laporan kasus
DESCRIPTION
akut abdomen rup tur spl enTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Retinoblastoma adalah suatu tumor ganas intraocular yang terjadi pada anak-anak
dengan perhitungan kurang lebih 3 % dari semua kanker pada anak. 1 Tumor ini bersifat
jarang namun bisa berakibat fatal. 2
Insiden retinoblastoma rata-rata 1 : 20000 dari kelahiran hidup. Seperiga kasus
adalah bilateral. Laki-laki dan perempuan dapat terkena dan tidak dipengaruhi oleh ras. 3, 4
Retinoblastoma dapat terjadi heriditer maupun non heriditer. Kasus heriditer melibatkan
mutasi dari germinal, sedangkan non heriditer 25% diantaranya bilateral dan 15% adalah
unilateral. Sedangkan saudara kandung dan keturunannya merupakan resiko menderita
kanker ini. 5, 6
Retinoblastoma dapat tumbuh ke luar (eksofitik) atau ke dalam (endofitik) atau
kombinasi keduanya. Dapat terjadi penyebaran sel-sel tumor ke dalam vitreus.
Retinoblastoma endofitik akan meluas ke dalam vitreus. Kedua jenis retinoblastoma, secara
bertahap akan mengisi mata dan meluas bersama nervus opticus ke otak. Tumor ini terkadang
tumbuh secara difus di retina, melepaskan sel-sel ganas ke dalam vitreus dan bilik mata
depan. Dengan demikian, menimbulkan proses pseudoinflamasi yang dapat menyerupai
retinitis, vitritis, uveitis atau endoftalmitis.2
Perkembangan tumor ini diperkirakan terjadi akibat hilangnya dari dua anggota
pasangan kromosom alel-alel dominan profektif normal di sebuah lokus di dalam pita
kromosom 13q14. Gen ini berperan menghasilkan suatu fosfoprotein inti dengan aktivitas
pengikat DNA. Hilangnya alel disebabkan adanya mutasi di sel-sel somatic saja
(retinoblastoma herediter) atau juga di sel-sel germinativum (retinoblastoma non herediter). 2
Retinoblastoma biasanya tidak disadari sampai tumbuh cukup besar untuk
menimbulkan suatu pupil putih (leukokoria), strabismus, atau peradangan intraocular harus
dievaluasi untuk mencaari adanya retinoblastoma. Tumor stadium awal biasanya terlihat
apabila dicari, misalnya pada anak dengan riwayat herediter atau pada kasus-kasus yang mata
sebelahnya sudah terkena. 2
Enukleasi adalah terapi pilihan untuk Retinoblastoma ukuran besar. Mata dengan
tumor yang berukuran lebih kecil pada anak dapat diterapi secara efektif dengan Radioterapi
Plaque atau External Beam, Krioterapi, atau Fotokoagulasi. Kemoterapi dapat digunakan
untuk memperkecil ukuran tumor besar sebelum dilakukan terapi jenis lain dan terkadang
sebagai terapi tunggal. Kemoterapi juga digunakan untuk mengobati tumor yang sudah
meluas ke otak, orbita atau ke distal dan mungkin diberikan setelah dilakukan enukleasi pada
pasien dengan resiko penyebaran yang tinggi. 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan fisiologi retina
Retina adalah suatu membran yang tipis dan
bening, terdiri atas penyebaran dari serabut-serabut saraf optik. Retina melapisi dua pertiga
posterior dinding bola mata. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Retina berbatas dengan
koroid dengan sel pigmen epitel retina dan terdiri atas lapisan mulai dari sisi dalamnya adalah
sebagai berikut:
1. Membran limitan interna
2. Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju nervus
optikus
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiform dalam yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel amakrin
dan sel bipolar
5. Lapisan inti dalam badan-badan sel bipolar, amakrin dan horizontal
6. Lapisan pleksiform luar yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan
fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
8. Membran limitan eksterna
9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
10. Epitel pigmen retina
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior.
Bagian anterior berakhir pada ora serata, di bagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu
penglihatan terdapat macula berdiameter 5,5-6 mm yang secara klinis dinyatakan sebagai
daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal. Aderah ini
ditetapkan oleh ahli anatomi sebagai area centralis yang secara histology merupakan bagian
retina yang ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih dari satu lapis. Macula lutea secara
anatomis didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen luteal
kuning (xantofil). Fovea yang berdiameter 1,5 mm ini merupakan zona avaskular retina pada
angiografi fluoresens. Secara histology, fovea ditandai dengan daerah yang mengalami
penipisan inti luar tanpa disertai lapisan parenkim lain. Hal-hal ini terjadi karena akson sel
fotoresepsor berjalan miring (lapisan serabut Henle) dan lapisan-lapisan retina yang lebih
dekat dengan permukaan dalam retina lepas secara sentrifugal. Di tengah macula, 4 mm
lateral dari diskus optikus, terdapat foveola yang berdiameter 0,25 mm yang secara klinis
tampak jelas dengan oftalmoskop sebagai cekungan yang menimbulkan pantulan khusus.
Foveola merupakan bagian retina yang paling tipis (0,25 mm) dan hanya mengandung
fotoreseptor kerucut. Gambaran histology fovea dan foveola ini memungkinkan diskriminasi
visual yang tajam; foveola memberikan ketajaman visual yang optimal. Ruang ekstraseluler
retina yang normalnya kosong cenderung paling besar di macula. Penyakit yang
menyebabkan penumpukan bahan ekstra sel secara khusus dapat mengakibatkan penebalan
daerah ini (edema makula).
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu koriokapilaris yang berada tepat di luar
membran bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiform luar dan
lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina serta cabang-cabang dari
arteria centralis retinae yang mendarahi dua pertiga dalam retina. Fovea seluruhnya diarahi
oleh koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang tidak dapat diperbaiki bila retina
mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang,
yang membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid berlubang-lubang.
Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.
Fungsi Retina
Fungsi retina pada dasarnya adalah menerima bayangan visual yang dikirim ke otak.
Bagian sentral retina atau daerah makula mengandung lebih banyak fotoreseptor kerucut
daripada bagian perifer retina. Terdapat dua sel pada retina yaitu:
Sel kerucut (cones) yang berjumlah 7 juta dan paling banyak di region fovea, berfungsi
untuk sensasi yang nyata (penglihatan yang paling tajam) dan penglihatan warna.
Sel batang (rods) untuk sensasi yang sama-samar pada waktu malam atau cahaya remang.
Sel ini mengandung pigmen visual ungu yang disebut rhodopsin.
2.2. Retinoblastoma
Retinoblastoma adalah suatu tumor ganas intraocular yang terjadi pada anak-anak
dengan perhitungan kurang lebih 3 % dari semua kanker pada anak. 1 Tumor ini bersifat
jarang namun bisa berakibat fatal. 2
Insiden retinoblastoma rata-rata 1 : 20000 dari kelahiran hidup. Seperiga kasus
adalah bilateral. Laki-laki dan perempuan dapat terkena dan tidak dipengaruhi oleh ras. 3, 4
Retinoblastoma dapat terjadi heriditer maupun non heriditer. Kasus heriditer melibatkan
mutasi dari germinal, sedangkan non heriditer 25% diantaranya bilateral dan 15% adalah
unilateral. Sedangkan saudara kandung dan keturunannya merupakan resiko menderita
kanker ini. 5, 6
Klasifikasi
Klasifikasi Reese-Ellworth adalah metode penggolongan retinoblastoma intraocular yang
paling sering digunakan tetapi klasifikasi ini tidak menggolongkan retinoblastoma
ekstraokular. Klasifikasi ini diambil dari perhitungan jumlah, ukuran, lokasi tumor dan
dijumpai adanya vitreous seeding. 7
Klasifikasi Reese-Ellsworth
• Group I
a. Tumor Soliter, ukuran kurang dari 4 diameter disc, pada atau dibelakang equator
b. Tumor Multipel, ukuran tidak melebihi 4 diameter disc, semua pada atau dibelakang
equator
• Group II
a. Tumor Soliter, ukuran 4-10 diameter disc, pada atau dibelakang equator
b. Tumor Multipel, ukuran 4-10 diameter disc, dibelakang equator
• Group III
a. Ada lesi dianterior equator
b. Tumor Soliter lebih besar 10 diameter disc dibelakang equator.
• Group IV
a. Tumor Multipel, beberapa besarnya lebih besar dari 10 diameter disc
b. Ada lesi yang meluas ke anterior ora serrata
• Group V
a. Massive tumors melibatkan lebih dari setengah retina
b. Vitreous seeding
Children’s Oncology Group (COG) sekarang ini melakukan evaluasi sebuah sistem
klasifikasi internasional yang baru, yang akan digunakan pada percobaan klinis serial yang
akan datang.
International Classification of Retinoblastoma 7
Group Features
A Small tumor: ≤3 mm Large tumor: >3 mm
B Macular: ≤3 mm to foveola Juxtapapillary: ≤3 mm to disc Subretinal fluid: ≤3 mm from the margin Focal seeds
C Subretinal seeds: ≤3 mm Vitreous seeds: ≤3 mm Both subretinal and vitreous seeds: ≤3 mm Diffused seeds
D Subretinal seeds: >3 mm Vitreous seeds: >3 mm
E Extensive retinoblastoma occupying more than 50% or neovascular glaucoma or opagque media from hemorrhage in anterior chamber, vitreous or subretinal space
Patogenesis
Retinoblastoma dapat terjadi secara familial atau sporadik. Hanya 6-10% penderita
yang mempunyai riwayat familial. Kebanyakan kasus dapat terjadi pada kedua mata,
walaupun beberapa tumor terjadi pada satu mata. 8, 9 Anak dari pasien retinoblastoma
herediter yang sembuh mempunyai satu atau dua kemungkinan untuk membawa mutasi gen
germinal sedangkan carrier kemungkinan menderita retinoblastoma adalah 90% jika orang
tuanya menerita retinoblastoma bilateral dan kemungkinan kecil menderita retinoblastoma
unilateral. 6, 9
PENDERITA % kemungkinan
menderita
retinoblastoma
Penderita dengan carrier mutasi gen
RB1
90
Keturunan 45
Saudara kandung (jika diwarisi
orang tua)
45
Saudara kandung dengan
retinoblastoma bilateral
2
Saudara kandung dengan retinoblastoma unilateral
1
Prototipe gen penekan kanker/tumor yang
pertama kali ditemukan adalah retinoblastoma. Sekitar 60% retinoblastoma bersifat sporadic
dan sisanya familial dengan presdiposisi terjangkit tumor diwariskan sebagai sefat dominan
autosomal. Untuk menjelaskan kasus sporadic dan familial tumor ini, Knudson pada tahun
1974 mengajukan two-hits hypothesis-nya yang sekarang terkenal. Dari aspek molecular,
hipotesis ini dapat dinyatakan sebagai berikut: 10
Diperlukan dua mutasi (hits) untuk menghasilkan retinoblastoma. Keduanya melibatkan gen
retinoblastoma yang terletak di kromosom 13q14. Kedua alel normal lokus retinoblastoma
harus diinaktifkan (dua hits) agar retinoblastoma dapat muncul
Pada kasus familial, anak mewarisi satu salinan detektif gen retinoblastoma di sel
germinativum dan salinan lainnya normal. Retinoblastoma timbul apabila gen retinoblastoma
normal lenyap di retinoblas akibat mutasi somatic. Karena pada keluarga retinoblastoma
hanya diperlukan satu mutasi somatic agar ekspresi penyakit terjadi, pewarisan familial
mengikuti pola dominan autosomal.
Pada kasus sporadik, kedua alel retinoblastoma normal hilang akibat mutasi somatic di
salah satu retinoblas. Hasil akhirnya sama yaitu sel retina yang kehilangan kedua salinan
normal dari gen retinoblastoma menjadi kanker.
Gambaran Klinis
Usia median pasien saat datang adalah 2 tahun, walaupun tumor sudah ada sejak lahir.
Gambaran awal adalah gangguan penglihatan, strabismus, rona keputihan di pupil (pantulan
mata kucing) dan nyeri spontan atau nyeri tekan pada mata. Gejala yang paling sering
muncul pada retinoblastoma adalah leukocoria (56,1 % kasus) yang disebabkan karena
adanya masa intraokuler yang luas dan strabismus. Gejala sekunder yang juga dapat muncul
akibat tumor ini antara lain glukoma, retinal detachment, dan inflamasi akibat nekrosis
tumor. Beberapa gejala yang jarang muncul antara lain pseudouveitis disebabkan oleh tumor
yang menginvasi retina secara difus tanpa ada massa padat pusat dan inflamasi seperti
selulitis orbita akibat nekrosis tumor. Di negara-negara yang kualitas kesehatannya masih
rendah juga dapat ditemukan penderita dengan proptosis. Leukokoria selain oleh
retinoblastoma juga dapat disebabkan oleh katarak kongenital, persistent hyperplastic
primary vitreous, retinopati prematuritas, toxocariasis okular, Coats disease, dan beberapa
penyebab lain misalnya astrositoma retina yang jarang ditemukan. 11, 12, 13
Diagnosis
Computed Tomography Scanning (CT scan) merupakan pencitraan ideal untuk mendeteksi
adanya kalsifikasi intraocular. Magnetic Resonance Imaging (MRI) orbita lebih sensitive
untuk mengevaluasi penyebaran ekstraokular. Khususnya keterlibatan saraf mata. Selain itu,
MRI otak dan medulla spinal serta pemeriksaan sitologi cairan serebrospinal juga dilakukan
untuk melihat adanya penyebaran ke sum-sum saraf mata. Bone marrow puncture (BMP) dan
bone scan diindikasikan apabila ada kecurigaan metastasis atau ditemukan kelainan darah. 6,14
Tatalaksana
Dalam memutuskan strategi terapi, sasaran pertama yang harus dilakukan adalah
menyelamatkan kehidupan, kemudian menyelamatkan mata, dan akhirnya menyelamatkan
visus. Managemen modern Retinoblastoma Intraokular sekarang ini dengan menggabungkan
kemampuan terapi yang berbeda mencakup Enukleasi, Eksenterasi,Kemoterapi,
Photocoagulasi, Krioterapi, External-Beam Radiation dan Plaque Radiotherapy.
Penatalaksanaan Retinoblastoma berubah secara dramatis pada dekade yang lalu dan
terus berkembang. External Beam Radiotherapy jarang digunakan sebagai terapi utama
Retinoblastoma Intraokular karena berhubungan dengan deformitas kraniofacial dan tumor
sekunder pada daerah radiasi. Enukleasi primer pada Retinoblastoma unilateral lanjut masih
direkomendasikan untuk menghindari efek samping kemoterapi sistemik Dihindari
manipulasi yang tidak diperlukan pada bola mata dan sepanjang saraf optikus untuk
menghindari penyebaran tumor ke Ekstraokular.
1. Enukleasi
Enukleasi masih menjadi terapi definitif untuk Retinoblastoma.Walaupun beberapa dekade
terakhir terjadi penurunan frekuensi enukleasi baik pada kasus unilateral maupun bilateral 12.
Enukleasi dipertimbangkan sebagai intervensi yang tepat jika :
Tumor melibatkan lebih dari 50% bola mata
Dugaan terlibatnya orbita dan nervus optikus
Melibatkan segmen anterior dengan atau tanpa Glaukoma Neovaskular.
2. Kemoterapi
Kemajuan yang berarti dalam penatalaksaan Retinoblastoma Intraokular Bilateral pada
dekade terakhir masih menggunakan kemoterapi sistemik primer. Pemberian kemoterapi
sistemik mengurangi ukuran tumor, berikutnya dapat menggunakan gabungan fokal terapi
dengan Laser, Krioterapi atau Radioterapi, perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat
kamajuan dalam terapi kedua tumor otak dan metastasis Retinoblastoma. Sekarang ini
regimen kombinasi bermacam-macam seperti Carboplatin, Vincristine, Etoposide dan
Cyclosporine. Anak-anak yang mendapat obat kemoterapi secara intravena setiap 3-4 minggu
untuk 4-9 siklus kemoterapi.
a. Kemoterapi sistemik primer (chemoreduction) diikuti oleh terapi lokal (gabungan) sekarang
secara lebih sering digunakan vision-sparing tecnique. Kebanyakan studi Chemoreduction
untuk Retinoblastoma menggunakan Vincristine, Carboplatin, dan Epipodophyllotoxin,
lainya Etoposide atau Teniposide, tambahan lainya Cyclosporine. Agen pilihan sebaiknya
bervariasi dalam jumlah dan siklus menurut lembaga masing-masing. Kemoterapi jarang
berhasil bila digunakan sendiri, tapi pada beberapa kasus terapi lokal (Kriotherapy, Laser
Photocoagulation, Thermotherapy atau Plaque Radiotherapy) dapat digunakan tanpa
Kemoterapi. Efek samping terapi Chemoreduction antara lain hitung darah yang rendah,
rambut rontok, tuli, toksisitas renal, gangguan neurologik dan jantung. Leukemia
myologenous akut pernah dilaporkan setelah pemberian regimen chemoreduction termasuk
etoposide. Pemberian kemoterapi lokal sedang diteliti, berpotensi meminimalkan komplikasi
sistemik.
3. Periocular Chemotherapy
Periocular Chemotherapy yang akan datang dimasukkan dalam COG trial berdasarkan pada
data terbaru penggunaan carboplatin subconjunctiva sebagai terapi Retinoblastoma pada
percobaan klinis phase 1 dan 2, keduanya baik vitreous seeding dan tumor retina didapati
adanya respon terhadap terapi ini. Toksisitas lokal minor berupa orbit myositis pernah
dilaporkan setelah pemberian Carboplatin subconjuctiva dan respon terhadap kortikosteroid
oral, dan reaksi yang lebih berat termasuk optik atropi pernah dilaporkan.
4. Photocoagulation dan Hyperthermia
Xenon dan Argon Laser (532 nm) secara tradisional digunakan untuk terapi Retinoblastoma
yang tinggi apek kurang dari 3mm dengan dimensi basal kurang dari 10 mm, 2-3 siklus
putaran Photocoagulation merusak suplai darah tumor, selanjutnya mengalami regresi. Laser
yang lebih berat digunakan untuk terapi langsung pada permukaan tumor. Laser diode (8-
10mm) digunakan sebagai hyperthermia. Penggunaan langsung pada permukaan tumor
menjadikan temperatur tumor sampai 45-60oC dan mempunyai pengaruh sitotoksik langsung
yang dapat bertambah dengan Kemoterapi dan Radioterapi.
5. Krioterapi
Juga efektif untuk tumor dengan ukuran dimensi basal kurang dari 10mm dan ketebalan
apical 3mm. Krioterapi digunakan dengan visualisasi langsung dengan Triple Freeze-Thaw
Technique. Khususnya Laser Photoablation dipilih untuk tumor pada lokasi posterior dan
cryoablation untuk tumor yang terletak lebih anterior.Terapi tumor yang berulang sering
memerlukan kedua tekhnik tersebut. Selanjut di follow up pertumbuhan tumor atau
komplikasi terapi.
6. External-Beam Radiation Therapy
Tumor Retinoblastoma respon terhadap radiasi, digunakan teknik terbaru yang dipusatkan
pada terapi radiasi megavoltage, sering memakai Lens-Sparing Technique, untuk melepaskan
4000-4500 cGy dengan interval terapi lebih dari 4-6 minggu. Khusus untuk terapi pada anak
Retinoblastoma bilateral yang tidak respon terhadap Laser atau Krioterapi. Keselamatan bola
mata baik, dapat dipertahankan sampai 85%. Fungsi visual sering baik dan hanya dibatasi
oleh lokasi tumor atau komplikasi sekunder. Dua hal penting yang membatasi pada
penggunaan External Beam Radiotherapy dengan teknik sekunder adalah :
a. Gabungan mutasi germline gen RB1 dengan peningkatan umur hidup pada resiko kedua,
tidak tergantung pada keganasan primer (seperti osteosarcoma) yang dieksaserbasisi oleh
paparan External Beam Radiotherapy.
b. Sequele yang dihubungkan dengan kekuatan Radiotheraphy meliputi midface hypoplasia,
Radiation Induced-Cataract, dan Radiation Optic Neuropathy dan Vasculopathy.
Bukti menunjukkan kemampuan terapi yang dikombinasi menggunakan External Beam
Radiotherapy dosis rendah dan Kemoterapi diperbolehkan untuk meningkatkan keselamatan
bola mata dengan menurunkan morbiditas radiasi. Sebagai tambahan penggunaan kemoterapi
sistemik dapat memperlambat kebutuhan External Beam Radiotherapy, memberikan
perkembangan orbita yang baik dan secara bermakna menurunkan resiko malignansi
sekunder sewaktu anak berumur satu tahun.
7. Plaque Radiotherapy ( Brachytherapy )
Radioactive Plaque terapi dapat digunakan pada terapi penyelamatan mata dimana terapi
penyelamatan bola mata gagal untuk menghancurkan semua tumor aktif dan sebagai terapi
utama terhadap beberapa anak dengan ukuran tumor relatif kecil sampai sedang. Teknik ini
secara umum dapat digunakan pada tumor yang dengan diameter basal kurang dari 16mm
dan ketebalan apical 8 mm. Isotop yang lebih sering digunakan adalah lodine 125 dan
Ruthenium 106.
Prognosis
Anak-anak dengan Retinoblastoma Intraokular yang mendapat perawatan medis
modern mempunyai prognosis yang baik untuk bertahan hidup. Di negara berkembang laju
keselamatan hidup pada anak lebih dari 95%. Kebanyakan faktor resiko penting yang
dihubungkan dengan kematian adalah tumor yang meluas ke ekstraokular, secara lansung
melalui sclera, atau yang lebih sering dengan invasi saraf optikus, khususnya pada
pembedahan Reseksi Margin. Anak yang bertahan dengan Retinoblastoma Bilateral
meningkatkan insiden keganasan non okular dikemudian hari. Kira-kira waktu laten untuk
perkembangan tumor sekunder 9 tahun dari penatalaksaan Retinoblastoma primer. Mutasi
RBI dihubungkan dengan insiden 26,5% perkembangan tumor sekunder dalam 50 tahun
pada pasien yang diterapi tanpa terpapar terapi radiasi.
BAB III
STATUS OFTALMOLOGIS
3.1 Identitas
Nama : An. U
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 2 tahun
Nama Ibu : Ny. H
Usia Ibu : 30 tahun
Pekerjaan Ibu : IRT
Nama Ayah : Tn. M
Usia Ayah : 36 tahun
Suku : Betawi
Alamat : *** (disensor yaaa :p)
Masuk poli mata : 28 Desember 2011
3.2 Anamnesis
Aloanamnesis dilakukan pada tanggal 28 Desember 2011
Keluhan utama: Mata kiri menonjol sejak 3 bulan yang lalu
Keluhan tambahan: Mata kiri pasien berair dan keluar kotoran
Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang berobat diantar ibunya ke Poli Mata RSUP
Fatmawati dengan keluhan mata kiri yang menonjol sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya hanya
terdapat bulatan putih di bagian mata kiri yang sedikit mengganggu penglihatan. Bulatan
putih tersebut sudah ada sejak bayi. Mata kiri pasien kemerahan, berair, sakit, silau saat
terkena cahaya, gatal dan belekan. Sejak saat itu pasien terlihat lebih rewel apalagi ketika
ingin tidur. Hari minggu tanggal 18 Desember 2011 mulai timbul tonjolan yang semakin
membesar pada bola mata kiri pasien. Pasien juga mengeluh demam hilang timbul,
penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan. Pasien berobat ke puskesmas tanggal 18
Desember 2011 dan diberi obat penurun panas serta obat tetes mata tetapi ibu pasien tidak
tahu jenis obat tetes mata tersebut.
Riwayat penyakit dahulu: Sebelumnya tidak ada riwayat trauma
Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada keluarga yang mengeluh seperti ini. Tidak ada
riwayat kanker atau tumor dalam keluarga.
Riwayat kelahiran: Tidak ada gangguan saat hamil, ditolong dengan bidan dan dokter, lahir
dengan vacum , langsung menangis dengan usia kelahiran 12 bln.
Riwayat perkembangan: Normal sesuai dengan usianya.
Riwayat makanan: Tidak diberi ASI tetapi diganti dengan susu formula.
Riwayat imunisasi: Hanya imunisasi campak.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
Suhu : 37,5 C
Pernafasan : 20 x/mnt
Kepala : Normocephali
THT : Dalam batas normal
Mulut : Lidah kotor (-), tonsil T1-T1
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Jantung : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen : Buncit (-), nyeri tekan (-), bising usus (+) normal.
Ekstremitas : Akral hangat, edem -/-tidak ada deformitas pada ekstremitas pasien.
Status oftalmologi
Visus ODS: sulit dinilai
Pemeriksaan kamar terang
1. Kedudukan bola mata OD OS
Posisi Ortoposisi OrtoposisiEksoftalmus - +Enoftalmus - -
2. Pergerakan bola mata OD OS
Nasal Baik BaikTemporal Baik BaikSuperior Baik BaikInferior Baik BaikNasal superior Baik BaikNasal inferior Baik BaikTemporal superior Baik BaikTemporal inferior Baik Baik
3. Supersilia OD OS
Alopesia - -Sikatrik - -
4. Palpebra superior OD OS
Edema - +Spasme - -Hiperemis - +Benjolan - -Ulkus - -Fistel - -Ektropion - -Entropion - -Hordeolum - -Kalazion - -Ptosis - -Lagoftalmus - -
5. Palpebra inferior OD OS
Edema - +Hiperemis - +Benjolan - -Ulkus - -Fistel - -
Ektropion - -Entropion - +Hordeolum - -Kalazion - -
6. Margo palpebra superior OD OS
Edema - +Hiperemis - +Sekret - -Benjolan - -Trikiasis - -Distrikiasis - -Madarosis - -Ulkus - -Fistel - -
7. Margo palpebra inferior et silia OD OS
Edema - +Hiperemis - +Sekret - -Benjolan - -Trikiasis - -Distrikiasis - -Madarosis - -Ulkus - -Fistel - -
8. Area Kelenjar Lakrimal OD OS
Edema - -Hiperemis - -Benjolan - -Fistel - -
9. Punctum lakrimalis OD OS
Edema - -Hiperemis - -Sekret - -Epikantus - -
10. Konjungtiva tarsalis superior OD OS
Kemosis - -Hiperemis - +Anemis - -Folikel - -Papil - -Lithiasis - -Simblefaron - -
11. Konjungtiva tarsalis inferior OD OS
Kemosis - -Hiperemis - +Anemis - -Folikel - -Papil - -Lithiasis - -Simblefaron - -
12. Konjungtiva fornix superior et inferior OD OS
Kemosis - -Hiperemis - +Simblefaron - -
13. Konjungtiva bulbi OD OS
Kemosis - +Pterigium - -Pinguekula - -Flikten - -Simblefaron - -
Injeksi konjungtiva - +Injeksi episklera - -Injeksi silier - +Perdarahan
subkonjungtiva- -
14. Kornea OD OS
Kejernihan Jernih KeruhEdema - +Ulkus - -Flikten - -Makula - -Leukoma - +Leukoma adheren - -Stafiloma - -Neovaskularisasi - +Pigmen iris - -Bekas jahitan - -Tes fluoresin Tidak dilakukan Tidak dilakukanTes sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukanTes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
15. Limbus kornea OD OS
Arkus senilis - -Bekas jahitan - -
16. Sklera OD OS
Sklera biru - -Episkleritis - -Skleritis - -
17. Tekanan intra okuler OD OS
Palpasi Normal N -Tonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pemeriksaan kamar gelap
1. Kornea OD OS
Kejernihan Jernih KeruhNebula - -Keratik presipitat - -Imbibisio - -Infiltrat - -Ruptur terepitelisasi - -
2. Kamera Okuli anterior OD OS
Kedalaman Dalam Sulit dinilaiKejernihan Jernih Sulit dinilaiFlare - -Sel - -Hipopion - -Hifema - -
3. Iris OD OS
Warna Coklat tua Sulit dinilaiGambaran radier Jelas Sulit dinilaiEksudat - -Atrofi - -Sinekia anterior - +Sinekia posterior - +Sinekia anterior perifer - -Iris bombe - -Iris tremulans - -
4. Pupil OD OS
Bentuk Bulat Tidak bulatBesar 3 mm 3 mmRegularitas Regular ireguler
Isokoria Isokor anisokorLetak Sentral sentralRefleks cahaya
langsung+ Sulit dinilai
Refleks cahaya tidak
langsung- Sulit dinilai
Seklusio pupil - -Oklusio pupil - +Leukokoria - +
5. Lensa OD OS
Kejernihan Jernih Sulit dinilaiIris shadow test - -Refleks kaca - -Pigmen iris - -Luksasi - -
6. Badan kaca OD OS
Kejernihan Jernih Sulit dinilaiFlare - -
7. Funduskopi OD OS
Reflek fundus + Sulit dinilaiPapil
Bulat, batas tegas, warna
Sulit dinilai
Aa/vv 2 : 3 Sulit dinilaiRetina
Eksudat (-), sikatrik (-), Sulit dinilai
Makula lutea Refleks macula (+) Sulit dinilai
Gambar
IV. RESUME
Pasien datang berobat diantar ibunya ke Poli Mata RSUP Fatmawati dengan keluhan
mata kiri yang menonjol sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya hanya terdapat bulatan putih di
bagian mata kiri yang sedikit mengganggu penglihatan. Bulatan putih tersebut sudah ada
sejak bayi. Mata kiri pasien kemerahan, berair, sakit, silau saat melihat cahaya, gatal dan
belekan. Sejak saat itu pasien terlihat lebih rewel apalagi ketika ingin tidur. Hari minggu
tanggal 18 Desember 2011 mulai timbul tonjolan yang semakin membesar pada bola mata
kiri pasien. Pasien juga mengeluh demam hilang timbul, penurunan nafsu makan dan
penurunan berat badan. Pasien berobat ke puskesmas tanggal 18 Desember 2011 dan diberi
obat penurun panas serta obat tetes mata. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Tidak ada
riwayat kanker atau tumor dalam keluarga Pasien lahir prematur dgn dibantu vacum. Pasien
tidak diberi ASI dan hanya imunisasi campak.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal, sedangkan pada status oftalmologi:
OD Pemeriksaan OS
- Visus s.c
c.c
-
Ortoposisi Posisi bola mata Ortoposisi, eksoftalmus
Baik ke segala arah Pergerakan bola
mata
Baik ke segala arah
Tenang Palpebra Edema, hiperemis,
entropion,
Tenang Konjungtiva tarsal Hiperemis
Tenang Konjungtiva fornix Hiperemis
Tenang Konjungtiva bulbi Kemosis, injeksi
konjungtiva dan silier
Jernih, arcus senilis
(-)
Kornea Keruh, edema, leukoma,
neovaskularisasi
Jernih, dalam Kamera okuli
anterior
Sulit dinilai
Coklat, kripti teratur Iris Sulit dinilai
Bulat, isokor, regular,
sentral, 3 mm, RCL
+/+, RCTL +/+
Pupil Sulit dinilai
jernih Lensa Sulit dinilai Jernih Cairan vitreus Sulit dinilai
Palpasi: Normal Tekanan bola mata Palpasi: N -
Refleks fundus (+),
papil bulat, batas
tegas, orange, CDR
0,3, aa/vv 2:3, retina
dalam batas normal,
refleks makula (+)
Funduskopi Sulit dinilai
V. DIAGNOSA KERJA
Retinoblastoma OS
VII. DIAGNOSIS BANDING
-
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan USG
- Pemeriksaan CT-Scan orbita
VII. PENATALAKSANAAN
Operasi retinoblastoma secara enukleasi dan kemoterapi
IX. PROGNOSIS
OS Ad Vitam : dubia ad malam Ad Visam : dubia ad malam Ad Fungtionam : dubia ad malam
BAB IV
DISKUSI KASUS
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan
oftalmologis serta dipertegas dengan pemeriksaan fisik berupa USG dan CT-Scan orbota.
Pasien mengeluh mata kiri pasien berair, sakit, merasa silau saat melihat cahaya, rewel
apalagi ketika ingin tidur, hal ini sesuai dengan gejala glaukoma. Dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan oftalmologi didapatkan adanya bulatan putih di bagian mata kiri yang sudah
terjadi sejak pasien masih bayi lalu pada hari minggu tanggal 18 Desember 2011 mulai
timbul tonjolan pada bola mata kiri yang semakin membesar. Gejala yang dialami pasien ini
sesuai dengan retinoblastoma karena gejala awal seseorang terkena retinoblastoma adalah
munculnya leukoria dan matanya bercahaya jika dalam keadaan redup (seperti “mata
kucing”). Hasil anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi dapat dipertegas melalui
pemeriksaan penunjang seperti USG dan CT-Scan. Apabila dari hasil pemeriksaan penunjang
tersebut terdapat kalsifikasi intraokular, maka sudah pasti diagnosis kerja pasien adalah
retinoblastoma.
Prognosis ad vitam, ad visam dan ad fungtionam pada mata kiri pasien ini adalah
dubia ad malam karena retinoblastoma pada mata kiri pasien sudah mencapai group V.
BAB V
KESIMPULAN
Pada pasien ini dapat disimpulkan diagnosa kerja pasien adalah retinoblastoma OS.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang dialami pasien, dan pemeriksaan oftalmologi.
Tatalaksana yang akan dilakukan pada pasien ini adalah pembedahan dengan teknik
enukleasi serta kemoterapi. Prognosis pada pasien ini adalah buruk, terlihat dari
retinoblastoma yang sudah mencapai group V.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kanski, Jack J. Clinical Ophtalmology, A Systemic Approach, second edition. Oxford: Butterworth-Heinemann, 1993, 542-552.
2. Vaughan, Daniel G., Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva. Oftalmologi Umum, edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000, 208-209.
3. Lanzkowsky P. Retinoblastoma. Dalam : Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Edisi ke 2. Churchill Livingsome. 1995. 513-26.
4. Hurwitz RL. Shields CL. Shields JA. Barrios PC. Hurwitz MY. Chintagumpala MM. Retinoblastoma. Dalam: Pizzo PA, Poplack DG, penyunting. Principles and practice of Pediatric Oncology. Edisi ke 4. Lipincott Williams & Wilkins. 825-46.
5. Moll AC, Imhoff SM, Van Meeteren AY, Boers M. At What Age Could Screening for Familial Retinoblastoma Be Stopped? ARegister Based Study 1945-98. Br I Ophthalmol. 2000: 84:1170-2.
6. Chintagumpala M, Barrios PC, Paysse EA, Plon SE, Hurwitz R. Retinoblastoma: Review of Current Management. The Oncologist. 2007; 12: 1237-46.
7. Saudi Journal of Ophthalmology, Volume 20, No. 3, July – September 2006.8. Chantada GL, Schvartzman E. Retinoblastoma. Dalam: Voute PA. Barset A, Stevens
MCG, Carron HN. Penyunting. Cancer in Children: Clinical Management. Edisi 4. Oxford. 2005. 384-95.
9. Bakhshi S. Genetics and Management of Retinoblastoma. Indian Associated Pediatric Surgery. 2007: 12: 109-15.
10. Kumar, Robbins. Buku Ajar Patologi Volume 1 Edisi 7. Jakarta: EGC. 2007. Hlm. 205-207.
11. Fredrick DR. Special subjects of pediatric interest. In: Vaughan D, Asbury T, Riordan-Eva P, editors. General ophthalmology. 15th ed. Stanford: Prentice Hall International. 1999. pp.336-8.
12. Smirniotopoulos JG, Bargallo N, Mafee MF. Differential diagnosis of leukokoria: radiologic-pathologic correlation. RadioGraphics 1994; 14(9): 1059-79.
13. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007. Hlm 182.
14. Scott IU, O Brien M, Murray TG. Retinoblastoma: A Review Emphasizing Genetics and Management Strategies. Seminars in Ophtalmology. 1997; 12:59-71.