laporan kasus athetosis

45
LAPORAN KASUS SEORANG WANITA DENGAN GANGGUAN MOTORIK INVOLUNTER Disusun oleh: Fadhli Rizal Makarim 012106151 Pembimbing : dr. Sunaryo, M.Kes, Sp. S. ILMU PENYAKIT SARAF RSUD RAA SOEWONDO PATI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2015

Upload: mekki-lazir-ilhdaf

Post on 12-Dec-2015

63 views

Category:

Documents


33 download

DESCRIPTION

Laporan Kasus Athetosis

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Athetosis

LAPORAN KASUS

SEORANG WANITA DENGAN GANGGUAN MOTORIK

INVOLUNTER

Disusun oleh:

Fadhli Rizal Makarim

012106151

Pembimbing :

dr. Sunaryo, M.Kes, Sp. S.

ILMU PENYAKIT SARAF RSUD RAA SOEWONDO PATI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2015

Page 2: Laporan Kasus Athetosis

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG 2015

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

1. Nama : Ny. P

2. Umur : 64 tahun

3. Jenis kelamin : Perempuan

4. Agama : Islam

5. Pendidikan : -

6. Pekerjaan : Tidak bekerja

7. Status : Menikah

8. Tanggal Masuk : 25 Agustus 2015

9. Masuk Jam : 02.00

10. Ruang : Flamboyan

11. Kelas : 3

B. ANAMNESA

Anamnesa dilakukan secara allonamnesis pada tanggal 26 Agustus 2015

kepada keluarga pasien karena pasien sulit untuk diajak berkomunikasi saat

itu.

1. Keluhan Utama : Pasien melakukan gerakan yang tidak bisa dikontrol.

Keluhan lain : Kesulitan bicara

Riwayat Penyakit Sekarang :

Lokasi : Anggota gerak tubuh bagian atas dan bawah

Onset : Mendadak sejak 1 hari SMRS.

Kronologis : Pasien datang ke IGD RSUD. RAA.

SOEWONDO Kabupaten Pati dengan keluhan tiba tiba pasien

melakukan gerakan yang tidak bisa dikontrol terus menerus. Keluhan

muncul tiba tiba, lengan atas melakukan gerakan lambat berulang

Page 3: Laporan Kasus Athetosis

seperti menekuk lengan berulang kali, diikuti dengan gerakan kaki

yang lambat menendang nendang ke kanan dan ke kiri. Gerakan tidak

kaku dan tidak terlihat patah patah. Keluarga juga menyatakan pasien

sulit diajak bicara bersamaan dengan keluhan timbul, keluarga

mengaku pasien masih mengerti dalam menerima perintah, namun

terbata bata dalam menjawab pertanyaan. Keluarga menyatakan

keluhan ini muncul setelah pasien meminum obat jantung dan darah

tinggi yang sudah biasa diminum, yang diberi dari poli penyakit dalam.

Kualitas : Dengan keluhan yang didapatkan pasien, pasien

tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari di rumah, dan hanya dapat

ditidurkan di kasur saja.

Kuantitas : Gerakan tidak sadar ini terjadi terus menerus.

Faktor yang memperberat : -

Faktor yang memperingan : -

2. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat Hipertensi : Ada

- Riwayat Penyakit Jantung : Ada

- Riwayat Penyakit Paru : Disangkal

- Riwayat DM : Keluarga tidak mengetahui

- Riwayat Stroke : Disangkal

- Riwayat Kejang : Disangkal

- Riwayat penyakit maag : Disangkal

- Riwayat alergi obat : Disangkal

- Riwayat trauma kepala : Disangkal

3. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat Hipertensi : Keluarga tidak mengetahui

- Riwayat Penyakit Jantung : Keluarga tidak mengetahui

- Riwayat Penyakit Paru : Disangkal

Page 4: Laporan Kasus Athetosis

- Riwayat DM : Disangkal

- Riwayat Stroke : Disangkal

- Riwayat Kejang : Disangkal

4. Riwayat Sosial Ekonomi

Kesan ekonomi : Tidak dapat dinilai. Terlihat kurang. Pasien

menggunakan jaminan kesehatan masyarakat dalam pembiayaan

pengobatan kali ini.

C. PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Present

Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : Compos Mentis | GCS 15 E4M5V6

Vital Sign :

TD : 170/100 mmHg

N : 96 x/’

RR : 24 x/’

t : 36,8 oC

b. Status Internus

Kepala : Mesocephale

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher :

o Sikap : Simetris

o Pergerakan : Normal

o Kaku kuduk : (-)

Dada : Hemithorax dextra dan sinistra simetris

Paru : tidak dilakukan

Jantung : tidak dilakukan

Abdomen : tidak dilakukan

Extremitas :

Superior Inferior

Oedem -/- -/-

Varises -/- -/-

Page 5: Laporan Kasus Athetosis

c. Status Psikikus

o Cara berpikir : tidak dapat dinilai

o Perasaan hati : tidak dapat dinilai

o Tingkah laku : hipoaktif

o Ingatan : tidak dapat dinilai

d. Status Neurologikus

1. N.I ( OLFAKTORIUS) : Normal

2. N II ( OPTIKUS)

tajam penglihatan : tidak dilakukan

lapang penglihatan : tidak dilakukan

melihat warna : tidak dilakukan

funduskopi : tidak dilakukan

3. N III (OKULOMOTORIUS), N IV (TROKLEARIS), N VI

(ABDUCENS)

Dx Sx

PERGERAKAN BOLA

MATA

N N

NISTAGMUS - -

EKSOFTALMUS - -

PUPIL bulat, isokor, ø

3mm

bulat, isokor, ø

3mm

REFLEK

KONVERGENSI

+ +

STRABISMUS - -

MELIHAT KEMBAR - -

4. N V (TRIGEMINUS)

Sensibilitas taktil dan nyeri muka : tidak dapat dinilai

Membuka mulut : bisa

Meringis : tidak dapat dinilai

Page 6: Laporan Kasus Athetosis

Menggigit : tidak dapat dinilai

Reflek kornea : tidak dilakukan

5. N VII (FACIALIS)

Dx Sx

MENGERUTKAN DAHI Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

MENUTUP MATA + +

LIPATAN NASOLABIAL + +

MENGGEMBUNGKAN

PIPI

Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

MEMPERLIHATKAN

GIGI

Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

MENCUCUKAN BIBIR Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

PENGECAPAN 2/3

ANTERIOR LIDAH

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

6. N VIII (VESTIBULOCOCHLEARIS)

Dx Sx

JENTIK JARI tidak dilakukan tidak dilakukan

DETIK ARLOJI tidak dilakukan tidak dilakukan

SUARA BERBISIK tidak dilakukan tidak dilakukan

TES WEBER tidak dilakukan tidak dilakukan

TES RINNE tidak dilakukan tidak dilakukan

TES SCHWABACH tidak dilakukan tidak dilakukan

7. N IX (GLOSSOPHARINGEUS)

Pengecapan 1/3 posterior lidah : tidak dilakukan

Sensibilitas faring : tidak dilakukan

8. N X ( VAGUS )

Arkus faring : simetris

Berbicara : tidak dapat dinilai

Page 7: Laporan Kasus Athetosis

Menelan : normal

Nadi : dalam batas normal

9. N XI (ACCESORIUS )

Mengangkat bahu : tidak dapat dinilai

Memalingkan kepala : simetris (+/+)

10. N XII ( HYPLOGOSSUS )

Pergerakan lidah : tidak dapat dinilai

Tremor lidah : (-)

Artikulasi : tidak jelas

Lidah : tidak dapat dinilai

e. Badan dan Anggota Gerak

1. BADAN

MOTORIK

Respirasi : normal

Duduk : tidak bisa

SENSIBILITAS

Taktil : tidak dapat dinilai

Nyeri : tidak dapat dinilai

Thermi : tidak dilakukan

Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan

REFLEK

Reflek kulit perut : tidak dilakukan

Reflek kremaster : tidak dilakukan

2. ANGGOTA GERAK ATAS

MOTORIK

Motorik Dx Sx

Pergerakan Bebas Bebas

Kekuatan 5 5

Tonus Normotonus Normotonus

Klonus - -

Trofi Eutrofi Eutrofi

Page 8: Laporan Kasus Athetosis

SENSIBILITAS

Dx Sx

Taktil Sulit dinilai Sulit dinilai

Nyeri Sulit dinilai Sulit dinilai

Thermi tidak dilakukan tidak dilakukan

Diskriminasi 2 titik tidak dilakukan tidak dilakukan

REFLEK

Dx Sx

Biceps +N +N

Triceps +N +N

Radius +N +N

Ulna +N +N

Hoffman - -

Trommer - -

3. ANGGOTA GERAK BAWAH

MOTORIK

Motorik Dx Sx

Pergerakan Bebas Bebas

Kekuatan 5 5

Tonus Normotonus Normotonus

Klonus - -

Trofi Eutrofi Eutrofi

SENSIBILITAS

Dx Sx

Taktil Sulit dinilai Sulit dinilai

Nyeri Sulit dinilai Sulit dinilai

Thermi tidak dilakukan tidak dilakukan

Page 9: Laporan Kasus Athetosis

Diskriminasi 2 titik tidak dilakukan tidak dilakukan

Lokasi tidak dilakukan tidak dilakukan

REFLEK

Dx Sx

Patella +N +N

Achilles +N +N

Babinski - +

Chaddock - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Gonda - -

Bing - -

Rossolimo - -

Mendel-Bechtrew - -

Laseque Test >700 >700

Kernig Test >1350 >1350

f. Koordinasi, Gait, dan Keseimbangan

Cara berjalan : tidak dilakukan

Tes Romberg : tidak dilakukan

Disdiadokokinesis : tidak dilakukan

Ataksia : tidak dilakukan

Rebound phenomenon : tidak dilakukan

Dismetria : tidak dilakukan

g. Gerakan Abnormal

Tremor : -

Atetosis : Ada pada ekstremitas atas, bawah dan sebagian kepala

leher.

h. Alat Vegetatif

Page 10: Laporan Kasus Athetosis

Miksi : +

Defekasi : -

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium darah rutin

Tanggal 25 – 08 – 2015

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematologi

Hemoglobin 12.6 gr/dl 11.0-15.0

Hematokrit 35.9 % 34.0-48.0

Leukosit 9.2 10^3 ul 3.0-10.0

Trombosit 208 10^3 ul 150-450

Tanggal 27 – 08 – 2015

Kimia Darah

Gula darah

sewaktu

301 mg/dl

Gluc HK2 398 mg/dl 70 – 100

Chol 154 mg/dl 160 – 260

Trigly 160 mg/dl <150

HDL Plus 40 mg/dl >55

LDL CALC 82 mg/dl 0 – 150

Ur Ac 8,0 mg/dl 2,40 - 7

Siriraj stroke skor :

o Kesadaran : 2,5 x 0 = 0

o Muntah : 2 x 0 = 0

o Nyeri kepala : 2 x 0 = 0

o Diastolic : 0,1 x 100 = 10

o Ateroma : 3 x 1 = 3

o Konstanta = 12

Skor = (0+0+2+10)-3-12 = -15 (suspek SNH)

Page 11: Laporan Kasus Athetosis

Interpretasi : >1 = SH

0 = perlu pemeriksaan lanjutan

>-1= SNH

Algoritme gajah mada :

Penurunan kesadaran (-)

Nyeri kepala (-)

Reflex Babinsky (+)

(Stroke iskemik akut atau stroke infark)

CT Scan kepala

Tidak dilakukan.

E. RESUME

Keluarga pasien mengeluhkan pasien tiba tiba melakukan gerakan yang

tidak bisa dikendalikan berulang ulang dan sulit untuk diajak bicara,

keluhan dirasakan sejak tanggal 25 Agustus 2015

Riwayat hipertensi diakui.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kelainan berupa gerakan involunter

pada ekstremitas atas dan bawah, dan didapatkan reflek patologis positif

pada kaki kanan.

F. DIAGNOSA

D/ Klinis :Atetosis

D/ Topis : Curiga ganglia basalis

D/ Etiologis : Curiga Stroke Non Hemoragik

Faktor resiko : Hipertensi grade II, DM, Hiperurisemia

G. SIKAP

1. Pengawasan : KU, manajemen ABCD, vital sign

2. Medikamentosa:

IVFD Asering 20 tpm

Inj. Citicolin 2 x 250 mg

Inj. Piracetam 4 x 3 gr

Inj. Asam Tranexamat 500 mg

Inj. Ketorolac 3 x 30mg

Page 12: Laporan Kasus Athetosis

Inj. Diazepam 10 mg (bila perlu, bila pasien tidak bisa tidur karena

terganggu oleh gerakan involunternya)

Inj. RI 10 – 8 – 10

Amlodipin 1 x 5 mg

Allopurinol 100 mg

Halloperidol 5 mg 1-0-1

THP 1-1-1

Loratadine 10 mg 1x1

Clobazam 3 x 1

Monitoring : manajemen ABCD, TTV, Neurofisiologi, Laboratorium,

CT scan

Edukasi :

Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit yang diderita

dan risiko bahaya dapat muncul belakangan.

Menghindari makanan yang memicu faktor risiko hipertensi.

ASSESMENT : (Diagnosis Kerja)

1. Gangguan gerak involunter - Atetosis

DAFTAR MASALAH

NO PROBLEM AKTIF TGL PROBLEM INAKTIF TGL

1 Atetosis 26-8-2015 Kesan Ekonomi rendah 26-8-2015

2 Hipertensi Grade II 26-8-2015

3 DM 27-8-2015

4 Hiperurisemia 27-8-2015

H. PROGNOSA

Ad sanam : dubia ad bonam

Ad vital : dubia ad bonam

Ad fungsional : dubia ad malam

Page 13: Laporan Kasus Athetosis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

Page 14: Laporan Kasus Athetosis

Gerakan involunter merupakan gerakan yang tidak sesuai dengan kemauan, tidak

diketehendaki, dan tidak bertujuan.

B. PATOFISIOLOGI

Suatu fungsi motorik yang sempuma pada otot rangka memerlukan kerjasama

yang terpadu antara sistem piramidal (P) dan ekstrapiramidal (EP). Sistem

piramidal terutama untuk gerakan volunter sedang sistem ekstrapiramidal

menentukan landasan untuk dapat terlaksananya suatu gerakan volunter yang

terampil dan mahir.

Dengan kata lain, sistem ekstrapiramidal mengadakan persiapan bagi setiap

gerakan volunter berupa pengolahan, pengaturan dan pengendalian impuls

motorik yang menyangkut tonus otot dan sikap tubuh yang sesuai dengan gerakan

yang akan diwujudkan.

Sistem ekstrapiramidal terdiri atas:

1. Inti-inti korteks serebri area 4S, 6 & 8;

2. Inti-inti subkortikal ganglia basalis yang meliputi inti kaudatus,

putamen, globus palidus, substansi nigra, korpus subtalamikum dan

inti talamus ventrolateralis;

3. Inti ruber dan formasio retikularis batang otak dan

4. Serebelum. Inti-inti tersebut saling berhubungan melalui jalur jalur

khusus yang membentuk tiga lintasan lingkaran (sirkuit).

Sedangkan sistem piramidal, dari korteks serebri area 4 melalui jalur-jalur

kortikobulbar dan kortikospinal (lintasan piramidal) menuju Ice "lower motor

neuron (LMN). Untuk mengetahui mekanisme terjadinya gerakan involunter,

terlebih dahulu dijelaskan pengertian perihal jalannya impuls motorik yang

digunakan 'untuk mempersiapkan dan membangkitkan gerakan volunter. Impuls

motor dan ekstrapiramidal sebelum diteruskan kae LMN akan mengalami

pengolahan di berbagai inti ganglia basalis dan korteks serebelum sehingga telah

siap sebagai impuls motorik/pengendali bagi setiap gerakan yang akin diwujudkan

impuls motoric P. Keduanya merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan

dalam membangkitkan setiap gerakan volunter yang sempuma.

Page 15: Laporan Kasus Athetosis

Ada 3 jalur sirkuit untuk pengolahan impuls motorik tersebut:

1) Sirkuit pertama

Lingkaran yang disusun oleh jaras jaras penghubung berbagai inti melewati

korteks piramidalis (area 4 ) , area 6, oliva inferior, inti inti pontis, korteks

serebelli, nucleus dentatus, nucleus rubber, nucleus ventrolateralis talami, korteks

pyramidalis & ekstrapiramidalis. Peranan sirkuit ini memberikan FEEDBACK

kepada korteks piramidalis & ekstrapiramidalis yang berasal dari korteks

serebellum.

• Gangguan feedback lintasan ini timbul :

– Ataksia

– Dismetria

– Tremor sewaktu gerakan volunteer berlangsung.

2). Sirkuit kedua

Menghubungkan korteks area 4S & area 6 dengan korteks motorik piramidalis &

ekstrapiramidalis melalui substansia nigra, globus pallidus, nucleus ventrolateralis

talami. Tujuan pengelolaan impuls piramidalis & ekstrapiramidalis untuk

Page 16: Laporan Kasus Athetosis

mengadakan INHIBISI terhadap korteks piramidalis & ekstrapiramidakis, agar

gerakan volunteer yang bangkit memiliki ketangkasan yang sesuai. Gangguan

pada substansia nigra menimbulkan:

– Tremor sewaktu istrahat

– Gejala-gejala motorik lain

• Sering ditemukan pada sindroma Parkinson

3)Sirkuit ketiga

Merupakan lintasan bagi impuls yang dicetuskan di area 8 & area 4S untuk diolah

secara berturut-turut oleh nucleus kaudatus, globus palidus & nucleus

ventrolateralis talami. Hasil pengolahan ini dengan dicetuskan impuls oleh

nucleus ventrolateralis talami yang dipancarkannya ke korteks piramidalis &

ekstrapiramidalis (area 6). Impuls terakhir ini melakukan tugas INHIBISI.

sebagian impuls ini disampaikan oleh globus pallidus kepada nucleus Luysii.

Bila area 4S & 6 tidak dikelola oleh impuls tersebut maka timbul gerakan

involunter (gerakan spontan yang tidak dapat dikendalikan) seperti Khorea dan

Page 17: Laporan Kasus Athetosis

Atetosis .Keduanya akibat lesi di nucleus kaudatus & globus pallidus. Balismus

akibat lesi di Nukleus Luysii.

C. JENIS-JENIS GERAKAN INVOLUNTER

1. Tremor

Tremor adalah gerakan osilatorik (repetitif dalam suatu ekuilibrium) ritmis yang

involunter, dihasilkan oleh otot-otot yang kerjanya berlawanan satu sama lain

(resiprokal). Keterlibatan otot agonis dan antagonis membedakan tremor dari

klonus (klonik). Secara umum tremor dibagi menjadi tremor normal (fisiologis)

dan tremor abnormal (patologis).

a) Tremor fisiologis merupakan fenomena normal yang dapat terjadi

dalam keadaan terjaga atau selama fase tertentu selama tidur.

Frekuensinya berkisar 8-13 Hz (10 Hz), dan lebih rendah pada orang

tua dan anak-anak. Tremor ini dihasilkan oleh getaran pasif akibat

Page 18: Laporan Kasus Athetosis

aktivitas mekanik jantung (balistocardiogram). Sifat tremor sangat

halus dan tidak dapat dilihat secara kasat mata. Tremor fisiologis dapat

ditingkatkan oleh kondisi emosi (takut, cemas) dan latihan fisik.

b) Tremor patologis (secara klinis kadang disebut tremor saja) memiliki

ciri: disebabkan oleh hal-hal yang bersifat patologis, paling sering

melibatkan otot-otot distal ekstremitas (khususnya jari dan telapak

tangan), lalu otot-otot proksimal, kepala, lidah, rahang dan korda

vokalis. Frekuensiya 4-7 Hz. Dengan bantuan EMG, tremor patologis

dapat diklasifikasikan berdasarkan kekerapannya, hubungan dengan

postur dan gerakan volunter, pola bacaan EMG pada otot yang bekerja

berlawanan,  serta respons terhadap pemberian obat tertentu.

Tremor Postural dan Aksi (Postural and Action tremor)

Tremor Postural dan Aksi (kedua istilah ini sering dipertukarkan) terjadi ketika

tubuh dan ekstremitas dipelihara (dipertahankan) dalam posisi tertentu terutama

untuk menjaga postural dan melawan gravitasi (misal: merentangkan kedua

lengan di depan dada). Karena untuk mempertahankan posisi tersebut dibutuhkan

Page 19: Laporan Kasus Athetosis

kerja sejumlah otot ekstensor. Tremor ini dapat muncul pada gerakan aktif dan

meningkat apabila kebutuhan gerakan semakin tinggi. Tremor menghilang apabila

ekstremitas direlaksasi namun muncul kembali bila otot yang bekerja diaktifkan.

Karakteristik tremor postural/aksi yakni adanya ledakan ritmis pada neuron

motorik yang terjadi tidak secara sinkron dan simultan pada otot yang berlawanan,

tidak seimbang dalam hal kekuatan dan periodenya.

Tremor postural/aksi ini terbagi lagi menjadi beberapa tipe:

Tremor fisiologis yang meningkat (enhanced physiological tremor).

Frekuensi sama dengan tremor fisiologis (10 Hz) dengan amplitudo lebih

besar. Timbul apabila dalam keadaan takut, cemas (ansietas), gangguan

metabolik (hipertiroid, hiperkortisol, hipoglikemik), feokromositoma,

latihan fisik berlebih, penarikan alkohol/sedatif lainnya, efek toksik

lithium, asam nikotinat, xantin (kopi, teh, aminofilin, cola), dan

kortikosteroid. Bersifat transien dan dapat dipicul oleh injeksi epinefrin

atau obat β-adrenergik (isoproterenol). Diduga akibat aktifitas reseptor β-

adrenergik tremorgenik

Tremor pada alkoholik. Tremor ini terjadi pada penarikan alkohol dan obat

sedatif (benzodiazepin, barbiturat) setelah penggunaan yg cukup lama.

Tremor esensial/familial. Ini adalah tremor tersering, frekuensi 4-8 Hz

dengan amplitudo bervariasi dan tidak berhubungan dengan masalah

neurologis (“esensial”).  Tremor ini  sering muncul pada anggota keluarga

tertentu, mengisyaratkan adanya karakteristik ”familial”. Muncul pada usia

akhir dekade kedua (walaupun juga dapat muncul sejak anak-anak).

Seiring bertambahnya usia, frekuensi tremor berkurang namun amplitudo

meningkat. Tremor terjadi pada lengan secara simetris, kepala, dan

(jarang) rahang, bibir, lidah dan laring. Seperti yang lainnya, tremor ini

dipengaruhi oleh emosi, aktifitas fisik dan kelelahan. Penyebab tremor

esensial belum diketahui, diduga cerebelum berperan melalui jaras

kortiko-talamo-cerebellar.

Tremor polineuropatik, tremor ini terjadi pada pasien dengan kelainan

demielinisasi dan polineuropati paraproteinemik.  Karakteristik berupa

Page 20: Laporan Kasus Athetosis

tremor esensial kasar dan memburuk jika pasien diminta memegang

dengan jarinya. Namun tidak seperti tremor organik lainnya, tremor ini

berkurang jika diberikan beban pada ekstremitas yang terkena.

Tremor Parkinson

Merupakan tremor kasar dengan frekuensi 3-5 Hz, pada EMG terlihat ledakan

aktifitas yang berganti-gantian (alternating) otot-otot yang bekerja

berlawanan.Tremor pada awalnya hanya mengenai otot-otot distal asimetris. Pada

penyakit Parkinson, tremor mungkin hanya satu-satunya gejala (tanpa disertai

akinesia, rigiditas, dan mask-like facies), walaupun tremor dapat juga muncul

belakangan setelah gejala lainnya. Ciri khas tremor terjadi pada salah satu/kedua

lengan bawah dan sangat jarang pada kaki, rahang, bibir dan lidah, terjadi jika

lengan dalam sikap istirahat (resting tremors) dan menghilang sejenak pada saat

pindah sikap atau lengan ditopang dengan mantap.

Bentuk dari tremor Parkinson ini adalah fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi jari

tangan, pronasi-supinasi lengan bawah. Pada kaki terjadi gerakan fleksi-ekstensi

lutut, pada rahang berupa gerakan membuka-menutup, pada kelopak terjadi

gerakan berkedip-kedip dan pada lidah berupa gerakan keluar-masuk.

Tremor Intention (Ataxic)

Tremor Intention merupakan tremor yang timbul ketika pasien melakukan

gerakan aktif, tertuju, dan presisi/fine (misalnya, menyentuh ujung hidung dengan

jari telunjuk). Ciri khas tremor intention adalah tremor semakin jelas pada saat

mendekati target yang dituju. Disebut “ataxic” karena disertai oleh ataxia

cerebellar. Tremor menghilang pada saat tungkai tidak bekerja atau pada saat fase

inisiasi memulai gerakan. Frekuensi 2-4 Hz. Penyebab tremor ini adalah kelainan

pada cerebelum (lesi di nukleus interpositus, nukleus dentatus) dan koneksinya,

terutama pada pedunkulus cerebelar superior.

Tremor lainnya:

-         Tremor Palatal merupakan merupakan gerakan involunter, cepat dan ritmis

daripada palatum mole. Ada dua jenis tremor palatal: tremor palatal essensial dan

tremor palatal simtomatis. Pada tremor palatal essensial terjadi aktivasi dari m.

Page 21: Laporan Kasus Athetosis

Tensor veli palatini tanpa ada penyebab patologis, menimbulkan bunyi  klik dan

berkurang pada saat tidur. Sedangkan tremor palatal simtomatis melibatkan m.

Levator veli palatini dan terdapat lesi batang otak yang mempengaruhi jaras

dentata-olivari. Frekuensi: 26-420 kali permenit (tremor essensial) dan 107-164

kali permenit (tremor simtomatis).

-         Tremor histerikal, terjadi pada pasien dengan gangguan histeria. Selain

tremor gejala lainnya: rasa berat di tungkai, kram, sulit bernapas, palpitasi, rasa

tercekik, berteriak seperti “kesakitan”, penurunan kesadaran, dll. Penyebabnya

adalah stress.

2. Khorea

Kata khorea

berasal dari

Yunani yang

berarti menari

Chorea adalah

gerakan

di luar

kesadaran yang cepat, menyentak, pendek dan berulang-ulang yang dimulai satu

bagian tubuh dan bergerak dengan tiba-tiba, tak terduga, dan seringkali secara

terus-menerus sampai bagian tubuh lainnya.

Khorea biasanya melibatkan tangan, kaki, dan muka. Gerakan menyentak

kelihatannya mengalir dari satu otot ke otot berikutnya dan mungkin kelihatannya

seperti menari. Gerak-gerik mungkin bergabung secara tak terlihat ke dalam

Page 22: Laporan Kasus Athetosis

perbuatan dengan tujuan atau semi-tujuan, kadang-kadang membuat chorea sukar

untuk dikenali.

Penyebabnya antara lain: penyakit Huntington, koera Sydenham (komplikasi

demam reumatik), SLE, pil kontrasepsi oral, hiperviskositas, tirotoksis=kosis,dan

sindrom antifosfolipid. Korea kadang terjadi pada usia lanjut tanpa alasan yang

jelas dan terutama mengenai otot di dalam dan di sekitar mulut. Khorea ini juga

bisa menyerang wanita hamil pada 3 bulan pertama kehamilannya, tetapi akan

menghilang tanpa pengobatan segera setelah persalinan.

Dalam klinik dibedakan 3 jenis gerakan koreatik :

1) Korea mayor (Korea Huntington)

Merupakan salah satu gejala klinik penyakit Huntington. Penyakit ini bersifat

herediter yang diturunkan secara autosom dominan, akibat degenerasi ganglia

basalis terutama pada inti kaudatus yang bersifat menahun progresif. Lebih sering

pada orang dewasa di atas umur 30 tahun, sangat jarang pada anak. Sekitar 1—5%

terdapat pada anak di atas umur 3 tahun (juvenile type). Pada tipe juvenilis, 75%

dengan riwayat keluarga positif yakni ayahnya. Manisfestasi klinik lain berupa

kekakuan, bradikinesi, kejang dan retardasi intelektual. Tidak ada pengobatan

khusus. Prognosis jelek. kematian biasanya terjadi 3—10 tahun sesudah timbul

gejala klinik.

2) Korea minor

Sering disebut korea Sydenham, St Vitus dance atau korea akuisita.

Patogenesisnya masih belum jelas, diduga berhubungan dengan infeksi reuma

sebab 75% kasus menunjukkan riwayat demam rematik. Sangat mungkin reaksi

antigen-antibodi pasca infeksi streptokok betahemolitikus grup A yang berperan.

Selain pada demam rematik, korea ini dapat juga bermanifestasi pada

ensefalitis/ensefalopati dan intoksikasi obat. Kira-kira 80% kasus terdapat pada

usia 5—15 tahun, perempuan: lelaki = 2—3 : 1. Gejala klinik berupa gerakan-

gerakan koreatik pada tangan/lengan menyerupai gerakan tangan seorang

penari/pemain piano, adakalanya pada kaki/tungkai dan muka. Perjalanan

penyakit bervariasi, dapat sembuh spontan dalam 2—3 bulan tetapi dapat pula

sampai setahun. Tidak ada pengobatan khusus selain sedativa.

Page 23: Laporan Kasus Athetosis

3)Korea Iatrogenik

Jenis korea ini disebabkan karena penggunaan obat-obatan yang pada umunya

obat yang digunakan untuk pasien sakit jiwa atau disebut obat antipsikosis seperti

haloperidol dan fenotiazin. Korea dapat melibatkan sesisi tubuh saja, sehingga

disebut hemikorea. Bila hemikorea bangkit secara keras sehingga seperti

membanting-bantingkan diri, maka istilahnya ialah hemibalismus.

3. Atesosis

Atetosis berasal dari Yunani yang berarti berubah. Pada atetose gerakan lebih

lambat dan melibatkan otot bagian distal, namun cenderung menyebar ke

proksimal. Atetosis banyak dijumpai pada penyakit yang melibatkan ganglia

basal. Athetosis adalah aliran gerakan yang lambat, mengalir, menggeliat di luar

kesadaran. Biasanya pada kaki dan tangan.

Khorea dan atetosis bisa terjadi secara bersamaan, dan disebut koreoatetosis.

Korea dan atetosis bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan gejala yang bisa

terjadi pada beberapa penyakit yang berbeda.

Seseorang yang mengalami korea dan atetosis memiliki kelainan pada ganglia

basalisnya di otak. Penyakit yang seringkali menyebabkan korea dan atetosis

adalah penyakit Huntington.

Gerakan atetotik ditemukan pada beberapa penyakit:

1) Kelumpuhan otak (cerebral palsy)

Biasanya dijumpai pada anak terutama bayi baru lahir akibat kerusakan otak non-

progresif yang terjadi intrauterin,waktu lahir atau segera sesudah lahir.

Kelumpuhan otak yang disertai gerakan atetotik/koreo-atetotik termasuk

kelumpuhan otak tipe subkortikal, akibat lesi pada komponen ganglia basalis.

Tipe ini meliputi 5—15% kasus kelumpuhan otak.

Terdapat 2 faktor perinatal sebagai penyebab utama kelumpuhan otak tipe

subkortikal ialah hiperbilirubinemia (kern ikterus) dan asfiksi berat.

Gejala klinik biasanya baru tampak sesudah umur 18 bulan. Dapat ditemukan

gerakan atetotik, koreo-atetotik maupun jenis GI fainnya bergantung pada lokasi

kerusakan. Pengobatan hanya simtomatik dan suportif.

2) Sindrom Lesch-Nyhan

Page 24: Laporan Kasus Athetosis

Kelainan ini sangat jarang dijumpai,ditandai oleh gerakan koreoatetotik bilateral,

retardasi mental, mutilasi diri dan hiperurikemia. Etiologi belum diketahui;

dihubungkan dengan defisiensi ensim hipoksantin-guanin fosforibosil transferase

pada eritrosit, fibroblast dan ganglia basalis. Merupakan penyakit herediter yang

diturunkan secara sex-linked resesif_pada kromosom X sehingga hanya terdapat

pada anak lelaki.

Gerakan atetotik mulai timbul pada umur 6—8 bulan, kemudian diikuti

gerakan koreo-atetotik dan pada usia di atas 2 tahun sudah dapat ditemukan

sindrom yang lengkap. Pengobatan dengan alopurinol 8 mg/kgBB sehari dalam

tiga kali pemberian. Prognosis jelek.

3) Penyakit Hallervorden-Spatz

Kelainan degeneratif pada substansi nigra dan globus palidus yang herediter dan

diturunkan secara autosom resesif. Etiologi tidak diketahui, diduga ada hubungan

dengan deposisi pigmen yang mengandung zat besi pada kedua daerah tersebut.

Namun tidak jelas adanya gangguan metabolisme zat besi yang menyertainya.

Penyakit ini jarang dijumpai.

Gejala klinik biasanya manifes pada umur 8-10 tahun berupa gerakan atetotik,

kekakuan pada lengan/tungkai dan retardasi mental yang progresif. Kadang-

kadang timbul kejang. Perjalanan penyakit lambat progresif. Tidak ada

pengobatan, prognosis jelek, biasanya meninggal dalam 5-20 tahun.

4. Hemibalismus

Hemiballismus ialah sejenis chorea, biasanya menyebabkan gerakan melempar

satu lengan di luar kemauan dengan keras. Hemiballismus mempengaruhi satu sisi

badan. Lengan terkena lebih sering daripada kaki. Biasanya disebabkan oleh

stroke yang mempengaruhi bidang kecil tepat di bawah basal ganglia yang disebut

nukleus subthalamic. Hemiballismus untuk sementara mungkin melumpuhkan

karena ketika penderita mencoba menggerakkan anggota badan, mungkin

melayang secara tak terkendali.

5. Tic’

Tic adalah istilah Prancis yang sesuai dengan standar internasional. Tic

merupakan suatu gerakan otot involunter yang berupa kontraksi otot setempat,

Page 25: Laporan Kasus Athetosis

sejenak namun berkal-kali dan kadang kala selalu serupa atau berbentuk

majemuk. Menurut gerakan otot involunter yang timbul, penggolongan ‘tic diberi

tambahan sesuai dengan lokasi kontraksi otot stempat. Dengan demikian dikenal

istilah tic facals, yang mengenai otot-otot wajah, otot orbikularis oris, dan tic

orbikularis okuli. Dalam hal ini, otot yang berkontarksi secara involunter adalah

otot orbikularis oris, orbikularis okuli dan zigomatikus mayor atau otot fasial

lainnya.

Penyebab tic belum diketahui, tic merupakan suatu gerakan yang terkoordinir ,

berulang dan melibatkan sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik.

Gerakan tik ini dibedakan menjadi 3 macam:

a. Tik Fonik

Gerakan otot penggerak pita suara yang mana suara yang diproduksi berubah-

ubah karena pasien berusaha memindahkan udara nafasnya melalui mulut, kadang

sengau karena melewati hidung sehingga gerakan tik ini disebut juga tik verbal.

b. Tik motorik sederhana

Tik ini biasanya terjadi tiba-tiba, singkat, gerakan berarti yang biasanya hanya

melibatkan satu kelompok otot, seperti mata berkedip, kepala menyentak, atau

mengangkat bahu. Selain itu, dapat beragam tak bertujuan dan mungkin termasuk

gerakan-gerakan seperti tangan bertepuk tangan, leher peregangan, gerakan mulut,

kepala, lengan atau kaki tersentak, dan meringis wajah.

c. Tik motorik komplek

Tik motor komplek biasanya lebih terarah-muncul dan yang bersifat lebih lama.

Mereka mungkin melibatkan sekelompok gerakan dan muncul terkoordinasi.

Contohnya menarik-narik baju, menyentuh orang, menyentuh benda-benda,

ekopraksia/gerakan latah dan koprolalia/ngomong jorok.

Tik fonik yang bersifat komplek dapat jatuh ke dalam gerakan tik motor komplek

berbagai seri (kategori), termasuk echolalia (mengulangi kata-kata hanya

diucapkan oleh orang lain), palilalia (mengulangi seseorang kata-kata sebelumnya

diucapkan sendiri), lexilalia (mengulangi kata-kata setelah membaca mereka), dan

coprolalia (ucapan spontan sosial pantas atau tabu kata atau frase).

Page 26: Laporan Kasus Athetosis

Tik motor komplek jarang terlihat berdiri sendiri kadang dicetuskan denagn tik

yang sederhana.

6. Mioklonus

Merupakan aktivasi sekelompok otot yang menyebabkan gerak singkat, eksplosif

seperti “tersengat listrik”, sering mengenai seluruh ekstremitas. Sentakan

mioklonus sekali terjadi bisa mengenai seluruh otot, seperti yang sering terjadi

ketika kita mulai tertidur. Mioklonus juga bisa terbatas pada satu tangan,

sekumpulan otot di lengan bagian atas atau tungkai atau bahkan pada sekelompok

otot wajah.

Penyebabnya banyak sekali seperti dari penyakit vascular, obat-obatan dan

ganguan metabolic, dan penyakit neurodegenerative seperti enselopati

spongioform.

7. DISKINESIA TARDIF

Diskinesia sendiri ialah pergerakan yang tidak disadari. Tardif ialah efek dari

pemakaian obat. Sehingga diskinesia tardif adalah gerakan berulang- ulang dan

tidak disadari yang merupakan efek samping jangka panjang dari obat antipsikotik

khususnya pada orang sakit jiwa.

Gambaran klinis diskinesia tardif yaitu berulang-ulang, involunter dan gerakan

yang tidak ada tujuannya. Selain menyeringai, menjulur-julurkani lidah, bergetar,

melipat dan mengerutkan bibir serta mengedipkan mata secara cepat. Pergerakan

cepat dari ekstremitras dan jari-jari juga muncul pada beberapa penderita. Hal

yang membedakannya dengan parkonson disease ialah pergerakan dari

ekstremitasnya. Pada parkinson disease, pasien kesulitan untuk bergerak tetapi

pada pasien diskinesia tardif tidak ada kesulitan untuk bergerak.

Mekanisme diskinesia tardif karena proses antagonisme dopamin di jalur antara

lokasi substansia nigra dan korpus striatum. Terutama kalau yang terkena proses

antagonisasi dopaminpada reseptor D2 menyebabkan efek lepas obat dan

menimbulkan gerakan ini.

8. Distonia

Distonia adalah kelainan gerakan dimana kontraksi otot yang terus menerus

menyebabkan gerakan berputar dan berulang atau menyebabkan sikap tubuh yang

Page 27: Laporan Kasus Athetosis

abnormal. Gerakan tersebut tidak disadari dan kadang menimbulkan nyeri, bisa

mengenai satu otot, sekelompok otot (misalnya otot lengan, tungkai atau leher)

atau seluruh tubuh. Pada beberapa penderita, gejala distonia muncul pada masa

kanak-kanak (5-16 tahun), biasanya mengenai kaki atau tangan.

Beberapa penderita lainnya baru menunjukkan gejala pada akhir masa remaja atau

pada awal masa dewasa.

Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa baris

kalima), kram kaki dan kecenderunagn tertariknya satu kaki keatas atau

kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak tertentu.

Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran penderita, terutama ketika penderita

merasa lelah. Gejala lainnya adalah tremor dan kesulitan berbicara atau

mengeluarkan suara. Gejala awalnya bisa sangat ringan dan baru dirasakan hanya

setelah olah raga berat, stres atau karena lelah. Lama-lama gejalanya menjadi

semakin jelas dan menyebar serta tak tertahankan.

Berdasarkan bagian tubuh yang terkena:

Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh

Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu

Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak

berhubungan.

Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang

berdekatan.

Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang

sama, seringkali merupakan akibat dari stroke.

Beberapa pola distonia memiliki gejala yang khas:

Distonia torsi, sebelumnya dikenal sebagai dystonia musculorum

deformans atau DMD. Merupakan distonia generalisata yang jarang terjadi

dan bisa diturunkan, biasanya berawal pada masa kanak-kanak dan

bertambah buruk secara progresif. Penderita bisa mengalami cacat yang

serius dan harus duduk dalam kursi roda.

Tortikolis spasmodik atau tortikolis merupakan distonia fokal yang paling

sering ditemukan. Menyerang otot-otot di leher yang mengendalikan

Page 28: Laporan Kasus Athetosis

posisi kepala, sehingga kepala berputar dan berpaling ke satu sisi. Selain

itu, kepala bisa tertarik ke depan atau ke belakang.

Tortikolis bisa terjadi pada usia berapapun, meskipun sebagian besar

penderita pertama kali mengalami gejalanya pada usia pertengahan.

Seringkali mulai secara perlahan dan biasanya akan mencapai puncaknya.

Sekitar 10-20% penderita mengalami remisi (periode bebas gejala)

spontan, tetapi tidak berlangsung lama.

Blefarospasme merupakan penutupan kelopak mata yang tidak disadari.

Gejala awalnya bisa berupa hilangnya pengendalian terhadap pengedipan

mata. Pada awalnya hanya menyerang satu mata, tetapi akhirnya kedua

mata biasanya terkena. Kejang menyebabkan kelopak mata menutup total

sehingga terjadi kebutaan fungsional, meskipun mata dan penglihatannya

normal.

Distonia kranial merupakan distonia yang mengenai otot-otot kepala,

wajah dan leher.

Distonia oromandibuler menyerang otot-otot rahang, bibir dan lidah.

Rahang bisa terbuka atau tertutup dan penderita mengalami kesulitan

berbicara dan menelan.

Disfonia spasmodik melibatkanotot tenggorokan yang mengendalikan

proses berbicara. Juga disebut disfonia spastik atau distonia laringeal, yang

menyebabkan kesulitan dalam berbicara atau bernafas.

Sindroma Meige adalah gabungan dari blefarospasme dan distonia oromandibuler,

kadang-kadang dengan disfonia spasmodik. Kram penulis merupakan distonia

yang menyerang otot tangan dan kadang lengan bawah bagian depan, hanya

terjadi selama tangan digunakan untuk menulis. Distonia yang sama juga disebut

kram pemain piano dan kram musisi. Distonia dopa-responsif merupakan distonia

yang berhasil diatasi dengan obat-obatan. Salah satu variannya yang penting

adalah distonia Segawa. Mulai timbul pada masa kanak-kanak atau remaja, berupa

kesulitan dalam berjalan. Pada distonia Segawa, gejalanya turun-naik sepanjang

Page 29: Laporan Kasus Athetosis

hari, mulai dari kemampuan gerak di pagi hari menjadi ketidakmampuan di sore

dan malam hari, juga setelah melakukan aktivitas.

BAB III

KESIMPULAN

Gerakan involunter ialah suatu gerakan yang timbul spontan, tidak

disadari, tidak bertujuan, tidak dapat diramalkan dan dikendalikan oleh

kemauan sebagai akibat lesi pada ganglia basalis dan/atau serebelum.

Page 30: Laporan Kasus Athetosis

Dikenal beberapa jenis gerakan involunter, antara lain tremor, korea,

atetosis, distonia dan hemibalismus bergantung pada lokasi lesi.

Kelainan ini bukan suatu penyakit dalam arti sebenarnya, tetapi hanya

manifestasi klinik sesuatu penyakit dengan gangguan ganglia basalis

dan/atau serebelum.

Pengobatan bersifat konservatif atau pembedahan, bergantung jenis

gerakan involunter dan penyakit dasar.

KEPUSTAKAAN

Page 31: Laporan Kasus Athetosis

Fahmi. Chorea, Athetosis, dan Hemiballismus. Universitas negeri malang; 2005.

http://forum.um.ac.id/index.php?topic=6054.0

Grace et Borley. Surgery at Glance Third Edition. Erlangga. 2006

Houston H, Rowland L, Rowland R. Merrit’s Neurology. 10th ed. US: LWW;

2000.

Isselbacher dkk. Harison Prinsip-prinsip umum Ilmu penyakit dalam.Volume 1.

Edisi 13. EGC: 1999.

Muttaqin, A. hal 62-63,”Pengantar Asuhan keperawatan Klien dengan gangguan

system persarafan. Salemba medika

Prof.DR.dr.S.M.Lumbantobing.Neuorologi Klinik,Pemeriksaan Fisik dan

Mental.Jakarta : FKUI

Rohkamm R. Color Atlas of Neurology. US: Thieme; 2004. p.62-3.

Ropper A, Brown R. Adams and Victor’s Principles of Neurology. 8th ed. US:

The McGraw-Hill Company; 2005. p.55-97

Santens P, Boon P, Van Roost D, Caemaert J. The Pathophysiology of motor

symptoms in Parkinson’s disease. Acta neurol. Belg. 2003 [103];129-34