laporan hasil studi lapang ipal bojongsoang

27
LAPORAN HASIL STUDI LAPANG PDAM KOTA BANDUNG UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG, KOTA BANDUNG, JAWA BARAT Tugas Akhir Mata Kuliah Manajemen Media Akuakultur Disusun Oleh : Sefti Heza Dwinanti C 151090211

Upload: zazaq

Post on 19-Jun-2015

3.061 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Hasil Studi Lapang ipal Bojongsoang

LAPORAN HASIL STUDI LAPANG PDAM KOTA BANDUNG UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)

BOJONGSOANG, KOTA BANDUNG, JAWA BARAT

Tugas Akhir Mata Kuliah Manajemen Media Akuakultur

Disusun Oleh :Sefti Heza Dwinanti

C 151090211

MAYOR ILMU AKUAKULTURSEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2010

Page 2: Laporan Hasil Studi Lapang ipal Bojongsoang

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pertumbuhan budidaya perikanan telah menyebabkan

peningkatan dalam penggunaan pakan dalam peningkatkan

produksi. Seiring dengan peningkatan jumlah pakan maka limbah

yang dihasilkan dari kegiatan budidaya itu sendiri juga

meningkat. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan akuakultur antara lain

nutrien dan sampah organik dari sisa pakan maupun feses serta bahan-bahan kimia

(antibiotik, desinfektan dll. yang digunakan pada usaha akuakultur).

Akuakultur adalah kegiatan untuk memproduksi biota (organisme ) akuatik

dilingkungan terkontrol dalam rangka mendapat keuntungan. Secara umum

akuakultur mencakup beberapa aspek antara lain manajemen produksi (benih dan

daging), manajemen pakan, manajemen kesehatan ikan dan manajemen

pengolahan air.

Kualitas air dalam kegiatan budidaya sangat berperan. Selain menjadi faktor

penentu terjadinya penyakit, kualitas air juga berperan dalam pertumbuhan ikan.

Parameter kualitas air yang umum diukur adalah pada saat pemeliharaan ikan.

Oksigen, pH, salinitas, alkalinitas, kandungan logam berat dan lainnya merupakan

faktor fisik-kimia perairan. Sebagai mana isu yang telah disebutkan, kegiatan

budidaya juga menghasilkan limbah. Limbah yang dihasilakan tersebut harus

dikelola sehingga aman untuk masuk ke dalam perairan umum.

Pada tingkat pencemaran yang rendah pada danau atau aliran sungai,

permasalahan akan dapat diatasi secara alami melalui proses yang dikenal sebagai

pulih diri (self purification). Pada proses pulih diri, cemaran organik akan

mengalami biodegradasi oleh flora mikroorganisma pada perairan tersebut dan

setelah waktu tertentu kondisi perairan pulih seperti semula. Jika kuantitas

pencemar dalam badan air cukup tinggi, proses pulih diri tidak dapat berlangsung

sempurna, perairan mungkin akan menjadi kekurangan oksigen (anoksik) dan

mati akibat tidak ada hewan atau tumbuhan air yang mampu hidup di dalamnya.

Pada kasus dimana kuantitas cemaran materi organik tinggi maka dapat dilakukan

proses bioaugmentasi dan/atau biostimulasi.

Page 3: Laporan Hasil Studi Lapang ipal Bojongsoang

Pencemaran perairan dapat menyebabkan gangguan yang serius pada hewan

akuatik, antara lain peningkatan frekuensi wabah penyakit, penghambatan

aktivitas beragam enzim, gangguan reproduksi dan sejumlah kelainan fisiologis

lainnya.

Dalam akuakultur penanganan masalah kualitas air dapat diselesaikan dengan

pendekatan teknologi bioremidiasi. Bioremediasi didefinisikan sebagai

penggunaan organisma hidup, terutama mikroorganisma, untuk mendegradasi

pencemar lingkungan yang merugikan ketingkat atau bentuk yang lebih aman.

Proses bioremediasi ini dapat dilakukan secara bioaugmentasi yaitu penambahan

atau introduksi satu jenis atau lebih mikroorganisma baik yang alami maupun

yang sudah mengalami perbaikan sifat (improved/genetically engineered strains),

dan biostimulasi yaitu suatu proses yang dilakukan melalui penambahan zat gizi

tertentu yang dibutuhkan oleh mikroorganisma atau menstimulasi kondisi

lingkungan sedemikian rupa (misalnya pemberian aerasi) agar mikroorganisma

tumbuh dan beraktivitas lebih baik.

Salah satu contoh aplikasi dari teknologi bioremediasi adalah sistem

pengolahan air kotor, IPAL Bojongsoang yang berada di Kabupaten Bandung. Di

tempat ini, air buangan domestik dari rumah tangga yang disalurkan melalui

perpipaan diolah dengan proses fisika dan kimia sebelum dibuang ke Sungai

Citarum. Dengan pengolahan ini, diharapkan tingkat pencemaran terhadap Sungai

Citarum tersebut dapat dikurangi.

.

I.2 Tujuan

Studi lapang ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) bertujuan untuk

melihat metode pengolahan limbah rumah tangga yang dilakukan oleh Perusahaan

Daerah Air Minum Kota Bandung.

Page 4: Laporan Hasil Studi Lapang ipal Bojongsoang

II. HASIL STUDI LAPANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH

(IPAL) BOJONGSOANG, KOTA BANDUNG

2.1 Deskripsi IPAL Bojongsoang

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang terletak di bojongsoang

merupakan instalasi yang mengolah air buangan rumah tangga yang disalurkan

melalui perpipaan. Instalasi ini untuk mengolah buangan domestik rumah tangga

yang berasal dari area wilayah Bandung Timur dan Bandung Tengah Selatan

dengan kapasitas pelayanan 400.000 jiwa. IPAL ini dibangun untuk mengurangi

tingkat pencemaran air sungai Citarum. Dengan adanya proses pengolahan limbah

domestik rumah tangga, kualitas air buangan yang dibuang ke sungai Citarum

tidak terlalu buruk.

Instalasi ini berlokasi di Kabupaten Bandung, yaitu di desa Bojongsari,

Kecamatan Bojongsoang. Luas area keseluruhan seluas 85 ha dengan system

pengolahan biologi yaitu kolam stabilisasi. IPAL ini merupakan instalasi

pengolahan air buangan domestik terbesar di Indonesia, bahkan mungkin di Asia

Tenggara.

Topografi dari IPAL Bojongsoang adalah sebagai berikut :

Lokasi : 12 Km dari Kota Bandung

Koordinat : 7-7,28 LS 107 0,14’ – 1070,16’ BT

Curah Hujan : 167 mm (thn 2004)

Rata-rata curah hujan : 15.18 hari/ bulan

Ketinggian : 675 m . dpl

Adapun sarana yang tersedia di lokasi ini meliputi :

1. Unit Instalasi Pengolahan Fisik

2. Kolam Stabilisasi

3. Sludge drying bed (bak pengering lumpur)

4. Laboratorium (temporary lab)

5. Gedung perkantoran

6. Mess operator

7. Gudang perlengkapan

8. Bengkel Instalasi

Page 5: Laporan Hasil Studi Lapang ipal Bojongsoang

9. Rumah jaga

10. Rumah dinas pengawas instalasi

11. Green House (ruang pengkondisian tanaman)

Fasilitas tersebut berada di lahan seluas 85 ha dengan pemanfaatan meliputi :

- Area kolam pengolahan yang terdiri dari 14 kolam seluas 62,5 ha

- Area perkantoran dan fasilitas lainnya seluas 22,5 ha

Gambar 1. Denah Lokasi Areal Instalasi Pengolahan Air Limbah Bojongsoang

Kapasitas maksimum dari IPAL adalah sebesar 243.000m3/hari dengan

pengolahan yang meliputi pengolahan fisiska dan biologi. Proses físika dilakukan

secara mekanik yang masing-masing mempunyai 3 buah alat untuk dipergunakan

secara bergantian secara periodik. Sedangkan proses biologi meliputi 3 tahap yang

mempunyai 2 set. Tahapan pengolahan air limbah pada IPAL Bojongsoang pada

masing-masing prosesnya adalah sebagai berikut.

Page 6: Laporan Hasil Studi Lapang ipal Bojongsoang

a. Unit Pengolahan Fisika

1. Saringan Kasar (Bar Screen) : untuk sampah berukuran besar (>50 mm).

Gambar 2. Saringan Kasar (Bar Screen)

2. Pompa ulir (Screw Pump) : untuk memompa air dari bak penampung ke Grit

Chamber

Gambar 3. Pompa ulir (Screw Pump)

Pompa ulir

(Screw Pump)

Page 7: Laporan Hasil Studi Lapang ipal Bojongsoang

3. Saringan Halus (Mechanical Bar Screen) : untuk menyaring sampah yang

dihasilkan oleh saringan halus.

Gambar 4. Saringan Halus (Mechanical Bar Screen)

4. Screening Press : untuk memadatkan sampah yang dihasilkan oleh saringan

halus.

Gambar 5. Screening Press

Saringan Halus

Screening Press

Page 8: Laporan Hasil Studi Lapang ipal Bojongsoang

5. Grit Chamber : Untuk memisahkan pasir dari air buangan yang pengoperasian

secara mekanik.

Gambar 6. Grit Chamber

6. Grit rake : untuk melakukan pengerukan pasir yang terkumpul pada Grit

Dischare Pocket.

Gambar 7. Grit rake

b. Unit Pengolahan Biologi

Unit pengolahan biologi berupa kolam-kolam pengolahan biologi yang terdiri

dari 2 set yaitu set A dan set B. Masing-masing memiliki 7 buah kolam untuk

setiap setnya. Setiap rangkaian kolam (set A dan set B) terdiri dari proses

Grit Chamber

Grit rake

Page 9: Laporan Hasil Studi Lapang ipal Bojongsoang

anaerobik, proses fakultatif dan proses maturasi yang akan dijelaskan sebagai

berikut.

1. Proses anaerobik

Proses anaerobik merupakan upaya penurunan bahan organik secara anaerobik

dengan bantuan mikroba anaerob. Karakteristik kolam anaerobik adalah sebagai

berikut.

Debit : 80.835 m3/hari

Beban volumetrik : 275 g BOD/m3/hari

BOD Influen : 360 mg/l

Total Beban Org : 20.100 kg BOD/hari

Waktu Detensi : 2 hari

Kedalaman kolam : 4 m

Luas Area : 4,04 ha

Temperatur : 22,5 oC

BOD Efluen : 144 mg/l

2. Proses Fakultatif

Proses fakultatif adalah upaya penurunan bahan organik secara anaerob dan

aerob untuk stabilisai air buangan. Karakteristik kolam fakultatif adalah sebagai

berikut.

Debit : 80.835 m3/hari

Beban volumetrik : 300 gr BOD/m3/hari

BOD Influen : 144 mg/l

Total Beban Org : 11.640 kg BOD/hari

Waktu Detensi : 5,6 - 7 hari

Kedalaman kolam : 2 m

Luas Area : 29,8 ha

Temperatur : 22,5 oC

BOD Efluen : 50 mg/l

3. Proses maturasi (pematangan)

Proses maturasi merupakan proses pematangan air buangan sebagai

penyempurnaan dari kualitas efluen akhir sesuai dengan standar baku mutu yang

Page 10: Laporan Hasil Studi Lapang ipal Bojongsoang

berlaku sebelum dibuang. Setelah pergi laginya ke badan air penerima (sungai).

Karakteristik kolam maturasi adalah sebagai berikut.

Debit : 80.835 m3/hari

Fecal coli : 5000 MPN/100 ml

BOD Influen : 50 mg/l

Waktu Detensi : 3 hari

Kedalaman kolam : 1,5 m

Luas Area : 32,2 ha

Temperatur : 22,5 oC

BOD Efluen : 30 mg/l

2.2 Kendala Dan Permasalahan Yang Ada di IPAL Bojongsoang

Gambar 8. Kendala Yang Dihadapi IPAL Bojongsoang Pada Perubahan Musim

Sementara itu permasalahan yang sering dihadapi di IPAL Bojongsoang antara

lain pencemaran limbah industri dan industri rumah tangga pada saluran air kotor,

akumulasi logam berat pada lumpur, campur tangan masyarakat pada IPAL

(penanaman ikan pada kolam, pengambilan air kolam dan kerusakan fasilitas

instalasi).

Page 11: Laporan Hasil Studi Lapang ipal Bojongsoang

III. PEMBAHASAN

Dari hasil pengamatan lapang yang telah dilakukan di IPAL Bojongsoang,

diperoleh beberapa informasi tentang pengolahan air limbah rumah tangga dari

area pelayanan Bandung Timur dan Bandung Tengah Selatan. Limbah adalah

buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun

domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis

limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air

buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water) (Wikipedia, 2010)

IPAL Bojongsoang memiliki tujuan untuk mengolah limbah rumah tangga dan

menurunkan tingkat pencemaran sungai-sungai di Kota Bandung. Adapaun jenis

buangan yang diolah oleh IPAL Bojongsoang antara lain buangan kamar mandi,

buangan dari dapur dan limbah pencucian. Limbah-limbah tersebut berasal dari

hotel, restoran, rumah sakit (non-medis), pertokoan dan lain-lain.

Sistem pengolahan air limbah di IPAL Bojongsoang terhitung konvensional.

Proses-prosesnya mengutamakan proses alami, tanpa bantuan teknologi yang

rumit dan tanpa bantuan bahan kimia aditif. IPAL seluas 85 hektar ini mengolah

air limbah melalui dua proses utama, yaitu proses fisik dan biologi. Proses fisik

memisahkan air limbah dari sampah-sampah, pasir, dan padatan lainnya sehingga

proses pengolahan biologi tidak terganggu. Proses biologi mengolah air limbah

sehingga parameter Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen

Demand (COD), Dissolved Oxygen (DO), kandungan bakteri Coli, kandungan

logam berat, dan lainnya yang memenuhi daya dukung lingkungan badan air di

mana air limbah yang sudah diolah ini akan dibuang. Berikut adalah skema dari

proses pengolahan limbah yang dilakukan oleh IPAL Bojongsoang.

Page 12: Laporan Hasil Studi Lapang ipal Bojongsoang

Gambar 9. Skema Proses Pengolahan Limbah oleh IPAL Bojongsoang.

Ditinjau dari kebutuhan oksigen dimana proses penguraian berlangsung secara

biologi , maka proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu proses aerob,

yang berlangsung dengan hadirnya oksigen dan proses anaerob, yang berlangsung

tanpa adanya oksigen. Berikut adalah diagram alir dari proses biologi pengolahan

limbah yang dilakukan oleh IPAL Bojongsoang

Gambar 10. Diagram Alir Proses Biologi di IPAL Bojongsoang

AN 1

F 1 F 2

AN 2 AN 3

INLET

M 1

M 2Sungai Citarum

Anaerobic

Facultatif

Maturation

Page 13: Laporan Hasil Studi Lapang ipal Bojongsoang

Kolam pengolahan biologi terdiri dari 14 kolam yang terdiri dari dua

kompartemen utama, kompartemen A dan kompartemen B. Jadi, masing-masing

kompartemen terdiri dari tujuh kolam yaitu, tiga kolam anaerob, dua kolam

fakultatif, dan dua kolam maturasi.

Menurut Sudarno dan D. Ekawati (2006) kolam anaerob beroperasi tanpa

adanya oksigen terlarut (DO) karena beban organik masih sangat tinggi, sehingga

bakteri membutuhkan banyak oksigen untuk menguraikan limbah organik. Kolam

ini dibuat dengan kedalaman yang tinggi dengan harapan kondisi anaerob benar-

benar terjadi karena dengan kedalaman kolam yang tinggi dan timbulnya scum

(busa) dipermukaan kolam memungkinkan tumbuhan alga tidak dapat hidup di

kolam ini agar tidak ada oksigen terlarut (DO = 0).

Pada kolam anaerobik terjadi proses sebagai berikut.

bakteriBahan organik gas metan + CO2 + H2O + gas H2S + bakteri baru

Menurut Mahajoeno, E, B. W. Lay, S. H. Sutjahjo, dan Siswanto (2008),

fermentasi anaerobik adalah proses perombakan bahan organik yang dilakukan

oleh sekelompok mikrobia anaerobik fakultatif maupun obligat dalam suatu

reaktor tertutup pada suhu 35-55oC. Perombakan bahan organik dikelompokkan

dalam empat tahapan proses, pertama bakteri fermentatif menghidrolisis senyawa

polimer menjadi senyawa sederhana yang bersifat terlarut. Kedua, monomer dan

oligomer dirombak menjadi asam asetat, H2, CO2, asam lemak rantai pendek dan

alkohol; tahap ini disebut pula tahap asidogenesis. Ketiga, disebut fase non-

metanogenik yang menghasilkan asam asetat, CO2 dan H2. Keempat, pengubahan

senyawa-senyawa tersebut menjadi gas metana oleh bakteri metanogenik. Proses

biokonversi metanogenik merupakan proses biologi yang sangat dipengaruhi oleh

faktor lingkungan, terutama suhu, pH, dan senyawa toksik. Secara keseluruhan

faktor yang mempengaruhi proses perombakan anaerob bahan organik pada

pembentukan biogas, mencakup faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik berupa

mikrobia dan jasad aktif, sedang faktor abiotik meliputi pengadukan, suhu, pH,

kadar substrat, kadar air, rasio C/N dan P dalam substrat, dan kehadiran bahan

toksik. Dengan kedalaman 6 m diharapkan O2 dan sinar matahari tidak sampai ke

dasar kolam, sehingga bakteri an-aerob dapat berkembang dan dapat melakukan

Page 14: Laporan Hasil Studi Lapang ipal Bojongsoang

penguraian bahan organik yang terdapat di dalam air limbah. Air limbah di kolam

pemeraman selama 30 – 40 hari.

Kolam fakultatif diberi aerasi berupa kincir. Pada kolam fakultatif tidak

terbentuk scum di lapisan atas kolam. Kondisi lumpur di kolam fakultatif sama

dengan kondisi di kolam anaerobik. Hal ini disebabkan karena pengenceran yang

dilakukan sehingga kondisi kolam cenderung bersifat aerob apalagi ditambah

dengan adanya aerasi. Di dasar kolam akumulasi lumpur yang tidak rata di

bagian-bagian tertentu dan di bagian lainnya terlihat encer. Hal ini memungkinkan

masih memungkinkan terdapatnya zona-zona anaerob. Sehingga pada kolam

fakultatif masih bisa ditemukan keduanya baik aerobik maupun anaerobik.

Tahap terakhir dari kolam stabilisasi adalah kolam maturasi atau disebut juga

kolam pematangan. Berhubung semakin rendahnya kandungan BOD5, maka

kondisi aerobik akan terwujud di seluruh bagian kedalam bak. Prinsip pengolahan

ini adalah bahan organik dioksidasi oleh bakteri aerobik dan fakultatif dengan

menggunakan oksigen yang dihasilkan oleh alga yang tumbuh disekitar

permukaan air. Pada kolam anaerobik terjadi proses sebagai berikut.

Bakteri fotosintetik dapat meng-gunakan karbon dioksida dan hidro-gen

sulfida untuk hidup dengan memecahkan dan menggunakan senyawa-senyawa

bersulfur tanpa menim-bulkan bau dan dapat menghasilkan zat gula bagi bakteri

heterotrofik (Hanifah , T. A, J. Christine dan T. T. Nugroho. 2001).

IPAL Bojongsoang memiliki kapasitas pengolahan 80.000 meter kubik air

limbah perhari. Namun, pemanfaatannya masih jauh di bawah itu. Air limbah

eksisting yang diolah hanya 40.000 meter kubik. Penyambungan sistem perpipaan

Page 15: Laporan Hasil Studi Lapang ipal Bojongsoang

air limbah Bandung Barat dan Bandung Utara ke sistem perpipaan menuju IPAL

Bojongsoang diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan IPAL Bojongsoang

sekaligus menurunkan beban pencemaran Sungai Citepus yang hingga sekarang

terus-menerus menerima air limbah yang tidak diolah dahulu dari pemukiman di

kawasan Bandung Barat dan Bandung Utara.

Pemahaman tentang karakteristik limbah sangat penting didalam

perancangan sebuah sistem pengelolaan limbah. Langkah pertama dalam

pengelolaan limbah adalah penghilangan bahan padat yang lebih besar (dapat

mengendap). Hal ini biasanya dilakukan dengan sistem penyaringan dan

menggunakan wadah atau kolam pengendapan. Langkah kedua adalah

menghilangkan bahan padatan yang lebih kecil (tersuspensi), dimana partikel ini

berukuran kurang dari 60 mikron, dan bahan nutrien terlarut. Hal ini dapat

dilakukan dengan menggunakan kolam penggosok, konstruksi lahan basah atau

hidrofonik.

Page 16: Laporan Hasil Studi Lapang ipal Bojongsoang

III. SUDUT PANDANG AKUAKULTUR TERHADAP IPAL

BOJONGSONAG, KOTA BANDUNG

Pertumbuhan budidaya perikanan telah menyebabkan kepada sebuah

peningkatan dalam penggunaan pakan untuk meningkatkan produksi. Limbah

yang dihasilkan dari penggunaan pakan pada budidaya perikanan akan menjadi

perhatian utama karena merupakan hasil produk buangan budidaya yang paling

tinggi.

Limbah hasil metabolisme dapat terbentuk menjadi dua

yaitu terlarut dan tersuspensi. Ketika menentukan jumlah limbah

yang akan dihasilkan oleh sebuah sistem budidaya, Jumlah pakan

yang digunakan pada sistem budidaya merupakan sebuah

sebuah faktor yang sangat penting. Pada sebuah tambak yang

dikelola dengan baik, Kira-kira sebanyak 30% dari jumlah pakan

yang digunakan akan menjadi limbah padat. Pemberian pakan

cenderung akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu.

Jadi, jumlah limbah sering lebih besar pada musim panas ketika

rata-rata pemberian pakan lebih tinggi. Disamping memilih

pakan yang berenergi tinggi untuk proses asimilasi yang lebih

besar, usaha pengelolaan limbah akan lebih efektif jika

difokuskan pada penghilangan limbah zat padat. Perlakuan yang

utama, atau penghilangan zat padat, harus dilakukan secepat

mungkin untuk mengurangi penguraian limbah tersebut.

Penguraian akan menyebabkan larutnya nutrien kedalam air.

Akumulasi limbah yang berlebihan diketahui sebagai penyebab

penyakit pada operasional budidaya ikan.

Pola arus air pada sebuah unit produksi sangat penting

untuk pengelolaan limbah karena arus yang lebih baik akan

meminimalisasi proses penguraian. penguraian feces ikan dan

membuat pengendapan lebih cepat dan memekatkan padatan

Page 17: Laporan Hasil Studi Lapang ipal Bojongsoang

yang dapat mengendap. Keadaan ini akan menjadi kritis karena

jumlah yang tinggi dari feces ikan yang tidak terurai dapat

dengan cepat ditangkap sehingga akan dengan cepat

mengurangi jumlah limbah organik terlarut (Mathhieu dan

Timmons, 1993). Sebuah pengurangan pada jumlah polusi ke

arah muara merupakan pencapaian terbaik dari pemindahan zat

padat pada bentuk yang dapat mengendap sebelum diuraikan

untuk konsumsi air umum. Dengan penyelesaian ke arah luar

muara, limbah padatan melindungi hewan-hewan benthos dan

mengurangi jumlah oksigen dimana akan mengurangi

biodiservitas dari sungai.

Limbah terlarut merupakan bagian lain dari limbah hasil

metabolisme. Limbah ini termasuk ke dalam bentuk dari

Kebutuhan Oksigen secara Biologi (KOB) dan Kebutuhan Oksigen

secara Kimiawi (KOK). KOB dipertimbangkan sebagai pengukuran

jangka panjang dari tingkat konsumsi oksigen. Karena KOB ini

tidak dapat diketahui hingga jauh hari setelah air meninggalkan

tambak. Di lain sisi, KOK merupakan pengukuran jangka pendek

karena kehilangan jumlah oksigen, untuk sebagian besar terjadi

didalam tambak. Limbah terlarut terdapat dalam beberapa

bentuk : ammonia, nitrit, nitrat (termasuk:Nitrogen), posfor dan

bahan organik lainnya. Ammonia, yang dikeluarkan melalui

insang, merupakan bentuk yang paling beracun dari nitrogen,

terutama ketika berada dalam bentuk tidak-terionisasi. Secara

umum terdapatnya bakteri akan merubah ammonia manjadi

bentuk kurang-beracun dimana digunakan oleh tumbuhan dan

algae untuk pertumbuhan. Penyediaan wilayah permukaan yang

lebih besar untuk tumbuh kembangnya bakteri autotrof

merupakan cara terbaik untuk merubah ammonia menjadi

bentuk sedikitberacun. Peningkatan pada bahan padatan

tersuspensi akan menghasilkan peningkatan pada BOD

(Alabaster, 1982). Inilah mengapa bagian terbesar dari bahan

Page 18: Laporan Hasil Studi Lapang ipal Bojongsoang

padatan mudah mengendap, dengan cepat dihilangkan, dapat

mengurangi bagian-bagian terlarut (BOD dan COD) dari limbah

dari tambak. Secara umum, semakin kecil partikel adalah

semakin cepat proses pelarutan berlangsung. Sebagian besar

dari zat padat yang dihasilkan dalam operasional budidaya

adalah partikel yang memiliki ukuran 30 mikron atau kurang

(Boardman et al., 1998; Chen et al., 1993). Partikel dengan

ukuran kecil juga membutuhkan waktu lama untuk terjadinya

pengendapan. Posfor yang ditemukan pada pakan ikan dan

terpecah menjadi bentuk yang dapat lebih digunakan (Posfat)

melalui proses dekomposisi. Pada air dengan kandungan nutrisi

terbatas, Posfor dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah

benthos dan plankton pada aliran air. Pada air tawar, posfor

selalu berada dalam jumlah terbatas untuk produktivitas. Dalam

beberapa kasus, posfor dan nitrogen memberikan kontribusi

kepada terjadinya Eutrofikasi pada lapisan air dengan

mendukung pertumbuhan algae dan tumbuhan. Pengelola

sumber air harus fokus kepada pengurangan jumlah Posfor dan

Nitrogen pada lapisan air ketika mencoba untuk meningkatkan

kualitas air.Proses pemijahan ikan terjadi secara rutin pada

sebuah tambak. Selama masa pemanenan telur dan

pembersihan bak atau kolam akan meningkatkan jumlah limbah

yang dilepaskan. Pada bagian tertentu, sebanyak 25% air yang

mengalir dari kolam secara umum mengandung sebagian besar

berupa limbah metabolisme dan patogen. Pembersihan secara

teratur akan mengurangi limbah terlarut pada saluran keluar dari

tambak.

Unit pengolahan air sering menggunakan beberapa bentuk

bahan desinfektan untuk mengurangi jumlah parasit, bakteri dan

partikel virus yang mengalir dari keluar dari Unit tersebut.

Tambak ikan dapat berkontribusi terhadap peningkatan jumlah

mikroorganisme patogen. Ada tiga cara yang sering digunakan

Page 19: Laporan Hasil Studi Lapang ipal Bojongsoang

untuk mengurangi mikroorganisme patogen dari air, yakni

Klorinasi, radiasi ultraviolet, dan Ozonisasi. Radiasi UV terdapat

didalam sebuah bilik dan tidak berbahaya untuk hidup di muara

unit pengolahan. Namun baik Ozon maupun klorinasi keduanya

merupakan pengoksidasi kuat dan menjadi bertanggung jawab

terhadap kematian ikan dikarnakan jumlah yang berlebihan

didalam air.

Terkait dengan penjelasan diatas, IPAL Bojongsoang

memberikan alternatif terhadap bentuk pengolahan limbah yang

dapat dilakukan pada sistem budidaya perikanan. Dilihat dari

efektifitas dan nilai ekonomi yang ditawarkan oleh IPAL

Bojongsoang terhadap bentuk pengolahan limbah secara

konvensional dimana memerlukan lahan yang luas dan sangat

bergantung pada alam, metode pengolahan limbah tersebut

sangat sulit diterpakan pada sistem budidaya intensif.

Sementara itu limbah akuakultur dapat juga dimanfaatkan pada

banyak cara yang sama dimana limbah pertanian digunakan

untuk mengembangkan tanah untuk meningkatkan produksi

panen. Hukum negara tidak mengijinkan penggunaan dari limbah

budidaya perikanan hingga limbah budidaya perikanan tersebut

dengan tegas diklasifikasikan sebagai limbah pertanian dan

bukan limbah industri. Pilihan lain untuk pemanfaatan limbah

termasuk dari produksi tanaman hidrofonik atau pembuatan

pupuk kompos untuk keperluan berkebun.

DAFTAR PUSTAKA

Alabaster, J.S. (1982) A survey of fish farm effluents in some EIFAC Countries. Silkeborg, Denmark, 26-28 May 1981. European Island Fisheries Advisory Commission, Technical paper No.41:5-20.

Boardman, G. D., Maillard, V., Nyland, J., Flick, G., dan Libey, G. S. (1998) Final Report: The Characterization,Treatment and Improvement of

Page 20: Laporan Hasil Studi Lapang ipal Bojongsoang

Aquacultural Effluents. Departments of Civil and Environmental Engineering, Food Science and Technology, and Fisheries and Wildlife Sciences. VPI and SU Blacksburg, VA 24061

Chen, S., Timmons, M. B., Aneshansley, D. J., dan Bisogni, Jr., J. J., 1993. Suspended solids characteristics from recirculating aquacultural systems and design implications. Aquaculture, 112, 143-155. Environmental Protection Agency – Office of Research and Development –Manual: Constructed Wetlands Treatment of Municipal Wastewaters, EPA/625/R-99/010; September 2000

Marsono. D. B., 1999, “Teknik Pengolahan Air Limbah secara Biologis”, Media Informasi Alumni Teknik Lingkungan ITS: Surabaya

Hanifah , T. A, J. Christine dan T. T. Nugroho. 2001. PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TAPIOKA DENGAN TEKNOLOGI EM (EFFECTIVE MIKROORGANISMS). Jurnal Natur Indonesia III (2): 95 - 103 (2001)

Mathieu, F. dan Timmons, M. B. (1995) Techniques for Modern Aquaculture. J. K. Wang (ed.), American Society of Agricultural Engineers, St. Joseph, MI National Small Flows Clearinghouse Constructed Wetlands and Aquatic Plant Systems for Municipal Wastewater Treatment. Design Module Number 38

Sudarno dan D. Ekawati. 2006. ANALISIS KINERJA SISTEM INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA KOTA MAGELANG. Jurnal PRESIPITASI. Vol.1 No.1 September 2006, ISSN 1907-187X

Staf PDAM IPAL Bojongsoang. 2009. Diktat kunjungan lapang IPAL Bojongsoang PDAM Kota Bandung. BPAK Kota Bandung