laporan kasus
DESCRIPTION
konserasiTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS PERIODONSIA
PERIODONTITIS
Diajukan untuk memenuhi syarat dalam melengkapi
Kepaniteraan Klinik di Bagian Periodonsia
Oleh :
EUIS MARLIANA0910070110003
Pembimbing : drg. Andriansyah
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS BAITURAHMAH
PADANG
2014KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT dan berkat rahmat-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini. Adapun dalam laporan kasus ini penulis
membahas secara rinci mengenai Periodontitis. Dimana meliputi defenisi
periodontitis, etiologi periodontitis, klasifikasi periodontitis, serta melaporkan
kasus mengenai diagnosis periodontitis, rencana perawatan dan prognosisnya.
Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih
kepada drg. Andriansyah selaku dosen pembimbing yang telah begitu sabar dalam
memberikan bimbingan, waktu, perhatian, saran-saran serta dukungan sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya
kepada kita semua dan semoga laporan ini dapat bermanfaat serta dapat
memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang
memerlukan.
Padang, Agustus 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... iiDAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 22.1 Definisi....................................................................................................... 22.2 Klasifikasi................................................................................................... 32.3 Etiologi....................................................................................................... 82.4 Patogenesis Periodontitis........................................................................... 132.5 Pencegahan................................................................................................ 152.6 Perawatan Penyakit Periodontal................................................................ 19
BAB III PEMBAHASAN............................................................................... 213.1 Identifikasi Pasien...................................................................................... 213.2 Pemeriksaan Subjektif............................................................................... 213.3 Pemeriksaan Objektif................................................................................. 223.4 Pemeriksaan Rontgen Foto........................................................................ 233.5 Diagnosis ........................................................................................... 233.6 Faktor Etiologi........................................................................................... 243.7 Prognosi : Baik.......................................................................................... 24
BAB IV RENCANA PERAWATAN............................................................ 25
BAB V HASIL PERAWATAN...................................................................... 295.1 Papilary Bleeding Index.......................................................................... 295.2 Plaque Control Record............................................................................ 295.3 Pengukuran Kedalaman Saku (KS, Jarak CEJ-CGM (CC), Level
Attachment (LA), Lebar Keratin Gingiva (KG) dan Lebar Attachment Gingiva (AG))......................................................................................... 29
5.4 Oral Hygiene Index................................................................................. 305.5 Foto Sebelum Perawatan......................................................................... 305.6 Foto Sesudah Perawatan.......................................................................... 31
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... 326.1 Kesimpulan................................................................................................. 326.2 Saran........................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit pada gigi dan rongga mulut merupakan salah satu jenis penyakit
yang banyak diderita oleh sebagian besar masyarakat di dunia, terutama pada
orang-orang yang memiliki kebersihan rongga mulut yang buruk. Salah satu
contohnya adalah penyakit periodontal. Penyakit periodontal merupakan salah
satu penyakit kronis yang paling umum terjadi pada individu dewasa. Penyakit ini
menempati urutan kedua setelah karies gigi sebagai penyebab kehilangan gigi
pada orang dewasa di negara-negara berkembang.
Penyakit periodontal dibagi atas dua golongan yaitu gingivitis dan
periodontitis. Bentuk penyakit periodontal yang paling sering dijumpai adalah
proses inflamasi dan mempengaruhi jaringan lunak yang mengelilingi gigi tanpa
adanya kerusakan tulang, keadaan ini dikenal dengan gingivitis. Apabila penyakit
gingiva tidak ditanggulangi sedini mungkin maka proses penyakit akan terus
berkembang mempengaruhi tulang alveolar, ligamen periodontal atau sementum,
keadaan ini disebut dengan periodontitis
Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak-plak yang terdiri dari lapisan
tipis biofilm yang mengandung bakteri, produksi bakteri dan makanan. Lapisan
ini melekat pada permukaan gigi dan berwarna putih atau putih kekuningan. Plak
yang menyebabkan periodontitis adalah plak yang berada tepat di atas garis
gingiva. Bakteri dan produknya dapat menyebar kebawah gingiva sehingga terjadi
proses peradangan dan terjadilah periodontitis. Periodontitis dapat juga
melibatkan hilangnya progesif dari tulang alveolar di sekitar gigi dan jika tidak
diobati dapat menyebabkan pengenduran dan selanjutnya kehilangan gigi.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Periodontitis merupakan panyakit peradangan pada jaringan periodontal
yang disebabkan terutama oleh bakteri spesifik pada subgingiva yang dapat
menimbulkan respon inflamasi gingival dan berlanjut ke struktur jaringan
penyangga gigi yaitu sementum, ligamentum periodontal dan tulang alveolar.
Keadaan ini mengakibatkan hilangnya perlekatan gingival dan terjadinya
kerusakan tulang alveolar lebih dalam, pembentukan poket periodontal, migrasi
patologis yang menimbulkan diastema dan kegoyangan gigi yang berakibat
tanggalnya gigi.
Gambar 1. Periodontitis
2
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit dan kondisi periodontal berdasarkan the International
Workshop for Classification of Periodontal Diseases :
1. Penyakit gingival (gingival diseases)
2. Periodontitis kronis (chronic periodontitis)
3. Peridontitis agresif (aggressive periodontitis)
4. Periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik (periodontitis as a
manifestations of systemic diseases)
5. Penyakit periodontal nekrotik (necrotizingperiodontal diseases)
6. Abses periodonsium (abscesse of the periodontium)
7. Periodontitis berkaitan dengan lesi endodontic (periodontitis associated
with endodontic lesions)
8. Deformitas dan kondisi perkembangan atau didapat (developmental or
acquired deformities and conditions)
Klasifikasi berdasarkan the International Workshop for Classification of
Periodontal Diseases menjelaskan mengenai periodontitis agresif mencakup
tiga penyakit yang dulu dikategorikan sebagai periodontitis bermula dini
(early-onset periodontitis/EOP), yaitu periodontitis agresif lokalisata
(localized aggressive periodontitis) yang dulu dinamakan periodontitis
juvenile lokalisata (localized juvenile periodontitis/LJP), dan periodontitis
agresif generalisata yang mencakup penyakit yang dulu dinamakan
periodontitis juvenile lokalisata (generalized juvenile periodontitis/GJP) serta
periodontitis berkembang cepat (rapidly progressive periodontitis/RPP).
Karakteristik klinis daripada periodontitis agresif lokalisata biasanya
timbul pada usia sekitar pubertas. Secara klinis ditandai dengan adanya
3
kehilangan perlekatan interproksimal pada sekurang-kurangnya dua gigi
permanen, salah satunya insisivus serta gigi molar pertama. Gambaran yang
paling menyolok adalah inflamasi relatif ringan meskipun terjadi
pembentukan saku periodontal yang dalam dan kehilangan tulang yang
banyak. Pada kebanyakan kasus, jumlah penumpukan plak pada gigi yang
terlibat adalah minimal dan tidak sebanding dengan destruksi periodontal yang
terjadi. Plak yang ada biasanya membentuk biofilm pada permukaan gigi dan
jarang mengalami mineralisasi menjadi kalkulus. Meskipun secara kuantitas
plaknya sedikit, namun terjadi peningkatan level bakteri Actinobacillus
actinomycetemcomitans, dan pada beberapa pasien terjadi juga peningkatan
level porphyromonas gingivalis.
Gambaran radiografis pada periodontitis agresif lokalisata dimana
adanya kehilangan tulang vertical pada sekeliling molar pertama dan insisivus
pada remaja yang sehat merupakan dasar yang klasik untuk menegakkan
diagnosis periodontitis agresif likalisata. Gambaran radiografis yang klasik
adalah berupa kehilangan tulang berbentuk busur yang meluas dari permukaan
distal premolar kedua ke permukaan mesial molar kedua. Cacat tulang
biasanya lebih luas dari yang ditemukan pada kasus periodontitis kronis.
Periodontitis agresif lokalisata melibatkan baik laki-laki maupun
perempuan, dan paling sering dijumpai antara usia puber sampai 20 tahun.
Beberapa penelitian menunjukkan adanya predileksi penyakit pada perempuan
terutama pada usia muda, namun penelitian lainnya menunjukkan tidak
adanya perbedaan insiden antara laki-laki dengan perempuan.
4
Gambar 2. Keadaan sehat dan penyakit periodontal
Konsep patogenesis penyakit periodontal yang diperkenalkan oleh Page
dan Schroeder terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu : Permulaan, Dini, Menetap
dan Parah Tiga tahap pertama yaitu permulaan, dini dan menetap merupakan
tahap pada diagnosa gingivitis dan tahap parah merupakan diagnosa
periodontitis. Klasifikasi penyakit periodontal secara klinik dan histopatologi
pada anak-anak dan remaja dapat dibedakan atas 6 (enam) tipe :
1. Gingivitis kronis
Prevalensi gingivitis pada anak usia 3 tahun dibawah 5 %, pada
usia 6 tahun 50 % dan angka tertinggi yaitu 90 % pada anak usia 11 tahun.
Sedangkan anak usia diantara 11-17 tahun mengalami sedikit penurunan
yaitu 80- 90 %. Gingivitis biasanya terjadi pada anak saat gigi erupsi gigi
sulung maupun gigi tetap dan menyebabkan rasa sakit. Pada anak usia 6-7
tahun saat gigi permanen sedang erupsi, gingival marginnya tidak
terlindungi oleh kontur mahkota gigi. Keadaan ini menyebabkan sisa
makanan masuk ke dalam gingiva dan menyebabkan peradangan. Terjadi
inflamasi gingiva tanpa adanya kehilangan tulang atau perlekatan jaringan
ikat. Tanda pertama dari inflamasi adanya hiperami, warna gingiva
5
berubah dari merah muda menjadi merah tua, disebabkan dilatasi kapiler,
sehingga jaringan lunak karena banyak mengandung darah. Gingiva
menjadi besar (membengkak), licin, berkilat dan keras, perdarahan gingiva
spontan atau bila dilakukan probing, gingiva sensitif, gatalgatal dan
terbentuknya saku periodontal akibat rusaknya jaringan kolagen. Muncul
perlahan-lahan dalam jangka lama dan tidak terasa nyeri kecuali ada
komplikasi dengan keadaan akut. Bila peradangan ini dibiarkan dapat
berlanjut menjadi periodontitis.
2. Periodontitis Juvenile Lokalisata (LJP)
Penderita biasanya berumur 12-26 tahun, tetapi bisa juga terjadi pada
umur 10-11 tahun.
Perempuan lebih sering diserang daripada laki-laki (3 : 1)
Gigi yang pertama dirusak molar satu dan insisivus.
Angka karies biasanya rendah.
Netrofil memperlihatkan kelainan khemotaksis dan fagositosi
Sangat sedikit dijumpai plak atau kalkulus yang melekat pada gigi,
tetapi pada tempat yang dirusak dijumpai kalkulus subgingiva.
Gingiva bisa kelihatan normal tetapi dengan probing bisa terjadi
perdarahan dan gigi yang dikenai akan terlihat goyang
3. Periodontitis Juvenile Generalisata (GJP)
GJP ini mirip dengan LJP, tetapi GJP terjadi secara menyeluruh
pada gigi permanen dan dijumpai penumpukan plak yang banyak serta
inflamasi gingiva yang nyata. Melibatkan keempat gigi molar satu dan
semua insisivus serta dapat merusak gigi lainnya (C, P, M2).
6
4. Periodontitis kronis
Periodontitis kronis merupakan suatu diagnosa yang digunakan
untuk menyebut bentuk penyakit periodontal destruktif, namun tidak
sesuai dengan kriteria periodontitis juvenile generalisata, lokalisata
maupun prepubertas.
Penyakit ini mirip dengan gingivitis kronis, akan tetapi terjadi
kehilangan sebagian tulang dan perlekatan jaringan ikat.
Perbandingan penderita antara perempuan dan laki-laki hampir sama
Angka karies biasanya tinggi
Respon host termasuk fungsi netrofil dan limposit normal
5. Akut Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)
Adanya lesi berbentuk seperti kawah (ulkus) pada bagian proksimal
dengan daerah nekrosis yang luas, ditutupi / tidak ditutupi lapisan
pseudomembran berwarna putih keabu-abuan.
Lesi yang mengalami inflamasi akut menambah serangan rasa sakit
yang cepat, perdarahan dan sangat sensitif bila disentuh.
Gingiva berkeratin, edematus dan epitelnya terkelupas.
Mulut berbau, kerusakan kelenjar limpa , lesu dan perasaan terbakar.
Penyakit ini sangat besar kemungkinan dipengaruhi beberapa faktor
etiologi sekunder seperti stress dan kecemasan. Dapat juga dipengaruhi
faktor-faktor lain seperti kelelahan, daya tahan tubuh yang menurun,
kekurangan gizi, merokok, infeksi virus, kurang tidur, disamping
dipengaruhi faktor lokal lainnya.
7
6. Periodontitis Prepubertas
Periodontitis prepubertas ada dua bentuk terlokalisir dan menyeluruh.
Bentuk terlokalisir biasanya dijumpai pada usia 4 tahun dan
mempengaruhi hanya beberapa gigi saja, sedangkan bentuk
menyeluruh dimulai saat gigi tetap mulai erupsi dan mempengaruhi
semua gigi desidui.
Pasien di bawah umur 12 tahun (4 atau 5 tahun).
Perbandingan jenis kelamin hampir sama.
Angka karies biasanya rendah
Plak dan kalkulus yang melekat pada gigi biasanya sedikit
Kehilangan tulang dan lesi furkasi (furcation involment) terlihat secara
radiografis.
Kerusakan jaringan periodontal lebih cepat pada bentuk generalisata
dari pada bentuk terlokalisir.
2.3 Etiologi
Faktor penyebab penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu faktor lokal (ekstrinsik) dan faktor sistemik (intrinsik). Faktor lokal
merupakan penyebab yang berada pada lingkungan disekitar gigi, sedangkan
faktor sistemik dihubungkan dengan metabolisme dan kesehatan umum.
Kerusakan tulang dalam penyakit periodontal terutama disebabkan oleh faktor
lokal yaitu inflamasi gingiva dan trauma dari oklusi atau gabungan keduanya.
Kerusakan yang disebabkan oleh inflamasi gingiva mengakibatkan pengurangan
ketinggian tulang alveolar, sedangkan trauma dari oklusi menyebabkan hilangnya
tulang alveolar pada sisi permukaan akar.
8
2.3.1 Faktor Lokal
a) Plak bakteri (bacterial plaque)
Plak bakteri merupakan deposit lunak yang membentuk biofilm
yang menumpuk ke permukan gigi. Berdasarkan lokasinya pada
permukaan gigi plak diklasifikasikan atas plak supragingival dan plak
subgingival. Bakteri yang terkandung dalam plak di daerah sulkus
gingiva mempermudah kerusakan jaringan. Hampir semua penyakit
periodontal berhubungan dengan plak bakteri dan telah terbukti bahwa
plak bakteri bersifat toksik. Bakteri dapat menyebabkan penyakit
periodontal secara tidak langsung dengan jalan meniadakan
mekanisme pertahanan tubuh, mengurangi pertahanan jaringan tubuh,
menggerakkan proses immuno patologi.
b) Kalkulus
Kalkulus terdiri dari plak bakteri dan merupakan suatu massa
yang mengalami pengapuran, terbentuk pada permukaan gigi secara
alamiah. Kalkulus merupakan pendukung penyebab terjadinya
gingivitis (dapat dilihat bahwa inflamasi terjadi karena penumpukan
sisa makanan yang berlebihan) dan lebih banyak terjadi pada orang
dewasa, kalkulus bukan penyebab utama terjadinya penyakit
periodontal. Faktor penyebab timbulnya gingivitis adalah plak bakteri
yang tidak bermineral, melekat pada permukaan kalkulus
mempengaruhi gingiva secara tidak langsung.
9
c) Impaksi makanan
Impaksi makanan (tekanan akibat penumpukan sisa makanan)
merupakan keadaan awal yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit
periodontal. Gigi yang berjejal atau miring merupakan tempat
penumpukan sisa makanan dan juga tempat terbentuknya plak,
sedangkan gigi dengan oklusi yang baik mempunyai daya self
cleansing yang tinggi. Tanda-tanda yang berhubungan dengan
terjadinya impaksi makanan yaitu :
Perasaan tertekan pada daerah proksimal
Rasa sakit yang sangat dan tidak menentu
Inflamasi gingiva dengan perdarahan dan daerah yang terlibat
sering berbau.
Resesi gingival
Pembentukan abses periodontal menyebabkan gigi dapat
bergerak dari soketnya, sehingga terjadinya kontak prematur
saat berfungsi dan sensitif terhadap perkusi.
d) Pernafasan mulut
Kebiasaan bernafas melalui mulut merupakan salah satu
kebiasaan buruk. Hal ini sering dijumpai secara permanen atau
sementara. Permanen misalnya pada anak dengan kelainan saluran
pernafasan, bibir maupun rahang, juga karena kebiasaan membuka
mulut terlalu lama. Sementara misal pasien penderita pilek dan pada
beberapa anak yang gigi depan atas protrusi sehingga mengalami
kesulitan menutup bibir. Keadaan ini menyebabkan viskositas
10
(kekentalan) saliva akan bertambah pada permukaan gingiva maupun
permukaan gigi, aliran saliva berkurang, populasi bakteri bertambah
banyak, lidah dan palatum menjadi kering dan akhirnya memudahkan
terjadinya penyakit periodontal.
e) Sifat fisik makanan
Sifat fisik makanan merupakan hal yang penting karena makanan
yang bersifat lunak seperti bubur atau campuran semiliquid
membutuhkan sedikit pengunyahan, menyebabkan debris lebih mudah
melekat disekitar gigi dan bisa berfungsi sebagai sarang bakteri serta
memudahkan pembentukan karang gigi.
f) Iatrogenik Dentistry
Iatrogenik Dentistry merupakan iritasi yang ditimbulkan karena
pekerjaan dokter gigi yang tidak hati-hati dan adekuat sewaktu
melakukan perawatan pada gigi dan jaringan sekitarnya sehingga
mengakibatkan kerusakan pada jaringan sekitar gigi.
g) Trauma dari oklusi
Trauma dari oklusi menyebabkan kerusakan jaringan
periodonsium, tekanan oklusal yang menyebabkan kerusakan jaringan
disebut traumatik oklusi. Trauma dari oklusi dapat disebabkan oleh :
Perubahan-perubahan tekanan oklusal, misal adanya gigi yang
elongasi, pencabutan gigi yang tidak diganti, kebiasaan buruk
seperti bruksim, clenching.
Berkurangnya kapasitas periodonsium untuk menahan tekanan
oklusal
11
Kombinasi keduanya.
2.3.2 Faktor Sistemik
a) Demam yang tinggi
Pada anak-anak sering terjadi penyakit periodontal selama menderita
demam yang tinggi, (misal disebabkan pilek, batuk yang parah). Hal ini
disebabkan anak yang sakit tidak dapat melakukan pembersihan
mulutnya secara optimal dan makanan yang diberikan biasanya
berbentuk cair. Pada keadaan ini saliva dan debris berkumpul pada
mulut menyebabkan mudahnya terbentuk plak dan terjadi penyakit
periodontal.
b) Defisiensi vitamin
Di antara banyak vitamin, vitamin C sangat berpengaruh pada jaringan
periodontal, karena fungsinya dalam pembentukan serat jaringan ikat.
Defisiensi vitamin C sendiri sebenarnya tidak menyebabkan penyakit
periodontal, tetapi adanya iritasi lokal menyebabkan jaringan kurang
dapat mempertahankan kesehatan jaringan tersebut sehingga terjadi
reaksi inflamasi (defisiensi memperlemah jaringan).
c) Drugs atau pemakaian obat-obatan
Obat-obatan dapat menyebabkan hiperplasia, hal ini sering terjadi pada
anak-anak penderita epilepsi yang mengkomsumsi obat anti kejang,
yaitu phenytoin (dilantin). Dilantin bukan penyebab langsung penyakit
jaringan periodontal, tetapi hyperplasia gingiva memudahkan terjadinya
penyakit. Penyebab utama adalah plak bakteri.
12
d) Hormonal
Penyakit periodontal dipengaruhi oleh hormon steroid. Peningkatan
hormon estrogen dan progesteron selama masa remaja dapat
memperhebat inflamasi margin gingiva bila ada faktor lokal penyebab
penyakit periodontal.
2.4 Patogenesis Periodontitis
Secara klinis perbedaan periodontitis dengan gingivitis adalah adanya
kehilangan perlekatan jaringan ikat ke gigi pada keadaan gingiva yang
terinflamasi. Juga terjadi kehilangan ligament periodontal dan terganggunya
perlekatannya ke sementum dan resopsi tulang alveolar. Bersama0sam
dengan kehilangan perlekatan terjadi migrasi perlekatan epitel sepanjang
permukaan akar gigi dan resopsi tulang alveolar. Secara histopatologi lesi
periodontitis dalam banyak hal adalah sama dengan lesi gingivitis yaitu
didominasi sel-sel plasma, kehilangan lemen jaringan ikat, ditambah resorpsi
tulang alveolar.
Meskipun kebanyakan pakar menyatakan belum adanya bukti bahwa
periodontitis adalah kelanjutan dari gingivitis, kebanyakan pakar sepakat
bahwa periodontitis hampir selalu didahului oleh gingivitis. Namun
demikian, pola peralihan dari gingivitis menjadi periodontitis tidaklah sama
antar individu, bahkan antar sisi dan antar waktu pada individu yang sama.
Penjalaran inflamasi dari gingival ke struktur periodontal pendukung
diduga sebagai dimodifikasi oleh potensi patogenik plak, atau oleh daya
tahan pejamu. Daya tahan pejamu yang dimaksud di sini mencakup aktivitas
imunologis dan mekanisme yang berkaitan dengan jaringan lainnya seperti
13
derajat fibrosis gingiva, kemungkinan juga lebar gingiva cekat, dan reaksi
fibrogenesis dan osteogenesis yang berlangsung disekitar lesi inflamasi.
Suatu sistem fibrin-fibrinolitik di sebut sebagai penghambat perluasan lesi.
Pada sisi interproksimal inflamasi menjalar melalui jaringan ikat
longgar di sekitar pembuluh darah, melewati serabut transeptal, untuk
kemudian masuk ke tulang alveolar melalui kanal pembuluh yang menembus
krista septum in terdental. Tempat di mana inflamasi menembus tulang
Adela tergantung lokasi kanal pembuluh.
Pembentukan saku periodontal terjadi karena serabut kolagen yang
berada tepat apical dari epitel penyatu mengalami penghancuran. Ada dua
kemungkinan mekanisme penghancuran kolagen tersebut yaitu kolagenase
dan enzim lisosomal lain dilepas LPN dan makrofag menghancurkan kolagen
serta fibroblast memfagositosa serabut kolagen dengan cara menjulurkan
processus sitoplasmiknya ke perbatasan ligament periodontal –sementum
atau dengan jalan meresorpsi fibril kolagen yang tertanam dalam sementum
dan fibril matriks sementum. Dengan penghancuran kolagen pada apical
epitel penyatu, bagian epitel penyatu dapat berproliferasi kea rah apical.
Proses resorpsi tulang bisa berlangsung karena aktivitas sel-sel
tertentu, mediator inflamasi seperti PGE2, dan enzim. Dua sel yang terlibat
pada resorpsi tulang adalah osteoklas dan sel mononukleus (Monosit).
Osteuklas berperan menyingkirkan bahan mineral tulang. Sedangkan sel
mononukleus berperan dalam degradasi matriks organik tulang yang dapat
menstimulasi terjadinya resorpsi tulang osteoklastik. Di samping itu resorpsi
tulang bisa pula terjadi karena proses reaksi yang berlebihan atau sisi
14
destruktif dari reaksi imunitas. Reaksi imunitas yang terlibat dalam resorpsi
tulang Adela reaksi imun kompleks dan reaksi yang diperantarai sel.
2.5 Pencegahan
Pencegahan penyakit periodontal merupakan kerja sama yang
dilakukan oleh dokter gigi, pasien dan personal pendukung. Pencegahan
dilakukan dengan memelihara gigi-gigi dan mencegah serangan serta
kambuhnya penyakit. Pencegahan dimulai pada jaringan periodontal yang
sehat yang bertujuan untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan
jaringan periodontal dengan mempergunakan teknik sederhana. Pencegahan
penyakit periodontal meliputi beberapa prosedur yang saling berhubungan
satu sama lain yaitu :
1. Kontrol Plak
Kontrol plak merupakan cara yang paling efektif dalam
mencegah pembentukan kalkulus dan merupakan dasar pokok
pencegahan penyakit periodontal , tanpa control plak kesehatan mulut
tidak dapat dicapai atau dipelihara. Setiap pasien dalam praktek dokter
gigi sebaiknya diberi program kontrol plak.
Bagi pasien dengan jaringan periodonsium yang sehat, kontrol plak
berarti pemeliharaan kesehatan.
Bagi penderita penyakit periodontal, kontrol plak berarti
penyembuhan.
Bagi pasien pasca perawatan penyakit periodontal, kontrol plak
berarti mencegah kambuhnya penyakit ini.
Metode kontrol plak dibagi atas dua yaitu secara mekanis dan kimia :
15
Secara mekanis merupakan cara yang paling dapat dipercaya,
meliputi penggunaan alat-alat fisik dengan memakai sikat gigi, alat
pembersih proksimal seperti dental floss, tusuk gigi dan kumur-
kumur dengan air.
Kontrol plak secara kimia adalah memakai bahan kumur - kumur
seperti chlorhexidine (Betadine, Isodine).
2. Profilaksis mulut
Profilaksis mulut merupakan pembersihan gigi di klinik, terdiri
dari penyingkiran materi alba, kalkulus, stain dan pemolisan gigi.
Untuk memberikan manfaat yang maksimum bagi pasien,
profilaksis mulut harus lebih luas dan meliputi hal-hal berikut :
Memakai larutan pewarna (disclosing solution) untuk mendeteksi
plak. Gincu kue warna ros dapat dipakai untuk mendeteksi plak
pada anak-anak.
Penyingkiran plak, kalkulus (supra dan sub gingiva) pada seluruh
permukaan.
Membersihkan dan memolis gigi, menggunakan pasta
pemolis/pasta gigi
Memakai zat pencegah yang ada dalam pasta pemolis/pasta gigi.
Memeriksa tambalan gigi, memperbaiki tepi tambalan yang
menggantung
Memeriksa tanda dan gejala impaksi makanan.
3. Pencegahan trauma dari oklusi
16
Menyesuaikan hubungan gigi-gigi yang mengalami perubahan
secara perlahanlahan (akibat pemakaian yang lama). Hubungan tonjol
gigi asli dengan tambalan gigi yang tidak tepat dapat menimbulkan
kebiasaan oklusi yang tidak baik seperti bruxim atau clenching.
4. Pencegahan dengan tindakan sistemik
Cara lain untuk mencegah penyakit periodontal adalah dengan
tindakan sistemik sehingga daya tahan tubuh meningkat yang juga
mempengaruhi kesehatan jaringan periodontal. Agen pencedera seperti
plak bakteri dapat dinetralkan aksinya bila jaringan sehat.
5. Pencegahan dengan prosedur ortodontik
Prosedur ortodontik sangat penting dalam pencegahan penyakit
periodontal. Tujuan koreksi secara ortodontik ini adalah untuk
pemeliharaan tempat gigi tetap pengganti, letak gigi dan panjang
lengkung rahang.
6. Pencegahan dengan pendidikan kesehatan gigi masyarakat
Agar pencegahan penyakit periodontal menjadi efektif, tindakan
pencegahan harus diperluas dari klinik gigi kepada masyarakat. Hal yang
penting diketahui masyarakat ialah bukti bahwa penyakit periodontal
dapat dicegah dengan metode yang sama atau lebih efektif dari metode
pencegahan karies gigi.
Pendidikan kesehatan gigi masyarakat adalah tanggung jawab
dokter gigi, organisasi kedokteran gigi dan Departemen Kesehatan.
Pengajaran yang efektif dapat diberikan di klinik. Sedangkan untuk
masyarakat dapat diberikan melalui kontak pribadi, aktivitas dalam
17
kelompok masyarakat, media cetak maupun elektronik, perkumpulan
remaja, sekolah dan wadah lainnya. Perlu diluruskan adanya
pertentangan psikologis pada masyarakat, seperti :
Menerangkan bahwa kerusakan yang disebabkan penyakit
periodontal pada orang dewasa dimulai pada masa anak-anak.
Menghilangkan dugaan bahwa pyorrhea (gusi berdarah) tidak
dapat dielakkan dan disembuhkan. Juga menghilangkan pendapat
masyarakat bahwa kehilangan gigi selalu terjadi bila mereka
sudah tua.
Menegaskan bukti bahwa seperti karies gigi, penyakit
periodontal biasanya tidak menimbulkan rasa sakit pada awalnya
sehingga masyarakat tidak menyadarinya.
Pemeriksaan gigi dan mulut secara teratur diperlukan untuk
mengetahui adanya karies gigi dan penyakit periodontal
secepatnya kemudian segera merawatnya bila ditemukan adanya
penyakit.
Memberi penjelasan bahwa perawatan periodontal yang efektif
adalah bila segera dirawat sehingga lebih besar kemungkinan
berhasil disembuhkan. Disamping itu waktu yang digunakan
lebih sedikit dan merupakan cara yang paling ekonomis daripada
menanggulangi penyakit.
Menegaskan manfaat pencegahan dengan higine mulut yang baik
dan perawatan gigi yang teratur .
18
Menerangkan bahwa tindakan pencegahan penyakit gigi dan
mulut harus merupakan inti dari perencanaan kesehatan gigi
masyarakat.
7. Pencegahan kambuhnya penyakit
Setelah kesehatan jaringan tercapai, diperlukan program yang
positif untuk mencegah kambuhnya penyakit periodontal. Ini merupakan
tanggung jawab bersama antara dokter gigi dan pasien (untuk pasien
anak peran orang tua juga dibutuhkan). Pasien harus mentaati
pengaturan untuk menjaga higine mulut dan kunjungan berkala, dokter
gigi harus membuat kunjungan berkala sebagai pelayanan pencegahan
yang bermanfaat.
2.6 Perawatan Penyakit Periodontal
Tujuan dari perawatan ini adalah untuk mencegah kerusakan jaringan
yang lebih parah dan kehilangan gigi. Menurut Glickman ada empat tahap
yang dilakukan dalam merawat penyakit periodontal yaitu :
1. Tahap jaringan lunak
Pada tahap ini dilakukan tindakan untuk meredakan inflamasi gingiva,
menghilangkan saku periodontal dan faktor-faktor penyebabnya. Disamping
itu juga untuk mempertahankan kontur gingiva dan hubungan mukogingiva
yang baik. Pemeliharaan kesehatan jaringan periodontal dapat dilakukan
dengan penambalan lesi karies, koreksi tepi tambalan proksimal yang cacat
dan memelihara jalur ekskursi makanan yang baik.
2. Tahap fungsional
19
Hubungan oklusal yang optimal adalah hubungan oklusal yang memberikan
stimulasi fungsional yang baik untuk memelihara kesehatan jaringan
periodontal. Untuk mencapai hubungan oklusal yang optimal, usaha yang
perlu dan dapat dilakukan adalah : occlusal adjustment, pembuatan gigi
palsu, perawatan ortodonti, splinting (bila terdapat gigi yang mobiliti) dan
koreksi kebiasaan jelek (misal bruksim atau clenching).
3. Tahap sistemik
Kondisi sistemik memerlukan perhatian khusus pada pelaksanaan perawatan
penyakit periodontal, karena kondisi sistemik dapat mempengaruhi respon
jaringan terhadap perawatan atau mengganggu pemeliharaan kesehatan
jaringan setelah perawatan selesai. Masalah sistemik memerlukan kerja sama
dengan dokter yang biasa merawat pasien atau merujuk ke dokter spesialis.
4. Tahap pemeliharaan
Prosedur yang diperlukan untuk pemeliharaan kesehatan periodontal yang
telah sembuh yaitu dengan memberikan instruksi higine mulut (kontrol plak),
kunjungan berkala ke dokter gigi untuk memeriksa tambalan, karies baru
atau faktor penyebab penyakit lainnya.
20
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Identifikasi Pasien
No. RM : 027479
Nama Pasien : Fauzi
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Ampang
Tanggal Pemeriksaan : 24 April 2014
3.2 Pemeriksaaan Subjektif
1. Keluhan Utama : Pasien datang ke RSGMP Universitas Baiturrahmah
ingin membersihkan karang gigi dan ingin mengobati gusi yang sering
berdarah sewaktu menyikat gigi.
2. Riwayat Medis Gigi dan Mulut
Sebelumnya pasien tidak pernah datang atau berkunjung ke dokter
gigi
Orangtua pasien tidak memiliki kelainan gigi dan mulut
3. Riwayat Medis Umum
Pasien tidak memiliki penyakit sistemik
Pasien tidak memiliki alergi obat-obatan
4. Riwayat Kesehatan Gigi dan Mulut
a. Menyikat Gigi
Interval : 2 kali sehari
21
Waktu : Pagi dan Malam
Gerakan : Vertikal dan Horizontal
Yang disikat : Oral dan Vestibular
b. Pasta : Pepsodent
c.Obat Kumur : Listerin
3.3 Pemeriksaan Objektif
1. Gusi
a. Warna
Merah : 11, 21,22,43,41,31,32 (Vestibular)
Merah Kebiruan : 42,41,31,32 (Vestibular)
Pucat : -
b. Konsistensi
Oedema : 11,21, 22, 41,31,32
Fibrous : -
c. Resesi Gingiva : 41,31,32 (Vestibular), 42,41,31,32 (Oral)
d. Gingiva Enlargement: -
2. Gigi
18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38
Keterangan :
RA/RB : C/S : 2/3
3. Selaput Lendir : Normal
22
4. Oral Hygiene (OH) : Sedang
Berdasarkan dari hasil pengukuran Oral Hygiene Index (OHI) :
Debris Index (DI) = 0,9
Calculus Index (CI) = 1,1
OHI = DI + CI = 2,0
Keterangan :
Skor Oral Hygiene
0,0 – 1,2 Baik
1,3 – 3,0 Sedang
3,1 – 6,0 Buruk
3.4 Pemeriksaan Rontgen Foto
Kerusakan tulang :
Vertikal : Regio 41,31
Horizontal : Regio 32
3.5 Diagnosis : Periodontitis Agresif Lokalisata
Penderita Periodontitis Agresif Lokalisata biasanya dijumpai antara usia
puber sampai 20 tahun.
Gambaran radiografis adanya kehilangan tulang vertikal sekeliling
insisivus
23
Jumlah penumpukan plak pada gigi yang terlibat adalah minimal dan tidak
sebanding dengan destruksi periodontal yang terjadi. Plak yang ada
biasanya membentuk biofilm pada permukaan gigi dan jarang mengalami
mineralisasi menjadi kalkulus. Meskipun secara kuantitas plaknya sedikit,
namun terjadi peningkatan level bakteri Actinobacillus
actinomycetemcomitans, dan pada beberapa pasien terjadi juga
peningkatan level porphyromonas gingivalis.
Sedikit dijumpai plak atau kalkulus yang melekat pada gigi, tetapi pada
gigi yang dirusak dijumpai kalkulus subgingiva.
3.6 Faktor Etiologi
Plak
Kalkulus
3.7 Prognosis : Baik
Pasien tidak memiliki penyakit sistemik, sehingga tidak ada faktor
sistemik yang mempengaruhi proses perawatan serta penyembuhan.
Pasien kooperatif, dimana dalam hal ini pasien melakukan perawatan atas
kemauan sendiri dan pasien bisa datang kapan saja untuk dilakukan
perawatan.
Pasien komunikatif
OH sedang
24
BAB IV
RENCANA PERAWATAN
Kunjungan I (Setting I) : Membersihkan kalkulus supragingival dan
subgingival pada rahang atas
Prosedur :
Melakukan pengukuran Papilary Bleeding Index awal pada bagian
vestibular dan oral
Melakukan pengukuran Plaque Control Record awal pada RA dan RB
Melakukan pengukuran kedalaman saku (KS), jarak CEJ-CGM (CC), Level
Attachment (LA), Lebar Keratin Gingiva (KG), dan Lebar Attached Gingiva
(AG)
Melakukan pengukuran Oral Hygiene Index (Debris Index dan Calculus
Index)
Melakukan skeling pada rahang atas untuk menyingkirkan kalkulus
supragingival dan subgingival.
Melakukan pengukuran Papilary Bleeding Index akhir pada bagian
vestibular dan oral
Melakukan pengukuran Plaque Control Record akhir pada RA dan RB
Melakukan DHE terhadap pasien :
1. Pasien diberitahu bagaimana cara penyikatan gigi yang benar
2. Pasien diinstruksikan untuk melakukan penyikatan gigi minimal 2 x
sehari yaitu pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur
25
3. Pasien diajarkan cara penggunaan dental floss agar dalam
penggunaannya tidak salah yang dapat mencederai papilla interdental.
4. Pasien diinstruksikan untuk menjaga asupan makanan (nutrisi), dimana
dianjurkan untuk mengkonsumsi buah-buahan serta sayur-sayuran
5. Pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan gigi secara rutin
minimal 6 bulan sekali.
Kunjungan II (Setting II) : Membersihkan kalkulus supragingival dan
subgingival pada rahang bawah
Prosedur :
Melakukan pengukuran Papilary Bleeding Index awal pada bagian
vestibular dan oral
Melakukan pengukuran Plaque Control Record awal pada RA dan RB
Melakukan pengukuran kedalaman saku (KS), jarak CEJ-CGM (CC), Level
Attachment (LA), Lebar Keratin Gingiva (KG), dan Lebar Attached Gingiva
(AG)
Melakukan pengukuran Oral Hygiene Index (Debris Index dan Calculus
Index)
Melakukan skeling pada rahang bawah saja guna untuk menyingkirkan
kalkulus supragingival dan subgingival.
Melakukan pengukuran Papilary Bleeding Index akhir pada bagian
vestibular dan oral
Melakukan pengukuran Plaque Control Record akhir pada RA dan RB
Melakukan DHE terhadap pasien :
1. Pasien diberitahu bagaimana cara penyikatan gigi yang benar.
26
2. Pasien diinstruksikan untuk melakukan penyikatan gigi minimal 2 x
sehari yaitu pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur.
3. Pasien diajarkan cara penggunaan dental floss agar dalam
penggunaannya tidak salah yang dapat mencederai papilla interdental.
4. Pasien diinstruksikan untuk menjaga asupan makanan (nutrisi), dimana
dianjurkan untuk mengkonsumsi buah-buahan serta sayur-sayuran.
5. Pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan gigi secara rutin
minimal 6 bulan sekali.
Kunjungan III (Setting III) : Melakukan kontrol terhadap pasien, dimana
melihat Oral Hygiene pasien, apabila masih terdapat adanya plak dan
kalkulus, maka pada kunjungan III dilakukan pembersihan kalkulus
supragingival dan subgingival pada rahang atas dan rahang bawah
Prosedur :
Melakukan pengukuran Papilary Bleeding Index awal pada bagian
vestibular dan oral
Melakukan pengukuran Plaque Control Record awal pada RA dan RB
Melakukan pengukuran kedalaman saku (KS), jarak CEJ-CGM (CC), Level
Attachment (LA), Lebar Keratin Gingiva (KG), dan Lebar Attached Gingiva
(AG)
Melakukan pengukuran Oral Hygiene Index (Debris Index dan Calculus
Index)
Melakukan skeling pada rahang atas dan rahang bawah guna untuk
menyingkirkan kalkulus supragingival dan subgingival.
27
Melakukan pengukuran Papilary Bleeding Index akhir pada bagian
vestibular dan oral
Melakukan pengukuran Plaque Control Record akhir pada RA dan RB
Melakukan DHE terhadap pasien :
1. Pasien diberitahu bagaimana cara penyikatan gigi yang benar.
2. Pasien diinstruksikan untuk melakukan penyikatan gigi minimal 2 x
sehari yaitu pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur.
3. Pasien diajarkan cara penggunaan dental floss agar dalam
penggunaannya tidak salah yang dapat mencederai papilla interdental.
Dianjurkan minimal 1 x sehari penggunaan dental floss.
4. Pasien diinstruksikan untuk menjaga asupan makanan (nutrisi), dimana
dianjurkan untuk mengkonsumsi buah-buahan serta sayur-sayuran.
5. Pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan gigi secara rutin
minimal 6 bulan sekali.
28
BAB V
HASIL PERAWATAN
5.1 Papilary Bleeding Index
a. Vestibular
Setting I Setting II Setting IIIAwal Akhir Awal Akhir Awal Akhir53% 43% 31% 21% 12,5% 3,1%
b. Oral
Setting I Setting II Setting IIIAwal Akhir Awal Akhir Awal Akhir46% 40% 28% 18% 9,3% 3,1%
5.2 Plaque Control Record
Setting I Setting II Setting IIIAwal Akhir Awal Akhir Awal Akhir52% 42% 39% 32% 10,1% 2,3%
5.3 Pengukuran Kedalaman Saku (KS, Jarak CEJ-CGM (CC), Level Attachment (LA), Lebar Keratin Gingiva (KG) dan Lebar Attachment Gingiva (AG))
SETTING I42 41 31 32 33
KS 2 3 3 2 3CC 0 1 1 1 0LA 2 4 4 3 3KG 7 10 9 7 7AG 5 6 5 4 4
29
SETTING II42 41 31 32 33
KS 2 3 3 2 3CC 0 1 1 1 0LA 2 4 4 3 3KG 7 10 9 7 7AG 5 6 5 4 4
SETTING III42 41 31 32 33
KS 1 1 1 1 1CC 0 0 1 1 0LA 1 1 2 2 1KG 6 9 8 6 7AG 5 8 7 5 6
5.4 Oral Hygiene Index
Settting Skor CI Skor DI Skor OH Level OHI 1,1 0,9 2,0 SedangII 0,8 0,6 1,4 SedangIII 0,03 0,4 0,43 Baik
5.5 Foto Sebelum Perawatan
Sebelum Perawatan (Bagian Vestibular) :
30
Sebelum Perawatan (Bagian Oral) :
5.6 Foto Sesudah Perawatan
Sesudah Perawatan (Bagian Vestibular) :
Sesudah Perawatan (Bagian Oral) :
31
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa hasil perawatan pada
pasien periodontitis tersebut baik. Hal ini dapat terjadi karena perawatan pasien
periodontitis tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur dan didukung dengan
keadaan pasien. Riwayat medis umum dimana pasien tidak memiliki penyakit
sistemik dan tidak memiliki alergi obat-obatan, sehingga tidak ada faktor sistemik
yang mempengaruhi proses perawatan serta penyembuhan. Pasien kooperatif dan
komunikatif, dimana dalam hal ini pasien melakukan perawatan atas kemauan
sendiri dan pasien bisa datang kapan saja untuk dilakukan perawatan serta OH
sedang.
6.2 Saran
1. Diharapkan adanya laporan kasus yang lain yang mana pembahasannya
lebih luas mengenai Periodontitis sebagai data di bagian Periodonsia
RSGM Baiturrahmah.
2. Perlu diadakan penyuluhan kepada masyarakat luas mengenai
Periodontitis dan pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut.
3. Diharapkan adanya kesadaran masyarakfkat untuk lebih memperhatikan
kesehatan gigi dan mulutnya dengan melakukan penyikatan gigi minimal 2
kali sehari serta melakukan kunjungan berkala ke dokter gigi minimal 6
bulan sekali.
32
DAFTAR PUSTAKA
Andrisyah, R. 2011. Gambaran Periodontitis Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Padang. Hlm: 1-3.
Chapple, L.C, and Genco, R. 2013. Diabetes and Periodontal Diseases : Consensus Report of the Joint EFP/AAP Workshop on Periodontitis and Systemic Diseases. Journal Periodontal. Vol. 84 (4). Hlm: 106.
Daliemunthe, S.H. 2006. Terapi Periodontal. Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Medan. Hlm: 34-39.
Daliemunthe, S.H. 2008. Periodonsia. Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Ed : Revisi. Medan. Hlm: 101-102.
Fatima, Z, Bey, A, Mian, F, and Zia, A. 2014. Management of Localized Aggressive Periodontitis By Resective and Regenerative Methods. Asian Pacific Journal of Health Sciences. Vol. 1 (3). Hlm: 207-209.
Irlina, L. 2012. Hubungan Periodontitis Dengan Penderita Stroke di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. Hlm: 1-8.
Linden, G.J, and Herzberg, M.C. 2013. Periodontitis and Systemic Diseases : A Record of Discussions of Working Group 4 of the Joint EFP/AAP Workshop on Periodontitis and Systemic Diseases. Journal Periodontal. Vol. 84 (4). Hlm: 20.
Sanz, M, and Kornman, K. 2013. Periodontitis and Adverse Pregnancy Outcomes : Consensus Report of the Joint EFP/AAP Workshop on Periodontitis and Systemic Diseases. Journal Periodontal. Vol. 84 (4). Hlm: 164.
Siampa, F.A. 2013. Efek Menghisap Rokok Terhadap Status Kesehatan Periodontal : Sebuah Penelitian Komporatif, Cross-Sectional. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. Makassar. Hlm: 1-3.
USU Open Course Ware. 2008. Streptococcus Mutans. USU Medan. [On Line]. Dari: http://ocw.usu.ac.id/cour...penyakit_periodontal.pdf [3 Mei 2014].
Suwandi, T. 2010. Perawatan Awal Penutupan Diastema Gigi Goyang Pada Penderita Periodontitis Kronis Dewasa. Jurnal PDGI. Vol. 59 (3). Hlm: 105-106.
Syakh, F.A. 2012. Penyakit Periodontal. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasannudin. Makassar. Hlm: 7-17.
33