laporan hasil penelitian - … p… · sisi dengan pedagang barang-barang kebutuhan pokok pada sisi...
TRANSCRIPT
i
LAPORAN HASIL PENELITIAN
PERANAN PEMKO MEDAN DALAM UPAYA PENGENDALIAN INFLASI DAERAH
DI KOTA MEDAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PEMERINTAH KOTA MEDAN
TAHUN 2012
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KOTA MEDAN
BIDANG EKONOMI DAN KEUANGAN DAERAH
TAHUN ANGGARAN 2012
ii
ABSTRAK
Laju inflasi di kota Medan dalam kurun waktu tahun 2000-2011 relatif sangat fluktuatif, dengan rata-rata 8,48%. Bila dibandingkan dengan tingkat inflasi secara nasional, maka rata-rata inflasi kota Medan lebih tinggi dari inflasi nasional Laju inflasi kota Medan periode 2000 – 2011 berdasarkan kelompok barang didominasi oleh bahan makanan, kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar, kelompok jasa pendidikan, rekreasi dan olah raga serta kelompok jasa transportasi dan komunikasi.
Dari hasil penelitian yang di dapat secara kualitatif dengan menggunakan regressi linier berganda dengan menggunakan 3 variabel bebas, yaitu konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G) maka nilai koefisien determinasi (R2) yang di adjusted sebesar 0,708. Artinya 70,8% variabel C,I dan G mampu menjelaskan variabel inflasi kota Medan, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model. Tingkat konsumsi (C) berpengaruh secara positif dan signifikan atau (t=3,492 pada α= 5%) terhadap laju inflasi. Variabel investasi (I) berpengaruh secara positif dan signifikan (t=3,917 pada α= 5%) terhadap laju inflasi . Variabel pengeluaran pemerintah pemerintah kota Medan (G) berpengaruh secara positif dan signifikan (t=3,170 pada α= 10%).
Secara kuantitatif dilihat dari persepsi masyarakat kota Medan baik rumahtangga maupun pelaku bisnis.Lebih dari 90% responden merasakan adanya inflasi yang tinggi dalam 6 bulan terakhir dan merasakan penurunan pendapatan riil. Inflasi tertinggi dirasakan pada kelompok bahan makanan, disusul dengan kelompok transportasi dan komunikasi serta kelompok perumahan, listrik dan bahan bakar.Hampir seluruh responden menyatakan bahwa program pemko Medan berupa pasar murah dapat membantu mengendalikan inflasi. Hampir 80% responden memprediksi akan terjadi kenaikan laju inflasi dalam 6 bulan mendatang. 44,76% dari responden menyatakan perekonomian kota Medan lebih baik pada masa mendatang.
Dari sisi pelaku bisnis, lebih dari 97% merasakan adanya inflasi yang tinggi dalam 6 bulan terakhir. Lebih dari 90% responden menyatakan tingkat keuntungan yang diperoleh berkurang selama 6 bulan terakhir. Lebih dari 80% responden menyatakan pemko Medan dapat membantu mengendalikan kenaikan flasi dan salah satu caranya lewat pasar murah.Responden menyatakan kelompok barang yang mengalami inflasi dalam 6 bulan terakhir, diurutan tertinggi pada kelompok jasa transportasi dan komunikasi, kelompok perumahan, air, listrik dan bahan baku (kedua) dan bahan makanan (ketiga).Lebih dari 85% responden memperkirakan dalam 6 bulan kedepan inflasi akan mengalami kenaikan dan responden memperkirakan tingkat keuntung mereka akan mengalami penurunan. teringgi pada kelompok jasa transportasi dan komunikasi, (kedua) bahan makanan dan (ketiga) kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar. Untuk 6 bulan ke depan inflasi yangHampir 80% dari responden memprediksi pemko Medan dapat membantu mengendalikan inflasi.
iii
ABSTRAK
Laju inflasi di kota Medan dalam kurun waktu tahun 2000-2011 relatif sangat fluktuatif, dengan rata-rata 8,48%. Bila dibandingkan dengan tingkat inflasi secara nasional, maka rata-rata inflasi kota Medan lebih tinggi dari inflasi nasional Laju inflasi kota Medan periode 2000 – 2011 berdasarkan kelompok barang didominasi oleh bahan makanan, kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar, kelompok jasa pendidikan, rekreasi dan olah raga serta kelompok jasa transportasi dan komunikasi.
Dari hasil penelitian yang di dapat secara kualitatif dengan menggunakan regressi linier berganda dengan menggunakan 3 variabel bebas, yaitu konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G) maka nilai koefisien determinasi (R2) yang di adjusted sebesar 0,708. Artinya 70,8% variabel C,I dan G mampu menjelaskan variabel inflasi kota Medan, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model. Tingkat konsumsi (C) berpengaruh secara positif dan signifikan atau (t=3,492 pada α= 5%) terhadap laju inflasi. Variabel investasi (I) berpengaruh secara positif dan signifikan (t=3,917 pada α= 5%) terhadap laju inflasi . Variabel pengeluaran pemerintah pemerintah kota Medan (G) berpengaruh secara positif dan signifikan (t=3,170 pada α= 10%).
Secara kuantitatif dilihat dari persepsi masyarakat kota Medan baik rumahtangga maupun pelaku bisnis.Lebih dari 90% responden merasakan adanya inflasi yang tinggi dalam 6 bulan terakhir dan merasakan penurunan pendapatan riil. Inflasi tertinggi dirasakan pada kelompok bahan makanan, disusul dengan kelompok transportasi dan komunikasi serta kelompok perumahan, listrik dan bahan bakar.Hampir seluruh responden menyatakan bahwa program pemko Medan berupa pasar murah dapat membantu mengendalikan inflasi. Hampir 80% responden memprediksi akan terjadi kenaikan laju inflasi dalam 6 bulan mendatang. 44,76% dari responden menyatakan perekonomian kota Medan lebih baik pada masa mendatang.
Dari sisi pelaku bisnis, lebih dari 97% merasakan adanya inflasi yang tinggi dalam 6 bulan terakhir. Lebih dari 90% responden menyatakan tingkat keuntungan yang diperoleh berkurang selama 6 bulan terakhir. Lebih dari 80% responden menyatakan pemko Medan dapat membantu mengendalikan kenaikan flasi dan salah satu caranya lewat pasar murah.Responden menyatakan kelompok barang yang mengalami inflasi dalam 6 bulan terakhir, diurutan tertinggi pada kelompok jasa transportasi dan komunikasi, kelompok perumahan, air, listrik dan bahan baku (kedua) dan bahan makanan (ketiga).Lebih dari 85% responden memperkirakan dalam 6 bulan kedepan inflasi akan mengalami kenaikan dan responden memperkirakan tingkat keuntung mereka akan mengalami penurunan. teringgi pada kelompok jasa transportasi dan komunikasi, (kedua) bahan makanan dan (ketiga) kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar. Untuk 6 bulan ke depan inflasi yangHampir 80% dari responden memprediksi pemko Medan dapat membantu mengendalikan inflasi.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. iv
BAB I PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.1 Latar Belakang Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . 1
1.2 Dasar Hukum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . . . . . . . 5
1.3 Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . . . . . . . 6
1.4 Tujuan Studi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . . . . . . . . 6
1.5 Sasaran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
BAB II TINJAUAN TEORITIS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . 8
2.1 Pengertian Inflasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . . . . . . 8
2.2 Teori Inflasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . . . . . . 9
2.3 Jenis Inflasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . . . . . . 10
2.4 Dampak Inflasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . . . . . . 12
2.3 Penelitian Terdahulu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . . . . 13
2.6 Hipotesa Studi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . . . . . 14
BAB III METODE PENELITIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . . 15
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . 15
3.2 Jenis dan Suber Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . . . 15
3.3 Tehnik Pengambilan Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . 15
3.4 Model Analisa Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . . 16
3.5 Sampel Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . . . . . 19
v
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . 20
4.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Medan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … . 20
4.2 Penduduk dan Tenaga Kerja . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . 22
4.3 Kondisi Ekonomi Makro . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . . . . 24
4.4 Analisa Kwalitatif dan Kwantitatif Perkembangan Inflasi Kota Medan 28.
4.4.1 Analisa Kwalitatif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28
4.4.2 Analisa Kwantitatif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36
BAB V ANALISIS PERSEPSI RESPONEN TERHADAP KONDISI INFLASI
DAN PEREKONOMIAN KOTA MEDAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40
5.1 Persepsi Responden Rumah Tangga (household) Kota Medan terhadap Inflasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40
5.2 Persepsi Responden Bisnis Kota Medan terhadap Inflasi . . . . . . . . . . . 62
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 82
6.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 82
6.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 85
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Inflasi merupakan fenomena atau peristiwa ekonomi secara makro yang dapat
menggambarkan aktivitas dan pencapaian yang dicapai oleh kegiatan ekonomi, baik di
suatu wilayah ataupun di suatu negara. Fenomena ekonomi seperti inflasi, tidak mungkin
dihindari, melainkan bagaimana cara pemerintah mampu mengendalikan gejolak inflasi
yang tinggi dan tidak stabil, agar menjadi relatif lebih rendah dan tetap stabil. Laju inflasi
selain merupakan indikator utama untuk melihat kinerja ekonomi suatu daerah atau
negara, juga merupakan target yang akan dicapai pemerintah, karena salah satu asumsi
dasar dalam menyusun nota keuangan negara dalam bentuk APBN pada tiap tahunnya
juga mengacu pada seberapa besar target inflasi yang akan dicapai pada tahun tersebut.
Jadi laju inflasi harus dapat dikendalikan oleh pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia
yang telah diamanahkan dalam undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Tugas dan
Tanggungjawab Bank Indonesia.
Faktanya, tidaklah mungkin hanya Bank Indonesia yang dapat mengendalikan
laju inflasi, tapi yang lebih penting lagi adalah apa yang sudah menjadi target oleh
Pemerintah, maka Bank Indonesia harus dapat menjaga stabilitasnya. Oleh karena itu
Bank Indonesia bersama-sama dengan Pemerintah Pusat sampai dengan Pemerintah
Propinsi serta Kota dan Kabupaten selalu bekerjasama dan berkoordinasi dalam
mengendalikan laju inflasi , terutama pada kondisi peak season (Bulan Ramadhan dan
Hari Raya) dimana laju inflasi menjadi lebih cepat naik dan selalu terjadi pada setiap
tahunnya. Hal ini dikarenakan adanya gap expectation di pasar antara konsumen di satu
sisi dengan pedagang barang-barang kebutuhan pokok pada sisi lainnya.
Kenaikan harga barang secara keseluruhan yang sering kita sebut sebagai inflasi
memiliki dampak yang kuat terhadap perekonomian. Kenaikan harga barang dapat
disebabkan karena beberapa faktor diantaranya jumlah uang yang beredar di masyarakat
2
cukup banyak, kelangkaan sumber daya yang akan menyebabkan naiknya impor barang
tersebut, dan masih banyak lagi sebab yang lainnya. Kebijakan Bank Indonesia di dalam
mengendalikan inflasi diantaranya dengan mengurangi jumlah uang yang beredar dan
menaikkan tingkat suku bunga.
Tujuan Bank Indonesia sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang
yaitu menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam rangka mencapai tujuan
tersebut Bank Indonesia mempunyai tugas utama yakni menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur
dan mengawasi perbankan. Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter tersebut, Bank Indonesia berwenang menetapkan sasaran moneter dengan
memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Tingkat inflasi mencerminkan kenaikan harga barang-barang secara umum.
Inflasi dipengaruhi oleh banyak faktor yang secara garis besarnya dibagi menjadi dua
yakni tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Bank
Indonesia sebagai otoritas moneter hanya mampu untuk mempengaruhi inflasi dari sisi
permintaan, yang lazim disebut dengan inflasi inti (core inflation) atau underlying
inflation, yang bersifat permanen dan persisten. Tingkat inflasi inilah yang menjadi acuan
Bank Indonesia dalam menetapkan kebijakan moneter. Dalam merumuskan kebijakan
moneter, Bank Indonesia menggunakan inflasi inti sebagai sasaran operasional
dikarenakan inflasi inti dapat memberikan signal yang tepat dalam memformulasikan
kebijakan moneter. Melalui inflasi inti, Bank Indonesia akan mengetahui kecenderungan
inflasi yang bersifat jangka menengah dan jangka panjang. Kemudian melalui inflasi,
akan diperoleh informasi mengenai inflasi jangka pendek yang belum tentu direspons
dengan kebijakan suku bunga.
Inflasi non inti (non core inflation) secara definisi dapat diartikan bahwa inflasi
terjadi karena adanya gangguan dari sisi penawaran (supply side) dan berada di luar
kendali otoritas moneter, bersifat sesaat (temporary) atau sering disebut noises inflation.
Terhadap inflasi non inti tersebut, kebijakan moneter yang diambil oleh Bank Indonesia
tidak akan berdampak apa-apa dalam perekonomian, karena yang diperlukan adalah
3
kebijakan lain yakni kebijakan fiskal dan sektor riil. Dimana kebijakan ini sangat
responsif terhadap perekembangan ekonomi yang sedang dihadapi.
Jadi, pada kondisi ekonomi tersebut, koordinasi antar lembaga menjadi sangat
penting dalam menangani inflasi non inti. Sebagai contoh, respon kebijakan terhadap
kenaikan inflasi yang disebabkan oleh tindak kriminal penimbunan oleh oknum tertentu
jelas berbeda dengan kasus inflasi yang disebabkan oleh depresiasi nilai rupiah. Kenaikan
inflasi karena tindak kriminal spekulasi harus ditindaklanjuti dengan upaya
pemberantasan spekulan atau meninjau kembali kebijakan tata niaga. Contoh lain,
kenaikan inflasi (naiknya harga) karena pasokan terganggu akibat serangan hama wereng
atau tikus, jelas harus direspon dengan upaya dinas-dinas terkait untuk menemukan cara
efektif untuk memberantas hama.
Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi
yang tinggi dan berkesinambungan. Inflasi daerah yang mempunyai kontribusi yang
relatif besar yakni sebesar 73 persen dari inflasi. Sumber tekanan inflasi di daerah sangat
tergantung dan dipengaruhi oleh karakteristik daerah masing-masing. Dengan
mempertimbangkan besarnya kontribusinya serta dalam rangka mendukung pencapaian
sasaran inflasi nasional, pengendalian inflasi di daerah merupakan sebuah keharusan dan
bukan hanya menjadi tanggung jawab Bank Indonesia melainkan juga kebutuhan dari
Pemerintah Daerah dan institusi terkait di daerah, khususnya inflasi yang disebabkan oleh
gangguan penawaran.
Demikian juga halnya dengan Pemerintah Kota Medan (selanjutnya disebut
dengan Pemko Medan) memiliki peranan yang cukup penting dalam hal membantu Bank
Indonesia untuk mengendalikan laju inflasi yang terjadi dalam perekonomian kota Medan
khususnya sektor ekonomi riil. Pemerintah Kota Medan dan Propinsi Sumatera Utara
merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat di daerah yang secara integratif
dapat mengendalikan laju inflasi secara bersama-sama dengan cakupan wilayah didaerah,
sehinggga pengendalian inflasi secara nasional dapat terwujud seperti yang telah
ditargetkan oleh pemerintah. Sedangkan pengendalian inflasi di sektor moneter
merupakan wewenangnya Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, melalui instrumen
4
kebijakan moneter yang dipilih oleh Bank Indonesia sendiri agar mampu mengendalikan
laju inflasi.
Propinsi Sumatera Utara merupakan propinsi yang aktivitas ekonominya paling
besar di Pulau Sumatera dan di Luar Pulau Jawa, karena dapat dilihat dari nilai Produk
Domestik Bruto (PDB) yang dihasilkan masuk 6 besar nasional setelah DKI Jakarta,
Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah, maka Propinsi Sumatera Utara di no urut ke 6
setelah Propinsi Riau. Nilai Ekonomi Riau jika dilihat dari PDRB nya lebih besar
dibanding Sumatera Utara, hal ini disebabkan oleh total produksi dari Migas yang masih
cukup besar dihasilkan oleh propinsi tersebut. Beda denga Sumatera Utara yang benar-
benar merupakan potensi lokal di luar minyak dan gas bumi, dengan kata lain nilai PDRB
dihasilkan dari sumberdaya alam yang dapat diperbaharui.
Dari 33 Kota dan Kabupaten di Sumatera Utara, maka roda penggerak ekonomi di
luar sektor primer, adalah perekonomian kota Medan, sehingga Kota Medan sering
menyumbangkan inflasi yang cukup tinggi untuk Sumatera Utara. Aktivitas ekonomi
untuk sektor sekunder seperti konstruksi serta pelistrikan cukup besar kontribusi yang
dihasilkan dalam membentuk produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Medan.
Selain itu sektor industri, perdagangan hotel dan restoran serta jasa lembaga keuangan
menjadi kontribusi berikutnya yang sangat besar menyumbang PDRB kota Medan.
Denyut nadi aktivitas ekonomi akan selalu diamati dan kemudian harus dapat
dikendalikan, sehingga laju inflasi yang terjadi dalam proses aktivitas tersebut tidak
menjadi tinggi, dan sangat fluktuatif. Kondisi ini dapat merugikan semua orang karena
inflasi yang tinggi justru akan membuat pendapatan riil dari masyarakat menurun,
keuntungan riil dari perusahaan juga dapat menurun dan pada akhirnya tingkat
kesejahteraan masyarakat dan pengusaha mengalami penurunan juga. Tabel 1.1 dibawah
ini akan menunjukkan angka inflasi untuk Indonesia,Sumatera Utara dan 4 kota utama
lainnya yang ada di Sumatera Utara, sebagai berikut :
5
Tabel 1.1. Rata-rata Laju Inflasi di Indonesia, Propinsi Sumatera Utara
dan 4 Kota Utama Sumatera Utara Tahun 2007 -2011 (dalam persen)
P. Sidempuan
Sumber: www.bps.go.id
Dari tabel di atas terlihat bahwa inflasi di kota Medan untuk tahun 2007 sampai
2009 relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi untuk Sumatera Utara maupun
nasional (Indonesia). Namun untuk tahun 2010 inflasi kota Medan relatif lebih tinggi dari
nasional. Hal ini dipicu oleh kenaikan harga bahan makanan dan dampak kenaika dari
harga minyak internasional. Sedangkan bila dibandingkan dengan tiga kota lain yang ada
di Sumatera Utara, maka inflasi di kota Medan relatif lebih rendah, karena kota Sibolga,
Padang Sidempuan dan Pematang Siantar cukup jauh dari kota Medan. Sementara itu,
pusat distribusi barang-barang konsumsi berada di Medan, sehingga biaya angkut relatif
lebih mahal untuk sampai ke kota-kota tersebut, dengan kata lain semakin jauh dari pusat
aktivitas ekonomi dan distribusi, maka biaya pembelian barang akan menjadi mahal,
karena nada biaya transportasi. Permasalahan biaya angkut atau biaya distribusi barang
ini yang sering menjadi kontribusi naikya angka inflasi, jadi bagi penduduk yang
tinggalnya dikawasan yang makin jauh dari pusat kegiatan ekonomi, maka akan makin
menanggung biaya distribusi makin mahal, sehingga biaya kebutuhan hidup sehari-
harinya makin tinggi. Pada akhirnya tingkat kesejahteraan penduduk tersebut makin
rendah.
1.2. Dasar Hukum
Adapun landasan hukum yang melatarbelakangi kegiatan studi ini adalah :
1. Undang-undang No. 25 Tahun 2000, tentang Program Pembangunan Nasional
(PROPENAS).
6
2. Undang-undang No. 18 Tahun 2002 tentang, Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan dan Penetapan IPTEK.
3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah.
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.20 Tahun 2011, tentang Pedoman Penelitian
dan Pengembangan di Lingkungan Kementrian Dalam Negeri dan Pemerintahan
Daerah.
5. Peraturan Walikota Medan Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan
Penyusunan Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah Kota Medan Tahun 2012.
1.3. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diambil dalam kegiatan studi ini adalah:
1. Bagaimana pola inflasi yang terjadi dalam perkembangan ekonomi di Kota
Medan?
2. Kelompok barang apa saja yang dominan terhadap inflasi di Kota Medan?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi inflasi di kota Medan?
4. Bagaimana persepsi masyarakat dan stakeholder pelaku ekonomi di kota Medan
tentang peranan Pemerintah Kota Medan dalam mengendalikan laju inflasi di kota
Medan?
1.4. Tujuan Studi
Adapun tujuan yang akan dicapai dari kegiatan studi ini yakni:
1. Untuk melakukan identifikasi tentang pola inflasi yang terjadi di Kota Medan.
2. Untuk mengetahui kelompok barang apa saja yang mendominasi inflasi di Kota
Medan.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di kota di Kota
Medan.
7
4. Untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang persepsi masyarakat dan para
stakeholder pelaku ekonomi di Kota Medan tentang peranan dari Pemerintah Kota
Medan dalam mengendalikan laju inflasi di Kota Medan.
1.5. Sasaran Studi
Adapun sasaran-sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan studi ini berupa:
1. Dapat membuat kebijakan yang optimal berdasrkan survey kelapangan untuk
melihat persepsi dan ekspektasi masyarakat tentang Peranan dari Pemerintah Kota
Medan dalam mengendalikan laju inflasi di Kota Medan.
2. Membuat referensi terbuka bagi para pemangku kepentingan dalam mengakses
data ekonomi makro kota Medan, khususnya kajian untuk laju inflasi dalam
perkembangan perekonomian kota Medan.
3. Memberikan saran yang kongkrit untuk membuat disain kebijakan bagi
Pemerintah Kota Medan dalam rangka meningkatkan peranannya dalam upaya
mengendalikan laju inflasi di pasar-pasar barang kebutuhan sehari-hari.
8
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Pengertian Inflasi
Banyak ragam pengertian tentang inflasi yang ditemukan dalam literatur ekonomi.
Keanekaragaman pengertian tersebut terjadi karena demikian luasnya pengaruh inflasi
terhadap berbagai sektor perekonomian. A.P. Lehner mendefinisikan inflasi sebagai
keadaan terjadi kelebihan permintaan (Excess Demand) terhadap barang-barang dalam
perekonomian secara keseluruhan (Anton H Gunawan, 1991). Ackley mendefinisikan
inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus-menerus dari barang dan jasa secara
umum. Boediono (1995) menjelaskan inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga
untuk naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga pada satu atau dua barang
saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali apabila kenaikan tersebut meluas atau
mengakibatkan kenaikan jarga sebagian besar dari barang-barang lain.
Inflasi merupakan masalah yang selalu dihadapi dalam setiap perekonomian. Dari
sisi penawaran (supply side), produsen membutuhkan laju inflasi karena adanya kenaikan
harga yang pada gilirannya merupakan stimulasi dalam memproduksi barang dan jasa.
Sebaliknya dari sisi permintaan (demand side), konsumen merasa sangat dirugikan
apabila laju inflasi cukup tinggi dan sangat fluktuatif, yang pada gilirannya akan
mengurangi pendapatan riil dari konsumen tersebut, sehingga konsumen merasa tingkat
kesejahteraannya semakain menurun akibat tingginya laju inflasi. Jadi laju inflasi
dibutuhkan pada level yang rendah dan relatif stabil dari waktu ke waktu sehingga
perekonomian dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan semua pihak.
Inflasi juga merupakan salah target dan indikator utama dalam kinerja ekonomi
disuatu negara atau wilayah, sehingga inflasi akan menjadi acuan dalam mentukan
perencanaan ekonomi yang akan dijalankan, seperti besarnya nilai subsidi, penentuan
rencana keuangan negara (APBN), pemilihan instrumen kebijakan oleh Bank Indonesia,
9
kebijakan sektor perdagangan, bahkan perencanaan bisnis (busisiness plan) oleh pelaku
pasar yakni perusahaan-perusahaan.
2.2. Teori Inflasi
Ada berbagai teori atau pandangan yang berkembang mengenai faktor-faktor
penyebab timbulnya inflasi serta bagaman cara-cara yang ditempuh dalam mengatasi
tingginya laju inflasi yang terjadi dalam perekonomian, antara lain dikemukanan dalam
(Tajul Khalwaty,2000):
2.2.1. Pandangan Kaum Klasik dan Moneteris
Kaum Klasik mengatakan bahwa inflasi adalah sama dengan pertumbuhan uang
beredar dkurangi pertumbuhan output.Artinya penyebab utama timbulnya inflasi atau
kenaikan harga adalah pertumbuhan jumlah uang beredar. Hal ini didasarkan asumsi
bahwa kecepatan perputaran uang tetap dan perekonomian berada dalam tingkat
kesempatan kerja penuh.
Hal yang serupa juga dikemukakan oleh kaum Moneteris yang menyatakan bahwa
inflasi itu sebagai fenomena moneter dan kecepatan perputaran uang adalah
konstan.Perbedaan a ntara kaum Moneteris dan Klasik adalah bahwa menurut Moneteris
pertumbuhan uang beredar berpengaruh juga terhadap output dan kesempatan kerja. Jadi
tidak hanya berpengaruh terhadap tingkat harga sebagaimana yang dikemukakan oleh
kaum Klasik.
2.2.2. Pandangan Keynes
Menurut Keynes, jumlah uang beredar bukanlah satu-satunya faktor penentu
kenaikan tingkat harga. Banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi kenaikan tingkat
harga, seperti pengeluaran konsumsi masyarakat, pengeluaran investasi, pengeluaran
pemerintah dan pajak, juga besarnya impor barang yang membanjiri pasar domestik.
2.2.3. Pandangan Aliran Ekspektasi Rasional
Aliran ini juga memandang inflasi sebagai suatu fenomena ekonomi di bidang
moneter, namun mereka juga percaya bahwa perubahan yang bersifat antisipatif di dalam
10
jumlah uang beredar akan memberikan pengaruh terhadap tingkat harga dan tidak
terhadap tingkat output.
2.2.4. Pandangan Kaum Strukturalis
Kaum Strukturalis mengatakan bahwa inflasi merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindarkan oleh perekonomian yang sedang berkembang. Artinya inflasi merupakan
sesuatu yang melekat di dalam proses pembangunan ekonomi itu sendiri. Inflasi terjadi
karena terdapatnya sejumlah kendala atau kekakuan struktural di dalam perekonomian.
Kendala tersebut dapat berupa kendala penawaran bahan pangan yang bersifat inelastis,
kendala devisa maupun kendala fiskal.
2.3. Jenis-jenis Inflasi
Berdasarkan pada jenis Inflasi, maka inflasi akan dapat dikelompokkan
berdasarkan sudut pandang sebagai berikut (Iskandar Putong, 2008) :
2.3.1. Berdasarkan pada Asal Inflasi
Berdasarkan pada asal terjadinya inflasi, maka akan dapat dibedakan atas:
(a) Domestic Inflation, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestik).
Kenaikan harga disebabkan di dalam negeri ini disebabkan adanya kebijakan pemerintah
ataupun bank sentral yang berdampak inflatoar ataupun dapat juga disebabkan karena
perubahan perilaku masyarakat.
(b) Imported Inflation, yaitu inflasi yang berasal dari kenaikan harga di luar negri.
Kenaikan harga di luar negri akan mempengaruhi harga di dalam negeri lewat kegiatan
impor.
2.3.2. Berdasarkan pada Intensitas Inflasi
Ditinjau dari intensitasnya, inflasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
11
(a) Creeping Inflation, yaitu inflasi yang terjadi dengan laju pertumbuhan berlangsung
lambat atau merayap. Artinya kenaikan harga-harga berlangsung secara perlahan-lahan,
karena ekonomi berkerja lebih stabil.
(b) Galloping inflation, yaitu inflasi yang terjadi dengan laju pertumbuhan berlangsung
sedikit lebih cepat, karena ada shock dalam perekonomian, khususnya sisi permintaan,
sehingga pergerakannya cenderung musiman (seasonal). Artinya kenaikan harga-harga
berlangsung sedikit lebih cepat, khususnya dipicu dari harga barang-barang kebutuhan
pokok.
(b) Hyper Inflation atau, yaitu inflasi yang terjadi dengan laju pertumbuhan yang tinggi.
Artinya kenaikan harga-harga berlangsung secara cepat.
2.3.3. Berdasarkan pada Bobot Inflasi
Dipandang dari sudut bobotnya, maka inflasi dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :
(a) Inflasi ringan, yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya berlangsug secara perlahan-
lahan dan berada pada posisi satu digit atau dibawah 10% per tahun
(b) Inflasi sedang, yaitu inflasi dengan laju pertumbuhan yang berada di antara lebih dari
10-20% per tahun.
(c) Inflasi berat, yaitu inflasi dengan laju pertumbuhan yang berada di antara lebih dari
20-100% per tahun
(d) Inflasi sangat berat, yaitu inflasi dengan laju pertumbuhan berada di atas 100% per
tahun
2.3.4. Berdasarkan pada Sumber Pemicunya
Berdasarkan sumber penyebab terjadinya laju inflasi (Rahardja, 2001), maka dapat
dibedakan atas 2 (dua ) sumber yakni :
(a) Demand-pull Inflation, yaitu inflasi yang terjadi karena adanya kenaikan permintaan
agregat . Kenaikan permintaan ini menyebabkan kenaikan output (penawaran agregat).,
tetapi karena peningkatan penawaran agregat lebih kecil dari kenaikan permintaan
12
agregat maka akan terjadi inflasi. Apalagi kalau penawaran agregat sudah mendekati
bahkan sudah mencapai kondisi kesempatan kerja penuh (full employment).
Menurut Keynes terjadinya inflasi disebabkan oleh permintaan agregat sedangkan
permintaan agregat ini tidak hanya karena ekspansi bank sentral, namun dapat pula
disebabkan oleh pengeluaran investasi baik oleh pemerintah, maupun oleh swasta dan
pengeluaran konsumsi pemerintah yang melebihi penerimaan (defisit anggaran belanja
negara) dalam kondisi full employment.
(b) Cost Push Inflation, yaitu inflasi yang terjadi karena adanya kenaikan dalam biaya
produksi yang menyebabkan turunnya produksi (penawaran agregat). Jadi inflasi ini akan
dibarengi dengan kontraksi ekonomi yang cukup besar kemudian akan diikuti dengan
resesi ekonomi jika pemerintah tidak dapat mengendalikan laju infalsinya dalam waktu
tersebut.
2.4. Dampak Inflasi
Inflasi yang terjadi pada suatu perekonomian (Nopirin, 2000), akan memilliki
beberapa dampak, seperti :
2.4.1. Equity Effect
Inflasi akan mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota
masyarakat. Artinya inflasi menyebabkan adanya sekelompok masyarakat yang
mengalami penurunan pendapatan riil-nya, sedangkan kelompok yang lain justru
mengalami peningkatan dalam pendapatan riil. Jadi ada prinsip berkeadilan secara
ekonomi.
2.4.2. Efficiency Effect
Inflasi yang disebabkan kenaikan permintaan akan mendorong peningkatan produksi
akan barang-barang tersebut. Hal ini menyebabkan berubahnya alokasi faktor produksi
barang-barang tersebut menjadi lebih efisien. Dampak efisiensi ini akan memberi
stimulasi bagi produsen dalam memproduksi barang-barang yang dibutuhkan masyarakat,
dan terkadang produsen dalam meproduksi barang tersebut juga memperhitungkan
13
tingkat ekspektasi yang terjadi di masyarakat sebagai akibat dari dorongan permintaan
secara musiman yang akan terjadi secara rutin.
2.4.3. Output Effect
Inflasi dapat meningkatkan produksi dengan asumsi bahwa produksi akan
mengalami kenaikan mendahului kenaikan tingkat upah. Kenaikan harga ini akan
menyebabkan keuntungan produsen meningkat.
Selain dampak yang bersifat ekonomi, inflasi juga menimbulkan dampak sosial.
Kenaikan harga yang meyebabkan masyarakat menurun pendapatan riil nya dapat
memicu timbulnya masalah-masalah keamanan bahkan bisa sampai merembet ke
masalah keamanan negara.
2.5. Penelitian terdahulu
Fery Andrianus dan Amelia Niko (2006), menganalisis pengaruh jumlah uang
beredar dalam arti sempit (M1), Produk Domestik Bruto, nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika dan tingkat suku bunga deposito 1 bulan di bank-bank pemerintah terhadap
inflasi di Indonesia periode 1997. Data yang digunakan sebagai sampel adalah data
kuartalan yaitu kuartal ke-3 1997 sampai kuartal ke-2 2005. Model yang digunakan
adalah Ordinary Least Square (OLS) dan Partial Adjustment Model (PAM).Uji parsial
dengan metode OLS menunjukkan bahwa hanya variabel nilai tukar dan tingkat suku
bunga yang berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Indonesia periode penelitian.
Penggunaan model PAM menemukan hanya variabel tingkat suku bunga saja yang
mempengaruhi inflasi di Indonesia pada periode pengamatan.
Gultom, Ratih Yasnuari (2008), menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah,
investasi (FDI), ekspor neto dan total kredit terhadap tingkat inflasi di Sumatera Utara.
Sampel data yang digunakan adalah data deret waktu periode 1986 – 2003.Data dianalisa
dengan menggunakan metode OLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran
pemerintah dan investasi (FDI) berpengaruh negatif terhadap inflasi di Sumatera Utara,
sedangkan variabel Ekspor neto dan Total kredit berpengaruh positip.
14
Rahmat Priyono dan Endang Setiasih (2009), meneliti faktor-faktor yang
mempengaruhi inflasi di Purwokerto. Variabel yang digunakan adalah penawaran uang
(M1), tingkat bunga konsumsi, total kredit, tingkat bunga deposito, kurs tukar rupiah
terhadap dollar Amerika, indeks kepercayaan konsumen dan harga minyak. Model yang
digunakan adalah Model Vector Autoregressive (VAR).
Hasil penelitian mendapatkan bahwa penawaran uang, tingkat bunga konsumsi,
tingkat bunga deposito, kurs tukar rupiah, indeks kepercayaan konsumen dan harga
minyak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap inflasi.
Mami Wahyuanto (2010), menganalisis pengaruh jumlah uang beredar,
pengeluaran pemerintah, tingkat suku bunga (SBI) dan kurs valuta asing terhadap inflasi
di Indonesia. Dengan menggunakan sampel data berkala dalam periode 15 tahun (1995-
2009) dan tehnik analisa kuantitatif dan kualitatif menemukan kesimpulan bahwa jumlah
uang beredar, pengeluaran pemerintah, tingkat suku bunga dan kurs valuta asing secara
simultan berpengaruh nyata dan signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Sedangkan
secara parsial, hanya jumlah uang beredar dan tingkat bunga SBI yang berpengaruh nyata
terhadap inflasi di Indonesia.
2.6. Hipotesa Studi
Adapun hipotesa yang dirumuskan dalam studi ini adalah :
1. Inflasi di kota Medan terjadi rata-rata polanya sangat fluktuatif pada setiap tahun
dari periode 2002-2011.
2. Diduga kelompok bahan makanan merupakan penyumbang inflasi terbesar di kota
Medan pada setiap tahun
3. Diduga faktor-faktor dari pengeluaran konsumsi masyarakat, pengeluaran investasi,
pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di kota
Medan.
4. Adanya persepsi yang relatif kurang baik dari masyarakat bisnis dan rumah tangga
tentang laju inflasi yang terjadi di kota Medan dalam kurun wakti 2002-2010.
15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini mengambil tempat di wilayah administratif kota Medan dan
berlangsung selama 3 (tiga) bulan.
3.2. Jenis dan Sumber Data
3.2.1. Jenis Data
Berdasarkan atas klasifikasi data, maka pada penelitian kali ini digunakan data
kwantitatif dengan jenis rasio dan kualitatif. Sedangkan berdasarkan dimensi waktu,
maka data yang digunakan adalah data runtun waktu (time serries) yakni data yang secara
kronologis disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu (Mudrajat Kuncoro,2003).
3.2.2. Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan adalah :
(a) Data Primer; yang diperoleh dengan survey dan wawancara langsung kepada warga
kota Medan dan para stakeholders .
(b) Data Sekunder; diperoleh dari lembaga pengumpul data baik dari pemerintah dalam
hal ini BPS (Biro Pusat Statistik ) Kota Medan, dan kantor Bank Indonesia Medan, yang
dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data.
3.3. Teknik Pengambilan Data
Adapun tehnik pengambilan data yang kwantitatif dan kwalitatif, maka yang akan
dipakai dalam penelitian ini adalah :
16
3.3.1. Data Primer
Data yang berasal dari masyarakat kota Medan, dengan cara membuat daftar
pertanyaan (questioner) yang akan digunakan dalam tehnik wawancara terstruktur pada
penduduk kota Medan dalam berbagai strata ekonomi dan profesi pekerjaan, pedagang
barang-barang makanan dan non makanan yang berada di kota Medan, guna
mendapatkan informasi yang akurat tentang persepsi dan ekspektasi masyarakat terhadap
dinamika laju inflasi tersebut.
3.3.2. Data Sekunder
Data yang berasal dari Kantor Statistik Kota Medan, maka pencarian data
dilakukan dengan cara langsung ke instansi tersebut untuk pengambilan data yang telah
dipublikasikan secara resmi, baik dari Buku Medan Dalam Angka maupun publikasi
lainnya yang mendukung.
3.4. Model Analisa Data
3.4.1. Menghitung Pertumbuhan Harga
Untuk mengetahui bagaimana pola inflasi yang terjadi dalam perkembangan
ekonomi di Kota Medan maka digunakan analisa kualitatif statistik. Data yang
dikumpulkan selama periode waktu 10 tahun (2002 -2011) dalam bentuk data triwulan.
Berdasarkan data tersebut maka digunakan angka pertumbuhan harga atau inflasi guna
melihat fluktusasi harga yang terjadi dalam perekonomian dan sekaligus dapat dianalisis
pola inflasi yang terjadi di kota Medan.
3.4.2. Kontribusi Inflasi Kelompok Barang
Untuk mengetahui jenis kelompok barang apa yang mendominasi inflasi di kota
Medan, maka digunakan analisis kualitatif. Data inflasi nantinya akan dilihat berdasarkan
jenis kelompok barang, sehingga nantinya dapat diketahui jenis kelompok barang yang
sangat mendominasi inflasi di kota Medan.
17
3.4.3. Persamaan Regresi Linier
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di kota Medan, maka
digunakan analisis kuantitatif dengan menggunakan analisa korelasi dan regresi. Model
yang digunakan menggunakan teori Keynes, yang memasukkan variabel pengeluaran
konsumsi, pengeluaran Investasi dan pengeluraran pemerintah sebagai faktor-faktor yang
diduga mempengaruhi inflasi. Teori Keynes memandang inflasi dari sisi sektor riil,
walaupun memang sektor moneterlah yang paling cepat memacu laju inflasi. Namun
dengan pertimbangan bahwa data moneter untuk tingkat kota tidak tersedia, maka
digunakan pandangan Keynes.
(a) Analisa Korelasi, Inti dari analisa korelasi adalah untuk mengukur kekuatan
hubungan antar variabel, tanpa menunjukkan sebab-akibat. Dalam hal ini digunakan
Korelasi multivariat yang menjelaskan hubungan linier antara lebih dari satu variabel
bebas dengan variabel terikat yang dapat dihitung dengan koefisien korelasi Pearson
Product Moment yakni dengan rumus :
r = (SS) / ( √ SSxx . SSyy)
(b) Analisa Regresi, Analisa regresi berganda bertujuan untuk melihat secara langsung
pengaruh beberapa variabel bebas terhadap variabel terikat, jenis pengukuran dapat
menggunakan data interval atau rasio.Menggunakan metode Ordinary Least Square
(OLS) atau Pangkat Kuadrat Terkecil diperkenalkan pertama kali oleh Gauss seorang
matematikawan dari Jerman. Metode ini mengestimasi suatu garis regresi dengan jalan
meminimalkan jumlah dari kuadrat kesalahan setiap obeservasi terhadap garis tersebut.
Metode ini sangat lazim digunakan dalam penelitian-penelitian ekonomi sebagai
alat untuk menjelaskan namun dapat juga membuat prediksi yakni dengan menggunakan
sistem persamaan regressi linier (linier regression equation) dengan tehnik Simultaneous
Regression Model, karena variabel bebasnya lebih dari satu. Dengan cara ini prediksi
dapat dilakukan baik secara bersama-sama atau secara sendiri-sendiri atau individu.
Banyak keuntugan yang didapat dari penggunaa model OLS ini jika digunakan dalam
penelitian-penelitian seperti :
18
Tidak ada korelasi antara kesalahan pengganggu (disturbance error)
Secara rata-rata kesalahan penganggu sama dengan nol
Variabel bebas tidak bersifat stochastic.
Kesalahan penganggu terdistribusi secara normal
Adapun model regresi untuk faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di kota Medan
yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah Model Persamaan Simultan dengan 3
(tiga) variabel bebas (independent variable) dan 1 satu) variabel terikat (dependent
variable) yakni :
INFt = β0 + β1 Ct + β2 It + β3 Gt + εt
Dimana :
INFt = Besarnya tingkat inflasi per tahun (dalam persen)
Ct = Total Pengeluaran Konsumsi penduduk kota Medan (dalam milyar rupiah)
It = Besarnya Pengeluaran Investasi (dalam milyar rupiah)
Gt = Besarnya Belanja Pemerintah kota Medan dalam APBD kota Medan (dalam milyar rupiah)
β0 = Konstanta
β1....3 = Parameter/estimator dari setiap variabel bebas
εt = Disturbance error
3.4.4. Analisis Persepsi Responden
Untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat dan stakeholder pelaku
ekonomi di kota Medan tentang peranan Pemerintah Kota Medan dalam
mengendalikan laju inflasi di pasar maka digunakan analisis kualitatif. Data yang
dikumpulkan berasal dari daftar pertanyaan yang disebarkan kepada masyarakat dan
para pelaku usaha.
19
3.5. Sampel Penelitian
Untuk mendapatkan sampel yang dapat menggambarkan populasi, maka dalam
penentuan sampel penelitian digunakan tabel penetuan jumlah sampel dan populasi yang
dikembangkan oleh Isaac dan Michael (Sugiyono, 2003). Jumlah rumahtangga yang ada
di kota Medan sebesar 493.390, sehingga dapat dibulatkan menjadi 500.000. Dari tabel
penentuan jumlah sampel, dengan tingkat kesalahan 5%, maka besarnya sampel yang
diambil adalah sebanyak 345 responden. Jumlah kecamatan yang ada di wilayah kota
Medan sebanyak 21 kecamatan. Dengan demikian sampel yang diambil di setiap
kecamatan adalah sebanyak 17 responden. Sedangkan untuk pelaku usaha maka
ditetapkan 5 responden untuk setiap kecamatan.
Metode analisa menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Studi identifikasi
ini menggunakan data kwantitatif dan kualitatif yang berdasarkan dimensi waktu
merupakan Data Silang Tempat (cross section) yakni data yang dikumpulkan pada suatu
titik waktu seperti snap shoot (potret) pada suatu waktu tertentu.
20
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Wilayah Kota Medan
4.1.1. Kondisi Geografis
Kota Medan merupakan ibukota Propinsi Sumatera Utara dan menjadi kota
terbesar nomor 3 (tiga ) di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Selain sebagai kota
terbesar nomor tiga, maka Medan menjadi kota terbesar di luar Pulau Jawa dengan
kondisi geografis yang sangat menguntungkan karena cukup beredekatan dengan Selat
Malaka sebagai jalur peraiaran untuk perdagangan internasional dari dulu sampai
sekarang.
Secara geografis dalam BPS Kota Medan (2010) kota Medan yang menuju
menjadi kota Metropolitan ini terletak diantara 3°27’– 3° 47’ Lintang Utara dan 98°35’
–98° 44’ Bujur Timur. Wilayah daratan Kota Medan terletak pada ketinggian 2,5 – 37,5
mdpl (meter di atas permukaan laut) sehingga Medan memang berada di dataran rendah.
Kota Medan menempati area seluas ± 265,10 Km² yang terdiri dari 21 Kecamatan dengan
151 Kelurahan dan 2004 Lingkungan.
Wilayah Kota Medan secara langsung berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
baik di sebelah Utara, Selatan, Barat dan Timur, artinya Kota Medan berada di dalam
wilayah Kabupaten Deli Serdang. Tapi untuk wilayah sebelah Utara Medan, merupakan
daerah pesisir karena berbatasan langsung dengan laut.
Pada awalnya Kota Medan hanya memiliki 11 Kecamatan, karena ada perluasan
wilayah kota, dimana sebahagian kecil wilayah dari Kabupaten Deli Serdang yang
berbatasan langsung dengan Kota Medan menjadi wilayah administratif Kota, sehingga
Kota Medan melakukan pemekaran Kecamatan menjadi 21 sekitar tahun 1990-an
Sebahagian besar dari dataran rendah merupakan tempat pertemuan dua suangai
besar yang membelah kota Medan yakni sungai Babura dan sungai Deli yang sekaligus
21
sebagai sarana pengendalian banjir untuk kota Medan. Agar lebih mudah melihat luas
Kota Medan yang dirinci lebih jauh berdasarkan pada kecamatan kecamatan akan
dirangkum dalam Tabel 4.1. di bawah ini :
Tabel 4.1
Luas Wilayah dan Persentase Luas Wilayah per- Kecamatan di Kota Medan
Berdasarkan pada tabel 4.1. diatas, maka wilayah kecamatan yang paling luas
adalah Kecamatan Medan Labuhan dengan luas mencapai 36,67 Km² dengan persentase
luas terhadap kota Medan mencapai 13,83% dan berjarak relatif jauh dari pusat kota
Medan yakni mencapai 16 Km. Urutan ke-2 adalah Kecamatan Medan Belawan dengan
luas 26,25 Km² dan persentase luasnya terhadap kota Medan mencapai 9,90 % serta
berjarak 23 Km dari pusat Kota Medan. Sedangkan di urutan ke-3 adalah Kecamatan
Medan Marelan dengan luas 23,82 Km² dan persentase luasnya terhadap kota Medan
22
mencapai 8,99% serta berjarak 22 Km dari pusat Kota Medan. Ketiga kecamatan yang
terbesar wilayahnya ini kebetulan berada di wilayah pesisirnya Kota Medan dan
berhadapan secara langsung dengan wilayah pantai timur Sumatera dan berdekatan
dengan pelabuhan barang internasional atau pelabuhan ekspor impor.
Sedangkan yang paling kecil wilayahnya adalah Kecamatan Medan Maimun
dengan luas hanya 2,98 Km² atau hanya mencapai 1,94% dari luas Kota Medan dan
hanya berjarak 2 Km dari pusat pemerintahan Kota Medan. Pada wilayah ini, terdapat
instansi pemerintah dan beberapa kompleks perkantoran modern, sehingga wilayah ini
menjadi sangat kecil tingkat kepadatannya penduduknya
4.2. Penduduk dan Tenaga Kerja
Perkembangan jumlah penduduk Kota Medan pada tahun 2009 sudah mencapai
2.121.053 jiwa, sedangkan Hasil Sensus Penduduk tahun 2000, pertambahan penduduk
Medan telah mencapai 216.780 jiwa atau mencapai 11,38%. Rata-rata tingkat kepadatan
penduduk mencapai 8.001 jiwa per- Km², sedangkan jumlah rata-rata anggota keluarga di
Kota Medan sebesar 4,27 orang. Tingkat mobilitas dan penyebaran penduduk di setiap
kecamatan harus tercapai optimal dengan mempertimbangkan daya dukung lahan serta
fungsi lingkungan hidup yang lain sehingga tidak terjadi permasalahan dalam total
populasi yang terus bertambah dari waktu ke waktu.
Besarnya penduduk kota Medan, juga menunjukkan besarnya pasar atau
banyaknya konsumen yang akan belanja dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, jadi
transaksi penjualan barang-barang dan jasa di pasar secara ekonomi, frekwensinya
menjadi sangat tinggi. Pada akhirnya jika ada guncangan harga barang dan jasa di pasar,
secara otomatis akan memicu tingginya laju inflasi di Kota Medan.
Menurut data dari statistik kota Medan tahun 2010 , maka kita dapat mengetahui
bahwa Kota Medan menjadi daerah tujuan migrasi baik perpindahan penduduk dari desa
atau hinterland nya kota-kota disekitar Medan bahkan daerah-daerah yang berada dilura
Propinsi Sumatera Utara sperti Riau dan Aceh untuk masuk ke inti kota Medan, baik
untuk bersekolah, mencari kerja, membuka usaha ataupun kegiatan-kegiatan bisnis dan
sosial lainnya. Tingkat kepadatan penduduk Medan rata-ratanya telah mencapai 8.001
23
jiwa/Km². Agar lebih mudah untuk melihat kondisi penduduk Medan, maka akan
diringkaskan dalam bentuk Tabel 4.2 di bawah ini:
Tabel : 4.2
Jumlah Penduduk, Rumah Tangga dan Tingkat Kepadatan Penduduk
per- Kecamatan di Kota Medan
Berdasarkan pada Tabel 4.2. diatas maka akan terlihat jelas 3 (tiga) kecamatan
dengan jumlah penduduk yang paling banyak yakni di Kecamatan Medan Deli sebesar
150.076 jiwa, diikuti dengan Kecamatan Medan Helvetia 145.376 jiwa dan Kecamatan
24
Medan Tembung mencapai 141.786 jiwa. Sedangkan yang paling sedikit penduduknya
adalah Kecamatan Medan Baru sebesar 44.216 jiwa, kemudian Kecamatan Medan
Polonia 53.427 jiwa dan Kecamatan Medan Maimun mencapai 57.859 jiwa.
Selanjutnya wilayah yang paling padat per Km² penduduknya adalah Kecamatan
Medan Perjuangan mencapai 25.844 jiwa, diikuti oleh Kecamatan Medan Area sebesar
17.792 jiwa serta Kecamatan Medan Maimun 19.416 jiwa. Untuk wilayah dengan tingkat
kepadatan penduduk yang terendah adalah Kecamatan Medan Labuhan hanya 2.916 jiwa,
diikuti oleh Kecamatan Medan Tuntungan 3.388 jiwa dan Kecaatan Medan Belawan
sebesar 3.684 jiwa. Tinggi rendahnya tingkat kepadatan penduduk sangat ditentukan oleh
jumlah penduduk itu sendiri dan luas wilayah yang ada di Kecamatan tersebut.
Sedangkan untuk jumlah Rumah Tangga (RT) yang terbanyak berada di
Kecamatan Medan Deli sebesar 38.596, diikuti oleh Kecamatan Medan Marelan 32.527
dan Kecamatan Medan Denai sebanyak 32.511. Sedangkan yang paling sedikit jumlah
rumah tangganya adalah Kecamatan Medan Baru sebanyak 10.041, kemudian Kecamatan
Medan Maimun 10.576 dan Kecamatan Medan Polonia sebayak 10.977. Dimana letak
dari Kecamatan-kecamatan tersebut berada di lokasi kantor-kantor pemerintahan dan
pusat-pusat bisnis keuangan, perhotelan dan properti berupa gedung-gedung tinggi.
Kondisi ketenagakerjaan juga termasuk daerah yang paling besar jumlahnya di
Pulau Sumatera umumnya dan propinsi Sumatera Utara pada khususnya. Dengan jumlah
penduduk yang mencapai 2.121.053 jiwa, ternyata jumlah pencari kerja pada tahun 2009
yang belum ditempatkan pada tahun lalu (belum mendapat pekerjaan) sebanyak 20.048
orang, sedangkan yang terdaftar pada tahun 2009 (mencari pekerjaan) sebanyak 17.027
orang. Dari data tersebut antara yang belum mendapat pekerjaan pada tahun lalu dan
ditambah dengan yang terdaftar pada tahun 2009 maka jumlah yang mencari kerja atau
pengangguran pada tahun 2009 di Kota Medan akan mencapai 37.075 orang dengan
asumsi pencari kerja ini resmi terdaftar di kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Medan.
4.3. Kondisi Ekonomi Makro
Untuk melihat perkembangan ekonomi (economic performance) disuatu daerah,
maka akan dilihat dari beberapa indikator-indikator dibawah ini :
25
1. Nilai PDRB (output) Kota Medan berdasarkan Lapangan Usaha (sektor ekonomi)
dan berdasarkan penggunaan (aggregate expenditure methode)
2. Tingkat pertumbuhan ekonomi daerah
3. Tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita
4. Struktur ekonomi
5. Tingkat inflasi dan deflasi
6. Tingkat kemakmuran melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
7. Nilai pendapatan perkapita
Dalam hal ini yang akan di uraikan hanya indikator-indikator ekonomi seperti
nilai Total dari PDRB, tingkat pertumbuhan PDRB (output), struktur ekonomi yang
terlihat dari distribusi (share) sektoral terhadap PDRB yang dapat dilihat dari Tabel 4-3
di bawah ini:
Tabel 4.3
Nilai PDRB Berdasarkan 9 Lapangan Usaha, Laju pertumbuhan PDRB dan Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000
Sumber : BPS Kota Medan (Medan dalam Angka Tahun 2011) data diolah
26
4.3.1. Total Nilai , Distribusi dan Pertumbuhan dari PDRB
Dari Tabel 4-3 diatas, maka jika dilihat dari nilai output dari PDRB kota Medan
yang paling tinggi hasilnya adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan nilai
pencapaian sebesar Rp 8.134.822,15 juta pada tahun 2008 dan Rp 8.824.157,84 juta pada
tahun 2009. Selanjutnya diikuti oleh sektor Pengangkutan dan Komunikasi pada tahun
2008 mencapai Rp 6.287.379,45 juta dan pada tahun 2009 naik menjadi Rp 6.866.783,50
juta. Terbesar ketiga adalah sektor Keuangan, Asuransi dan Persewaan tanah serta
Bangunan yang pada tahun 2008 mencapai Rp 4.586.682,59 juta dan pada tahun 2009
naik sedikit menjadi Rp 4.721.476,37 juta.
Sektor Industri hanya masuk urutan ke-4 dari 9 sektor yang ada, tapi nilai
produksi yang dicapainya hampir mendekati sektor keuangan dan asuransi yakni tahun
2008 mencapai Rp 4.514.289,28 juta dan pada 2009 mencapai Rp 4.591.595,91 juta.
Sedangkan Nilai PDRB yang paling rendah adalah sektor Pertambangan dan galian yang
hanya mampu menghasilkan output senilai Rp 567,16 juta pada tahun 2008, dan pada
2009 sangat sedikit mengalami kenaikan yakni sebesar Rp 569,77 juta. Sedangkan untuk
produksi Listrik, Gas dan Air Bersih yg semua produksinya dimiliki oleh pemerintah
melalui BUMN PLN, PGN dan PERTAMINA serta PAM/PDAM, jadi masih belum
mencukupi permintaan yang ada di dalam negeri. Semua perusahaan ini adalah BUMN
dimana Kota Medan bukan sebagai basis produksi melainkan hanya distribusi dari
perusahaan yang ada di Jakarta, kecuali PLN. Sedangkan PDAM adalah BUMD nya
pemerintah Sumatera Utara yang memproduksi air bersih ke masyarakat Medan.
4.3.2. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dari PDRB
Berdasarkan pada pencapaian dari nagka pertumbuhan ekonomi secara sektoral,
maka yang paling tinggi pertumbuhannya pada tahun 2008 adalah sektor keuangan,
asuransi dan persewaan bangunan serta tanah yang mencapai 9,50% berada jauh diatas
rata-rata pertumbuhan ekonomi kota Medan yang hanya 6,75%, kemudian tahun 2009
pertumbuhannya terkontraksi sangat besar hanya 2,94% dan berada di bawah
pertumbuhan ekonomi Medan yang masih moderat sebesar 6,56%.
27
Sedangkan sektor pengangkutan dan Komunikasi pada tahun 2008 justru tumbuh
terbesar nomor dua sebesar 8,15% dan kemudian naik cukup tinggi pada 2009 menjadi
9,22%. Mobilitas orang dan barang sangat tinggi di kota Medan, karena Medan sebagai
kota supplier bagi kota dan propinsi di wilayah Sumatera Bagian Utara (SUMBAGUT).
Dan dengan jumlah penduduk yang melebihi 2 juta jiwa, makam aktivitas ini akan sangat
tinggi menyumbang pembentukan PDRB Kota Medan.
Selanjutnya tertinggi ketiga pada 2008 adalah sektor bangunan atau konstruksi
sebesar 8,07% dan tren-nya naik di 2009 menjadi 8,22%. Keadaan ini terbukti bisnis
property sangat marak perkembangannya sampai saat ini baik untuk residensial atau
perumahan, gedung perkantoran maupun hotel-hotel besar dengan apartemennya
menghiasi fisik kota Medan sampai tahun 2012 ini.
4.3.3. Kontribusi Sektoral dalam PDRB Kota Medan
Dalam hal melihat struktur ekonomi, maka data yang kita amati adalah distribusi
persentase PDRB, yang pada tahun 2008 kontribusi terbesar dari PDRB disumbang oleh
sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 25,93%, diikuti oleh Pengangkutan dan
Komunikasi sebesar 20,04% dan sektor Keuangan, Asuransi dan Persewaan tanah serta
Bangunan sebesar 14,62%. Berarti PDRB didominasi oleh ketiga sektor tersebut sehingga
Kota Medan adalah Kota Bisnis Keuangan dan Jasa, jadi sekali lagi bukan kota industri.
Sedangkan kontribusi yang paling rendah berturut-turut adalah sektor
Pertambangan dan Galian tidak ada kontribusinya sama sekali baik di tahun 2008 dan
2009 atau 0%, kemudian diikuti oleh sektor Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 1,41%
pada tahun 2008 dan 1,39 tahun 2009, karena permintaannya sudah jenuh dan kawasan
pemukiman baru atau residensial justru berkembang di pinggiran wilayah kota Medan
dan secara admisnistratif sudah tidak masuk wilayah kota Medan. Selanjutnya adalah
sektor Jasa-jasa lain yang berkontribusi sebesar 10,23% pada 2008 dan sebesar 10,31%
pada tahun 2009.
\
28
4.4 Analisa Kwalitatif dan Kwantitatif Perkembangan Inflasi Kota Medan
4.4.1. Analisa Kwalitatif
4.4.1.1. Pola Perkembangan Inflasi di Kota Medan
Dinamika dari perkembangan besarnya laju inflasi yang terjadi di kota Medan
dalam kurun waktu antara tahun 2000-2011 relatif sangat fluktuatif, secara rata-rata
dalam kurun waktu 12 tahun terakhir mencapai angka 8,48%, keadaan ini akan dapat
dilihat pada Tabel 4-4 berikut ini :
Tabel 4-4
Perkembangan Nilai Inflasi Kota Medan Tahun 2000-2011
Sumber : BPS Kota Medan 2012
Dari tabel 4-4 diatas dapat dijelaskan bahwa, pada tahun 2001 angka inflasi kota
Medan masih sangat tinggi yakni lebih dari satu digit atau 15,51% dan berada diatas rata-
rata inflasi nasional, kondisi ini masih merupakan dampak yang ditimbulkan oleh krisis
ekonomi yang sangat hebat melanda perekonomian Indonesia pada tahun 1998, jadi pada
masa ini mulai terjadi recovery economy secara perlahan, namun laju inflasi masih dua
digit.
LAJU INFLASI (%) 2000 5.9 2001 15.51 2002 9.49 2003 4.46 2004 6.64 2005 22.91 2006 5.97 2007 6.42 2008 10.63 2009 2.69 2010 7.65 2011 3.54
29
Pada periode penelitian ini, justru yang paling tinggi inflasi terjadi pada tahun
2005 yakni mencapai 22,91%, dimana pada tahun tersebut adalah tahun awal
pemerintahan kabinet SBY yang membuat kebijakan untuk menaikkan harga BBM
sampai 100%, akibatnya harga barang-barang kebutuhan sehari-hari meningkat tajam,
sekaligus semua barang dan jasa yang ada di pasar mengalami kenaikan yang cukup
besar. Namu pada tahun berikutnya mengalami penyesuaian, dan angka inflasi kembali
menuju pada angka yang lebih moderat dan sesuai dengan yang ditargetkan secara
nasional. Namun pada tahun 2008, kembali mengalami kenaikan, karena ada kenaikan
harga BBM yang dipicu secara eksternal yakni adanya kenaikan harga minyak mentah
internasional menjadi lebih tinggi. Kondisi ini memukul berat perekonomian Indonesia,
termasuk perekonomian lokal kota Medan. Jika dilihat dari rata-rata angka inflasi
Medan, tetap berada diatas inflasi nasional yang berkisar 7,2% (BPS 2011). Jika
diperbandingkan dalam teori ekonomi, maka kinerja ekonomi kota Medan masih kurang
bagus, karena angka inflasinya berada diatas angka pertumbuhan ekonomi, seharusnya
laju inflasi harus lebih rendah dari laju pertumbuhan ekonomi, sehingga ekonomi secara
riil dalam kondisi yang relatif baik.
Secara lebih sederhana dalam melihat fluktuasi laju inflasi di kota Medan,
akan dapat dilihat pada gambar 4-1 berikut ini :
30
Gambar 4-1 Perkembangan Laju Inflasi kota Medan Periode 2000-2011
4.4.1.2. Kelompok Barang Utama Penyebab Inflasi Kota Medan
Setelah melihat pola dari perkembangan laju inflasi di Kota Medan selama 12
tahun terakhir, maka hal yang harus diperhatikan berikutnya adalah kelompok barang apa
saja yang dominan menyumbang angka paling besar dalam membentuk inflasi di kota
Medan. Karena uraian ini akan berguna bagi social planner atau pemerintah untuk
mengendalikan laju inflasi di pasar barang dalam bentuk kebijakan yang lebih terarah,
fokus dan tepat sasaran, sehingga target inflasi yang sudah ditetapkan akan terwujud.
1. Kelompok Bahan Makanan
Uraian ini akan diawali oleh kelompok bahan makanan sebagai kelompok barang
yang sangat dibutuhkan sehari-hari. Dengan kata lain, biar harga barangnya naik tajam,
namun setiap orang akan tetap membelinya, karena barang ini sangat dibutuhkan sehari-
hari misalnya saja bahan sembako.
31
Gambar 4.2. Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan di Kota Medan Periode Tahun 2000-2011
Pada tahun 2001 lonjakan harga bahan makanan sangat tinggi, yang secara
otomatis pada tahun ini laju inflasi secara umum di Kota Medan juga sangat tinggi
2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
Sebagai kota besar nomor urut ketiga, pola konsumsi masyarakat urban yang
metropolis, juga mengikuti pola pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh
kebanyakan rumah tangga (household) kota Medan untuk mengkonsumsi makanan
jadi dibanding dengan kota-kota yang lebih kecil di Sumatera Utara.
Gambar 4.3 Perkembangan Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman,Rokok dan Tembakau di Kota Medan Periode Tahun 2000-2011
32
Walaupun angka persentasenya pada tahun 2001 ada kenaikan namun setelah itu
turun secara cepat dan naik lagi pada tahun 2005 dan sampai saat ini relatif stabil belum
pernah mencapai seperti pada tahun 2001. Selain makanan dan minuman, konsumsi
rokok orang Indonesia termasuk Kota Medan, cukup tinggi sehingga kelompok ini
menjadi begitu tinggi menyumbang angka inflasi..
3. Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar
Bahan bakar sebagai motor penggerak dari pengangkutan baik untuk mobilitas
orang sehari-hari, maupun mobilitas barang dalam bentuk distribusi dari pusat produksi
sampai ke pasar yang memiliki konsumen yang besar. Jadi dalam kurun waktu tersebut
trend nya juga sangat fluktuatif, karena ada kenaikan harga BBM, tarif dasar listrik
(TDL), dan kebutuhan akan perumahan yang bisnis propertinya di Kota Medan masih
cukup marak. Jika dilihat pada postur PDRB kota Medan, maka kontribusi dari konsumsi
masyarakat mencapai 50%, jadi penting sekali memenuhi kebutuhan permintaan
masyarakat kota Medan dalam menggerakkan perekonomian kota, khususnya dalam
pembentukan PDRB kota Medan.
Selain tingginya harga BBM, kondisi kota Medan yang sering mengalami
pemadaman listrik, juga memicu banyak rumah tangga dan dunia bisnis menggunakan
mesin Genset untuk memasok listrik pada saat beraktivitas sehari-hari, dimana genset
sangat membutuhkan BBM Premium atau Solar.
Gambar 4.4 Perkembangan Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listirk dan Bahan Bakar di Kota Medan Periode Tahun 2000-2011
33
4. Kelompok Barang Sandang
Berbeda halnya dengan kelompok barang sandang, yang trend nya kurang
fluktuatif, hal ini menunjukkan bahwa kelompok barang tersebut hanya sensistif dan
meningkat pada musim-musim tertentu, jadi pola aktivitas tidak begitu tinggi untuk
transaksi hariannya di pasar, karena sifat barangnya yang tahan lama (durability), pada
tabel terlihat pada tahun 2002 inflasi naik secara perlahan tapi fluktuasinya relatif stabil.
Gambar 4.5 Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang di Kota Medan Periode Tahun 2000-2011
5 Kelompok Jasa Kesehatan
Sedangkan untuk kelompok jasa kesehatan, inflasinya juga sangat fluktuatif dan
angkanya lumayan tinggi, kondisi ini menunjukkan bahwa harga obat-obatan sangat
rentan dengan perkembangan nilai kurs atau pergerakan dipasar valuta asing, karena
banyak bahan baku kimia yang diimpor. Jika dolar AS makin mahal, maka biaya impor
bahan penolong juga mahal, sehingga harga obat-obatan juga menjadi tinggi. Industri
34
hulu, khususnya indistri kimia, banyak belum beroperasi, sehingga industri farmasi akan
bergantung dengan industri kimia dari luar negeri atau impor. Secara grafik dapat terlihat
dinamikanya sangat fluktuatif dan kurang stabil. Kondisi ini menunjukkan kontribusi
inflasi yang besar dari barang farmasi dan jasa kesehatan yakni rumah sakit.
Gambar 4.6 Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan di Kota Medan Periode Tahun 2000-2011
6.Kelompok Jasa Pendidikan, Rekreasi dan Olah raga
Bagi kelompok jasa pendidikan, justru inflasinya terjadi sangat fluktuatif. Hal ini
dapat dilihat dan dirasakan karena biaya pendidikan semakin mahal pada setiap tahunnya.
Naiknya uang sekolah ditambah lagi, harga buku pelajaran naik cukup signifikan
menyumbang angka inflasi dari waktu ke waktu, dan buku pelajaran akan berganti setiap
tahun karena ada kebijakan sekolah yang mengubah buku pelajaran yang dipakai oleh
siswanya setiap tahun. Namun sejak tahun 2009 ada kecenderungannya mengalami
penurunan yang cukup besar.
35
Gambar 4.7 Perkembangan Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga di Kota Medan Periode Tahun 2000-2011
7. Kelompok Jasa Transportasi dan Komunikasi
Laju inflasi umumnya relatif stabil pada kelompok jasa transportasi dan
komunikasi, tapi ada kondisi yang sangat berbeda pada tahun 2005 yakni pasca kebijkana
pemerintah pusat menaikkan harga BBM sebesar 100% mengakibatkan angka inflasi
pada tahun tersebut untuk kelompok jasa ini mneyumbang inflasi cukup besar, tapi
setelah itu laju inflasi mengalami penyesuaian dan relatif stabil. Namun pada tahun 2009
laju inflasinya justru mengalami negatif yang berarti tidak ada pertambahan melainkan
terjadi penurunan dalam produksi jasa atau bahkan menggambarkan daya beli masyarakat
yang makin menurun.
36
Gambar 4.8 Perkembangan Inflasi Kelompok Jasa Transportasi dan Komunikasi di Kota Medan Periode Tahun 2000-2011
4.4.2 Analisa Kwantitatif
1. Koefisien Korelasi (R)
Dari tabel dibawah maka dapat diambil kesimpulan bahwa koefisien korelasinya
sebesar 0,924, atau artinya ada hubungan antara konsumsi masyarakat (C), Investasi (I),
dan konsumsi pemerintah (G) sebesar 92,4% dengan laju inflasi di kota Medan,
sedangkan sisanya sebesar 7,6% memiliki hubungan diluar model yang dibangun.
Dengan kata lain hubungannnya sangat kuat.
2. Koefisien Determinasi (R²)
Dari hasil pengolahan data diatas, maka dilihat dari koefisien determinasi (R²)
yang di adjusted sebesar 0,708. Artinya 70,8% variabel C, I dan G mampu
menjelaskan variabel inflasi kota Medan, sedangkan sisanya akan dijelaskan oleh
variabel diluar model. Dengan kata lain model Keynes ini secara empirik sudah sesuai
antara teori dengan kenyataan yang terjadi di kota Medan
37
Tabel 4-5
Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi (R2)
3.Analisa Regresi
a. Koefisien atau parameter-parameter variabel bebas.
Dari model regresi untuk inflasi kota Medan yang dibangun adalah berdasrkan
model dari Teori Keynes yang melihat inflasi dari sisi permintaan (demand-side) yakni :
INFt = β0 + β1 Ct + β2 It + β3 Gt + εt
Tabel 4-6
Hasil Regressi Berganda
Tabel diatas berupa hasil pengolahan data dengan software pengolah data yang
menghasilkan persamaan regresi dari model inflasi kota Medan yaitu :
INFt = 22,110 + 2,741E-6 Ct + 1,879E-5 It + 9,180E-6 Gt + εt
38
Artinya bahwa tingkat konsumsi (C) berpengaruh secara positif dan signifikan
atau (t=3,492 pada α= 5%) terhadap laju inflasi, atau jika konsumsi berubah yakni naik
sebesar 10% maka laju inflasi akan naik sebesar 0,03 %, maka elastisitasnya termasuk
jenis yang in-elastik (E<1) karena nilainya kurang dari satu, berarti perubahan pada
tingkat konsumsi menjadi kurang sensitif mempengaruhi laju inflasi kota Medan.
Sedangkan untuk variabel investasi (I) berpengaruh secara positif dan signifikan
(t=3,917 pada α= 5%) terhadap laju inflasi, atau jika investasi kota Medan naik sebesar
10% maka laju inflasi akan naik juga sebesar 0,02 %, maka elastisitasnya termasuk jenis
yang in-elastik juga (E<1) karena nilainya kurang dari satu, berarti perubahan pada
tingkat investasi menjadi kurang sensitif mempengaruhi laju inflasi kota Medan.
Terakhir, variabel pengeluaran pemerintah pemerintah kota Medan (G)
berpengaruh secara positif dan signifikan (t=3,170 pada α= 10%) terhadap laju inflasi,
atau jika pengeluaran pemerintah kota Medan naik sebesar 10% maka laju inflasi hanya
akan naik sebesar 0,01 %, sehingga elastisitasnya juga termasuk jenis yang in-elastik
juga (E<1) karena nilainya kurang dari satu, berarti perubahan pada tingkat pengeluaran
pemerintah menjadi kurang sensitif mempengaruhi laju inflasi kota Medan.
Jika dilihat secara teori, hasilnya sudah sesuai dengan teori yakni hubungan antara
variabel bebas (C,I dan G) terhadap variabel terikat (INF), namun elastisitasnya atau
parameter yag dihasilkan tidak ada yang elastik, padahal secara empirik, bahwa variabel
konsumsi sangat sensitif terhadap perubahan pada laju inflasi.
Keterbatasan ini terletak pada data yang sangat sedikit, hanya 7 tahun terakhir,
jika sampel tahun ditambah, maka nilai dari parameter akan berubah, dan koefisien
korelasinya tidak akan terlalu tinggi sampai lebih dari 90%, secara ekonometrik, fakta
statistiknya disebut dengan supurious. Seolah-olah begitu sempurna padahal terjadi serial
autokorelasi dengan ditunjukkan hasil DW-Test (Durbin Watson Test) sebesar 2,143.
Model ini juga dapat diperbaiki dengan cara mengubah definisi operasional dari variabel
yang digunakan.
39
3.2. Distribusi Error Term dan sebaran data
Gambar 4.9 Distribusi Error term
Gambar 4.10 Sebaran Data Variabel Inflasi
40
BAB V
ANALISIS PERSEPSI RESPONDEN TERHADAP KONDISI INFLASI
DAN PEREKONOMIAN KOTA MEDAN
5.1. Persepsi Responden Rumah Tangga (household) Kota Medan terhadap Inflasi
5.1.1. Berdasarkan Jumlah Responden
Dari 251 responden rumah tangga yang berhasil diwawancarai dan tersebar di 21
kecamatan, adapun komposisi responden berdasarkan kecamatan akan terlihat pada
gambar grafik dibawah ini :
4.80%4.80%4.80%4.80%4.80%4.80%
3.60%3.60%
4.80%4.40%
4.80%5.20%
4.80%4.80%
4.40%4.80%
4.40%6.00%
4.80%
Total Responden Per KecamatanMedan AmplasMedan DenaiMedan BaruMedan PoloniaMedan selayangMedan MaimunMedan JohorMedan SunggalMedan HelvetiaMedan PetisahMedan TuntunganMedan BelawanMedan MarelanMedan LabuhanMedan DeliMedan TembungMedan PerjuanganMedan TimurMedan Barat
Gambar 5.1 Total Responden per Kecamatan
Bahwa yang paling dominan responden diperoleh dari kecamatan Medan Denai
sebesar 6% kemudian diikuti dengan Medan Helvetia sebesar 5,2%. Kecamatan lainnya
relatif hampir sama dengan porsi rata-rata mencapai 4%. Sedangkan yang paling sedikit
adalah dari kecamatan Medan Belawan dan Marelan dengan proporsi yang sama yakni
3,6%. Responden rumah tangga yang diwawancarai sangat tersebar di 21 kecamatan,
41
sehingga responden yang sangat tersebar secara merata dianggap dapat mewakili rumah
tangga yang ada di wilayah kota Medan
5.1.2. Berdasarkan Jenis Kelamin Responden
Dari 251 responden rumah tangga yang berhasil diwawancarai, ternyata lebih
besar kelompok laki-laki sebesar 67,33% sedangkan wanita hanya 32,67%. Hal ini
menujukkan responden laki-laki lebih mudah diwawancarai dibanding dengan wanita.
Adapun komposisi responden berdasarkan jenis kelamin akan terlihat pada gambar grafik
dibawah ini :
67.33%
32.67%
Jenis Kelamin Responden
Wanita
Laki-laki
Gambar 5.2 Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
5.1.3. Berdasarkan Umur Responden
Jika dilihat berdasarkan umur responden, maka dari 251 responden rumah tangga
yang diwawancarai sangat didominasi kelompok umur 36-45 tahun 47,79%, diikuti oleh
kelompok umur 46-55 tahun yakni 26,51%. Sedangkan yang terbesar ketiga adalah
kelompok umur 25 – 35 tahun mencapai 15,66%. Responden yang mudah diwawancarai
adalah rumah tangga muda dan rumah tangga dengan usia kepala keluarga yang masih
42
produktif. Adapun komposisi responden berdasarkan kecamatan akan terlihat pada
gambar garik dibawah ini :
1.61%
15.66%
47.79%
26.51%
8.03%
0.40%
Umur Kepala Keluarga
> 65 Tahun
56 - 65 Tahun
46 - 55 Tahun
36 - 45 Tahun
25 - 35 Tahun
< 25 Tahun
Gambar 5.3 Responden Berdasarkan Umur Kepala Keluarga
5.1.4. Berdasarkan Pendidikan Responden
Responden yang berpartisispasi sebanyak 251 orang, maka jika dilihat
berdasarkan komposisi pendidikan kepala keluarganya adalah sangat didominasi oleh
lulusan SLTA sebanyak 57,09%, diikuti oleh lulusan sarjana sebanyak 21,46% dan yang
lulusan SLTP hanya 13,36%. Adapun komposisi responden berdasarkan kecamatan akan
terlihat pada gambar garik dibawah ini :
43
2.83%
13.36%
57.09%
4.45%
21.46%
0.81%
Pendidikan Responden
Master
Sarjana
Diploma
Setingkat SLTA
Setingkat SLTP
Setingkat SD
5.4 Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga
5.1.5. Berdasarkan Kategori Pekerjaan Responden
Dari 251 responden rumah tangga yang berhasil diwawancarai dan tersebar di 21
kecamatan, adapun komposisi responden berdasarkan sektor pekerjaan dari kepala
keluarga adalah pedagang mencapai 33,92% kemudian diikuti oleh pekerja di industri
pengolahan/manufaktur sebanyak 18,50% dan sektor jasa keuangan mencapai 16,30%.
Agar lebih jelas dan detail akan terlihat pada gambar grafik dibawah ini :
44
10.57%
18.50%
16.30%
14.98%
33.92%
5.73%
Sektor/Bidang di mana Kepala Keluarga BekerjaOrganisai Nirlaba (LSM, Yayasan)
Perdagangan
Jasa Non Finansial (Transportasi,Komunikasi, Rumah Sakit, Pendidikan)
Jasa Finansial (Bank, Asuransi,Perusahaan Efek)
Industri/ Manufaktur
Pegawai Pemerintahan
5.5 Responden Berdasarkan Bidang Kerja Kepala Keluarga
5.1.6. Berdasarkan Kategori Pengeluaran Rumah Tangga Responden
Dari 251 responden rumah tangga yang berhasil diwawancarai, adapun komposisi
responden berdasarkan rata-rata pengeluaran dari rumah tangga per-bulannya sangat
didominasi oleh kelompok lebih dari Rp 2.000.000,-/bulan sebanyak 56,19%, kemudian
diikuti oleh kelompok kurang dari atau sama dengan Rp 350.000,-/bulan yang mencapai
32,38% dan terbesar ketiga adalah kelompok dengan pengeluaran antara Rp 800.000,- s/d
Rp 1.200.000,- sebesar 20 %. Kondisi ini akan terlihat pada gambar grafik dibawah ini :
45
32.38%
20.00%
3.81%
3.81%
20.00%
56.19%
Rata-rata Pengeluaran Rumah Tangga Perbulan
> Rp. 2.000.000
> Rp. 800.000 - Rp. 1.200.000
> Rp. 600.000 - Rp. 800.000
> Rp. 450.000 - Rp. 600.000
> Rp. 350.000 - Rp. 450.000
≤ Rp. 350.000
5.6 Rata-rata Pengeluaran Rumahtangga Responden per Bulan
5.1.7. Persepsi Responden terhadap Inflasi Kota Medan Dibanding 6 bulan yang
Lalu.
Dari 251 responden rumah tangga yang berhasil diwawancarai dan tersebar pada
21 kecamatan, menyatakan inflasi ada dan lumayan tinggi di kota Medan sebesar 95,16%
sedangkan sisanya hanya 4,84% yang menyatakan tidak ada inflasi yang cukup tinggi.
Adapun persepsi dari responden akan terlihat pada gambar grafik dibawah ini :
46
82.92%
17.08%
Inflasi yang di Rasakan Responden Tinggi
Tidak
Ya
Gambar 5.7 Persepsi Responden tentang Inflasi Saat Ini
di Kota Medan
1. Inflasi Kota Medan pada saat ini
Inflasi sangat tinggi terjadi saat ini dibanding 6 bulan yang lalu, maka dari 251
responden rumah tangga yang menyatakan ya sebesar 82,92%, sisanya hanya 17,08%
yang menyatakan tidak tinggi. Adapun kondisinya akan terlihat pada gambar grafik
dibawah ini :
47
95.16%
4.84%
Persepsi Masyarakat Terhadap InflasiAdanya Inflasi Saat ini Dibandingkan 6 Bulan yang Lalu
Tidak
Ya
Gambar 5.8 Persepsi Responden tentang Inflasi Saat Ini dibandingkan 6 Bulan
Lalu di Kota Medan
2. Inflasi Kota Medan dengan Pendapatan Riil Individu
Inflasi telah menurunkan pendapatan riil masyarakat dibanding 6 bulan yang
lalu, umumnya responden menyatakan ya sebanyak 90,65% dan yang menyatakan tidak
hanya 9,35% merasa tidak ada penurunan pendapatan riil-nya. Adapun persepsi ini akan
terlihat pada gambar grafik dibawah ini :
48
90.65%
9.35%
Inflasi Membuat Pendapatan Riil Responden Berkurang
Tidak
Ya
Gambar 5.9 Persepsi Responden Mengenai Pendapatan Riil
3. Peran Pemko Medan dalam mengendalikan laju Inflasi
Dari 251 responden rumah tangga sangat percaya Pemko Medan mampu
mengendalikan laju inflasi di kota Medan yang mencapai 83,74% responden, sisanya
16,26% yang tidak percaya.
49
83.74%
16.26%
Pemko Medan dapat Membantu Mengendalikan Laju Inflasi
Tidak
Ya
Gambar 5.10 Persepsi Responden Mengenai Peranan Pemko Medan dalam
Mengendalikan Inflasi
4. Program Operasi Pasar Pemko Medan dalam Mengendalikan Laju Inflasi
Program operasi pasar dari Pemko Medan sangat dipercaya responden mampu
mengendalikan laju inflasi di pasar sebanyak 82,38% sedangkan yang menyatakan tidak
percaya hanya 17,62%.
82.38%
17.62%
Operasi Pasar Pemko Medan dapat Mengendalikan Inflasi
Tidak
Ya
Gambar 5.11 Persepsi Responden mengenai Operasi Pasar Pemko Medan
50
Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang menyumbangkan inflasi
cukup tinggi pada saat ini dibanding 6 bulan yang lalu di kota Medan, maka persepsi dari
251 responden yang percaya bahwa kelompok-kelompok barang dan jasa seperti :
1. Bahan makanan mencapai 96,61% sisanya yang menyatakan tidak hanya 3,39%
2. Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mencapai 88,53% sisanya yang
tidak hanya 11,48%.
3. Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar mencapai 90,51% dan yang tidak hanya
9,49%
4. Barang Sandang mencapai 88,89% dan sisanya yang tidak hanya 11,11%
5. Jasa Kesehatan mencapai 85,25% dan sisanya yang tidak hanya 14,75%
6. Jasa Pendidikan, rekreasi dan olahraga mencapai 82,79% sisanya yang tidak
17,21%
7. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan mencapai 95,52% sisanya yang
tidak hanya 4,48%
Dari 251 responden rumah tangga yang memberi persepsi untuk setiap kelompok
barang dan jasa yang menyumbang angka inflasi di kota Medan dapat terlihat pada
gambar-gambar grafik dibawah ini :
51
1. Kelompok Barang Makanan
Gambar 5.12 Persepsi Responden Mengenai Inflasi Pada Kelompok Bahan
Makanan 6 Bulan Terakhir
2. Kelompok Barang Makanan Jadi, Minuman dan Rokok
88.52%
11.48%
Kelompok Barang yang Mengalami Kenaikan Harga 6 (enam) Bulan Terakhir
(Makanan jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau)
Tidak
Ya
Gambar 5.13 Persepsi Responden Mengenai Inflasi Pada Kelompok Makanan
Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 6 Bulan Terakhir
96.61%
3.39%
Kelompok Barang yang Mengalami Kenaikan Harga dalam 6 (enam) Bulan Terakhir
(Bahan Makanan)
Tidak
Ya
52
3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik dan BBM
90.51%
9.49%
Kelompok Barang yang Mengalami Kenaikan Harga 6 (enam) Bulan Terakhir
(Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar)
Tidak
Ya
Gambar 5.14 Persepsi Responden Mengenai Inflasi Pada Kelompok
Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar 6 Bulan Terakhir
4. Kelompok Barang Sandang
88.89%
11.11%
Kelompok Barang yang Mengalami Kenaikan Harga 6 (enam) Bulan Terakhir
(Sandang)
Tidak
Ya
Gambar 5.15 Persepsi Responden Mengenai Inflasi Pada Sandang 6 Bulan
Terakhir
53
5. Kelompok Jasa Kesehatan
85.25%
14.75%
Kelompok Barang yang Mengalami Kenaikan Harga dalam 6 (enam) Bulan Terakhir
(Kesehatan)
Tidak
Ya
Gambar 5.16 Persepsi Responden Mengenai Inflasi Pada Kesehatan 6 Bulan
Terakhir
6. Kelompok Jasa Pendidikan, Rekreasi dan Olahrga
82.79%
17.21%
Kelompok Barang yang Mengalami Kenaikan Harga dalam 6 (enam) Bulan Terakhir(Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga)
Tidak
Ya
Gambar 5.17 Persepsi Responden Mengenai Inflasi Pada Pendidikan, Rekreasi
dan Olaha raga 6 Bulan Terakhir
54
7. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
95.52%
4.48%
Kelompok Barang yang Mengalami Kenaikan Harga dalam 6 (enam) Bulan Terakhir
(Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan)
Tidak
Ya
Gambar 5.18 Persepsi Responden Mengenai Inflasi Pada Transportasi,
Komunikasi dan Jasa Keuangan 6 Bulan Terakhir
5.1.8. Prediksi Responden Tentang Kenaikan Inflasi 6 Bulan yang Akan Datang
Dari 251 responden rumah tangga yang berhasil diwawancarai dan tersebar di 21
kecamatan, maka yang menyatakan terjadi kenaikan inflasi sebanyak 79,27%, sisanya
20,73% menyatakan tidak ada kenaikan. Adapun kondisinya akan terlihat pada gambar
grafik dibawah ini :
55
79.27%
20.73%
Prediksi Responden tentang Kenaikan Laju Inflasi 6 (enam) Bulan Ke Depan
Tidak
Ya
Gambar 5.19 Persepsi Responden Mengenai Kenaikan Laju Inflasi Pada 6
Bulan Kedepan
5.1.9. Prediksi Responden Tentang Pendapatan Riil 6 Bulan yang Akan Datang
Dari 251 responden rumah tangga yang berhasil diwawancarai yang
memprediksikan akan turun pendapatan riil nya sebesar 50,41%, sedangkan yang
menyatakan tetap atau tidak berubah sebesar 32,52% dan sisanya yang optimis akan
meningkat pendapatan riil nya hanya 17,07%. Agar lebih mudah akan terlihat pada
gambare grafik dibawah ini :
56
17.07%
50.41%
32.52%
Prediksi Responden tentang Pendapatan Riil dalam 6 (enam) Bulan Mendatang
Tetap
Turun
Naik
Gambar 5.20 Persepsi Responden Mengenai Pendapatan Riil
Pada 6 Bulan Mendatang
5.1.10. Prediksi Responden Tentang Kenaikan Inflasi 6 Bulan yang Akan
Datang
Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang menyumbangkan inflasi
cukup tinggi pada masa 6 bulan yang akan datang di kota Medan, maka prediksi dari 251
responden yang percaya bahwa kelompok-kelompok barang dan jasa seperti :
1. Bahan makanan mencapai 96,19% sisanya yang menyatakan tidak hanya 3,81%
2. Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mencapai 86,29% sisanya yang tidak
hanya 13,71%.
3. Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar mencapai 95,73% dan yang tidak hanya
4,27%
4. Barang Sandang mencapai 92,81% dan sisanya yang tidak hanya 7,19%
5. Jasa Kesehatan mencapai 88,62% dan sisanya yang tidak hanya 11,38%
6. Jasa Pendidikan, rekreasi dan olahraga mencapai 89,66% sisanya yang tidak 10,34%
57
7. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan mencapai 98,71% sisanya yang
menyatakan tidak hanya 1,29%
Dari 251 responden rumah tangga yang memberi prediksi untuk setiap kelompok
barang dan jasa yang menyumbang angka inflasi di kota Medan untuk 6 bulan yang akan
datang dapat terlihat pada gambar-gambar grafik dibawah ini :
1. Kelompok Bahan makanan :
96.19%
3.81%
Kelompok Barang yang Mengalami Inflasi dalam 6 (enam) Mendatang
(Bahan Makanan)
Tidak
Ya
Gambar 5.21 Prediksi Responden Mengenai Inflasi Pada Bahan Makanan 6
Bulan Mendatang
58
2. Kelompok Bahan Makanan Jadi, Minuman Rokok dan Tembakau
86.29%
13.71%
Kelompok Barang yang Mengalami Inflasi dalam 6 (enam) bulan Menadatang
(Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau)
Tidak
Ya
Gambar 5.22 Prediksi Responden Mengenai Inflasi Pada Makanan Jadi,
Minuman, Rokok dan Tembakau 6 Bulan Mendatang
3. Kelompok Perumahan, air, Listrik
95.73%
4.27%
Kelompok Barang yang Mengalami Inflasi dalam 6 (enam) Bulan Mendatang
(Perumahan, Air, Listrik, BBM)
Tidak
Ya
Gambar 5.23 Prediksi Responden Mengenai Inflasi Pada Perumahan,Air,
Listrik dan BBM 6 Bulan Mendatang
59
4. Kelompok Barang Sandang
92.81%
7.19%
Kelompok Barang yang Mengalami Inflasi dalam 6 (enam) Bulan Mendatang
(Sandang)
Tidak
Ya
Gambar 5.24 Prediksi Responden Mengenai Inflasi Pada Sandang 6 Bulan
Mendatang
5. Kelompok Jasa Kesehatan
88.62%
11.38%
Kelompok Barang yang Mengalami Inflasi dalam 6 (enam) Bulan Mendatang
(Kesehatan)
Tidak
Ya
Gambar 5.25 Prediksi Responden Mengenai Inflasi Pada Kesehatan 6 Bulan
Mendatang
60
6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
89.66%
10.34%
Kelompok Barang yang Mengalami Inflasi dalam 6 (enam) Bulan Mendatang
(Pendidikan, Rekreasi dan Olah raga)
Tidak
Ya
Gambar 5.26 Prediksi Responden Mengenai Inflasi Pada Pendidikan, Rekreasi
dan Olah Raga 6 Bulan Mendatang
7. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
98.71%
1.29%
Kelompok Barang yang Mengalami Infalasi 6 (enam) Bulan Mendatang
(Transportasi,Komunikasi dan Jasa Keuangan)
Tidak
Ya
Gambar 5.27 Prediksi Responden Mengenai Inflasi PadaTransportasi,
Komunikasi dan Jasa Keuangan 6 Bulan Mendatang
61
5.1.11. Prediksi Responden tentang Kemampuan Pemko Medan Mengendalikan
Inflasi Masa yang Akan Datang
Dari 251 responden rumah tangga yang berhasil diwawancarai dan tersebar di 21
kecamatan, maka yang meenyatakan mampu mencapai 73,58%, sedangkan sisanya hanya
26,42% yang menyatakan tidak mampu. Adapun kondisinya akan terlihat pada gambar
grafik dibawah ini :
73.58%
26.42%
0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00%
Pemko Medan Mampu Menanggulangi Inflasi pada Masa Mendatang
Tidak
Ya
Gambar 5.28 Prediksi Responden Mengenai Kemampuan Pemko Medan
dalam Menanggulangi Inflasi di Masa Mendatang
5.1.12. Prediksi Responden Tentang Perekonomian Masa yang Akan Datang
Dari 251 responden rumah tangga yang berhasil diwawancarai pada di 21
kecamatan, maka yang menyatakan perekonomian kota Medan cukup baik sebesar
44,76%, diikuti yang menyatakan tetap seperti saat ini sebesar 30,65% dan sisanya hanya
2,60% yang menyatakan buruk. Adapun kondisinya akan terlihat pada gambar grafik
dibawah ini :
62
44.76%
24.60%
30.65%
Prediksi Responden tentang Perekonomian pada Masa Mendatang
Tetap
Turun
Naik
Gambar 5.29 Prediksi Responden Mengenai Perekonomian Kota Medan di
Masa Mendatang
5.2. Persepsi Responden Bisnis Kota Medan terhadap Inflasi
5.2.1. Berdasarkan Jumlah Responden
Dari 102 responden rumah tangga yang berhasil diwawancarai dan tersebar di 21
kecamatan, adapun komposisi responden dengan kategori bisnis berdasarkan kecamatan
akan terlihat pada gambar grafik dibawah ini :
63
4.90%9.80%
4.90%4.90%4.90%4.90%
2.94%4.90%4.90%4.90%4.90%
3.92%4.90%4.90%
5.88%4.90%4.90%4.90%
3.92%4.90%
Jumlah Responden Per KecamatanMedan Amplas
Medan Area
Medan KotaMedan Denai
Medan Baru
Medan Polonia
Medan selayangMedan Maimun
Medan Johor
Medan Sunggal
Medan Helvetia Medan Petisah
Medan Tuntungan
Medan Belawan
Medan MarelanMedan Labuhan
Medan Deli
Medan Tembung
Medan PerjuanganMedan Barat
Gambar 5.30 Komposisi Responden Bisnis Berdasarkan Kecamatan
Berdasarkan grafik diatas, bahwa yang paling dominan adalah responden bisnis
yang berasal dari kecamatan Medan Perjuangan sebesar 9,8%, kemudian dikuti oleh
kecamatan Medan Polonia sebesar 5,88%. Sedangkan yang paling sedikit adalah
kecamatan Medan Belawan yakni sebesar 2,94%.
5.2.2. Berdasarkan Jenis Usaha Responden
Jika dilihat dari jenis usaha yang dilakoni oleh responden, maka dari 102
responden bisnis yang berhasil diwawancarai adalah sektor jasa-jasa yakni sebesar
33,66%, selanjutnya diikuti oleh sektor kuliner sebesar 28,71%, dan terbesar ketiga
adalah perdagangan eceran mencapai 19,80%. Jika dilihat dari postur jenis usaha ini,
dapat dikatakan bahwa kota Medan sekarang menjadi destinasi kuliner utama di
Indonesia, karena macam dan bentuk kuliner yang khas dan menjadi icon baru pariwisata
64
kota Medan. Adapun komposisi responden berdasarkan jenis usaha yang dilakoni
responden akan terlihat pada gambar grafik dibawah ini :
28.71%
19.80%
33.66%
7.92%
9.90%
Jenis Usaha
Lainnya, Sebutkan
Industri bahan makanan
Jasa
Perdagangan Eceran
Kuliner
Gambar 5.31 Komposisi Responden Bisnis Berdasarkan Jenis Usaha
5.2.3. Berdasarkan Nilai Aset Responden
Sedangkan jika berdasarkan aset yang dimiliki responden bisnis, maka responden
yang berhasil diwawancarai sangat didominasi oleh kelompok kurang dari Rp 10 juta
mencapai 35,35%. Kemudian diikuti oleh kelompok antara Rp10 s/d Rp 25 juta sebesar
17,17%, dan yang terakhir adalah kelompok antara Rp 50 s/d Rp 100 juta hanya
mencapai 15,15%. Sisanya akan terlihat pada gambar grafik dibawah ini :
65
35.35%17.17%
8.08%15.15%
11.11%3.03%3.03%
1.01%3.03%
1.01%2.02%
Nilai Asset (diluar bangunan & harta bergerak)
Rp. 4 Milyar - 6 Milyar
Rp. 1 Milyar - 2 Milyar
Rp. 800 - 1 milyar
Rp. 600 - 800 juta
Rp. 400 - 600 juta
Rp. 200 - 400 juta
Rp. 100 - 200 juta
Rp. 50 - 100 juta
Rp. 25 - 50 juta
Rp. 10 - 25 juta
<Rp. 10 juta
Gambar 5.32 Komposisi Responden Bisnis Berdasarkan Nilai Asset
5.2.4. Berdasarkan Omset Usaha Responden
Dari 102 responden bisnis tersebut jika dilihat dari omset atau penjualan dari
usaha yang dimiliki, maka yang paling mendominasi adalah kelompok dengan omset Rp
10 juta per bulana yang mencapai 70,59%, kemudian diikuti oleh responden dengan
kelompok omset antara Rp 10 s/d 25 juta per bulan yang mencapai 12,94%. Sisanya yang
terbesar ketiga adalah kelompok Rp 25 s/d 50 juta per bulan hanya 7,06%. Adapun sisa
kelompok omset lainnya akan terlihat pada gambar garik dibawah ini :
66
70.59%12.94%
7.06%1.18%2.35%
1.18%3.53%
1.18%
Omzet/Bulan
Rp. 2 milyar - 4 milyar
Rp. 800 - 2 milyar
Rp. 400 - 800 juta
Rp. 100 - 200 juta
Rp. 50 - 100 juta
Rp. 25 - 50 juta
Rp. 10 - 25 juta
Rp. 10 juta
Gambar 5.33 Komposisi Responden Bisnis Berdasarkan Omset Usaha
5.2.5. Inflasi Saat ini Dibanding 6 Bulan yang Lalu Bagi Responden
Dari 102 responden bisnis menyatakan inflasi saat ini jika dibandingkan dengan 6
bulan yang lalu dirasakan sangat tinggi sebesar 97,06% sisanya yang menyatakan tidak
tinggi hanya 2,94%. Jadi perkembangan harga-harag barang dan jasa di pasar pada saat
ini sungguh terasa kenaikannya yang cukup tinggi sehingga laju inflasi yang dirasakan
juga sangat tinggi. Kondisinya akan terlihat pada gambar grafik dibawah ini :
97.06%
2.94%
Inflasi yang di rasakan saat inidibandingkan 6 (enam) bulan yang lalu
Tidak
Ya
Gambar 5.34 Persepsi Responden Bisnis Mengenai Inflasi di Kota Medan 6
Bulan yang Lalu
67
5.2.6. Inflasi yang Dirasakan Responden Pada Saat ini
Dari 102 responden bisnis menyatakan inflasi saat ini dirasakan sangat tinggi
sebesar 82,65% sisanya yang menyatkan tidak hanya 17,35%. Kondisnya akan terlihat
pada gambar grafik dibawah ini :
82.65%
17.35%
Inflasi yang dirasakan tinggi
Tidak
Ya
Gambar 5.35 Persepsi Responden Bisnis Mengenai Inflasi di Kota Medan
5.2.7. Inflasi yang Dirasakan Responden Mengurangi Keuntungan
Dari 102 responden bisnis yang berhasil diwawancarai menyatakan dengan
tingginya inflasi maka akan menurangi keuntungan dari usaha mereka yakni 91,09%
responden sedangkan sisanya hanya 8,91% yang menyatakan tidak mengurangi
keuntungan. Kedaan ini akan terlihat pada gambar grafik dibawah ini :
68
91.09%
8.91%
Dengan adanya Inflasi Keuntungan anda berkurang
Tidak
Ya
Gambar 5.36 Persepsi Responden Bisnis Mengenai Berkurangnya Keuntungan
karena Inflasi di Kota Medan
5.2.8. Persepsi Responden Tentang Pemko Medan Mampu Mengendalikan
Inflasi
Dari 102 responden bisnis yang berhasil diwawancarai, maka yang optimis Pemo
Medan mampu mengendalikan laju inflasi Medan sebesar 80,39%, sedangkan sisanya
responden yang pesimis hanya 19,61%. Kondisi ini akan lebih jelas terlihat pada gambar
grafik dibawah ini :
69
80.39%
19.61%
Pemko Medan dapat Membantu Mengendalikan Inflasi
Tidak
Ya
Gambar 5.37 Persepsi Responden Bisnis Mengenai Peranan Pemko Medan
Dalam Membantu Mengatasi Inflasi
5.2.8. Persepsi Responden Tentang Operasi Pasar dan Mengendalikan Inflasi
Dari 102 responden bisnis yang berhasil diwawancarai, maka yang tetap optimis
bahwa Pemko Medan mampu mengendalikan laju inflasi Medan melalui program operasi
pasar untuk mengurangi laju inflasi sebesar 81,19%, sedangkan sisanya responden yang
masih tetap pesimis bahwa program ini tidak mampu meredam laju inflasi hanya
18,81%. Kondisi ini akan lebih jelas terlihat pada gambar grafik dibawah ini :
70
81.19%
18.81%
Operasi Pasar yang dapat Mengurangi Laju Inflasi
tidak
ya
Gambar 5.38 Persepsi Responden Bisnis Mengenai Operasi Pasar
5.2.9. Persepsi Responden Tentang Kelompok Barang yang Mengalami Inflasi 6
Bulan yang Lalu
Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang menyumbangkan inflasi
cukup tinggi pada saat ini dibanding 6 bulan yang lalu di kota Medan, maka persepsi dari
102 responden bisnis yang percaya bahwa kelompok-kelompok barang dan jasa seperti :
1. Bahan makanan mencapai 90,63% sisanya yang menyatakan tidak hanya 9,37%
2. Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mencapai 83,61% sisanya yang tidak
hanya 16,39%.
3. Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar mencapai 92,86% dan yang tidak hanya
7,14%
4. Barang Sandang mencapai 89,04% dan sisanya yang tidak hanya 10,96%
5. Jasa Kesehatan mencapai 76,47% dan sisanya yang tidak hanya 23,53%
6. Jasa Pendidikan, rekreasi dan olahraga mencapai 78,85% sisanya yang tidak 21,15%
71
7. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan mencapai 93,44% sisanya yang tidak
hanya 6,54%
Dari 102 responden bisnis yang berhasil diwawancarai jika dilihat dari kelompok
barang yang menyumbang angka inflsi di kota Medan dibanding periode 6 bulan yang
lalu dan tersebar di 21 kecamatan, akan terlihat pada gambar-gambar grafik dibawah ini :
1. Kelompok Bahan Makanan
90.63%
9.38%
Kelompok Barang yang akan mengalami inflasi6 bulan terakhir
(Bahan Makanan)
Tidak
Ya
Gambar 5.39 Persepsi Responden Bisnis Mengenai Inflasi pada Bahan
Makanan 6 Bulan Terakhir.
72
2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman dan Rokok
83.61%
16.39%
Kelompok Barang yang akan Mengalami Inflasi6 bulan terakhir
(Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau)
Tidak
Ya
Gambar 5.40 Persepsi Responden Bisnis Mengenai Inflasi pada Makanan Jadi,
Minuman, Rokok dan Tembakau.
3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik dan BBM
92.86%
7.14%
Kelompok Barang yang akan Mengalami Inflasi6 bulan terakhir
(Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar)
Tidak
Ya
Gambar 5.41 Persepsi Responden Bisnis Mengenai Inflasi Pada Perumahan,
Air, Listrik dan Bahan BakarDalam 6 Bulan Terakhir.
73
4. Kelompok Barang Sandang
89.04%
10.96%
Kelompok Barang yang akan Mengalami Inflasi 6 Bulan Terakhir
(Sandang)
tidak
ya
Gambar 5.42 Persepsi Responden Bisnis Mengenai Inflasi pada Sandang dalam
6 Bulan Terakhir.
5. Kelompok Jasa Kesehatan
76.47%
23.53%
Kelompok Barang yang akan mengalami Inflasi 6 bulan terakhir
(Kesehatan)
Tidak
Ya
Gambar 5.43 Persepsi Responden Bisnis Mengenai Inflasi pada Kesehatan
dalam 6 Bulan Terakhir.
74
6. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
93.44%
6.56%
Kelompok Barang yang akan Mengalami Inflasi dalam 6 Bulan terakhir
(Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan)
Tidak
Ya
Gambar 5.45 Persepsi Responden Bisnis Mengenai Inflasi pada Transportasi,
Komunikasi dan Jasa Keuangan Dalam 6 Bulan Terakhir.
5.2.10. Prediksi Responden Tentang Inflasi, Perekonomian dan Kelompok
Barang yang Mengalami Inflasi 6 Bulan yang Akan Datang
Responden masih tetap pesimis bahwa untuk 6 bulan yang akan datang laju inflasi
masih tinggi yakni sebesar 86,87%, sisanya yang optimis hanya 13,13%. Sedangkan
prediksi tentang keuntungan dari usaha yang mereka miliki dominan mengatakan akan
mengalami penurunan yakni sebesar 61,46%, kemudian diikuti oleh prediksi responden
yang mengatakan tetap atau tida ada perubahan dengan saat ini mencapai 25%,
sedangkan sisanya adalah responden yang optomis akan menapatkan keuntungan yang
lebih baik dari saat ini mencapai 13,54%. Jadi secara umum bahwa responden bisnis
hampi dominan merasa pesimis dengan keuntungan dari usaha yang mereka jalani saat
ini, jika dilihat dari perkembangan harga-harga pada saat ini yang pada gilirannya akan
mengurangi daya beli masyarakat.
75
Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang menyumbangkan inflasi
cukup tinggi pada masa 6 bulan yang akan datang di kota Medan, maka prediksi yang
diperoleh dari 102 responden bisnis yang percaya bahwa kelompok-kelompok barang dan
jasa seperti :
1. Bahan makanan mencapai 96,67% sisanya yang menyatakan tidak hanya 3,33%
2. Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mencapai 91,80% sisanya yang tidak
hanya 8,20%.
3. Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar mencapai 95,65% dan yang tidak hanya
4,35%
4. Barang Sandang mencapai 91,89% dan sisanya yang tidak hanya 8,11%
5. Jasa Kesehatan mencapai 89,80% dan sisanya yang tidak hanya 10,10%
6. Jasa Pendidikan, rekreasi dan olahraga mencapai 93,75% sisanya yang tidak 6,25%
7. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan justru mencapai 100%.
Dari 102 responden bisnis yang berhasil diwawancarai jika dilihat dari kelompok
barang yang menyumbang angka inflsi di kota Medan yang diprediksi untuk periode 6
bulan yang akan datang akan terlihat pada gambar-gambar grafik dibawah ini :
76
1. Prediksi Naiknya laju Inflasi
Gambar 5.46 Prediksi Responden Bisnis Mengenai Inflasi Dalam 6 Bulan
Mendatang.
2. Prediksi Keuntungan Usaha
0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00%
Prediksi tentang Keuntungan dalam 6 Bulan Mendatang
Tetap
Turun
Naik
Gambar 5.47 Prediksi Responden Bisnis Mengenai Keuntungan Dalam 6 Bulan
Mendatang.
86.87%
13.13%
Prediksi Kenaikan Laju Inflasi 6 Bulan Mendatang
Tidak
Ya
77
3. Kelompok Barang Makanan
96.67%
3.33%
Kelompok Barang yang Mengalami Inflasi 6 Bulan Mendatang(Bahan Makanan)
Tidak
Ya
Gambar 5.48 Prediksi Responden Bisnis Mengenai Inflasi Bahan Makanan
dalam 6 Bulan Mendatang.
4. Kelompok Barang Makanan Jadi, Minuman dan Rokok
91.80%
8.20%
EkspektasiKelompok Barang yang Mengalami Inflasi dalam 6
Bulan mendatang(Makanan jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau)
tidak
ya
Gambar 5.49 Ekspektasi Responden Bisnis Mengenai Inflasi Makanan Jadi,
Minuman, Rokok dan Tembakau Dalam 6 Bulan Mendatang.
78
5. Kelompok Perumahan, Air, Listrik dan BBM
95.65%
4.35%
EkspektasiKelompok Barang yang Mengalami Inflasi 6
Bulan Mendatang(Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar)
tidak
ya
Gambar 5.50 Ekspektasi Responden Bisnis Mengenai Inflasi Perumahan, Air,
Listrik dan Bahan Bakar dalam 6 Bulan Mendatang.
6. Kelompok Barang Sandang
91.89%
8.11%
EkspektasiKelompok Barang yang Mengalami Inflasi
Dalam 6 Bulan Mendatang(Sandang)
Tidak
Ya
Gambar 5.51 Ekspektasi Responden Bisnis Mengenai Inflasi Sandang
Dalam 6 Bulan Mendatang.
79
7. Kelompok Barang dan Jasa Kesehatan
89.80%
10.20%
EkspektasiKelompok Barang yang Mengalami Inflasi
6 Bulan Mendatang(Kesehatan)
Tidak
Ya
Gambar 5.52 Ekspektasi Responden Bisnis Mengenai Inflasi Kesehatan dalam 6
Bulan Mendatang.
8. Kelompok Jasa Pendidikan, Rekerasi dan Olahraga
93.75%
6.25%
0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00%
Ekspektasi Kelompok Barang yang Mengalami Inflasi
6 Bulan Mendatang(Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga)
Tidak
Ya
Gambar 5.53 Ekspektasi Responden Bisnis Mengenai Inflasi Pendidikan,
Rekreasi dan Olah Raga Dalam 6 Bulan Mendatang.
80
8. Kelompok Jasa Transportasi dan Komunikasi
Semua responden memprediksikan bahwa sektor jasa ini akan menyumbang
angka inflasi yang tinggi bagi inflasi kota Medan yakni 100%, dengan kata lain semua
responden pesimis akan jasa ini.
5.2.11. Prediksi Responden tentang Kemampuan Pemko Medan dalam
menanggulangi Inflasi, pada 6 bulan yang akan datang
79.80%
20.20%
Pemko Medan Mampu Menanggulangi InflasiPada Masa Mendatang?
Tidak
Ya
Gambar 5.54 Ekspektasi Responden Bisnis Mengenai Kemampuan Pemko
Medan Mengendalikan Inflasi dalam 6 Bulan Mendatang.
Sebahagian besar responden optimis bahwa Pemko Medan mampu
mengendalikan laju inflasi di kota Medan untuk 6 bulan yang kan datang, yakni mencapai
79,80% sedangkan sisanya yang tidak yakin dengan kemampuan Pemko Medan hanya
20,20%.
5.2.12. Prediksi Responden tentang Perekonomian kota Medan pada 6 bulan
yang akan datang
Dari 102 responden bisnis yang telah berhasil diwawancarai bahwa prediksi
mereka tentang perekonomian kota Medan yang optimis baik mencapai 47% sedangkan
yang menyatakan tetap atau perekonomiannnya akan sama dengan saat ini mencapai
81
36%, sedangkan siasnya yang pesimis bahwa perekonomian Kota Medan akan
memburuk hanya mencapai 17%.
47.00%
36.00%
17.00%
Prediksi Responden tentang Perekonomian pada Masa Mendatang
Turun
Tetap
Naik
Gambar 5.55 Ekspektasi Responden Bisnis Mengenai Perekonomian Kota
Medan di Masa Mendatang
82
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1.Laju inflasi di kota Medan dalam kurun waktu tahun 2000-2011 relatif sangat
fluktuatif, dengan rata-rata 8,48%. Tingkat inflasi tahun 2001 lebih tinggi dari inflasi
rata-rata yang disebabkan masih terasanya pengaruh krisis moneter 1998. Inflasi tahun
2005 juga lebih tinggi dari inflasi rata-rata yang disebabkan terjadinya kenaikan BBM
sebesar 100%.Demikian juga halnya dengan inflasi tahun 2008 yang lebih tinggi dari
inflasi rata-rata. Hal ini disebabkan naiknya lagi harga BBM. Bila dibandingkan dengan
tingkat inflasi secara nasional, maka rata-rata inflasi kota Medan lebih tinggi dari inflasi
nasional (7,2%).
2.Laju inflasi kota Medan periode 2000 – 2011 berdasarkan kelompok barang adalah
sebagai berikut:
- Kelompok bahan makanan, inflasinya sangat fluktuatif dengan rata-rata 9,23%
. Inflasi tertinggi tahun 2001 (18,91%) sedangkan inflasi terendah tahun 2003
(-3,14%)
- Kelompok makanan jadi,minuman, rokok dan tembakau inflasinya relatif
stabil (8,88%) . Inflasi tertinggi tahun 2001 (20,47%) dan inflasi terendah
tahun 2004 (1,89).
- Kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar sangat fluktuatif dengan
rata-rata (10,44%). Inflasi tertinggi tahun 2002 (17,18%) dan inflasi terendah
tahun 2007 (3,27%).Hal ini disebabkan karena terjadinya kenaikan harga
BBM, kenaikan TDL dan juga meningkatnya permintaan akan perumahan.
- Kelompok barang sandang, trend nya kurang fluktuatif dengan rata-rata
8,32%. Inflasi tertinggi tahun 2007 (9,85%) dan inflasi terendah tahun 2001
(4,88%). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok barang tersebut hanya
sensistif dan meningkat pada musim-musim tertentu dan juga karena sandang
merupakan barang tahan lama.
83
- Kelompok jasa kesehatan tingkat inflasinya berfluktuatif dengan rata-rata
5,13%. Inflasi tertinggi tahun 2001 (9,74%) dan inflasi terendah tahun 2007
(0,04%).
- Kelompok jasa pendidikan, rekreasi dan olah raga tingkat inflasinya sangat
fluktuatif dengan rata-rata 8,22%. Tingkat inflasi tertinggi terjadi tahun 2003
(15,29%) dan inflasi terendah tahun 2009 (0,72%)
- Untuk kelompok barang jasa transportasi dan komunikasi, tingkat inflasi
rata-ratanya 10,49%. Inflasi tertinggi than 2005 (62,25%) dan terendah tahun
2009 (-4,,92%). Tingginya inflasi tahun 2005 disebabkan kenaikan harga
BBM.
3. Persamaan regresi dari model inflasi kota Medan yang diperoleh yaitu :
INFt = 22,110 + 2,741E-6 Ct + 1,879E-5 It + 9,180E-6 Gt + εt
Tingkat konsumsi (C) berpengaruh secara positif dan signifikan atau (t=3,492 pada α=
5%) terhadap laju inflasi. Variabel investasi (I) berpengaruh secara positif dan signifikan
(t=3,917 pada α= 5%) terhadap laju inflasi . Variabel pengeluaran pemerintah pemerintah
kota Medan (G) berpengaruh secara positif dan signifikan (t=3,170 pada α= 10%) . Nilai
koefisien determinasi (R2) yang di adjusted sebesar 0,708. Artinya 70,8% variabel C,I
dan G mampu menjelaskan variabel inflasi kota Medan, sedangkan sisanya dijelaskan
oleh variabel di luar model.
4 Persepsi responden rumahtangga:
- Lebih dari 90% responden yang merasakan adanya inflasi dan inflasinya tinggi di
kota Medan
- 90,65% dari responden merasakan penurunan pendapatan riil dibanding 6 bulan
yang lalu
- 83,74% dari responden percaya bahwa pemko Medan dapat membantu
mengendalikan inflasi
84
- Bahwa hampir semua responden menyatakan program pemko Medan yang dapat
membantu mengendalikan inflasi adalah pasar murah
- Menurut responden, dalam 6 bulan terakhir inflasi yang paling tinggi dirasakan
pada kelompok bahan makanan, (kedua) kelompok transportasi dan komunikasi,
(ketiga) perumahan, air, listrik dan bahan bakar, (keempat) sandang, (kelima)
makanan jadi, minuman rokok dan tembakau, (keenam) kesehatan dan (ketujuh)
pendidikan, rekreasi dan olah raga.
- 79,27% dari respondenm memprediksi kenaikan inflasi 6 bulan mendatang.
- Hanya 50,41% dari responden yang menyatakan bahwa pendapatan riil akan
mengalami penurunan, 32,52% menyatakab tetap sedangkan 17,07 yang
menyatakan akan meningkat.
- Responden memprediksi bahwa dalam waktu 6 bulan ke depan, inflasi yang
tertinggi akan terjadi pada kelompok transportasi dan komunikasi, (kedua) bahan
makanan, (ketiga) perumahan, air, listrik dan bahan bakar, (keempat) sandang,
(kelima) pendidikan, rekreasi dan olahraga, (keenam) kesehatan, (ketujuh)
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau.
- 73,58 % dari responden menyatakan bahwa pemko Medan dapat menaggulangi
inflasi
- 44,76% dari responden menyatakan perekonomian kota Medan lebih baik di masa
mendatang.
Persepsi responden bisnis
- 97,06% merasakan adanya kenaikan harga barang dan sangat tinggi dalam 6 bulan
terakhir
- 91,09% responden menyatakan keuntungannya berkurang
- 80,39% dari responden menyatakan pemko Medan dapat membantu
mengendalikan inflasi
- 81,19% dari responden mengatakan bahwa pasar murah merupakan program
pemko Medan dalam mengendalikan inflasi
- Responden memperkirakan bahwa kelompok barang yang mengalami inflasi,
diurutan tertinggi adalah (ke satu) kelompok transportasi dan komunikasi, (ke
85
dua) perumahan, air, listrik dan bahan bakar,(ketiga) bahan makanan, (keempat)
sandang, (kelima) makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, (keenam)
pendidikan, rekreasi dan olah raga dan (ketujuh) kesehatan
- 86,87% dari responden memperkirakan akan terjadi kenaikan inflasi dalam 6
bulan mendatang
- 61,46% dari responden memprediksi keuntungan mereka dalam 6 bulan
mendatang akan menurun
- Kelompok barang yang diprediksi akan mengalami inflasi dalam 6 bulan
mendatang adalah (ke satu ) kelompok transportasi dan komunikasi, (kedua)
kelompok bahan makanan, (ketiga) kelompok perumahan, air, listrik dan bahan
bakar, (keempat) kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga, (kelima) sandang,
(keenam) kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau), (ketujuh)
kelompok kesehatan.
- 79,80% dari responden percaya bahwa pemko Medan dapat membantu
mengendalikan inflasi di kota Medan
- 47% responden meyakini bahwa perekonomian kota Medan dimasa mendatang
akan menaik.
6.2. Saran
1. Penyelenggaraan pasar murah yang masih bersifat sporadis (hanya menjelang
hari-hari besar keagaman). Oleh karena itu perlu diadakan pasar murah yang
tersistem.
2. Membentuk badan usaha milik daerah (BUMD), yang diberi wewenang untuk
menjaga kestabilan harga bahan makanan.
3. Melakukan pemantauan harga ke pasar-pasar secara rutin dan teratur.
4. Mempercepat pembangunan pasar induk bukan hanya untuk komoditi sayuran
tetapi juga untuk beberapa komoditi bahan pangan yang lain.
5. Mendirikan pusat informasi harga yang dapat membantu masyarakat dalam
mengetahui informasi harga bahan makanan pada berbagai tempat
86
6. Memperbaiki ketersediaan infrastuktur sehingga dapat mempermudah distribusi
barang.
7. Membangun kawasan perumahan kelas menengah bawah dengan harga yang
terjangkau dan dilengkapi dengan sarana public utility, kawasan ini juga harus
terintegrasi dengan jaringan transportasi publik, serhingga dapat memudahkan
masyarakat Medan untuk mengakses sarana dalam aktivitas sehari-hari, jadi
pendapatan yang diterima masyarakat menjadi stimulus untuk meningkatkan
kesejahteraan keluarga.
87
DAFTAR PUSTAKA
Algifari, 1997, “Analisis Regresi: Teori, Kasus dan Solusi”, BPFE, Yogyakarta.
Gunawan. Anton H, 1991, “Anggaran Pemerintah dan Inflasi di Indonesia”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Budiono, 1995, “Ekonomi Makro”, BPFE, Yogyakarta.
Andrianus, F dan Niko, A, 2006, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia Periode 1997:3 – 2005:2”. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol 11No 2.
Gultom danYasnuari, R, 2008, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Inflasi di Sumatera Utara”, Skripsi Sarjana, Unniversitas Sumatera Utara.
Putong, Iskandar dan Andjaswati,ND, 2008, “Pengantar Ekonomi Makro”, Mitra Wacana Media, Jakarta.
Kuncoro, M 2003,”Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi”, Erlangga, Jakarta.
Wahjuanto. M, 2010, “Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia”, Skripsi Sarjana, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur.
Nopirin, 1998,”Ekonomi Moneter”, BPFE, Yogyakarta.
Rahardja.P dan Manurung.M, 2001, “Teori Ekonomi Makro”, LP-FEUI, Jakarta
Priono. R dan Setiasih.E, 2009, “Deteksi Faktor Penyebab Inflasi di Purwokerto”, Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol 10 No 1.
Sugiyono, 2003, “Metode Penelitian Bisnis”, Alfabeta, Bandung
Sukirno, Sadono, 1997, “Pengantar Teori Makro Ekonomi”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Tajul Khalwaty, 2000, “Inflasi dan Solusinya”, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta