laporan infra merah (genius siregar)

50
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan Percobaan Praktikan Untuk mengetahui dan dapat melakukan suatu analisa senyawa dengan menggunakan spektrofotometer infra merah sehingga diketahui gugus – gugus fungsional dari senyawa tersebut. 1.2 Prinsip Percobaan Spektro infra merah dapat digunakan untuk mempelajari sifat – sifat bahan, dimana struktur zat yang diuji dapat diamati pada spektrogram panjang gelombang vs transmittansi yang sangat spesifik dan merupakan sidik jari suatu molekul. Spektrogram zat yang diuji disbandingkan dengan spectrogram dari bahan yang sudah diketahui spektranya. 1.3 Landasan Teori 1.3.1 Uji Aktivitas Reduksi asam palmitat yang termasuk golongan asam karboksilat menjadi Alcohol dengan agen pereduksi LiAlH Pendahuluan

Upload: gnius-chemical-zhereg-art

Post on 02-Aug-2015

324 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan Praktikan

Untuk mengetahui dan dapat melakukan suatu analisa senyawa dengan

menggunakan spektrofotometer infra merah sehingga diketahui gugus – gugus

fungsional dari senyawa tersebut.

1.2 Prinsip Percobaan

Spektro infra merah dapat digunakan untuk mempelajari sifat – sifat

bahan, dimana struktur zat yang diuji dapat diamati pada spektrogram panjang

gelombang vs transmittansi yang sangat spesifik dan merupakan sidik jari suatu

molekul. Spektrogram zat yang diuji disbandingkan dengan spectrogram dari

bahan yang sudah diketahui spektranya.

1.3 Landasan Teori

1.3.1 Uji Aktivitas Reduksi asam palmitat yang termasuk golongan asam karboksilat menjadi Alcohol dengan agen pereduksi LiAlH

Pendahuluan

Reduksi asam palmitat yang termasuk golongan asam karboksilat

menjadi alkohol yakni setil alkohol cenderung sulit dan membutuhkan

agen pereduksi yang sangat kuat seperti LiAlH4. Namun tingginya

kereaktifan LiAlH4 ini menyebabkan perlakuan dalam penggunaannya sulit

serta memiliki keterbatasan seperti membutuhkan pelarut anhidrat dan

mahal. Di sisi lain, NaBH4 merupakan agen pereduksi yang baik, tidak

mahal dan aman dalam penggunaannya, tetapi NaBH4 kurang mampu

mereduksi asam karboksilat serta derivatnya (Saeed, A., 2006).

Page 2: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

Untuk memperluas penggunaan NaBH4, kereakfitannya dapat ditingkatan

dengan beberapa zat tambahan seperti ZnCl2 menghasilkan Zn(BH4)2

(Narasimhan, S., 1998) dan juga dengan penambahan asam lewis seperti

dimetil sulfat, boron trifluorida dan trifenil borat. Namun pada penelitian

ini akan digunakan sistem NaBH4/BF3.Et2O untuk mereduksi asam

palmitat, dimana sistem NaBH4/BF3.Et2O akan menghasilkan boran

sebagai reduktor yang sangat baik, misalnya dalam mereduksi asam

karboksilat aromatik dan derivatnya menjadi alkohol secara langsung

(Cho, S., et al., 2004). Selain itu, persen produk reduksi asam karboksilat

dengan penambahan boron trifuorida lebih tinggi dibandingkan

penambahan asam lewis lainnya (Cho, B.T., 1982). Sedangkan preparasi

Zn(BH4) untuk mereduksi asam palmitat menjadi setil alkohol

membutuhkan waktu lama (72 jam). Oleh karena itu, penelitian ini

menggunakan sistem NaBH4/BF3.Et2O guna mereduksi asam palmitat

yang termasuk asam karboksilat rantai panjang untuk menghasilkan setil

alkohol. Setil alkohol merupakan salah satu senyawa golongan alkohol

rantai panjang atau sering disebut fatty alcohol karena diperoleh dari

turunan asam lemak. Togashi, N., et. al., 2007 melaporkan bahwa beberapa

fatty alcohol dengan rantai karbon lebih dari 17 memiliki aktivitas

antibakteri terhadap Stappylococcus aureus. Oleh karena itu, perlu

dilakukan penelitian mengenai sifat antibakteri yang mungkin dimiliki

setil alkohol (C16) sebagai zat antara dalam sintesis cetyl pyridinium

chlorie, suatu agen antibakteri, terhadap Stappylococcus aureus dan

Escherichia coli. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan asam palmitat

yang termasuk hidrokarbon rantai panjang (C16) juga dapat direduksi

menjadi setil alkohol dengan menggunakan sistem NaBH4/BF3.Et2O dan

produk yang diperoleh diuji aktifitas antibakterinya terhadap

Staphylococcus aureus (gram positif) dan Escherichia coli (gram negatif).

Page 3: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

Bahan dan Cara Kerja

Alat. Seperangkat alat refluks, labu leher tiga, corong penambah, penangas

listrik, termometer, pengaduk magnetik, gelas beker, pengaduk gelas,

erlemeyer, kaca arloji, tabung reaksi, labu ukur, botol vial, timbangan analit,

kertas saring, kertas aluminium foil, corong kaca, corong pisah, pipet tetes,

autoklaf, inkubator, kawat ose, petridis, spiritus, jangka sorong dan

spektrofotometri FT-IR.

Bahan. Asam palmitat p.a, NaBH4 p.a., THF p.a., BF3.Et2O p.a.,

diklorometan p.a., kloroform teknis dan akuades yang dapat diperoleh dari

toko-toko bahan kimia, nutrien Broth (NB) dan nutrien Agar (NA)

yang diperoleh dari laboratorium Biologi FMIPA UNDIP, bakteri

Staphylococcus aureus yang diperoleh dari laboratorium Biokimia FMIPA

UNDIP dan Escherichia coli yang diperoleh dari laboratorium Biologi FMIPA

UNDIP.

Cara Kerja

1. Reduksi Asam Palmitat

Kedalam labu leher tiga yang telah dilengkapi dengan pengaduk

magnet, corong penetes, pendingin bola dan tabung berisi silika,

dimasukkan 2 gram asam palmitat ditambahkan ke dalam NaBH4 1,1369

gram setelah masing-masing dilarutkan dalam 20 mL THF. Larutan

BF3.Et2O sebanyak 4 mL dalam THF ditambahkan perlahan-lahan ke

dalam larutan NaBH4 dan asam karboksilat (asam palmitat) dalam THF

pada temperatur kamar dan kondisiinert dengan mengalirkan gas N2.

Campuran diaduk terus menerus dengan magnetig stirer selama 60 jam.

Kemudian campuran reaksi ditambahkan H2SO4 2M sebanyak 4 mL

dalam THF. Selanjutnya ditambah NaOH 2M sebanyak 8 mL. Setelah 10

menit, THF dibuang dengan rotary evaporator. Produk yang telah

mengental ditambahkan 25 mL diklorometan dan dilakukan pengadukan

Page 4: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

selama ± 1 jam. Lapisan organik dipisahkan dan dievaporasi untuk

memperoleh produk bebas pelarut.

2. Analisis Produk Reduksi

Hasil sintesis dianalisa titik leburnya dan diidentifikasi dengan

menggunakan spektrofotometri FT-IR. Kemudian spektra yang dihasilkan

dibandingkan dengan spektra asam palmitat dan spektra setil alkohol dari

literatur.

3. Uji Aktifitas Antibakteri dari Produk Reduksi

a. Sterilisasi alat dan bahan

Cawan petri, erlenmeyer, tabung reaksi, penjepit, spatula, sprider,

kertas saring, Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar (NA), dan seluruh alat

dan bahan (kecuali setil alkohol) yang akan digunakan disterilisasi di dalam

autoklaf setelah sebelumnya dicuci bersih, dikeringkan, dan dibungkus

dengan kertas (Pelczar,2005).

b. Pembuatan stok kultur murni dan suspensi bakteri uji

Sebelum dipakai dalam uji antibakteri, bakteri S. aureus dan E. coli

yang

akan dipakai harus diregenerasi terlebih dahulu ( umur 24 – 48 jam). Langkah

pertama yang dilakukan adalah membuat biakan agar miring yaitu

menggoreskan biakan dari stok bakteri ke media Nutrient Agar (NA) miring

yang masih baru. Kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam.

Biakan tersebut merupakan aktivitas awal dari stok bakteri yang telah disimpan

pada suhu 4 – 5 oC.

Dari biakan tersebut diambil satu ose untuk setiap bakteri uji ( S. aureus

dan E. coli) dan diinokulasikan ke dalam 100 mL Nutrient Broth (NB) steril

pada erlemeyer ukuran 250 mL. Selanjutnya erlemeyer tersebut diinkubasi di

dalam inkubator bergoyang (shaker) dengan kecepatan 150 rpm.

c. Pengujian Aktivitas Antibakteri

Page 5: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

Satu mililiter suspensi S. aureus dan E. coli yang telah dibuat

tadi diinokulasikan pada 15 mL medium NA cair (pour plate) kemudian

diratakan dandibiarkan memadat. Cakram kertas steril dengan diameter 0,6

cm dicelupkan kedalam larutan setil alkohol hasil sintesis selama 2 detik.

Setelah itu cakram diangkat dan dilewatkan di atas lampu spiritus, kemudian

diletakkan di atas permukaan medium NA yang telah diinokulasi dengan

suspensi bakteri. Tiap cawan petri yang berisi 3 – 5 buah cakram kertas dari

konsentrasi setil alkohol yang sama, diinkubasikan selama 24 jam pada suhu

37 oC. (Brooks, et al, 2001; Nester, et al., 1982 ; Pelczar, 1988).

d. Parameter

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah diameter zona

hambat (mm) dari masing-masing perlakuan, pengukuran dilakukan

dengan penggaris. (Pelczar, 1988).

e. Rancanganpercobaan

Rancangan dasar penelitian ini adalah RAL faktorial. Faktor yang

dicoba

pada penelitian ini adalah konsentrasi setil alkohol 1%, 1,5%, 2%, 4%, 6%,

8%, dan 10% (b/v) dan macam bakteri yang digunakan S. areus (B1) dan E.

Coli (B2).

Semua perlakuan dilakukan 3 kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan

analisis of variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf

signifikan 5% dan 1%.

Hasil dan Pembahasan

1. Reduksi Asam Palmitat

Penelitian reduksi asam palmitat dilakukan dengan menggunakan

sistem NaBH4/ BF3.Et2O. Menurut Cho, S., 2004, perlakuan sodium

Page 6: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

borohydride dengan boron trifluoride etherate akan menghasilkan boran.

Boran inilah yang akan mereduksi asam palmitat menjadi setil alkohol.

3 NaBH4 + 4 BF3 2 B2H6 + 3 NaBF4

......................(1)

Gas diboran tersebut akan terdisosiasi menjadi monomernya (BH3) dalam

pelarut THF (Tetrahydrofuran), dimana boran yang terbentuk akan

terstabilkan oleh oksigen dalam sistem THF.

B2H6 + 2 C4H8O 2 BH3:OC4H8 ..................................

(2)

Boran dengan tiga buah hidridanya akan mereduksi asam palmitat

melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah pembentukan

triacyloxyborane dengan penambahan 3 ekuivalen dari asam karboksilat untuk

tiap molekul boran.

Page 7: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)
Page 8: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

NaBH4 + 2 H2O NaBO2 + 4 H2

Langkah selanjutnya adalah pemurnian dan ekstraksi. Pelarut THF

dipisahkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh produk yang

pekat. Produk ini diekstraksi dengan diklorometan dan akan terbentuk dua

lapisan, yaitu fasa air dan fasa organik. Kemudian, fasa organik dipisahkan

lalu dievaporasi dengan rotary evaporator sehingga senyawa yang dihasilkan

sudah terbebas dari zat-zat pengotor. Padatan yang terbentuk dikeringkan dalam

desikator. Kemudian ditimbang, ditentukan titik lelehnya, dan dianalisis dengan

spektrofotometer FT-IR.

Hasil reaksi yang didapatkan berupa padatan putih seperti lilin dengan

rendemen sebesar 77,51 % dengan titik leleh ± 50 ºC sedangkan asam palmitat

sebagai bahan awal memiliki titik leleh 62 ºC. Hal ini menunjukkan bahwa bahan

awal asam palmitat telah berubah atau menghasilkan senyawa baru. Berdasarkan

Budavari (1989) titik leleh setil alkohol sebesar 49 ºC, hal ini

membuktikan bahwa produk yang diperoleh kemungkinan besar adalah setil

alkohol.

Analisis lebih lanjut dilakukan dengan spektrofotometer FT-IR

untukmengetahui gugus-gugus fungsi yang ada pada senyawa produk (senyawa

setil alkohol), kemudian dibandingkan dengan spektra asam palmitat (material

start) dan spektra setil alkohol dari literatur. Ketiga spektra dapat dilihat pada

Gambar 1 dan Gambar 2.Dari spektra produk yang dihasilkan terdapat serapan

lebar kuat pada3443,15 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus hidroksil.

Serapan pada daerah2919,06 cm-1 dan 2850,99 cm-1 menunjukkan adanya gugus

alkil Csp3-H diperkuat dengan serapan di daerah 743,91 cm-1 dan 723,26 cm-

1 menunjukkan senyawamengandung rantai alkil yang panjang. Serapan

pada panjang gelombang1111,91cm-1 berasal dari gugus C–O.

Sedangkan serapan pada panjang gelombang 1701,57 cm-1 yang menunjukkan

masih adanya gugus karbonil(C=O).

Hal ini kemungkinan disebabkan karena masih adanya asam palmitat yang belum

Page 9: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

tereduksi.

Bila dibandingkan dengan spektra FT-IR produk sintesis terlihat jelas

bahwa material start asam palmitat telah berubah menjadi setil alkohol. Hal ini

jelas terlihat pada serapan disekitar 3000 cm-1 dimana serapan produk setil

alkohol lebih tajam dan melebar dibanding asam palmitat. Selain itu, pada

spektra setil alkohol terlihat serapan gugus karbonil (C=O) pada panjang

gelombang 1701,57 cm-1 yang lebih rendah dibandingkan serapan C=O pada

spektra asam palmitat di sekitar 1705,07 cm-1. Hal ini menunjukkan bahwa

produk setil alkohol telah terbentuk meskipun masih mengandung asam

palmitat atau belum benar-benar murni. Oleh karena itu dapat disimpullkan

bahwa asam palmitat telah berhasil direduksi menjadi setil alkohol dalam sistem

NaBH4/ BF3.Et2O.

2. Uji Aktifitas Antibakteri dari Produk Reduksi

Uji ini dilakukan dengan variasi konsentrasi produk reduksi (setil alkohol)

1%, 1,5%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% (b/v) dalam pelarut kloroform. Dalam

uji antibakteri ini, digunakan metode difusi agar dengan menggunakan cakram

kertas.

Metode ini digunakan karena cukup sederhana dan efektif untuk mengetahui

aktifitas antibakteri suatu sampel (Brooks et al., 2001).

Cakram kertas yang digunakan memiliki diameter 0,6 cm.Larutan klorofor

digunakan sebagai pelarut produk reduksi tersebut (setil alkohol), tetapi

ternyata kloroform memberikan hambatan, sehingga lebar zona hambat untuk

produk dihitung dengan mengurangi lebar zona hambat larutan dengan lebar

zona

Page 10: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)
Page 11: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

Data diameter zona hambat pertumbuhan bakteri dianalisis

dengan uji

ANOVA, kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Berdasarkan

analisa sidik ragam (ANOVA), pertumbuhan Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli terhadap perlakuan jenis bakteri menunjukkan perbedaan

yang sangat nyata (F hitung > F Tabel; α= 0,01). Hal ini menunjukkan

bahwa produk reduksi (setil alkohol) memiliki aktifitas antibakteri yang

berbeda terhadap pertumbuhan kedua bakteri. Sedangkan pada perlakuan

macam konsentrasi dan interaksi antara perlakuan jenis bakteri

dan macam konsentrasi, masing-masingtidak

menunjukkan perbedaan yang nyata (F hitung < F tabel; α= 0,05).

Uji lanjut Duncan terhadap hasil pengukuran diameter zona

hambat pertumbuhan bakteri menunjukkan bahwa produk

reduksi (setil alkohol) mempunyai

aktivitas yang berbeda terhadap bakteri uji ( Beda riil > Beda baku JNTD

0,01). Perbedaan reaksi bakteri uji terhadap senyawa setil alkohol (produk

reduksi) disebabkan oleh adanya perbedaan struktur dinding sel pada

kedua bakteri uji. Bakteri S. aureus merupakan bakteri gram positif yang

memiliki struktur dinding sel yang relatif sederhana dibandingkan

dengan bakteri gram negatif (Bibiana, 1992).E. coli adalah bakteri

gram negatif yang memiliki struktur dinding sel yang lebih kompleks

dan berlapis tiga, yaitu lapisan luar yang berupa lipoprotein, lapisan

tengah yang berupa peptidoglikan yang tebal dan lapisan dalam

lipopolisakarida (Pelczar, 1988).

Struktur dinding sel bakteri gram positif yang lebih sederhana

tersebut memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel

dan menemukan sasaran untuk bekerja. Sedangkan dinding sel yang

kompleks menimbulkan hambatan bagi senyawa bioaktif seperti alkohol

untuk menembus membran sel bakteri, sehingga E. coli kurang peka

Page 12: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

terhadap senyawa bioaktif tersebut, hal ini dapat dilihat dari perbedaan

lebar zona hambat antara bakteri S. aureus dan E. coli.

Sedangkan pada perlakuan macam konsentrasi tidak

menunjukkan

perbedaan yang nyata (F hitung < F tabel; α= 0,05). Hal ini

kemungkinan produk reduksi asam palmitat ini belum benar-benar

murni seperti yang digambarkan pada spektra FT-IR produk reduksi di

atas. Selain itu juga, kemungkinan konsentrasi uji yang dilakukan kurang

tinggi, sehingga potensi antibakteri yang dimiliki setil alkohol (produk

reduksi) belum optimal. Namun, dari grafik hubungan diameter zona

hambat dan konsentrasi (gambar 3), terlihat jelas aktivitas tertinggi

dari konsentrasi setil alkohol yang diujikan adalah pada konsentrasi 10%

untuk S. aureus dengan lebar zona hambat sebesar 2,33 mm, sedangkan

untuk E. coli pada konsentrasi 6% dengan lebar zona hambat sebesar

1,167mm tidak jauh beda pada konsentrasi 10% dengan lebar zona

hambat 1,00

mm. Hal ini kemungkinan disebabkan karena konsentrasi yang

diujikan untuk E.coli masih kurang optimal untuk mengetahui

konsentrasi optimum yang dapat menghambat pertumbuhan E.coli.

1.3.1. Spektrophotometry

Dari uraian diatas, maka pada penelitian ini ingin diketahui kadar

kalsium yang terdapat pada susu sapi murni dan susu sapi segar di pasaran

secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA), dengan alasan bahwa

dengan metode ini memiliki keuntungan antara lain: cepat, spesifik untuk

setiap unsur tanpa dilakukan pemisahan, dapat mengukur kadar logam

dalam jumlah kecil dan tidak begitu banyak bahan yang digunakan.

Osteoporosis (kerapuhan tulang) menyebabkan hampir dua juta kasus

patah tulang pinggul setiap tahunnya di seluruh dunia. Osteoporosis terjadi

akibat berkurangnya massa tulang yang disebabkan oleh berkurangnya

Page 13: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

jumlah kalsium di dalam tulang. Patah tulang akibat osteoporosis telah

menjadi suatu ancaman serius karena kebanyakan pasien tidak akan bisa

hidup tanpa bantuan orang lain.

Konsentrasi total arsenik dalam makanan yang berbeda dari

Spanyol selatan-timur ditentukan oleh hidrida generasi spektrometri

serapan atom. Mineralisasi dilakukan dengan campuran HNO3-HClO4

dalam sebuah bak pasir thermostated. Penentuan Arsen dilakukan dengan

metode penambahan standar. Analisis NIST dan bahan CBR-CEC

referensi menunjukkan keandalan dan akurasi teknik ini. Tingkat arsenik

tertinggi ditemukan dalam makanan laut, sereal, daging dan daging dengan

produk. Dalam daging dan daging oleh-produk, total arsenik diukur dalam

daging jauh lebih tinggi dari yang di sosis (p <0,05). Dalam sereal,

konsentrasi arsen dalam jagung dan nasi putih sampel secara signifikan

lebih tinggi (p <0,01) dibandingkan diukur dalam gandum oleh produk.

Rata-rata konsentrasi arsen dalam keju secara statistik lebih rendah

daripada di produk susu lainnya (p <0,01). Data baru telah disediakan di

kandungan arsen total berbagai makanan di Spanyol, yang penting untuk

membuat paparan perkiraan. Asupan harian perkiraan total arsenik diet

Spanyol adalah 221 g Sebagai 1 hari. Pengantar Arsenik adalah

logam yang terjadi di tingkat ultratrace, untuk yang berfungsi biokimia

spesifik belum sepenuhnya telah didefinisikan dengan baik.

Bukti menunjukkan yang kekurangan makanan di beberapa model

binatang hasil dalam fungsi biologis suboptimal yang dicegah atau terbalik

oleh asupan fisiologis jumlah elemen. Ia telah mengemukakan bahwa

logam ini dapat memainkan peran penting dalam manusia karena

penurunan konsentrasi serum arsen telah berkorelasi dengan cedera dari

pusat penyakit sistem saraf, vaskuler dan kanker (Nielsen 1999). Di sisi

lain, beberapa studi menunjukkan potensi unsur jejak ini untuk mendorong

kulit lesi ketika individu yang terkena arsen tinggi konten dari air (Smith

et al 2000.) atau nonmelanoma karsinoma kulit bagi individu yang

Page 14: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

terpapar ke tinggi tingkat arsen lingkungan sebagai akibat pembangkit

listrik tenaga batu-pembakaran (Pesch et al. 2002). Karena mekanisme ada

untuk pengaturan homeostatik arsenik, racun melalui asupan oral relatif

rendah. Beracun jumlah arsen anorganik umumnya dilaporkan dalam

miligram (Nielsen 1999), biasanya ditemukan di wilayah geografis yang

terkontaminasi terutama di perairan mana bentuk-bentuk anorganik dari

trace elemen yang dominan (Smith et al 2000, Del Razo et al.. 2002).

Namun, paparan arsenik telah terkait munculnya beberapa jenis

kanker (Pesch et al. 2002). Baru-baru ini, sebuah laporan mengenai

penilaian risiko kanker yang berhubungan dengan konsumsi tiram

menyebabkan kepanikan di kalangan konsumen di Taiwan, menghasilkan

efek signifikan pada industri terkait (Guo 2002). Kandungan arsen

jaringan dan cairan secara signifikan dipengaruhi oleh asupan arsen,

spesies hewan dan organ, dan diperkirakan usia yang individu bisa juga

menjadi faktor lain yang penting (Anke 1986).

Page 15: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

Untuk estimasi dari asupan total arsenik manusia, kontribusi masing-

masing kelompok makanan harus dipertimbangkan. Di antara makanan secara

keseluruhan juga baik diketahui bahwa ikan mengandung jumlah tinggi arsenik

senyawa, yang terutama diwakili oleh organik arsenik senyawa, terutama oleh

arsenobetaine. Secara umum diasumsikan bahwa arsenobetaine dengan cepat

dieliminasi melalui urin dan Oleh karena itu tampaknya tidak beracun bagi

manusia, meskipun kinetika senyawa ini dalam darah manusia masih tidak

diketahui (Lehmann et al 2001.). Daging dan daging oleh-produk, sayuran dan

produk susu biasanya memberikan kontribusi lebih rendah jumlah asupan total

arsenik. Konsumsi arsen orang dewasa bervariasi tergantung pola diet mereka.

Jadi, orang dewasa dari Jepang, negara konsumen ikan yang tinggi,

mengkonsumsi sekitar 161-329 mg hari. Sedangkan di negara lain di mana nilai

terutama bahan makanan yang dimakan terestrial jangkauan 4-84 mg hari.

Secara umum, telah diamati bahwa asupan makanan sehari-hari total arsenik

langsung berkorelasi dengan seafood konsumsi. Telah diketahui bahwa bahkan

asupan berkepanjangan rendah konsentrasi arsen dapat menyebabkan serius

beracun efek untuk muncul (Concon 1988).

Akibatnya, perhatian dalam menganalisis tingkat arsen total dalam bahan

makanan telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Dalam penilaian status arsen diet dalam penduduk, diperlukan beberapa

langkah:

(1) pengukuran konsumsi makanan untuk penduduk,

(2) analisis makanan pokok setempat dari yang asupan arsenik dapat ditentukan

dan

3) perbandingan dari konsumsi elemen dengan tingkat maksimum diperbolehkan

dalam rangka untuk menentukan risiko toksikologi terkait dengan konsumsi

tinggi dari jejak elemen dalam diet. Dalam penelitian ini, evaluasi arsenik

makanan yang dikonsumsi dalam makanan sehari-hari di penduduk dari Spanyol

Page 16: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

selatan-timur dan yang terkait resiko toksikologi dianggap. Pengukuran dari

tingkat arsen total 148 sampel makanan yang paling umumnya dikonsumsi dan

diproduksi di selatan-timur Spanyol, yaitu Motril, sebuah kota pesisir, generasi

hidrida menggunakan spektrometri serapan atom (HGAAS). Akurasi dan presisi

dari Metode sebelumnya dilakukan untuk memeriksa kesesuaian teknik analisis

dalam makanan yang berbeda kelompok dipertimbangkan untuk penentuan total

arsenik. Selanjutnya, kontribusi makanan ini ke asupan makanan total arsenik

total dievaluasi. Oleh karena itu, makanan yang diidentifikasi sebagai bertindak

sebagai penting sumber arsen dalam makanan individu.

1.3.2. Spectrophotometer Infra Red

Fourier Mengubah Bentuk Inframerah (FTIR) spektroskopi mengijinkan

analisa dari satu relevan jumlah dari compositional dan informasi struktural

mengenai contoh-contoh lingkungan (Kögel-Knaber, 2000) dan baru-baru ini,

penggunaan hubungkan nya dengan 2DCORR sudah meningkatkan capaian dari

ini teknik di dalam studi-studi dari kompleks sistem lingkungan (Noda dan

Ozaki, 2005). Sesungguhnya, 2D analisa korelasi adalah satu metoda untuk

mengkhayal hubungan-hubungan dinamis di antara variabel-variabel di dalam

multivariate data menyimpan menerapkan fungsi korelasi-silang kompleks. Ini

pendekatan mengijinkan untuk mengidentifikasi fitur spektral yang ubah di

dalam tahap (yaitu. secara linier dihubungkan antar mereka) dan tak sefase

(secara parsial atau sama sekali tidak menghubungkan antar mereka). Di dalam

lebih banyak detil, bila kita menguji satu kompleks sistem lingkungan selama

dinamisnya (yaitu. ruang atau sementara) evolusi oleh FITR spectra dan sebagai

tambahan, kita penggunaan 2DCORR untuk memeriksa kembali mereka, kita

dapat menandai sistem yang menjelaskan aspek spesifik molekular mekanisme-

mekanisme melibatkan di dalam evolusi dinamis sistem lingkungan untuk

dipelajari. Studi hubungan-hubungan antar variabel-variabel adalah bidang

panjang gelombang panjang gelombang (WW) 2DCORR selagi(sedang studi

hubungan-hubungan antar contoh-contoh adalah bidang samplesample (S)

Page 17: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

2DCORR (Šašic et al., 2001). Di catatan/kertas ini, kita melaporkan

penggunaan hubungkan dari FTIR spektroskopi dan 2DCORR diberlakukan

bagi dua studi-studi lingkungan spesifik. Kasus pertama dari studi dihubungkan

dengan identifikasi jalan kecil pengumpulan dari HS mencicip disadap dari

sedimen-sedimen angkatan laut; kasus dari yang kedua studi dihubungkan

dengan perbandingan modifikasi-modifikasi molekular disebabkan oleh

tindakan-tindakan pengotor-pengotor berbeda di ganggang angkatan laut

Dunaliella tertiolecta menggunakan sebagai biomarker dari kualitas lingkungan.

FTIR spektroskopi dan 2D analisa korelasi di dalam studi pengumpulan

mekanisme-mekanisme dari HS FTIR spektroskopi dari ultra menyaring sub-

fractions HS bukti-bukti contoh-contoh relevan perubahan-perubahan dari

konsentrasi-konsentrasi lipid berkenaan dengan protein-protein dan karbohidrat-

karbohidrat sepanjang evolusi proses pengumpulan (Gambar 1). Sesungguhnya,

lipid-lipid adalah penting di dalam kumpulan-kumpulan dengan mw lebih

rendah dari 1 kDa, hampir sepele di dalam pecahan-pecahan dengan mw lebih

tinggi dibanding 1 kDa dan lebih rendah dari 5 kDa dan penting lagi di dalam

pecahan-pecahan dengan mw lebih tinggi dibanding 5 kDa. Protein-protein dan

karbohidrat-karbohidrat menunjukkan karakteristik-karakteristik berbeda sebab

mereka adalah komponen-komponen penting sub-fractions materi organik. Hasil

ini bisa adalah mungkin tergantung pada penautan silang (yaitu. formasi misel)

peran yang dimainkan oleh lipid-lipid sepanjang proses pengumpulan dari HS.

Peran penautan silang adalah berbeda dari peran yang dimainkan oleh protein-

protein dan karbohidrat-karbohidrat, yang didasarkan sebagai ganti(nya) di

pengumpulan diri mereka dan polymerisations karakteristik-karakteristik dan di

interaksi-interaksi spesifik mereka dengan logam umum unsur-unsur lingkungan

angkatan laut seperti Ca dan Mg notulen. 2DCORR mendukung hasil-hasil yang

diperoleh oleh FTIR spektroskopi dan sebagai tambahan, mengijinkan sebagian

orang pengertian yang mendalam spesifik di dalam struktur dari kumpulan-

kumpulan ini dari materi organik. 2DCORR WW spektroskopi mengungkapkan

bahwa protein-protein dan karbohidrat-karbohidrat sudah relevan kontribusi-

Page 18: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

kontribusi sampai semua langkah-langkah proses pengumpulan (Gambar 2) juga

atas pertolongan interaksi-interaksi spesifik antar mereka. Interaksi-interaksi ini

antar[a] protein-protein dan karbohidrat-karbohidrat di dalam pembentukan EHS

kumpulan-kumpulan dapat bertukar-tukar antar sedimen berbeda mencicip tetapi

adalah setidak-tidaknya selalu masa kini seperti yang ditunjukkan oleh

autopeaks pada 3400, 1650 dan 1150 cm-1 (Gambar 2, alur cerita benar), khas

puncak-puncak dari campuran-campuran ini. crosspeaks pada 3400 v 1650, dan

3400 v 1150 cm-1 adalah bukti interaksi-interaksi (kutub dan reaksi kondensasi)

antar[a] biomolekul-biomolekul ini. sebaliknya, Campuran-campuran lipid

seperti zat asam yang mengandung gemuk ester-ester dan zat asam yang

mengandung gemuk, tidak menunjukkan interaksi-interaksi dengan protein-

protein dan karbohidrat-karbohidrat sebab kehadiran mereka di dalam berbeda H

pecahan-pecahan adalah tidak pernah dihubungkan dengan kehadiran kandungan

protein dan karbohidrat mencicip. Ini temuan mendukung hipotesis peran

penautan silang yang dimainkan oleh lipid-lipid sepanjang proses pengumpulan,

telah evidenced dengan spektroskopi FTIR konvensional (Gambar 1) (Mecozzi

dan Pietrantonio, 2006). Crosspeaks dari spectra tak serempak (Gambar 3) pada

3400 v 1150, 3400 v 1150, 3400 v 2850, 1650 v 1150 cm-1 menunjukkan

kompleksitas interaksi kimiawi antar karbohidrat-karbohidrat, protein-protein

dan lipid-lipid yang terjadi dengan satu komponen tak sefase. Sebagai tambahan,

yang dicatat bahwa haruslah di dalam spectra 2DCORR yang ditinggalkan dari

Gambar 3 ada crosspeaks unik pada 3400 v 2850 cm-1 (yaitu. panah yang

dihancurkan) yang dihubungkan dengan interaksi lipid karbohidrat. Ini apakah

konfirmasi peran berbeda yang dimainkan oleh kelas ini dari biomolekul-

biomolekul di dalam pengumpulan proses dari HS yang dibedakan berkenaan

dengan protein-protein dan karbohidrat-karbohidrat. 2DCORR S spektroskopi

(Gambar 4) ditetapkan bukti-bukti umum yang diperoleh oleh 2D WW

spektroskopi dan lebih dari itu, memberi bukti bahwa pembentukan EHS

kumpulan-kumpulan adalah di dalam manapun kasus satu proses-proses

pengumpulan dimana proses kompleks adalah di dalam keseimbangan kimia

Page 19: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

dengan proses-proses penurunan(pangkat,derajad). Hasil-hasil ini memufakati

mereka yang studi-studi lain mengenai mekanisme-mekanisme pengumpulan

dari HS (Ishiwatari, 1992; Verdugo et al., 2004).

Page 20: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

BAB II

PROSEDUR KERJA

2.1. Alat dan Bahan

A. Alat Yang Digunakan.

Seperangkat alat refluks

labu leher tiga

corong penambah

penangas listrik

termometer

pengaduk magnetik

gelas beker

pengaduk gelas

erlemeyer

kaca arloji

tabung reaksi

labu ukur

botol vial

timbangan analit

kertas saring

aluminium foil

corong kaca

corong pisah

pipet tetes

autoklaf

inkubator,

kawat ose

petridis,

piritus,

Page 21: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

jangka

sorong

B. Bahan Yang Digunakan

Asam palmitat p.a,

NaBH4 p.a.,

THF p.a.,

BF3.Et2O p.a.,

diklorometan p.a.,

kloroform teknis dan akuades yang dapat diperoleh dari

toko-toko bahan kimia, nutrien Broth (NB) dan nutrien

Agar (NA) yang diperoleh dari laboratorium Biologi

FMIPA UNDIP

, bakteri Staphylococcus aureus

2.2 Prosedur Kerja

Page 22: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

Standarisasi Alat/ Kalibrasi Alat

Hidupkan power selama 15 menit.

1. Atur posisi pena / pencatat recorder pada posisi 4000 nm.

2. Panjang gelombang ditempatkan pada posisi 4000 nm

3. Tempatkan sample / kalibrasi pada tempatnya.

4. Kecepatan kertas 12 menit setiap pekerjaan

5. Tekan tombol pena posisi 4000 nm

6. Tekan scanning

Jurnal :

1. Reduksi Asam

Palmitat

Kedalam labu leher tiga yang telah dilengkapi dengan pengaduk

magnet, corong penetes, pendingin bola dan tabung berisi silika,

dimasukkan 2 gram asam palmitat ditambahkan ke dalam NaBH4 1,1369

gram setelah masing-masing dilarutkan dalam 20 mL THF. Larutan

BF3.Et2O sebanyak 4 mL dalam THF ditambahkan perlahan-lahan ke

dalam larutan NaBH4 dan asam karboksilat (asam palmitat) dalam THF

pada temperatur kamar dan kondisi inert dengan mengalirkan

gas N2. Campuran diaduk terus menerus dengan magnetig stirer

selama 60 jam. Kemudian campuran reaksi ditambahkan H2SO4 2M

sebanyak 4 mL dalam THF. Selanjutnya ditambah NaOH 2M sebanyak 8

mL. Setelah 10 menit, THF dibuang dengan rotary evaporator. Produk

yang telah mengental ditambahkan 25 mL diklorometan dan dilakukan

pengadukan selama ± 1 jam. Lapisan organik dipisahkan dan dievaporasi

untuk memperoleh produk bebas pelarut.

2. Analisis Produk

Reduksi

Page 23: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

Hasil sintesis dianalisa titik leburnya dan diidentifikasi dengan

menggunakan

spektrofotometri FT-IR. Kemudian spektra yang dihasilkan dibandingkan

dengan spektra asam palmitat dan spektra setil alkohol dari literatur.

3. Uji Aktifitas Antibakteri dari Produk Reduksi

a. Sterilisasi alat dan bahan

Cawan petri, erlenmeyer, tabung reaksi, penjepit, spatula, sprider,

kertas saring, Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar (NA), dan seluruh alat

dan bahan (kecuali setil alkohol) yang akan digunakan disterilisasi di dalam

autoklaf setelah sebelumnya dicuci bersih, dikeringkan, dan dibungkus

dengan kertas (Pelczar,2005).

b. Pembuatan stok kultur murni dan suspensi bakteri uji

Sebelum dipakai dalam uji antibakteri, bakteri S. aureus dan E. coli

yang

akan dipakai harus diregenerasi terlebih dahulu ( umur 24 – 48 jam). Langkah

pertama yang dilakukan adalah membuat biakan agar miring yaitu

menggoreskan biakan dari stok bakteri ke media Nutrient Agar (NA) miring

yang masih baru. Kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam.

Biakan tersebut merupakan aktivitas awal dari stok bakteri yang telah disimpan

pada suhu 4 – 5 oC.

Dari biakan tersebut diambil satu ose untuk setiap bakteri uji ( S. aureus

dan E. coli) dan diinokulasikan ke dalam 100 mL Nutrient Broth (NB) steril

pada erlemeyer ukuran 250 mL. Selanjutnya erlemeyer tersebut diinkubasi di

dalam inkubator bergoyang (shaker) dengan kecepatan 150 rpm.

c. Pengujian Aktivitas Antibakteri

Satu mililiter suspensi S. aureus dan E. coli yang telah dibuat

Page 24: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

tadi, diinokulasikan pada 15 mL medium NA cair (pour plate) kemudian

diratakan dan dibiarkan memadat. Cakram kertas steril dengan diameter 0,6

cm dicelupkan ke dalam larutan setil alkohol hasil sintesis selama 2 detik.

Setelah itu cakram diangkat dan dilewatkan di atas lampu spiritus, kemudian

diletakkan di atas permukaan medium NA yang telah diinokulasi dengan

suspensi bakteri. Tiap cawan petri yang berisi 3 – 5 buah cakram kertas dari

konsentrasi setil alkohol yang sama, diinkubasikan selama 24 jam pada suhu

37 oC. (Brooks, et al, 2001; Nester, et al., 1982 ; Pelczar, 1988).

e. Rancangan percobaan

Rancangan dasar penelitian ini adalah RAL faktorial. Faktor yang

dicoba

pada penelitian ini adalah konsentrasi setil alkohol 1%, 1,5%, 2%, 4%, 6%,

8%, dan 10% (b/v) dan macam bakteri yang digunakan S. areus (B1) dan E.

Coli (B2).

Semua perlakuan dilakukan 3 kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan

analisis of variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf

signifikan 5% dan 1%.

Page 25: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

BAB III

GAMBAR RANGKAIAN

3.1 Gambar Peralatan

(Spectrophotometer infra red)

3.2. Gambar Rangkaian

Page 26: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

BAB IV

DATA PENGAMATAN

Page 27: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

BAB V

PENGOLAHAN DATA

Ruduksi Asam Palmitat

Penelitian reduksi asam palmitat dilakukan dengan menggunakan sistem

NaBH4/ BF3.Et2O. Menurut Cho, S., 2004, perlakuan sodium borohydride

dengan boron trifluoride etherate akan menghasilkan boran. Boran inilah yang

akan mereduksi asam palmitat menjadi setil alkohol.

3 NaBH4 + 4 BF3 2 B2H6 + 3 NaBF4

......................(1)

Gas diboran tersebut akan terdisosiasi menjadi monomernya (BH3) dalam

pelarut THF (Tetrahydrofuran), dimana boran yang terbentuk akan

terstabilkan oleh oksigen dalam sistem THF.

B2H6 + 2 C4H8O 2 BH3:OC4H8

..................................(2)

Boran dengan tiga buah hidridanya akan mereduksi asam palmitat

melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah pembentukan

triacyloxyborane dengan penambahan 3 ekuivalen dari asam karboksilat untuk

tiap molekul boran.

Tahap kedua adalah pembentukan trialkoxyboroxine dengan penambahan 2

akuivalen dari boran, sehingga akan menyempurnakan reduksi asam karboksilat

tersebut. Tahap ketiga adalah hidrolisis, alkohol akan dibebaskan,

sedangkan boron berada dalam bentuk asam borat.

Selain itu, penambahan air bertujuan untuk menghilangkan NaBH4 yang

masih tersisa. Larutan NaBH4 jika bereaksi dengan air akan

terdekomposisi membentuk boraks dan gas H2.

NaBH4 + 2 H2O

NaBO2 + 4H2

Page 28: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

Langkah selanjutnya adalah pemurnian dan ekstraksi. Pelarut THF

dipisahkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh produk yang

pekat. Produk ini diekstraksi dengan diklorometan dan akan terbentuk dua

lapisan, yaitu fasa air dan fasa organik. Kemudian, fasa organik dipisahkan

lalu dievaporasi dengan rotary evaporator sehingga senyawa yang dihasilkan

sudah terbebas dari zat-zat pengotor. Padatan yang terbentuk dikeringkan

dalam desikator. Kemudian ditimbang, ditentukan titik lelehnya, dan dianalisis

dengan spektrofotometer FT-IR.

Hasil reaksi yang didapatkan berupa padatan putih seperti lilin dengan

rendemen sebesar 77,51 % dengan titik leleh ± 50 ºC sedangkan asam palmitat

sebagai bahan awal memiliki titik leleh 62 ºC. Hal ini menunjukkan bahwa

bahan awal asam palmitat telah berubah atau menghasilkan senyawa baru.

Berdasarkan Budavari (1989) titik leleh setil alkohol sebesar 49 ºC, hal

ini membuktikan bahwa produk yang diperoleh kemungkinan besar adalah setil

alkohol.

Analisis lebih lanjut dilakukan dengan spektrofotometer FT-IR untuk

mengetahui gugus-gugus fungsi yang ada pada senyawa produk (senyawa setil

alkohol), kemudian dibandingkan dengan spektra asam palmitat (material start)

dan spektra setil alkohol dari literatur. Ketiga spektra dapat dilihat pada Gambar

1 dan Gambar 2.

Dari spektra produk yang dihasilkan terdapat serapan lebar kuat pada

3443,15 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus hidroksil. Serapan pada

daerah 2919,06 cm-1 dan 2850,99 cm-1menunjukkan adanya gugus alkil Csp3-

H diperkuat dengan serapan di daerah 743,91 cm-1 dan 723,26 cm-1

menunjukkan senyawa mengandung rantai alkil yang panjang. Serapan

pada panjang gelombang 1111,91cm-1 berasal dari gugus C–O.

Sedangkan serapan pada panjang gelombang 1701,57 cm-1 yang

Page 29: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

menunjukkan masih adanya gugus karbonil (C=O). Hal ini kemungkinan

disebabkan karena masih adanya asam palmitat yang belum tereduksi.

Bila dibandingkan dengan spektra FT-IR produk sintesis terlihat jelas

bahwa material start asam palmitat telah berubah menjadi setil alkohol. Hal ini

jelas terlihat pada serapan disekitar 3000 cm-1 dimana serapan produk setil

alkohol lebih tajam dan melebar dibanding asam palmitat. Selain itu, pada

spektra setil alkohol terlihat serapan gugus karbonil (C=O) pada panjang

gelombang 1701,57 cm-1 yang lebih rendah dibandingkan serapan C=O pada

spektra asam palmitat di sekitar 1705,07 cm-1. Hal ini menunjukkan bahwa

produk setil alkohol telah terbentuk meskipun masih mengandung asam

palmitat atau belum benar-benar murni. Oleh karena itu dapat disimpullkan

bahwa asam palmitat telah berhasil direduksi menjadi setil alkohol dalam sistem

NaBH4/ BF3.Et2O.

Uji Aktifitas Antibakteri dari Produk Reduksi

Uji ini dilakukan dengan variasi konsentrasi produk reduksi (setil alkohol) 1%,

1,5%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% (b/v) dalam pelarut kloroform. Dalam uji

antibakteri ini, digunakan metode difusi agar dengan menggunakan cakram

kertas. Metode ini digunakan karena cukup sederhana dan efektif untuk

mengetahui aktifitas antibakteri suatu sampel (Brooks et al., 2001). Cakram

kertas yang digunakan memiliki diameter 0,6 cm.

Larutan kloroform digunakan sebagai pelarut produk reduksi tersebut (setil

alkohol), tetapi ternyata kloroform memberikan hambatan, sehingga lebar

zona hambat untuk produk dihitung dengan mengurangi lebar zona hambat

larutan dengan lebar zona hambat pelarut (kloroform). Lebar zona hambat dari

senyawa setil alkohol terhadap S. aureus dan E. coli dapat dilihat pada Tabel

1.Dalam penelitian ini, sebagai kontrol positif uji antibakteri digunakan

Page 30: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

tetrasiklin0,1%. Dipilih tetrasiklin sebab tetrasiklin memiliki spektrum

antibakteri yang luas karena telah teruji mempunyai kemampuan untuk

menghambat pertumbuhan bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif.

Dalam penelitian ini digunakan konsentrasi tetrasiklin 0,1% karena

tetrasiklin merupakan senyawa yang telah murni dan telah teruji kemampuannya

sebagai antibakteri.

Hasil uji antibakteri menunjukkan bahwa produk reduksi (setil alkohol)

memiliki aktifitas antibakteri meskipun sangat kecil, baik terhadap bakteri

gram positif yakni Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan rata-rata

zona hambat masing-masing sebesar 1,33mm dan 0,65mm.

Kemampuan penghambatan setil alkohol ini disebabkan karena setil

alkohol memiliki sifat hidrofil maupun hidrofobik, tetapi sifat hidrofobiknya

jauh lebih besar dibandingkan sifat hidrofiliknya. Struktur yang demikian

ini akan menyebabkan terganggunya proses osmosis maupun difusi pada

membran sel mikrobia tersebut (Faatih, 2005).

Data diameter zona hambat pertumbuhan bakteri dianalisis dengan uji

ANOVA, kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Berdasarkan analisa

sidik ragam (ANOVA), pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia

coli terhadap perlakuan jenis bakteri menunjukkan perbedaan yang sangat nyata

(F hitung > F Tabel; α= 0,01). Hal ini menunjukkan bahwa produk reduksi

(setil alkohol) memiliki aktifitas antibakteri yang berbeda terhadap

pertumbuhan kedua bakteri. Sedangkan pada perlakuan macam konsentrasi dan

interaksi antara perlakuan jenis bakteri dan macam konsentrasi,masing-masing

tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (F hitung < F tabel; α= 0,05).

Uji lanjut Duncan terhadap hasil pengukuran diameter zona hambat

pertumbuhan bakteri menunjukkan bahwa produk reduksi (setil alkohol)

mempunyai aktivitas yang berbeda terhadap bakteri uji ( Beda riil > Beda baku

JNTD 0,01). Perbedaan reaksi bakteri uji terhadap senyawa setil alkohol

(produk reduksi) disebabkan oleh adanya perbedaan struktur dinding sel

pada kedua bakteri uji. Bakteri S. aureus merupakan bakteri gram positif yang

memiliki struktur dinding sel yang relatif sederhana dibandingkan dengan

Page 31: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

bakteri gram negatif (Bibiana, 1992). E. coli adalah bakteri gram negatif

yang memiliki struktur dinding sel yang lebih kompleks dan berlapis tiga, yaitu

lapisan luar yang berupa lipoprotein, lapisan tengah yang berupa

peptidoglikan yang tebal dan lapisan dalam lipopolisakarida (Pelczar, 1988).

Struktur dinding sel bakteri gram positif yang lebih sederhana tersebut

memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel dan

menemukan sasaran untuk bekerja. Sedangkan dinding sel yang kompleks

menimbulkan hambatan bagi senyawa bioaktif seperti alkohol untuk menembus

membran sel bakteri, sehingga E. coli kurang peka terhadap senyawa bioaktif

tersebut, hal ini dapat dilihat dari perbedaan lebar zona hambat antara bakteri S.

aureus dan E. coli.

Sedangkan pada perlakuan macam konsentrasi tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata (F hitung < F tabel; α= 0,05). Hal ini kemungkinan

produk reduksi asam palmitat ini belum benar-benar murni seperti yang

digambarkan pada spektra FT-IR produk reduksi di atas. Selain itu juga,

kemungkinan konsentrasi uji yang dilakukan kurang tinggi, sehingga potensi

antibakteri yang dimiliki setil alkohol (produk reduksi) belum optimal. Namun,

dari grafik hubungan diameter zona hambat dan konsentrasi (gambar 3),

terlihat jelas aktivitas tertinggi dari konsentrasi setil alkohol yang diujikan

adalah pada konsentrasi 10% untuk S. aureus dengan lebar zona hambat

sebesar 2,33 mm, sedangkan untuk E. coli pada konsentrasi 6% dengan lebar

zona hambat sebesar 1,167mm tidak jauh beda pada konsentrasi 10% dengan

lebar zona hambat 1,00 mm. Hal ini kemungkinan disebabkan karena

konsentrasi yang diujikan untuk E.coli masih kurang optimal untuk

mengetahui konsentrasi optimum yang dapat menghambat pertumbuhan E.coli.

Page 32: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Reduksi asam palmitat menjadi setil alkohol dapat dilakukan

dengan sistem

NaBH4/ BF3.Et2O.

2. Produk reduksi (setil alkohol) memiliki aktivitas sebagai

antibakteri.

Berdasarkan analisa sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan,

aktifitas

antibakteri paling efektif pada bakteri S. aureus dibanding dengan

E. Coli, sedangkan perlakuan konsentrasi tidak menunjukkan

pengaruh yang nyata.

6.2 Saran

Berhati – hatilah dalam praktek.

Banyak belajar membaca grafik, agar mengetahui jenis larutan

apa yang sedang diteliti.

Bersikap serius saat praktikan

Mintalah bantuan asisten jika, tidak dapat melakukan praktek

Page 33: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)

DAFTAR PUSTAKA

Bibiana, W. dan Hastowo, S., 1992., Mikrobiologi, Rajawali Pers, Jakarta, hal.

47,

59.

Brooks, G.F., Butel, J. S. and Morse, S. A., 2001, Jawetz, Melnick &

Adelbergh’s: Mikrobiologi Kedokteran. Buku I, Edisi I, Alih bahasa: Bagian

Mikrobiologi, FKU Unair, Salemba Medika, Jakarta, hal. 224 – 235, 277 –

279, 317 – 359.

Budavari, S., O’Neil, Maryadele, J., Smith, A., and Heckelman, P. E., 1989, The

Merck Index: An Encyclopedia of Chemical, Drugs and Biological,

Eleventh edition, Merck & Co. Inc, New Jersey.

Cho, B.T. and Yoon, N.M., 1982, Convenient Procedure for the Reduction of

Carboxylic Acid via Acyloxyborohydrides, Bulletin of Korean

Chemical Society, Vol. 3, No. 4.

Cho, S., Park, Y., Kim, J., Falck, J.R., and Yoon, Y., 2004, Facile Reduction of

Carboxylic Acids, Ester, Acid Chlorides, Amides and Nitriles to

Alcohols or Amines Using NaBH4/BF3.Et2O, Bull. Korean Chem. Soc., 25

(3), 407 –

409.

Faatih, M., Aktivitas Anti-mikrobia kokon Attacus atlas, L., Jurnal Penelitian

Sains & Teknologi, Vol. 6, No. 1, 2005: 35 – 48.

Narasimhan, S. and Balakumar, R., 1998, Synthetic Applications of Zinc

Borohydride, Aldrichimica Acta, Vol. 31, No. 1.

Nester, E. W., Pearsall, N. A., Roberts, J. B., and Robert, C. E., 1982, The

Microbial Perspective, CBS College Publishing, USA, p. 30 – 32, 40, 186.

Pelczar, M. J. dan Chan, E. C. S., 1988, Dasar-dasar Mikrobiologi 2, Alih

bahasa: Hadioetomo, R. S., Imas, T., Tjitrosomo, S.S. dan Angka, S. L., UI

Press, Jakarta, hal. 456-537.

Pelczar, M. J. dan Chan, E. C. S., 2005, Dasar-dasar Mikrobiologi 1, Alih bahasa:

Hadioetomo, R. S., Imas, T., Tjitrosomo, S.S. dan Angka, S. L., UI

Press, Jakarta, hal. 5 - 6, 189 – 190.

Saeed, A. and , Ashraf, Z., 2006, Sodium borohydride reduction of aromatic

carboxylic acids via methyl esters, J. Chem. Sci., Vol. 118, No. 5, pp. 419–

423.

Page 34: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)
Page 35: Laporan Infra Merah (Genius Siregar)