laporan kasus bedah

58
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Insiden terjadinya tumor illeum jarang terjadi, sebaliknya insiden terjadinya tumor kolon atau rektum relatif umum. Pada kenyataannya, kanker kolon dan rektum saat ini adalah tipe yang paling umum kedua dari kanker internal di Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa 150.000 kasus baru kanker kolorektal di diagnosis di Amerika Serikat setiap tahunnya. Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibanding kan kanker rektal. Insidensnya meningkat sesuai dengan usia, kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun dan makin tinggi pada individu dengan riwayat keluarga mengalami kanker kolon, penyakit usus inflamasi kronis atau polip. Perubahan pada persentase distribusi telah terjadi pada tahun terakhir. Insidens kanker pada sigmoid dan area rektal telah menurun, sedangkan insidens pada kolon asendens dan desendens meningkat. Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup di bawah lima tahun masih mencapai 40% sampai 50%, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase ke jaringan bahkan organ lain. Kebanyakan pasien

Upload: melissa-arinie

Post on 30-Dec-2015

119 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Bedah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Pendahuluan

Insiden terjadinya tumor  illeum jarang terjadi, sebaliknya insiden

terjadinya tumor kolon atau rektum relatif  umum. Pada kenyataannya, kanker

kolon dan rektum saat ini adalah tipe yang paling umum kedua dari kanker

internal di Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa 150.000 kasus baru kanker

kolorektal di diagnosis di Amerika Serikat setiap tahunnya. Kanker kolon

menyerang individu dua kali lebih besar dibanding kan kanker rektal. Insidensnya

meningkat sesuai dengan usia, kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55

tahun dan makin tinggi pada individu dengan riwayat keluarga mengalami kanker

kolon, penyakit usus inflamasi kronis atau polip. Perubahan pada persentase

distribusi telah terjadi pada tahun terakhir. Insidens kanker pada sigmoid dan area

rektal telah menurun, sedangkan insidens pada kolon asendens dan desendens

meningkat.

Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira setengah

dari jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat

pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka

kelangsungan hidup di bawah lima tahun masih mencapai 40% sampai 50%,

terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase ke jaringan

bahkan organ lain. Kebanyakan pasien mengeluh asimtomatis dalam jangka waktu

lama dan mencari bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan

pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rektal.

Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor

resiko telah teridentifikasi, termasuk riwayat atau riwayat kanker kolon atau polip

dalam keluarga, riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan diet tinggi lemak,

rotein dan daging serta rendah serat

1.2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana pengertian, etiologi, klasifikasi dan stadium

adenocarcinoma recti?

b. Bagaimana patofiologi dan terapi dari adenocarcinoma rekti?

Page 2: Laporan Kasus Bedah

1.3. Tujuan

a. Untuk mengetahu pengertian pengertian, etiologi, klasifikasi, dan

stadium adenokarcinoma recti

b. Untuk mengetahui patofisiologi dan terapi dari adenocarcinoma recti

Page 3: Laporan Kasus Bedah

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama pasien : Tn. A

Usia : 51 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Ngaglik, Malang

Pekerjaan : Swasta

Nama Istri : Ny. S

Usia istri : 48 tahun

Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga

Suku : Jawa

Agama : Islam

Alamat : Nganglek, Malang

2.2 Anamnesa

2.2.1 Keluhan Utama :BAB berdarah

2.2.2 Keluhan Penyerta : Tidak dapat BAB

2.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien menegluh tidak dapat BAB

sejak satu bulan yang lalu, bisa BAB hanya bila diberikan obat

pencahar dan suplemen serat tambahan, Feses yang dikeluarkan

berwarna hitam dan bercampur darah. Darah terkadang beku

terkadang disertai darah segar yang mengalir deras Ukuran feses

kecil-kecil setelah BAB pasien merasa tidak tuntas atau merasa

masih ada yang tersisa di dalam perutnya. Pasien juga merasa

terdapat penurunan berat badan selama tiga bulan terakhir dan

merasa nafsu makannya mulai menurun.

2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat Mondok : Pasien pernah MRS dan operasi usus buntu

dikarenakan di dalam usus buntunya terdapat tumor saat pasien

masih berusia 15 tahun.

b. Riwayat Asma : Disangkal

Page 4: Laporan Kasus Bedah

c. Riwayat Kejang Demam : Disangkal

d. Riwayat Alergi Obat atau Makanan : Disangkal

e. Riwayat Hipertensi : Disangkal

f. Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal

2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat penyakit serupa : Disangkal

b. Riwayat Asma : Disangkal

c. Riwayat Kejang Demam : Disangkal

d. Riwayat Alergi Obat atau Makanan : Disangkal

e. Riwayat Hipertensi : Ayah pasien meninggal karena

stroke dan hipertensi

f. Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal

2.2.6 Riwayat Kebiasaan

Waktu luang diisi dengan berkumul bersama keluarga dan mengisi

kegiatan di kampungnya karena Tn. A merupakan ketua pengurus

Karang Taruna di desanya.,

2.2.7 Riwayat Gizi

Pasien makan sehari-hari biasanya 2-3 kali sehari dengan nasi,

sayur dan lauk. Pasien tidak pernah suka sayur, tetapi setelah

pasien mengalami kesusahan BAB pasien mulai mengkonsumsi

sayur.

Anamnesis Sistem

1. Kulit : warna kuning, kulit gatal (-)

2. Kepala : sakit kepala (-), pusing(-)rambut rontok(-), luka(-),

benjolan di leher(-), demam(-)

3. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan

kabur (-), ketajaman penglihatan berkurang (-),

penglihatan ganda(-)

4. Hidung : tersumbat (-/-), mimisan(-/-)

5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), cairan(-),

nyeri(-)

6. Mulut : sariawan (-), mulut kering(-), lidah terasa pahit(-)

Page 5: Laporan Kasus Bedah

7. Tenggorokan : nyeri menelan (-), suara serak(-)

8. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk(-), mengi(-)

9. Kardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar(-)

10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare(-), nafsu makan

menurun(+), nyeri perut(-), BAB tidak lancer.

11. Genitourinaria : BAK normal

12. Neurologik : lumpuh(-), kaki kesemutan(-), kejang (-)

13. Psikiatrik : emosi stabil (-), mudah marah(-)

14. Muskolokeletal : kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan

dan kaki(-), nyeri otot(-)

15. Ekstremitas atas : bengkak(-), sakit(- ), telapak tangan pucat( -),

kebiruan(-), luka(- )

16. Ekstremitas bawah : bengkak (-), sakit(-), telapak kaki pucat(-),

kebiruan(-), luka(-)

2.3 Pemeriksaan Fisik

2.3.1 Keadaan Umum : Tampak baik

2.3.2 Kesadaran/GCS : Compos mentis/ 456

2.3.3 Antopometri

BB : kg

PB : cm

2.3.4 Tanda Vital

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit

RR : 22 x/menit

T0ax : 36 0C

2.3.3 Head to Toe

1. Kulit : Kuning, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), petechie (-),

eritem (-)

2. Kepala : bentuk mesocephal, massa (-)

3. Mata : conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor (-/-)

4. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), rhinorrhea (-/-), epistaksis (-/-)

5. Mulut : mukosa bibir pucat (-/-), sianosis bibir (-/-), bibir kering (-/-)

Page 6: Laporan Kasus Bedah

6. Telinga : otorrhea (-/-), pendengaran berkurang (-/-)

7. Tenggorokan : tonsil membesar (-/-), pharing hiperemis (-)

8. Leher : lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),

9. Thorax : normochest, simetris, pernafasan abdominalthoracal, retraksi (-),

massa (-), krepitasi (-), kelainan kulit (-), nyeri (-)

Cor:

Inspeksi : ictus cordis tampak (+)

Palpasi : tidak ada data nyeri tekan dan massa

Perkusi : Batas kiri atas : ICS 2 PSL sinistra

Batas kanan atas : ICS 2 PSL dexstra

Batas kiri bawah : ICS 4 PSL sinistra

Batas kanan bawah : ICS5 MCL dexstra

Auskultasi : S1 S2 norma regular, HR 112 x/menit. Suara tambahan (-)

Pulmo

Inspeksi : retraksi intercostae (-), massa (-)

Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-)

Perkusi : sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi :

Vesikuler Rhonki basah

-

-

-

- -

Abdomen

Inspeksi : distended (+), membesar dibagian bawah, terdapat bekas

jahitan di region kanan bawah

Palpasi : nyeri tekan abdomen (+), perut terasa penuh

Perkusi : timpani menurun

Auskultasi : bising usus (+ menurun)

+ +

+

+ +

Page 7: Laporan Kasus Bedah

10. Sistem Collumna Vertebralis :

Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)

Palpasi : nyeri tekan (-)

11. Ekstremitas :

Akral hangat Oedem

12. Pemeriksaan neurologik :

Kesadaran : compos mentis/ GCS 456

Fungsi luhur : tidak ada data

Fungsi vegetatif : tidak ada data

Fungsi sensorik

Fungsi motorik

Ref.Fisiologis

Ref.Patologis

13. Pemeriksaan Rectal Toucher

Konsistensi feses keras dan berwarna hitam disertai darah yang menempel

pada feses. Terdapat benjolan di rectum dengan diameter kurang lebih 1 cm

yang letaknya sepertiga distal dari lubang anus.

2.4 Differential Diagnosa

a. Carcinoma Recti

b. Hemoroid

c. Colitis ulceratif

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Kekuatan Tonus Reflek Fisiologis

+ +

+ +

- -

- -

+ +

+ +

5 5

5 5+ +

+ +

+ +

+ +

Page 8: Laporan Kasus Bedah

2.5.1 Darah Lengkap

PemriksaanHasil

Unit Nilai Normal

Hematologi

Hb

Hct

Leukosit

Trombosit

Eritrosit

POW

MPV

PCT

g/dl

%

Ribu/uL

Ribu/uL

Juta/uL

Fl

Fl

%

11,5-13,5

34-40

50-14,5

150-440

3,96-5,32

9-13

7,2-11,1

Index

MCV

MCH

MCHC

Fl

Pg

%

75-97

24-30

31-37

Differential

Basofil

Eosinofil

Limfosit

Monosit

Neutrofil

%

%

%

%

%

0-1

1-6

30-45

2-8

50-70

Jumlah Total sel

Limfosit

Total basofil

Total monosit

Total eosinofil

Total neutrofil

Ribu/uL

Ribu/uL

Ribu/uL

Ribu/uL

Ribu/uL

2.5.2 Carcinoembryogenic Antigen (CEA)

Didapatkan hasil : 2,66 ( )

2.5.3 USG Abdomen & Pelvis

2.5.4 Kolonoskopi

2.5.5 Foto Rongent PA

Page 9: Laporan Kasus Bedah

2.5.6 Biopsi

2.6 Resume

2.61 Anamnesa

Pasien menegluh tidak dapat BAB sejak satu bulan yang lalu, bisa BAB

hanya bila diberikan obat pencahar dan suplemen serat tambahan, Feses yang

dikeluarkan berwarna hitam dan bercampur darah. Darah terkadang beku

terkadang disertai darah segar yang mengalir deras Ukuran feses kecil-kecil

setelah BAB pasien merasa tidak tuntas atau merasa masih ada yang tersisa di

dalam perutnya. Pasien juga merasa terdapat penurunan berat badan selama tiga

bulan terakhir dan merasa nafsu makannya mulai menurun. Saat berumur 15 tahun

pasien pernah masuk rumah sakit dan operasi usus buntu dikarenakan di dalam

usus buntunya terdapat tumor. Pasien mengeluh tidak ada mual dan muntah

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik berupa inspeksi didapatkan abdomen yang

distended, serta terdapat bekas jahitan di region kanan bawah. Untuk aukultasi

didapatkan bising usus yang menurun. Untuk palpasi abdomen terdapat nyeri saat

di tekan di seluruh lapang abdomen khususnya bagian bawah. Saat diraba

abdomen terasa penuh dengan feses. Pada perkusi terdengar suara timpani yang

menurun di seluruh lapang abdomen. Pada pemeriksaan rectal toucher didapatkan

feses yang ukurannya mengecil berwarna kehitaman disertai darah, selain itu juga

ditemukan benjolan dengan ukuran kurang lebih 1 cm di sepertiga distal.

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

2.7 Diagnosa Holistik

2.7.1 Diagnosa Klinis

Page 10: Laporan Kasus Bedah

Adenocarcinoma colorecti stage IV

2.7.2 Diagnosa Psikologis

Pasien merasa hidupnya saat ini sangat tergantung dengan keluarganya dan

akan banyak merepotkan keluarga karena pasien tidak bisa mandiri dalam

melakukan kegiatan sehari-hari.

2.7.3 Diagnosa Sosial

Pasien tidak dapat melakukan aktivitas sosialnya dengan baik, karena

pasien saat ini harus banyak istirahat dan akan lebih banyak berbaring ditempat

tidur.

2.7.4 Diagnosa Fungsional

Derajat fungsional scorenya 4 karena pasien harus rawat inap di rumah

sakit, berbaring dan banyak istirahat sehingga pasien tidak dapat melakukan

aktifitas sehari-hari.

2.8 Terapi

2.8.1 Medikamentosa

Page 11: Laporan Kasus Bedah

2.8.2 Non Medikamentosa

Page 12: Laporan Kasus Bedah

2.9 Follow Up

Tgl S O A P

7 Okt 2013

Susah BAB sejak satu bulan yang lalu

Hanya bisa BAB jika diberi obat pencahar dan suplemen serat tambahan

Feses yang dikeluarkan berwarna hitam dan bercampur darah.

Darah terkadang beku terkadang disertai darah segar yang mengalir deras

Ukuran feses kecil-kecil

Setelah BAB pasien merasa tidak tuntas atau merasa masih ada yang tersisa di dalam perutnya.

Pasien juga merasa terdapat penurunan berat badan selama tiga bulan terakhir dan merasa nafsu makannya mulai menurun.

KU: Tampak baik Kesadaran:

compos mentis GCS : 456 TD : 110/70

mmHg Nadi:84x/mnt RR : 22 x/mnt Toax: 36oC Abdomen:

inspeksi : abdomen yang distended, serta terdapat bekas jahitan di region kanan bawah. auskultasi : BU (+, menurun)palpasi: nyeri tekan (+) di seluruh lapang abdomen khususnya bagian bawah, terasa penuh dengan feses. Perkusi : suara timpani yang menurun di seluruh lapang abdomen.

Rectal toucher : didapatkan feses yang ukurannya mengecil berwarna kehitaman disertai darah, selain itu juga ditemukan benjolan dengan ukuran kurang lebih 1 cm di sepertiga distal

DDx: Carcinoma

Rekti Hemorroid Colitis

Ulceratif

P.Penunjang:Darah lengkap, Foto rotngen Thorax AP, CEA, USG Abdomen & Pelvis

Terapi: Infus RL 30

tts/mnt Nutricam 6x250

cc/hari Niflec + Air = 2

ml/ hari

Edukasi: Banyak makan

sayur dan buah yang mengandung banyak serat.

8 Okt Batuk mulai KU: Tampak baik Dx Ore- P.Penunjang:

Page 13: Laporan Kasus Bedah

2013 Sudah bisa BAB

BAB cair Tidak ada

darah Nafsu makan

meningkat

Kesadaran: compos mentis

GCS : 456 TD : 120/70

mmHg Nadi:80x/mnt RR : 22x/mnt Toax: 36oC Abdomen:

inspeksi : abdomen yang distended, serta terdapat bekas jahitan di region kanan bawah. auskultasi :BU (+, menurun)palpasi: nyeri tekan (+) di seluruh lapang abdomen khususnya bagian bawah, terasa penuh dengan feses. Perkusi : suara timpani yang menurun di seluruh lapang abdomen.

Rectal toucher : didapatkan feses yang ukurannya mengecil berwarna kehitaman disertai darah, selain itu juga ditemukan benjolan dengan ukuran kurang lebih 1 cm di sepertiga distal

Operatif:Adenocarcinoma recti

DL: Normal Foto rotngen Thorax AP: Normal CEA : 2.24USG Abdomen&Pelvis :

Planing penunjangKolonoskopiBiopsi jaringan

Terapi: Infus RL 30

tts/mnt Nutricam 6x250

cc/hari Niflec + Air = 2

ml/ hari

Persiapan untuk laparatomi

Edukasi: Banyak makan

sayur dan buah yang mengandung banyak serat

Page 14: Laporan Kasus Bedah

9 Okt 2013

Page 15: Laporan Kasus Bedah

BAB III

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

3.1 Profil Keluarga

3.1.1 Karakteristik Demografi Keluarga

Nama Pasien : Tn. A

Alamat : Ngaglik, Malang

Bentuk Keluarga : Nuclear Family

Siklus keluarga : orang tua dengan anak

Struktur Komposisi Keluarga

Tabel 1. Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah

No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan PekerjaanPasien

RSKeterangan

1. Tn. AKepala

KeluargaL 51 SMP Swasta Ya

Adenocarcinoma

colorekti stage

IV

2. Ny. S Ibu P 48 SMP IRT Tidak -

4. An. L Anak L 18 SMAAnak ke

2Tidak -

Kesimpulan : Keluarga Tn. A termasuk dalam Nuclear Family yang terdiri

dari 4 orang, anak pertama sudah menikah dan tinggal bersama suaminya.

Sementara anak kedua mereka masih tinggal bersama dalam satu rumah yang

beralamtkan di desa ngaglik Malang. Tn. A bekerja sebagai wiraswasta

sedangkan Ny. S adalah ibu rumah tangga.

3.1.2 Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup

Lingkungan Tempat Tinggal

Tabel 2. Lingkungan Tempat Tinggal

Status kepemilikan rumah : menumpang/kontrak/hibah/milik sendiri

Page 16: Laporan Kasus Bedah

Daerah perumahan : kumuh/padat bersih/berjauhan/mewah

Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan

Luas rumah : 18 m2, Luas halaman rumah : 3 m2 Pasien tinggal di

rumah milik sendiri

yang memenuhi

standar rumah sehat

dengan jumlah

penghuni lima

orang yang

merupakan nuclear

family

Jumlah penghuni dalam satu rumah : 3 orang

Jarak antar rumah : - m

Rumah 2 lantai, lantai bawah hanya ruang tamu dan dapur sedangkan

lantai 2 terdapat 2 buah kamar

Lantai rumah dari : keramik

Dinding rumah dari : tembok batu bata

Jamban keluarga : mandiri

Tempat bermain : halaman rumah

Penerangan listrik : 900 watt, Pencahayaan cukup baik ( ±6 buah

jendela yang di atasnya diberi ventilasi), jumlah pintu sebanyak 2 buah

(pintu depan, pintu atas)

Ketersediaan air bersih : Sumur bor

Kondisi rumah : meskipun rumah tampak kecil tetapi bersih. Ventilasi

berupa jendela kaca dan ventilasi kayu yang berada di atas jendela..

Halaman depan rumah cukup luas dan diberi banyak bunga yang

dirawat baik oleh Ny. S.

Tempat pembuangan sampah : di depan rumah kemudian diambil oleh

petugas kebersihan setiap pagi.

3.1.3 Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga

Jenis tempat berobat : Praktek dokter pribadi dan RS Swasta yang

cukup jauh jaraknya

Asuransi/jaminan kesehatan : Jamsostek

3.1.4 Sarana Pelayanan Kesehatan

Tabel 3. Pelayanan kesehatan

Faktor Keterangan Kesimpulan

Cara mencapai pusat Jalan kaki Jarak cukup jauh, tetapi

Page 17: Laporan Kasus Bedah

pelayanan kesehatan Angkot

Kendaraan pribadi

pasien juga merasa puas

dengan pelayanan RS

Tarif pelayanan

kesehatan

Sangat mahal

Mahal

Terjangkau

Murah

Gratis

Pasien merasa senang

berobat di rumah sakit

swasta karena

pelayanannya yang

bagus

Kualitas pelayanan kesehatan Sangat Memuaskan

Memuaskan

Cukup Memuaskan

Tidak memuaskan

3.1.5 Pola Konsumsi Makanan Keluarga (Food Recall)

Kebiasaan Makan

Keluarga pasien makan sehari-hari biasanya 3 kali dengan nasi sepiring,

sayur, dan lauk yang bervariasi setiap harinya. Pasien tidak suka makan

sayur dan jarang sekali makan buah.

Tabel 4. Food Recall

Makan Pagi

Nasi Putih Tempe goreng Tahu goreng air putih

Makan Siang

Nasi putih Ayam goreng Air putih

Makan Malam

Nasi putih Rawon Air putih

Penerapan pola gizi seimbang

Tn. A mengaku dari dulu tidak suka mengkonsumsi sayur tetapi

setelah terjadi gangguan BAB beberapa bulan yang lalu Tn. A mulai

sering mengkonsumsi sayur dan buah-buahan secara rutin.

3.1.6 Pola Dukungan Keluarga

Faktor pendukung terselesaikannya masalah dalam keluarga

Page 18: Laporan Kasus Bedah

Keluarga Tn. N cukup harmonis dan saling mendukung. Setiap

masalah yang timbul biasanya didiskusikan dan diselesaikan bersama-

sama dengan istri dan anaknya. Anaknya yang saat ini tinggal dengan

suaminya sering sekali datang ke rumah Tn. A untuk menjenguk Tn. A

dan Ny. S.

Faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam keluarga

Menurut penulis untuk saat ini tidak ada penghambat dalam

menyelesaikan masalah dalam keluarga.

3.2 Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga

3.2.1 Fungsi Holistik

Fungsi Biologis

Tn. A terserang adenocarcinoma colorekti stadium IV

Fungsi Psikologis

Pasien merasa hidupnya saat ini sangat tergantung dengan keluarganya dan

akan banyak merepotkan keluarga karena pasien tidak bisa mandiri dalam

melakukan kegiatan sehari-hari.

Fungsi Sosial

Pasien sering bermain dengan anak-anak tetangga dan saudaranya yang

tinggal di sebelah rumahnya.

3.2.2 Fungsi Fisiologis

Adaptation

Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota

keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota

keluarga yang lain.

Partnership

Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara

anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga

tersebut

Growth

Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang dilakukan

anggota keluarga tersebut

Affection

Page 19: Laporan Kasus Bedah

Menggambarkan hubungan ksih saying dan interaksi antar anggota

keluarga

Resolve

Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan

waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain.

Nama : Tn. A

Umur : 48 thn

Kedudukan di keluarga : Kepala Rumah Tangga

KETERANGAN Sering/selalu Kadang-kadang

Jarang/tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga say menerima dan mendukung keinginan saya melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama

Jumlah skor : 10

Nama : Ny. S

Umur : 38 Thn

Kedudukan di keluarga : Istri dan Ibu

KETERANGAN Sering/selalu Kadang-kadang

Jarang/tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya √

Page 20: Laporan Kasus Bedah

membahas dan membagi masalah dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga say menerima dan mendukung keinginan saya melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama

Jumlah skor : 10

Nama : AN. L

Umur : 18 Thn

Kedudukan di keluarga : Anak ke II

KETERANGAN Sering/selaluKadang-kadang

Jarang/tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga say menerima dan mendukung keinginan saya melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama

Jumlah skor : 10

APGAR skor keluarga Ny. I : (10+10+10)/3 = 10

Kesimpulannya, fungsi fisiologis keluarga Ny. I Baik

Page 21: Laporan Kasus Bedah

Keterangan= Hubungan baik

Tn. A

Ny. SAn. L

5.2.3 Fungsi Patologis

Fungsi patologis dari keluarga TN. A dinilai dengan menggunakan alat berupa kuisioner S.C.R.E.E.M sebagai berikut:

SUMBER PATOLOGIS KET

SocialTn. A merupakan ketua pengurus karang taruna di desanya dan selalu aktif setiap melakukan kegiatan atau acara yang diselenggarakan di desanya

-

CultureSehari-hari mereka menggunakan bahasa jawa meskipun bahasa jawa yang digunakan bahasa jawa kasar.

-

ReligiousPemahaman keluarga ini terhadap agama cukup bagus semua keluarga menggunakan kerudung dan dapat membaca Al-Qur’an dengan baik.

-

Economic

Tingkat ekonomi keluarga ini termasuk menengah ke bawah. Mereka menggunakan jamsostek untuk menanggung biaya RS dan sisanya merupakan hasil patungan dari seluruh anggota keluarga besar Tn. A

+

EducationalTn. A dan Ny. S memiliki pendidikan sedikit rendah yaitu keduanya merupakan lulusan dari SMP

+

Medical

Kesadaran keluarga ini terhadap kesehatan cukup rendah. Tn.A jarang sekali ke RS karena Tn. A takut dengan jarum suntik. Mereka hanya meminum jamu jika mereka sakit.

+

Kesimpulan : Keluarga Tn. A memiliki fungsi fisiologis berupa economic, educational dan medical.

5.2.4 Pola Interaksi Keluarga

Page 22: Laporan Kasus Bedah

Kesimpulan :

Hubungan antara anggota keluarga di kelurga Tn. A baik dan sangat harmonis

serta saling mendukung.

5.2.5 Genogram

3.3 Identifikasi Lingkungan Rumah

a. Identifikasi Faktor Perilaku Keluarga

Keluarga An. A cukup peduli dengan kesehatan karena mereka biasa

menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dengan selalu mencuci tangan

sebelum dan sesudah melakukan sesuatu hal ini terlihat dari adanya wastafel yang

ada di ruang tengah di rumahnya. Selain itu mereka juga selalu ke dokter jika

mengalami sakit. Ny. S merupakan pensiunan PNS yang sebelumnya bekerja di

universitas pendidikan kedokteran dan mengaku sangat menjaga kesehatan

keluarganya. Dari keterangan tersebut maka penulis mengambil kesimpulan

bahwa anggota keluarha An. A memiliki pengetahuan kesehatan yang cukup baik.

a. Identifikasi Faktor Non-Perilaku

Rumah yang dihuni oleh keluarga An. A masuk dalam kategori yang

memenuhi standar kesehatan, luas bangunan cukup lebar dengan halaman yang

luas, luas rumahnya 9x10 m², pencahayaan dan ventilasi rumah yang baik hanya

saja jarak rumah dengan jalan raya cukup dekat dan tidak terdapat pohon atau

tanaman sebagai penyaring udara. Untuk kebutuhan air sehari-hari diperoleh dari

sumur galian sedalam 15 m jarak antara sumur dengan septic-tank lebih dari 10 m

karena septic-tank letaknya berada di belakang rumah. Untuk pembuangan

sampah dilakukan oleh petugas kebersihan setiap harinya.

Page 23: Laporan Kasus Bedah

6.2 Identifikasi Lingkungan Rumah

a. Lingkungan Luar Rumah

Keluarga An. A terdiri dari lima orang yang tinggal dalam satu rumah

berukuran 9x10 m. jarak antar rumah satu dengan yang lainnya cukup berdekatan.

Rumah memiliki halaman yang cukup luas dengan pagar pembatas. Jarak rumah

dengan jalan raya sangat dekat dan tidak terdapat tanaman disekitarnya. Saluran

pembuangan air hujan dan limbah rumah tangga menjadi satu kemudian tersalur

ke got depan rumah. Pembuangan sampah dirumah dilakukan dengan cara

dikumpulkan di tong sampah kemudian setiap pagi akan diambil oleh petugas

kebersihan sekitar. Halaman belakang rumah tampak kotor karena keluarga ini

memelihara unggas berupa ayam dan entok.

b. Lingkungan Dalam Rumah

PemahamanKeluarga paham dengan kesehatan

SikapPeduli dengan kesehatan An. A

TindakanMembeli obat dan pergi ke dokter

YanKesJarak dengan PelYanKes cukup dekat

GenBukan merupakan penyakit keturunan

Lingkungan

Lingkungan rumah baik & memenuhi standar

An. Adan

Keluarga

Faktor Perilaku Faktor Non-Perilaku

Page 24: Laporan Kasus Bedah

Dinding rumah sudah terbuat dari batu bata, lantai rumah menggunakan

keramik. Rumah ini terdiri dari 6 ruangan yaitu 1 kamar tidur utama, 1 kamar

tidur anak, 1 kamar mandi, 1 ruang tamu, 1 ruang makan, 1 ruang keluarga, 1

garasi mobil dan 1 dapur dan 1 kamar mandi. Ruang tamu dan ruang keluarga

menjadi satu tetapi dibatasi oleh lemari hias. Rumah ini memiliki 3 pintu untuk

keluar masuk, satu di bagian depan dan belakang menuju halaman belakang

lainnya di pintu garasi mobil. serta dilengkapi beberapa jendela. Keluarga ini

sudah mempunyai fasilitas MCK keluarga dan fasilitas air bersih dari sumur

galian sedalam 15 m. Ventilasi dan pencahayaan yang cukup baik. Halaman yang

cukup luas.

Denah Rumah An. A

9 m

Page 25: Laporan Kasus Bedah

Keterangan :Indoor- Luas rumah 90 m2.- Lantai sudah menggunakan keramik.- Pencahayaan, sirkulasi udara, dan ventilasi cukup baik.

Outdoor- Halaman rumah cukup luas tetapi jaraknya dengan jalan raya sangat dekat

dan tidak terdapat tanaman atau pohon sebagai penyaring udara. - Sumber air bersih dari sumur galian.- Saluran pembuangan air dan limbah rumah tangga langsung menuju selokan.

Ruang Tamu

Halaman

Ruang Keluarga Kamar Utama

Kamar Anakmusholah

Garasi

Dapur

Kamar Mandi

Tangga

10 m

U

Page 26: Laporan Kasus Bedah

- Saluran jamban menuju septic tank.7.4 Matrikulasi Masalah

Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks.

No

.

Daftar Masalah I T R Jumlah

IxTxRP S SB Mn Mo Ma

1. Kondisi rumah yang

sangat dekat dengan

jalan raya dan halaman

belakang yang kotor

akibat memelihara

unggas

5 5 4 2 2 3 3 3.600

2. Tidak ada tanaman atau

pohon yang berfungsi

sebagai penyaring

udara dari jalan raya

5 5 3 2 2 3 3 2.700

Keterangan :

I : Importancy (pentingnya masalah)

P : Prevalence (besarnya masalah)

S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)

SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)

T : Technology (teknologi yang tersedia)

R : Resources (sumber daya yang tersedia)

Mn : Man (tenaga yang tersedia)

Mo : Money (sarana yang tersedia)

Ma : Material (pentingnya masalah)

Page 27: Laporan Kasus Bedah

Kriteria penilaian :

1 : tidak penting

2 : agak penting

3 : cukup penting

4 : penting

5 : sangat penting

Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga An.

A adalah sebagai berikut :

1. Keluarga An. A kurang mengetahui pentingnya jarak rumah dengan jalan

raya, karena hal ini dapat mempengaruhi lingkungan dan udara yang

masuk ke dalam rumah. Selain itu keluarga An. A juga kurang mengerti

kondisi kondisi halaman belakang yang kotor akibat memelihara unggas.

2. Keluarga An. A kurang mengetahui pentingnya adanya pohon atau

tanaman sebagai filter atau penyaring udara yang berasal dari kendaraan

bermotor.

Kesimpulan :

Kurangnya perhatian mengenai lingkungan rumahnya.

Page 28: Laporan Kasus Bedah

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Anatomi Rectum

Gambar 1. Anatomi Rectum

Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis

anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian

ampula dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis,

dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian

ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada insersi muskulus

levator ani. Panjang rrektum berkisa 10-15 cm, dengan keliling 15 cm pada recto-

sigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang dewasa

dinding rektum mempunyai 4 lapisan : mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler

dan longitudinal), dan lapisan serosa.

Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis

superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan

kelanjutan dari a. mesenterika inferior, arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan.

Arteri hemoroidalis merupakan cabang a. iliaka interna, arteri hemoroidalis

inferior cabang dari a. pudenda interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari

plexus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v. mesenterika

Page 29: Laporan Kasus Bedah

inferior dan seterusnya melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak berkatup

sehingga tekanan alam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma

rektum dapat menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena hemoroidalis

inferior mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka interna dan sistem vena

kava.

Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang

mengalirkan isinya menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir ke

kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat

mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh rekrum di atas garis anorektum

berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior dan melanjut ke kelenjar limfe

mesenterika inferior dan aorta.

4.2 Fisiologi Rectum

Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang

mempunyai kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira

pada waktu yang sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika

yang biasanya bekerja sesudah makan pagi. Setelah makanan ini mencapai

lambung dan setelah pencernaan dimulai maka peristaltik di dalam usus

terangsang, merambat ke kolon, dan sisa makanan dari hari kemarinnya, yang

waktu malam mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon pelvis masuk ke dalam

rektum, serentak peristaltik keras terjadi di dalam kolon dan terjadi perasaan di

daerah perineum. Tekanan intra-abdominal bertambah dengan penutupan glottis

dan kontraksi diafragma dan otot abdominal, sfinkter anus mengendor dan

kerjanya berakhir.

Jenis gelombang peristaltik yang terlihat dalam usus halus jarang timbul

pada sebagian kolon, sebaliknya hampir semua dorongan ditimbulkan oleh

pergerakan lambat kearah anus oleh kontraksi haustrae dan gerakan massa.

Dorongan di dalam sekum dan kolon asenden dihasilkan oleh kontraksi haustrae

yang lambat tetapi berlangsung persisten yang membutuhkan waktu 8 sampai 15

jam untuk menggerakkan kimus hanya dari katup ileosekal ke kolon transversum,

sementara kimusnya sendiri menjadi berkualitas feses dan menjadi lumpur

setengah padat bukan setengah cair.

Page 30: Laporan Kasus Bedah

Pergerakan massa adalah jenis pristaltik yang termodifikasi yang ditandai

timbulnya sebuah cincin konstriksi pada titik yang teregang di kolon transversum,

kemudian dengan cepat kolon distal sepanjang 20 cm atau lebih hingga ke tempat

konstriksi tadi akan kehilangan haustrasinya dan berkontraksi sebagai satu unit,

mendorong materi feses dalam segmen itu untuk menuruni kolon.

Kontraksi secara progresif menimbulkan tekanan yang lebih besar selama

kira-kira 30 detik, kemudian terjadi relaksasi selama 2 sampai 3 menit berikutnya

sebelum terjadi pergerakan massa yang lain dan berjalan lebih jauh sepanjang

kolon. Seluruh rangkaian pergerakan massa biasanya menetap hanya selama 10

sampai 30 menit, dan mungkin timbul kembali setengah hari lagi atau bahkan satu

hari berikutnya. Bila pergerakan sudah mendorong massa feses ke dalam rektum,

akan timbul keinginan untuk defekasi.

Sebagian besar waktu, rectum tidak berisi feses, hal ini karena adanya

sfingter yang lemah ±20 cm dari anus pada perbatasan antara kolon sigmoid  dan

rectum serta sudut tajam yang menambah resistensi pengisian rectum. Bila terjadi

pergerakan massa ke rectum, kontraksi rectum dan relaksasi sfingter anus akan

timbul keinginan defekasi. Pendorongan massa yang terus menerus akan dicegah

oleh konstriksi tonik dari 1) sfingter ani interni; 2) sfingter ani eksternus.

Keinginan berdefekasi muncul pertama kali saat tekanan rectum mencapai

18 mmHg dan apabila mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani internus dan

eksternus melemas dan isi feses terdorong keluar. Satu dari refleks defekasi

adalah refleks intrinsic (diperantarai sistem saraf enteric dalam dinding rectum.

Ketika feses masuk rectum, distensi dinding rectum menimbulkan sinyal aferen

menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic

dalam kolon descendens, sigmoid, rectum, mendorong feses ke arah anus. Ketika

gelombang peristaltic mendekati anus, sfingter ani interni direlaksasi oleh sinyal

penghambat dari pleksus mienterikus dan sfingter ani eksterni dalam keadaan

sadar berelaksasi secara volunter sehingga terjadi defekasi. Jadi sfingter melemas

sewaktu rectum teregang

Page 31: Laporan Kasus Bedah

Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter ani eksternus tercapai,

defekasi volunter dapat dicapai dengan secara volunter melemaskan sfingter

eksternus dan mengontraksikan otot-otot abdomen (mengejan). Dengan demikian

defekasi merupakan suatu reflex spinal yang dengan sadar dapat dihambat dengan

menjaga agar sfingter eksternus tetap berkontraksi atau melemaskan sfingter dan

megontraksikan otot abdomen.

Sebenarnya stimulus dari pleksus mienterikus masih lemah sebagai relfeks

defekasi, sehingga diperlukan refleks lain, yaitu refleks defekasi parasimpatis

(segmen sacral medulla spinalis). Bila ujung saraf dalam rectum terangsang,

sinyal akan dihantarkan ke medulla spinalis, kemudian secara refleks kembali ke

kolon descendens, sigmoid, rectum, dan anus melalui serabut parasimpatis n.

pelvikus. Sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang peristaltic dan

merelaksasi sfingter ani internus. Sehingga mengubah refleks defekasi intrinsic

menjadi proses defekasi yang kuat

Sinyal defekasi masuk ke medula spinalis menimbulkan efek lain, seperti

mengambil napas dalam, penutupan glottis, kontraksi otot dinding abdomen

mendorong isi feses dari kolon turun ke bawah dan saat bersamaan dasar pelvis

mengalami relaksasi dan menarik keluar cincin anus mengeluarkan feses. Refleks

dalam Proses Defekasi dibagi menjadi dua, antara lain:

a. Refleks Defekasi Intrinsik

Berawal dari feses yang masuk rektum sehingga terjadi distensi rektum,

yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesenterika dan terjadilah

gerakan perilstaltik. Feses tiba di anus, secara sistematis spingter interna relaksasi

maka terjadilah defekasi

b. Refleks Defekasi Parasimpatis

Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang

kemudian diteruskan ke spinal cord. Dari spinal cord kemudian dikembalikan ke

kolon desenden, sigmoid dan rektum yang menyebabkan intensifnya peristaltik,

relaksasi spinter internal, maka terjadilah defekasi.

Page 32: Laporan Kasus Bedah

4.3 Definisi Carcinoma Rectum

Tumor adalah suatu benjolan atau struktur yang menempati area tertentu

pada tubuh, dan merupakan neoplasma yang dapat bersifat jinak atau ganas

(FKUI, 2008 : 268).

Cancer adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan malignan

dalam setiap bagian tubuh. Pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit dan

berkembang dengan mengorbankan manusia yang menjadi hospesnya.

Karakteristiknya adalah kecenderungan untuk menghancurkan jaringan setempat,

menginvasi jaringan disekitarnya dan menyebar lewat metastase. Kanker timbul

karena gangguan regulasi selular yang normal. Kerapkali penyakit kanker kambuh

kembali setelah dilakukan operasi pengangkatan. Karsinoma mengacu kepada

tumor malignan jaringan epitel, sarkoma hingga tumor malignan jaringan ikat.

(Sue Hinchliff, 1999:68)

Kanker kolon adalah suatu bentuk keganasan dari masa

abnormal/neoplasma yang muncul dari jaringan epithelial dari colon (Brooker,

2001 : 72).

Karsinoma Recti merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan

rektum yang khusus menyerang bagian Recti yang terjadi akibat gangguan

proliferasi sel epitel yang tidak terkendali.

4.4 Etiologi

Pada dasarnya penyebab timbulnya carsinoma recti sampai sekarang

belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang menjadi pendukung timbulnya

kanker recti, seperti: polipotus, familial, defisiensi imonologik, kolitis, Ulserasi,

granulomatis kolitis. Insiden keganasan ini diberbagai daerah berbeda dan

ternyata ada hubungannya dengan faktor lingkungan terutama kebiasaan makan

(diit). Masyarakat yang diitnya rendah selulosa tinggi protein hewani dan lemak

mempunyai insiden yang tinggi terjadinya kanker recti, sebaliknya masyarakat

yang diitnya banyak mengandung serat, insiden terjadinya carsinoma recti rendah.

Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor

risiko telah teridentifikasi termasuk riwayat kanker kolon atau polip pada

keluarga, riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan diet tinggi lemak protein dan

daging serta rendah serat.

Page 33: Laporan Kasus Bedah

Polip di usus (Colorectal polyps): Polip adalah pertumbuhan pada dinding

dalam kolon atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke

atas. Sebagian besar polip bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip

(adenoma) dapat menjadi kanker.

Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn: Orang dengan kondisi yang

menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau

penyakit Crohn) selama bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar

Riwayat kanker pribadi: Orang yang sudah pernah terkena kanker 

colorectal dapat terkena kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu,

wanita dengan riwayat kanker di indung telur, uterus (endometrium) atau

payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker

colorectal.

Riwayat kanker colorectal pada keluarga: Jika Anda mempunyai riwayat

kanker colorectal pada keluarga, maka kemungkinan Anda terkena penyakit

ini lebih besar, khususnya jika saudara Anda terkena kanker pada usia muda.

Faktor gaya hidup: Orang yang merokok, atau menjalani pola makan yang

tinggi lemak dan sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko

yang lebih besar terkena kanker colorectal.

Usia di atas 50: Kanker colorectal biasa terjadi  pada mereka yang berusia

lebih tua. Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis

setelah usia 50 tahun ke atas.

4.5 Manifestasi Klinis

  Adapun tanda yang mungkin dialami pada pasien dengan carsinoma recti,

kembung, feses yang kecil atau bentuk pita, adanya mukus dan darah yang segar

pada fases.

             Gejala tergantung dari lokalisasi, jenis keganasan penyebaran dan komplikasi

yang terjadi. Jenis pertumbuhan adenocarsinoma rektum sangat lembat,

diperkirakan untuk mencapai dua kali lipat membutuhkan waktu 620 hari dan

biasanya bersifat asimlomatik. Kanker yang terletak pada rektum dapat

menimbulkan tenesmus dan keinginan defakasi yang terus menerus.

              Metastase besarnya kelenjar regional dahulu yang sulit diraba dari luar.

Metastase kehati menimbulkan pembesaran hati yang berbenjol-benjol, nyeri

Page 34: Laporan Kasus Bedah

tekan dan juga bisa terjadi ikterus. Metastase ke paru-paru dapat menimbulkan

batuk, akan tetapi hal ini jarang terjadi.

4.6 Patofisiologi

Proses keganasan mulai dari dalam sel-sel yang melapisi dinding usus.

Tumor terjadi pada daerah yang berbeda-beda di dinding usus besar dalam

proposi perkiraan berikut 16% pada kolon asenden, 8% pada kolon transversal,

20% – 30% pada kolon desenden dan sigmoid, serta 40% – 50% pada rektum.

Hampir semua kanker rektum berkembang dari polip ademotosa. Kanker

biasanya tumbuh tidak terdeteksi hingga gejala-gejala secara perlahan-lahan dan

sifatnya berbahaya terjadi. Secara lokal kanker rektum biasanya menyebar lebih

kedalam lapisan-lapisan dinding perut, yang dimulai dari orang-orang lain yang

berdekatan. Kanker ini membesar atau menyebar melalui sistim sirkulasi yang

masuk dari pembuluh-pembuluh darah. Tempat-tempat metastase yang lain adalah

termasuk kelenjar-kelenjar adrenal, ginjal, kulit, tulang dan otot.

Disamping penyebaran secara langsung melalui sistim sirkulasi dan

lymphatik, kanker rektum juga menyebar melalui peredaran peritoneal.

Penyebaran terjadi ketika kanker diangkat dan sel-sel kanker berpisah dari kanker

dan menuju lubang peritonial. 

4.7 Stadium

Stadium penyait pada kanker rektal hampir mirip dengan stadium pada

kanker kolon. Awalnya, terdapat Duke's classification system, yang menempatkan

klanker dalam 3 kategori stadium A, B dan C. sistem ini kemudian dimodofikasi

oleh Astler-Coller menjadi 4 stadium (Stadium D), lalu dimodifikasi lagi tahun

1978 oleh Gunderson & Sosin. 

Pada perkembangan selanjutnya, The American Joint Committee on

Cancer (AJCC) memperkenalkan TNM staging system, yang menempatkan

kanker menjadi satu dalam 4 stadium (Stadium I-IV). 

1. Stadium 0

Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rektum.yaitu

pada mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.

2. Stadium I

Page 35: Laporan Kasus Bedah

Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan

muskularis dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar

kebagian terluar dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes

A rectal cancer.

3. Stadium II

Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat namun

tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.

4. Stadium III

Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tedak

menyebar kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.

5. Stadium IV

Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru,

atau ovarium. Disebut jugaDukes D rectal cancer

Gambar 7. Stadium Ca Recti I-IV

Tabel 1. Stadium Carcinoma Rectal Berdasarkah Hasil Gambaran CT-Scan

Stadium Deskripsi

T1 Intraluminal polypoid mass; no thickening of bowel wall

T2 Thickened rectal wall >6 mm; no perirectal extension

T3aThickened rectal wall plus invasion of adjacent muscle or

organs

T3b Thickened rectal wall plus invasion of pelvic side wall or

Page 36: Laporan Kasus Bedah

abdominal wall

T4 Distant metastases, usually liver or adrenal

Tabel 2. TNM/Modified Dukes Classification System

TNM

Stadium

Modified

Dukes

Stadium

Deskripsi

T1 N0 M0 A Limited to submucosa

T2 N0 M0 B1 Limited to muscularis propria

T3 N0 M0 B2 Transmural extension

T2 N1 M0 C1 T2, enlarged mesenteric nodes

T3 N1 M0 C2 T3, enlarged mesenteric nodes

T4 C2 Invasion of adjacent organs

Any T, M1 D Distant metastases present

4.8 Pemeriksaan Penunjang

Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker

rektal, diantaranya ialah

1) Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik

Antigen) dan Uji faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan di

jaringan

2) Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan

skrining awal. Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada

pemeriksaan rektal pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak

sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras dan menggaung. 

Page 37: Laporan Kasus Bedah

Gambar 3. Pemeriksaan colok dubur pada Ca Rekti

3) Dapat pula dengan Barium Enema yaitu Cairan yang mengandung barium

dimasukkan melalui rektumkemudian dilakukan seri foto x-rays pada traktus

gastrointestinal bawah. 

Gambar 4. Pemeriksaan Barium Enema

4) Sigmoidoscopy, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan

sigmoid apakah terdapat polip kakner atau kelainan lainnya.

Alat sigmoidoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau

sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.

Gambar 5. sigmoidoscopy

Page 38: Laporan Kasus Bedah

5) Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan

sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya.

Alat colonoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau

sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.

Gambar 6. Colonoscopy

Jika ditemuka tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus

dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling

sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah

karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan

undifferentiated tumors.

Ketika diagnosis rectal cancer sudah dipastikan, maka dilakukan prosedur

untuk menetukan stadium tumor. Hal ini termasuk computed tomography scan

(CT scan) dada, abdomen, dan pelvis, complete blood count (CBC), tes fungsi

hepar dan ginjal, urinanalysis, dan pengukuran tumor marker CEA

(carcinoembryonic antigen). Tujuan dari penentuan stadium penyakit ini ialah

untuk mengetahui perluasan dan lokasi tumor untuk menentukan terapi yang tepat

dan menentukan prognosis.

4.9 Penatalaksanaan

Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa adalah

terapi standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis. Tiga terapi

standar untuk kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :

4.9.1 Pembedahan

Page 39: Laporan Kasus Bedah

Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama

untuk stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III

juga dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam

metode penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-

surgical treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi

sebelum pembedahan dikenal sebagaineoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker

rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan III.

Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar

jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan

kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang

tertinggal. 

Tipe pembedahan yang dipakai antara lain : 

Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat

dihilangkan tanpa tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika kanker

ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan polypectomy.

Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan

anastomosis. Jiga dilakukan pengambilan limfonodi disekitan rektum lalu

diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker.

Gambar 8. Reseksi dan Anastomosis

Reseksi dan kolostomi : 

Page 40: Laporan Kasus Bedah

Gambar 9. Reseksi dan Kolostomi

4.9.2. Radiasi

Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III

lanjut, radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan.

Peran lain radioterapi adalah sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan

pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat melaui pembedahan, dan untuk

penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama ketika digunakan dalam

kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan

menunjukkan telah menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46%

dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiesi telah

berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak.

Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang

memiliki tumor lokal yang unresectable. 

4.9.3. Kemoterapi

Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti memiliki

penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan), dipertimbangkan

pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam atau tumor lokal yang

bergerombol ( Stadium II lanjut dan Stadium III). terapi standarnya ialah dengan

Page 41: Laporan Kasus Bedah

fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam

sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan anti metabolit dan leucovorin

memperbaiki respon. Agen lainnya, levamisole, (meningkatkan sistem imun,

dapat menjadi substitusi bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka

kekambuhan kira – kira 15% dan menurunkan angka kematian kira – kira sebesar

10%. 

4.10 Prognosis

Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah

sebagai berikut :

Stadium I - 72%

Stadium II - 54%

Stadium III - 39%

Stadium IV - 7%

50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan

lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi pada.

Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahu pertama setelah

operasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk

kemampuan ahli bedah, stadium tumor, lokasi, dan kemapuan untuk memperoleh

batas - batas negatif tumor.

Page 42: Laporan Kasus Bedah

BAB V

PEMBAHASAN

Page 43: Laporan Kasus Bedah

BAB VI

KESIMPULAN

6.1 Simpulan

6.2 Saran