laporan farmakologi pemberian obat dan pengenalan hewan coba
DESCRIPTION
tentangTRANSCRIPT
Tanggal Praktikum : 25 Februari 2013
Jam Praktikum : 11.00 – 13.30
Dosen Pembimbing : drh. Andriyanto, M.Si
Kelompok Praktikum : 15
PEMBERIAN OBAT DAN PENJELASAN HEWAN COBA
Anggota Kelompok:
1. Rendi Rifano (B04100010) ...............2. Arlita Sariningrum (B04100070) ...............3. Halim Bakti Harjo (B04100100) ...............4. Afief Rif’an (B04109001) ...............5. M. Fajar Nasrullah (B04100099) ...............
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2013
TujuanPraktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari tata cara
handling dan pemberian obat pada hewan laboratorium, serta mengetahui fungsi
cerebellum, cerebrum, dan medula oblongata terhadap fungsi fisiologis pada
tubuh.
Latar Belakang
Obat adalah zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup, maka obat
sering digunakan untuk pencegahan, diagnosis dan pengobatan penyakit.
Pemberian obat dapat diberikan secara peroral, parenteral, perinhalasi, perektal,
dan topical. Pemberiannya tergantung pada jenis obat dan jenis penyakit yang
diobati.
Pemilihan hewan coba harus diketahui sifat – sifat hewan coba maupun
cara penangannya serta cara pemberian obat. Seorang dokter hewan harus
memiliki kemampuan dalam hal cara pemberian obat yang baik sesuai dengan
jenis hewan coba tersebut.
Katak merupakan hewan percobaan yang jarang dipakai dalam penelitian –
penelitian farmakologik, namun dalam praktikum untuk mahasiswa di
laboratorium, katak memiliki peran yang penting, antara lain karena harga katak
relatif murah dibandingkan dengan hewan- hewan percobaan lainnya. Meskipun
susunan saraf pusat katak lebih sederhana dibandingkan dengan mamalia, tetapi
prinsip – prinsip dasar susunan saraf pusat dapat dipelajari dengan menggunakan
katak. Seperti halnya pada hewan yang berderajat tinggi, susunan saraf pusat
katak dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu prosensefalon, mesensefalon,
rombensefalon, dan medulla spinalis. Lebih lanjut prosensefalon masih dapat di
bagi lagi menjadi dua, yaitu telensefalon dan diensefalon. Telensefalon setelah
melampaui masa embrional akan berkembang menjadi serebrum. Daerah
serebrum merupakan pangkal dari saraf pusat I (nervus olfaktorius) dan saraf
pusat II (nervus optikus). Bagian kulit serebrum (korteks serebri terdiri atas
berpuluh – puluh area dengan fungsi yang berbeda – beda, antara lainsebagai
pusat sensorik, pusat motorik, pusat asosiasi, pusat kesadaran, pusat penerima
rangsang penglihatan, pusat pengatur tingkah laku dan pada hewan yang
berderajat lebih tinggi, juga merupakan pusat refleks bersyarat.
Tikus selain murah dan banyak tersedia juga mudah dipelihara. Strukturnya yang
menyerupai manusia sangat bermanfaat dalam penelitian yang berhubungan
dengan kondisi manusia. Tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomis yang
tidak lazim, esophagus bermuara ke dalam lambung, dan tidak mempunyai
kantung empedu.
Tinjauan Pustaka
A. Definisi hewan coba
Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewa yang sengaja
dipelihara dan diternakan untuk dipakai sebagai hewan model, dan juga
untuk mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu
dalam skala penelitian dan pengamatan laboratorik. Animal model atau
hewan model adalah objek hewan sebagai imitasi (peniruan) manusia
(spesies lain), yang digunakan untuk menyelidiki fenomena biologis atau
patobiologis (Hau & Hoosier jr., 2003).
B. Klasifikasi animal model
1. Exploratory (penyelidikan) : untuk memahami mekanisme biologis,
apakah termasuk mekanisme dasar yang normal atau mekanisme yang
berhubungandengan fingsi biologis yang abnormal
2. Explanatory (penjelasan) : untuk memahami lebih banyak masalah
biologis yang kompleks.
3. Predictive (perkiraan) : bertujuan untuk menentukan dan mengukur
akibat dari perlakuan, apakah sebagai cara untuk pengobatan penyakit
atau untuk memperkirakan tingkat toksisitas atau bahan kimia yang
diberikan
C. Syarat hewan coba
1. Sedapat mungkin hewan percobaan akan digunakan bebas dari
mikroorganisme patogenm karena adanya mikroorganisme patogen
pada tubuh hewan sangat mengganggu jalan reaksi pada pemeriksaan
penelitian, sehingga dari segi ilmiah hasilnya kurang dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya, berdasarkan tingkatan
kontaminasi mikroorganisme patogen, hewan percobaan digolongkan
menjadi hewan percobaan konvensional, specified pathogen free
(SPF).
2. Mempunyai kemampuan dalam memberikan reaksi imunitas yang
baik, hal ini ada hubungannya dengan persyaratan pertama.
3. Kepekaan terhadap suatu penyakit. Hal ini menunjukkan tingkat
suseptibilitas hewan terhadap penyakit.
4. Performa atau prestasi hewan percobaan yang dikaitkan dengan sifat
genetiknya.
Dari keadaan tersebut di atas, timbul beberapa dilema dalam penyediaan hewan
percobaan, misalnya penyakit, lingkungan, seleksi dan pengelolaan (sulaksono,
1987)
Bahan dan Alat
Alat dan bahan yang diguanakan pada percobaan terdiri dari katak, papan
katak, sungkup gelas, jarum/alat penusuk (sonde), dan asam encer (H2SO4 atau
HCL 0,5N), kelinci, tikus, dan mencit.
Metodologi
A. Keadaan Umum Katak Normal
Praktikan memperhatikan katak normal yang diletakkan bebas di
atas papan katak di dalam wadah yang agak luas. Hal – hal yang
diperhatikan, yaitu sikap duduk katak, frekuensi denyut jantung dan
pernapasannya, cara kembali katak ke posisi semula setelah dibalikkan,
gerakan- gerakan spontan pada katak, cara katak melompat dan stimulasi
yang dibutuhkan, cara katak berenang, refleks menghindar katak. Reaksi
katak saat papan dimiringkan ke kanan dan kiri, reaksi katak saat papan
digerakkan ke atas dan ke bawah dengan cepat, dan reaksi katak setelah
dilukai dan diberi asam pada bagian lukanya.
B. Penekanan Fungsi Susunan Saraf Pusat Katak Secara Mekanis
Penekanan mekanis susunan saraf pusat katak dilakukan dengan
merusak bagian – bagian susunan saraf pusat mulai dari bagian cranial ke
caudal, dengan menggunakan jarum penusuk. Bagian – bagian yang
dirusak secara berurutan adalah serebrum, medulla oblongata, dan yang
terakhir medulla spinalis. Praktikan memperhatikan dan melakukan seperti
percobaan satu setiap kali merusak suatu bagian susunan saraf pusat
tersebut.
C. Handling dan Pemberian Obat pada Tikus
Tikus dikeluarkan dari kandang dengan memegang ekornya
(setelah itu dengan menggunakan kain lap bagian muka tikus ditutup).
Kemudian dengan tetap memegang ekor bagian tengkuk tikus difiksir
menggunakan jari telunjuk dan jari tengah membentuk huruf V. Setelah
itu, dengan menggunakan sonde lambung yang telah dipasangkan pada
spuid obat dimasukkan melalui mulut ke esophagus ke lambung.
Kemudian masukkan obat dan tarik sonde keluar.
Hasil dan Pembahasan
Tabel 1. Hasil pengamatan keadaan katak sebelum dan setelah susunansaraf pusat dirusak.
Aktivitas Katak
NormalSesudah
Perusakan Serebrum
Sesudah Perusakan MO, Lobus
Optikus, dan Serebelum
Sesudah Perusakan Medulla Spinalis
Kesadaran Baik Tidak ada Tidak ada Tidak adaGerakan Spontan
Baik Baik Tidak ada Tidak ada
Posisi Waktu Istirahat
Duduk Normal Duduk normal Berbaring Berbaring
Frek. Denyut Jantung
92 kali/menit 64 kali/menit Tidak ada Tidak ada
Frek. Pernapasan
96 kali/menit 56 kali/menit Tidak ada Tidak ada
Keseimbangan Baik Baik Tidak ada Tidak adaReaksi Terhadap Asam
Ada Ada Ada Tidak ada
Tonus Otot Ada Ada Tidak ada Tidak adaReflek-refleks Ada Ada Ada Tidak ada
Hasil dari praktikum kali ini adalah katak normal memiliki kesadaran,
keseimbangan, dan gerak spontan yang baik. Frekuensi denyut jantung dan
frekuensi pernapasan berturut – turut 92 kali/menit dan 96 kali/menit. Sementara
pada saat dalam posisi duduk katak normal duduk dengan normal tidak serong ke
kanan tataupun ke kiri. Hasil pengujian dengan cairan asam katak menunjukan
adanya reaksi dengan menarik kakinya, begitu juga dengan reflek – reflek yang
lain katak normal masih ada.
Katak yang dirusak serebrumnya atau katak deserebrasi menunjukan
beberapa perubahan. Menurut (Thomas, 2002), serebrum bertanggung jawab
dalam proses belajar, kecerdasan, kesadaran, dll. Pada katak deserebrasi kesadaran
sudah menghilang sementara itu terjadi penurunan frekuensi denyut jantung dan
frekuensi pernapasan yang berturut – turut 64 kali/menit dan 56 kali/menit.
Sementara itu hal – hal lain katak deserebrasi masih sama dengan katak normal.
Katak kemudian dirusak medulla oblongata, lobus optikus, dan
serebelumnya. Setelah itu banyak perubahan yang terjadi dibandingkan katak
deserebrasi. Pada katak spinal atau katak yang hanya memeiliki medulla spinalis
baik kesadaran, gerakan spontan, frekuensi denyut jantung dan frekuensi
pernapasan, keseimbangan, dan tonus otot semuanya menghilang. Hali ini
disebabkan karena pusat pengaturan frekuensi nafas yang terletak di medula
oblongata dan pusat keseimbangan yang terdapat di vestibulo serebellum bersama
batang otak telah dirusak (Guyton, 1995). Sehingga pengaturan napas, denyut
jantung, dan keseimbangannya pun menghilang sehingga posisi katak pada saat
istirahat menjadi berbaring tidak duduk lagi.
Medulla spinalis katak kemudian dirusak dengan menggunakan alat
penusuk atau sonde. Setelah perusakan medulla spinalis hamper semua fungsi
tubuh katak menhilang. Hal ini disebabkan karena susunan saraf pusat dalam
tubuh katak sudah dirusak semuanya. Sehingga tidak ada pengontrol yang
mengendalikan aktivitas tubuh katak.
Pengambilan darah hewan percobaan harus dilakukan senyaman mungkin.
Pada kelinci, pengambilan darah dilakukan di vena auricularis marginal yang
berada di daun telinga dengan cara membendung dengan jari telunjuk dan jari
tengah, kemudian memasukkan jarum suntik ke arah yang berlawanan dengan
aliran darah agar darah mengalir ke dalam spuid. Selama pengambilan darah
jangan sampai membuat kelinci kaget dan merasa tidak nyaman.
Mengetahui cara pemberian obat pada hewan coba sangat penting bagi
praktikan. Pemberian obat pada mencit dan tikus dilakukan dengan memasukkan
obat melalui sonde lambung yang di cekokan melalui mulut ke esopagus
kemudian masuk ke lambung.
Simpulan
Dari praktikum diatas diketahui bahwa serebrum bertanggung jawab
dalam proses belajar, kecerdasan, kesadaran, dll. Sedangkan medulla oblongata
mempengaruhi pusat pernapasan, dan medulla spinalis mengotrol aktivitas gerak.
Pengambilan darah pada hewan berbeda – beda letaknya, pada kelinci dilakukan
melalui vena auricularis marginal. Pemberian obat padatikus dan mencit
dilakukan dengan mencekok menggunakan sonde lambung.
Daftar Pustaka
Colville, Thomas dan joanna MB. 2002. Clinical Anatomy & Physiology For
Veterinaty Technicians. USA: Mosby.
Hau, J., & Hoosier Jr., G, L. (2003). Handbook of Laboratory Animal Science
Second Edition. Boca Raton: CRD Press.
Guyton, Arthur C. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Penerjemah Ken Ariata Tengadi. Terjemahan dari Textbook of Medical
Physiology.
Sulaksono, M. E. (1987). Dilema Pada Hewan Percobaan Untuk Pemeriksaan
Produk Biologis. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI.