laporan kasus bdah

78
LAPORAN KASUS Tumor Mammae Sinistra Suspect Malignancy Suspect Metastase ke Vertebrae Oleh: Firdaus 06.06.0020 Pembimbing: dr. Agus Sp.B DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/SMF BEDAH 1

Upload: mustafa-holidi

Post on 26-Dec-2015

80 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Makalah

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KASUS bdah

LAPORAN KASUS

Tumor Mammae Sinistra Suspect Malignancy Suspect

Metastase ke Vertebrae

Oleh:

Firdaus

06.06.0020

Pembimbing:

dr. Agus Sp.B

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK

MADYA BAGIAN/SMF BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR

RSUD KOTA MATARAM

2013

1

Page 2: LAPORAN KASUS bdah

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. R

Umur : 38 th

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum menikah

Alamat : Ampenan

Pekerjaan : Pembantu Rumah Tangga

Suku : Sasak

Agama : Islam

Tanggal MRS : 07 April 2014

Tanggal Pemeriksaan : 10 April 2014

B. ANAMNESA

a. Keluhan Utama : Benjolan pada payudara kiri

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RS Kota Mataram dengan keluhan terdapat benjolan

pada payudara kiri sejak ± 4 tahun yang lalu. Benjolan awalnya berbentuk

seperti kutil dengan ukuran ± 0,5 cm x 0.5 cm, yang semakin lama semakin

besar. Sejak ±1 tahun yang lalu pada benjolan keluar darah, darah keluar terus

menerus, dan berbau. Tidak ada keluhan nyeri dan tidak ada keluar cairan dari

puting susu.

Pasien juga mengeluh nyeri pada perut sejak sekitar 1 minggu yang

lalu. Nyeri dirasakan pada seluruh bagian perut, seperti diremas-remas, nyeri

perut dirasakan hilang timbul tiba-tiba tanpa dipengaruhi perubahan posisi.

Pasien mengatakan tidak ada keluhan terasa cepat kenyang jika makan. Pasien

juga mengatakan tidak ada keluhan mual dan muntah.

2

Page 3: LAPORAN KASUS bdah

Selain itu pasien mengeluh nyeri pada punggung ± 3hari sebelum

keluhan nyeri perut. Nyeri punggung dirasakan tiba-tiba, nyeri punggung

membuat pasien sulit bergerak, pasien sulit bangun dari tidur, tidak ada

keluhan terdapat benjolan pada punggung.

Nafsu makan semakin menurun sejak sakit, namun sebelumnya pasien

mempunyai riwayat makan yang tidak teratur. Tidak ada keluhan berat badan

pasien turun atau bertambah. Demam saat ini juga tidak dikeluhkan pasien.

Pasien mengaku tidak merokok dan tidak pernah mengkonsumsi

alkohol.

BAK (+) normal 5- 6x/hari warna kekuningan, darah (-), nyeri saat

BAK (-), tidak ada keluhan BAK keluar tiba-tiba tanpa disadari. BAB (+)

normal 1x/hari, nyeri saat BAB (-), darah (-), lendir (-).

c. Riwayat Obstetri dan Ginekologis:

Riwayat Mentruasi

Pasien mengaku pertama kali haid saat berusia 15 tahun. Pasien mengaku

sejak remaja haidnya teratur, satu bulan sekali, lama haid 5 – 7 hari.

Riwayat Obstetri

Pasien belum pernah menikah dan tidak memiliki anak.

d. Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien menyangkal pernah mengalami benjolan sebelumnya.

Riwayat trauma (-).

Asma (-), Diabetes Melitus (-), Hipertensi (-), Alergi (-).

e. Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada keluarga pasien mengekuhkan terdapat benjolan pada payudara.

Asma (-), Diabetes Melitus (-), Hipertensi (-), Alergi (-).

3

Page 4: LAPORAN KASUS bdah

f. Riwayat Pengobatan:

Pasien mengaku belum pernah melakukan pengobatan apapun terhadap

penyakitnya

C. PEMERIKSAAN FISIK

I. Status Generalis

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran/GCS : Composmentis / E4V5M6

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 86 x/menit, irama teratur, kuat angkat

Respirasi : 18 x/menit

Suhu : 36,5 ºC

II. Pemeriksaan Fisik Umum

a. Kepala

- Kepala : Normocephali, bentuk simetris

- Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks pupil +/+

isokor

uk 3mm/ 3mm

- Hidung : Deformitas (-), rhinorrhea (-)

- Telinga : Otorrhea -/-

b. Leher : Pembesaran KGB (-)

c. Thorax

- Inspeksi : Terlihat bentuk dada simetris, pergerakan dinding

dada kanan dan kiri simetris, retraksi dinding dada

(-), iktus kordis tidak tampak

4

Page 5: LAPORAN KASUS bdah

Tampak massa pada mammae sinistra, perdarahan

aktif, pus (+) minimal, terdapat luka terjahit bekas

operasi eksisi biopsi.

- Palpasi : Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris,

iktus kordis teraba pada ICS V midclavicula sinistra

Teraba massa pada mammae sinistra, nyeri tekan

pada daerah sekita massa (-)

- Perkusi : Sonor di lapangan paru

- Auskultasi : Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

d. Abdomen

- Inspeksi : Terlihat distensi (-), hematom (-), luka bekas operasi

(-), darm contour (-), darm steifung (-), tak tampak

massa.

- Auskultasi : Bising usus (+) normal, borborygmus (-), metalic

sound (-)

- Perkusi : Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen

- Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar, lien, dan renal tidak teraba

e. Genitalia Eksterna

Inspeksi: tak tampak adanya kelainan

f. Anal - perianal

Inspeksi: fistula (-), hemorrhoid (-), tanda – tanda abses (-)

g. Extremitas

- Akral hangat (+) pada kedua telapak tangan dan kaki

- Edema (-) pada kedua tangan dan kaki

5

Page 6: LAPORAN KASUS bdah

Regio Mamme Sinistra

Inspeksi: Tampak benjolan pada kuadran kiri atas sampai kiri bawah, berjumlah

1 buah, ukuran sekitar 8 x 8 cm, warna kemerahan, batas tegas, tampak

berdungkul – dungkul, perdarahan aktif (+), retraksi putting (-), ulkus (+)

Palpasi: teraba massa pada kuadran kiri atas sampai kiri bawah, berjumlah 1

buah, ukuran sekitar 8 x 8cm, konsistensi keras, permukaan berdungkul –

dungkul, batas tegas, terfiksir, nyeri tekan (-).

6

Page 7: LAPORAN KASUS bdah

Regio Mamma Dekstra

Inspeksi: tidak tampak benjolan

Palpasi: tidak teraba massa

KGB Axilla Sinistra

Inspeksi: tidak tampak benjolan

Palpasi: tidak teraba massa

KGB Axilla Dekstra

Inspeksi: tidak tampak benjolan

Palpasi: tidak teraba massa

KGB Supraklavikula & Infraklavikula Sinistra

Inspeksi: tidak tampak benjolan

Palpasi: tidak teraba massa

KGB Supraklavikula & Infraklavikula Dekstra

Inspeksi: tidak tampak benjolan

Palpasi: tidak teraba massa

KGB Mammaria Interna Dekstra et Sinistra

Inspeksi: tidak tampak benjolan

Palpasi: tidak teraba massa

D. RESUME

Pasien perempuan, 38th, datang ke Pasien datang ke RS Kota Mataram

dengan keluhan benjolan pada payudara kiri sejak ± 4 tahun yang lalu.

Awalnya berbentuk seperti kutil dengan ukuran ± 0,5 cm x 0.5 cm, yang

semakin lama semakin besar. Sejak ±1 tahun keluar darah dari benjolan secara

7

Page 8: LAPORAN KASUS bdah

terus menerus dan berbau. Pasien juga mengeluh nyeri pada perut sejak

sekitar 1 minggu yang lalu. Nyeri dirasakan pada seluruh bagian perut,

seperti diremas-remas, nyeri hilang timbul tiba-tiba tanpa dipengaruhi

perubahan posisi. Selain itu pasien mengeluh nyeri pada punggung ± 3hari

sebelum keluhan nyeri perut. Nyeri punggung dirasakan tiba-tiba, nyeri

punggung membuat pasien sulit bergerak, pasien sulit bangun dari tidur.

Pasien tidak merokok dan tidak pernah mengkonsumsi alkohol.

Pasien mengaku pertama kali haid saat berusia 15 tahun. Pasien

mengaku sejak remaja haidnya teratur, satu bulan sekali, lama haid 5 – 7 hari.

Pasien belum pernah menikah dan tidak memiliki anak.

Pada pemeriksaan status lokalis mammae sinistra didapatkan benjolan

pada kuadran kiri atas sampai kiri bawah, berjumlah 1 buah, ukuran sekitar 8

x 8 cm, warna kemerahan, batas tegas, tampak berdungkul – dungkul,

perdarahan aktif (+), ulkus (+), konsistensi keras, terfiksir

E. DIAGNOSIS KERJA

- Tumor Mammae sinistra suspect Malignancy suspect metastase ke vertebrae

post operasi eksisi dan biopsi hari pertama

- Suspect metastase ke organ intra abdomen

F. USULAN PEMERIKSAAN

- Biopsi massa mammae (menunggu hasil)

- CT scan abdomen

- Bone scanning

8

Page 9: LAPORAN KASUS bdah

G. HASIL PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 07 April 2014)

Darah Rutin

Wbc : 7,2 [103/µL] (4.0 – 10.0)

Rbc : 4,98 [106/µL] (3.50 – 5.50)

Hgb : 11,3 [g/dl] (11.0 – 15.0)

Hct : 35,2L [%] (36.0 – 48.0)

Mcv : 70,0L [fL] (80.0 – 99.0)

Mch : 22,7L [pg] (26.0 – 32.0)

Mchc : 32,1 [g/dl] (32.0 – 36.0)

Plt : 303 [103/µL] (150 – 380)

Kimia Klinik

SGOT/AST : 28 U/L (<31 U/L)

SGPT/ALT : 21 U/L (<31 U/L)

Ureum : 27,5 mg% (17 – 43 mg%)

Kreatinin : 0,5 mg% (0,6 – 1,1 mg%)

GDS : 112 mg/dl (80 – 120 mg/dl)

Albumin : 3,67 g/dl (3.5 – 5 g/dl)

9

Page 10: LAPORAN KASUS bdah

USG Abdomen

Kesan:

- Tak tampak metastasis pada organ – organ intraabdomen

- Tak tampak kelainan lainnya pada sonografi organ – organ intraabdomen

10

Page 11: LAPORAN KASUS bdah

USG Mammae

Mammae kanan :

- Kutis dan Subkutis tak menebal

- Tak tampak retraksi papilla

- Jaringan fibroglanduler padat homogen

- Ligamentum couperi normal

- Tak tampak massa, abses, kista

Mammae kiri :

- Kutis dan subkutis sebagian menebal

- Tak tampak retraksi papilla

- Jaringan fibroglanduler padat inhomogen

- Ligamentum couperi normal

- Tak tampak massa padat besar irreguler, taller than whiter di kuadran kiri atas

dan bawah ukuran tak terjangkau probe, pada doppler tampak vaskularisasi.

Kesan :

Massa padat ireguler di mammae sinistra ukuran tak terjangkau probe

Malignansi (BIRAS US V)

Tak tampak limfadenopati regio axilla kanan kiri.

11

Page 12: LAPORAN KASUS bdah

Rontgen Thorax AP:

Kesan:

- Tak tampak kelainan pada jantung dan paru

Rontgen thorax Lateral:

12

Kesan :

- Tampak pengecilan tulang cervical 7

Tissue : swelling (-)

Trachea : deviasi (-)

Scapula-klavikula : fraktur(-)

Costa : intercostalis space dbn,

pengecilan ruas vertebrae pada cervikal

7

Cor/pulmo : dbn

Page 13: LAPORAN KASUS bdah

Rontgen Lumbal AP/Lateral :

Kesan: Lumbal dan lumbal space dbn

H. RENCANA TERAPI

IVFD RL 20 tpm

Inj. Ketorolac 3% tiap 8 jam

Kaltrofen supp (k/p)

I. PROGNOSIS

Dubia

13

Page 14: LAPORAN KASUS bdah

PAYUDARA

Anatomi Payudara

Mamma dextra dan mamma sinistra berisi glandula mammaria, dan terdapat

dalam fascia superfisialis dinding thorax ventral. Pada bagian mamma yang paling

menonjol terdapat sebuah papilla, dikelilingi oleh daerah kulit yang lebih gelap yang

disebut areola. Mamma berisi sampai 20 glandula mammaria yang masing-masing

memiliki saluran dalam bentuk duktus lactiferus. Ductus lactiferus bermuara pada

papilla mammae. Alas mamma wanita berbentuk lebih kurang seperti lingkaran yang

dalam arah kraniokaudal terbentang antara costa II sampai VI dan dalam arah

melintang dari tepi lateral sternum sampai linea medioclavicularis.

Sebagian kecil glandula mammaria meluas ke arah kraniolateral sepanjang tepi

kaudal musculus pectoralis major ke axilla untuk membentuk ekor aksilar. Dua

pertiga bagian mamma bertumpu pada fascia yang menutupi musculus pectoralis

major, sisanya bertumpu pada fascia yang menutupi musculus serratus anterior.

Antara glandula mammaria dan fascia profunda terdapat jaringan ikat longgar dengan

sedikit lemak, dikenal sebagai ruang retromamer, yang memungkinkan mamma

bergerak sedikit terhadap dasarnya. Glandula mammaria ditambatkan dengan kokoh

kepada dermis kulit di atasnya melalui septa fibrosa (pita) yang disebut ligamentum

suspensorium Cooper. Ligamentum ini terutama terbentuk baik sekali pada bagian

kranial glandula mammaria dan membantu menunjang jaringan glandula mammaria. 3

14

Page 15: LAPORAN KASUS bdah

Gambar 1. Potongan Sagital Payudara Wanita

Gambar 2. Kuadran Payudara

(Sumber : Moore et al. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates)

Vaskularisasi arterial mamma berasal dari rami intercostales anteriores dari

arteria thoracica interna yakni salah satu cabang arteria subclavia, arteria thoracica

lateralis dan arteria thoracoacromialis yakni cabang arteria axillaris, dan arteria

15

Page 16: LAPORAN KASUS bdah

intercostalis posterior (cabang pars thoracica aortae dalam spatia intercostalia II, III,

dan IV). 3

Penyaluran darah vena dari thorax (terutama) terjadi ke vena axillaris dan vena

thoracica interna.

Gambar 3. Vaskularisasi Payudara

(Sumber : Moore et al. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates)

Penyaluran limfe dari mamma sangat penting karena perannya pada metastasis

(penyebaran) sel kanker. Limfe disalurkan ke plexus lymphaticus subareolaris dan

dari sini:

a. Bagian terbesar (kira-kira 75%) disalurkan ke nodi lymphoidei axillares,

terutama ke kelompok pektoral tetapi ada juga limfe yang disalurkan ke

kelompok apikal, subskapular, lateral, dan sentral.

b. Bagian terbesar dari sisanya disalurkan ke nodi lymphoidei infraclaviculares,

supraclaviculares, dan parasternales (sepanjang arteri thoracica interna).

c. Sedikit limfe disalurkan melalui pembuluh limfe yang menampung limfe dari

mamma sebelahnya dan pembuluh limfe dinding abdomen veneral.

16

Page 17: LAPORAN KASUS bdah

Gambar 4. Aliran Limfe Payudara

(Sumber : Moore et al. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates)

Saraf mamma berasal dari ramus cutaneus ventralis dan ramus cutaneus lateralis

dari nervi thoracica IV, VI. Saraf-saraf ini membawa serabut sensoris ke kulit

mamma dan serabut simpatis ke otot polos dalam dermis papilla mammae dan areola

mammae serta dalam pembuluh darah.3

Fisiologi Payudara

Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi oleh hormone,

perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa

fertilitas, masa klimacterium, sampai masa menopause. Sejak pubertas, pengaruh

estrogen dan progesterone yang diproduksi ovarium dan hormone hipofisis

menyebabkan duktus laktiferus berkembang. Perubahan kedua adalah perubahan

yang sesuai dengan siklus menstruasi, sekitar hari ke delapan menstruasi, payudara

menjadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum menstruasi terjadi pembesaran

maksimal bahkan dapat timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa

hari menjelang menstruasi ini payudara menjadi tegang dan nyeri sehingga pada

pemeriksaan fisik terutama palpasi, tidak dilakukan. Pada waktu ini pemeriksaan foto

17

Page 18: LAPORAN KASUS bdah

mammogram tidak berguna karena kontras kelenjar terlalu besar, tetapi setelah

menstruasi pemeriksaan ini dapat dilakukan. Perubahan ketiga terjadi sewaktu hamil

dan menyusui, pada waktu kehamilan payudara mnjadi besar karena epitel duktus

lobus dan duktus alveolus berproliferasi dan tumbuh duktus baru. Sekresi hormon

prolaktin dari hipofisis anterior memicu proses laktasi, air susu diproduksi oleh sel

alveolus dan mengisi asinus yang kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting

susu.2

18

Page 19: LAPORAN KASUS bdah

Gambar 5. Stadium fisiologis pada payudara (makroskopis dan mikroskopis). A.

Masa pubertas. B. Masa kehamilan. C. Masa laktasi. D. Masa senses

KANKER PAYUDARA

Definisi

Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran

kelenjar, dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara.5

Patofisiologi

Faktor resiko utama yang berhubungan dengan perkembangan kanker payudara

adalah faktor hormonal dan genetik (riwayat keluarga). Kanker payudara juga bisa

terjadi secara sporadis, berkaitan dengan paparan hormonal, kasus herediter, dan

riwayat mutasi germ sel pada keluarga. Dari faktor genetik, berkaitan dengan mutasi

gen BRCA 1 pada kromosom nomor 17q21 dan BRCA 2 pada kromosom nomor

13q12. Adanya mutasi pada gen BRCA1 akan menyebabkan penurunan atau

terhentinya produksi dari protein BRCA1. Mutasi BRCA1 sangat erat kaitannya

dengan kejadian kanker payudara herediter dan sindrom kanker ovarium. Pada suatu

penelitian di Negeri Belanda, mutasi gen BRCA1 terdapat pada 10.000 dari setiap 4

juta wanita Belanda yang berumur 25-55 tahun. Namun hingga saat ini, penyebab

kanker payudara belum diketahui secara pasti. Penyebab kanker payudara termasuk

multifaktorial, yaitu banyak faktor yang terkait satu dengan yang lain. Beberapa

faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh besar dalam terjadinya kanker

payudara adalah riwayat keluarga, hormonal, dan faktor lain yang bersifat eksogen.

19

Page 20: LAPORAN KASUS bdah

Faktor Resiko

Penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui. Namun banyak

faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara

adalah:

a.      Faktor reproduksi

Hal-hal yang berhubungan dengan resiko terjadinya kanker payudara adalah:

nuliparitas, menarch sebelum usia 12 tahun, kehamilan pertama pada usia tua dan

bertambahnya umur. Periode antara terjadinya haid pertama dengan umur saat

kehamilan pertama merupakan windows of initation perkembangan kanker payudara.

Sebab secara anatomi payudara akan mengalami atrofi (penyusutan jaringan atau

organ) dengan bertambahnya umur. Sekitar dari 25 % kanker payudara terjadi pada

masa sebelum menopause. Sehingga awal terjadinya tumor terjadi jauh sebelum

terjadinya klinis.

b.      Pemakaian hormon

Penggunaan hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker.

Laporan dari Harvard Scool of Public Health menyatakan bahwa terdapat

peningkatan kanker payudara yang bermakna pada para pengguna terapi estrogen

replancement. Kandungan estrogen dan progesteron pada kontrasepsi oral akan

memberikan efek proliferasi berlebih pada duktus ephitelium payudara. Berlebihnya

proliferasi bila diikuti dengan hilangnya kontrol atas proliferasi sel dan pengaturan

kematian sel yang sudah terprogram (apoptosis) akan mengakibatkan sel payudara

berproliferasi secara terus menerus sehingga dapat mengakibatkan kanker.

20

Page 21: LAPORAN KASUS bdah

Hormon estrogen adalah hormon yang berperan dalam proses tumbuh

kembang organ seksual wanita. Hormon estrogen justru sebagai penyebab awal

kanker pada sebagian wanita. Hal ini disebabkan adanya reseptor estrogen pada sel-

sel epitel saluran kelenjar susu. Hormon estrogen yang menempel pada saluran ini,

lambat laun akan mengubah sel-sel epitel tersebut menjadi kanker. Penggunaan KB

hormonal seperti pil, suntik KB dan susuk yang mengandung banyak dosis ekstrogen

meningkatkan resiko kanker payudara.

c.      Kegemukan

Obesitas atau kegemukan ternyata berpengaruh menyebabkan kanker. Resiko

pada kegemukan akan meningkat karena meningkatnya sintesis estrogen pada

timbunan lemak yang berpengaruh terhadap proses proliferasi jaringan payudara. Hal

ini ada sebuah korelasi antara berat badan dan bentuk badan dengan kanker payudara

pada wanita pasca menopause. Adanya variasi terhadap kekerapan kanker

menunjukan bahwa terdapat pengaruh diet terhadap terjadinya keganasan ini.

d.     Riwayat keluarga yang terkena kanker payudara

Adanya riwayat keluarga yang terkena kanker merupakan salah satu penyebab

adanya kanker payudara. Studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara

berhubungaan dengan gen tertentu. Apabila terdapat gen BRCA (gen breast

cancer/gen kanker payudara), yaitu suatu gen suseptibilitas kanker payudara,

probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60 % pada umur 50 tahun dan

sebesar 85 % pada umur 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menyebutkan

bahwa 8-9 % wanita akan mengalami kanker payudara dalam hidupnya. Kanker

21

Page 22: LAPORAN KASUS bdah

payudara bisa disebabkan oleh banyak hal walaupun sebenarnya penyebab kanker

hanya bersandar pada faktor resiko saja, penyebabnya belum diketahui pasti. Meski

begitu dengan menjahui faktor resikonya, resiko terkena pun berkurang.

Genetik merupakan faktor penting karena kejadian kanker payudara akibat

kelainan genetik sebesar 5-10%. Untuk mengenalinya cukup mudah yaitu dengan

mengumpulkan riwayat keluarga yang terkena kanker payudara dan memetakanya

dalam bentuk silsilah. Riwayat keluarga yang perlu dicatat diantaranya adalah kanker

payudara pada ibu atau saudara perempuan yang terkena kanker payudara pada umur

di bawah 50 tahun atau pada bibi atau keponakan dengan jumlah lebih dari dua.

e.      Periode menstrual

Periode menstrual juga mempengaruhi kanker payudara. Periode yang

menjadi pemicu terjadinya kanker payudara adalah:

1)     Wanita yang mendapat menstruasi pertama lebih awal (kurang dari 11 tahun).

2)     Wanita yang terlambat memasuki menopause (diatas usia 60 tahun).

Pada wanita yang riwayat menarchenya lambat insidensinya lebih rendah akan

tetapi pada menarche awal (di bawah 12 tahun) termasuk dalam faktor resiko

terjadinya kanker payudara.

f.       Umur

Kanker sering menyerang wanita yang berusia di atas 50 tahun. Jarang terjadi

pada perempuan sebelum mengalami masa menopause. Menurut The American

Cancer Society (ACS) hampir 80 % pada diagnosis awal kasus penyebaran sel kanker

payudara terjadi pada perempuan di atas 50 tahun atau lebih (Suryaningsih, 2009).

22

Page 23: LAPORAN KASUS bdah

Wanita yang berumur lebih dari 40 tahun mempunyai resiko kanker payudara

lebih besar dibandingkan umur kurang dari 40 tahun. Hal ini dikarenakan pada umur

dibawah usia 40 tahun ini kebanyakan wanita melakukan sadari (pemerikaan

payudara sendiri) dirumah secara rutin, mamografi, atau USG pada program

pemeriksaan payudara setempat. Banyak kasus kanker payudara yang ditemukan

terjadi pada wanita berumur antara 40-64 tahun.

Pada wanita yang berumur lebih dari 50 tahun secara anatomi payudara akan

mengalami atrofi (penyusutan jaringan atau organ), ini yang menyebabkan banyak

wanita diatas usia 50 tahun terkena kanker payudara dibandingkan yang berusia

dibawah 50 tahun.

g.      Paritas

Berdasarkan penelitian, wanita nulipara mempunyai resiko kanker payudara

sebesar 30 % dibandingkan dengan wanita yang multipara. Hal ini disebabkan karena

wanita nullipara tidak pernah menyusui, karena wanita yang menyusui kadar

esterogen dan progesterone akan tetap rendah selama menyusui sehingga mengurangi

pengaruh hormon tersebut terhadap proses poliferasi jaringan termasuk jaringan

payudara.

Paritas merupakan keadaan yang menunjukkan jumlah anak yang pernah

dilahirkan. Wanita yang tidak mempunyai anak (nullipara) mempunyai resiko

insidensi 1,5 kali lebih tinggi daripada wanita yang mempunyai anak (multipara).

h.      Kepadatan payudara

Kepadatan payudara memang berpengaruh. Sebab jika perempuan yang

lemaknya sedikit maka payudaranya padat. Jadi tidak beresiko terkena kanker.

23

Page 24: LAPORAN KASUS bdah

Sedangkan wanita yang banyak lemak akan lebih berpeluang terkena kanker

payudara. Payudara cenderung lebih padat seiring pertambahan usia.

i.        Konsumsi alkohol

Beberapa penelitian telah menyebutkan bahwa semakin banyak alkohol yang

dikonsumsi perempuan, resiko terkena kanker payudara lebih besar. Hal ini

disebabkan karena alkohol berpengaruh terhadap proses proliferasi jaringan payudara

sehingga menyebabkan kanker payudara.

j.        Merokok

Ternyata merokok secara signifikan meningkatkan resiko berkembangnya

kanker payudara. Rokok mengandung nikotin yang berpengaruh terhadap proses

proliferasi jaringan payudara sehingga menyebabkan kanker payudara. Apalagi bila

perempuan yang memiliki riwayat penderita mengidap kanker payudara. Oleh sebab

itu jika dalam keluarga ada salah satu yang mengidap penyakit ini harus berhenti

merokok.

k.      Mempunyai riwayat kanker payudara

Wanita yang pernah menderita kanker invasive memiliki resiko tertinggi

untuk menderita kanker payudara karena pengaruh peningkatan hormon esterogen.

Setelah payudara yang terkena diangkat, maka resiko terjadinya kanker pada

payudara yang sehat meningkat 0,5-1 % / tahun. Hal ini terjadi karena payudara

merupakan organ berpasangan yang dilihat dari suatu sistem dan dipengaruhi oleh

faktor-faktor yang sama.

24

Page 25: LAPORAN KASUS bdah

Gejala Klinis

Karsinoma payudara biasanya mempunyai gambaran klinis sebagai berikut :

a. Terdapat benjolan keras yang lebih melekat atau terfiksir.

b. Tarikan pada kulit di atas tumor.

c. Ulserasi atau koreng.

d. Peau’d orange.

e. Discharge dari puting susu.

f. Asimetri payudara

g. Retraksi puting susu.

h. Elevasi dari puting susu.

i. Pembesaran kelenjar getah bening ketiak.

j. Satelit tumor di kulit.

k. Eksim pada puting susu.

l. Edema.5

Jalur Penyebaran

1. Invasi lokal

Kanker mammae sebagian besar timbul dari epitel duktus kelenjar. Tumor pada

mulanya menjalar dalam duktus, lalu menginvasi dinding duktus dan ke

sekitarnya, ke anterior mengenai kulit, posterior ke otot pektoralis hingga ke

dinding toraks.

2. Metastasis kelenjar limfe regional

Metastasis tersering karsinoma mammae adalah ke kelenjar limfe aksilar. Data di

China menunjukkan: mendekati 60% pasien kanker mammae pada konsultasi

awal menderita metastasis kelenjar limfe aksilar. Semakin lanjut stadiumnya,

diferensiasi sel kanker makin buruk, angka metastasis makin tinggi. Kelenjar

limfe mammaria interna juga merupakan jalur metastasis yang penting. Metastasis

di kelenjar limfe aksilar maupun kelenjar limfe mammaria interna dapat lebih

lanjut bermetastasis ke kelenjar limfe supraklavikular.

25

Page 26: LAPORAN KASUS bdah

3. Metastasis hematogen

Sel kanker dapat melalui saluran limfatik akhirnya masuk ke pembuluh darah,

juga dapat langsung menginvasi masuk pembuluh darah (melalui vena kava atau

sistem vena interkostal-vertebral) hingga timbul metastasis hematogen. Hasil

autopsi menunjukkan lokasi tersering metastasis adalah paru, tulang, hati, pleura,

dan adrenal.

Kanker Payudara Metastase ke Vertebrae

Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering menyebar ke tulang.

Sebanyak 50% dari fraktur patologis disebabkan oleh kanker payudara. Dulu

prognosis penderita kanker payudara disertai metastase ke tulang adalah buruk, tetapi

saat ini penderita bisa bertahan hidup lebih lama dan merasa jauh lebih baik karena

adanyaperkembangan yang dramatis dalam hal pengobatan dan pembedahan untuk

keadaan tersebut.

Tulang-tulang yang sering ditempati metastasis adalah pelvis, kolumna

vertebra, iga, femur bagian proksimal, humerus bagian proksimal, dan tengkorak.

Distribusi ini sesuai dengan daerah sumsum tulang. Metastasis jarang dijumpai pada

tulang distal dari sendi siku dan sendi lutut.

Kanker pada tulang belakang dapat menyebabkan  hancurnya sel-sel sehat

tulang penderita. Tumor kanker tidak hanya merusak tulang tulang belakang tetapi

juga merusak sumsum tulang belakang penderitanya. Gejala kanker tulang di tulang

belakang termasuk rasa sakit, patah tulang dan mati rasa atau kelemahan.

Rasa sakit

Tanda paling umum dari kanker tulang di tulang belakang adalah nyeri pada

leher atau punggung. Rasa sakit akan terus-menerus dan disertai dengan gejala

lainnya. Nyeri ini bisa hanya di daerah belakang, bisa juga menyebar ke anggota

badan lain. Pengembangannya tergantung hanya pada lokasi pertumbuhan abnormal.

Jika kanker menyebabkan sejumlah kecil peradangan dan iritasi, rasa sakit biasanya

26

Page 27: LAPORAN KASUS bdah

tetap di belakang. Jika kanker menekan saraf, rasa sakit berdifusi keluar ke "dahan"

yang terkait. Tidak peduli sumber rasa sakit, kanker tulang belakang menyebabkan

ketidaknyamanan kronis.

Kelemahan

Jika kanker tempat cukup tekanan pada saraf, seseorang akan menderita

kelemahan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh gangguan pada impuls dari tulang

belakang. Jika kanker menyebabkan peradangan besar di belakang, otak tidak lagi

mampu berkomunikasi dengan baik dengan kaki. Akibatnya, penderita mungkin

merasa sulit untuk berjalan, membawa, meraih sesuatu, atau berpegangan.

Kepekaan berkurang

Kanker tulang belakang dapat mempengaruhi sensasi sentuhan. Karena

sumsum tulang belakang adalah saraf pusat, peradangan atau tekanan di daerah ini

dapat mengakibatkan pengurangan sensasi. Objek mungkin tidak lagi merasa panas

atau dingin untuk disentuh.  Serupa dengan ketidakmampuan otak untuk

berkomunikasi dengan anggota badan, anggota badan menjadi tidak sepenuhnya

berkomunikasi dengan otak.

Inkontinensia

Kanker tulang belakang juga dapat menyebabkan inkontinensia. Gejala ini

sangat mirip dengan kelemahan, karena tekanan pada saraf tertentu dalam tulang

belakang yang bertanggung jawab untuk mengontrol kinerja kandung kemih dan

usus. Jika impuls terganggu, dapat menyebabkan seseorang kehilangan kontrol

kandung kemih mereka, usus, atau keduanya.

Kelumpuhan

Seiring perkembangan kanker tulang belakang, seseorang mungkin menderita

kelumpuhan. Tergantung pada beratnya kanker, kelumpuhan dapat diisolasi untuk

27

Page 28: LAPORAN KASUS bdah

satu anggota badan. Ukuran dan lokasi pertumbuhan menentukan jumlah

kelumpuhan, karena kanker bisa sampai ke titik di mana saraf tampaknya putus atau

lesi telah terbentuk pada saraf itu sendiri.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:

Bone scan (skintigrafi tulang)

Foto sinar-X

MRI (Magnetik Resonance Imaging)

CT Scan (Computed Tomography)

PET (Positron Emission Tomography)

Gambaran radiologik metastasis ada 3 jenis yaitu :

osteolitik

osteoblastik

campuran.

Pada karsinoma mammae kira-kira 2/3 kasus menunjukkan metastasis ke tulang.

Hampir semuanya jenis osteolitik, kira-kira 10% osteoblastik, dan 10% campuran.

Pengobatan

Terapi yang dapat diberikan untuk tumor tulang metastasis antara lain berupa

obat – obatan, terapi radiasi, dan pembedahan. Pemberian terapi tergantung dari jenis

kanker yang menyebar ke tulang dan kondisi spesifik masing – masing penderita.

Beberapa kanker memberikan respon yang baik terhadap kemoterapi, beberapa lagi

terhadap penyinaran, dan ada juga yang berespon baik dari kombinasi keduanya.

Namun ada juga kanker yang tidak berespon terhadap kemoterapi dan penyinaran.

28

Page 29: LAPORAN KASUS bdah

1. Obat

Obat – untuk membentuk tulang. Obat – obat yang biasa digunakan pada

osteoporosis. Penghancuran jaringan tulang dapat menyebabkan timbulnya

rasa nyeri dan rantan mengalami fraktur. Untuk meminimalkan digunakan

terapi radiasi dan obat – yang dapat mencegah penghancuran tulang.

Obat kemoterapi.

Terapi hormonal. Terapi ini dapat diberikan pada untuk kanker yang

sensitif terhadap hormon tertentu, seperti kanker payudara dan kanker

prostat.

Obat pereda nyeri. Obat golongan NSAID sampai morfin.

2. Terapi penyinaran (Terapi Radiasi Eksternal)

Terapi radiasi menggunakan sinar energi tinggi, seperti sinar – X, untuk

membunuh sel – sel kanker. Terapi radiasi bisa menjadi pilihan jika

penyebaran kanker ke tulang menimbulkan rasa nyeri yang tidak dapat diatasi

dengan obat – obatan.

3. Pembedahan

Tindakan bedah bisa membantu menstabilkan tulang yang beresiko

mengalami fraktur atau untuk memperbaiki tulang yang patah.

Beberapa lesi tulang metastatik perlu diangkat melalui pembedahan. Terapi

bedah terkadang peerlu dikombinasi dengan terapi radiasi, kemoterapi, atau

keduanya. Pada kasus yang jarang, terapi bedah bisa bersifat kuratif, tetapi

juga bisa sangat memperbaiki kualitas hidup dengan memperbaiki fungsi atau

penampilan anggota gerak tubuh.

4. Pemanasan atau bekuan sel – sel kanker

Tindakan untuk menghancurkan sel – sel kanker dengan pemanasan atau

pendinginan. Bisa membantu untuk mengatasi rasa nyeri akibat penyebaran

sel kanker ke tulang.

Pada radiofrequency ablation, sebuah jarum yang mengandung probe elektrik

di masukkan ke tumor tulang. Listrik yang mengandung probe akan

29

Page 30: LAPORAN KASUS bdah

menghangatkan jariingan sekitar. Jaringan kemudian didinginkan dan proses

ini diulang kembali.

Tindakan serupa disebut sebagai cyroblation. Tindakan ini membekukan

tumor dan membiarkannya mencair. Tindakan ini diulang beberapa kali.

Efek samping yang bisa terjadi adalah kerusakan pada struktur – struktur

didekatnya, seperti saraf, dan kerusakan pada tulang yang dapat meningkatkan

resiko terjadinya patah tulang.

5. Radiasi intravena

Untuk penderita dengan metastase tulang yang banyak, bisa dilakukan terapi

radiasi yang diberikan melalui vena. Tetapi ini dilakukan dengan cara

memberikan zat radioaktif dosis rendah yang memiliki ikatan kuat dengan

tulang.

Klasifikasi Histologi WHO / Japanese Breast Cancer Society4

Untuk kanker payudara dipakai klasifikasi histologi berdasarkan :

WHO Histological classification of breast tumors.

Japanese Breast Cancer Society (1984) Histological classification of breast

tumors.

Malignant ( Carcinoma )

1. Non invasive carcinoma

a) Non invasive ductal carcinoma

b) Lobular carcinoma in situ

2. Invasive carcinoma

a) Invasive ductal carcinoma

a1. Papillobular carcinoma

a2. Solid-tubular carcinoma

a3. Scirrhous carcinoma

30

Page 31: LAPORAN KASUS bdah

b) Special types

b1. Mucinous carcinoma

b2. Medullary carcinoma

b3. Invasive lobular carcinoma

b4. Adenoid cystic carcinoma

b5. Squamous ceel carcinoma

b6. Spindel cell carcinoma

b7. Apocrine carcinoma

b8. Carcinoma with cartilaginous and or osseous metaplasia

b9. Tubular carcinoma

b10. Secretory carcinoma

b11. Others

Tipe Histopatologi

Pathology Evolution of Preinvasive Breast Cancer : The Atypical Ductal Hyperplasia

Pathology of In Situ Breast Cancer

Lobular Carcinoma In Situ

Pleomorphic LCIS

Ductal carcinoma In Situ(DCIS) grades/Van Nuys Prognostic Score

Paget’s disease (of the nipple)

Pathology of Invasive Breast Cancer

Invasive Ductal Carcinoma

Invasive Lobular Carcinoma

Pathology of Special Forms of Breast Cancer

Tubular carcinoma

Cribriform carcinoma

Medullary carcinoma

Mucinous carcinoma

Apocrine carcinoma

31

Page 32: LAPORAN KASUS bdah

Micropapillary carcinoma

Metaplastic carcinoma

Mammary carcinoma with osteoclast-like giant cell

Lipid rich carcinoma

Glycogen rich carcinoma

Secretory carcinoma

Neuroendocrine carcinoma

Adenoid cystic carcinoma

Inflammatory carcinoma

Pylloides tumor

Sarcoma

Angiosarcoma

Malignant lymphoma

Metastatic Tumors to the Breast (melanoma, adenocarcinoma, carcinoid)

Gradasi histologis dibuat berdasarkan The Nottingham Combined Histologic

Grade yang merupakan modifikasi dari Bloom-Richardson. Grading histologis dibuat

berdasarkan “pembentukan tubulus, plemorfisme dari nukleus, jumlah mitosis/mitotic

rate” sehingga gradasi histologis dapat dibagi atas :

G I : berdiferensiasi baik

G II : berdiferensiasi sedang

G III : berdiferensiasi buruk

Dikatakan gradasi X, apabila karena sesuatu hal gradasi histologis tidak dapat

dinilai. Kanker payudara dengan diferensiasi baik mempunyai prognosis (Manuaba,

2010).

Infiltrative Lobular Carcinoma (ILC)

32

Page 33: LAPORAN KASUS bdah

Kanker payudara yang dimulai di lobulus dan menyebar ke jaringan payudara di

sekitarnya. ILC ditandai dengan penebalan daerah payudara, biasanya bagian atas

puting dan ke arah lengan. ILC juga cenderung tidak muncul pada mammogram. Jika

muncul, tampak massa dengan paku baik memancar dari tepi atau tampak asimetri

dibandingkan dengan payudara lainnya. Gambaran histologis : sel ganas yang

mengikuti garis dan menyerang jaringan di sekitarnya. 7

Infiltrative Ductal Carcinoma (IDC)

IDC muncul pada duktus payudara dan menyerang jaringan payudara di

sekitarnya. Jika tidak diobati pada tahap awal, IDC dapat menyebar ke bagian lain

dari tubuh melalui aliran darah atau sistem limfatik.

IDC ditandai dengan benjolan keras dengan batas iregular. Benjolan IDC akan

terasa lebih keras, lebih kencang dari benjolan jinak pada payudara. Kulit di atas

daerah yang terkena atau retraksi putting susu. Pada mammogram, IDC biasanya

terlihat seperti massa dengan paku memancar dari tepi, kadang-kadang muncul

sebagai benjolan halus bermata atau sebagai kalsifikasi di daerah tumor. 7

Squamous C ell C arcinoma

SCC adalah tumor yang sangat jarang, dengan kejadian yang dilaporkan sekitar

0,1% dari seluruh karsinoma duktal, lebih dari 0,5% dari semua kanker payudara

invasif dan 68% dari semua karsinoma metaplastic. Dalam SCC, semua atau sebagian

besar dari sel-sel, adalah tipe skuamosa dengan keratinisasi, dan adanya beberapa

fitur kelenjar. kanker payudara terjadi pada dua situasi klinis: (1) metaplasia

skuamosa jinak pada tumor jinak payudara tanpa adanya bukti karsinoma intraductal,

dan (2) metaplasia skuamosa yang luas dan menonjol pada karsinoma duktus

infiltrasi.8

Makroskopik, SCC sering ditemukan sebagai tumor besar (> 4 cm) saat

diagnosis, ukuran tumor rata-rata adalah 7,3 cm, dengan kisaran 3,5-18 cm.

Mikroskopis, SCC seluruhnya terdiri dari sel-sel skuamosa metaplastik keratinisasi,

33

Page 34: LAPORAN KASUS bdah

non-keratinisasi, dan sedikit sel spindle dan jenis akantolitik, beberapa menunjukkan

kombinasi dari pola-pola ini. SCC dapat dinilai berdasarkan pada gambran nukleus

dan, pada tingkat lebih rendah, diferensiasi sitoplasma. Sistem grading karsinoma

duktal biasa (Nottingham modifikasi dari Bloom-Richardson system) tidak berlaku

untuk tumor ini. 8

Stadium, Sistem TNM, dan Jalur Penyebarannya

Banyak sekali cara untuk menentukan stadium, namun yang paling banyak

dianut saat ini adalah stadium kanker berdasarkan klasifikasi sistim TNM yang

direkomendasikan oleh UICC(International Union Against Cancer dari WHO atau

World Health Organization) / AJCC (American Joint Committee On Cancer yang

disponsori oleh American Cancer Society dan American College of Surgeons).

Klasifikasi Stadium TNM berdasarkan American Joint Committee on Cancer

(AJCC, 2002)

T = ukuran primer tumor.

Ukuran T secara klinis, radiologis, dan mikroskopis adalah sama. Nilai T dalam

cm, nilai paling kecil dibulatkan ke angka 0,1 cm.

Tx : Tumor primer tidak dapat dnilai.

To : Tidak terdapat tumor primer.

Tis : Karsinoma in situ.

Tis (DCIS) : Ductal Carcinoma In Situ.

Tis (LCIS) : Lobular Carcinoma In Situ.

Tis (Paget’s) : Penyakit Paget pada puting tanpa adanya tumor.

Catatan: Penyakit Paget dengan adanya tumor dikelompokkan sesuai dengan

ukuran tumornya.

T1 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2cm atau kurang.

T1mic : Adanya mikroinvasi ukuran 0,1 cm atau kurang.

T1a : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm sampai 0,5 cm.

T1b : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm sampai 1 cm.

34

Page 35: LAPORAN KASUS bdah

T1c : Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm sampai 2 cm.

T2 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya lebih dari 2 cm

sampai 5 cm.

T3 : Tumor dengan ukuran diameter terbesar lebih dari 5 cm.

T4 : Ukuran tumor berapapun dengan ekstensi langsung ke dinding

dada atau kulit.

T4a : Ekstensi ke dinding dada tidak termasuk otot pektoralis.

T4b : Edema (termasuk peau d’orange), ulserasi, nodul satelit pada kulit

yang terbatas pada 1 payudara.

T4c : Mencakup kedua hal di atas.

T4d : inflammatory carcinoma.

N = kelenjar getah bening regional.

Nx : KGB regional tidak bisa dinilai (telah diangkat sebelumnya).

N0 : Tidak terdapat metastasis KGB.

N1 : Metastasis ke KGB aksila ipsilateral yang mobil.

N2 : Metastasis ke KGB aksila ipsilateral terfiksir, berkonglomerasi,

atau adanya pembesaran KGB ke mamaria interna ipsilateral

(klinis) tanpa adanya metastasis ke KGB aksila.

N2a : Metastasis pada KGB aksila terfiksir atau berkonglomerasi atau

melekat ke struktur lain.

N2b : Metastasis hanya pada KGB mamaria interna ipsilateral secara

klinis dan tidak terdapat metastasis pada KGB aksila.

N3 : Metastasis pada KGB infraklavikular ipsilateral dengan atau tanpa

metastasis KGB aksila atau klinis terdapat metastasis pada KGB

aksila; atau metastasis pada KGB supraklavikula ipsilateral

dengan atau tanpa metastasis pada KGB aksila/mamaria interna.

N3a : Metastasis ke KGB infraklavikular ipsilateral.

N3b : Metastasis ke KGB mamaria interna dan KGB aksila.

N3c : Metastasis ke KGB supraklavikula.

35

Page 36: LAPORAN KASUS bdah

Catatan: Terdeteksi secara klinis; terdeteksi dengan pemeriksaan fisik atau secara

imaging (di luar scintigrafi).

M = metastasis jauh.

Mx : Metastasis jauh belum dapat dinilai.

M0 : Tidak terdapat metastasis jauh.

M1 : Terdapat metastasis jauh.

Tabel Klasifikasi Stadium Carcinoma Mammae

Stage 0 Tis N0 M0

Stage I T1 N0 M0

Stage IIA T0 N1 M0

T1 N1 M0

T2 N0 M0

Stage IIB T2 N1 M0

T3 N0 M0

Stage IIIA T0 N2 M0

T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N1 M0

T3 N2 M0

Stage IIIB T4 N0 M0

T4 N1 M0

T4 N2 M0

Stage IIIC T (semua) N3 M0

Stage IV T (semua) N (semua) M1

Diagnosis (Berdasarkan Kasus)

Dari anamnesis, wanita, 38 tahun, mengeluh nyeri perut sejak sekitar 4 bulan yang

lalu. Nyeri dirasakan terutama pada ulu hati dan perut kanan bawah, seperti disayat -

sayat dan terus – menerus. Nyeri dirasakan bersamaan dengan munculnya benjolan di

perut. Benjolan awalnya berasal dari perut kanan bawah, dan dengan cepat membesar

36

Page 37: LAPORAN KASUS bdah

sampai hampir ke seluruh bagian perut. Sebelum muncul benjolan pada perut, pasien

mengaku terdapat benjolan pada payudara kirinya sejak sekitar 10 bulan yang lalu.

Bersamaan dengan benjolan pada perut, pasien mengaku muncul juga benjolan pada

dada tengah atas. Mual (+), muntah (+), dan badan terasa lemas. Nafsu makan

semakin menurun, berat badan semakin menurun, dari yang awalnya sebelum sakit 46

kg sekarang menjadi 33 kg. Mata dan kulit menguning.

Pasien haid pertama kali saat berusia 14 tahun. Pasien mengaku sejak remaja

haidnya teratur, satu bulan sekali, lama haid 5 – 7 hari. Pasien mengandung anak

pertama saat berusia 33 tahun. Pasien memiliki 1 anak berusia 5 tahun. Riwayat

menyusui (+), riwayat penggunaan KB suntik (+).

Pada pemeriksaan kepala tampak sclera ikterik pada kedua mata. Pada

pemeriksaan status lokalis regio mamae sinistra teraba massa pada kuadran kanan

atas, berjumlah 1 buah, ukuran sekitar 7 x 6cm, konsistensi keras, permukaan

berdungkul – dungkul, batas tegas, mobile, nyeri tekan (-). Regio suprasternal teraba

massa tunggal pada regio suprasternal, ukuran 5 x 4cm, konsistensi padat keras, batas

tegas, permukaan rata, terfiksir, NT (-). Pada regio abdomen teraba massa tunggal

pada hampir seluruh regio abdomen, dari epigastrium hingga 2 jari di bawah

umbilikus, ukuran 20 x 15 x 10cm, konsistensi padat, batas tegas, permukaan rata,

terfiksir, NT (+). Pada KGB axilla sinistra teraba massa tunggal, konsistensi padat

kenyal, ukuran 2 x 1cm, mobile.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan faktor resiko, tanda dan

gejala yang mengarah ke Ca mammae yang berlokasi di payudara sinistra. Untuk

stadium dari Ca mammae didapatkan T3 yaitu ukuran tumor diameter >5 tanpa tanda

– tanda infiltrasi ke dinding dada ataupun ke kulit, N1 dengan ditemukannya KGB

linea axila ipsilateral yang masih dapat digerakkan. Untuk M masih belum bisa

diketahui, namun kemungkinan sudah terjadi metastase ke hepar. Jadi untuk kasus

pasien diatas didiagnosis dengan Ca mammae sinistra stadium IIIA (T3N1Mx), dan

bila terbukti kelainan pada hepar pasien diakibatkan oleh metastase dari payudara,

stadium Ca mammae sinistra menjadi stadium IV (T3N1M1)

37

Page 38: LAPORAN KASUS bdah

Diagnosis kanker payudara dibuat berdasarkan triple diagnostic procedures

(clinical, imaging, and pathology/cytology or histopathology). Ketiga hal tersebut

jika dijabarkan lebih detail menjadi pemeriksaan-pemeriksaan:

a. Pemeriksaan radiodiagnostik (imaging)

Pemeriksaan radiodiagnostik ada dua macam yaitu pemeriksaan yang

direkomendasikan dan pemeriksaan atas indikasi. Pemeriksaan yang

direkomendasikan terutama untuk kanker payudara yang tidak terpalpasi meliputi

mamografi dan USG mamma (untuk keperluan diagnostik dan staging), foto

thorak, dan USG abdomen untuk mendeteksi metastasis. Sedangkan pemeriksaan

atas indikasi meliputi bone scanning (diameter kanker payudara > 5 cm,

T4/LABC, klinis dan sitologi mencurigakan), bone survey (bila tidak tersedia

fasilitas untuk bone scaning), CT scan, dan MRI (penting untuk mengevaluasi

volume tumor).

b. Pemeriksaan sitologi

Pemeriksaan sitologi yaitu FNAB (find needle aspiration biopsy) dilakukan pada

lesi atau tumor payudara yang klinis dan radiologis atau imaging dicurigai ganas.

Di negara maju akurasi FNAB adalah sangat baik, sehingga dapat dijadikan

standar diagnosis pasti kanker payudara. Di Indonesia akurasi FNAB sudah

semakin baik (>90%), sehingga pada beberapa senter dapat direkomendasikan

penggunaan FNAB. Biopsi terbuka akan lebih memberikan informasi lebih detail

terutama sebagai faktor prediktor dan prognostik.

c. Pemeriksaan histopatologi (gold standard)

Pemeriksaan histopatologi yang merupakan gold standard diagnostic terdiri dari

beberapa macam yaitu stereotatic biopsy dengan bantuan USG atau mammogram

pada lesi non palpable, core needle biopsy (micro specimen), vacuum assisted

biopsy (mammotome), biopsi incisional yang digunakan untuk kanker payudara

operabel dengan diameter > 3cm, sebelum operasi definitif; biopsi eksisional,

spesimen mastektomi disertai pemeriksaan kelenjar getah bening regional, dan

pemeriksaan imunohistokimia (IHC).

38

Page 39: LAPORAN KASUS bdah

d. Mammografi

Suatu tehnik pemeriksaan soft tissue teknik. Untuk melihat tanda primer berupa

fibrosis reaktif, comet sign, adanya perbedaan yang nyata ukuran klinik dan

rontgenologik dan adanya perbedaan yang nyata ukuran klinik dan rontgenologik

dan adanya mikrokalsifikasi. Tanda sekunder berupa retraksi, penebalan kulit,

bertambahnya vaskularisasi, perubahan posisi papila dan areola. Mammografi ini

dapat mendeteksi tumor-tumor yang secara palpasi tidak teraba, jadi sangat baik

untuk diagnosis dini dan screening.

e. Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis, stadium

tumor dan persiapan pengobatan.

Pemeriksaan laboratorium rutin dan kimia darah guna kepentingan pengobatan

dan informasi kemungkinan adanya metastatis (transaminase, alkali fosfatase,

calcium darah, tumor marker penanda tumor “CA 15 – 3;CEA”). Pemeriksaan

enzim transaminase penting dilakukan untuk memperkirakan adanya metastasis

pada liver, sedangkan alkali fosfatase dan kalsium memprediksi adanya metastase

pada tulang. Pemeriksaan kadar kalsium darah rutin dikerjakan terutama pada

kanker payudara stadium lanjut dan merupakan keadaan kedaruratan onkologis

yang memerlukan pengobatan segera. Pemeriksaan penanda tumor seperti CA

15– 3 dan CEA (dalam kombinasi) lebih penting gunanya dalam menentukan

rekurensi dari kanker payudara, dan belum merupakan penanda diagnosis maupun

skrining.

Screening (Penapisan Kanker Payudara)

Penapisan atau skrining terhadap kanker payudara merupakan prioritas

nomor dua dari program penanggulangan kanker dari WHO yaitu deteksi dini

kanker. Terhadap kanker payudara maka yang disebut sebagai diagnosis dini

adalah stadium dimana kanker payudara masih bersifat lokal dan belum

bermetastasis. Jika diketemukan dalam stadium ini maka angka kesembuhan akan

mendekati 100%. Deskripsi dari stadium dini berubah dari waktu ke waktu.

39

Page 40: LAPORAN KASUS bdah

Metode yang digunakan untuk skrining yaitu,

a. Mamografi dan USG

b. MRI terutama untuk wanita dengan familial cancer antara lain dengan

BRCA1 dan BRCA2 gene mutation

c. SADARI dan pemeriksaan fisik oleh dokter bukan merupakan

prosedur deteksi dini, melainkan suatu usaha untuk mendapatkan kanker

payudara pada stadium yang lebih awal, terutama digunakan pada tempat

dimana skrining masal untuk kanker payudara belum tersedia, seperti

Indonesia.

Mamografi dilakukan secara periodik dengan interval sebagai berikut

sesui dengan rekomendasi dari American Cancer Society:

a. Wanita berusia 35 - 39 tahun dilakukan 1 kali sebagai basal mamogram

b. Wanita berusia 40 - 49 tahun dilakukan setiap 2 tahun

c. Wanita berusia 50 - 60 tahun dilakukan setiap 1 tahun

d. Wanita > 60 tahun biasanya mempunyai compliance yang rendah tetapi

dianjurkan setiap 1 tahun

Gambar 12. SADARI

40

Page 41: LAPORAN KASUS bdah

(Sumber : www.kankerpayudara.org)

SADARI (periksa payudara sendiri) merupakan usaha untuk mendapatkan

kanker payudara pada stadium yang lebih dini (down staging). Diperlukan

pelatihan yang baik dan evaluasi yang regular. SADARI direkomendasikan

dilakukan setiap bulan, 7 hari sesudah menstruasi bersih. Pemeriksaan fisik secara

regular oleh dokter, juga merupakan usaha mendapatkan kanker payudra pada

stadium lebih awal.

Berikut merupakan cara melakukan SADARI :

a. Berdiri di depan cermin. Lihat kedua payudara, perhatikan apakah kedua

payudara simetris dan kalau-kalau ada sesuatu yang tidak biasa seperti perubahan

dalam bentuk payudara, urat yang menonjol, perubahan warna atau bentuk lain

dari biasanya. Dan lihat apakah terdapat perubahan pada puting, terjadi kerutan,

cawak atau pengelupasan kulit. Kemudian perlahan-lahan angkatlah kedua lengan

ke atas sambil memerhatikan apakah kedua payudara tetap simetris.

b. Tetap dalam posisi berdiri, gunakan tangan kiri untuk memeriksa payudara kanan

dengan cara merabanya, dan sebaliknya untuk payudara kiri. Angkat tangan kiri

Anda. Gunakan tiga atau empat empat jari tangan kanan untuk merasakan

payudara sebelah kiri dengan teliti dan menyeluruh. Dimulai dari ujung bagian

luar, tekan dengan bagian jari-jari yang pipih dalam gerakan melingkar kecil,

bergerak perlahan-lahan di sekitar payudara. Anda dapat memulai pada bagian

ujung luar payudara dan secara perlahan-lahan bergerak ke bagian puting, atau

sebaliknya. Yakinlah untuk meraba semua bagian payudara dan termasuk daerah

sekitar payudara dan ketiak, termasuk bagian ketiak itu sendiri.

c. Dekap tangan Anda di belakang kepala dan tekan tangan Anda ke depan.

Kemudian, tekan tangan Anda erat pada pinggul dan sedikit menunduk ke depan

cermin ketika Anda menarik punggung dan sikut ke depan. Ini akan melengkapi

bagian pemeriksaan payudara di depan cermin.

41

Page 42: LAPORAN KASUS bdah

d. Rasakan adanya perubahan dengan cara berbaring. Letakkan bantal kecil di

bawah bahu kanan, lengan kanan di bawah kepala. Periksa payudara kanan

dengan tangan kiri dengan meratakan jari-jari secara mendatar untuk merasakan

adanya benjolan. Periksa pula lipatan lengan, batas luar payudara, dan ke seluruh

payudara.

e. Perhatikan tanda-tanda perdarahan atau keluarnya cairan dari puting susu.

Caranya dengan memencet puting susu dan melihat apakah ada darah atau cairan

yang keluar.

f. Lakukan hal serupa pada payudara sebelah kiri, yaitu dengan meletakkan tangan

kiri di bawah kepala, lalu gunakan tangan kanan untuk memeriksa payudara

sebelah kiri. Bila Anda mendapati adanya kejanggalan, segeralah periksakan diri

ke dokter.

Penatalaksanaan

a. Modalitas Terapi

1. Operasi

Terapi untuk kanker payudara stadium awal. Jenis operasi untuk terapi :

BCS (Breast Conserving Surgery)

segmental mastectomy, lumpectomy, tylectomy, wide local excision dengan

atau tanpa diseksi aksila. Pasien dengan BCT akan menjalani radioterapi

adjuvant baik pada seluruh payudara yang terkena dengan booster pada

lapang pembedahan.

Simpel mastektomi

(tidak dilakukan eksisi aksila) : adapun rasional untuk melakukan

mastektomi adalah adanya pertimbangan multifokalitas dan

multisentrisitas ataupun kalsifikasi yang difus pada mamografi. Hal ini

42

Page 43: LAPORAN KASUS bdah

terlihat pada mamografi. Mastektomi juga sebaiknya dilakukan pada

tumor dengan diameter > 4 cm, dan grading histologis yang tinggi.

Radikal mastektomi

Tahun 1890 Halsted pertama kali merancang dan memopulerkan operasi

radikal kanker mammae, lingkup reseksinya mencakup kulit berjarak

minimal 3 cm dari tumor, seluruh kelenjar mammae, m.pectoralis mayor,

m.pectoralis minor, dan jaringan limfatik dan lemak subskapular, aksilar

secara kontinyu enblok reseksi.

Radikal mastektomi modifikasi

Lingkup reseksi sama dengan teknik radikal, tapi mempertahankan

m.pektoralis mayor dan minor (model Auchincloss) atau mempertahankan

m.pektoralis mayor, mereseksi m.pektoralis minor (model Patey). Pola

operasi ini memiliki kelebihan antara lain memacu pemulihan fungsi pasca

operasi, tapi sulit membersihkan kelenjar limfe aksilar superior. 6

2. Radiasi

Penyinaran/radiasi adalah proses penyinaran pada daerah yang terkena kanker

dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel

kanker yang masih tersisa di payudara setelah operasi. Pada saat ini, radiasi

post mastektomi (postmastectomy radiation) dilakukan pada wanita dengan

tumor primer T3 atau T4, serta telah mengenai 4 atau lebih limfonodi . Efek

pengobatan ini tubuh menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit di

sekitar payudara menjadi hitam, serta Hb dan leukosit cenderung menurun

sebagai akibat dari radiasi.

Radioterapi dapat dilakukan sebagai :

a. Radioterapi neoadjuvant (sebelum pembedahan)

b. Radioterapi adjuvant (sesudah pembedahan)

c. Radioterapi palliative

43

Page 44: LAPORAN KASUS bdah

3. Kemoterapi

Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam

bentuk pil cair atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel

kanker. Tidak hanya sel kanker pada payudara, tapi juga di seluruh tubuh.

Efek dari kemoterapi adalah pasien mengalami mual dan muntah serta rambut

rontok karena pengaruh obat-obatan yang diberikan pada saat kemoterapi.

Kemoterapi yang diberikan setelah dilakukan terapi operatif dikenal sebagi

kemoterapi ajuvan (adjuvant chemotherapy). Kemoterapi ajuvan berfungsi

membunuh atau menghambat mikrometastasis carcinoma mamma setelah

operasi primer. Pemberian kemoterapi ajuvan dengan atau tanpa pemberian

terapi hormonal telah diketahui meningkatkan angka harapan hidup pada

penderita. Kemoterapi ajuvan dapat meningkatkan harapan hidup 10 tahun

penderita berkisar antara 7%-11% baik pada wanita premenopausal dengan

stadium dini dan sebesar 2%-3% pada wanita lebih dari 50 tahun.

Kemoterapi diberikan sebagai kombinasi. Kombinasi kemoterapi yang telah

menjadi standar adalah :

a. CMF (Cyclophosphamide, methotrexate and 5-fluorouracil)

b. CAF, CEF (Cyclophosphamide-Adriamycin/Epirubicin-5 Fluoro Uracil)

c. T-A (Taxanes/Pacliatel/Doxetacel – Doxorubicin)

d. Gapecetabin (Xeloda-oral)

e. Beberapa kemoterapi lain, seperti Navelbine, Gemcitabine (+ cisplatinum)

digunakan sebagai kemoterapi lapis ke 3.

Pemberian kemoterapi dapat dilakukan :

a. Neoadjuvant (sebelum pembedahan)

b. Adjuvant (sesudah pembedahan)

c. Therapeutic Chemotherapy diberikan pada Metastatic Breast Cancer

dengan tujuan paliatif, tanpa menutup kemungkinan memperpanjang

survival

d. Paliatif untuk usaha memperbaiki kualitas hidup

44

Page 45: LAPORAN KASUS bdah

e. Sebagai metronomic chemotherapy (Cyclophosphamide) anti

angiogenesis

4. Hormonal terapi

Terapi hormonal diberikan jika penyakit telah sistemik berupa metastasis

jauh, biasanya diberikan secara paliatif sebelum kemoterapi karena efek

terapinya lebih lama. Terapi hormonal paliatif dilakukan pada penderita

pramenopause. Hal ini disebabkan adanya reseptor esterogen pada sel

karsinoma mammae pada sebagian besar wanita dengan ca mammae.

Reseptor tersebut dapat dimasuki oleh hormon esterogen yang diproduksi

ovarium. Akibat pengaruh esterogen tersebut, dapat memacu proliferasi sel

tumor mammae, sehingga wanita pre menopause dengan ca mamma

mempunyai prognosis yang buruk. Esterogen dapat menstimulasi

pertumbuhan sel kanker payudara, namun dapat berefek sebaliknya jika

diberikan dengan dosis tinggi.

Pemberian terapi hormonal dapat bersifat :

a. Ablative (memberikan terapi hormonal tambahan)

b. Additive (menghilangkan sumber hormone tertentu)

Beberapa obat-obatan tertentu yang dipergunakan sebagai terapi hormonal

adalah :

a. Tamoxifen

b. Aromatase Inhibitor

c. GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) , dsb.6

b. Terapi

1. Kanker payudara non invasif

a. Ductal Carcinoma Insitu (DCIS)

Dengan adanya program skrining masal terhadap payudara, maka insiden

DCIS semakin meningkat yaitu mencapai 58.000 kasus akan

45

Page 46: LAPORAN KASUS bdah

didiagnosis pada tahun 2006 dan akan terus meningkat. DCIS adalah

suatu keadaan dimana sel kanker (yang berasal dari epitelium TDLU)

belum menembus membrana basalis, atau jika telah menembus

mikroskopis tidak mencapai 1 mm. Terdapat subtipe comedo, solid,

cibriform, micropapillary, dan papillary. Beberapa hal yang

menjadi pertimbangan terapi DCIS adalah adanya lesi multifokal dan

multisentris. Prognostic score berdasarkan pada van nuys prognostic

index (2003, silverstein) berdasarkan ukuran tumor, margin eksisi, umur

penderita, dan klasifikasi patologi. Beberapa terapi untuk DCIS yaitu:

1) Mastectomy simple (tidak dilakukan eksisi aksila) : adapun

rasional untuk melakukan mastektomi adalah adanya pertimbangan

multifokalitas dan multisentrisitas ataupun kalsifikasi yang difus

pada mamografi. Hal ini terlihat pada mamografi. Mastektomi juga

sebaiknya dilakukan pada tumor dengan diameter > 4 cm, dan

grading histologis yang tinggi.

2) Breast corserving therapy/surgery (BCT/BCS): termasuk

BCT adalah segmental mastectomy, lumpectomy, tylectomy, wide

local excision dengan atau tanpa diseksi aksila. Pasien dengan BCT

akan menjalani radioterapi adjuvant baik pada seluruh payudara yang

terkena dengan booster pada lapang pembedahan. Pada non palpable

DCIS, untuk melakukan BCS/BCT diperlukan lokalisasi lesi atau

tumor dengan jarum (Kopan’s wirea) dan identifikasi jaringan yang

diangkat (dengan x ray) apakah sudah tepat.

Syarat untuk BCS/BCT:

a. Informed concent

b. Dapat dilakukan follow up yang teratur

c. Tumor sebaiknya di perifer (tumor letak sentral perlu

pembedahan yang khusus)

d. Besar tumor proporsional dengan besarnya payudara. Jika

46

Page 47: LAPORAN KASUS bdah

tidak harus dilakukan rekonstruksi langsung untuk mencapai

kosmetik yang baik.

e. Tumor tidak multifokal atau multisentris (mamografi, MRI)

f. Pasien belum pernah mendapat redioterapi di dada dan tidak

menderita penyakit kolagen.

g. Terdapat sarana dan fasilitas yang baik untuk

pemeriksaan patologi (konvensional dan pengecatan

imunohistokimia), dan radioterapi.

3) Terapi adjuvant: terapi adjuvant hanya diberikan pada pasien

dengan resiko tinggi terjadi rekurensi, antara lain usia muda (< 35

tahun), reseptor hormon negatif, HER2 overekspresi, metastasis

KGB aksila. Radioterapi diberika pada pasien dengan BCS/BCT,

kecuali dengan petimbangan khusus - diameter <1cm, margin bedah

yang cukup dan grade yang rendah. Terapi hormonal diberikan pada

pasien dengan ER dan atau PR positif, tanpa riwayat gangguan

tromboembolism.

b. Lobular Carcinoma Insitu (LCIS)

Diagnosis seringkali insidental, biasanya nonpalpable, lebih sering

pada wanita premenopause. Adanya LCIS ini dianggap sebagai faktor

resiko untuk terjadinya invasif karsinoma. Penemuan dari Alpino (2004)

adanya LCIS syncronous dengan invasif karsinoma sebanyak 0 - 10% dan

0 - 50% synchronous bersama dengan DCIS maka terapi yang

dianjurkan adalah eksisi dari tumor dan follow up yang baik. Terapi

adjuvant pada LCIS adalah pemberian tamoxiven yang menurunkan resiko

terjadinya invasif sampai 56%. Pemberian radioterapi masih belum jelas.

Surveillance marupakan hal penting pada LCIS antara lain

pemeriksaan fisik setiap 6 bulan sampai 1 tahun dan mamografi.

2. Kanker Payudara Invasif

Karsinoma mamma invasif adalah karsinoma dari epitel mamma yang

47

Page 48: LAPORAN KASUS bdah

telah infiltratif keluar dan menembus membrana basalis duktal. Adanya

infiltrasi keluar membrana basalis duktal menunjukkan bahwa karsinoma

invasif mempunyai kemampuan untuk terus melakukan infiltrasi jaringan

sekitar dan bermetastasis pada kelenjar getah bening regional maupun

bermetastasis ke organ jauh. Pada umumnya termasuk pada karsinoma

invasif adalah karsinoma mama familial dengan adanya mutasi pada gen

BRCA1 dan BRCA2.

a. Terapi bedah stadium dini (T1,T2,N0,N1)

BCS/BCT: biasanya dilakukan dengan tumor yang relatif kecil <3 cm

dengan tanpa pembesaran KGB. BCS/BCT dapat dilakukan dengan

atau tanpa diseksi KGB aksila, tergantung pada klinis, USG

ataupun dengan teknik lympatic mapping dan sentinel lymph node

byopsi jika ada fasilitas.

1) Mastektomi radikal modifikasi (patey/maaden dan

uchincloss): dipertimbangkan jika tumor besar, adanya faktor

resiko yang tinggi untuk rekurensi seperti usia muda, high

nuclear grade, comedo type necrosis, margin positif, DNA

aneuploidy.

2) Rekonstruksi bedah: dapat dipertimbangkan pada senter yang

mampu ataupun ahli bedah yang mempunyai kemampuan

rekonstruksi pembedahan payudara tanpa mengorbankan prinsip

bedah onkologi. Rekonstruksi pada bedah onkologi dapat

dikerjakan oleh ahli bedah plastik, ahli bedah onkologi atau ahli

bedah umum yang kompeten.

3) Terapi adjuvant: radioterapi adjuvant diberikan pada BCS/BCT,

baik diberikan pada seluruh payudara ataupun hanya pada area

pembedahan (on going trial). Pemberian terapi sistemik adjuvant

bersifat individual dan dibedakan berdasarkan status KGB, umur,

ukuran tumor primer, performance status, ekspresi onkogen

48

Page 49: LAPORAN KASUS bdah

HER2/NE2, status dari steroid reseptor (ER/PR) dan grade nuklear.6

b. Karsinoma payudara lanjut lokal (karsinoma mama

stadium III (IIIa, IIIb, IIIc)).

Presentasi atau insiden LABC di indonesia masih cukup tinggi dan

bervariasi dari daerah yang berbeda. Biasanya berkisar antara 40 -

80%. Yang termasuk pada LABC adalah T3 dengan N2 dan atau N3.

1) Terapi bedah: peran modalitas bedah pada LABC adalah

terbatas, terutama pada stadium IIIa dan pada bebrapa

penelitian, pemberian neoadjuvant systemic therapy pada

stadium ini pun perlu dipertimbangkan. Pembedahan yang

dianjurkan adalah mastektomi radikal modifikasi ataupun

dengan mastektomi radikal standar.

2) Terapi neoadjuvant (sistemik): adalah pemberian modalitas

terapi lain selain bedah dengan tujuan untuk mengeradikasi

mikrometastasis yang diasumsikan telah ada pada saat

diagnosis karsinoma payudara ditegakkan. Dengan demikian

diharapkan terapi neoadjuvan (sistemik) secara teknis

memudahkan pembedahan dan pada beberapa laporan dapat

dilakukan pembedahan konservasi payudara (BCS/BCT).

Beberapa obat yang dapat diberikan pada terapi neoadjuvant

(sistemik) adalah kemoterapi A.C (adriamycin,

cyclophosphamide), CAF (cyclophosphamide, adriamycin, 5

Fluoro Uracil) /CEF (cyclophosphamide, epirubicin, 5 Fluoro

Uracil), T-A (taxanes-doxorubicin), sedangkan terapi hormonal

hanya diberikan pada ER/PR+ dan obat yang diberikan adalah

golongan Ais (Aromatase inhibitors).

c. Karsinoma payudara inflamatoir (IBC)

Tipe karsinoma payudara di atas oleh beberapa pengarang

49

Page 50: LAPORAN KASUS bdah

dimasukkan

dalam tipe LABC, tetapi penelitian dan hasil terapi menunjukkan

bahwa IBC merupakan karsinoma mamma yang agresif dan

mempunyai prognosis lebih buruk. Terapi pada umumnya

neoadjuvant chemotherapy, surgery or radiation therapy, dan

adjuvant chemotherapy. Komponen terapi pada bedah IBC

memberikan kontrol loko-regional yang lebih baik dibandingkan

radioterapi saja.

d. Karsinoma payudara bermetastasis/stadium lanjut

Pada stadium ini terapi bedah bukan merupakan pilihan lagi.

Pemberian terapi sistemik baik kemoterapi maupun terapi hormonal

menjadi pilihan utama. Kemoterapi terapeutik merupakan pilihan

utama pada viseral metastasis (life threatening metastasis),

agressive breast cancer (high grade, HER2 overexspression

ER/PR- P53 overekspression), umur muda. Sebaliknya terapi

hormonal diberikan pada karsinoma payudara yang lebih indolen,

ER/PR+, bone metastasis, low gradees. Peran bedah hanya

sebagai tindakan adjuvant atau paliatif, untuk mengambil sisa

tumor, menghentikan perdarahan, dengan sarat bahwa pembedahan

tetap harus memenuhi sarat pembedahan yang onkologis. 9

Pengobatan paliatif kanker payudara stadium lanjut :

1. Intervensi pembedahan

2. Radioterapi :

External beam radiotherapy : untuk nyeri metastasis, kompresi

venacava superior & sumsum tulang belakang

Brachytherapy : Strontium-89 untuk metastasis tulang yang

menyakitkan pada karsinoma payudara.

3. Agen farmakologis:

50

Page 51: LAPORAN KASUS bdah

Analgesik seperti NSAIDS, opiate dll tunggal atau

dikombinasikan.

Bifosfonat: pamidronate, clodronate untuk mengurangi

destruksi tulang osteoklastik untuk meredakan nyeri tulang

kanker payudara

4. Teknik Anestesi : blok Simpatetik dan agen neurolitik seperti etil

alkohol

5. Prosedur neurosurgikal : dekompresi neuronal.

6. Kemoterapi paliatif: tergantung pada tolerabilitas pasien.

Prognosis

Karakteristik dari beberapa tumor sangat penting untuk dikenali karena dapat

menentukan prognosis secara signifikan dan dapat dipertimbangkan sebagai acuan

dalam penentuan strategi terapi pada tiap individu penderita. Prognosis Ca mamae

tergantung dari :

Usia

Ukuran tumor.

Adanya metastasis ke kelenjar limfe. Hal ini sangat panting dalam memprediksi

rekurensi penyakit dan harapan hidup. Dimana pasien tanpa metastase ke kelenjar

limfe angka harapan hidup 10 tahun mencapai 70%-80%, dan prognosis akan

mebih buruk pada pasien dengan metastase ke kelenjar limfe.

Derajat kanker secara histologis.

Adanya reseptor estrogen (ER) dan reseptor progesterone (PR). Pasien dengan

tumor dengan reseptor positif memiliki resiko kekambuhan yang lebih rendah dan

harapan hidup yang lebih panjang dibandingkan dengan tumor reseptor negatif.

HER2-neu (C-erb B2). 9

Namun Stadium klinis dari kanker payudara merupakan indikator terbaik untuk

menentukan prognosis. Menurut National Cancer Data Base, berdasarkan jumlah

51

Page 52: LAPORAN KASUS bdah

penderita kanker payudara pada tahun 2001 dan 2002 didapatkan persentase harapan

hidup pasien kanker payudara dalam lima tahun digambarkan dalam tabel five-year

survival rate berikut:

Stage 5-year survival rate

0 93%

I 88%

IIA 81%

IIB 74%

IIIA 67%

IIIB 41%

IIIC 49%

IV 15%

(Sumber : American Cancer Society, 2011)

DAFTAR PUSTAKA

1. Saladin. 2007. Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function, 4th

edition. McGraw Hill Co, New York. Chapter 26: Nutrition and Metabolism,

p1016-p985

2. Manuaba, Tjakra Wibawa. 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid

Peraboi 2010. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Jakarta.

3. Moore, Keith I.N Agur Anne M.R. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta:

Hipokrates.

4. Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2004. Payudara. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi

kedua. Jakarta : EGC

5. Depkes, 2010. Pedoman Teknis Pengendalian Kanker Payudara dan Kanker

Leher Rahim. Available from : http://depkes.go.id.

6. College of American Pathologists. 2011. Breast Cancer Invasive Ductal

Carcinoma. Available from : www.cancer.org

52

Page 53: LAPORAN KASUS bdah

7. Znati et al. 2010. Pure Primary Squamous Cell Carcinomas of the Breast.

Journal of Medical Cases, Vol. 1, No. 1

8. Suhag, Virender. 2005. Palliative Therapy in Cancer Patients: An Overview.

JK SCIENCE. Vol. 7 No. 2

9. WHO-Regional Office for the Eastern Mediterranean. Treatment policy. In:

Guidelines for management of breast cancer. Egypt : EMRO Technical

Publications Series 31, 2006. p. 16-25.

10. Cunnick GH, Jiang WG, Jones TD, Watkins G et al. Lymphangiogenesis and

lymph node metastasis in breast cancer. Molekular cancer 2008, 7:23.p 1-10.

53