laporan kasus ch dekompensata

60
LAPORAN KASUS Sirosis Hepatis Dekompensata Pembimbing: dr. Anggun Sangguna, Sp.PD Disusun oleh : Laras Asia Cheria 030.10.157 KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSAL MINTOHARDJO

Upload: lidya-christy-agustine-bonita

Post on 22-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

CH

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus CH Dekompensata

LAPORAN KASUS

Sirosis Hepatis Dekompensata

Pembimbing:

dr. Anggun Sangguna, Sp.PD

Disusun oleh :

Laras Asia Cheria

030.10.157

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RSAL MINTOHARDJO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

5 Januari 2015 – 14 Maret 2015

Page 2: Laporan Kasus CH Dekompensata

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul:

Sirosis Hepatis Dekompensata

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu

Penyakit Dalam RSAL Mintohardjo periode 5 Januari 2015 – 14 Maret 2015

Disusun oleh:

Laras Asia Cheria

030.10.157

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Anggun Sangguna, Sp.PD selaku dokter

pembimbing Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSAL Mintohardjo

Jakarta, Febuari 2015

Mengetahui

dr. Anggun Sangguna,Sp.PD

2

Page 3: Laporan Kasus CH Dekompensata

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

rahmat dan kesempatan-Nya sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat

waktu. Laporan kasus ini dibuat dalam rangka memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSAL

Mintohardjo dengan judul “Sirosis Hepatis Dekompensata”.

Besar harapan penyusun bahwa laporan kasus ini dapat berguna bagi semua

kalangan pada umumnya dan praktisi medis khususnya. Dalam kesempatan ini

penyusun hendak mengucapkan terima kasih kepada : dr. Anggun Sangguna Sp.PD

selaku pembimbing Penyakit Dalam di RSAL Mintohardjo dan Semua pihak yang

telah ikut memberikan dukungan dan bantuan sehingga laporan kasus ini dapat

terselesaikan.

Penyusun menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna karena

kesempurnaan hanya milik Sang Pencipta, oleh karena itu penyusun mengharapkan

banyak kritik dan saran yang membangun dari pembaca sehingga akan menjadi bahan

kajian selanjutnya demi pembelajaran untuk mencapai laporan kasus yang baik di

kemudian hari. Apabila dalam referat ini terdapat kesalahan dan hal yang kurang

berkenan, tanpa bermaksud menyinggung, penyusun mengucapkan maaf dengan

segenap kerendahan hati. Akhir kata selamat membaca dan semoga memberi

manfaat.

Jakarta, Febuari 2015

Laras Asia Cheria

3

Page 4: Laporan Kasus CH Dekompensata

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan 2

Kata Pengantar 3

Daftar Isi 4

BAB I Pendahuluan 5

BAB II Laporan Kasus 6

BAB III Analisa Kasus 20

BAB IV Tinjauan Pustaka 23

BAB V Kesimpulan 39

Daftar Pustaka 40

4

Page 5: Laporan Kasus CH Dekompensata

BAB I

PENDAHULUAN

Di Negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga

pada pasien yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).

Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian.1 Sirosis

merupakan akhir dari perubahan patologis dari berbagai macam penyakit hati. Istilah

sirosis pertama kali dikemukakan oleh Laennec pada tahun 1826. Berasal dari istilah

yunani “scirrhus” dan digunakan untuk menjelaskan tekstur hati yang seperti jeruk

yang terlihat pada saat autopsy.

Banyak bentuk cedera hati yang ditandai dengan fibrosis. Fibrosis

didefinisikan sebagai penumpukan komponen matriks ekstraselular (ex, kolagen,

glikoprotein, proteoglikan) berlebihan pada hati. Respons terhadap cedera hati yang

seperti ini berpotensi untuk reversibel. Namun, pada kebanyakan pasien, sirosis

merupakan proses yang bersifat irreversibel. Progresi cedera hati menjadi sirosis

dapat berlangsung dalam minggu sampai tahun. Seringkali terjadi, antara temuan

histologis dan gambaran klinis tidak sesuai. Beberapa pasien sirosis asimtomatis

dengan tingkat harapan hidup yang tinggi, sementara pasien lain mengalami berbagai

macam gejala berat dari penyakit hati tahap akhir dengan tingkat survival terbatas.2

Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai

dengan gejala yang sangat jelas. Di Negara maju, hanya kira-kira 30% dari seluruh

populasi penyakit yang datang ke dokter, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan

secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat autopsi.

Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada. Di RS dr. Sardjito Yogyakarta

jumlah pasien sirosis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian penyakit

Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun

dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian

Penyakit Dalam.1

5

Page 6: Laporan Kasus CH Dekompensata

BAB II

LAPORAN KASUS

Nama Ko-Asisten : Laras Asia Cheria Tanda tangan:

Tanggal Pasien Masuk Rumah Sakit : 15-01-2015

No. Rekam medik : 12-47-11

2.1 Identitas

Nama : Tn. TW

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jati Jajar 1 RT 06/01 no. 6, Tapos, Depok, Jawa Barat

Usia : 56 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : Sarjana

Status : Menikah

Pekerjaan : Karyawan Swasta

2.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis tanggal 17 Januari 2015 pukul 12.00 WIB

di bangsal P. Sangeang, RSAL Dr. Mintohardjo.

Keluhan Utama : Perut dan kedua kaki membesar sejak 1 minggu sebelum

masuk Rumah Sakit

Keluhan tambahan : Perut terasa begah, batuk berdahak sejak 2 minggu yang lalu,

BAK kuning pekat sejak 1 minggu yang lalu, demam naik

turun sejak 1 minggu yang lalu.

6

Page 7: Laporan Kasus CH Dekompensata

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo pada hari Sabtu, 15 Januari

2015 pukul 19.00 WIB. Pasien mengeluhkan perut dan kedua kaki membesar sejak 1

minggu yang lalu. Perut dan kedua kaki yang membesar bersifat progresif dari hari ke

hari dan timbul bersamaan. Perut yang membesar ini merata dan tidak dirasakan

adanya benjolan. Perut dan kedua kaki membesar tidak disertai adanya nyeri dada,

jantung berdebar, mudah berkeringat, tangan gemetar.

Selain itu, pasien merasa perut begah setiap setelah makan, cepat kenyang dan

hanya dapat menghabiskan setengah porsi makanan dari biasanya. Pasien juga merasa

lemas pada seluruh tubuhnya. Mual dan muntah serta penurunan berat badan

disangkal.

Pasien juga batuk berdahak sejak 2 minggu yang lalu, dahak mudah

dikeluarkan berwarna putih bening dan tidak berbau. Pasien belum mengkonsumsi

obat batuk, hanya berusaha mengurangi batuk dengan banyak minum air putih. Batuk

darah dan keringat malam disangkal.

Pasien mengeluh adanya demam naik turun sejak 1 minggu yang lalu, demam

kadang dirasakan lebih meningkat saat malam hari. Demam tidak diukur

menggunakan termometer, hanya dirabarasakan saja. Bercak-bercak merah pada

badan, mimisan, dan perdarahan gusi disangkal. Pasien mengeluh BAK kuning pekat

seperti teh sejak 1 minggu terakhir dan tidak nyeri saat BAK.

Pasien pernah dirawat inap pada Februari tahun lalu karena adanya keluhan

muntah darah segar dan BAB darah serta kulit yang berwarna kekuningan. Kemudian

telah dilakukan Esofago Gastro Duodenoskopi di RSCM dan didapatkan varises

esophagus gr III dan gastroduodenopati hipertensi porta berat. Sejak saat itu baru

diketahui bahwa pasien memiliki hepatitis C.

7

Page 8: Laporan Kasus CH Dekompensata

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hepatitis C sejak 1 tahun lalu

Riwayat melena dan hematochezia 1 tahun lalu

Riwayat sakit asma, hipertensi, DM, Penyakit jantung, alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit kuning dalam keluarga disangkal

Riwayat penyakit dengan gejala yang sama dalam keluarga disangkal

Riwayat Kebiasaan

Riwayat merokok dan konsumsi alkohol disangkal. Pasien jarang berolahraga.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan anak ke-3 dari 5 bersaudara. Sudah menikah dan memiliki 2 orang

anak. Pasien masih aktif bekerja sebagai karyawan swasta. Kesan kondisi ekonomi

keluarga pasien baik.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 110/90 mmHg

Nadi : 84 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan : 20 kali/menit

Suhu badan : 36,7 ºC

Tinggi badan : 170 cm

Berat badan : 75 kg

Status gizi : Overweight (BMI = 25.95)

Keadaan Spesifik

8

Page 9: Laporan Kasus CH Dekompensata

Kulit

Warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), pigmentasi normal, ikterus (+), sianosis

(-), spider naevi (-), telapak tangan dan kaki pucat (-), pertumbuhan rambut normal.

Kelenjar

Kelenjar getah bening di submandibula, leher, aksila, inguinal tidak teraba.

Kepala

Bentuk oval, simetris, ekspresi biasa, warna rambut putih, rambut mudah rontok (-),

deformitas (-).

Mata

Eksophtalmus (-/-), endophtalmus (-/-), edema palpebra (-/-), konjunctiva palpebra

pucat (-/-), sklera ikterik (+/+), pupil isokor, reflek cahaya langsung/tidak langsung

(+/+), pergerakan mata ke segala arah baik.

Hidung

Bagian luar hidung tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan

baik, selaput lendir dalam batas normal, epistaksis (-)

Telinga

Kedua meatus acusticus eksternus normal, pendengaran baik, tophi (-), nyeri tekan

processus mastoideus (-)

Mulut

Sariawan (-), tonsil T2/T2, gusi berdarah (-), lidah pucat (-), lidah kotor (-), atrofi

papil (-), stomatitis (-), bau pernapasan khas (-)

Leher

Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP (5+2)

cmH2O, hipertrofi musculus sternocleidomastoideus (-), kaku kuduk (-)

Thorax

9

Page 10: Laporan Kasus CH Dekompensata

Bentuk normal, retraksi (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-), spider nevi (-)

Paru:

Inspeksi : statis: dinamis; simetris kanan = kiri

Palpasi : focal fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru. Batas paru-hati ICS V peranjakan 1

sela iga.

Auskultasi : suara napas vesikuler normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung:

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba

Perkusi : batas atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra, batas kiri: linea

midclavicula sinistra ICS V

Auskultasi : murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : cembung, venektasi (-), caput medusae (-)

Palpasi : tegang, nyeri tekan regio hipokondriak kanan (+), hepar tidak teraba,

lien tidak teraba.

Perkusi : timpani, shifting dulness(+)

Auskultasi : bising usus (+) 4x/menit

Kesan : Ascites

Genital : tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas

Ekstremitas atas : nyeri sendi (-), gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (+),

pigmentasi normal, telapak tangan pucat (-), jari tabuh (-), turgor

kembali lambat (-), eritema palmaris (-), akrosianosis(-)

10

Page 11: Laporan Kasus CH Dekompensata

Ekstremitas bawah : nyeri sendi (-), gerakan bebas, edema (+) pada kedua tungkai,

jaringan parut (-), pigmentasi normal, jari tabuh (-), turgor

kembali lambat (-), akrosianosis (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukanDarah RutinLekosit 9500 /µL 5000 – 10000Eritrosit 2,79 juta/µL 4,6 – 6,2Hemoglobin 9,9 g/dL 14 – 16Hematokrit 28 % 42 – 48Trombosit 36000 ribu/µL 150000 – 450000Fungsi HatiSGOT 25 U/l <35SGPT 12 U/l <55Protein TotalTotal Protein 4,5 g/dL 6,4 – 8,3Albumin 1,6 g/dL 3,5 – 5,2Globulin 2,9 g/dL 2,6 – 3,4Fungsi GinjalUreum 24 mg/dL 17 – 43Kreatinin 1,1 mg/dL 0,7 – 1,3

Foto Thorax

Kesan : Jantung LVH, paru-paru normal.

USG

Tampak udara usus meningkat, organ abdomen tidak tervisualisasi dengan baik.

Hati : Bentuk ireguler, struktur parenkim padat kasar. Tak jelas adanya lesi fokal. Tampak dikelilingi oleh anekhoik yang cukup luas.

KE : Besar dan bentuk baik, dinding sebagian menebal (1,13 cm). tak tampak batu/sludge.

Pancreas: Besar normal. Echoparenchym homogen. Tak tampak nodul.

11

Page 12: Laporan Kasus CH Dekompensata

Limpa : Besar normal. Echoparenchym homogen. Tak tampak nodul.

Ginjal : Besar kedua ginjal normal. Cortex dan medulla baik. Tak tampak batu / penebalan kedua kalises.

Tampak gambaran anekhoik yang mengelilingi organ abdomen intraperitoneal.

Kesan : SIROSIS HEPATIS, KOLESISTITIS, ASCITES, METEORISMUS.

2.5 Diagnosis

Sirosis hepatis dekompensata

2.6 Tatalaksana

IVFD RL 14 tpm

Inj. Lasix 2x1 ampul

Inj. Ranitidine 2x1 ampul

Ambroxol 3x1

KSR 2x1

Curcuma 3x1

Urdafalk 3x1

Spinorolaktone 1x25mg

Vip albumin 3x2

Levofloxacine 1x500mg

Lactulac syr 3xC1

2.7 Prognosis

Ad vitam : dubia ad malamAd fungsionam : ad malamAd sanationam : dubia ad malam

12

Page 13: Laporan Kasus CH Dekompensata

2.8 Resume

Pasien datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo pada hari Sabtu, 15 Januari

2015 pukul 19.00 WIB. Pasien mengeluhkan perut dan kedua kaki membesar sejak 1

minggu yang lalu. Pasien merasa perut begah setiap setelah makan, cepat kenyang

dan hanya dapat menghabiskan setengah porsi makanan dari biasanya. Lemas pada

seluruh tubuh, batuk berdahak sejak 2 minggu yang lalu, dahak mudah dikeluarkan

berwarna putih bening dan tidak berbau. Demam naik turun sejak 1 minggu yang lalu,

demam kadang dirasakan lebih meningkat saat malam hari. BAK kuning pekat seperti

teh sejak 1 minggu terakhir. Pasien pernah dirawat inap pada Februari tahun lalu

karena adanya keluhan muntah darah segar dan BAB darah serta kulit yang berwarna

kekuningan. Hasil Esofago Gastro Duodenoskopi di RSCM dan didapatkan varises

esophagus gr III dan gastroduodenopati hipertensi porta berat.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran CM, TD 110/90 mmHg, N

84x/menit, RR 20x/menit, S 36,7 ºC, BMI 25,95 (overweight). Kulit ikterik, mata

skera ikterik +/+, batas kiri jantung dan paru bergeser ke linea midclavicula sinistra

ICS V, abdomen cembung, nyeri tekan hipokondriak kanan, shifting dullness (+),

edema tungkai +/+. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan eritrosit,

Hb, Ht, pansitopenia, penurunan total protein dan albumin. Foto thorax kesan jantung

LVH. USG didapatkan sirosis hepatis, kolesistitis, ascites, meteorismus.

13

Page 14: Laporan Kasus CH Dekompensata

2.9 Perkembangan Selama Perawatan

Follow Up 16/1/2015S : Begah setelah makan, batuk berdahak

putih, BAK teh.O : CM, TSS, 100/80 mmHg, 36.60C,

76x/m, 20x/m.Mata : SI +/+Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/-Abd : cembung, tegang, NTE (-),

timpani, shifting dulness (+)Ext : edema tungkai +/+Lab:GDS : 78 (n=<200)Bil. total : 7,52 mg/dL (n= 0,1-1,2)Bil. direk : 4,56 (n= <0,5)Bil. indirek : 2,96 (n= <0,7)Alkali Phospat : 159 (n= <258)Total protein : 7,4 (n= 6,4-8,3)Albumin : 1,7 (n= 3,5-5,2)Globulin : 5,7 (n= 2,6-3,4)

A : Sirosis hepatis dekompensataP : IVFD RL 8 tpm

Inj. Lasix 1x1 ampulInj. Ranitidine 2x1 ampulAmbroxol 3x1KSR 2x1Curcuma 3x1Urdafalk 3x1Spinorolaktone 1x25mgVip albumin 3x2Levofloxacine 1x500mgLactulac syr 3xC1

Follow Up 17/1/2015S : Begah setelah makan, batuk berdahak

putih, BAK teh.O : CM, TSS, 100/0 mmHg, 37.20C,

72x/m, 20x/m.Mata : SI +/+Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/-Abd : cembung, tegang, NTE (-),

timpani, shifting dulness (+)Ext : edema tungkai +/+

A : Sirosis hepatis dekompensataP : IVFD D5% 8 tpm

Inj. Lasix 1x1 ampulInj. Ranitidine 2x1 ampulAmbroxol 3x1KSR 2x1Curcuma 3x1Urdafalk 3x1Spinorolaktone 1x25mgVip albumin 3x2Levofloxacine 1x500mgLactulac syr 3xC1

Follow Up 18/1/2015S : Begah setelah makan, batuk berdahak

putih, BAK the, malam kurang tidur.O : CM, TSS, 110/70 mmHg, 360C,

76x/m, 20x/m.Mata : SI +/+Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)

Follow Up 19/1/2015S : Begah setelah makan, batuk berdahak

putih, BAK teh.O : CM, TSS, 110/80 mmHg, 37.20C,

72x/m, 20x/m.Mata : SI +/+Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)

14

Page 15: Laporan Kasus CH Dekompensata

Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/-Abd : cembung, tegang, NTE (-),

timpani, shifting dulness (+)Ext : edema tungkai +/+

A : Sirosis hepatis dekompensataP : IVFD D5% 8 tpm

Inj. Lasix 1x1 ampulInj. Ranitidine 2x1 ampulAmbroxol 3x1KSR 2x1Curcuma 3x1Urdafalk 3x1Spinorolaktone 2x25mgVip albumin 3x2Levofloxacine 1x500mgLactulac syr 3xC1

Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/-Abd : cembung, tegang, NTE (-),

timpani, shifting dulness (+)Ext : edema tungkai +/+Lab:Leukosit : 23300Eritrosit : 3,04 jtHb : 10,7Ht : 31Trombosit : 37000Bilirubin total : 7,58Bilirubin direk : 3,99Bilirubin indirek : 3,59

A : Sirosis hepatis dekompensataP : IVFD D5% 8 tpm

Inj. Lasix 2x1 ampulInj. Ranitidine 2x1 ampulAmbroxol 3x1KSR 2x1Curcuma 3x1Urdafalk 3x1Spinorolaktone 2x25mgVip albumin 3x2Levofloxacine 1x500mgLactulac syr 3xC1

Follow Up 20/1/2015S : Demam, nafsu makan menurun, begah

setelah makan, batuk berdahak putih, BAK teh.

O : CM, TSS, 110/70 mmHg, 37,9 0C, 76x/m, 20x/mBB : 75 kg, LP : 102 cmMata : SI +/+Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/-Abd : cembung, tegang, NTE (-),

timpani, shifting dulness (+)Ext : edema tungkai +/+

A : Sirosis hepatis dekompensataP : IVFD D5% 8 tpm

Follow Up 21/1/2015S : Begah setelah makan, batuk berdahak

putih, BAK teh.O : CM, TSS, 140/80 mmHg, 37.20C,

88x/m, 20x/m.BB : 75 kg, LP : 102 cmMata : SI +/+Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/-Abd : cembung, tegang, NTE (-),

timpani, shifting dulness (+)Ext : edema tungkai +/+BC = 1900 – 2346 = -446

A : Sirosis hepatis dekompensataP : IVFD NaCl : D5% 12 tpm

15

Page 16: Laporan Kasus CH Dekompensata

Inj. Lasix 2x1 ampulInj. Ranitidine 2x1 ampulAmbroxol 3x1KSR 2x1Curcuma 3x1Urdafalk 3x1Spinorolaktone 2x25mgVip albumin 3x2Levofloxacine 1x500mgLactulac syr 3xC1

Inj. Lasix 1x1 ampulInj. Ranitidine 2x1 ampulAmbroxol 3x1KSR 2x1Curcuma 3x1Urdafalk 3x1Spinorolaktone 2x25mgVip albumin 3x2Levofloxacine 1x500mgLactulac syr 3xC1

Follow Up 22/1/2015S : Begah setelah makan, batuk berdahak

putih, BAK the.O : CM, TSS, 100/70 mmHg, 37,9 0C,

76x/m, 20x/mBB : 75 kg, LP : 101 cmMata : SI +/+Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/-Abd : cembung, tegang, NTE (-),

timpani, shifting dulness (+)Ext : edema tungkai +/+Lab:Total protein : 6,6 g/dl (n=6,4-8,3)Albumin : 1,6 (n=3,5-5,2)Globulin : 5 (n=2,6-3,4)

A : Sirosis hepatis dekompensataP : IVFD NaCl : D5% 12 tpm

Inj. Lasix 1x1 ampulInj. Ranitidine 2x1 ampulInj. Cefotaxim 2x1grInj. Albumin 1x20% (100 cc)Ambroxol 3x1KSR 2x1Curcuma 3x1Urdafalk 3x1Spinorolaktone 2x25mgVip albumin 3x2Levofloxacine 1x500mg

Follow Up 23/1/2015S : Begah setelah makan, batuk berdahak

putih, BAK teh.O : CM, TSS, 140/80 mmHg, 37.20C,

84x/m, 20x/m.BB : 75 kg, LP : 100 cmMata : SI +/+Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/-Abd : cembung, tegang, NTE (-),

timpani, shifting dulness (+)Ext : edema tungkai +/+

A : Sirosis hepatis dekompensataP : IVFD NaCl : D5% 12 tpm

Inj. Lasix 1x1 ampulInj. Ranitidine 2x1 ampulInj. Cefotaxim 2x1grAmbroxol 3x1KSR 2x1Curcuma 3x1Urdafalk 3x1Spinorolaktone 1x25mgVip albumin 3x2Levofloxacine 1x500mgLactulac syr 3xC1

16

Page 17: Laporan Kasus CH Dekompensata

Lactulac syr 3xC1

Follow Up 24/1/2015S : Begah setelah makan, batuk berdahak

putih, BAK teh.O : CM, TSS, 130/90 mmHg, 37,9 0C,

76x/m, 20x/mBB : 75 kg, LP : 101 cmMata : SI +/+Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/-Abd : cembung, tegang, NTE (-),

timpani, shifting dulness (+)Ext : edema tungkai +/+Lab:Eritrosit : 3,07 jtHb : 10,4Ht : 30Trombosit : 31000

A : Sirosis hepatis dekompensataP : IVFD NaCl : D5% 12 tpm

Inj. Lasix 1x1 ampulInj. Ranitidine 2x1 ampulInj. Cefotaxim 2x1grAmbroxol 3x1KSR 2x1Curcuma 3x1Urdafalk 3x1Spinorolaktone 1x25mgVip albumin 3x2Levofloxacine 1x500mgLactulac syr 3xC1Propanolol 2x10mg

Follow Up 25/1/2015S : Begah setelah makan, batuk berdahak

putih, BAK teh.O : CM, TSS, 120/80 mmHg, 37.20C,

84x/m, 20x/m.BB : 75 kg, LP : 99 cmMata : SI +/+Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/-Abd : cembung, tegang, NTE (-),

timpani, shifting dulness (+)Ext : edema tungkai +/+

A : Sirosis hepatis dekompensataP : IVFD NaCl : D5% 12 tpm

Inj. Lasix 1x1 ampulInj. Cefotaxim 2x1grInj. Ranitidine 2x1 ampulAmbroxol 3x1KSR 2x1Curcuma 3x1Urdafalk 3x1Spinorolaktone 1x25mgVip albumin 3x2Levofloxacine 1x500mgLactulac syr 3xC1Propanolol 2x10mg

Follow Up 26/1/2015S : Begah setelah makan, batuk berdahak

putih, BAK teh.O : CM, TSS, 130/90 mmHg, 37,9 0C,

76x/m, 20x/m

Follow Up 27/1/2015S : Begah setelah makan, batuk berdahak

putih, BAK teh.O : CM, TSS, 120/80 mmHg, 37.20C,

84x/m, 20x/m.

17

Page 18: Laporan Kasus CH Dekompensata

BB : 75 kg, LP : 98 cmMata : SI +/+Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/-Abd : cembung, tegang, NTE (-),

timpani, shifting dulness (+)Ext : edema tungkai +/+

A : Sirosis hepatis dekompensataP : Venflon

Lasix 1x1 tabInj. Cefotaxim 2x1grRanitidine 2x1 tabAmbroxol 3x1KSR 2x1Curcuma 3x1Urdafalk 3x1Spinorolaktone 1x25mgVip albumin 3x2Levofloxacine 1x500mgLactulac syr 3xC1Propanolol 2x10mgFurosemid 2x1 tab

BB : 75 kg, LP : 99 cmMata : SI +/+Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/-Abd : cembung, tegang, NTE (-),

timpani, shifting dulness (+)Ext : edema tungkai +/+

A : Sirosis hepatis dekompensataP : Venflon

Lasix 1x1 tabAmbroxol 3x1KSR 2x1Curcuma 3x1Urdafalk 3x1Spinorolaktone 1x25mgVip albumin 3x2Levofloxacine 1x500mgPropanolol 2x10mgFurosemid 2x1 tabMetil prednisolon 3x4mg

Follow Up 28/1/2015S : Begah setelah makan, batuk berdahak

putih, BAK teh.O : CM, TSS, 120/70 mmHg, 37,9 0C,

76x/m, 20x/mBB : 73 kg, LP : 95 cmMata : SI +/+Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/-Abd : cembung, tegang, NTE (-),

timpani, shifting dulness (+)Ext : edema tungkai +/+LabPT : 26,9 detik (n=9,7 – 13,1)INR : 2,32 (n=0,8-1,2)aPTT : 57,9 detik (n=23,2-34,7)

Cholinesterase : 1088 (n=5300-12900)A : Sirosis hepatis dekompensataP : Venflon

Follow Up 29/1/2015S : nafsu makan membaik, batuk

berdahak putih, BAK teh, bengkak berkurang.

O : CM, TSS, 120/80 mmHg, 37.20C, 84x/m, 20x/m.BB : 73 kg, LP : 93 cmMata : SI +/+Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/-Abd : cembung, tegang, NTE (-),

timpani, shifting dulness (+)Ext : edema tungkai +/+Lab :Eritrosit : 3.25jtHb : 11,1Ht : 33Trombosit : 69000Bilirubin total : 8,84

18

Page 19: Laporan Kasus CH Dekompensata

Lasix 1x1 tabAmbroxol 3x1KSR 2x1Curcuma 3x1Urdafalk 2x1Spinorolaktone 1x25mgVip albumin 3x4Levofloxacine 1x500mgPropanolol 2x10mgFurosemid 2x1 tabFujimin 3x1Metyl prednisolon 3x4mg

Bilirubin Direk : 5,15Bilirubin Indirek : 3,69SGOT : 60SGPT : 29

A : Sirosis hepatis dekompensataP : Venflon

Fujimin 3x1Ambroxol 3x1KSR 2x1Curcuma 3x1Urdafalk 2x1Spinorolaktone 2x25mgVip albumin 3x4Lactulac syr 3xC1Propanolol 2x10mgFurosemid 2x1 tabRanitidin 2x1 tabMetyl Prednisolon 3x4mg

Follow Up 29/1/2015S : BAK teh, bengkak berkurang.O : CM, TSS, 120/70 mmHg, 37,9 0C, 76x/m, 20x/m

BB : 70 kg, LP : 93 cmMata : SI +/+ minimalCor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/-Abd : cembung, NTE (-), timpani, shifting dulness (+)Ext : edema tungkai +/+ minimal

A : Sirosis hepatis dekompensataP : Curcuma 3x1

Urdafalk 2x1Spinorolaktone 2x25mgVip albumin 3x4Lactulac syr 3xC1Propanolol 2x10mgOMZ 2x1 tabVit. K 3x1 tabRawat jalan

BAB III

19

Page 20: Laporan Kasus CH Dekompensata

ANALISA KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

didapatkan bahwa diagnosis pada pasien ini yaitu sirosis hepatis. Pada pasien ini

termasuk dalam sirosis hepatis dekompensata, yaitu sirosis hati aktif karena telah

terdafat menifestasi klinis yang jelas seperti ascites, edema tungkai, ikterus, badan

lemas, nafsu makan berkurang, perut kembung, BAK warna kuning pekat, riwayat

hematemesis dan melena 1 tahun yang lalu.

Ascites terjadi karena adanya hipertensi porta yang mengakibatkan adanya

peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus dan penurunan tekanan osmotik

koloid akibat hipoalbumin (1,6 g/dL). Selain itu juga dikarenakan adanya retensi

natrium dan air serta peningkatan sintesis dan aliran limfe hati. Hal ini juga berakibat

terhadap adanya bengkak pada kedua tungkai. Kelebihan cairan dalam rongga

peritoenum ini membuat pasien kurang nafsu makan, mudah kenyang dan perut terasa

kembung sehingga pasien merasa lemas.

Ikterus terjadi karena adanya peningkatan konsentrasi bilirubin plasma yang

lebih dari 30 µmol/L dimana kadar bilirubin plasma yang normal maksimal 17

µmol/L (1ml/dL). Awalnya sklera menguning dan jika konsentrasinya semakin

meningkat kulit juga akan berubah menjadi kuning, dan warna urin menjadi pekat.

Pada pasien didapatkan konsentrasi bilirubin total 7,52 mg/dL.

Hematemesis dan melena yang pernah ada dalam riwayat penyakit dahulu

pasien terjadi karena adanya ruptur pada vena esofagus dan vena rektum yang telah

terjadi varises sebelumnya dimana pembuluh darah ini umumnya berdinding tipis.

Keadaan ini didukung dengan adanya hasil laboratorium darah yang menunjukkan

trombositopenia dan defisiensi faktor pembekuan (akibat penurunan sintesis pada hati

yang rusak) dapat menyebabkan perdarahan yang masif yang mengancam jiwa.

20

Page 21: Laporan Kasus CH Dekompensata

Dintinjau dari epidemiologi, jenis kelamin laki-laki dan usia pasien 56 tahun

sesuai dengan data bahwa sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki

jika dibandingkan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara

golongan umur 30 – 59 tahun.

Etiologi yang menyebabkan terjadinya sirosis hepatis pada pasien ini adalah

infeksi virus hepatitis kronik. Hal ini dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis bahwa

pasien pernah mengidap penyakit kuning pada Februari 2014. Hal ini didukung pula

dengan hasil pemeriksaan sero imunologi anti HCV (+) pada pasien ini yang berarti

pasien adalah penderita hepatitis C kronik (prevalensi di Indonesia 30-40%).

Dari pemeriksaan laboratorium yang mendukung terhadap sirosis hepatis

yaitu didapatkan peningkatan nilai SGOT pada pemeriksaan kedua selama perawatan

di bangsal sebesar 60 U/l (tidak spesifik), bilirubin total 7,52 mg/dL, bilirubin direk

4,56 mg/dL, bilirubin indirek 2,96 mg/dL, trombositopenia (36000/mm3) serta rasio

terbalik albumin : globulin (1,7:5,7). Dari pemeriksaan USG didapatkan hepar bentuk

ireguler, struktur parenkim padat kasar, terdapat ascites dan meteorismus. Sedangkan

dari pemeriksaan Esofago Gastro Duodenoskopi di RSCM pada Februari 2014 dan

didapatkan varises esophagus gr III dan gastroduodenopati hipertensi porta berat.

Tatalaksana yang diberikan dapat berupa pembatadan kerja fisik, tidak

meminum alkohol, dan menghindari konsumsi obat-obat yang bersifat hepatotoksik

karena sekali didiagnosa sebagai sirosis hepatis maka prosesnya akan berjalan terus

tanpa dapat dibendung. Pemberian Lasix dan Spironolakton sebagai diuretic

ditujukan untuk mengurangi ascites dan edema tungkai. Spironolakton diberikan

sebagai penghambat aldosterone yang menstimulasi penyerapan kembali Natrium dan

menghambat ekskresi Kalium. Respon diuretik ini harus dimonitor dengan penurunan

BB 1 kg/hari. Untuk mencegah terjadinya hipokalemia, maka diberikan KSR. Vip

Albumin diberikan karena pasien dalam kondisi hipoalbumin. Ranitidine diberikan

untuk melindungi inflamasi lambung dari interaksi berbagai obat. Propanolol

21

Page 22: Laporan Kasus CH Dekompensata

diberikan untuk menurunkan tekanan hipertensi porta dan mencegah terjadinya

rupture berulang. Lactulac sirup digunakan untuk mengeluarkan ammonia yang

dihasilkan oleh bakteri usus. Urdafalk untuk mengurangi produksi dan sekresi

kolesterol oleh hepar serta mengurangi penyerapan kolesterol di usus.

Berkaitan dengan angka harapan hidup, didapatkan bahwa pasien termasuk

klasifikasi Child-Pugh kategori C. Hal ini didasari adanya jumlah bilirubin total >3

mg/dL, albumin serum <2,8 g/dL, ascites yang dapat dikendalikan dengan

pengobatan, nutrisi yang sempurna, dan ensefalopati hepatikum nihil. Jika

dijumlahkan makan didaptkan skor 10, dimana skor 10-15 termasuk kedalam grade C

dengan persentasi betahan hidup dalam 1 tahun 45% dan persentase bertahan hidup

dalam 2 tahun 35%.

22

Page 23: Laporan Kasus CH Dekompensata

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Definisi

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir

fibrosis hepatik yang berlangsung progresif. Sirosis secara histologis didefinisikan

sebagai proses hepatik yang difus yang ditandai dengan fibrosis dan

konversi/perubahan arsitektur hati yang normal menjadi struktur nodul-nodul

regeneratif yang abnormal. Nodul-nodul regenerasi ini dapat berukuran kecil

(mikronoduler) atau besar (makronodular). Gambaran ini terjadi akibat nekrosis

hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat,

distorsi jaringan vaskuler, dan regenerasi nodularis parenkim hati.1,2

Secara lengkap, sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro,

anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami

perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis)

disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.1

4.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, penyakit hati kronis dan sirosis menyebabkan 35.000

kematian tiap tahunnya. Sirosis menempati urutan kesembilan sebagai penyebab

kematian di AS, sekitar 1,2% dari kematian.2 Lebih dari 40% pasien sirosis

asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan

atau pada waktu otopsi. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360

per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik

maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan

mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir

dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%.1

23

Page 24: Laporan Kasus CH Dekompensata

Di Indonesia data prevalensi sirosis hati hanya laporan dari beberapa pusat

pendidikan saja. Di RS dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis berkisar 4,1%

dari pasien yang dirawat di Bagian penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun

(2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak

819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.1

4.3 Etiologi

Alkohol merupakan penyebab sirosis hati yang paling sering dijumpai di

Negara barat. Hal ini berhubungan erat dengan kebiasaan hidup masyarakat barat

yang sering mengkonsumsi alkohol. Namun, infeksi virus kronis adalah penyebab

tersering di seluruh dunia. Di Indonesia, infeksi virus hepatitis B dan Hepatitis C

merupakan penyebab tersering dari sirosis hati. Hasil penelitian di Indonesia

menyebutkan bahwa sirosis hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B sebesar 40-

50%, virus hepatitis C setinggi 30-40%, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui

penyebabnya dan termasuk dalam kelompok virus bukan B dan C (non B-non C).8

Beberapa penyebab tidak langsung cedera hati adalah sirosis bilier primer,

kolangitis sklerosis primer, atresia biliaris. Penyebab lain dari sirosis yaitu penyakit

keturunan seperti fibrosis kistik, defisiensi alpha-1 antitrypsin, galaktosemia, penyakit

Wilson (terjadi penumpukan tembaga yang berlebihan pada hati, otak ginjal dan

kornea mata), serta hemokromatosis (penyerapan serta penyimpanan zat besi yang

berlebihan pada hati dan organ lain).6

4.4 Klasifikasi

Berdasarkan morfologi Sherlock membagi sirosis hati atas 3 jenis, yaitu:8

1. Mikronodular (besar nodul kurang dari 3mm)

Ditandai dengan terbentuknya septal tebal teratur, di dalam parenkim hati

mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut di seluruh lobul.

2. Makronodular (besar nodul lebih dari 3mm)

24

Page 25: Laporan Kasus CH Dekompensata

Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi ada nodul besar

didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi

regenerasi parenkim.

3. Campuran (memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)

Secara fungsional sirosis terbagi menjadi:1

1. Sirosis hati kompensata

Sering disebut dengan laten sirosis. Pada stadium kompensata ini belum terlihat

gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan

screening.

2. Sirosis hati dekompensata

Dikenal dengan nama sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya gejala-gejala

sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.

4.5 Anatomi dan Fisiologi Hepar

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, mempunyai berat

sekitar 1.5 kg . Walaupun berat hati hanya 2-3% dari berat tubuh , namun hati terlibat

dalam 25-30% pemakaian oksigen. Sekitar 300 milyar sel-sel hati terutama hepatosit

yang jumlahnya kurang lebih 80%, merupakan tempat utama metabolisme

intermedier.3

25

Page 26: Laporan Kasus CH Dekompensata

Hati manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, dibawah diafragma,

dikedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya

1200-1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan dibawah diafragma,

permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi

secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritonium kecuali di

daerah posterior-posterior yang berdekatan dengan vena cava inferior dan

mengadakan kontak langsung dengan diafragma.3

Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan

jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam

parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa

dari hepar seperti spons yang terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-

lempengan/plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang

disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian

tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terdiri dari sel-sel

fagosit yg disebut sel kupffer. Sel kupffer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui

oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain.3

Setiap hepatosit dapat berkontak

langsung dengan darah dari dua sumber : darah vena yang langsung datang dari

saluran pencernaan dan darah arteri yang datang dari aorta. Darah vena memasuki

hati melalui hubungan vaskuler yang khas dan kompleks yang dikenal sebagai system

porta hati. Vena yang mengalir dari saluran pencernaan tidak secara langsung

26

Page 27: Laporan Kasus CH Dekompensata

menyatu dengan vena kava inferior. Jadi, vena-vena dari lambung dan usus memasuki

vena porta hepatica, yang mengangkut produk-produk yang diserap dari saluran

pencernaan langsung ke hati untuk diolah, disimpan, atau didetoksifikasi sebelum

produk-produk tersebut mendapat akses ke sirkulasi umum. Di dalam hati, vena porta

kembali bercabang-cabang menjadi jaringan kapiler (sinusoid hati) yang

memungkinkan pertukaran antara darah dan hepatosit sebelum mengalirkan darah ke

vena hepatica, yang kemudian menyatu dengan vena kava inferior. Hepatosit juga

mendapat darah arteri segar, yang menyalurkan oksigen mereka dan menyalurkan

metabolit-metabolit untuk diolah di hati.4

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber

energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada

beberapa fungsi hati yaitu:3

1. Membentuk dan mengekskresi empedu.

27

Page 28: Laporan Kasus CH Dekompensata

Hati menyekresi sekitar 500 hingga 1000 ml empedu kuning setiap hari. Unsur

utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu, fosfolipid (terutama

lesitin), kolesterol, garam anorganik, dan pigmen empedu (terutama bilirubin

terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dalam

usus halus, sebagian besar garam empedu akan direabsorbsi di ileum, mengalami

resirkulasi ke hati, serta kembali dikonjugasi dan disekresi. Bilirubin (pigmen

empedu) adalah hasil akhir metabolisme pemecahan eritrosit yang sudah tua;

proses konjugasi berlangsung di dalam hati dan diekskresi ke dalam empedu.

2. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat

Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling

berkaitan satu sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari

usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu

ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi

glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut glikogenolisis.

3. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak

Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus

mengadakan katabolisis asam lemak. Hati merupakan pembentukan utama,

sintesis, esterifikasi dan ekskresi dimana serum kolesterol menjadi standar

pemeriksaan metabolisme lipid.

4. Fungsi hati sebagai metabolisme protein

Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses

deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan

proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan non nitrogen. Hati

merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂-globulin dan

organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme

protein. ∂-globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan

sumsum tulang ß–globulin hanya dibentuk di dalam hati.

5. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

28

Page 29: Laporan Kasus CH Dekompensata

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan

dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V,

VII, IX, X. Untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi

dibutuhkan vitamin K.

6. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin

Vitamin larut lemak A,D,E,K disimpan di dalam hati; juga vitamin B12

tembaga dan besi.

7. Fungsi hati sebagai detoksikasi

Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Fungsi detoksifikasi sangat penting

dan dilakukan oleh enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi

zat-zat yang dapat berbahaya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif.

8. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupffer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai

bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupffer juga ikut memproduksi

globulin sebagai mekanisme imun hati.

9. Fungsi hemodinamik

Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ±

1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam arteri

hepatica ± 25% dan di dalam vena porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati.

4.6 Histologi

Hati terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hati,

sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel epitelial sistem empedu dalam jumlah yang

bermakna dan sel-sel non parenkimal yang termasuk didalamnya endotelium, sel

kuppfer, dan sel stellata yang berbentuk seperti bintang.5

Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen

vena hepatica dan duktus hepatikus. Saat darah memasuki hati melalui arteri hepatica

dan vena porta serta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan

oksigen secara bertahap. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid

29

Page 30: Laporan Kasus CH Dekompensata

yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang

membatasi saluran empedu dan penunjuk tempat permulaan sekresi empedu.5

Sinusoid hati memiliki lapisan endotelial berpori yang dipisahkan dari

hepatosit oleh ruang disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam

dinding sinusoid adalah sel fagositik kupffer yang merupakan bagian penting sistem

retikuloendotelial dan sel stellata yang memiliki aktivitas miofibroblastik yang dapat

membantu pengaturan aliran darah sinusoidal disamping sebagai faktor penting dalam

perbaikan kerusakan hati. Peningkatan aktivitas sel-sel stellata tampaknya menjadi

faktor kunci dalam pembentukan fibrosis di hati.1

4.7 Patofisiologi

Tiga mekanisme patologik utama yang berkombinasi untuk menjadi sirosis

adalah kematian sel hati, regenerasi, dan fibrosis progresif. Dalam kaitannya dengan

fibrosis, hati normal mengandung kolagen interstitium (tipe I, III, dan IV) di saluran

porta dan sekitar vena sentralis, dan kadang-kadang di parenkim. Di ruang antara sel

endotel sinusoid dan hepatosit (ruang Disse) terdapat rangka retikulin halus kolagen

tipe IV. Pada sirosis, kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks ekstrasel

mengendap di semua bagian lobus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan

penetrasinya. Juga terjadi pirau vena porta ke vena hepatica dan arteri hepatica ke

vena porta.

Angiogenesis membentuk pembuluh darah baru pada lembaran fibrosa yang

mengelilingi nodul. Pembuluh darah ini menghubungkan arteri hepatica dan vena

porta ke venula hepatika. Adanya gangguan aliran darah seperti itu, berkontribusi

dalam hipertensi porta, yang meningkat akibat nodul regenerasi menekan venula

hepatica. Proses ini pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran endotel yang

berlubang-lubang dengan pertukaran bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi

saluran vaskuler tekanan tinggi beraliran cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara

30

Page 31: Laporan Kasus CH Dekompensata

khusus, perpindahan protein (misal albumin, faktor pembekuan, lipoprotein) antara

hepatosit dan plasma sangat terganggu.5,6

Sumber utama kelebihan kolagen pada sirosis tampaknya adalah sel stellata

perisinusoid penyimpan lemak, yang terletak di ruang Disse. Walaupun secara normal

berfungsi sebagai penyimpan vitamin A dan lemak, sel ini mengalami pengaktifan

selama terjadinya sirosis, kehilangan simpanan retinil ester, dan berubah menjadi sel

mirip miofibroblas. Rangsangan untuk sintesis dan pengendapan kolagen dapat

berasal dari beberapa sumber : peradangan kronis, disertai produksi sitokin

peradangan seperti factor nekrosis tumor (TNF), limfotoksin, dan interleukin 1;

pembentukan sitokin oleh sel endogen yang cedera (sel Kupffer, sel endotel,

hepatosit, dan sel epitel saluran empedu); gangguan matriks ekstrasel; stimulasi

langsung sel stelata oleh toksin.5

Hipertensi porta pada sirosis disebabkan oleh peningkatan resistensi terhadap

aliran porta di tingkat sinusoid dan penekanan vena sentral oleh fibrosis perivenula

dan ekspansi nodul parenkim. Anastomosis antara system arteri dan porta pada pita

fibrosa juga menyebabkan hipertensi porta karena mengakibatkan system vena porta

yang bertekanan rendah mendapat tekanan arteri. Empat konsekuensi utama adalah

(1) asites (2) pembentukan pirau vena portosistemik, (3) splenomegali kongestif, dan

(4) ensefalopati hepatika.8

1. Asites

Kumpulan kelebihan cairan di rongga peritoneum. Faktor utama patogenesis

asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi porta)

dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia. Factor lain yang

berperan adalah retensi natrium dan air serta peningkatan sintesis dan aliran limfe

hati. Kelainan ini biasanya mulai tampak secara klinis bila telah terjadi

penimbunan paling sedikit 500 mL, tetapi cairan yang tertimbun dapat mencapai

berliter-liter dan menyebabkan distensi massif abdomen. Cairan biasanya berupa

31

Page 32: Laporan Kasus CH Dekompensata

cairan serosa dengan protein 3g/dL (terutama albumin) serta zat terlarut dengan

konsentrasi serupa, misalnya glukosa, natrium, dan kalium seperti dalam darah.4,6

2. Pirau portosistemik

Dengan meningkatnya tekanan sistem porta, terbentuk pembuluh pintas di

tempat yang sirkulasi sistemik dan sirkulasi porta memiliki jaringan kapiler yang

sama. Tempat utama adalah vena disekitar dan di dalam rektum (bermanifestasi

sebagai hemoroid), taut kardioesofagus (menimbulkan varises esophagogastrik),

retroperitoneum, dan ligamentum falsiparum hati (mengenai kolateral dinding

abdomen dan periumbilikus). Walaupun dapat terjadi, perdarahan hemoroid jarang

massif atau mengancam nyawa. Yang lebih penting adalah varises esofagogastrik

yang terjadi pada sekitar 65% pasien dengan sirosis hati tahap lanjut dan

menyebabkan hematemesis massif dan kematian pada sekitar separuh dari mereka.

Kolateral dinding abdomen tampak sebagai vena subkutis yang melebar dan

berjalan dari umbilicus ke arah tepi iga (kaput medusa) dan merupakan tanda klinis

utama hipertensi porta.6

3. Splenomegali

Kongesti kronis dapat menyebabkan splenomegali kongestif. Derajat

pembesaran sangat bervariasi (sampai 1000 g) dan tidak selalu berkaitan dengan

gambaran lain hipertensi porta.8

4.8 Diagnosis & Manifestasi Klinis

Sirosis Hepatis dengan kegagalan faal hati dan hipertensi portal. Pada

penderita ini sudah ada tanda-tanda kegagalan faal hati misalnya ada ikterus,

perubahan sirkulasi darah, kelainan laboratorium pada tes faal hati. Juga ditemukan

tanda-tanda hipertensi portal, misalnya asites, splenomegali, venektasi di perut.1

Gejala awal sirosis kompensata meliputi perasaan mudah lelah dan lemas,

selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada

32

Page 33: Laporan Kasus CH Dekompensata

laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya

dorongan seksualitas.

Sedangkan sirosis dekompensata, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila

timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta meliputi hilangnya rambut

badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya

gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid,

ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah, atau melena, serta

perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai

koma.8

Pada pemeriksaan fisis, kita dapat menemukan adanya pembesaran hati dan

terasa keras, namun pada stadium yang lebih lanjut hati justru mengecil dan tidak

teraba. Untuk memeriksa derajat asites dapat menggunakan tes-tes puddle sign,

shifting dullness, atau fluid wave. Tanda-tanda klinis lainnya yang dapat ditemukan

pada sirosis yaitu, spider telangiekstasis (suatu lesi vaskular yang dikelilingi vena-

vena kecil) tanda ini sering ditemukan di bahu, muka dan lengan atas. Mekanisme

terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio

estradiol/testosterone bebas. Tanda ini bisa juga ditemukan selama hamil, malnutrisi

berat, bahkan ditemukan pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesinya kecil.1

Eritema Palmaris, warna merah pada thenar dan hipothenar telapak tangan.

Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini

juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, arthritis rheumatoid,

hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.

Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan

dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat

hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang

lain seperti sindrom nefrotik.8

33

Page 34: Laporan Kasus CH Dekompensata

Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan kontraktur

fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan

dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien diabetes mellitus, distrofi reflex

simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol.8

Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula

mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu,

ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksilla pada laki-laki, sehingga laki-laki

mengalami perubahan ke arah feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi

cepat berhenti sehingga dikira fase menopause.8

Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini

menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.

Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya

nonalkoholik. Pembesaran akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.

Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta

dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.

Fetor Hepatikum, Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan

peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat.

Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi

bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap, seperti air teh.

Asterixis bilateral tetapi tidak sinkron berupa pergerakan mengepak-ngepak dari

tangan, dorsofleksi tangan.

Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis, Fungsi

hati kita dapat menilainya dengan memeriksa kadar aminotransferase, alkali fosfatase,

gamma glutamil transpeptidase, serum albumin, prothrombin time, dan bilirubin.8

34

Page 35: Laporan Kasus CH Dekompensata

1. Serum glutamil oksaloasetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase

(SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi dan juga tidak spesifik.

2. Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.

Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer

dan sirosis billier primer.

3. GGT, konsentrasinya seperti halnya alkali fosfatase pada penyakit hati.

Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkohol kronik, karena alkohol selain

menginduksi GGT mikrosomal hepatic, juga bisa menyebabkan bocornya GGT

dari hepatosit.

4. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa

meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati,

konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis.

5. Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan,

antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi

produksi immunoglobulin. Prothrombin time mencerminkan derajat/ tingkatan

disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis memanjang.

6. Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan

karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG

meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada

sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada

peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites,

splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining

karsinoma hati pada pasien sirosis.

4.9 Komplikasi

Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan

komplikasinya. Komplikasi yang sering dijumpai antara lain Peritonitis Bakterial

Spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra

abdominal.8

35

Page 36: Laporan Kasus CH Dekompensata

Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa

oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.

Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada

penurunan filtrasi glomerulus.

Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20 sampai

40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan.

Angka kematiannya sangat tinggi, 2/3 akan meninggal dalam waktu 1 tahun

walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.

Ensefalopati hepatic, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi

hati. Mula-mula ada gangguan tidur (Insomnia dan Hipersomnia), selanjutnya dapat

timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom

hepatopulmonal terdapat hydrothorax dan hipertensi portopulmonal.

4.10 Penatalaksanaan

Sekali diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus tanpa

dapat dibendung. Membatasi kerja fisik, tidak minum alcohol, dan menghindari obat-

obat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan suatu keharusan. Bilamana tidak ada

koma hepatic diberikan diet yang mengandung protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak

2000-3000 kkal/hari.8

Pengobatan sirosis kompensata

Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya: alcohol

dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan

penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin dan obat herbal bisa menghambat

kolagenik. Hepatitis autoimun; bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Penyakit

hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis.

Pengobatan sirosis dekompensata

36

Page 37: Laporan Kasus CH Dekompensata

Asites. Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak

5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan

diuretic. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sehari.

Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa

adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bilamana pemberian

spironolakton tidak adekuat bias dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis 20-

40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon,

maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar.

Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.

Ensefalopati hepatik. Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan

ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil

ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama

diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.

Varises esophagus. Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan

obat penyekat beta (propanolol). Waktu perdarahan akut, bias diberikan preparat

somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi

endoskopi.

Peritonitis bakterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim

intravena, amoksilin, atau aminoglikosida.Sindrom hepatorenal, mengatasi perubahan

sirkulasi darah hati, mengatur keseimbangan garam dan air.

4.11 Prognosis

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi

etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai.8

37

Page 38: Laporan Kasus CH Dekompensata

Klasisfikasi Child-Pugh7

Derajat Kerusakan Minimal Sedang Berat SatuanBilirubin Total 2 2-3 >3 Mg/dlSerum Albumin >3,5 2,8-3,5 <2,8 Gr/dl

Nutrisi Sempurna Mudah Dikontrol Sulit Dikontrol -Ascites Nihil Dapat terkendali

dengan pengobatanTidak dapat terkendali

-

Hepatic Encephalopaty Nihil Minimal Berat/Koma -Interpretasi

Points Grade % bertahan hidup dalam 1 tahun % bertahan hidup dalam 2 tahun

5-6 A 100% 85%

7-9 B 81% 57%

10-15 C 45% 35%

Penilaian prognosis terbaru dengan model for end stage liver disease (MELD)

digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati. Berguna untuk

memprediksi angka bertahan hidup dalam 3 bulan pada pasien yang telah menjalani

prosedur operasi Transjugular intrahepatic portosystemic shunt(TIPS) dan berguna

untuk menentukan prognosis dan prioritas untuk mendapatkan transplantasi hati.

Rumus yang digunakan adalah :

MELD = 3.78[Ln serum bilirubin (mg/dL)] + 11.2[Ln INR] + 9.57[Ln serum

creatinine (mg/dL)] + 6.43

Interpretasi skor MELD pada pasien yang dirawat, maka angka kematian (mortality)

selama 3 bulan adalah:

40 atau lebih — 100% mortality

30–39 — 83% mortality

20–29 — 76% mortality

10–19 — 27% mortality

<10 — 4% mortality

38

Page 39: Laporan Kasus CH Dekompensata

BAB IV

KESIMPULAN

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir

fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari

arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Di Indonesia, infeksi virus

hepatitis B dan Hepatitis C merupakan penyebab tersering dari sirosis hati.

Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :

mikronodular (besar nodul kurang dari 3mm), makronodular (besar nodul lebih dari

3mm), campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular). Secara

Fungsional Sirosis terbagi atas : sirosis hati Kompensata, sering disebut dengan laten

sirosis hati, sirosis hati Dekompensata, dikenal dengan Active Sirosis hati.

Sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan

pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelinan penyakit lain. Selama bertahun-

tahun, sirosis hati bersifat laten, dimana perubahan-perubahan patologis berkembang

lambat sehingga akhirnya gejala-gejala yang timbul membangkitkan kesadaran akan

kondisi ini. Selama masa laten yang panjang, fungsi hati mengalami kemunduran

secara bertahap. Pada stadium kompensasi sempurna, kadang-kadang sangat sulit

menegakkan diagnose sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna

mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat,

laboratorium kimiawi/serologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi

etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.

39

Page 40: Laporan Kasus CH Dekompensata

DAFTAR PUSTAKA

1. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Cirrhosis Hepatitis in

Harrison’s Manual Of Medicine 16th Ed. 2005.

2. Finlayson, Sanders. Primary Biliary Chirosis. Crash course Internal Medicine 3rd

Ed, 2007.

3. Elaine N. Marieb, Katja H. Human Anatomy and Physiology, 7th Ed; 2007.p.914.

4. Mark, Robert, Thomas, Justin, Michael. Ascites in The Merck Manual, 18 th Ed,

Vol. 1;2006.p.188.

5. Stephen J. Mcphee, Maxine A. Papadakis. Hepatology in Current Medical

Diagnosis and Treatment;2008.

6. Mark, Robert, Thomas, Justin, Michael. Fibrosis and Cirrhosis in The Merck

Manual, 18th Ed, Vol. 1;2006.p.214.

7. Mark, Robert, Thomas, Justin, Michael. Portal systemic Encephalopathy in The

Merck Manual, 18th Ed, Vol. 1;2006.p.197.

8. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti

Setiati. SIrosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi V.

Jakarta: FKUI/RSUPN-CM; 2009; p.668-73.

40