laporan farmakologi anestesi umum

14
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI ANESTESI UMUM Disusun Oleh Kelas FI KELOMPOK II Abdul Rakan Jamaludin 1004015001 Alvina Rahmawati 1004015015 Neneng Liza Yanti 1004015181 Syaadah Fitria Siregar 1004015265 Tiara Ashria 1004015270 Vika Nurjannah 1004015283 FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIS FAKULTAS FARMASI DAN SAINS UHAMKA JAKARTA 2012

Upload: sisqha-luciiajja

Post on 24-Nov-2015

622 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Laporan Farmakologi Anestesi Umum

TRANSCRIPT

  • LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

    ANESTESI UMUM

    Disusun Oleh

    Kelas FI

    KELOMPOK II

    Abdul Rakan Jamaludin 1004015001

    Alvina Rahmawati 1004015015

    Neneng Liza Yanti 1004015181

    Syaadah Fitria Siregar 1004015265

    Tiara Ashria 1004015270

    Vika Nurjannah 1004015283

    FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIS

    FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

    UHAMKA

    JAKARTA

    2012

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur telah penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. karena

    berkat limpahan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat

    menyelesaikan laporan farmakologi ini.

    Maksud dan tujuan dari penulisan laporan ini adalah agar pembaca dapat lebih

    mengerti, dan memahami tentang obat-obat yang digunakan dalam mengatasi

    penyakit malaria. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua

    pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.

    Penulis menyadari bahwa laporan ini masih dalam ketidaksempurnaan. Oleh karena

    itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan senantiasa penulis harapkan

    dalam upaya penyempurnaan laporan ini.

    Akhirnya penulis berharap, laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca

    dalam kegiatan belajar mengajar.

    Jakarta, Oktober 2012

    Tim Penyusun

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar belakang

    Istilah anestesia dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes berasal dari

    bahasa Yunani anaisthsia (dari an- tanpa + aisthsis sensasi) yang berarti tidak

    ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: (1) anesthesia lokal:

    hilangnya rasa sakit tanpa disertai kehilangan kesadaran; (2) anesthesia umum:

    hilangnya rasa sakit disertai hilang kesadaran. Sejak jaman dahulu, anestesia

    dilakukan untuk mempermudah tindakan operasi, misalnya pada orang Mesir

    menggunakan narkotika, orang China menggunakan Cannabis indica, orang primitif

    menggunakan pemukulan kepala dengan kayu untuk menghilangkan kesadaran.

    Pada tahun 1776 ditemukan anestesia gas pertama, yaitu N2O, namun kurang efektif

    sehingga ada penelitian lebih lanjut pada tahun 1795 menghasilkan eter sebagai

    anestesia inhalasi prototipe, yang kemudian berkembang hingga berbagai macam

    yang kita kenal saat ini. Pada praktikum ini, kami melihat pengaruh pemberian eter

    terhadap perubahan kondisi kesadaran kelinci yang dapat diamati dengan beberapa

    parameter penting.

    1.2 Tujuan

    1. Mahasiswa mampu melakukan anestesi umum dengan menggunakan eter pada

    kelinci percobaan.

    2. Mahasiswa mampu mengamati stadium anestesi yang terjadi melalui parameter-

    parameter antara lain: respon nyeri, lebar pupil, jenis pernafasan, frekuensi jantung

    dan tonus otot.

    3. Mahasiswa mampu menjelaskan stadium-stadium anestesi.

  • 1.3 Manfaat

    1. Mampu melakukan anestesi umum dengan menggunakan eter pada kelinci

    percobaan.

    2. Mampu mengamati stadium anestesi yang terjadi melalui parameter parameter

    antara lain: respon nyeri, lebar pupil, jenis pernafasan, frekuensi jantung dan tonus

    otot.

    3. Mampu menjelaskan stadium-stadium anestesi.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Obat anestesi umum adalah obat atau agen yang dapat menyebabkan

    terjadinya efek anestesia umum yang ditandai dengan penurunan kesadaran secara

    bertahap karena adanya depresi susunan saraf pusat. Menurut rute pemberiannya,

    anestesi umum dibedakan menjadi anestesi inhalasi dan intravena. Keduanya

    berbeda dalam hal farmakodinamik maupun farmakokinetik (Ganiswara, 1995).

    Tahap-tahap penurunan kesadaran dapat ditentukan dengan pengamatan yang

    cermat terhadap tanda-tanda yang terjadi, terutama yang berhubungan dengan

    koordinasi pusat saraf sirkulasi, respirasi, musculoskeletal dan fungsi-fungsi otonom

    yang lain pada waktu-waktu tertentu. Beberapa anestetik umum berbeda potensinya

    berdasarkan sifat farmakokinenik dan farmako dinamik yang berbeda pula. Selain

    itu sifat farmasetika obat juga mempengaruhi potensi anestesinya. Potensi anestetik

    yang kuat dapat disertai dengan potensi depresi sususan saraf pusat yang kuat,

    sehingga perlu dilakukan pemantauan yang ketat, untuk menghindari turunnya

    derajat kesadaran sampai derajat kematian. ( Ganiswara, 1995 ).

    Eter (dietil eter, zaman dahulu dikenal sebagai sulfuric eter karena

    diproduksi melalui reaksi kimia sederhana antara etil alkohol dengan asam sulfat)

    digunakan pertama kali tahun 1540 oleh Valerius Cordus, botani Prusia berusia 25

    tahun. Eter sudah dipakai dalam dunia kedokteran, namun baru digunakan sebagai

    agen anestetik pada manusia di tahun 1842, ketika Crawford W. Long dan William

    E. Clark menggunakannya pada pasien. Namun penggunaan ini tidak

    dipublikasikan. Empat tahun kemudian, di Boston, 16 Oktober 1846, William T. G.

    Morton memperkenalkan demostrasi publik penggunaan eter sebagai anestetik

    umum (Morgan dan Mikhail, 2002). Eter dapat dimasukkan kedalam derivat alkohol

    dimana H dari R-O-[H] digantikan oleh gugus R lainnya. Eter adalah oksida organik

    yang berstrukur:

    [R]-C-O-C-[R]

  • Eter tidak berwarna, berbau menyengat, cairan yang mudah menguap. Titik

    didihnya adalah 36,2C. Cara pembuatan yang paling umum adalah dengan

    dehidrasi alkohol bersama asam sulfat (Collins, 1996).

    Alkohol (etanol; C2H5OH) ialah suatu molekul kecil, larut dalam air, dan

    diserap dengan sempurna dari saluran pencernaan. Uap etanol dapat juga diserap

    melalui paru-paru. Adanya makanan dalam usus memperlambat serapan.

    Distribusinya cepat, konsentrasi dalam jaringan lebih kurang sama dengan

    konsentrasi plasma. Kadar puncak dalam darah dapat dicapai dalam 30 menit. Lebih

    90% alkohol yang dikonsumsi dioksidasi dalam hati, sisanya dieksresikan dalam

    paru-paru dan urin. Seorang dewasa dapat memetabolisme 7-10 gram (0,15-0,22

    mmol) alkohol setiap jam (Ganiswara, 1995)

    Alkohol-alkohol lain yang berhubungan dengan etanol digunakan secara luas

    dalam pelarut industri dan kadang-kadang menyebabkan keracunan hebat. Metanol

    (CH3OH); metal alkohol, alkohol kayu) diperoleh dari distilasi desktruktif kayu.

    Metanol digunakan sebagai bahan penambah bensin, bahan pemanas ruangan,

    pelarut industri, pada larutan fotokopi, serta sebagai bahan makanan untuk bakteri

    yang memproduksi protein. Metanol paling banyak dijumpai dalam rumah tangga

    dalam bentuk cairan pembersih kaca mobil. Dapat diabsorpsi melalui kulit, saluran

    pernapasan atau pencernaan dandidistribusikan ke dalam cairan tubuh. Mekanisme

    eliminasi utama methanol di dalam tubuh manusia ialah dengan oksidasi menjadi

    formaldehida, asam format dan CO2. Metanol juga dapat disingkirkan dengan

    membuat muntah, dan dalam jumlah kecil diekskresikan melalui pernapasan,

    keringat dan urin (Ganiswara, 1995).

    Alkohol polihidrat seperti etilen glikol digunakan sebagai pengubah panas,

    zat anti beku, dan sebagai pelarut industri. Karena glikol mempunyai penguapan

    yang rendah, maka zat ini menghasilkan sedikit uap yang berbahaya pada temperatur

    biasa. Namun, karena digunakan dalam campuran anti beku dan sebagai pengubah

    panas, dapat dijumpai dalam bentuk uap atau kabut, pada temperatur tinggi. Etilen

    glikol tampaknya lebih toksik untuk manusia dibandingkan dengan spesies hewan

    lain. Etilen alkohol dimetabolisir oleh alkohol dehidrogenase menjadi aldehid, asam

    dan oksalat (Katzung, 1997).

    Kloroform pada suhu dan tekanan normal mudah menguap, jernih, tidak

    mudah terbakar. Nama lain untuk cloroform adalah trichloromethane dan triklorid

  • metil, tidak seperti eter, bau chloroform manis tidak menyengat, walaupun uap

    chloroform pekat terinhalasi dapat menyababkan iritasi permukaan mukosa yang

    terkena. Kloroform adalah anestesi yang lebih efektif daripada nitro. Kloroform

    dosis tergantung di dalam tubuh akan dimetabolisme didalam hati. Metabolit

    kloroform termasuk phosgene, carbene dan chlorine, yang semuanya dapat

    berkontribusi terhadap aktivitas sitotoksik. Penggunaan jangka panjang kloroform

    sebagai anestetik dapat menyebabkan toxaemia. Keracuanan akut dapat

    menyebabkan sakit kepala, kejang, perubahan kesadaran, kelumpuhan, gangguan

    pernapasan. Dari sistem otonom dapat mengakibatkan pusing, mual dan muntah.

    Kloroform juga dapat menyebabkan delayed-onset kerusakan pada hati, jantung dan

    ginjal (Katzung, 1997).

  • BAB III

    METODOLOGI PRAKTIKUM

    I. Alat dan Bahan

    1. Alat

    a. 3 buah toples kaca dengan tutup

    b. Kapas

    c. Pipet tetes

    d. Timbangan hewan

    2. Bahan

    a. Kloroform

    b. Alkohol 95%

    c. Eter

    d. Tikus 3 ekor

    II. Cara Kerja

    1. Tiap-tiap beaker glass ditandai dengan nama atau kode obat anestesi umum

    yang digunakan.

    2. Pada masing-masing dasar beaker glass diletakkan kapas yang sesuai dengan

    diameternya, kemudian dimasukkan seekor mencit ke dalam masing-masing

    beaker glass tersebut.

    3. Diperhatikan dan dicatat tingkah laku, respirasi ketiga ekor mencit tersebut.

    Setelah itu masing-masing beaker glass ditutup dengan rapat dengan kertas

    selofan.

    4. Melalui kertas selofan tersebut, disuntikkan obat anestesi umum sesuai

    dengan label pada beaker glass. Disuntikkan sebanyak 0,25 cc, diulangi

    penyuntikkan dengan volume yang sama tiap 2 menit.

    5. Diperhatikan tanda-tanda perubahan tingkah laku dan pernapasan ketiga

    mencit, dicatat beserta waktu terjadinya.

  • Toples Toples Toples

    Pada dasar letakkan kapas

    Masukkan seekor mencit

    +

    Tutup dengan penutup toples

    Eter Kloroform Alkohol

    Eter Kloroform Alkohol

    Amati perubahan tingkah laku dan pernapasan

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    a. Hasil

    Anestesi dengan Eter

    Tikus BB

    (Kg)

    Waktu

    Pemberian

    Efek yang timbul Waktu hilang

    respon

    A 0,171 Pukul 13.30 Melemah 2.20

    Mulai aktif, efek anlgesik

    masih tampak

    4.10

    Aktif total, efek

    analgesik hilang

    5.30

    B 0.174 Pukul 13.30 Tikus mulai lemah 1.37

    Tikus mulai berdiri 2.55

    Tikus mulai berjalan 4.40

    Tikus sadar total 5.01

    Anestesi dengan Kloroform

    Tikus BB

    (Kg)

    Waktu

    Pemberian

    Efek yang timbul Waktu hilang respon

    A 0,168 Pukul 13.30 Refleks kumis dan

    bulu mata hilang

    28 detik

    Nafas mulai teratur 35 Detik

    Nafas tidak teratur 50 detik

    Denyut jantung stabil,

    tahap analgesia hilang

    2.00

  • B 0,154 Pukul 13.30 Tikus lemah, jantung

    lemah

    55 detik

    Jantung makin

    melemah

    2.20

    Tikus mati 3.10

    Anestesi dengan Alkohol

    Tikus BB

    (Kg)

    Waktu

    Pemberian

    Efek yang timbul Waktu hilang respon

    A 0,152 Pukul 13.30 Tikus masih sadar -

    Masih sadar -

    Masih sadar 45

    B 0,178 Pukul 13.30 Tikus sadar -

    Masih sadar -

    MAsih sadar 39

  • b. Pembahasan

    Pada praktikum tanggal 6 Oktober 2012. Tema yang diangkat adalah tentang

    anestetik umum. Secara keseluruhan, kelas ini dibagi menjadi dua kelompok besar di

    mana masing-masing kelompok diberikan tiga buah toples dan tiga ekor tikus putih.

    Hal pertama yang kami lakukan adalah memasukan kapas putih secukupnya ke

    dalam ketiga toples tadi, hingga memenuhi dasar toples. Kemudian pada toples

    pertama diberikan eter 10 ml, pada toples kedua dimasukan kloroform 10 ml dan

    pada toples ketiga diberikan alcohol sebanyak 10 ml pula. Selanjutnya menunggu

    beberapa menit agar ketiga larutan tadi menguap sempurna dalam toples yang

    tertutup. Setelah dirasa cukup, barulah ketiga tutup toples tadi dibuka dan langsung

    dimasukan tikus ke dalam masing-masing toples. Tutup rapat-rapat toples tersebut.

    Sebelum dimasukan ke dalam toples, hewan percobaan ditimbang terlebih dahulu.

    Setelah dilakukan pengamatan. Tikus yang berada di toples kedua

    menunjukan gejala tidak sadarkan diri kurang dari satu menit. Hal ini ditunjukan

    dengan tanda-tanda refleks kumis dan bulu mata hilang. Pada toples pertama, tikus

    menunjukan gejala tidak sadarkan diri pada menit 2.20. Baru pada menit ke 4.10

    tikus mulai aktif, dan pada menit 5.10 efek analgetik benar-benar hilang.

    Pengamatan berlanjut pada toples ketiga, hampir setengah jam belum menunjukan

    gejala dan tikus masih tampak aktif.

    Pada kelompok lain, tikus yang berada pada toples kedua (yang berisi

    kloroform) mengalami kematian. Setelah ditelusri lebih lanjut kemungkinan karena

    factor larutan yang digunakan, berat tikus yang lebih rendah dibandingkan kelompok

    kami.

  • BAB V

    SIMPULAN

    Hasil praktikum menunjukkan bahwa obat anestesi umum yang paling cepat

    menimbulkan reaksi eksitasi, anastesi dan kematian melalui jalur inhalasi adalah

    kloroform. Hal ini disebabkan sifat dari kloroform yang mudah menguap sehingga

    cepat berikatan dengan oksigen.

    1. Anestesi umum memiliki empat stadium, yaitu stadium analgesia, delirium

    (eksitasi), pembedahan, dan paralisis medula oblongata.

    2. Pada eter dari stadium eksitasi ke stadium anestesi membutuhkan waktu yang

    lama karena jenis anestesi umum ini akan efektif apabila digunakan melalalui

    intravena.

    3. Alkohol dapat efektif apabila penggunaannya melalui jalur oral.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Anestesi Umum. Dalam: Farmakologi dan

    Terapi. Edisi IV. Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI. Hal : 116.

    Goodman dan Gilman. 2008. Anastetik Umum. Dasar Farmakologi Terapi.

    Jakarta:EGC

    Katzung, Bertram. 1997. Alkohol. Dalam: Farmakologi Dasar dan Terapi. Edisi

    VI. Jakarta: EGC. Hal : 69, 76-7.

    www.chem-is-try.org