eksfoliatif dengan

tepat. Penyebabnya sering kali tidak diketahui atau idiopatik, beberapa teori

menyebutkan dermatitis eksfoliatif dikaitkan dengan reaksi hipersensitivitas terhadap

obat, penyakit kulit, dan penyakit sistemik, termasuk keganasan (Grant-Kels et al.,

2008). Pendekatan terhadap pengobatan harus mencakup mencari faktor resiko,

penghentian obat penyebab, dan mengidentifikasi adanya suatu keganasan.

2.2 Epidemiologi

Insiden dermatitis eksfoliatif berdasarkan beberapa studi sangat bervariasi

antara 0,9-71 tiap 100.000 pasien dermatologi di Amerika Serikat. Sehgal dan Srivasta

(1986) pada sebuah penelitian prospektif di India melaporkan kejadian dermatitis

eksfoliatif adalah 35 per 100.000 pasien dermatologi, Rasio kejadian penyakit

dermatitis eksfoliatif pada laki-laki lebih tinggi dari pada wanita yaitu 2:1 hingga 4:1.

Dermatitis eksfoliatif lebih banyak terjadi pada rentang usia antara 41-61 tahun. Lebih

dari 50% kasus dermatitis eksfoliatif dilatarbelakangi oleh penyakit yang mendasarinya

dimana psoriasis merupakan penyakit terbanyak yang dapat mendasari terjadinya

dermatitis eksfoliatif yakni sebesar 25% kasus. Laporan terakhir menyatakan 87

dari160 kasus dermatitis eksfoliatif didasari oleh psoriasis berat (Grant-Kels et al.,

2008). Sedangkan data di RS dr. Soetomo Surabaya, melaporkan jumlah pasien

dengan dermatitis eksfoliatif sebanyak 30 orang (1,2%) dari seluruh penderita rawat

inap pada tahun 2005-2007. Perbandingan laki-laki dan perempuan 1,7:1 dengan

rentang usia terbanyak ≥ 65 tahun. Dermatitis seboroik sebagai penyebab terbanyak

(43,3%), diikuti dengan alergi obat (26,7%), psoriasis vulgaris (3,3%), dermatitis kronis

(3,3) dan pemfigus foliaseus (3,3%).

Page 5: Laporan Kasus d.eksfoliatif

2.3 Etiologi

Penyebab paling umum dari dermatitis eksfoliatif adalah pada pasien dengan

riwayat penyakit kulit sebelumnya (52%), hipersensitif terhadap obat (15%), keganasan

(5%) yakni cutaneous T cell lymphoma (CTCL) atau sezary syndrome. Sekitar 20%

dari kasus dermatitis eksfoliatif tidak dicetuskan oleh penyakit yang mendasarinya dan

diklasifikasikan sebagai idiopatik (Earlia et al., 2007; Grant-Kels et al., 2008).

Penyakit kulit yang dilaporkan menyebabkan dermatitis eksfoliatif antara lain

psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis seboroik, dermatitis kontak, dan pityriasis rubra

pilaris. Dermatosis lain yang terkait dengan dermatitis eksfoliatif dapat dilihat pada

tabel berikut :

Page 6: Laporan Kasus d.eksfoliatif

Selain dicetuskan oleh penyakit, dermatitis eksfoliatif juga dapat ditimbulkan

akibat reaksi hipersensitivitas terhadap obat. Beberapa obat seperti golongan calcium

channel blocker, antiepilepsi, antibiotik, allopurinol, gold, lithium, quinidine, cimetidin

dan dapsone adalah yang paling sering mencetuskan terjadinya dermatitis eksfoliatif.

Berikut ini tabel yang menunjukkan beberapa jenis obat yang berkaitan dengan

dermatitis eksfoliatif :

Dermatitis eksfoliatif merupakan eksaserbasi dari penyakit kulit lokal

sebelumnya pada lebih dari separuh pasien. Beberapa faktor pencetus timbulnya

dermatitis eksfoliatif antara lain:

Page 7: Laporan Kasus d.eksfoliatif

- Penghentian kostikosteroid topical atau oral, methotrexate, dan agen biologis

- Konsumsi obat (lithium, terbinafine, dan antimalaria

- Iritan topikal, seperti tar

- Penyakit sistemik

- Infeksi, termasuk HIV

- Fototerapi

- Kehamilan

- Stress emosional

Beberapa pasien dengan dermatitis eksfoliatif yang kronik idiopatik dilaporkan

berkembang menjadi CTCL atau Sezary Syndrome. Beberapa teori menyebutkan

bahwa stimulasi terus menerus dari sel limfosit T pada dermatitis eksfoliatif kronik

dapat menyebabkan perkembangan menjadi CTCL (Grant-Kels et al., 2008).

2.4 Patogenesis

Patogenesis timbulnya dermatitis eksfoliatif berkaitan dengan patogenesis dari

kelainan yang mendasari timbulnya penyakit ini. Mekanisme bagaimana kelainan yang

mendasari dermatitis eksfoliatif akan bermanifestasi, seperti dermatosis yang

menimbulkan dermatitis eksfoliatif, atau bagaimana timbulnya dermatitis eksfoliatif

secara idiopatik hingga saat ini belum diketahui secara pasti (Earlia et al., 2007).

Patogenesis dermatitis eksfoliatif merupakan bahan perdebatan.Dalam

beberapa tahun terakhir, telah disetujui oleh para ahli bahwa kondisi ini merupakan

hasil reaksi sekunder terhadap interaksi yang sitokin dan molekul adhesi selular.

Interleukin (IL) -1, IL-2, IL-8, molekul adhesi ICAM-1, tumor necrosis factor dan

interferon gamma adalah sitokin yang diduga memiliki peran dalam pathogenensis

eksfoliatif dermatitis (Sehgal et al., 2004).

Dermatitis eksfoliatif merupakan hasil dari peningkatan secara dramatis dari

tingkat pergantian pada lapisan epidermis. Pada pasien dengan penyakit ini, tingkat

mitosis dan jumlah absolut sel kulit germinative lebih tinggi dari normal. Selain itu,

waktu yang diperlukan bagi sel epidermis untuk matang secara normal juga menurun.

Proses kompresi dari proses pematangan yang cepat ini secara keseluruhan

menyebabkan pengelupasan dari epidermis. Epidermis yang normal mengalami

beberapa pengelupasan kulit setiap hari nya. Epidermis mengandung beberapa bahan

yang penting seperti asam nukleat, protein terlarut, dan asam amino. Namun, pada

dermatitis eksfoliatif, jumlah kehilangan protein dan asam folat sangat tinggi.

Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih sehingga

Page 8: Laporan Kasus d.eksfoliatif

menyebabkan hilangnya protein yang cukup tinggi sehingga pasien jatuh pada kondisi

hipoproteinemia. Bila kondisi ini terus berlangsung, dapat menyebabkan edema perifer

akibat ekstravasasi cairan ke ruang ekstraselular (Djuanda et al., 2009).

Pada dermatitis eksfoliatif, juga terjadi eritema yang biasanya mendahului

munculnya skuama. Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang

menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat. Hal ini yang menyebabkan permukaan

kulit pasien teraba lebih panas. Akibat proses ini, kehilangan panas melalui kulit akan

bertambah, sehingga pasien merasa dingin atau menggigil. Selain itu penguapan

cairan yang meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Kehilangan panas ini juga

menyebabkan hipermetabolisme kompensatoar dan peningkatan laju metabolisme

basal (Djuanda et al., 2009).

2.5 Gejala dan Tanda Klinis

Secara klinis, tahap pertama dermatitis eksfoliatif adalah eritema, yang sering

dimulai sebagai pruritus tunggal atau ganda, terutama di bagian kepala, ekstremitas,

dan di daerah kelamin. Setelah beberapa hari atau minggu, eritema cenderung

menyebar sampai ke sebagian besar permukaan kulit disertai dengan pruritus..

Setelah itu, terjadi pengelupasan atau munculnya skuama. Proses akut biasanya

melibatkan area yang besar, sedangkan proses kronis mengenai area yang lebih kecil.

Proses eksfoliatif juga dapat melibatkan kulit kepala, dengan 25 persen pasien

mengalami alopesia. Kuku juga sering terjadi distrofi, terutama pada pasien dengan

yang sebelumnya sudah ada psoriasis (Sehgal et al., 2004).

Dermatitis eksfoliatif pada wajah dan seluruh tubuh

Page 9: Laporan Kasus d.eksfoliatif

Gejala yang paling sering terjadi pada pasien dengan dermatitis eksfoliatif

termasuk malaise, gatal-gatal dan sensasi dingin. Kedua hipertermia dan hipotermia

juga bisa terjadi. Temuan klinis yang lainnya termasuk limfadenopati, hepatomegali,

splenomegali, edema kaki dan ginekomastia (Sehgal et al., 2004).

Pengelupasan yang terjadi pada dermatitis eksfoliatif memiliki konsekuensi

metabolik berat, tergantung dari intensitas dan lama proses pengelupasan. Karena

fungsi kulit sebagai penghalang multi protektif terganggu pada dermatitis eksfoliatif,

tubuh kehilangan suhu, air, protein dan elektrolit, dan membuat diri pasien jauh lebih

rentan terhadap infeksi. Dermatitis eksfoliatif juga merupakan faktor risiko untuk

penyebaran dari methicillin-resistant Staphylococcus aureus (Djuanda et al., 2009).

Kehilangan suhu tubuh harus diperhatiankan dengan lapisan kulit pelindung

yang rusak pada pasien dengan dermatitis eksfoliatif. Hilangnya fungsi vasokonstriksi

normal pada dermis,penurunan kepekaan terhadap menggigil refleks dan ekstra

pendingin yang berasal dari penguapan cairan tubuh keluar dari lesi kulit semuanya

menjadikan disfungsi termoregulasi yang dapat menyebabkan hipotermia atau

hyperthermia. Tingkat metabolisme basal juga meningkat pada pasien dengan

dermatitis eksfoliatif.

Masing-masing gangguan fisiologis berpotensi mengancam nyawa. Hipotermia

bisa mengakibatkan penurunan denyut jantung dan hipotensi. Peningkatan aliran

darah perifer dapat mengakibatkan gagal jantung. Hipervolemia juga dapat terjadi pada

pasien dengan dermatitis eksfoliatif, berkontribusi terhadap kemungkinan terjadi gagal

jantung (Djuanda et al., 2009).

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Evaluasi laboratorium pasien dengan eritroderma umumnya tidak sangat

membantu dalam menentukan diagnosis spesifik. Nilai laboratorium yang khas

termasuk anemia ringan, leukositosis, eosinofilia, peningkatan laju sedimentasi

eritrosit, normal serum protein elektroforesis dengan elevasi poliklonal di wilayah

gamma globulin, dan peningkatan IgE levels. Jumlah darah dan studi sumsum tulang

dapat membantu diagnosis leukemia yang mendasarinya. Analisis untuk sel Sezary

mungkin membantu, tetapi hanya jika sel-sel diidentifikasi dalam jumlah besar tegas

(Grant-Kels et al., 2008).

Page 10: Laporan Kasus d.eksfoliatif

2.5 Diagnosis

Diagnosis dermatitis eksfoliatif ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa, perlu digali mengenai kemungkinan

faktor pencetus, misal: riwayat pengobatan, riwayat penyakit kulit atau penyakit

sistemik, dan riwayat keluarga. Pasien dengan penyakit dasar psoriasis dan dermatitis

atopik, perlu ditanyakan riwayat penggunaan obat kortikosteroid topikal atau sistemik,

penyakit infeksi, penyakit sistemik, kehamilan, dan stress emosional. Selain itu, penting

juga ditanyakan mengenai onset untuk menentukan kemungkinan penyebab dermatitis

eksfoliatif. Onset dermatitis eksfoliatif karena reaksi obat biasanya cepat dan resolusi

nya pun juga lebih cepat dibandingkan dermatitis eksfoliatif karena penyebab yang

lain. Namun pengecualian untuk dermatitis eksfoliatif akibat obat antikonvulsan,

antibiotik, dan alopurinol memberikan reaksi antara 2-5 minggu setelah paparan obat

dan tetap bertahan meskipun penggunaan obat telah lama dihentikan (Grant-Kels et

al., 2008).

Gambaran klinik dermatitis eksfoliatif telah dijelaskan dalam sub bab gejala

klinis. Temuan lain yang mendukung diagnosis dermatitis eksfoliatif adalah gangguan

termoregulasi, takikardia, peningkatan kardiak output, edema perifer, limfadenopati,

hepatomegali, dan splenomegali. Pemeriksaan penunjang dengan biopsi kulit

seringkali membantu diagnosis dermatitis eksfoliatif (Grant-Kels et al., 2008).

2.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari dermatitis eksfoliatif antara lain adalah erupsi obat,

psoriasis vulgaris, dermatitis atopik, dan leukemia/limfoma.

2.7 Penatalaksanaan

Penyakit dermatitis eksfoliatif memerlukan perawatan medis yang serius, oleh

karena itu pasien perlu dirawat di rumah sakit. Prinsip pengobatan pasien dermatitis

eksfoliatif antara lain manajemen awal, menghindari faktor pencetus, mencegah

hipotermia, diet cukup protein, menjaga kelembaban kulit pasien, menghindari

menggaruk, mencegah infeksi sekunder baik lokal maupun sistemik, mengurangi

edema, penggunaan kortikosteroid sistemik dan agen sitistatik (Djuanda et al., 2009).

a. Manajemen awal

Pada fase ini perlu dilakukan pengawasan dan pengontrolan asupan cairan dan

elektrolit karena dapat menyebabkan pasien menjadi dehidrasi ataupun menyebabkan

pasien menjadi gagal jantung akibat overload.

Page 11: Laporan Kasus d.eksfoliatif

b. Menghindari faktor pencetus

Semua obat yang dianggap sebagai faktor pemicu dermatitis eksfoliatif harus

dihentikan pemakaiannya, termasuk obat-obat yang mengandung lithium dan obat

antimalaria yang dapat menjadi pencetus pada pasien dengan psoriasis.

c. Mencegah hipotermia

Pada pasien dermatitis eksfoliatif dapat timbul komplikasi berupa hipotermia

yang disebabkan gangguan pada fungsi termoregulasi di kulit sehingga kulit akan

melepaskan panas tubuh secara spontan. Untuk mencegah komplikasi tersebut perlu

dilakukan pengaturan suhu lingkungan sekitar pasien agar tetap hangat. Selain itu

untuk mencegah penguapan panas tubuh yang berlebihan dapat dimanfaatkan wet

dressings.

d. Diet cukup protein

Pada pasien dermatitis eksfoliatif terjadi penggunaan protein yang berlebihan

karena terjadi peningkatan pembentukan skuama. Kehilangan banyak protein ini akan

menyebabkan terjadinya hipoalbuminemia. Karena itu asupan gizi yang cukup protein

sangat berguna dalam proses terapi pasien dermatitis eksfoliatif.

e. Menjaga kelembaban kulit

Pada pasien dermatitis eksfoliatif kulit akan cenderung kering dan bersisik. Kulit

yang kering dan menjadi retak-retak berisiko untuk terjadi infeksi sekunder yang

bersifat lokal. Untuk itu diperlukan bahan yang dapat menjaga kelembaban kulit.

Emollient merupakan bahan yang melembutkan dan melembabkan kulit. Emollient

merupakan bahan dasar untuk kosmetik dan berfungsi untuk membatasi hilangnya

cairan. Ada lima kategori emollient antara lain hidrokarbon, waxes, natural lipid

poliester, ester, dan eter dengan berat molekul rendah dan silikon.

f. Menghindari menggaruk

Penggunaan antihistamin dapat diberikan pada pasien dermatitis eksfoliatif

sebagai terapi simtomatis terhadap rasa gatal. Sensasi gatal yang timbul pada

permukaan kulit merupakan bagian dari alergi imunologi yang disebabkan oleh

histamin yakni padareseptor H1. Sehingga antihistamin H1 akan menekan reseptor H1

akibatnya rasa gatal akan berkurang.

g. Mencegah infeksi sekunder

Antibiotik sistemik diperlukan bagi pasien yang terbukti mendapat infeksi

sekunder baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pemberian antibiotik sistemik pada

pasien yang tidak terbukti mengalami infeksi sekunder juga memberikan keuntungan

karena kolonisasi bakteri dapat menyebabkan eksaserbasi dermatitis eksfoliatif.

Page 12: Laporan Kasus d.eksfoliatif

h. Mengurangi edema

Pada pasien dermatitis eksfoliatif akan terjadi peningkatan pembentukan

skuama. Pembentukan skuama ini memerlukan protein sebagai bahan dasar.

Akibatnya protein di dalam tubuh menurun, terjadi hipoalbuminemia. Albumin yang

rendah di dalam darah menyebabkan tekanan onkotik menurun sehingga cairan

intrasel akan mengisi jaringan interstitiel (terjadi edema). Untuk mengurangi edema

dapat diberikan obat-obat diuretika.

i. Kortikosteroid sistemik

Kortikosteroid sistemik harus dihindari pada pasien dermatitis eksfoliatif yang

dicetuskan oleh psoriasis karena dapat menyebabkan reborn flare. Dermatitis

eksfoliatif yang disebabkan oleh psoriasis berespon baik dengan metotrexat,

cyclosporin, acitretin, danmycophenolat mofetil. Kortikosteroid sistemik berguna untuk

dermatitis eksfoliatif yang dimediasi oleh reaksi hipersensitivitas obat, spongiotic

dermatitis, dan papulo erythroderma of Ofuji. Selain itu kortikosteroid sistemik dapat

digunakan sebagai terapi empiris pada dermatitis eksfoliatif yang tidak diketahui

etiologinya. Dosis kortikosteroid yang digunakan adalah 1-2mg/kg/hari dengan tapering

off.

j. Methotrexate

Methotrexate adalah golongan antimetabolik yang awalnya ditujukan untuk

pengobatan keganasan hematologi dan beberapa tumor epitel. Kemudian obat ini

digunakan untuk mengobati penyakit yang tidak tergolong penyakit keganasan seperti

rheumatoid arthritis, asma, penyakit graft versus host, psoriasis, cutaneus cell

lymphoma dan sarcoidosis.

k. Cyclosporin

Cyclosporin adalah golongan obat imunosupresif. Selain digunakan sebagai

obat transplantasi, cyclosporin juga digunakan pada psoriasis, dermatitis atopik berat,

kadang digunakan pada rheumatoid arthtritis.

l. Mycophenolat mofetil

Mycophenolat mofetil (MMF) termasuk dalam golongan obat imunosupresif

yang merupakan etil ester asam mycofenolic yang dimetabolisme menjadi obat aktif

mycofenolic acid (MPA). Metabolit aktif MPA telah digunakan sejak dulu untuk

mengobati psoriasis rekalsitrans yang berat. MMF efektif dan aman untuk pengobatan

beberapa kelainan kulit autoimun dan inflamasi termasuk pemfigus, pemfigoid,

lupuseritematosus, dermatomiositis, pioderma gangrenosa, lichen planus, penyakit

graft versus host , dermatitis actinic kronik dan cutaneus vaskulitis

Page 13: Laporan Kasus d.eksfoliatif

2.8 Komplikasi

Komplikasi sistemik dermatitis eksfoliatif meliputi gangguan keseimbangan

cairan danelektrolit, gangguan termoregulator, infeksi, syok kardiogenik, sindrom gawat

napas,dekompensasi pada penyakit hati kronis, dan ginekomastia. Cairan dan elektrolit

hilang melalui kapiler-kapiler yang bocor akibatnya terjadi gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit. Hilangnya protein pada pasien dermatitis eksfoliatif terjadi melalui

pembentukan skuama yang lebih dari normal dimana pada pembentukan skuama

meningkat hingga 20-30%. Hilangnya protein yang signifikan menyebabkan negative

nitrogen balance (keseimbangan nitrogen negatif) yang dapat menimbulkan edema

dan hipoalbuminemia. Pada lesi akan mudah terbentuk kolonisasi bakteri yang akan

menimbulkanreaksi inflamasi, pecah-pecah, dan ekskoriasi pada kulit. Pasien

dermatitis eksfoliatif akibat CTCL atau HIV-AIDS sebagai penyakit yang mendasari

akan lebih rentan terjadi sepsis oleh bakteri stafilokokus (Djuanda et al., 2009).

2.9 Prognosis

Prognosis jangka panjang adalah baik pada pasien dengan penyebab obat

meskipun tentu saja cenderung kambuh pada kasus idiopatik. Prognosis kasus yang

terkait dengan keganasan biasanya tergantung dari tipe dari keganasannya.

Page 14: Laporan Kasus d.eksfoliatif

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. B

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 63 tahun

Alamat : Ds. Sugihan, Kampak, Trenggalek

Status : Menikah

Pekerjaan : Petani

Suku : Jawa

Agama : Islam

Nomor RM : 6274XX

Tanggal Pemeriksaan : 11 April 2013

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Gatal di seluruh tubuh

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh gatal di seluruh tubuh sejak 15 hari yang lalu. Gatal muncul pertama

pada kaki dan tangan, kemudian di badan, wajah, kepala, dan akhirnya seluruh tubuh.

Awalnya timbul bercak kemerahan pada kulit, kemerahan tidak disertai penonjolan

pada kulit. Beberapa hari setelah muncul kemerahan, kulit pasien mengelupas dan

terasa sangat gatal terutama 5 hari terakhir ini. Disertai demam (+) sumer dan

menggigil sejak 3 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah mengalami gatal di seluruh tubuh namun tidak separah seperti saat ini ±

1 tahun yang lalu. Saat itu pasien berobat ke mantri dan diberi obat suntikan dan obat

minum (pasien lupa nama/warnanya), pasien mengaku sembuh setelah itu. Tidak

pernah kambuh hingga sekarang ini.

Riwayat Pengobatan :

1 bulan yang lalu, pasien mengeluh badan capek-capek, pergi ke mantri dan diberi

obat tablet 3 jenis (pasien lupa nama/warna nya).

Riwayat Atopik atau Alergi :

Riwayat alergi dan atopi disangkal

Page 15: Laporan Kasus d.eksfoliatif

Riwayat Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit serupa.

3.3 Pemeriksaan Fisik

3.3.1 Status Dermatologis

Lokasi : Badan, ekstremitas atas kanan kiri, ektremitas bawah kanan kiri, wajah,

dan kepala

Distribusi : Universal (90% dari luas permukaan tubuh)

Ruam : Tampak makula eritematous berbatas tidak tegas, disertai skuama tebal

berwarna putih keabuan menutupi permukaan. Tampak juga terdapat

erosi dan ekskoriasi dengan dasar eritema yang tertutup krusta

berwarna kuning kehitaman. Pada kepala tampak skuama tebal

berwarna putih keabuan menutupi kulit kepala.

Body Chart :

Foto Pasien:

Page 16: Laporan Kasus d.eksfoliatif

3.3.2 Status Generalis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis, GCS 456

Gizi : Cukup

Tensi : 140/90 mmHg

Nadi : 94 x/menit, reguler kuat

Laju respirasi : 20 x/menit, reguler

Suhu aksila : 36,5 oC

Kepala-leher Konjungtiva anemis -/-; palpebra edem -/-

Pembesaran Kelenjar Leher (-)

Thorax- jantung Ictus cordis teraba di ICS VI AAL S, S1 S2

tunggal, M (-)

Thorax-paru Vesikular disemua area, tidak ada suara nafas

tambahan

Abdomen Flat, soefl, BU(+) N

Extremitas Akral hangat, edema (-)

3.4 Diagnosis Banding

Drug Eruption

Psoriasis Vulgaris

Page 17: Laporan Kasus d.eksfoliatif

3.5 Pemeriksaan Laboratorium

Darah Lengkap

WBC

RBC

Hb

Hematokrit

Trombosit

16,350/mikroL

5,27x106 /mikroL

14 g/dL

44%

435.000/mikroL

Kimia Darah

GDP

SGOT/SGPT

BUN/Cr

Albumin

Na/K/Cl

97

16.3/20.9

81/2.9

3.1

129/6.73/96.2

3.6 Diagnosis

Dermatitis Eksfoliatif

3.7 Penatalaksanaan

- Terapi Medikamentosa :

IVFD NS 0.9% 20 cc/kgBB

Injeksi Metilprednisolon 2x1 ampul

PO : CTM 3 x 4 mg

Topikal : Krim Hidrokortison 2.5%

- Edukasi :

Menghentikan obat selain obat dari RS

Memberiatahukan pasien untuk tidak menggaruk luka agar luka tidak lecet

Menganjurkan pasien untuk banyak istirahat

Makan makanan yg tinggi kadar protein

Bila pasien masih menggigil, pasien tidak boleh mandi dulu

- Monitoring :

Keluhan subjektif

DL, serum elektrolit

3.8 Prognosis

Prognosis akan baik jika pasien mematuhi terapi pengobatan yang diberikan.

Page 18: Laporan Kasus d.eksfoliatif

3.9 Follow Up Pasien

Tanggal Subyektif Obyektif Assesment Planning

12 April

2012

Gatal

berkurang,

pasien masih

mengeluh mual

saat makan

Status Generalis :

KU : tampak sakit sedang

GCS 456

Tensi : 130/80 mmHg

Nadi : 96 x/menit, reguler

RR : 20 x/menit, reguler

Tax : 36 oC

K/L : anemis -/-; palpebra

edem -/-, PKL (-)

Cor : Ictus cordis teraba di

ICS VI AAL S, S1 S2

tunggal, M (-)

Pulmo : Vesikular disemua

area, Rh (-), Wh (-)

Abd : flat, sofl, BU (+) N

Ekt : akral hangat, edema (-)

Status Dermatologis :

L: Seluruh tubuh

D : Universal

R : Tampak makula

eritematous berbatas tidak

tegas, disertai skuama tebal

berwarna putih keabuan

menutupi permukaan.

Tampak juga terdapat erosi

dan ekskoriasi dengan dasar

eritema yang tertutup krusta

berwarna kuning kehitaman.

Pada kepala tampak

skuama tebal berwarna putih

keabuan menutupi kulit

kepala.

Dermatitis

Eksfoliativa

- IVFD NS 0.9%

20 cc/kgBB

- Injeksi

Metilprednisolon

2x1 ampul

- PO : CTM 3 x 4

mg

- Topikal : Krim

Hidrokortison

2.5%

Page 19: Laporan Kasus d.eksfoliatif

13 April

2012

Pasien masih

mengeluh gatal

di seluruh

tubuh. Pasien

juga masih

mengeluh mual.

Status Generalis :

KU : tampak sakit sedang

GCS 456

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit, reguler

RR : 20 x/menit, reguler

Tax : 36,5 oC

K/L : anemis -/-; palpebra

edem -/-, PKL (-)

Cor : Ictus cordis teraba di

ICS VI AAL S, S1 S2

tunggal, M (-)

Pulmo : Vesikular disemua

area, Rh (-), Wh (-)

Abd : flat, sofl, BU (+) N

Ekt : akral hangat, edema (-)

Status Dermatologis :

L: Seluruh tubuh

D : Universal

R : Tampak makula

eritematous berbatas tidak

tegas, disertai skuama tebal

berwarna putih keabuan

menutupi permukaan, yang

mulai mengalami

deskuamasi. Tampak juga

terdapat erosi

Dermatitis

Eksfoliativa

- IVFD NS 0.9%

20 cc/kgBB

- Injeksi

Metilprednisolon

2x1 ampul

- PO : CTM 3 x 4

mg

- Topikal : Krim

Hidrokortison

2.5%

Page 20: Laporan Kasus d.eksfoliatif

dan ekskoriasi dengan dasar

eritema yang tertutup krusta

berwarna kuning kehitaman.

Pada kepala tampak

skuama tebal berwarna putih

keabuan menutupi kulit

kepala.

14 April

2012

Gatal

berkurang. Mual

juga berkurang.

Tadi malam

demam,

menggigil.

Status Generalis :

KU : tampak sakit sedang

GCS 456

Tensi : 120/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit, reguler

RR : 20 x/menit, reguler

Tax : 37 oC

K/L : anemis -/-; palpebra

edem -/-, PKL (-)

Cor : Ictus cordis teraba di

ICS VI AAL S, S1 S2

tunggal, M (-)

Pulmo : Vesikular disemua

area, Rh (-), Wh (-)

Abd : flat, sofl, BU (+) N

Ekt : akral hangat, edema (-)

Status Dermatologis :

L: Seluruh tubuh

D : Universal

Dermatitis

Eksfoliativa

- IVFD NS 0.9%

20 cc/kgBB

- Injeksi

Metilprednisolon

2x1 ampul

- PO : CTM 3 x 4

mg

- Topikal : Krim

Hidrokortison

2.5%

Page 21: Laporan Kasus d.eksfoliatif

R : Tampak makula

eritematous berbatas tidak

tegas, disertai skuama tipis

berwarna putih keabuan

menutupi permukaan, yang

mengalami deskuamasi.

Bekas erosi

dan ekskoriasi tertutup

krusta dengan dasar makula

hipopigmentasi. Pada kepala

masih tampak skuama tebal

berwarna putih keabuan

menutupi kulit kepala, yang

sebagian mengalami

deskuamasi.

15 April

2012

Gatal

berkurang,

pasien dari tadi

pagi demam

Status Generalis :

KU : tampak sakit sedang

GCS 456

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 84 x/menit, reguler

RR : 20 x/menit, reguler

Tax : 37,8 oC

K/L : anemis -/-; palpebra

edem -/-, PKL (-)

Cor : Ictus cordis teraba di

ICS VI AAL S, S1 S2

Dermatitis

Eksfoliativa

- IVFD NS 0.9%

20 cc/kgBB

- Injeksi

Metilprednisolon

2x1 ampul

- PO : CTM 3 x 4

mg

- Topikal : Krim

Hidrokortison

2.5%

Page 22: Laporan Kasus d.eksfoliatif

tunggal, M (-)

Pulmo : Vesikular disemua

area, Rh (-), Wh (-)

Abd : flat, sofl, BU (+) N

Ekt : akral hangat, edema (-)

Status Dermatologis :

L: Seluruh tubuh

D : Universal

R : Tampak skuama tipis

dengan dasar makula

hiperpigmentasi. Bekas erosi

dan ekskoriasi berupa

makula hipopigmentasi.

Pada kepala masih tampak

skuama tebal berwarna putih

keabuan menutupi kulit

kepala, yang sebagian

mengalami deskuamasi.

16 April

2012

Gatal

berkurang,

pasien masih

mengeluh mual

saat makan

Status Generalis :

KU : tampak sakit sedang

GCS 456

Tensi : 120/70 mmHg

Nadi : 82 x/menit, reguler

RR : 20 x/menit, reguler

Tax : 37,5 oC

K/L : anemis -/-; palpebra

Dermatitis

Eksfoliativa

- IVFD NS 0.9%

20 cc/kgBB

- Injeksi

Metilprednisolon

2x1 ampul

- PO : CTM 3 x 4

mg

- Topikal : Krim

Page 23: Laporan Kasus d.eksfoliatif

edem -/-, PKL (-)

Cor : Ictus cordis teraba di

ICS VI AAL S, S1 S2

tunggal, M (-)

Pulmo : Vesikular disemua

area, Rh (-), Wh (-)

Abd : flat, sofl, BU (+) N

Ekt : akral hangat, edema (-)

Status Dermatologis :

L: Seluruh tubuh

D : Universal

R : Tampak skuama tipis

dengan dasar makula

hiperpigmentasi. Bekas erosi

dan ekskoriasi berupa

makula hipopigmentasi.

Pada kepala masih tampak

skuama tebal berwarna putih

keabuan menutupi kulit

kepala, yang sebagian

mengalami deskuamasi.

Hidrokortison

2.5%

Page 24: Laporan Kasus d.eksfoliatif

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis Dermatitis Eksvoliatif pada Pasien

Diagnosis dermatitis eksfoliatif ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang (Grant-Kels et al., 2008). Pada laporan kasus ini, laki-laki

63 tahun, datang ke IGD dengan keluhan gatal di seluruh tubuh. Pasien mengeluh

gatal di seluruh tubuh sejak 15 hari yang lalu. Gatal muncul pertama pada kaki dan

tangan, kemudian di badan, wajah, kepala, dan akhirnya seluruh tubuh. Awalnya timbul

bercak kemerahan pada kulit. Beberapa hari setelah muncul kemerahan, kulit pasien

mengelupas dan terasa sangat gatal terutama 5 hari terakhir ini. Disertai demam (+)

sumer dan menggigil sejak 3 hari yang lalu. Pasien pernah mengalami gatal di seluruh

tubuh namun tidak separah seperti saat ini ± 1 tahun yang lalu. Saat itu pasien berobat

ke mantri dan diberi obat suntikan dan obat minum, pasien mengaku sembuh setelah

itu. Tidak pernah kambuh hingga sekarang ini. Riwayat Pengobatan : 1 bulan yang

lalu, pasien mengeluh badan capek-capek, pergi ke mantri dan diberi obat tablet 3

jenis (pasien lupa nama/warna nya). Riwayat alergi dan atopi disangkal. Tidak ada

anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit serupa.

Dari anamnesa di atas, diperoleh data onset dermatitis eksfoliatif yang akut

dengan riwayat konsumi 3 jenis obat 1 bulan yang lalu, yang diduga merupakan salah

satu obat yang dapat menyebabkan erupsi dermatitis eksfoliatif. Onset mulai dari saat

masuk nya obat hingga muncul nya gejala bervariasi, dapat segera dalam hitungan

jam hingga 2 minggu. Terutama untuk obat-obat seperti antikonvulsan, antibiotik, dan

alopurinol, memberikan reaksi antara 2-5 minggu setelah paparan obat dan tetap

bertahan meskipun penggunaan obat telah lama dihentikan (Murtiastutik et al., 2009).

Namun, masih tidak dapat disingkirkan penyebab lain dari timbulnya dermatitis

ekfoliatif pada pasien ini. Dari riwayat penyakit dahulu, pasien mengaku tidak pernah

menderita penyakit kulit maupun penyakit sistemik. Beberapa penyakit kulit yang

disebutkan sering menyebabkan dermatitis eksfoliatif antara lain psoriasis dan

dermatitis seboroik (Earlia et al., 2009). Sedangkan beberapa penyakit sistemik yang

terkait dengan dermatitis eksfoliatif antara lain infeksi HIV, Staphylococcal scaldes skin

syndrome, penyakit keganasan limfoproliferatif seperti Sezary syndrome (Grant-Kels et

al., 2008). Untuk menyingkirkan Sezary syndrome, dapat dilakukan pemeriksaan

hapusan darah tepi. Apabila ditemukan sel limfosit atipik yang disebut Sezary Cell

Page 25: Laporan Kasus d.eksfoliatif

dengan jumlah 1000/mm3 atau melebihi 10% dari sel-sel yang beredar (Djuanda et al.,

2007).

Temuan klinis yang didapatkan pada pasien ini adalah makula eritema berbatas

tidak tegas disertai skuama tebal berwarna putih keabuan menutupi hampir seluruh

permukaan tubuh (universal). Tampak juga erosi dan ekskoriasi dengan dasar eritema

yang tertutup krusta berwarna kuning kehitaman. Pada kepala tampak skuama tebal

berwarna putih keabuan menutupi kulit kepala. Munculnya eritema universal diikuti

dengan deskuamasi yang berlebihan ini merupakan ciri khas dari dermatitis eksfoliatifa

(Djuanda et al., 2007).

Pengelupasan yang terjadi pada dermatitis eksfoliatif memiliki konsekuensi

antara lain gangguan termoregulasi, hilangnya air, protein dan elektrolit, dan membuat

diri pasien jauh lebih rentan terhadap infeksi (Grant-Kels et al., 2008). Kehilangan suhu

tubuh harus diperhatiankan dengan lapisan kulit pelindung yang rusak pada pasien

dengan dermatitis eksfoliatif. Hilangnya fungsi vasokonstriksi normal pada dermis,

penurunan kepekaan terhadap menggigil refleks dan ekstra pendingin yang berasal

dari penguapan cairan tubuh keluar dari lesi kulit semuanya menjadikan disfungsi

termoregulasi yang dapat menyebabkan hipotermia atau hyperthermia. Seperti yang

dialami pasien ini, pasien mengeluh demam dan menggigil sejak 3 hari yang lalu,

terutama saat malam hari.

Selain itu, komplikasi sistemik dermatitis eksfoliatif adalah gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada pasien ini ditemukan kadar Na/K/Cl yaitu

129/6.73/96.2. Kadar Na dan Cl masih dalam batas normal, namun terjadi peningkatan

kadar Kalium. Komplikasi lain yang terjadi adalah hilangnya protein yang terjadi melalui

pembentukan skuama yang lebih dari normal dimana pada pembentukan skuama

meningkat hingga 20-30%. Pada pasien ini juga ditemukan kondisi hipoalbumin ringan,

dimana kadar albumin pasien 3.1 dengan rentang normal 3.5 – 7.5. Hilangnya protein

yang signifikan menyebabkan negative nitrogen balance yang dapat menimbulkan

edema perifer. Akan tetapi pada pasien ini tidak didapatkan edema perifer. Hal ini

dikarenakan kadar albumin pasein yang tidak terlalu rendah. Pada lesi yang terjadi

erosi akan mudah terbentuk kolonisasi bakteri yang akan menimbulkan reaksi

inflamasi, pecah-pecah, dan ekskoriasi pada kulit (Grant-Kels et al., 2008). Seperti

yang terlihat pada daerah dada pasien, terdapat erosi dan eksoriasi dengan dasar

eritema dengan permukaan tertutup krusta.

Page 26: Laporan Kasus d.eksfoliatif

4.2 Penatalaksanaan Dermatitis Eksvoliatif pada Pasien

Penyakit dermatitis eksfoliatif memerlukan perawatan medis yang serius, oleh

karena itu pasien perlu dirawat di rumah sakit. Prinsip pengobatan pasien dermatitis

eksfoliatif antara lain manajemen awal, menghindari faktor pencetus, mencegah

hipotermia, diet cukup protein, menjaga kelembaban kulit pasien, menghindari

menggaruk, mencegah infeksi sekunder baik lokal maupun sistemik, mengurangi

edema, penggunaan kortikosteroid sistemik atau agen sitostatik (Djuanda et al., 2009).

Pasien ini mendapatkan terapi IVFD NS 0.9% 20 cc/kgBB, injeksi

Metilprednisolon 2x1 ampul, CTM tablet 3 x 4 mg, dan obat topikal krim Hidrokortison

2.5%. Pemberian cairan infus NS 0.9% ditujukan untuk mempertahankan kebutuhan

elektrolit pasien. Adanya eritema diserta skuama yang universal merupakan indikasi

injeksi kortikosteroid iv pada pasien ini. Kortikosteroid yang diberikan adalah

Metilprednisolon, dengan pertimbangan efek samping yang lebih rendah dibandingkan

Prednison atau Dexamethasone. Dosis Metilprednisolon awal adalah 2x 1 amp.

Kemudian di tapering off apabila terdapat perbaikan gejala klinis pasien. Sedangkan

untuk terapi simptomatis diberikan antipruritus dengan CTM dosis 3 x 4 mg. Bila gejala

gatal berkurang/hilang, obat simtomatis tidak perlu diberikan lagi. Karena kulit pasien

dengan dermatitis eksfoliatif sangat kering dan mudah terjadi fisura, maka diberikan

krim emolien, salah satu nya dengan krim Hidrokortison 2.5%. Lama perawatan pasien

ini adalah 6 hari. Sedangkan berdasarkan studi epidemiologi pasien dermatitis

eksfoliatif yang rawat inap di RS dr. Soetomo, rata-rata perawatan nya adalah selama

8–14 hari (Earlia et al., 2009)

Edukasi yang diberikan kepada pasien dan keluarga meliputi: menghentikan

obat selain obat dari RS, memberitahukan pasien untuk tidak menggaruk luka agar

luka tidak lecet, menganjurkan pasien untuk banyak istirahat, makan makanan yg

tinggi kadar protein, bila pasien masih menggigil, pasien tidak boleh mandi dulu.

Prognosis pada pasien ini dapat dikatakan baik, karena pasien berespon terhadap

pengobatan, yang telihat dari perbaikan gejala klinis dan hilang nya skuama dan

eritema secara bertahap. Namun, perlu diedukasikan bahwa kemungkinan penyakit

pasien dapat kambuh lagi. Oleh karena itu, harus dihindari segala sesuatu yang

menyebabkan atau memicu timbulnya dermatitis eksfoliatif pada pasien.

Page 27: Laporan Kasus d.eksfoliatif

BAB 5

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

- Pasien laki-laki, usia 63 tahun, datang dengan keluhan gatal, bercak merah, dan

kulit mengelupas di seluruh tubuh. Pasien didiagnosa Dermatitis Eksfoliatif.

- Dermatitis eksfoliatif adalah suatu penyakit kulit dengan gambaran dermatologis

berupa eritema difusa dan skuama yang meliputi lebih dari 90% area permukaan

kulit. Penyebab dermatitis eksfoliatif sering kali tidak diketahui atau idiopatik,

beberapa teori menyebutkan dermatitis eksfoliatif dikaitkan dengan reaksi

hipersensitivitas terhadap obat, penyakit kulit, dan penyakit sistemik, termasuk

keganasan.

- Diagnosis dermatitis eksfoliatif ditegakkan melalui anamnesa yang cermat,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

- Prinsip pengobatan pasien dermatitis eksfoliatif antara lain manajemen awal,

menghindari faktor pencetus, mencegah hipotermia, diet cukup protein, menjaga

kelembaban kulit pasien, menghindari menggaruk, mencegah infeksi sekunder baik

lokal maupun sistemik, mengurangi edema, penggunaan kortikosteroid sistemik

atau agen sitostatik.

5.2 Saran

- Untuk menegakkan diagnosis dermatitis eksfoliatif, kita harus menyingkirkan

diagnosis banding salah satu nya dengan pemerksaan penunjang. Misalnya adalah

pemeriksaan hapusan darah tepi untuk melihat ada tidak nya sel Sezary. Dan pada

pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan tersebut.

- Kejadian mengenai dermatitis eksfoliatif masih jarang ditemui di masyarakat, maka

perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mempelajari lebih dalam mengenai

dermatitis eksfoliatif.

Page 28: Laporan Kasus d.eksfoliatif

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, A., Hamzah., M., Aisah, S. 2009. Dermatosis Eritroskuamosa. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ke-5, Hal. 197-200, FK Universitas Indonesia; Jakarta

Earlia, N., Nurharini, F., Jatmiko, A. C., Ervianti E. 2009. Penderita Eritroderma di Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2005–2007. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, Vol. 21, No. 2, Page 93-101

Grant-Kels, J. M., Bernstein, M. L., Rothe, M. J. 2008. Exfoliative Dermatitis. Fitzpatrick Dermatology 7th Ed, Chapter 23, Page 263-270

Murtiastutik, D., Ervianti, E., Agusni, I., Suyoso, S. 2009. Eritroderma. Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 2, Chapter 6, Hal. 125-127, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo; Surabaya

Sehgal, V. N., Srivastava, G., Sardana, K. 2004. Erythroderma/exfoliative dermatitis: a synopsis. International Journal of Dermatology, Vol. 43, Page 39–47

Trozak, D. J., Tennenhouse, Russell. J., Dermatology skills for primary care : an illustrated, Page 104-107