laporan farmakognosi

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman hayati, diantaranya merupakan tumbuhan yang digunakan untuk pengobatan. Pada saat ini, penelitian dan pengembangan tumbuhan sebagai obat baik di dalam maupun di luar negri berkembang pesat. Usaha dalam merawat dan mempertahankan kesehatan dengan bahan-bahan alami semakin diminati, sehingga semakin banyak bahan-bahan alam yang diperkenalkan kepada masyarakat, dipercaya secara turun-temurun dan diolah secara tradisional dapat memberikan khasiat tertentu. Penelitian bahan-bahan alam ini berdasarkan indikasi tumbuhan obat yang telah digunakan oleh sebagian masyarakat dengan khasiat yang teruji secara empiris. Salah satu tumbuhan yang berpotensi sebagai sumber bahan kimia bioaktif dan jumlahnya relatif besar adalah tumbuhan dengan suku Piperaceae. Marga yang termasuk dalam suku Piperaceae ini salah satunya marga Piper. Salah satu spesies dari marga Piper tersebut yang dapat ditemukan di Indonesia adalah Piper aduncum Linn Atau yang di kenal dengan nama seuseureuhan.

Upload: intanrahmayati

Post on 25-Dec-2015

456 views

Category:

Documents


73 download

DESCRIPTION

tinjauan dosen

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman hayati,

diantaranya merupakan tumbuhan yang digunakan untuk pengobatan. Pada

saat ini, penelitian dan pengembangan tumbuhan sebagai obat baik di

dalam maupun di luar negri berkembang pesat. Usaha dalam merawat dan

mempertahankan kesehatan dengan bahan-bahan alami semakin diminati,

sehingga semakin banyak bahan-bahan alam yang diperkenalkan kepada

masyarakat, dipercaya secara turun-temurun dan diolah secara tradisional

dapat memberikan khasiat tertentu. Penelitian bahan-bahan alam ini

berdasarkan indikasi tumbuhan obat yang telah digunakan oleh sebagian

masyarakat dengan khasiat yang teruji secara empiris.

Salah satu tumbuhan yang berpotensi sebagai sumber bahan kimia

bioaktif dan jumlahnya relatif besar adalah tumbuhan dengan suku

Piperaceae. Marga yang termasuk dalam suku Piperaceae ini salah satunya

marga Piper. Salah satu spesies dari marga Piper tersebut yang dapat

ditemukan di Indonesia adalah Piper aduncum Linn Atau yang di kenal

dengan nama seuseureuhan.

Seuseureuhan merupakan perdu yang tumbuh tegak atau pohon

kecil, tinggi 3-8 m, di Amerika tropis merupakan tumbuhan asli. Mungkin

sekali tumbuhan ini keluar dari Kebun Raya Bogor, karena di Jawa

tumbuhan ini dalam lingkaran dengan jari-jari ± 50 km mengelilingi Bogor

tumbuh pada ketinggian 90 – 1000 m dpl. Di hutan belukar dan hutn-hutan

sekunder, di tepi sungai, lereng-lereng jurang dan sebagainya. Didaerah-

daerah tertentu tumbuh banyak sekali (Backer).

Kandungan kimia yang terdapat pada Seuseureuhan, yaitu:

Seuseureuhan mengandung senyawa flavonoid yang bersifat mencegah

sekaligus menghancurkan penggumpalan darah.

Seuseureuhan mengandung minyak atsiri

Seuseureuhan mengandung piperadunkin

Seuseureuhan mengandung polifenol

Seuseureuhan mengandung saponin

Seuseureuhan mengandung kalkn sebagai antikanker.

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dilakukannya praktikum ini untuk mengetahui kadar dari

macam zat kandungan yang terdapat dalam jaringan tanaman Piper

aduncum Linn.

1. Mengetahui kadar abu yang terdapat pada simplisia

2. Menentukan indeks pengembangan pada simplisia

3. Menentukan kandungan saponin pada simplisia berdasarkan indeks

busa

4. Mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari oleh pelarut air

maupun oleh pelarut etanol

5. Mengetahui kadar air yang terkandung dalam simplisia dengan metode

destilasi azeotropik.

6. Mengetahui kadar bagian zat yang menguap meliputi air dan minyak

atsiri dengan metode loss on drying

7. Mengetahui kadar minyak atsiri yang tekandung dalam simplisia

8. Mengetahui angka kepahitan atau tingkat kepahitan sutu simplisia

9. Mengetahui kadar tannin yang terkandung dalam simplisia.

1.3 Waktu dan Tempat Pengerjaan

Praktikum ini dilakukan di laboratorium Farmasi fakultas MIPA

Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi-Indonesia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Botani

Tanaman kiseureuh atau seuseureuhan mempunyai nama latin

Piper aduncum L. Dengan nama daerah : kiseureuh atau seuseureuhan.

Seuseureuhan merupakan perdu yang tumbuh tegak atau pohon kecil,

tinggi 3-8 m, di Amerika tropis merupakan tumbuhan asli. Mungkin sekali

tumbuhan ini keluar dari Kebun Raya Bogor, karena di Jawa tumbuhan ini

dalam lingkaran dengan jari-jari ± 50 km mengelilingi Bogor tumbuh pada

ketinggian 90 – 1000 m dpl. Di hutan belukar dan hutn-hutan sekunder, di

tepi sungai, lereng-lereng jurang dan sebagainya. Didaerah-daerah tertentu

tumbuh banyak sekali (Backer).

Klasifikasi tanaman seuseureuhan adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Sub-kingdom : Tracheobionta

Superdivisio : Spermahopyta

Divisio : Magnoliopyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Magnoliidae

Ordo : Piperales

Familia : Piperaceae

Genus : Piper

Species : Piper aduncum Linn.

Nama Dagang : Seuseureuhan, Sisirihan

Nama Daerah : Seuseureuhan ( Sunda)

Sinonim : Artanthe adunca Miq.

Piper hebecarpum C. DC. in Urban

Piper martinicense C. DC. in Briq.

Piper stehleorum Trel. in Stehlé

Piper subrectinerve C. DC. in Urban

2.2 Karakteristik Botani Piper aduncum Linn

2.2.1Penetapan Kadar Air

Adanya air pada simplisia dapat menyebabkan pertumbuhan

mikroba, jamur, serangga dan hidrolisis. Oleh karena itu maka persyaratan

kadar air perlu ditetapkan terutama untuk simplisia yang mudah menyerap

air dan mudah rusak oleh adanya air. Persyaratan kadar air untuk simplisia

adalah <10%.

Penetapan kadar air adalah suatu pengukuran kandungan air yang

berada didalam bahan (simplisia). Prinsip penetapan kadar air dilakukan

dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi atau gravimetric.

Tujuan dari penetapan kadar air, yaitu ; memberikan batasan minimal atau

rentang besarnya kandungan air didalam bahan.

Batang : Berkayu, bulat telur, ujung runcing, pangkal membulat, tepi rata

pada setiap buku, tangkai berbulu halus, silindris 5-10 mm.

Daun : Panjang daun 10-14 cm, lebar 5-6 cm, pertulangan menjari, hijau

muda.

Bunga : majemuk, bentuk buli, berkelamin satu atau dua, daun pelindung

bertangkai 0,5-1,25 mm, melengkung, tangkai benang sari

pendek, kepala sari kecil, bakal buah duduk, kepala putik dua

sampai tiga, pendek, putih, putih kekuningan.

Buah : buni, bertangkai pendek, panjang bulir 12-14 cm, masih muda

kuning kehijauan, setelah tua hijau.

Biji : Kecil, coklat

Akar : Tunggang, putih kecoklatan.

2.2.2Penetapan Kadar Abu

Penentuan kadar abu merupakan metode pengukuran kadar abu

terhadap yang dipanaskan pada temperature tertentu dimana senyawa

organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga yang tertinggal

hanya unsur mineral dan anorganik dengan tujuan untuk memberikan

gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari

proses awal sampai terbentuknya ekstrak.

Penetapan kadar abu terdiri dari : kadar abu total, kadar abu tidak

larut asam, dan kadar abu larut air. Penetapan kadar abu total bertujuan

untuk menentukan jumlah total zat yang tersisa pada pemijaran, yaitu

meliputi abu fisiologis (berasal dari tumbuhan sendiri) dan abu

nonfisiologis (berasal dari cemaran luar seperti polusi udara, tanah, air.

Abu tak larut asam menunjukkan adanya silika, dan abu larut air

menunjukkan abu yang berasal dari garam larut air (Na, Mg, dsb).

2.2.3Penentuan Susut Pengeringan

Susut pengeringan adalah kadar bagian yang menguap. Kecuali

dinyatakan lain, suhu penetapan 1050C.

2.2.4Penetapan Kadar Sari

Penetapan kadar sari adalah metode kuantitatif untuk jumlah

kandungan senyawa dalam simplisia yang dapat tersari dalam pelarut

tertentu. Penetapan ini dilakukan untuk simplisia yang tidak ada cara yang

memadahi baik kimia atau biologi untuk penentuan konstituen aktifnya.

Penetapan kadar sari dapat dilakukan dengan dua cara yaitu kadar

sari yang larut dalam air dan kadar sari yang larut dalam etanol. Kedua

cara ini didasarkan pada kelarutan senyawa yang terkandung dalam

simplisia.

Perhitungan Kadar Sari = a2

x100

2x 100 %

Dimana, a = bobot kering sari air / etanol

2.2.5Penentuan Angka Kepahitan

2.2.6Penentuan Kadar Minyak Atsiri

2.2.7Penentuan Indeks Pengembangan

2.2.8Penentuan Indeks Busa

2.2.9Penentuan kadar Tanin Total

2.3 Kandungan Kimia

Daun Piper aduncum mengandung megandung 0,1% minyak atsiri,

saponin, flavonoida, polifenol, dihydrochalcone, piperaduncin A, B, dan C

serta 2’,6’,-dihidroksi4’metoksidihidrokalkon(DMC)dan2’,6’,4’,-

trihidroksi-4’-metoksidihidrokalkon (asebogenin).

Gambar 1. Struktur kimia piperaduncin B

Gambar 2. DMC (2’,6’,-dihydroxy 4’methoxyidihydrochalcone)

Gambar 3. 2’,6’,4’,-trihydroxy-4’-metoxydihydrochalcone

(asebogenin).

2.4 Khasiat dan Manfaat

Kalkon dan derivatnya adalah kelompok senyawa yang dilaporkan

memperlihatkan aktivitas antikanker yang menjanjikan. Senyawa ini

merupakan prekursor dari flavonoid dan isoflavonoid yang melimpah pada

tanaman pangan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kalkon dan

derivatnya mempunyai aktivitas antikanker pada beberapa sel kanker.

Kalkon alam dan sintetik menunjukkan efek antiproliferatif yang kuat

pada sel kanker ovarium dan pada sel kanker gastrik HGC-27.

Hidroksil kalkon dan isoliquiritigenin menunjukkan suatu inhibitor

kuat pada karsinogenesis kulit secara in vivo. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa kalkon juga sebagai agen kemoprevensi,

berkemampuan menghambat karsinogenesis yang diinduksi oleh agen

kimia melalui peningkatan tingkat glutation tereduksi. Bagaimanapun,

mekanisme yang sebenarnya dari senyawa kalkon pada sel tumor masih

terus diungkap. Telah diusulkan bahwa isoliquiritigenin menghambat

proliferasi sel kanker paru A549 dengan memberhentikan siklus sel pada

fase G2/M dan menginduksi ekspresi protein p21.

Penelitian pada sel karsinoma hepatoselular HepG2 menunjukkan

fungsi kalkon dan derivatnya melalui inhibisi aktivitas tirosin kinase pada

reseptor Epidermal Growth Factor. Mode aksi hidroksil kalkon yang juga

diusulkan, berdasarkan studi pada hepatosit tikus, melalui induksi formasi

prooksidan radikal.

Getah batang Piper aduncum berkhasiat sebagai obat bisul dan

obat luka baru. Untuk obat bisul, dipakai getah batang Piper aduncum ± 2

ml, kemudian dioleskan pada bisul.

2.5 Parameter Simplisia

2.6 Metode Pengujian

2.6.1 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya

dengan menggunakan pelarut. Jadi, ekstrak adalah sediaan yang

diperoleh dengan cara ekstraksi tanaman obat dengan ukuran pertikel

tertentu dan menggunakan medium pengekstrasi (menstrum) yang

tertentu pula.

Ekstraksi dapat dilakukan menurut berbagai cara. Ekstrak yang

diperoleh sesudah pemisahan cairan dari residu tanaman obat dinamakan

“micela”. Micelle ini dapat diubah menjadi bentuk obat siap pakai,

seperti ekstrak cair dan tinktura atau sebagai produk/bahan antara yang

selanjutnya dapat diproses menjadi ekstrak kering. Adapun pelarut untuk

ekstraksi terdiri atas :

1. Pelarut Non polar : N-heksan, Diklorometan, Kloroform, Benzena,

dietil eter, dll.

2. Pelarut polar : Air, metanol, etanol, dll. Pelarut Semipolar : Aseton,

etil asetat, dll.

Terdapat beberapa macam metode ekstraksi, diantaranya adalah :

A. Cara Dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau

pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi kinetik

berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus menerus).

Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut

setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

Hasil ekstraksi disebut maserat, dan digunakan untuk senyawa

kimia termolabil.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru

sampai sempurna yang umum dilakukan pada temperatur ruangan.

Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi

antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan

ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya

1-5 kali bahan.

B. Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temparatur

titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas

yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya

dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali

sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

2. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu

baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi

ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan

adanya pendingin balik.

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan adanya pengadukan

kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan

(kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50◦ C.

4. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,

temperatur terukur 96-98◦C) selama waktu tertentu (15-20 menit).

5. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30◦C)

dan temperatur sampai titik didih air.

2.6.2 Fraksinasi

Fraksinasi adalah pengelompokkan berdasarkan sifat-sifat kimia.

Setelah dipekatkan, ekstrak pekat ditambahkan larutan eter untuk

memisahkan senyawa polar, semi polar dan non polar.

Prinsip dari pemisahan adalah adanya perbedaan sifat fisik dan

kimia dari senyawa yaitu kecenderungan dari molekul untuk melarut

dalam cairan (kelarutan), kecenderungan molekul untuk menguap

(keatsiriaan) kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan

serbuk labus (adsorpsi, penyerapan).

Salah satu pemisahan adalah kromatografi cair vakum,

kromatografi vakum adalah kromatografi kolom yang dipercepat dan

bekerja pada kondisi vakum. Alat yang digunakan terdiri dari corong G-

3, sumbat karet, penghisap yang dihubungkan dengan pompa vakum

serta wadah penampung fraksi.

2.6.2.1 Kromatografi Cair Vakum (KCV)

Pemakaian utama KCV adalah untuk fraksinasi atau

penyederhanaan komponen ekstrak, meskipun dari pengalaman sering

diperoleh langsung senyawa tunggal dalam bentuk kristal.

Merupakan kromatografi kolom yang dipercepat dan bekerja pada

kondisi vakum, fase gerak digerakkan dengan kondisi vakum sehingga

prosesnya berlangsung cepat. Kolom kromatografi dikemas kering

dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan maksimum. Alat yang

digunakan terdiri dari corong G-3, sumbat karet, pengisap yang

dihubungkan dengan pompa vakum serta wadah penampung fraksi.

Walaupun KCV memerlukan jumlah sampel yang lebih banyak dari

pada kromatografi lapis tipis (KLT), KCV tetap ekonomis dalam sisi

biaya. Prinsip dasar KCV adalah meningkatkan laju aliran dengan

mengurangi tekanan di dalam labu penampung fraksi, sedangkan

tekanan di atas kolom adalah tekanan atmosfir biasa (bukan diberi

tekanan khusus).

2.7 Isolasi

2.7.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Merupakan salah satu metode yang digunakan untuk memisahkan

komponen-komponen dari sutau senyawa, berdasarkan perbedaan

adsorpsi atau partisi fase diam (adsorben) dengan pelarut pengembang

(fase gerak). Pemilihan pelarut pengembang dipengaruhi oleh jenis dan

polaritas komponen-komponen kimia dipisahkan.

Walaupun silika gel banyak digunakan, lapisan dapat pula dibuat

dari aluminum oksida, “celite” kalsium hidroksida, damar penukar ion,

magnesium fosfat, poliamida, “ sephadex “, polifinil pirolidon, selulosa,

dan campuran dua bahan diatas atau lebih. Kecepatan KLT yang lebih

besar disebabkan oleh sifat penyerap yang lebih padat bila disaputkan

pada pelat dan merupakan keuntungan bila kita menelaah senyawa labil.

Kepekaan KLT sedemikian rupa sehingga bila diperlukan dapat

dipisahkan bahan yang jumlahnya lebih sedikit dari ukuran g.

Dalam Kromatografi Lapis Tipis (KLT), pemisahan yang baik

adalah berupa bercak yang bundar yang merupakan tiap-tiap komponen

terpisah dari suatu senyawa. Pengekoran dapat terjadi disebabkan oleh

hal-hal sebagai berikut :

Pemisahan yang tidak baik

Terlalu tingginya konsentrasi komponen yang ditentukan.

Tidak jenuhnya wadah/chamber oleh uap fasa gerak (larutan

pengembang) sehingga fasa gerak yang mengelusi plat KLT segera

menguap. Ketidaktepatan pemilihan fasa gerak terhadap jenis fasa

diam (absorben) dan sampel yang digunakan.

2.8 Identifikasi dan Karakterisasi Isolat

Identifikasi dan karakterisasi isolat dengan menggunakan metode

spektrofotometri UV-Vis. Spektrofotometri UV-visible adalah pengukuran

dan interpretasi radiasi elektromagnetik (cahaya) yang diabsorpsi atau

diemisikan oleh molekul pada daerah panjang gelombang 180-780 nm.

Prinsip dasar dari pengukuran spektrofotometri UV-Visible adalah hukum

Lambert Beer.

ALAT DAN BAHAN PERCOBAAN

3.1 Alat Percobaan

Labu takar, erlenmeyer bertutup, shaker, neraca digital, keras

saring, kertas timbang, kaca arloji, bunsen, kaki tiga, kassa, batang

pengaduk, cawan dangkal, beaker glass, oven, tanur, spatel,

3.2 Bahan Percobaan

Simplisia seuseureuhan, aquadest, etanol

BAB IV

METODOLOGI PERCOBAAN

4.1 Pengambilan Simplisia

Bahan percobaan berupa daun seuseureuhan kering yang diperoleh

dari

4.2 Karakterisasi Simplisia

4.2.1 Penetapan kadar air

Penentuan kadar air dilakukan dengan cara destilasi (azeotropik),

yaitu dengan memasukkan sejumlah 5 gr serbuk simplisia, lalu

ditambahkan 200mL toluen jenuh air ke dalam labu yang telah berisi

sampel uji lalu memanaskan labu selama 15 menit. Setelah toluen mulai

mendidih, kemudian dilakukan penyulingan dengan kecepatan kurang

lebih 2 tetes perdetik hingga sebagian besar tersuling. Kemudian

kecepatan dinaikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik.

Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin toluen dicuci sambil

dibersihkan dengan sikat tabung yang disambung pada sebuah kawat

tembaga dan telah dibasahi dengan toluen. Kemudian penyulingan

dilanjutkan selama 5 menit. Tabung penerima dibiarkan mendingin

hingga suhu kamar. jika ada tetesan air yang melekat pada dinding

tabung penerima, digosok dengan karet yang diikat pada sebuah kawat

tembaga dan dibasahi dengan toluene hingga tetesan air turun. Setelah air

dan toluene pada tabung penerima memisah, maka dilakukan perhitungan

kadar air dengan cara menghitung volume air terhadap bobot kering

simplisia.

4.2.2 Penentuan kadar abu

4.2.2.1 Penetapan Kadar Abu Total

Simplisia uji yang ditimbang sebanyak 2 gr dan digerus halus,

dimasukkan ke dalam krus yang telah dipijar dan ditara sebelumnya,

diratakan. Kemudian dipijarkan secara perlahan-lahan diatas kompor

hingga mengarang. kemudian dipijarkan di tanur dengan suhu 500-

6000C hingga arangnya habis, didinginkan dan ditimbang. Jika arang

tidak dapat hilang, maka ditambahkan air panas dan dilakukan

penyaringan dengan kertas saring bebas abu, sisa dan kertas saring

dipijarkan pada krus yang sama. Filtratnya dimasukkan pada cawan

krus, diuapkan dan dipijar samapi bobotnya tetap, kemudian

ditimbang. Kadar abu total dihitung terhadap simplisia yang telah

dikeringkan diudara

4.2.2.2 Penetapan kadar abu larut air

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan

25 ml air selama 5 menit, kemudian dilakukan penyaringan melalui

penyaring kaca masir atau kertas saring bebas abu. Kemudian residu

dicuci dengan air panas dan dipijarkan selama 15 menit pada suhu

tidak lebih dari 4500C hingga bobot tetap. kadar abu yang larut dalam

air dapat dihitung dengan rumus :

berat abu total - berat abu tidak larut air berat simplisia

x 100 %

4.2.2.3 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu total, dididihkan

dengan 15 ml Asam klorida P selama 5 menit, kemudian dilakukan

penyaringan dengan penyaring kaca masir atau kertas saring bebas

abu. Residu dicuci dengan air panas, kemudian dipijarkan hingga

bobot tetap, ditimbang. Dihitung kadar abu yang tidak larut dalam

asam terhadap berat simplisia.

4.2.3 Penetapan Susut Pengeringan

Susut pengeringan ditetapkan sebagai berikut : Ditimbang saksama

1-2 g zat dalam botol timbang bertututup yang sebelumnya telah

dipanaskan pada suhu 100-1050C selama 30 menit dan telah ditara. Jika

zat uji berupa hablur besar, maka dilakakukan penggerusan dengan cepat

hingga ukuran butiran lebih kuran 2 mm dan ditimbang dengan segera.

Zat dalam botol timbang diratakan dengan menggoyangka botol hingga

merupakan lapisan setebal lebih kurang 5-10 mm. Kemudian dimasukkan

kedalam oven dengan suhu 1050C hingga bobot tetap. Botol harus segara

ditutup jika oven dibuka. Kemudian botol dimasukkan kedalam

desikator, dibiarkan dingin dan ditimbang. Prosedur diulangi sampai di

dapat bobot tetap. Jika suhu lebur zat lebih rendah dari 1050C,

pengeringan dilakukan pada suhu antara 5o dan 10o dibawah suhu

leburnya selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu 1050C hingga

bobot tetap.

4.2.4 Penetapan Kadar Sari

4.2.4.1 Penentuan kadar sari larut air

Penentuan kadar sari larut air bertujuan untuk mengetahui kadar

sari dari bahan yang terlarut di dalam pelarut air. 5gr serbuk simplisia

kering dimaserasi selama 24 jam dengan menggunakan 100 mL air,

Kemudian wadah beserta isinya ditimbang dan diaduk selama 30

menit. kemudian direfluks selama 1 jam. Kemudian didinginkan dan

ditimbang kembali. Setelah itu, ditambahkan air hingga bobot awal.

Dilakukan pengadukan, kemudian disaring dan 20 mL filtrate

diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal yang telah ditara diatas

tangas air, kemudian residu dipanaskan pada suhu 1050C hingga bobot

tetap. Kadar sari larut air dapat dihitung terhadap bobot simplisia.

4.2.4.2 Penentuan kadar sari larut etanol

Penentuan kadar sari larut etanol bertujuan untuk

mengetahui kadar sari dari yang terlarut di dalam pelarut etanol.

2,0-2,0 gr serbuk simplisia dimaserasi dengan menggunakan

100 mL etanol 95% dalam labu takar, sambil sesekali dikocok

selama 1 jam pertama, dan didiamkan selama 1 jam, kemudian

disaring dan 20 mL filtrat diuapkan diatas tangas air hingga

kering dalam cawan dangkal yang telah ditara, kemudian residu

dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap, kadar sari larut

etanol dapat dihitung terhadap bobot simplisia.

Perhitungan Kadar Sari = a2

x10020

x100 %

Dimana, a = bobot kering sari air / etanol.

4.2.4.3 Penentuan Angka Kepahitan

4.2.4.4 Penentuan Kadar Minyak atsiri

4.2.4.5 Pengukuran Indeks Pengembangan

4.2.4.6 Pengukuran Indeks Busa

4.2.4.7 Penentuan Kadar Tannin Total

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

4.1.1 Hasil Penetapan Karakteristik Simplisia

Karakteritik simplisia yang diukur adalah kadar air, kadar sari larut

air, dan kadar sari larut etanol, kadar abu, kadar abu yang tidak larut

asam. Penetapan kadar air bertujuan untuk memberikan batasan minimal

besarnya kandungan air dalam simplisia, sedangkan kadar sari

memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan, dan kadar abu

untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal

yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Hasil

penetapan karakteristik simplisia Piper aduncum dapat dilihat pada Tabel

IV.1.

Karakteristik Hasil Percobaaan

(%)

Persyaratan MMI (%)

Kadar air 0 < 10

Kadar sari larut

etanol

5 > 9,7

Kadar sari larut air 18.3 > 18

Kadar Abu < 12

Kadar Abu yang

tidak larut asam

< 2,2

Kadar tannin total 1.915

Indeks

Pengembangan

Indeks Busa

Kadar Minyak Atsiri

Tabel IV.1 Hasil Penetapan Karakteristik Simplisia Piper aduncum

4.2 Pembahasan

4.2.1 Penetapan kadar sari

Pada percobaan kali ini, dilakukan penetapan kadar sari larut air

dan larut etanol dari simplisia Piper aduncum (Seuseureuhan). Untuk

penetapan kadar sari larut air, menggunakan metode panas yaitu dengan

teknik refluks. Penetapan ini berdasarkan pada jumlah kandungan

senyawa dalam simplisia yang dapat tersari dalam pelarut, yaitu air dan

etanol. Simplisia Piper aduncum yang digunakan sebanyak 3 gram.

Untuk penetapan kadar sari larut air, simplisia dimasukkan

kedalam 100 mL air, kemudian dikocok dalam labu tertutup selama 30

menit dan direfluks selama 1 jam. Refluks merupakan metode

ekstraksi dengan pelarut pada temparatur titik didihnya, selama waktu

tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik. Hal ini dilakukan untuk mendapat ekstrak

secara sempurna sehingga kadar yang tersari dalam pelarut semakin

banyak. Dari hasil penyaringan, diambil sebanyak 20 mL filtrat dingin

untuk kemudian dipanaskan dalam cawan penguap hingga bobot

tetap. Hasil pemanasan dalam cawan kemudian didinginkan, jika perlu

dapat digunakan desikator.

Pendinginan dilakukan dengan seksama karena dapat

mempengaruhi massa filtrat yang telah dipanaskan dalam cawan.

Setelah cawan dingin, kemudian dilakukan penimbangan dan

perhitungan kadar sari larut air dapat dilakukan. Dari hasil percobaan

ini didapat bahwa kadar sari larut air pada simplisia Piper aduncum

adalah sebanyak 18,3 %, sedangkan persyaratan MMI untuk sari larut

air adalah > 18 % hal ini menunjukkan bahwa kadar sari larut air yang

terkandung dalam simplisia pada percobaan ini tidak memenuhi

persyaratan MMI.

Penetapan kadar sari larut etanol menggunakan metode dingin

yaitu dengan teknik maserasi menggunakan pelarut etanol 95%.

Pengunaan etanol sebagai pelarut dalam percobaan ini, karena etanol

merupakan pelarut organik universal yang dapat menyari secara baik

senyawa yang terkandung pada simplisia. 3 gram simplisia di maserasi

dalam 100 mL etanol, sambil sesekali dilakukan pengocokan selama 1

jam. Hal ini dilakukan untuk mempercepat proses kelarutan dan

menghasilkan sari dalam jumlah yang maksimal. Kemudian maserat

ini di diamkan pada suhu kamar selama 1 jam untuk memisahkan

antara maserat yang ikut terlarut dalam pelarut etanol dengan yang

tidak larut dalam etanol. Bila maserasi telah sempurna, penyaringan

harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghindari penguapan dari

pelarut etanol yang bersifat mudah menguap. Dari hasil penyaringan,

diambil sebanyak 20 mL filtrat dingin untuk kemudian dipanaskan

dalam cawan penguap pada suhu 1050C hingga bobot tetap. Hasil

pemanasan dalam cawan kemudian didinginkan, jika perlu dapat

digunakan desikator. Pendinginan dilakukan dengan seksama karena

dapat mempengaruhi massa filtrat yang telah dipanaskan dalam

cawan. Setelah cawan dingin, kemudian dilakukan penimbangan dan

perhitungan kadar sari larut etanol dapat dilakukan. Dari hasil

percobaan ini didapat bahwa kadar sari larut air pada simplisia Piper

aduncum adalah sebanyak 5 %, sedangkan menurut persyaratan MMI

untuk sari larut etanol adalah > 9.7 % hal ini menunjukkan bahwa

kadar sari larut etanol dalam simplisia Piper aduncum ini telah

memenuhi persyaratan MMI.

BAB V

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Agoes.G.2007.Teknologi Bahan Alam.21,38 – 39.Bandung : ITB Press

Anonim, 1979. Materia Medika Indonesia. Jilid III. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim.2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. 3 – 5. Jakarta :

Depkes RI

Harborne, J.B,1996. Metode Fitokimia, Edisi 2. Bandung: ITB Press

Teyler.V.E.et.al.1988.Pharmacognosy.9th Edition. 187 – 188. Phiadelphia : Lea

& Febiger

Dipanaskan pada suhu 1050CDitimbang

Filtrat kering

Diuapkan 20 ml diatas penangas

Bobot tetap

2,0 – 3,0 g Simplisia

Filtrat

Di maserasi dalam labu takar 100 mlDi diamkan selama 1 jam Di saring

Residu

LAMPIRAN

1. Gambar tanaman dan kemasan jamu

2. Gambar Bagan Skema Kerja (Diagram Alir)

A. Diagram alir Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

3,0 g Simplisia

Filtrat

100 ml airWadah di timbang DiadukDidiamkan selama 30 menitDirefluks selama 1 jamDidinginkanAir ad bobot awalDiadukDi saring

Residu

B. Diagram Alir Penetapan Kadar Sari Larut Air

Bobot Tetap

- Ditentukan kadar sari (%)

Kadar sari (%)

Bobot Tetap

- Dipanaskan pada suhu 1050C

- Ditimbang

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI ANALITIK

Piper aduncum Linn.

Seuseurehan

Di susun oleh :

KELOMPOK 4 (EMPAT) B

Andi Rinaldi Ahyar 3311101073

Sari adelia Fitri 3311101066

Atin Sufri Hartini 3311101069

Fury Susilawati 3311101072

Erlangga Restu 3311101077

Novi Novianti 3311101078

Nelly Dalfa Syamsiah 3311101080

Essa Santana M 3311101084

JURUSAN FARMASI FAKULTAS MIPA

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI

CIMAHI, 2012-2013