laporan enfleurage dingin
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM GALENIKA
ENFLEURAGE DINGIN
oleh
kelompok 6
1. Meyna Sulistyaningrum M3511037
2. Nina Anindyawati M3511040
3. Okky Mareta M3511042
4. Pebri Andriyanto M3511043
5. Pratiwi Hening P M3511044
6. Previ Rahma A M3511045
D3 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2011
PENYARIAN MINYAK ATSIRI DENGAN
METODE ENFLEURASI DINGIN
I. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cara mengisolasi
minyak atsiri dengan metode enfleurasi dingin.
2. Mahasiswa dapat mengisolasi minyak atsiri dari bunga Melati
(Jasminum sambac) dengan metode enfleurasi dingin.
3. Mahasiswa dapat melakukan kontrol kualitas minyak atsiri dari bunga
Melati (Jasminum sambac)
II. DASAR TEORI
Teknologi enfleurasi
Metode enfleurasi adalah metode penarikan bau minyak atsiri yang
dilekatkan pada media lilin. Metode ini digunakan karena diketahui ada beberapa
jenis bunga yang setelah dipetik, enzimnya masih menunjukkan kegiatan dalam
menghasilkan minyak atsiri sampai beberapa hari atau minggu. Misalnya pada
bunga melati Jasminum sambac, sehingga perlu perlakuan yang tidak merusak
aktivitas enzim tersebut secara langsung (Didik gunawan, dkk., 2004).
Metode penyulingan memiliki banyak kelemahan yang berpengaruh
terhadap kualitas minyak atsiri yang dihasilkan, karena adanya panas dan uap air.
Dilaporkan bahwa, komponen fenil etil alkohol tidak terdapat dalam minyak
mawar yang di ekstraksi dengan cara penyulingan, karena komponen ini larut
dalam air destilat. Untuk meningkatkan mutu dan rendemen minyak bunga,
Moates dan Reynolds (1991) menyarankan penggunaan teknik solvent extraction
atau enfleurasi (Ketaren, 1985).
Teknik enfleurasi dingin merupakan salah satu cara pengambilan minyak
atsiri bunga dari lemak sebagai absorben yang telah jenuh dengan aroma wangi,
di mana proses penyerapan aroma oleh lemak terjadi dalam keadaan tanpa
pemanasan. Metode ini sudah lama digunakan di wilayah Perancis Selatan yang
sangat terkenal dengan kualitas parfumnya. Penggunaan teknik enfleurasi pada
pembuatan minyak melati dilaporkan dapat meningkatkan rendemen minyak
hingga 4-5 kali lebih besar bila dibandingkan dengan cara penyulingan
(Yulianingsih,dkk., 2007).
Dalam proses enfleurasi minyak bunga, faktor absorben berpengaruh
terhadap kualitas dan rendemen absolut. Lemak yang digunakan sebagai absorben
harus bebas dari kotoran atau zat lain, warna dan bau spesifik, yang akan
mempengaruhi proses absorbsi minyak bunga serta aroma absolut bunga yang
dihasilkan (Yulianingsih, dkk., 2007).
Kandungan asam lemak bebas yang tinggi akan menyebabkan lemak
mudah rusak dan tidak tahan lama. Adanya warna dan bau yang tidak diinginkan
dari lemak yang akan digunakan sebagai absorben mempengaruhi warna dan
aroma absolut dari bunga (Ketaren, 1985).
Dalam menggunakan teknik enfleurasi untuk produksi minyak bunga,
jenis lemak yang berperan sebagai absorben sangat menentukan rendemen dan
kualitas minyak bunga yang diperoleh. Adapun campuran lemak sapi dan lemak
babi dengan perbandingan 1:2 mempunyai konsistensi yang baik apabila
digunakan sebagai absorben dalam proses enfleurasi bunga sedap malam (Tjiptadi
dan Wahyu, 1986).
Minyak dari bungan-bungan sangat cocok diekstrak dengan metode
enfluerasi karena sifat bunga yang masih melanjutkan kegiatan fisiologisnya dan
menghasilkan minyak yang menguap dengan waktu singkat walaupun sudah
dipetik. Selain itu, kegiatan bunga akan terhenti dan mati bila terkena panas atau
terendam dalam pelarut organik, sehingga metode ekstraksi pada suhu tinggi atau
yang menggunakan pelarut akan menghasilkan rendemen yang rendah bila
diterapkan sebagai metode ektraksi minyak dari bunga-bungaan. Syarat-syatat
lemak yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis lemak untuk metode ini
diantaranya adalah :
1. Lemak tidak berbau, karena bila berbau akan mencemari bau minyak atsiri
yang dihasilkan. Bila yang ada hanya lemak yang berbau maka terlebih
dahulu harus dilakukan proses deodorisasi terhadap lemak tersebut.
2. Konsistensi lemak yang sesuai, karena lemak yang terlalu keras akan
memiliki daya absorbsi yang rendah, sedangkan bila terlalu lunak, maka
lemak akan banyak melekat pada bunga dan susah untuk dipisahkan.
Pengaturan konsistensi lemak ini bisa dilakukan dengan mencampur beberapa
jenis lemak bisa lemak nabati maupun hewani.
3. Lemak harus halal karena dibeberapa negara masalah kehalalan sangat
diperhatikan
4. Harga lemak yang akan digunakan, bila minyak yang dihasilkan terletak pada
kelas mutu yang sama maka tentunya harga lemak yang murah tentu jadi
pilihan (Ketaren, 1985)
Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak
ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris atau minyak esensial karena pada
suhu biasa mudah menguap di udara terbuka. Istilah esensial dipakai karena
minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Dalam keadaan tidak tercemar,
murni dan segar, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun pada
penyimpanan dapat teroksidasi dan membentuk resin serta warnanya menjadi
lebih gelap atau tua. Untuk mencegah supaya tidak berubah warna, minyak atsiri
harus terlindungi dari pengaruh cahaya, misal disimpan di dalam bejana gelas
yang berwarna gelap. Bejana tersebut juga diisi sepenuh mungkin sehingga tidak
memungkinkan berhubungan langsung dengan oksigen di udara, ditutup rapat,
serta disimpan di tempat yang kering dan sejuk (Didik gunawan, dkk., 2004).
Sifat-sifat Minyak Atsiri yaitu :
1. Memiliki bau khas, umumnya bau dari tanaman asalnya. Bau minyak atsiri
satu dengan yang lain berbeda-beda tergantung dari macam dan intensitas bau
dari masing-masing penyusunnya.
2. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi
kesan hangat sampai panas atau justru dingin ketika terasa di kulit.
3. Dalam keadaan murni (belum tercemar) mudah menguap pada suhu kamar
sehingga bila diteteskan pada selembar kertas maka ketika dibiarkan
menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada benda yang ditempel.
4. Tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen, sinar
matahari dan panas karena terdiri dari berbagai macam komponen penyusun.
5. Indeks bias umumnya tinggi.
6. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut
hingga dapat memberikan baunya kepada air, walaupun kelarutannya sangat
kecil.
7. Sangat mudah larut dalam pelarut organik (Didik gunawan, dkk., 2004).
Metode Isolasi Minyak atsiri
Minyak atsiri umumnya diisolasi dengan empat metode :
1. Metode destilasi terhadap bagian tanaman yang megandung minyak. Dasar
dari metode ini adalah perbedaan titik didih.
2. Metode penyarian dengan menggunakan pelarut penyari yang cocok. Dasar
dari metode ini adalah adanya perbedaan kelarutan. Minyak atsiri sangat
mudah larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air.
3. Metode pengepresan atau pemerasan. Metode ini hanya bisa digunakan
terhadap simplisia yang mengandung minyak atsiri dalam kadar yang cukup
besar. Bila tidak, nantinya akan habis dalam proses.
8. Metode perlekatan bau dengan menggunakan media lilin. Metode ini disebut
juga metode enfleurasi. Cara ini memanfaatkan aktivitas enzim yang diyakini
masih terus aktif selama sekitar 15 hari setelah bahan minyak atsiri dipanen
(Didik gunawan, dkk., 2004).
Penetapan Kadar Minyak Atsiri
Cara penetapan dengan mencampur bahan yang diperiksa dalam labu
dengan cairan penyuling, pasang alat dan mengisi buret dengan air hingga penuh,
kemudian panaskan dengan penangas udara sehingga penyulingan berlangsung
dengan lambat tetapi teratur. Setelah penyulingan selesai, biarkan selama tidak
kurang dari 15 menit, catat volume minyak atsiri pada buret. Hitung kadar minyak
atsiri dalam % v/b (Anonim, 1980)
Melati .
Melati merupakan tanaman bunga hias berupa perdu berbatang tegak
yang hidup menahun. Di Italia melati casablanca (Jasmine officinalle), yang
disebut Spansish Jasmine ditanam tahun 1692 untuk di jadikan parfum. Tahun
1665 di Inggris dibudidayakan melati putih (J. sambac) yang diperkenalkan oleh
Duke Casimo de’ Meici. Dalam tahun 1919 ditemukan melati J. parkeri di
kawasan India Barat Laut, Kemudian dibudidayakan di Inggris pada tahun 1923.
Di Indonesia nama melati dikenal oleh masyarakat di seluruh wilayah Nusantara.
Nama-nama daerah untuk melati adalah Menuh (Bali), Meulu cut atau Meulu
Cina (Aceh), Menyuru (Banda), Melur (Gayo dan Batak Karo), Manduru
(Menado), Mundu (Bima dan Sumbawa) dan Manyora (Timor), serta Malete
(Madura). Kedudukan tanaman melati dalam sistematika/taksonomi tumbuhan
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Oleales
Famili : Oleaceae
Genus : Jasminum
Spesies : Jasminum sambac (L) W. Ait..
Bunga melati bermanfaat sebagai bunga tabur, bahan industri minyak wangi,
kosmetika, parfum, farmasi, penghias rangkaian bunga dan bahan campuran atau
pengharum teh (Anonim, 2000).
Tanaman melati dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran
rendah sampai dataran tinggi pada ketinggian 10-1.600 m dpl. Meskipun
demikian, tiap jenis melati mempunyai daya adaptasi tersendiri terhadap
lingkungan tumbuh. Melati putih (J. sambac) ideal ditanam di dataran rendah
hingga ketinggian 600 m dpl, sedangkan melati Star Jasmine (J. multiflorum)
dapat beradaptasi dengan baik hingga ketinggian 1.600 m dpl. Di sentrum
produksi melati, seperti di Kabupaten Tegal, Purbalingga dan Pemalang (Jawa
Tengah), melati tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai dataran menengah
yaitu 0-700 m dpl (Rukmana, 1997).
Contoh produk pengolahan pascapanen bunga melati adalah Jasmine Oil,
dengan jenis-jenis:
1. Minyak melati istimewa, yakni minyak yang diekstraksi dari bunga melati
dengan pelarut ether minyak bumi, sebagai bahan baku minyak wangi mutu
tinggi.
2. Minyak melati biasa, yakni minyak yang diekstraksi dari bunga melati dengan
pelarut benzole, sebagai bahan baku minyak wangi mutu sedang.
3. Minyak pomade istimewa, yakni minyak yang diperoleh dengan teknik
enfleurage bunga melati, sebagai bahan baku minyak rambut.
4. Minyak pomade biasa, yakni minyak yang diekstraksi dari bunga melati
bekas enfleurage, sebagai pewangi teknis (Rukmana, 1997).
Teknik enfleurage disebut teknik olesan. Prinsip kerja ekstraksi bunga
melati dengan teknik olesan adalah sebagai berikut:
1. Oleskan lemak muri pada permukaan kaca tipis.
2. Letakan bunga melati yang masih segar (baru petik) diatas permukaan kaca.
3. Simpan kaca tipis bersama bunga melati dalam rak-rak penyimpanan yang
terbuat dari plastik, kayu/logam tahan karat.
4. Biarkan bunga melati selama 3-4 hari sampai bunga tersebut layu.
5. Bunga melati yang telah layu segera dibuang untuk diganti dengan bunga-
bunga baru/masih segar.
6. Lakukan cara tadi secara berulang-ulang selama 2-3 bulan hingga lemak
dipenuhi minyak wangi bunga melati (Rukmana, 1997).
Minyak Melati
Minyak melati diperoleh dari bunga melati dengan cara “enfleurage” atau
ekstraksi dengan pelarut menguap. Minyak melati yang dihasilkan dari ekstraksi
dengan perbandingan bunga dan pelarut 1 : 2 mengandung komponen minyak
atsiri yang tinggi. Minyak melati mengandung benzil ester dari asam asetat asam
format dan asam propionat, linalool dan esternya, metil anthranilat, benzilalkohol,
geraniol dan paracrenol. Melati kaca piring (cape jasmin) mempunyai bau wangi
seperti minyak (Prabawati dkk., 2002).
Karakteristik minyak atsiri melati:
Famili : Oleaceae
Spesies : Jasminum sambac (L) W. Ait..
Hasil : Minyak melati (jasmine oil)
Rendemen : 3,1 %
Sumber : Bunga
Komponen penyusun : Linalool, benzil asetat, jasmona, indol
Kegunaan : bahan pewangi sabun, parfum, korigen odoris
Komposisi Kimia Minyak Melati
Komponen Jumlah(%)
Benzil asetat 65,0
Dlinalool 15,5
Linalool asetat 7,5
Benzil alcohol 6,0
Jasmone 3,0
Indole 2,5
Metil anthrarnilate 0,5
Phenols Sedikit sekali
Sumber: Ketaren, 1985
Kromatografi
Kromatografi adsorpsi didasarkan pada retensi zat terlarut oleh adanya
adsorpsi permukaan. Teknik ini berguna dalam pemisahan senyawa-senyawa
nonpolar dan konstituenn-konstituen yang sulit menguap. Pada kromatografi cair-
padat, suatu substrat padat bertindak sebagai fase diam. Pemisahan tergantung
pada kesetimbangan yang terbentuk pada bidang antara muka di antara butiran-
butiran fase diam dan fase cair yang bergerak serta pada kelarutan relatif zat
terlarut pada fase bergeraknya. Kompetisi antara molekul-molekul zat terlarut dan
pelarut untuk teradsorpsi menimbulkan suatu proses dinamik di mana molekul-
molekul zat terlarut dan molekul-molekul pelarut secara kontinyu mengadakan
kontak dengan permukaan adsorben, tertahan beberapa saat di permukaan dan
kemudian masuk kembali pada fase bergerak. Pada saat teradsorpsi, zat terlarut
dipaksa untuk berpindah oleh aliran maju fase gerak, akibatnya hanya molekul-
molekul dengan afinitas yang lebih besar terhadap adsorben akan secara selektif
tertahan. Gaya-gaya intra molekul terhadi karena sifat alamiah permukaan
memasukkan suatu diskontinyuitas ke dalam sistem pada setiap budang antar
muka terdapat efek energi permukaan pada gaya London yang rekatif lemah
terbentuk antara semua permukaan dengan setiap molekul teradsorpsi ataupun
antara permukaan yang bersifat nonpolar dan molekul polar yang teradsorpsi. Ini
menginduksikan suatu dwi kutub pada molekul nonpolar yang besar dan
menambah momen dwi kutub yang sudah ada pada senyawa polar. Gaya-gaya
akibat transfer muatan terjadi antara donor elektron dan akseptor elektron, yang
puncakyamengambil bentuk seperti ikatan hirogen. Gaya-gaya yang kuat muncul
antra atom-atom yang terikat secara ionik dan kovalen (Khopkar, 1990).
Alat yang penggunaannya berdasarkan prinsip kromatografi adsoprsi yaitu :
1. Kromatografi Kolom
Prinsip yang mendasari kromatografi kolom adsorpsi ialah bahwa komponen –
komponen dalam zat sampel yang harus diperiksa mempunyai afinitas yang
berbeda-beda terhadap adsorben dalam kolom. Apabila kita mengalirkan
cairan ( elutor ) secara kontinyu melalui kolom yang berisi zat sampel yang
telah diadsorpsikan oleh fase diam, maka yang pertama – tama dielusikan
elutor ialah komponen yang paling lemah terikat kepada adsorben (fase diam).
Komponen –komponen lainnya akan dielusi menurut urutan afinitasnya
terhadap adsorben, sehingga terjadi pemisahan daripada komponen –
komponen tersebut (Underwood dkk, 2002).
2. Kromatografi Gas
Prinsip Kromatografi Gas adalah pemisahan solut-solut yang mudah menguap
(stabil terhadap panas) yang akan bermigrasi melalui kolom yang
mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio
distribusinya.Pada umumnya solute akan terelusi berdasarkan pada
peningkatan titik didihnya,kecuali jika ada interaksi khusus antara solute
dengan fase diam.Pemisahan yang berdasarkan pada mekanisme adsorpsi
adalah yang digunakan fase diam berupa padatan atau kadang-kadang
polimerik (Rohman dkk, 2010).
3. Kromatografi Lempeng Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah teknik yang sangat umum digunakan
dalam kimia sintetis untuk mengidentifikasi senyawa dan menentukan
kemurniannya. Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis
kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan prinsip kerjanya
memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran
antara sampel dengan pelarut yang digunakan.Teknik ini biasanya
menggunakan fase diam berupa lapisan yang seragam pada bidang datar plat
kaca, gelas atau aluminium dengan penjerap berupa silica atau serbuk selulosa
(padatan) dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin
dipisahkan, dapat dipilih dari pustaka. Larutan atau campuran larutan yang
digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan
eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut (Rohman
dkk., 2010).
Perbedaan munculnya bercak ini karena setiap pendeteksian mempunyai
fungsi yang berbeda-beda, yaitu pendeteksian dengan UV 254 nm untuk alkaloid,
flavonoid, dan triterpena serta UV 366 nm untuk flavonoid, alkaloid, triterpena,
dan lignan. Sementara anisaldehida untuk mendeteksi terpenoid dan minyak atsiri
serta vanilin-asam sulfat untuk mendeteksi fenilpropena, monoterpena, dan
seskuiterpena (Harborne, 1987).
Penampakan Noda
a. Pada UV 254 nm
Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan
tampak berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena
adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat
pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang
dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat
energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan
semula sambil melepaskan energi.
b. Pada UV 366 nm
Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna
gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya
interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom
yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi
cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi
dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke
keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada
lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak
berfluororesensi pada sinar UV 366 nm (Stahl, 1985).
Penetapan susut pengeringan
Susut pengeringan adalah kadar bagian yang menguap suatu zat. Kecuali
dinyatakan lain, suhu penetapan adalah 1050C dan susut pengeringan ditetapkan
sebagai berikut: Timbang seksama 1 gram sampai 2 gram zat dalam botol timbang
dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan selama
30 menit dan telah ditara. Jika zat berupa hablur besar, sebelum ditimbang digerus
dengan cepat hingga ukuran butiran lebih kurang 2mm. Ratakan zat dalam botol
timbang dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih
kurang 5mm sampai 10mm, masukkan ke dalam ruang pengering, buka tutpnya,
keringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap penimbangan,
biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu
kamar. Jika suhu lebur zat lebih rendah dari suhu penetapan, pengeringan
dilakukan pada suhu antara 50 dan 100 di bawah suhu leburnya selama satu sampai
dua jam kemudian pada suhu penetapan selama waktu yang ditentukan atau
hingga bobot tetap (Anonim, 1980).
Uji Organoleoptis
Cara pemeriksaan dengan panca indera Meliputi bentuk, bau, rasa pada
lidah dan tangan Jangan melalui pendengaran terhadap bentuk, ukuran, warna
bagian luar dan bagian dalam, retakan-retakan, gambaran susunan bahan berserat,
bergumpal, dan lain-lain (Anonim, 1980).
Bobot Jenis
Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot
zat yang dengan bobot air, dalm piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam
monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 250C. Kecuali dinyatakan lain dalam
masing-masing monografi, penetapan bobot jenis digunakan hanya untuk cairan,
dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan pada perbandingan bobot zat diudara pada
suhu 250C terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila suhu
ditetapkan dalam monografi, bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara
pada suhu yang sama. Bila pada suhu 250C zat berbentuk padat, tetapkan bobot
jenis pada suhu yang telah tertera pada masing-masing monografi, dan mengacu
pada air pada suhu 250C (Anonim, 1979).
Indeks Bias
Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara
dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Indeks bias berguna untuk
identifikasi zat dan deteksi ketidakmurnian. Walaupun menurut Farmakope suhu
pengukuran adalah 250 tetapi pada banyak monoografi Indeks bias ditetapkan pada
suhu 200. Suhu pengukuran harus benar-benar diatur dan dipertahankan karena
sangat mempengaruhi Indeks bias. Harga Indeks bias dalam Farmakope ini
dinyatakan untuk garis cahaya natrium pada panjang gelombang dublet 589,0 nm
dan 589,6 nm. Umumnya alat dirancang untuk digunakan dengan cahaya putih.
Tetapi dikalibrasi agar memberikan Indeks bias untuk garis D cahaya natrium.
Refraktometer digunakan untuk mengukur rentang Indeks bias dari bahan-bahan
yang tercantum dalam Farmakope Indonesia, berikut harga indeks biasnya
(Anonim, 1995).
III. ALAT DAN BAHAN
a. Alat:
- Gelas ukur 1 buah
- Penangas air 1 buah
- Cawan petri 2 buah
- Rotary evaporator 1 buah
- Pipa kapiler 1 buah
- Plat silica gel GF 254 2 buah
- Piknometer 1 buah
- Oven 1 buah
- Botol timbang 1 buah
- Lampu UV254 dan UV366 1 buah
- Spryer 1 buah
- Alat uji kelengketan 1 buah
- Refraktometer 1 buah
- Beaker glass 1 buah
- Batang pengaduk 1 buah
- Timbangan 1 buah
- Pipet tetes 1 buah
b. Bahan :
- Bunga melati segar secukupnya
- Lemak nabati tidak berbau secukupnya
- Etanol 96% secukupnya
- N-hexane 7 ml
- Etil asetat 3 ml
- Reagen semprot anisaldehid asam sulfat secukupnya
ditimbang
Water bad
cawan
250 gram lemak
TimbanganLemak nabati
didiamkan hingga
Cawan petri
Lemak mencair
dimasukkan
diambil
Lemak membeku
hingga
dilelehkan
dimasukkan
ditutup dengan
Bagian atas
Simplisia segar bunga melati
ditimbang
Timbangan
ditaburkan
Bagian bawah
dibagi
Lemak bagian bawah
Lemak bagian atas
IV. CARA KERJA
a. Penyarian minyak atsiri Jasminum sambac
dilelehkan
Bunga melati dalam cawan petri
Bunga melati yang baru
Minyak atsiri
diganti setiap hari selama 1 minggu
Bunga diambil
Beaker glass, ditutup aluminium foil
dikerok, dimasukkan
Lemak jenuh
didiamkan, hingga diperoleh
diperoleh
Water bad
didinginkan
Etanol 96%
dimasukkan
Lelehan
Lapisan etanol
diambil
Diperoleh 2 lapisan
diperoleh
Rotary evaporator
dipekatkan
Setelah 24 jam
diamati
Minyak atsiri dari Jasminum sambac
Plat silica
Fase gerak larutann-hexane:etil asetat
7:3
ditotolkan menggunakan pipa kapiler
plat silica
Anisaldehid
plat silica
Sinar UV 254 nm Sinar UV 366 nm
Tidak TerjadiPerubahan Warna
Tidak TerjadiPerubahan Warna
dikembangkan
diamati
disemprot
diamati
disinari
diamati diamati
Minyak atsiri dari Jasminum sambac
Kaca prismaAlat Refraktometer
Eye piece
Skala Indeks bias
diteteskan secukupnya
diamati
diperoleh
b. Uji KLT
c. Uji Indeks bias
V. HASIL PERCOBAAN
Hasil yang didapatkan melalui percobaan ini adalah Minyak
atsiri sebanyak 5,2 ml dengan hasil sebagai berikut :
1. Uji organoleptik
bentuk : cairan hampir kental, seperti suspensi (terdapat
butiran kecil)
rupa : cairan
warna : putih kekuningan
bau : bau khas Melati
2. Perhitungan rendemen :
= bobot hasil
berat simplisia×100 %
= 5,2 gram120 gram
× 100 %
= 4,33 %
3. Pengujian Indeks bias :
Indeks bias minyak atsiri adalah 1,342 – 1, 3463
4. Penentuan bobot jenis
Tidak dilakukan karena rendemen yang dihasilkan tidak
mencukupi untuk melakukan uji penentuan bobot jenis.
5. Uji KLT
fase gerak = n hexane : etil asetat = 7 : 3
fase diam = silica gel GF254
penyemprot = anisaldehid-asam sulfat
penyinaran = UV 254 nm dan 366 nm
Pada pengujian KLT tidak terdapat bercak karena rendemen yang
digunakan kemungkinan dalam keadaan tidak murni dan telah
menguap dalam penyimpanan.
VI. PEMBAHASAN
Dalam praktikum kali ini digunakan metode enfluerasi dingin.
Teknologi enfleurasi adalah suatau teknologi atau metode isolasi minyak atsiri
bunga dengan menggunakan lemak sebagai absorben. Lemak mempunyai daya
absorbsi yang tinggi dan jika melakukan kontak dengan bunga yang berbau
wangi, maka lemak akan mengabsorbsi minyak yang dikeluarkan oleh bunga
tersebut. Cara ini memanfaatkan aktivitas enzim atau aktivitas fisiologi yang
masih terus aktif selama sekitar 15 hari setelah bunga penghasil minyak atsiri
dipanen. Metode ini telah digunakan untuk menghasilkan parfum dari ekstrak
bunga.
Bahan yang digunakan adalah bunga melati (Jasminum sambac). Bunga
melati yang digunakan adalah bunga yang setengah mekar, karena dalam kondisi
inilah minyak atsiri yang terkandung paling besar. Teknik enfluerasi dingin
dipakai karena bunga melati hanya memiliki sedikit kandungan minyak atsiri
sehingga jika menggunakan proses panas akan menyebabkan rusaknya petal
bunga. Dan minyak atsiri yang dihasilkan nantinya juga akan sedikit (tidak
maksimal).
Untuk mengekstrak minyak atsiri dengan cara enfluerasi dingin pertama-
tama ditimbang 250 g lemak, kemudian lemak dilelehkan di atas waterbath
menggunakan gelas beker hingga meleleh . kemudian lemak dibagi dua sama
banyak. Dan dituang ke dalam cawan petri, satu untuk wadah bagian atas dan satu
untuk wadah bagian bawah. Untuk percobaan ini digunakan lemak nabati yang
tidak berbau. Hal ini dilakukan karena lemak nabati dapat melakukan proses
absorbsi untuk menarik minyak atsiri yang terkandung pada bunga. Lemak ini
harus tidak berbau karena bila berbau akan mencemari bau minyak atsiri yang
dihasilkan. Setelah itu ditimbang kelopak melati sebanyak 100 gram. Kemudian
ditaburkan di atas lemak yang telah membeku, masing-masing di bagian atas dan
bagian bawah cawan. Kemudian cawan bagian atas ditutupkan pada cawan
bagian bawah. Hal ini dilakukan agar lemak dapat melakukan kontak dengan
bunga dan mengabsorbsi sempurna seluruh bagian bunga yang digunakan. Setelah
itu dilakukan penyimpanan selama 24 jam. Setelah 24 jam, kelopak bunga melati
yang telah jenuh diganti dengan kelopak bunga melati yang baru, nantinya proses
absorbsi akan terjadi kembali. Penggantian bunga dilakukan sebanyak 7 kali
(selama 1 minggu) sehingga akan menghasilkan pomade. Selama 1 minggu
tersebut dilakukan penyimpanan di dalam lemari pendingin. Jumlah bahan yang
digunakan selama proses enfleurasi dingin ini adalah sebanyak 120 gram bunga
melati.
Prinsip kerja dari metode enfleurasi dingin ini adalah minyak atsiri yang
terkandung pada bunga akan din absorbsi oleh lemak dingin. Bunga melati setelah
dipetik masih melanjutkan aktivitas fisiologinya, atau masih memproduksi
minyak dan mengeluarkan aroma wangi. Minyak atsiri pada bunga mengandung
persenyawaan bertitik didih tinggi dan tidak segera dibebaskan oleh bunga. Zat ini
adalah hasil proses fisiologi yang kompleks. Lemak mempunyai daya absorbsi
yang tinggi dan jika dicampur dan melakukan kontak dengan bunga yang
mengandung minyak atsiri, maka lemak akan mengabsorbsi minyak atsiri yang
terkandung pada bunga tersebut. Lemak dapat menembus jaringan, menyerap,
melarutkan dan mengikat minyak atsiri yang tersimpan pada kelenjar tanaman
penghasil minyak atsiri. Penyarian ini dilakukan hingga lemak terjenuhi oleh
minyak atsiri.
Setelah dilakukan 7 kali penggantian bunga, pomade yang dihasilkan
dikerok dan dilelehkan di atas waterbath dalam wadah tertutup menggunakan
gelas beker yang telah ditutup dengan alumunium foil. Penutupan ini bertujuan
agar minyak atsiri tidak menguap. Karena minyak atsiri memiliki sifat yang
mudah menguap. Pada pemanasan ini suhu nya tidak boleh terlalu panas, karena
minyak atsiri itu sendiri tidak taha pemanasan jika suhunya terlalu panas nantinya
minyak yang dihasilkan akan berwarna coklat dan bau yang dihasilkan tidak
sesuai yang diharapkan karena baunya memudar.
Hasil lelehan minyak di ekstraksi dengan etanol 96 % dan didinginkan
pada suhu rendah. Hal ini bertujuan untuk memisahkan minyak atsiri dengan
lemak. Setelah sari minyak atsiri terpisah dari lemaknya ditandai dengan adanya
lapisan atas dan lapisan bawah. Lapisan atas merupakan minyak atsiri. Minyak
tersebut kemudian di ambil menggunakan pipet, minyak atsiri yang diperoleh
ditempatkan dalam flacon.
Selanjutnya sari yang diperoleh dipekatkan menggunakan rotary
evaporator. Pada proses ini bertujuan untuk memisahkan minyak atsiri dengan
etanol. Etanol dimasukkan dalam labu als bulat kemudian dilakukan pemanasan
dengan suhu 700 C. suhu tersebut dipilih agar etanol dapat menguap terlebih
dahulu dan minyak atsiri tidak ikut menguap. Etanol akan menuju kondensor yang
kemudian akan didinginkan menjadi embun dan menuju labu destilat sebagai
penampung cairan penyari. Hingga akhirnya hanya minyak atsiri saja yang masih
tinggal dalam labu alas bulat. Diperolehlah minyak atsiri murni, pada praktikum
ini diperoleh minyak atsiri sebanyak 5,2 mL dengan berat 5,7 gram.
Kontrol Kualitas
a. Uji organoleptik
Uji organoleptik bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik minyak atsiri
bunga melati. Dari hasil pengamatan minyak atsiri bunga melati memiliki bentuk
cairan hampir kental seperti suspensi dan terdapat butiran kecil, berwarna putih
kekuningan dan bau khas melati. Minyak atsiri ini tidak memenuhi syarat karena
minyak atsiri yang baik seharusnya berupa cairan jernih dan tidak mengandung
partikel berupa butiran. Hal ini dapat terjadi karena dalam proses pelelehan
ekstraksi suhunya terlalu tinggi, sehingga minyak atsiri yang dihasilkan menjadi
rusak.
b. Rendemen yang didapatkan
Rendemen = bobot hasil
berat simplisia×100 %
= 5,2 gram120 gram
× 100 %
= 4,33 %
Dari hasil yang didapat dapat disimpulkan bahwa rendemen telah
memenuhi syarat rendemen minyak atsiri bunga melati.
c. Pengujian Indeks Bias
Indeks bias,adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dengan
kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Penetapan indeks bias dilakukan dengan
menggunakan refraktometer. Refraktometer merupakan alat yang dapat
digunakan untuk penetapan indeks bias berdasarkan pembiasan cahaya oleh kaca
prisma.
Untuk melakukan pengujian ini pertama-tama kaca prisma ditetesi
dengan akuades agar prisma bersih dari zat pengganggu, kemudian dilap dengan
tisu hingga tidak ada sisa akuades yang tertinggal yang dapat mengganggu
jalannya pengamatan. Kemudian 1 tetes minyak atsiri diteteskan pada kaca prisma
kemudian ditutup. Kemudian di atur lingkaran elips tepat pada pertengahan fase
gelap dan fase terang, tepat pada tanda silang dari garis lingkaran elips. Kemudian
dibaca skala yang ditunjukkan oleh alat refraktometer tersebut. Dari hasil
pengamatan diperoleh indeks bias minyak atsiri bunga melati sebesar 1,342
sampai 1,3463.
d. Perhitungan bobot jenis
Pada percobaan ini tidak dilakukan perhitungan bobot jenis karena
volume minyak atsiri yang diperoleh tidak mencukupi untuk dilakukan
pengujian tersebut.
e. Kromatografi Lapis Tipis
Pengujian KLt dilakukan dengan menggunakan fase gerak berupa N-
haxane : etil asetat dengan perbandingan 7 : 3. Dipilih N-hexane karena bersifat
non polar dan etil asetat bersifat semi polar. Sehingga nantinya dapat mengikat
senyawa yang polar maupun non polar. Fase diam yang digunakan berupa
lempengan padat (plat) yaitu silica gel GF254. Reagen penyemprot yang digunakan
yaitu anisaldehid-asam sulfat. Kemudian penyinaran untuk deteksi bercak
dilakukan pada UV 254 nm dan 366 nm.
Minyak atsiri ditotolkan pada plat sebanyak 2 totol menggunakan pipa
kapiler. Tidak perlu dilakukan pengenceran karena minyak atsiri sendiri
bentuknya sudah cair. Lalu, dikembangkan di dalam bejana pengembang yang
berisi fase gerak ditunggu sampai jarak pengembangan 7 cm. Bejana pengembang
yang digunakan adalah gelas beker yang ditutup dengan kaca arloji agar larutan
pengelusi dapat jenuh dan bisa mengelusi dengan cepat. Setelah mengembang plat
di angin-anginkan hingga kering kemudian disemprot dengan anisaldehid-asam
sulfat. Hal ini bertujuan untuk mendeteksi warna bercak. Kemudian di amati
menggunakan sinar UV 366 nm dan sinar UV 254 nm.
Setelah di amati tidak tampak adanya bercak pada plat. Dengan
demikian ber arti tidak ada kandungan terpenoid dalam minyak atsiri tersebut.
Secara teori, minyak atsiri bunga melati mengandung terpenoid. Hal ini dapat
terjadi karena minyak atsiri sudah rusak karena penguapan tadi.
VII. KESIMPULAN
1. Metode enfleurasi dingin sangat cocok untuk mengekstrak minyak
atsiri dalam bunga melati karena minyak atsiri bunga melati tidak tahn
pemanasan
2. Dari hasil penyarian didapatkan rendemen sebesar 4,33 %
3. Minyak atsiri yang diperoleh berwarna putih, agak kental, mengandung
butiran kecil dan berbau lemah khas melati.
4. Indeks bias minyak atsiri 1,342 – 1,3463
5. Pada uji kontrol kualitas tidak terdeteksi adanya kandungan senyawa
terpenoid.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Anonim.1980.Materia Medika Indonesia Jilid IV.Jakarta: Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
Anonim.1995.Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Anonim. 2000. Tentang Budaya Pertanian Melati. Jakarta : Deputi
Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
Gunawan, Didik, dkk. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi)Jilid I.
Jakarta : Penebar Swadaya
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: ITB
Ketaren, S.1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka.
Jakarta
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Analitik. Jakarta : UI Press
Prabawati, S, Endang, D. A, Suyati,dan Dondy ASB. 2002. Perbaikan
Cara Ekstraksi Untuk Meningkatkan Rendemen dan Mutu Minyak
Melati. Dalam Jurnal Hortikultura. Vol. 12. No. 4
Rohman, A., dan Gandjar, I. G. 2010. Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Rukmana H, Rahmat. 1997. Usaha Tani Melati. Yogyakarta : Kanisius
Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi.
Bandung : ITB
Tim penyusun. 2012. Petunjuk Praktikum Galenika. Surakarta : FMIPA
UNS
Tjiptadi dan Wahyu. 1986. Teknis Enfleurasi Minyak Atsiri dari Bunga-
bungaan Dalam Laporan Hasil Penelitian dan Pengembangan.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil
Pertanian Hlm 8
Underwood, A. L., dkk. 2002. Analisa Kimia Kuantitati. Jakarta :
Erlangga
Yulianingsih, dkk. 2007. Teknik Enfleurasi dalam Proses Pembuatan
Minyak Mawar Dalam Jurnal J. Hort. 17 (4) : 393-398
Mengetahui, Surakarta,11 April 2012
Asisten Pembimbing Praktikan,
(KELOMPOK 6)
LAMPIRAN