laporan kasus

72
BAB I PENDAHULUAN I.I. LATAR BELAKANG Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik, ditandai oleh adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya. 1 World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada tahun 2000 menjadi366jutatahun 2030.WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India danAmerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur. 2 1

Upload: kee

Post on 04-Feb-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

IKM

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KASUS

BAB I

PENDAHULUAN

I.I. LATAR BELAKANG

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik,

ditandai oleh adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,

defek kerja insulin atau keduanya.1

World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global

diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada tahun 2000

menjadi366jutatahun 2030.WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking

ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India

danAmerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4

juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia

akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia

menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita

melakukan pemeriksaan secara teratur. 2

Peningkatan insidensi diabetes melitus di Indonesia tentuakan diikuti oleh

meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus.

Berbagai penelitian prospektif menunjukkan meningkatnya penyakit akibat

penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati,nefropati

maupun makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan juga

pembuluh darah tungkai bawah. Dengan demikian, pengetahuan mengenai

diabetes dan komplikasi vaskularnya menjadi penting untuk diketahui dan

dimengerti 3

1

Page 2: LAPORAN KASUS

1.2. Aspek Disiplin Ilmu yang terkait dengan Pendekatan Diagnosis

Holistik pada Penderita Diabetes Melitus

Untuk pengendalian permasalahan Diabetes Melitus pada tingkat individu

dan masyarakat secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan dengan

Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program profesi

dokter Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepanitraan klinik pada

bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas dilayanan primer

(Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang dilandasi oleh

profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, serta

komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa

pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis,

dan pengelolaan masalah kesehatan.

Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.2.1. Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1): untuk mengidentifikasi dan

menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian Diabetes Melitus secara

individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama, etik

moral dan peraturan perundangan.

1.2.2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2): Mahasiswa mampu

mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis, sosial dan

budaya sendiri dalam penangan Diabetes Melitus, melakukan rujukan bagi

kasus Diabetes Melitus, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter

Indonesia yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan.

2

Page 3: LAPORAN KASUS

1.2.3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3): Mahasiswa mampu melakukan

komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,

masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Diabetes Melitus.

1.2.4. Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4):Mahasiswa mampu memanfaatkan

teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan dalam praktik

kedokteran.

1.2.5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5): Mahasiswa mampu

menyelesaikan masalah pengendalian Diabetes Melitus secara holistik dan

komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas

berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang

optimal.

1.2.6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6): Mahasiswa mampu melakukan

prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah Diabetes Melitus dengan

menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan

keselamatan orang lain.

1.2.7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7): Mahasiswa mampu

mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat

secara komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif dan

berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer

3

Page 4: LAPORAN KASUS

1.3. TUJUAN DAN MANFAAT STUDI KASUS

Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah penatalaksanaan

masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang utuh terdiri

dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan penyakit promotif,

preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih

berkualitas bila didasarkan pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence

based medicine).

1.3.1. Tujuan Umum:

Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat

menerapkan pelayanan dokter keluarga secara paripurna (komprehensif) dan

holistik, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), berbasis

evidence based medicine (EBM) pada pasien dengan mengidentifikasi faktor

risiko dan masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan pasien Diabetes Melitus

berdasarkan kerangka penyelesaian masalah pasien (problem oriented).

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui cara penegakan diagnosa klinis dan diagnosa psikososial

Diabetes Melitus di fasilitas layanan primer.

b. Mengidentifikasi permasalahan yang didapatkan dalam keluarga dan

lingkungan sosial yang berkaitan dengan penyakit Diabetes Melitus.

c. Mengidentifikasi faktor resiko yang berhubungan dengan Diabetes

Melitus.

4

Page 5: LAPORAN KASUS

d. Mengetahui terapi diabetes mellitus dengan pendekatan holistik pada

fasilitas pelayanan dokter primer.

e. Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan Kesehatan

Masyarakat dalam melakukan upaya promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif dalam pengendalian Diabetes Melitus.

1.3.3. Manfaat Studi Kasus

1. Bagi Institusi pendidikan.

Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus

sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.

2. Bagi Penderita (Pasien).

Menambah wawasan akan Diabetes Melitus yang meliputi proses penyakit

dan penanganan menyeluruh Diabetes Melitus sehingga dapat memberikan

keyakinan untuk tetap berobat secara teratur.

3. Bagi tenaga kesehatan.

Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah

daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya

mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita Diabetes Melitus.

4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)

Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka

memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based dan

pendekatan diagnosis holistik Diabetes Melitus serta dalam hal penulisan

studi kasus.

5

Page 6: LAPORAN KASUS

1.4. INDIKATOR KEBERHASILAN TINDAKAN

Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan pasien

dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik dan paripurna, berbasis

evidence based medicine adalah:

1.4.1. Kepatuhan penderita datang berobat di layanan primer (Puskesmas) sudah

teratur.

1.4.2. Perbaikan dapat dievaluasi setelah pengobatan fase intensif selesai dengan

didapatkan tercapainya target gula darah dan berkurangnya gejala.

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian

keberhasilan tindakan pengobatan didasarkan pada hasil pemeriksaan gula darah

dan berkurangnya gejala. Hal ini disebabkan pengobatan diabetes melitus

umumnya seumur hidup. Penghentian pengobatan cepat atau lambat akan diikuti

dengan naiknya gula darah sampai seperti sebelum dimulai pengobatan diabetes

melitus. Walaupun demikian, ada kemungkinan untuk menurunkan dosis dan

jumlah obat diabetes melitus secara bertahap bagi pasien yang diagnosis diabetes

melitusnya sudah pasti serta tetap patuh terhadap pengobatan nonfarmakologis.

6

Page 7: LAPORAN KASUS

BAB II

ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1 KERANGKA TEORI

Gambaran Penyebab Diabetes Melitus

Faktor Genetik autoimun

Obesitas lifestyle

idiopatik

defek sekresi insulin

atau aksi insulin

Faktor resiko Diabetes Melitus Mekanisme

7

Hiperglikemia

DM

PENDERITA

Page 8: LAPORAN KASUS

2.2 PENDEKATAN DIAGNOSE HOLISTIK PADA PELAYANAN

KEDOKTERAN KELUARGA DI LAYANAN PRIMER

Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:

a. Comprehensive care and holistic approach

b. Continuous care

c. Prevention first

d. Coordinative and collaborative care

e. Personal care as the integral part of his/her family

f. Family, community, and environment consideration

g. Ethics and law awareness

h. Cost effective care and quality assurance

Can be audited and accountable care

Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien

adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan

spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya. Untuk

melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari beberapa

aspek yaitu:

Aspek personal : Keluhan utama, harapan, kekhawatiran.

Aspek klinis: diagnosis klinis dan diagnosis bandingnya

Aspek faktor resiko internal: perilaku kesehatan, persepsi kesehatan

Aspek faktor resiko eksternal: psikososial dan ekonomi keluarga, keadaan

lingkungan rumah dan pekerjaan.

Derajat fungsional (1 - 5)

8

Page 9: LAPORAN KASUS

2.3 DEFINISI

Menurut American Diabetes Association (ADA), Diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO dikatakan bahwa diabetes melitus

sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat

dari sejumlah faktor di mana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan

gangguan fungsi insulin. 1

2.4 KLASIFIKASI

Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association

(ADA), 2005, yaitu1 :

1. Diabetes Melitus Tipe 1

DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat

kerusakan dari sel beta pankreas.Gejala yang menonjol adalah sering kencing

(terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita

DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia

muda dan memerlukan insulin seumur hidup.

2. Diabetes Melitus Tipe 2

DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar

insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin

untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam

darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM

9

Page 10: LAPORAN KASUS

type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM

setelah usia 30 tahun.

3. Diabetes Melitus Tipe lain

a. Defek genetik pada fungsi sel beta

b. Defek genetik pada kerja insulin

c. Penyakit eksokrin pankreas

d. Endokrinopati

e. Diinduksi obat atau zat kimia

f. Infeksi

g. Imunologi

4. DM Gestasional

10

KLASIFIKASI DIABETES MELITUS PERKENI 1998

DM TIPE 1:

Defisiensi

insulin absolut

akibat destuksi

sel beta,

karena:

1.autoimun

2. idiopatik

DM TIPE 2 :

Defisiensi insulin

relatif :

1, defek sekresi

insulin lebih

dominan daripada

resistensi insulin.

2. resistensi insulin

lebih dominan

daripada defek

sekresi insulin.

DM TIPE LAIN :

1. Defek genetik fungsi sel beta :

Maturity onset diabetes of the young

Mutasi mitokondria DNA 3243 dan lain-lain

2. Penyakit eksokrin pankreas :Pankreatitis

Pankreatektomy

3.Endokrinopati : akromegali, cushing,

hipertiroidisme

4.akibat obat : glukokortikoid, hipertiroidisme

5.Akibat virus: CMV, Rubella

6.Imunologi: antibodi anti insulin

7. Sindrom genetik lain: sdr. Down, Klinefelter

DM

GESTASIONAL

Page 11: LAPORAN KASUS

2.5 PREVALENSI

World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global

diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi

366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di

dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika

Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan

diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan

berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia

menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita

melakukan pemeriksaan secara teratur.2

2.6 FAKTOR RESIKO

1. Faktor Resiko yang tidak dapat diubah

a) Usia

Risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2 meningkat seiring dengan

peningkatan usia, terutama sejak usia 45 tahun ke atas. Hal ini mungkin

disebabkan karena berkurangnya aktivitas fisik dan bertambahnya berat badan

seiring dengan pertambahan usia.6Oleh sebab itu, ADA menganjurkan

dilakukannya pemeriksaan skrining DM terhadap orang yang berusia 45 tahun ke

atas dengan interval 3 tahun sekali.3

b) Jenis kelamin

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang berbeda

mengenai jenis kelamin yang paling berisiko menderita DM. Centers for Disease

Control and Prevention menyatakan bahwa perempuan lebih rentan terkena

11

Page 12: LAPORAN KASUS

diabetes dibandingkan laki-laki. Hal ini dibuktikan dari data yang menyebutkan

bahwa lebih dari 50% penderita diabetes melitus di Amerika Serikat adalah

perempuan. Namun, penelitian lainnya menyatakan bahwa kasus DM lebih

banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.4

c) Ras

Kelompok ras kulit hitam, Hispanik, Indian, dan Kepulauan Asia Pasifik

merupakan ras yang paling rentan menderita diabetes.Prevalensi diabetes di

kelompok ras tersebut sekitar 2 – 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit

putih.5

d) Riwayat keluarga

Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes

melitus tipe 2. Menurut WHO, beberapa penelitian menemukan bahwa individu

dengan keluarga derajat pertama yang menderita DM tipe 2 memiliki risiko 3 kali

lebih besar untuk juga menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan individu yang

tidak memiliki riwayat keluarga. Selain itu, kembar monozigot juga lebih berisiko

menderita MD tipe 2 dibandingkan dengan kembar dizigot. Menurut ADA, selain

karena faktor genetik, hal ini juga dapat terjadi akibat kecenderungan anak untuk

meniru kebiasaan diet yang buruk dan kurangnya latihan fisik yang dilakukan

oleh orang tua atau keluarga mereka.5

2. Faktor Resiko yang dapat diubah

12

Page 13: LAPORAN KASUS

a) Obesitas

Obesitas didefinisikan sebagai indeks massa tubuh yang lebih dari 25

kg/m2 berdasarkan standar Asia Pasifik. Obesitas merupakan salah satu faktor

risiko terjadinya DM tipe 2. Obesitas menyebabkan terjadinya peningkatan massa

jaringan adiposa yang dikaitkan dengan resistensi insulin yang akan menyebabkan

terganggunya proses penyimpanan dan sintesis lemak . Obesitas juga dikaitkan

dengan faktor diet yang tidak baik dan dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan

trigliserida > 250 mg/dl) yang juga merupakan faktor risiko DM tipe 2 .1

b) Kurangnya aktivitas fisik

Aktivitas fisik yang kurang merupakan salah satu faktor risiko DM tipe 2.

Menurut hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (susenas) 2004, kecenderungan

faktor resiko DM tipe 2 terutama di sebabkan oleh aktivitas fisik yang kurang

sebanyak 82,9%.1

Selain faktor-faktor di atas,faktor lainnya yang terkait dengan peningkatan

risiko terkena diabetes adalah penderita sindroma ovarium polikistik atau keadaan

lainnya yang terkait dengan resistensi insulin, sindroma metabolik, riwayat TGT

atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT), serta riwayat penyakit

kardiovaskuler, seperti stroke dan penyakit jantung koroner.1

2.7 PATOGENESIS

1. Diabetes mellitus tipe 1

13

Page 14: LAPORAN KASUS

Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel

pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun,

meskipun rinciannya masih samar.Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya

adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua,

keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme

pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat.Tahap ketiga adalah insulitis,

sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T

teraktivasi.Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel

asing.Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang

dianggap sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan

mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan

penampakan diabetes.6

2. Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 awalnya terjadi akibat sekresi fase 1 hormon insulin

yang inadekuat.Sekresi fase 1 atau acute insulin secretion response (AIR)

merupakan sekresi insulin yang terjadi segera setelah adanya rangsangan terhadap

sel beta, seperti pada keadaan post prandial (setelah makan).Sekresi fase 1 yang

inadekuat ini mengakibatkan hiperglikemia akut pascaprandial (HAP) atau

lonjakan glukosa darah setelah makan (postprandial spike).Selain akibat sekresi

fase 1 insulin yang inadekuat, HAP juga disebabkan oleh resistensi insulin di

jaringan tubuh.Namun, pada tahap dini perjalanan penyakit, hiperglikemia lebih

dominan disebabkan oleh gangguan fase 1 sekresi insulin.7

14

Page 15: LAPORAN KASUS

Kinerja fase 1 sekresi insulin yang inadekuat ini pada awalnya dapat

dikompensasi dengan peningkatan sekresi insulin secara berlebihan pada fase 2

(sustained phase atau latent phase) sehingga kadar glukosa darah tetap normal.

Namun,lama-kelamaan akan terjadi kelelahan atau disfungsi sel beta yang disebut

juga dengan tahap dekompensasi. Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan

penurunan fungsi sel beta, yaitu glukotoksisitas, lipotoksisitas, penimbunan

amiloid, resistensi insulin, dan efek inkretin.7

Pada tahap dekompensasi tersebut, terjadi defisiensi insulin abolut

sehingga fase 2 sekresi insulin juga tidak mampu mempertahankan keadaan

normoglikemia.Secara klinis, keadaan ini disebut dengan toleransi glukosa

terganggu (TGT)atau Impaired Glucose Tolerance (IGT).Tahap ini juga disebut

dengan prediabetes yang memperlihatkan kadar glukosa darah 2 jam post prandial

sebesar 140 – 200 mg/dl pada tes toleransi glukosa oral (TTGO).Seiring dengan

perjalanan penyakit, tingkat resistensi tubuh terhadap insulin semakin tinggi

sehingga kadar glukosa darah semakin meningkat. Peranan resistensi insulin

sebagai penyebab hiperglikemia semakin dominan semenjak konversi fase TGT

menjadi fase DM Tipe 2 (Manaf, 2006). Fase DM ini ditandai dengan kadar

glukosa darah puasa sebesar ≥ 126 mg/dl, atau gula darah sewaktu sebesar ≥ 200

mg/dl, atau hasil TTGO sebesar ≥ 200 mg/dl.2

Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin

abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target).

Abnormalitas yang utama tidak diketahui.Secara deskriptif, tiga fase dapat

dikenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal

15

Page 16: LAPORAN KASUS

walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase

kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi

insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah

makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin

menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.8

2.8 MANIFESTASI KLINIK

Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan

mengeluhkan apa yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan,

Polidipsi dengan poliuri, juga keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan,

rasa baal dan gatal di kulit 2.

Kriteria diagnostik :

Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu ≥200 mg/dl. Gula darah

sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa

memerhatikan waktu makan terakhir, atau

Kadar Gula Darah Puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat

kalori tambahan sedikitnya 8 jam, atau

Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan

standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram

glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.9

Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal

2x.10

16

Page 17: LAPORAN KASUS

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka

dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau

GDPT (glukosa darah puasa terganggu) dari hasil yang diperoleh

TGT : glukosa darah plasma2jam setelah pembebanan antara 140-199 mg/dl

GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl

2.9 DIAGNOSIS

Diagnosis DM pada umumnya akan diperkirakan dengan ditemukannya

gejala khas DM berupa poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan

yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Gejala lain yang mungkin ditemukan

pada pasien DM adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi

pada pria, dan pruritus vulvae pada pasien wanita. Kemudian, diagnosis DM harus

didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah.Sampel darah yang digunakan

dapat berasal dari darah vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka

kriteria kadar gula darah yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. 11

Jika terdapat keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang

memberikan hasil ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.

Selain itu, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga dapat

digunakan sebagai patokan diagnosis DM.2

Jika tidak terdapat keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah

yang baru satu kali saja memperlihatkan hasil yang abnormal belum cukup kuat

untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan

mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik berupa kadar glukosa darah puasa

17

Page 18: LAPORAN KASUS

≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau

kadar glukosa darah 2 jam post prandial pada TTGO ≥ 200 mg/dl .2

Tahap pemeriksaan TTGO adalah sebagai berikut:

1. Subjek pemeriksaan tetap makan dan melakukan kegiatan jasmani seperti

yang biasa dilakukan selama tiga hari sebelum pemeriksaan.

2. Subjek pemeriksaan berpuasa minimal 8 jam sejak malam hari sebelum

pemeriksaan. Subjek masih diperbolehkan untuk minum air putih.

3. Lakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa.

4. Subjek pemeriksaan meminum larutan glukosa 75 gram dalam air sebanyak

250 ml dalam waktu 5 menit.

5. Lakukan pemeriksaan kadar glukosa darah pada waktu 2 jam setelah

pembebanan glukosa pada tahap ke-4.

6. Selama proses pemeriksaan, subjek pemeriksaan tetap beristirahat dan tidak

merokok.

18

Page 19: LAPORAN KASUS

GDP

GDSatau

≥126

≥ 200

≥126

≥ 200

<126

<200

GDP

GDSatau

GDP

GDSatau

<126

<200

≥126

≥ 200

Alur diagnosis diabetes melitus 2

2.10 PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan

kualitas hidup dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol

sehingga sama dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus

dimulai dari :

1. Edukasi

19

Keluhan Klinik Diabetes

Keluhan Khas (+)

Ulang GDS atau GDS

DIABETES MELITUS

Keluhan Khas (-)

110 - 125

110 - 199

< 110

TTGO GD 2 Jam

≥ 200 140 - 199 < 140

TGT GDPT NORMAL

Page 20: LAPORAN KASUS

Pemberdayaanpenyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,

keluarga dan masyarakat.

2. Terapi gizi medis

Terapi gizi medik merupakan salah satu dari terapi non farmakologik yang

sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes.Terapi ini pada

prinsipnya melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status

gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan

individual.

a. Jenis Bahan Makanan

(i) Karbohidrat

Sebagai sumber energy, karbohidrat yang diberikan pada diabetes tidak

boleh lebih dari 55-65% dari total kebutuhan energy sehari, atau tidak boleh lebih

dari 70% jika dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai

tunggal (monounsaturated fatty acids atau MUFA). Pada setiap gram karbohidrat

terdapat kandungan energy sebesar 4 kilokalori.6

(ii) Protein

Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari

total kalori per hari.Pada penderita dengan kelainan ginjal, dimana diperlukan

pembatasan asupan protein sampai 40 gram per hari,maka perlu ditambahkan

pemberian suplementasi asam amino esensial.Protein mengandung energy sebesar

4 kilokalori/gram.6

(iii) Lemak

20

Page 21: LAPORAN KASUS

Lemak mempunyai kandungan energi sebesar 9 kilokalori per gramnya.

Bahan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti

vitamin A, D, E, dan K. Berdasarkan ikatan rantai karbonnya, lemak

dikelompokkan menjadi lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak

jenuh rantai tunggal (MUFA) merupakan salah satu asam lemak yang dapat

memperbaiki kadar glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada

diabetes dapat menurunkan kadar trigliserida, kolesterol total, kolesterol VLDL,

dan meningkatkan kadar kolesterol HDL.Sedangkan asam lemak tidak jenuh

rantai panjang (poly-unsaturated fatty acid atau PUFA) dapat melindungi jantung,

menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. 6

Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :

1. Kadar glukosa darah yang mendekati normal

a) Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl

b) Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl

c) Kadar HbA1c < 7%

Adalah konsentrasi Haemoglobin yang tergantung pada gula darah dan

masa hidup eritrosit dandinyatakan dalam persentase.International Expert

Commite menetapkan pentingnya pemeriksaan HbA1C berperan dalam skrining

diagnose penyakit diabetes melitus. ADA (America Diabetic Association)

menetapkan nilai normal HbA1C <7% dinyatakan gula darah terkendali.IDF

(International Diaetic Federation) menetapkan nilai HbA1C <6.5% adalah angka

yang paling ideal yang harus dicapai oleh seorang penderita diabetes

mellitus.HbA1C tinggi berarti gula semakin jelek dan kemungkinan timbul resiko

21

Page 22: LAPORAN KASUS

komplikasi.Kalau HbA1C rendah bukan berarti penderita diabetes mellitus bebas

dari komplikasi, namun akan beresiko rendah dibandingkan penderita HbA1C

yang tinggi.Pemeriksaan HbA1C tidak perlu puasa dan dapat diperiksa kapan saja

d) Glycated Albumin (GA)

Adalah penanda glikemik untuk diabetes mellitus yang menunjukkan

kadar rata-rata glukosa darah selama 1 bulan terakhir. Nilai GA rendah ketika

glukosa darah rendah sedangkan GA tinggi ketika glukosa darah meningkat.

Kadar GA diperoleh dengan membandingkan nilai albumin yang berikatan

dengan glukosa (glycated albumin) dan nilai total albumin dalam darah, sehingga

hasil akan diperoleh dalam (%),yaitu :

%GA : Presentase GA

GA : Konsentrasi GA

Alb : Konsentrasi Albumin

Perbandingan antara Hb1AC dan Glycated Albumin , antaralain:

Kadar GA perbandingan antara albumin glikat dan total albumin

KadarHbA1C perbandingan antara haemoglobin glikat dan

totalhaemoglobin

GA merupakan parameter rata-rata glukosa darah lebih pendek

dibandingkan dengan HbA1C.GA menunjukkan waktu 2-4 minggu (sesuai

paruh albumin 2-4 minggu)

HbA1C mengukur rata-rata glukosa darah selama 2-3 bulan sesuai waktu

paruh haemoglobin, HbA1C ini sangat dipengaruhi oleh kondisi

22

Page 23: LAPORAN KASUS

haemoglobin. Bila terganggu seperti pada pasien gagal ginjal yang

menjalani haemodialisa, thalasemia, anemia, kehamilan dll.

GA merupakan penanda glikemik yang baik untuk memonitor kondisi

diabetes mellitus. Dengan waktu paruh yang lebih pendek, GA dapat

menggambarkan kadar glukosa rata-rata pasien pada saat menjalani

pengobatan. GAdapat menangkap fluktuasi glukosa darah secara cepat dan

nyata dibanding HbA1C.

Nilai normal GA adalah 11-16%.Nilai cut off dari GA pada diabetes

mellitus dengan hemodialisa ialah 20%. Nilai cut off dari GA pada

diabetes mellitus dengan kecenderungan kejadian kardiovaskuler dan

hipoglikemik pada hemodialisa adalah 24%

Keuntungan GA dibanding HbA1C adalah datang periksa ke dokter tiap

bulan, pertama kali terdiagnosa diabetes mellitus, kadar gula darah tidak

terkontrol/fluktuatif, dan tidak dipengaruhi oleh kelainan hemoglobin.

Kadar GA sangat dipengaruhi oleh nilai albumin tubuh maka pada kasus

Malnutrisi berat dan hipoalbuminuria, GA sedikit bias.

Beberapa kondisi khusus GA jauh lebih spesifik dan efektif pada : ibu

hamil karena gangguan hormonal dan penurunan besi nilai HbA1C

terganggu menjadi lebih tinggi, dan pada kasus hemodialisa karena usia

sel darah merah pendek menyebabkan nilai HbA1C rendah. Di Jepang

setiap kasus hemodialisa diwajibkan pemeriksa dengan parameter GA

karena lebih stabil.

2. Tekanan darah <130/80

23

Page 24: LAPORAN KASUS

3. Profil lipid :

a) Kolesterol LDL <100 mg/dl

b) Kolesterol HDL >40 mg/dl

c) Trigliserida <150 mg/dl

4. Berat badan senormal mungkin, BMI 18 – 24,9

Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan

pola makan diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,

status kesehatan, aktivitas fisik dan faktor usia.Selain itu ada beberapa

faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan

pencernaan padausia tua, dan lainnya.Pada keadaan infeksi berat dimana

terjadi proses katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian

nutrisi khusus.Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah

status ekonomi, lingkungan kebiasaan dan tradisi dalam lingkungan yang

bersangkutan serta kemampuan petugas kesehatan yang ada.

5. Latihan Jasmani

Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena

mengurangi resiko kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah

terjadi mikroangiopati dan peningkatan lipid darah akibat pemecahan

berlebihan yang membuat vaskular menjadi lebih rentan akan penimbunan

LDL teroksidasi subendotel yang memperburuk kualitas hidup penderita.

Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa meningkat dan ini

akan menurunkan kadar gula darah.

Aktivitas latihan :

24

Page 25: LAPORAN KASUS

5-10 menit pertama : glikogen akan dipecah menjadi glukosa

10-40 menit berikutnya : kebutuhan otot akan glukosa akan

meningkat 7-20x. Lemak juga akan mulai dipakai untuk

pembakaran sekitar 40%

> 40 menit : makin banyak lemak dipecah ±75-90% .

Dengan makin banyaknya lemak dipecah, makin banyak pula benda keton

yang terkumpul dan ini menjadi perhatian karena dapat mengarah ke

keadaan asidosis.Latihan berat hanya ditujukan pada penderita DM ringan

atau terkontrol saja, sedangkan DM yang agak berat, GDS mencapai > 350

mg/dl sebaiknya olahraga yang ringan dahulu.

6. Intervensi Farmakologis

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum

tercapai degan pengaturan makanan dan latihan jasmani.

obat hipoglikemik oral

a. insulin secretorius:

sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.

Merupakan obat pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal

dan kurangnamun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat

badan lebih.Contohnya glibenklamid.

Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator.

Penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat ini

beresiko terjadinya hipoglikemia. Contohnya : repaglinid, nateglinid.

b. insulin sensitizers

25

Page 26: LAPORAN KASUS

Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan

efek insulin endogen pada target organ (otot skelet dan hepar).

Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein

pengangkut glukosa, sehingga ambilan glukosa di perifer

meningkat.Agonis PPARγ yang ada di otot skelet, hepar dan jaringan

lemak.

c. glukoneogenesis inhibitor

Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga

memperbaiki uptake glukosa perifer. Terutama dipakai pada

penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan

gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecendrungan

hipoksemia.

d. Inhibitor absorbsi glukosa

α glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi

glukosa di usus halus sehingga mempunyai efek menurunkan kadar

glukosa darah sesudah makan. Obat ini tidak menimbulkan efek

hipoglikemi.

Hal-hal yang harus diperhatikan :

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respon

kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal. Sulfonilurea

generasi I dan II 15-30 menit sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum

26

Page 27: LAPORAN KASUS

makan.Repaglinid,Nateglinid sesaat/sebelum makan.Metformin sesaat/pada

saat/sebelum makan.Penghambat glukosidase α bersama makan suapan

pertama.Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan.

Insulin

Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel β pankreas dalam

merespon glukosa.Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino

tersusun dalam2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri

dari 30 asam amino. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas

dalam pengendalian metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu transport

glukosa dari darah ke dalam sel.

Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin

prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang

fisiologis.

Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basal, insulin

prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya

hiperglikemia pada keadaan puasa,sedangkan defisiensi insulin prandial akan

menimbulkan hiperglikemia setelah makan.

Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap

defisiensi yang terjadi.

Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid

insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau

insuli campuran tetap (premixed insulin)

27

Page 28: LAPORAN KASUS

Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat,

hiperglikemia yang berat disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia

hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan

kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal, stress berat (infeksi

sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM Gestasional

yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau

ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO.

Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk

kemudiandinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.

Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi

OHO dan insulin basal (kerja menengah atau kerja lama) yang diberikan pada

malam hari atau menjelang tidur.Dengan pendekatan terapi tersebut pada

umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yang baik dengan dosis insulin yang

cukup kecil.Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan

sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai

kadar gula darah puasa keesokan harinya.Bila dengan cara seperti ini kadar gula

darah sepanjang hari masih tidak terkendali,maka OHO dihentikan dan diberikan

insulin.

2.11 KOMPLIKASI

Penyulit akut

Ketoasidosis diabetik

28

Page 29: LAPORAN KASUS

KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau

relative dan peningkatan hormon kontraregulator (glukagon, katekolamin, kortisol

dan hormon pertumbuhan).Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati

meningkat dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir

hiperglikemia.Berkurangnya insulin mengakibatkan aktivitas kreb cycle

menurun,asetil Ko-A dan Ko-A bebas akan meningkat dan asetoasetil asid yang

tidak dapat diteruskan dalam krebcycle tersebut juga meningkat. Bahan-bahan

energi dari lemak yang kemudian di oksidasi untuk menjadi sumber energi akibat

sinyal sel yang kekurangan glukosa akan mengakibatkan end produk berupa

benda keton yang bersifat asam. Disamping itu glukoneogenesis dari protein

dengan asam amino yang mempunyai ketogenic effect menambah beratnya KAD.

Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,35,HCO3 rendah, anion

gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului gejala berupa anorexia,

nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas adalah pernapasan

kussmaul dan berbau aseton.14

Koma Hiperosmolar Non Ketotik

Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari

600 mg% tanpaketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350 mosm.

Keadaan ini jarang mengenai anak-anak, usia muda atau diabetes tipe non insulin

dependen karena pada keadaan ini pasien akan jatuh kedalam kondisi KAD,

sedang pada DM tipe 2 dimana kadar insulin darahnya masih cukup untuk

mencegah lipolisis tetapi tidak dapat mencegah keadaan hiperglikemia sehingga

tidak timbul hiperketonemia.14

29

Page 30: LAPORAN KASUS

Hipoglikemia

Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala

klinis atau GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium

parasimpatik:lapar, mual, tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan :

lemah lesu,sulit bicara dan gangguan kognitif sementara. Stadium simpatik,

gejalaadrenergik yaitukeringat dingin pada muka, bibirgemetar dan dada

berdebar-debar.Stadium gangguan otak berat, gejala neuroglikopenik : pusing,

gelisah, penurunan kesadaran dengan atau tanpa kejang.15

Penyulit menahun

Mikroangiopati

Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan thrombosis

Retinopati Diabetik

retinopati diabetik nonproliferatif,karenahiperpermeabilitas dan

inkompetens vasa kapiler.Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol

seperti titik-titik mikroaneurisma dan vena retina mengalami dilatasi dan

berkelok-kelok. Bahayanya dapat terjadi perdarahan disetiap lapisan

retina.Rusaknya sawar retina darah bagian dalam pada endotel retina

menyebabkan kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan

sekitarnya menyebabkan edema yang membuat gangguan pandang.Pada

retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang progresif yang

merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran protein-protein serum

dalam jumlah besar.Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi kebagian

dalam korpus vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka bisa

30

Page 31: LAPORAN KASUS

terjadi perdarahan masif yang berakibat penurunan penglihatan

mendadak.Dianjurkan penyandang diabetes memeriksakan matanya 3 tahun sekali

sebelum timbulnya gejala dan setiap tahun bila sudah mulai ada kerusakan mikro

untuk mencegah kebutaan. Faktor utama adalah gula darah yang terkontrol

memperlambat progresivitas kerusakan retina.15

Nefropati Diabetik

Ditandai dengan albuminuria menetap >300 mg/24 jam atau >200

mg/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut

menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat

glomerulus.Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced glication product

yang irreversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan mononuklear

serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi peningkatan tekanan

intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang

reversible akan berubah menjadi nefropati dimana terjadi keruakan menetap dan

berkembang menjadi chronic kidney disease.15

• Neuropati diabetik

Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa

hilangnya sensasi distal.Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan

amputasi.Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri

dan lebih terasa sakit di malam hari.Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap

pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal

dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram,

dilakukan sedikitnya setiap tahun.15

31

Page 32: LAPORAN KASUS

Makroangiopati

Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak

Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan

terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayat keluarga

PJK atau DM.15

Pembuluh darah tepi

Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya

terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering tanpa

gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.15

2.12 PENCEGAHAN

Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang

memiliki faktorresiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk

mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa.Materi penyuluhan meliputi

program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan menghentikan

kebiasaan merokok.Perencanaan kebijakan kesehatan ini tentunya diharapkan

memahami dampak sosio-ekonomi penyakit ini, pentingnya menyediakan fasilitas

yang memadai dalam upaya pencegahan primer.13

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya

penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan

dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit

sejak awal pengelolaan penyakit DM.Penyuluhan ditujukan terutama bagi pasien

32

Page 33: LAPORAN KASUS

baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan selalu diulang pada setiap

pertemuan berikutnya.Pemberian antiplatelet dapat menurunkan resiko timbulnya

kelainan kardiovaskular pada penyandang Diabetes.

• Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang

telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih

melanjut.Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan

juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk

mencapai kualitas hidup yang optimal.Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan

sedini mungkin sebelum kecacatan menetap, misalnya pemberian aspirin dosis

rendah80-325 mg/hari untuk mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi

yang baik antar para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah

ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatri dll sangat

diperlukan untuk menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

BAB III

METODOLOGI STUDI KASUS

3.1. LOKASI DAN WAKTU MELAKUKAN STUDI KASUS

Studi kasus dilakukan pada tanggal 21 Juli 2015 saat pasien melakukan

pengobatan di Puskesmas Jumpandang Baru, dan selanjutnya dilakukan home

visit untuk mengetahui secara holistik dari keadaan penderita dan lingkungannya.

3.3. PENGUMPULAN DATA ATAU INFORMASI33

Page 34: LAPORAN KASUS

Semua yang berkaitan dengan penyakit atau permasalahan kesehatan

penderita informasinya dikumpulkan dengan melakukan komunikasi personal

dengan pasien dan atau keluarganya dan analisis data.

3.4. CARA PENGUMPULAN DATA ATAU INFORMASI

Dilakukan dengan komunikasi personal dengan pasien/keluarganya secara

langsung dengan menggunakan pertanyaan what, why, who, where, when dan

how.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. IDENTITAS PASIEN

- Nama : Ny. A

- Umur : 46 tahun

- Jenis kelamin : Perempuan

- Bangsa/Suku : Makassar

- Agama : Islam

- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga34

Page 35: LAPORAN KASUS

- Alamat : Jl. Korban, Lorong 1 no 21

- Tanggal pemeriksaan : 21 Juli 2015

2. LATAR BELAKANG SOSIAL – EKONOMI – DEMOGRAFI-

LINGKUNGAN KELUARGA

Status Perkawinan : Menikah

Jumlah Saudara : 5 orang

Status Ekonomi Keluarga : Cukup

Kondisi Rumah :

- Rumah pribadi dengan 2 kamar, luas bangunan 350 m2, pekarangan

sempit.

- Listrik ada.

- Sumber air : Air PDAM

- Jamban ada di dalam rumah 1 buah

- Sampah dibuang ke tempat penampungan sampah yang dijemput

petugas kebersihan

- Kesan : Higienitas dan sanitasi cukup

Kondisi Lingkungan Keluarga

- Jumlah penghuni 10 orang, terdiri dari pasien, suami, 3 orang anak, 5

orang keponakan.

- Tinggal di daerah perkotaan

3. DIAGNOSIS HOLISTIK

a) Aspek Personal

Harapan : Pasien berharap dapat hidup sehat dan dapat terkontrol

gula darahnya.

Kekhawatiran:Ketakutan bahwa penyakitnya akan semakin

bertambah parah dan berlanjut ke komplikasi yang lebih berat.

Pasien juga takut jika sewaktu-waktu kadar gula darahnya sangat

tinggi.

b. Aspek Klinis

35

Page 36: LAPORAN KASUS

1. Keluhan Utama: Sering kencing lebih dari 6 kali dalam sehari

2. Riwayat Penyakit Sekarang:

Sejak satu bulan belakangan ini pasien mengeluh sering kencing

lebih dari 6 kali dalam sehari, terutama pada malam hari pasien

merasa sering terbangun karena harus buang air kecil.Keluhan ini

sangat mengganggu aktivitasnya, tetapi pasien masih tetap

beraktivitas.Pasien juga mengeluh haus serta lapar yang dirasakan

1 bulan terakhir. Selain itu pasien juga mengeluhkan gatal pada

daerah kelamin yang dirasakan terus menerus selama 3 bulan

terakhir.

- Riwayat penurunan berat badan ada sebesar 6 kg sejak 1 tahun

terakhir.

- Riwayat mudah lelah ada sejak 1 tahun terakhir.

- Riwayat mata kabur tidak ada.

- Pasien sehari-hari bekerja sebagai seorang ibu rumah tangga

- Pasien mengaku tidak pernah berolahraga secara teratur.

- Riwayat mengkonsumsi makanan tinggi lemak, tinggi gula.

3. Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit lain.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat dengan penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

5. Pemeriksaan Fisik

- Tinggi Badan : 153 cm

- Berat Badan :70 kg

Tanda Vital

- Keadaan Umum : sakit ringan/sadar

- Tekanan Darah : 120/80 mmHg

- Frekuensi Nadi : 80 kali/menit

- Frekuensi Napas : 20 kali/menit

- Suhu : 36,8OC

Pemeriksaan Sistemik

36

Page 37: LAPORAN KASUS

- Kulit: Teraba hangat

- Kepala: Bentuk bulat, simetris, rambut hitam, tidak

mudahdicabut

- Mata: Tidak cekung, air mata ada, konjungtiva tidak anemis,

sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter 3mm/3mm,

reflex cahaya +/+ (normal)

- Mulut : Lidah dan mulut basah, oral thrush tidak ada

- Telinga : Dalam batas normal

- Hidung : Dalam batas normal

- Tenggorok: Tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring

tidakhiperemis

- Leher: Tidak teraba pembesaran KGB

- Dada: Dalam batas normal

- Paru: Dalam batas normal

- Jantung: Dalam batas normal

- Abdomen: Dalam batas normal

- Punggung: Dalam batas normal

- Alat kelamin : Hiperemis ada, keputihan ada.

- Ekstremitas : Dalam batas normal

6. Pemeriksaan Penunjang

Gula darah sewaktu : 171 mg/dl

7. Diagnosis Kerja

Diabetes mellitus tipe 2

c. Aspek Risiko Internal

- Usia ≥ 45 tahun.

- Jenis kelamin perempuan.

- Terdapat riwayat mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan tinggi gula.

- Tidak pernah melakukan olahraga secara teratur.

37

Page 38: LAPORAN KASUS

d. Aspek Risiko Eksternal

Tinggal di lingkungan masyarakat makassar yang biasa mengkonsumsi

makanan tinggi lemak dan tinggi gula

e. Derajat Disfungsional

Penyakit yang diderita tidak menimbulkan halangan dalam melaksanakan

aktivitas sehari-hari.

f. Aspek Mental, Psikologis, dan Sosial

- Pasien tinggal bersama suami, 3 orang anak, dan 5 orang keponakan.

- Pasien memiliki hubungan yang baik dengan sesama anggota keluarga

yang lainnya, baik yang tinggal didalam rumah maupun yang tidak.

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara holistik pada pasien ini meliputi pencegahan

primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan keluarga pasien).

Pencegahan Primer

- Promosi kesehatan dengan pendekatan perilaku hidup sehat

- Perbaikan lifestyle

- Memperbaiki diet

- Selalu mengenakan alas kaki agar mencegah terjadinya lukayang mungkin

tidak disadari dan terabaikan

Pencegahan sekunder

Promotif

38

Page 39: LAPORAN KASUS

Pada American Diabetes Association (ADA) menganjurkan pasien

diabetik untuk diet seimbang dan rendah lemak.Jumlah kalori disesuaikan dengan

pertumbuhan, status gizi, umur dan stress akut disertai kegiatan jasmani untuk

mencapai berat badan ideal.

Kuratif

- Metformin 0,5 mg/hari 2x1

- Vitamin B Com 3x1

Rehabilitatif

- Melaksanakan latihan jasmani secara teratur yaitu dengan frekuensi 3-5

kali per minggu, selama 30-60 menit per kali, berupa jalan, jogging,

bersepeda, atau berenang. Latihan jasmani harus tetap memperhatikan

prinsip-prinsip olahraga, yaitu pemanasan, latihan inti, pendinginan, dan

peregangan.

- Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) atau rutin

kontrol gula darah ke Puskesmas.

- Lakukan perawatan luka secara berkala, yaitu:

Tidak boleh melakukan aktivitas yang berhubungan dengan benda

tajam

Periksa jari tangan setiap hari dan laporkan ke dokter jika ditemukan

ada kulit yang terkelupas atau daerah yang kemerahan atau luka di

tempat lainnya.

Selalu menjaga luka dalam keadaan bersih, dan mengoleskan losion

pelembab ke kulit yang kering.

- Minum obat secara teratur.

- Kontrol secara teratur ke puskesmas.

- Jika merasakan keluhan pada mata, susah buang air kecil, rasa kebas-kebas

dan kesemutan yang sangat mengganggu, sakit kepala yang tidak dapat

39

Page 40: LAPORAN KASUS

ditahan, dan kondisi luka yang semakin memburuk segera ke puskesmas

agar mendapatkan pengobatan yang sesuai.

- Meminta kerja sama keluarga untuk turut mendukung program

penatalaksanaan pasien,baik dari segi membantu pengaturan pola makan,

mendukung latihan jasmaninya, serta mengingatkan pasien untuk rutin

minum obat dan kontrol khususnya pada perawatan luka.

- Mencegah timbulnya luka baru.

- Edukasi tentang penyulit akut diabetes, seperti hipoglikemia kepada pasien

dan keluarga agar dapat mengenali tanda-tandanya dengan segera, seperti

berdebar-debar, banyak keringat, gemetar, pusing, gelisah, penurunan

kesadaran, hingga koma. Jika ditemukan gejala di atas, maka pasien harus

segera dibawa ke Puskesmas atau IGD terdekat.

- Edukasi pada keluarga pasien, terutama anak-anaknya, agar juga dapat

membiasakan gaya hidup sehat, seperti pola makan yang rendah gula dan

rendah lemak, serta olahraga yang teratur.Selain itu, menyarankan agar

keluarga pasien dapat memeriksakan kesehatan ke puskesmas jika

mengalami keluhan sering haus, sering lapar, atau sering buang air kecil,

mengingat adanya faktor risiko diabetes melitus yang dimiliki.

Gambar 2. Kondisi ruang tamu

40

Page 41: LAPORAN KASUS

Gambar 3. Kondisi ruang tengah

Gambar 4. Kondisi dapur

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

HASIL

Berdasarkan hasil studi kasus yang dilakukan di layanan primer

(Puskesmas) mengenai penatalaksanaan penderita Diabetes Melitus dengan

penegakan diagnostic holistik, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

41

Page 42: LAPORAN KASUS

1. Mengetahui cara penegakan diagnosa klinis dan diagnosa psikososial

Diabetes Melitus di fasilitas layanan primer

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

pasien didiagnosa menderita Diabetes Melitus.

Diagnose Holistik (multiaksial):

a. Aspek personal:Pasien berharap dapat hidup sehat dan terkontrol gula

darah.

b. Aspek klinik:Diabetes Melitus

c. Aspek resiko internal:Aspek resiko internal yang didapatkan pada

pasien yaitu : usia ≥ 45 tahun, jenis kelamin perempuan, terdapat

riwayat mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan tinggi gula, dan

tidak pernah olahraga secara teratur.

d. Aspek resiko eksternal : Aspek resiko eksternal atau psikososial

keluarga yaitu pasien tinggal di lingkungan masyarakat yang biasa

mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan tinggi gula.

e. Aspek mental, psikologis dan social :Pasien tinggal bersama suami, 3

orang anak, dan 5 orang keponakan. Pasien memiliki hubungan yang

baik dengan sesama anggota keluarga yang lainnya, baik yang tinggal

didalam rumah maupun yang tidak.

2. Permasalahan yang dapat ditinjau dari beberapa fungsi diantaranya:

Pasien tinggal dilingkungan masyarakat yang biasa mengkonsumsi

makanan tinggi lemak dan tinggi gula.

42

Page 43: LAPORAN KASUS

3. Faktor resiko yang berhubungan dengan Diabetes Melitus pada pasien ini

termasuk faktor usia,jenis kelamin, pola makan, dan tidak berolahraga

secara teratur.

4. Penatalaksanaan secara holistik pada pasien ini meliputi pencegahan

primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer atau promosi

kesehatan dengan pendekatan perilaku hidup sehat, seperti perbaikan

lifestyle, memperbaiki diet, selalu mengenakan alas kaki agar mencegah

terjadinya luka yang mungkin tidak disadari dan terabaikan. Pencegahan

sekunder yang meliputi promotif, kuratif, rehabilitatif.

Promotif: menurut ADA menganjurkan pasien diabetik untuk diet

seimbang dan rendah lemak, jumlah kalori harus disesuaikan dengan

pertumbuhan, status gizi, umur, dan stress akut disertai kegiatan jasmani

untuk mencapai berat badan ideal. Sedangkan dari aspek kuratif yaitu

pemberian obat-obatan sesuai indikasi yaitu metformin.

PEMBAHASAN

Diagnosis DM pada umumnya akan diperkirakan dengan

ditemukannya gejala khas DM berupa poliuria, polidipsi, polifagia, dan

penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Gejala lain

yang mungkin ditemukan pada pasien DM adalah lemah, kesemutan, gatal,

mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada pasien

wanita.Kemudian, diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar

43

Page 44: LAPORAN KASUS

GDP

GDSatau

≥126

≥ 200

≥126

≥ 200

<126

<200

GDP

GDSatau

glukosa darah, sampel darah yang digunakan dapat berasal dari darah vena

ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria kadar gula darah

yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. 11

Jika terdapat keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang

memberikan hasil ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis

DM. Selain itu, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl

juga dapat digunakan sebagai patokan diagnosis DM.2

Jika tidak terdapat keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah

yang baru satu kali saja memperlihatkan hasil yang abnormal belum cukup

kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut

dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik berupa kadar glukosa

darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari

yang lain, atau kadar glukosa darah 2 jam post prandial pada TTGO ≥ 200

mg/dl .2

44

Keluhan Klinik Diabetes

Keluhan Khas (+)

Keluhan Khas (-)

110 - 125

110 - 199

< 110

Page 45: LAPORAN KASUS

GDP

GDSatau

<126

<200

≥126

≥ 200

Alur diagnosis diabetes melitus 2

5.2 SARAN

Penderita DM sebaiknya kontrol secara teratur dan tidak putus

obat.Edukasi mengenai pengenalan tanda-tanda terjadinya ancaman komplikasi

diberikan selama perawatan dan kontrol berobat.Edukasi untuk diet dan latihan

jasmani agar memperingan intervensi farmakologis. Agar terapi tepat sasaran

perlu dilakukan pemeriksaan kultur luka dan tes resistensi obat agar penyembuhan

luka maksimal. Penderita DM sebaiknya dilakukan pengontrolan kadar kolesterol

dan tekanan darah, bila ada kelainan sebaiknya segera diobati karena akan

mempercepat terjadinya komplikasi.

Disarankan penderita DM untuk melakukan pemeriksaan Glycated

Albumin tiap 2-3 minggu selama mendapat pengobatan, untuk melihat apakah

pengobatan berhasil atau tidak, dengan memeriksa kembali kadar gula darah.

45

Ulang GDS atau GDS

DIABETES MELITUS

TTGO GD 2 Jam

≥ 200 140 - 199 < 140

TGT GDPT NORMAL

Page 46: LAPORAN KASUS

DAFTAR PUSTAKA

1. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2

di Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011

2. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar

ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III.

Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1857.

46

Page 47: LAPORAN KASUS

3. Kurniawan I, 2010. Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut. Maj Kedokt

Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010.

http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/

511/508

4. Grant JF, Hick N, Taylor AW, Chittleborough CR, Phillips PJ, dan the North

West Adelaide Health Study Team, 2009. Gender-Specific Epidemiology of

Diabetes: a Representative Cross-Sectional Study. International Journal for

Equity in Health 2009, 8:6. http://www.equityhealthj.com/content/pdf/1475-

9276-8-6.pdf.

5. Hicks J, 2008.Racial and Genetic Risk Factors

for Diabetes.http://diabetes.about.com/lw/Health-Medicine/Healthcare-

industry/Racial-and-Genetic-Risk-Factors-for-Diabetes.htm

6. Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit

dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.

7. Manaf A, 2006. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hal: 1890 – 1891.

8. Foster DW.2000. Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu

penyakit dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC. Hal.2196.

9. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal.

1873

47

Page 48: LAPORAN KASUS

10. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis

dan strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo

AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai

penerbit FKUI, 2006; 1906.

11. Suyono S, 2011. Kecenderungan Peningkatan Jumlah Penyandang

Diabetes.Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Edisi II. Cetakan ke-8.

Jakarta: Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 6 –

22.

12. Manaf A, 2006. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hal: 1890 – 1891.

13. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di

Indonesia. 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.

Jakarta. 2006

14. Suyono S, 2011. Kecenderungan Peningkatan Jumlah Penyandang

Diabetes.Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Edisi II. Cetakan ke-8.

Jakarta: Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 6 –

22.

15. Handoko T, Soeharto B.1995. Insulin,Glukagon,dan Antidiabetik Oral. Ed.

Ganiswara. Edisi IV. Jakarta : Gaya Baru. Hal 467

48