laporan ekologi di tntn
DESCRIPTION
mTRANSCRIPT
-
LAPORAN PRAKTIKUM KULIAH LAPANGAN EKOLOGI
KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO
PELALAWAN-RIAU
OLEH:
MAHASISWA/I PENDIDIKAN BIOLOGI SEMESTER VI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2015
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Kuliah
Lapangan Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo-Provinsi Riau.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Suwondo, M.Si, Dr. Yustina, M.Si, Drs. Nursal, M.Si dan Dra. Yuslim
Fauziah, MS selaku dosen pengampu mata kuliah Ekologi yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam melakukan pengamatan dan
menyelesaikan laporan ini.
2. Pihak pengelola Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo yang telah memberi
izin untuk melaksanakan kegiatan praktikum, membimbing dan memberi
arahan di lapangan.
3. Asisten mata kuliah Ekologi Tumbuhan yang telah memberikan
bimbingan dalam melakukan pengamatan dan menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang
bersifat membangun untuk menyempurnakan penulisan dalam laporan ini.
Pekanbaru, Juni 2015
Penulis
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................... 2
Daftar Isi .............................................................................................................. 3
Daftar Tabel ......................................................................................................... 4
Daftar Lampiran ................................................................................................. 6
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang ................................................................................... 7 B. Tujuan Praktikum ............................................................................... 8
Bab II Bahan Dan Metode
A. Alat Dan Bahan .................................................................................. 9 B. Prosedur Kerja .................................................................................... 10 C. Analisis Data ...................................................................................... 13
Bab III Hasil Dan Pembahasan
A. Deskripsi Area Studi Secara Umum................................................... 20 B. Ekologi Hewan di Area Studi............................................................. 21 C. Ekologi Tumbuhan di Area Studi....................................................... 21 D. Ekologi Perairan di Area Studi........................................................... 23
Bab IV Penutup
A. Kesimpulan......................................................................................... 27 B. Saran ................................................................................................... 27
Daftar Pustaka .................................................................................................... 28
Lampiran ............................................................................................................. 29
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 4
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
2.1. Data hasil pencacahan vegetasi pohon menggunakan metode jarak ........... 15
2.2. Rangkuman data pencacahan vegetasi pohon menggunakan metode
jarak pada lima titik pengamatan ................................................................. 15
2.3. Perhitungan K dan KR (cara I) .................................................................... 16
2.4. Perhitungan K dan KR (cara II) ................................................................... 16
2.5. Perhitungan F dan FR ................................................................................. 17
2.6. Perhitungan D dan DR ................................................................................ 17
2.7. Perhitungan nilai penting ............................................................................. 18
3.1. Hasil Analisa Pengamatan Burung di Kawasan Taman Nasional Tesso
Nilo .............................................................................................................. 20
3.2. Hasil Analisis vegetasi strata pohon pada 12 titik pengamatan di
kawasan Taman Nasional Tesso Nilo Provinsi Riau ................................... 21
3.3. Hasil pengukuran faktor fisika kimia lingkungan perairan Sungai
Perbekalan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo Provinsi Riau ............ 23
3.4. Hasil Analisis data pencuplikan plankton di Sungai Perbekalan
kawasan Taman Nasional Tesso Nilo Provinsi Riau ................................... 24
3.5. Hasil Analisis data pencuplikan benthos di Sungai Perbekalan
kawasan Taman Nasional Tesso Nilo Provinsi Riau ................................... 25
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 5
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1. Fenologi vegetasi Hutan di Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo .................. 29
2. Jejak Hewan yang terdapat di Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo .............. 31
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 6
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Suatu sistem di bumi yang berkaitan dengan interaksi antara makhluk hidup
dengan lingkunggannya dalam ekologi dikenal sebagai ekosistem bumi. ekosistem
terjadi dengan adanya aliran energi dan daur biogeokimia. Adanya perbedaan
lokasi geografis, ketinggian, iklim, sumberdaya, kondisi lingkungan mikro dan
habitatnya menyebabkan terjadinya keanekaragaman yang sangat tinggi di bumi.
Secara alami ekosistem bersifat seimbang, namun dengan adanya gangguan
pada komponen biotik dan abiotik dapat mengganggu keseimbangan ekosistem
tersebut. Gangguan pada suatu ekosistem sering mengakibatkan kepunahan
berbagai jenis makhluk hidup sehingga menurunkan keanekaragamannya.
Manusia sebagai makhluk hidup yang paling sempurna berpotensi terhadap
kesejahteraan suatu ekosistem. Pemanfaatan alam dengan menjaga kelestariannya
merupakan potensi baik yang dapat dilakukan manusia, namun potensi buruk
yang juga dapat dilakukan seperti melakukan eksploitasi alam tanpa
mempedulikan dampaknya terhadap kerusakan lingkungan. Kerusakan
lingkungan menyebabkan gangguan pada ekosistem yang mempengaruhi
kehidupan, termasuk kehidupan manusia itu sendiri.
Ekologi merupakan mata kuliah yang mengkaji interaksi (hubungan timbal
balik) antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Seiring dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan, ekologi menjadi disiplin ilmu yang dibutuhkan
karena erat kaitannya dengan perubahan ekosistem yang sangat menurun
signifikan dan berdampak buruk baik bagi manusia maupun makhluk hidup
lainnya yang ada di bumi.
Meningkatnya populasi manusia maka berdampak pula pada peningkatan
sarana dan prasarana kehidupan seperti perluasan pemukiman, jalan-jalan raya,
industri, pembukaan dan perusakan hutan untuk berbagai kepentingan lain,
berbagai produk yang mencemari kualitas lingkungan serta isu global dan bencana
alam. Oleh karena itu, dengan ekologi dapat membangkitkan pemahaman dan
kesadaran manusia untuk memelihara alam agar tetap asri dan lestari. Sehubungan
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 7
dengan upaya pentingnya meningkatkan pemahaman dan kesadaran mahasiswa
tentang keseimbangan dan keanekaragaman ekosistem alami, keanekaragaman
hayati serta kemampuan melalukan pengamatan keberadaan satwa dan analisis
vegetasi, maka perlu dilakukan Kuliah Lapangan Ekologi. Kegiatan ini
memberikan pengalaman langsung di alam hal melakukan eksplorasi dan
observasi ekosistem, keanekaragaman hayati, pengumpulan dan analisis data
lapangan untuk bahan kajian ekologis, serta kajian umum tentang struktur dan
fungsi ekosistem.
Alam merupakan laboratorium yang sangat baik dan lengkap, maka
pengetahuan keanekaragaman persebaran dan kelimpahan hewan, tumbuhan dan
interaksi dengan lingkungannya akan lebih bermakna jika disertai dengan
pengamatan secara langsung. oleh karena itu, Kuliah Lapangan merupakan
wahana mahasiswa untuk memperdalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor
serta dapat melakukan perivikasi berbagai teori dalam ekologi.
Kegiatan Kuliah Lapangan Ekologi 2015 ini dilakukan di kawasan hutan
Taman Nasional Tesso Nilo yang berada di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau.
Taman Nasional Tesso Nilo merupakan kawasan hutan hujan dataran rendah
terluas di Pulau Sumatera. Selain itu, di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo
terdapat keanekaragaman flora dan fauna yang cukup tinggi.
B. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Memberikan pengalaman dalam melakukan pengamatan mengenai
ekosistem hutan primer sehingga mahasiswa lebih memahami teori tentang
ekosistem dan keanekaragaman hayatinya.
2. Mengenal habitat, struktur komunitas, spesies endemik serta langka di
kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo Kabupaten Pelalawan Provinsi
Riau
3. Melakukan analisis vegetasi, inventarisasi jenis-jenis flora sehubungan
dengan keberadaan berbagai hewan serta kondisi habitatnya.
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 8
BAB II
BAHAN DAN METODE
A. ALAT DAN BAHAN
Ekologi tumbuhan
Adapun alat dan bahan yang digunakan palam pengamatan ini adalah
a) Alat tulis
b) Kertas koran
c) Kompas
d) Label gantung
e) Label tempel
f) Lembar data
g) Meteran
h) Pancang
i) Parang
j) Plastik
k) Press herbarium
l) Tali plastik
m) Termometer
Ekologi perairan
Pencuplikan
a) plankton net
b) eckman grab
c) botol koleksi
d) plastik sampel
e) alkohol
f) pipet tetes
g) keping sechi
h) bola pimpong
i) benang/tali
j) termometer Hg
k) indikator pH
l) alat tulis
Identifikasi
a) hasil pencuplikan biota hewan
(plankton dan benthos)
b) saringan benthos
c) air
d) botol koleksi
e) mikroskop
f) lup
g) object glass
h) cover glass
i) pipet tetes
j) buku identifikasi plankton dan
benthos
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 9
B. PROSEDUR KERJA
Ekologi Hewan
Hewan yang diamati dalam praktikum ini adalah burung. Pengamatan burung
dilakukan dengan metoda Indices Point of Abundance (IPA) yang ditunjang
dengan metoda distance. Pengumpulan data dengan metoda IPA dilakukan dengan
membuat titik pengamatan stasioner sejumlah minimal 10 titik dalam satu jalur,
dengan jarak antar titik 100 m. Pengamatan di setiap titik dilakukan selama 15
menit, pencatatan dilakukan terhadap burung yang terlihat maupun terdengar dan
data yang dicatat meliputi jenis burung dan jumlah individu.
Ekologi Tumbuhan
Pengamatan ini menggunakan metode quadran (Point Centre Quarter
Methode), dengan prosedur kerja sebagai berikut :
a) Pelajari dan kenalilah terlebih dahulu kawasan hutan yang akan diamati
melaalui survey / observasi awal, peta lokasi dan / atau peta topografi
yang tersedia atau informasi dari petugas dan penduduk setempat yang
mengenali kawasan hutan tersebut.
b) Tentukan lokasi pengamatan dan arah jalur pengamatan ( transek )
menggunakan kompas. Transek dibuat tegak lurus memotong garis
kontur yaitu gradien perubahan lingkunganyang nyata pada permukaan
bumi.
c) Tentukan titik pengamatan pertama pada jarak minimal 10 m dari tepi
hutan. Pada titik pengamatan tersebut dibuat garis tegak lurus terhadap
arah transek sehingga membagi daerah pengamatan menjadi empat
bagian (quadran).
d) Pada setiap quadran dilakukan pengamatan, pengukuran dan pencatatan
terhadap sattu individu (satu batang) pohon yang mempunyai dimeter
lebih dari 10 cm atau keliling batang setinggi dada adalah 30 cm yang
terletak paling dekat dengan titik pengamatan, meliputi,
1) Jarak pohon ke titik pengamatan
Ukur jarak pohon terdekat ke titik pengamatan, tuliskan data hasil
pengukuran pada tabelyang disediakan.
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 10
2) Nama jenis (spesies), nama lokal atau nomor/ kode sample
Tuliskan nama jens pohon pada tabel yang telah disediakan
Apabila nama jenis belum diketahui, diambilsample beberaapa
ranting sepanjang kurang lebih dari 30 cm beserta 3 6 helai daun
yang masih melekat. Apabila terdapat bunga dan buah yang terlalu
besar,cukupdiambil ranting berdaun yang masih utuh,sedangkan
bunga dan buah yang berukuran besar dan tebal dapat dikoleksi dan
dibuat awetan buah.
Pada spesimen diikatkan tabel gantung yang ditulis dengan
nomor/ kode sample yang saama dengan nomor sample yang ada
padaa tabel lembar data.
Untuk setiap pohon usahakan dibuat lebih dari satu spesimen
Spesimen disimpan sementara didalam kantong plastik besar dan
diiikat untuk menghindari penguapan air yang berlebihan
Spesimen yang terkumpul dibuat herbarium kering setelah sampai
di base camp, untuk selanjutnya diidentifikasi di laboratorium
untuk mengetahui nama jenis / nama ilmiahnya.
3) Diameter batang setinggi dada atau keliling batang setinggi
dada,diukur keliling batang pada posisi setinggi dada atau pada
keyinggian kurang lebih 130 cm darri permukaan tanah, bagi batang
yang mempunnyai akar tunjang atau akar banir, keliling batang diukur
pada posisi sekitar 30 cm diatas paapan banir atau akar tunjang
terakhir.
4) Perkirakan tinggi pohon dari permukaan tanah hingga tajuk tertinggi.
5) Perkirakan tinggi batang bebas cabang, yaitu tinggi pohon sampai
cabang tersendah.
6) Fenologi, yaitu penampakan tumbuhan pada saat pengamatan (sedang
berbunga,berbuah,berdaun muda, atau menggugurkan daun)
e. Lakukan pengamatan pada titik sampling ke dua, ke tiga, dst dengan cara
yang sama seperti pada titik pengamatan pertama ke titik kedua dst
dengan jarak minimal 20 m.
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 11
f. Catat data hasil pengamatan pada tabel data, selanjutnya data dianalisis
untuk mengetahui/menghitung nilai masingmasing parameter,
kerapatan, kerapatan relatif, dominansi dominansi relatif, frekuensi,
frekuensi relatif,nilai penting dan indeks keanekaraman.
Ekologi Perairan
Pengukuran faktor fisika kimia lingkungan meliputi pengukuran suhu dengan
menggunakan termometer Hg, pengukuran kecerahan dengan menggunakan
keping sechi, pengukuran pH dengan menggunakan indikator pH, pengukuran
oksigen terlarut dengan titrasi winkler dan pengukuran kecepatan arus dengan
menggunakan bola pimpong yang telah diikat benang.
Pencuplikan plankton menggunakan plankton net dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut: (1) Botol koleksi dipasangkan dengan erat ke bagian ujung
kerucut jala plankton, (2) Dengan memegang ujung talinya, kerucut jala berikut
botol dan lilitan tali dihimpun di sebelah dalam rangka logam. Seluruhnya
dilemparkan atau dilepaskan dari seberang tepi kolam. Lalu talinya segera ditarik.
Tarikan yang terlalu lambat akan menyebabkan jala itu tenggelam, sedangkan bila
terlalu cepat akan meloncat-loncatkan ke luar permukaan, (3) Apabila tarikan
sudah dilakukan, jala dibasuh agar semua organisme plantok masuk dalam botol
koleksi, lakukan pembasuhan dengan mencelup-celupkan secara vertikal jala itu
berkali-kali ke dalam air, tanpa melewati batas rangka logam dari mulut jala.
Pencuplikan dengan tarikan vertikal dilakukan dengan menurunkan jala ke lapisan
dalam yang dikehendaki dan kemudian ditarik ke atas secara perlahan-lahan, (4)
Botol koleksi kemudian dilepaskan dari jala dan tetesi alkohol ke dalam botol
koleksi sebagai pengawet, (5) Setelah ditutup rapat, botol koleksi diberi label, (6)
Cuplikan planton yang sudah diberi alkohol dapat disimpan lama hingga waktu
pengerjaan identifikasi, (7) Identifikasi plankton dilakukan di laboratorium
dengan menggunakan mikroskop. Sebelum diidentifikasi, air yang berada didalam
botol koleksi dikocok agar populasi plankton tersebar merata, kemudian sampel
diambil dengan menggunakan pipet tetes sebanyak 0,05 ml dari 25 ml secara acak
agar kesempatan terambilnya plankton sama. Selanjutnya dilakukan pengamatan
dengan mikroskop.
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 12
Sedangkan pencuplikan benthos dengan menggunakan eckman grab adalah: (1)
Eckman grab dibuka dengan hati-hati, sementara tali beserta logam pemacunya
dipegang, pencuplik itu diturunkan secara vertikal ke dasar perairan dengan
perlahan-lahan, (2) Setelah menyentuh dasar, logam pemacunya dilepas meluncur
sepanjang jala yang terentang lurus. Logam itu akan menyebabkan kedua belahan
pengeruk menutup dan substrat perairan berikut semua hewan benthos yang
ditumpahkan ke dalam benjana atau kantong plastik. Kemudian, tetesi alkohol ke
dalam kantong plastik yang telah berisi cuplikan tersebut, (3) Identifikasi benthos
dilakukan dengan cara membilas sebagian demi sebagian isi kerukan tersebut
dengan air sekaligus disaring. Semua hewan (sampai ukuran terkecil)
dikumpulkan kedalam suatu wadah dan diberi label. Setelah hewan-hewan
diidentifikasi dan dihitung akan didapatkan informasi kualitatif maupun
kuantitatif (kerapatan) mengenai hewan-hewan benthos perairan yang diteliti.
C. ANALISIS DATA
Ekologi hewan
Hasil pengamatan dinyatakan dalan satuan individu per luasan areal dengan
perhitungan sebagai berikut :
P = Z.A
X.Y
Dimana : P = dugaan populasi
Z = jumlah individu satwa yang teramati
A = luas areal yang terwakili
X = panjang jalur
Y = jarak terjauh yang masih dapat diamati dengan baik
Hasil pengamatan dapat pula dinyatakan secara kualitatif berdasarkan
frekwensi perjumpaan dan jumlah atau dugaan jumlah individu yang tercatat yaitu
sering/banyak, sedang, jarang, sangat jarang, hampir tidak pernah dijumpai.
Keanekaragaman satwa liar
Analisis keanekaragaman dilakukan dengan menggunakan indeks
keanekaragaman jenis Shannon-Wiener dengan formula sebagai berikut :
H = - pi ln pi
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 13
Dimana : H = indeks keanekaragaman jenis
Pi = ni/N
Ni = jumlah individu dari jenis ke-i
N = jumlah total individu dari semua jenis
Kelimpahan relatif jenis burung
Hasil pengamatan jenis burung dengan menggunakan metode IPA dinyatakan
dalam bentuk kelimpahan relatif dengan rumus :
KR = Ni
N
Dimana : KR = kelimpahan relatif
Ni = jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah individu seluruh jenis
Kualitas habitat
Untuk mengetahui kualitas habitat satwa liar dilakukan pengamatan secara
kualitatif terhadap komponen-komponen habitat (vegetasi sebagai cover dan
sumber pakan, sumber air, keberadaan predator dan lain-lain) selanjutnya
dilakukan analisis kepustakaan.
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 14
Ekologi tumbuhan
Tabel dibawah ini merupakan contoh data hasil pencacahan vegetasi pohon
menggunakan metode jarak POINT CENTER QUARTER METHODS pada
lima titik pengamatan
Tabel 2.1. Data hasil pencacahan vegetasi pohon menggunakan metode jarak
PC Q Spesies d(m) D(cm) BA(cm2)
1 Dipterocarpus sp 2,7 40 1256,00
1 2 Quercus sp 3,1 38 1133,54
3 Shorea sp 2,1 85 5671,63
4 Quercus sp 2,0 37 1074,67
1 Quercus sp 1,5 65 3316,63
2 2 Eugenia sp 1,3 70 3846,50
3 Dipterocarpus sp 3,1 90 6358,50
4 Quercus sp 2,4 80 5024,00
1 Alstonia sp 3,7 67 3523,87
3 2 Dipterocarpus sp 3,0 97 7386,07
3 Shorea sp 1,0 81 5150,39
4 Shorea sp 0,5 46 1661,06
1 Quercus sp 0,7 37 1074,67
4 2 Dipterocarpus sp 1,3 88 6079,04
3 Shorea sp 2,3 94 6936,26
4 Eugenia sp 1,6 39 1193,99
1 Shorea sp 1,5 71 3957,19
5 2 Dipterocarpus sp 2,3 61 2920,99
3 Dipterocarpus sp 1,5 97 7386,07
4 Shorea sp 0,7 48 1808,64
Jumlah 38,30 1331,0 76759,66
Rata-rata 1,92 66,55 3837,98
Tabel 2.2. Rangkuman data pencacahan vegetasi pohon menggunakan metode
jarak pada lima titik pengamatan
No Jenis Jlh Ind Jlh TP Jlh BA
(cm2)
Rerata BA
1 Dipterocarpus sp 6 5 31386,66 5231,11
2 Quercus sp 5 3 11623,50 2324,70
3 Shorea sp 6 4 25185,16 4197,53
4 Eugenia sp 2 2 5040,49 2520,24
5 Alstonia sp 1 1 3523,87 3523,87
Jumlah 20 76759,66
Rata-rata 3837,98
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 15
Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai masing-masing parameter
adalah sebagai berikut :
1. Rata-rata jarak (d) = 38,30/20= 1,92 m
2. Kerapatan total seluruh jenis (densitas mutlak) :
Unit area/(d)2= 10.000/(1,92)
2 = 2726,86 pohon/ha
3. Menghitung K dan KR masing-masing jenis :
(ada dua cara)
KR = jumlah individu suatu jenis
jumlah individu seluruh jenis
K = KR suatu jenis
100
Tabel 2.3. Perhitungan K dan KR (cara I)
Jenis KR(%) K (pohon/ha)
Dipterocarpus sp 6/20x100 = 30% 30/100x2726,86 = 818,06
Quercus sp 5/20x100 = 25% 25/100x2726,86 = 681,71
Shorea sp 6/20x100 = 30% 30/100x2726,86 = 818,06
Eugenia sp 2/20x100 = 10% 10/100x2726,86 = 272,69
Alstonia sp 1/20x100 = 5% 5/100x2726,86 = 136,34
Jumlah = 100% = 2726,86
Cara lain menghitung K dan KR masing-masing jenis :
K = jumlah individu dalam kuarter
jumlah kuarter
KR = K suatu jenis
K seluruh jenis
Tabel 2.4. Perhitungan K dan KR (cara II)
Jenis KR(%) K (pohon/ha)
Dipterocarpus sp 30/100x2726,86 = 818,06 818,06/2726,86x100=30%
Quercus sp 25/100x2726,86 = 681,71 681,71/2726,86x100=25%
Shorea sp 30/100x2726,86 = 818,06 818,06/2726,86x100=30%
Eugenia sp 10/100x2726,86 = 272,69 272,69/2726,86x100=10%
Alstonia sp 5/100x2726,86 = 136,34 136,34/2726,86x100 = 5%
Jumlah = 2726,86 = 100%
Catatan :
Faktor koreksi untuk menghitung densitas (kerapatan) :
Metode individu terdekat
Metode tetangga terdekat
x K total seluruh jenis
x 100
x 100
x K total seluruh jenis
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 16
Metode pasangan acak
Metode kuadran
4. Menghitung F dan FR masing-masing jenis F = jenis titik pengamatan yang ditempati suatu jenis
Jumlah seluruh titik pengamatan
FR = F suatu jenis
F seluruh jenis
Tabel 2.5. Perhitungan F dan FR
Jenis F (%) FR (%)
Dipterocarpus sp 5/5x100% = 100% 100/300x100%=33,333%
Quercus sp 3/5x100% = 60% 60/300x100% =20,000%
Shorea sp 4/5x100% = 80% 80/300x100% =26,667%
Eugenia sp 2/5x100% = 40% 40/300x100%=13,333%
Alstonia sp 1/5x100% = 20% 20/300x100% = 6,667%
Jumlah = 300 = 100%
5. Menghitung D dan DR masing-masing jenis D = kerapatan suatu jenis x rata-rata Basal Area
DR = D suatu jenis
D seluruh jenis
Tabel 2.6. Perhitungan D dan DR
Jenis D (m2/ha) DR (%)
Dipterocarpus sp 818,06x5231,11= 427,93 40,89%
Quercus sp 681,71x2324,70= 158,48 15,14%
Shorea sp 818,06x4197,53= 343,38 32,81%
Eugenia sp 272,69x2520,24= 68,72 6,57%
Alstonia sp 136,34x3523,87= 48,05 4,59%
Jumlah = 300 = 100%
x 100
x 100
x 100
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 17
6. Menghitung Nilai Penting masing-masing jenis NP = KR + FR + DR
Tabel 2.7. Perhitungan nilai penting
No Jenis FR
(%)
KR
(%)
DR
(%) NP
pi ln
pi
1 Dipterocarpus sp 33,33 30,00 40,89 104,22 -0,37
2 Quercus sp 20,00 25,00 15,14 60,14 -0,32
3 Shorea sp 26,67 30,00 32,81 89,48 -0,36
4 Eugenia sp 13,33 10,00 6,57 29,90 -0,23
5 Alstonia sp 6,67 5,00 4,59 16,26 -0,16
Jumlah 100,00 100,00 100,00 300,00 -1,44
Indeks keanekaragaman (H) 1,44
Ekologi perairan
Kelimpahan
Kelimpahan plankton dapat dihitung berdasarkan rumus Sachlan (1980)
dengan rumus sebagai berikut: F = NWPVi
Vo
L
T
11
Dimana, T = Luas cover glass (484 mm2)
L = Luas laang pandang mikroskop (2,4 mm2)
Vo = Volume air yang tersaring dalam bucket (25 ml)
Vi = Volume 1 tetes air sampel (0,05 ml)
W = Volume air yang disaring (10 liter)
N = Jumlah plankton diseluruh lapang padang.
P = Jumlah lapang pandang yang diamati (10 kali).
Untuk menentukan kualitas lingkungan perairan berdasarkan indeks
kelimpahan plankton digunakan kriteria pencemaran sebagai berikut
(Goldman dalam Ahmadi, 2008):
Kelimpahan < 104
sel/1 : Kesuburan rendah
Kelimpahan 104-10
7 sel/1 : Kesuburan sedang
Kelimpahan 107sel/1 : Kesuburan tinggi
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 18
Keanekaragaman jenis
Untuk melihat keanekaragaman jenis fitoplankton digunakan indeks
keanekaragaman Shannon Winner (H) (dalam Odum,1993) dengan rumus
sebagai berikut : H' = -
s
i
piLnpi1
Dimana : H' = Indeks keanekaragaman jenis
Pi = ni/N
Ni = Jumlah individu dalam setiap jenis
N = Jumlah total individu.
Untuk menentukan kualitas lingkungan perairan berdasarkan
keanekaragaman fitoplankton digunakan kriteria pencemaran perairan sebagai
berikut :
H' =
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 19
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI AREA STUDI SECARA UMUM
Tesso Nilo merupakan salah satu kawasan hutan alam yang masih terdapat di
Provinsi Riau. Sebagian dari Kawasan Hutan Produksi Terbatas di kelompok
hutan Tesso Nilo ditetapkan sebagai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN)
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 255/Menhut-II/2004
tanggal 19 Juli 2004 dengan luas 38.576 ha. Lokasi mempunyai ketinggian 50-
175m dpl dengan topografi datar, landai, bergelombang dan berbukit. Kawasan ini
memiliki tipe iklim sangat basah dengan jumlah curah hujan tahunan 2.000-3.000
mm. Menurut hasil penelitian Pisat Penelitian Biologi-LIPI & WWF Indonesia
(2003) berdasarkan tipe vegetasinya termasuk hutan hujan tropis dataran rendah
(Nursal, dkk., 2005)
Keberadaan Taman Nasional Tesso Nilo sebagai salah satu kawasan
pelestarian alam yang terdapat di Riau mempunyai peranan ekologi yang penting
bagi kelestarian flora dan fauna yang terdapat di daerah ini. Salah satu jenis satwa
yang masih terdapat di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo yang dilindungi
berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 7 tahun 1999 adalah gajah sumatera
(Elephas maximus sumatranus Temminck). Menurut Qomar, dkk. (2004), di
kawasan TNTN gajah ternyata lebih banyak dijumpai kawasan hutan mosaik,
yaitu kawasan hutan dengan tutupan tajuk hutan 30-40%.
Hasil penelitian tentang struktur komunitas pohon pada dua tipe vegetasi hutan
di kawasan Tesso Nilo Riau (Nursal, dkk., 2005) diketahui bahwa pada hutan
yang terfragmentasi dengan kerapatan tajuk hutan (th) 60% terdapat sebanyak
176 jenis pohon dengan kerapatan 244,1 pohon/ha, dan dominansi berdasarkan
Basal Area 26,15 m2/ha. Pada hutan mosaik dengan kerapatan tajuk hutan 30-40%
terdapat 151 jenis pohon dengan kerapatan 169,2 pohon/ha, dan dominansi 16,22
m2/ha.
Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo memiliki dua sungai yaitu Sungai
Tesso dan Sungai Nilo. Selain itu, kawasan tersebut juga memiliki anak sungai
yang salah satunya adalah Sungai Perbekalan. Sungai Perbekalan memiliki
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 20
kedalaman 2 meter dengan kondisi air sungai berwarna merah kekuningan dan
substrat pada dasar sungai ini secara keseluruhan adalah pasir berlumpur serta
terdapat serasah.
B. EKOLOGI HEWAN DI AREA STUDI
Hewan yang diamati di kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo adalah
jenis burung (aves). Pengamatan lokasi pengamatan burung ini dilakukan sama
dengan titik sampling vegetasi dengan teknik purposif random sampling yaitu
mempertimbangkan tipologi ekosistem dan kondisi vegetasi. Ekosistem dan
vegetasi akan memberikan karakteristik pada habitat burung. Adapaun hasil
analisa pengamatan burung di Taman Nasional Tesso Nilo dapat dilihat pada
Tabel 3.1. berikut.
Tabel 3.1. Hasil Analisa Pengamatan Burung di Kawasan Taman Nasional Tesso
Nilo
Parameter Stasiun
Total I II III IV V VI VII VIII
Jumlah () 14 6 6 12 10 6 13 8 75
Dugaan populasi (P) 21 9 9 18 15 9 19,5 12 112,50
Kelimpahan relatif (KR) 0,19 0,08 0,08 0,16 0,13 0,08 0,17 0,11 1
Indeks keanekaragaman (H') 0,31 0,20 0,20 0,29 0,27 0,20 0,30 0,24 2,02
Berdasarkan Tabel 3.1., pengamatan jumlah spesies burung yang diperoleh
paling tinggi terdapat pada stasiun I sebesar 14 individu, sedangkan spesies
burung yang paling rendah terdapat pada stasiun II, III, dan VI masing-masing
sebesar 6 individu. Secara umum, jumlah individu burung pada masing-masing
stasiun berbeda-beda. Hal ini dapat disebabkan perbedaan vegetasi, sumber pakan
burung, sumber air, keberadaan predator pada masing-masing stasiun.
Indeks keanekaragaman burung yang diperoleh di kawasan Taman Nasional
Tesso Nilo adalah sebesar 2,02. Hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman
burung di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo termasuk dalam kategori sedang.
C. EKOLOGI TUMBUHAN DI AREA STUDI
Hutan Hujan Tropis (Tropical rain forest) dikenal sebagai bioma yang
mempunyai keanekaragaman vegetasi paling tinggi dibandingkan dengan bioma
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 21
lainnya di permukaan bumi. Tingginya keanekaragaman vegetasi di hutan hujan
tropis ditunjang oleh kesesuaian iklim dan tanah yang memungkinkan tumbuhan
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di sepanjang tahun. Hasil analisis
vegetasi di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo dapat dilihat pada Tabel 3.2.
berikut.
Tabel 3.2. Hasil Analisis vegetasi strata pohon pada 12 titik pengamatan di
kawasan Taman Nasional Tesso Nilo Provinsi Riau
No Spesies FR (%) KR (%) DR(%) NP pi ln pi
1 Medang (Litsea frima Hook f) 7,69 8,33 7,50 23,53 -0,20
2 Pasir-pasir (Stemonurus
scorpiodes) 2,56 2,08 2,23 6,88 -0,09
3 Spesies A 2,56 2,08 1,21 5,86 -0,08
4 Spesies B 2,56 2,08 0,93 5,57 -0,07
5 Spesies C 2,56 2,08 0,41 5,06 -0,07
6 Spesies D 2,56 2,08 26,38 31,03 -0,23
7 Mahang (Macaranga hosel) 7,69 14,58 3,51 25,78 -0,21
8 Spesies E 2,56 2,08 0,28 4,93 -0,07
9 Spesies F 2,56 2,08 1,27 5,91 -0,08
10 Spesies G 2,56 2,08 0,75 5,40 -0,07
11 Spesies H 2,56 2,08 3,83 8,48 -0,10
12 Spesies I 2,56 2,08 0,65 5,30 -0,07
13 Spesies J 2,56 2,08 0,30 4,95 -0,07
14 Spesies K 2,56 2,08 1,10 5,75 -0,08
15 Spesies L 2,56 2,08 3,90 8,55 -0,10
16 Terpis (Polyalthia hypoleuca) 2,56 2,08 1,89 6,54 -0,08
17 Spesies M 2,56 2,08 0,40 5,05 -0,07
18 Kempas (Koompassia
malaccensis) 2,56 2,08 1,06 5,71 -0,08
19 Spesies N 2,56 2,08 3,97 8,62 -0,10
20 Spesies O 2,56 2,08 1,17 5,82 -0,08
21 Spesies P 2,56 2,08 19,49 24,14 -0,20
22 Spesies Q 2,56 2,08 0,27 4,91 -0,07
23 Marpoyan (Rodhamnia
cenerea) 2,56 2,08 1,75 6,40 -0,08
24 Spesies R 2,56 2,08 0,83 5,48 -0,07
25 Spesies S 2,56 2,08 2,18 6,83 -0,09
26 Spesies T 2,56 2,08 3,51 8,15 -0,10
27 Spesies U 2,56 2,08 0,30 4,95 -0,07
28 Spesies V 2,56 2,08 0,52 5,17 -0,07
29 Spesies W 2,56 2,08 4,11 8,76 -0,10
30 Spesies X 2,56 2,08 1,17 5,82 -0,08
31 Bintagur (Calophyllum
inophyllum) 2,56 2,08 0,28 4,93 -0,07
32 Spesies Y 2,56 4,17 0,67 7,40 -0,09
33 Spesies Z 2,56 2,08 0,27 4,91 -0,07
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 22
34 Spesies ZA 2,56 2,08 0,34 4,99 -0,07
35 Spesies ZB 2,56 8,33 1,55 12,45 -0,13
Jumlah -3,34
Indeks Keanekaragaman (H') 3,34
Berdasarkan Tabel 3.2., terlihat bahwa indeks nilai penting tertinggi dari 12
titik pengamatan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo adalah Spesies D
dengan nilai 31,03%. Indeks nilai penting terendah dari 12 titik pengamatan di
jumpai pada spesies Q dan spesies Z dengan nilai 4,91 %. Indeks keanekaragaman
vegetasi strata pohon memiliki nilai 3,34. Hal ini menunjukkan bahwa indeks
keanekaragaman vegetasi strata pohon di kawasan Hutan Tesso Nilo termasuk
dalam kategori tinggi.
Tergolong kategori tingginya nilai indeks keanekaragaman di kawasan hutan
Taman Nasional Tesso Nilo disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya
dikarenakan Hutan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo merupakan hutan
hujan tropis dataran rendah. Selain itu, kawasan ini merupakan kawasan yang
memiliki tipe iklim sangat basah dengan jumlah curah hujan tahunan 2.000-3.000
mm. Hal ini akan berpengaruh terhadap derajat keasaman tanan dan kelembapan
tanah, sehingga keanekaragaman vegetasi strata pohon yang ditemukan tergolong
tinggi.
D. EKOLOGI PERAIRAN DI AREA STUDI
Pertumbuhan dan kelangsungan hidup makhluk hidup sangat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan. Keterkaitan faktor lingkungan baik fisika maupun kimia
menentukan keberadaan kelompok biota akuatik, begitu juga sebaliknya. Faktor
lingkungan yang mempengaruhi kehidupan biota akuaitk adalah kecerahan, suhu,
oksigen terlarut, pH dan arus. Hasil pengukuran faktor fisika kimia lingkungan
perairan Sungai Perbekalan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo Provinsi Riau
yang telah dilakukan tersaji pada Tabel 3.3. berikut.
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 23
Tabel 3.3. Hasil pengukuran faktor fisika kimia lingkungan perairan Sungai
Perbekalan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo Provinsi Riau
Parameter Stasiun
I II III
Kecerahan (cm) 78 78 52
Suhu air (C) 25.8 26 25.8 DO (mg/L) 3.5 3.3 2.1
pH 6 6 5
Arus air (m/s) 4 2.2 2.7
Berdasarkan Tabel 3.3., diperoleh nilai kecerahan pada Stasiun I sebesar 78
cm, Stasiun II sebesar 78 cm dan Stasiun III sebesar 52 cm. Kecerahan pada
Stasiun I dan Stasiun II memiliki nilai yang sama, namun pada Stasiun III
memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan stasiun lainnya. Hal ini disebabkan
oleh penetrasi cahaya matahari yang kurang dan banyaknya zat-zat terlarut yang
terdapat pada Stasiun III. Effendi (2003) menyatakan bahwa kecerahan perairan
berlawanan dengan kekeruhan yang juga disebabkan adanya bahan organik dan
anorganik baik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan anorganik dan
organik yang berupa plankton dan mikrooganisme lainnya. Tingginya tingkat
kekeruhan di perairan dapat mengakibatkan terganggunya sistem pernafasan dan
daya lihat organisme akuatik dan dapat menghambat penerasi cahaya ke dalam
air.
Suhu pada Stasiun I sebesar 25,80C, Stasiun II sebesar 26
0C dan Stasiun III
sebesar 25,80C. Secara keseluruhan, suhu di perairan Sungai Perbekalan ini relatif
sama dan tergolong optimum karena sesuai dengan kriteria suhu optimum
menurut Effendi (2003) yaitu sebesar 200C-30
0C.
Berkurangnya oksigen terlarut mengakibatkan masalah yang cukup serius pada
kehidupan hewan makrobenthos (Odum, 1971). Kandungan oksigen terlarut yang
optimum dalam suatu perairan yaitu lebih 5 mg/L (Kep. Men LH 51/2004). Hasil
pengukuran kandungan oksigen terlarut pada Stasiun I sebesar 3,5 mg/L, Stasiun
II sebesar 3,3 mg/L dan Stasiun III sebesar 2,1 mg/L. Secara keseluruhan, hasil
pengukuran kandungan oksigen terlarut di Sungai Perbekalan ini tergolong tidak
optimum dikarenakan memiliki kandungan oksigen terlarut dibawah 5 mg/L.
Derajat keasaman (pH) merupakan suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen.
Nilai pH berkisar mulai dari angka 0 hingga 14, nilai 7 menunjukkan kondisi
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 24
bersifat netral. Nilai pH di bawah 7 menunjukkan kondisi bersifat asam dan nilai
di atas 7 bersifat basa (Boyd, 1991). Nilai pH yang diperoleh pada percobaan ini
berada dibawah 7, sehingga perairan ini dapat dinyatakan bersifat asam.
Kecepatan arus setiap aliran sungai berbeda-beda. Hal ini dikarenakan kondisi
fisik dan lokasi sungai yang berbeda. Hasil pengukuran arus air dari yang tertinggi
yaitu pada Stasiun I sebesar 4 m/s, Stasiun III sebesar 2,7 m/s dan Stasiun II
sebesar 2,2 m/s.
Secara keseluruhan, berdasarkan pengukuran faktor fisika kimia lingkungan
yang diperoleh menunjukkan bahwa kondisi perairan tergolong tidak optimum.
Faktor fisika kimia lingkungan akan mempengaruhi keberadaan biota hewan
termasuk plankton dan benthos. Pada Tabel 3.4. dapat dilihat hasil analisis
pencuplikan plankton.
Tabel 3.4. Hasil Analisis data pencuplikan plankton di Sungai Perbekalan
kawasan Taman Nasional Tesso Nilo Provinsi Riau
Parameter Stasiun
I II III
Jumlah () 400 362 291
Komposisi Jenis (Pi) 0,38 0,34 0,27
Kelimpahan (F) 403,33 365,01 292,41
Indeks Keanekaragaman (H) 0,36 0,36 0,35
Dominansi Jenis (C) 0,14 0,11 0,07
Berdasarkan Tabel 3.4., jumlah plankton dari yang tertinggi yang diperoleh di
Sungai Perbekalan berturut-turut adalah Stasiun I sebesar 400 ind, Stasiun II
sebesar 363 ind dan Stasiun III 291 ind. Kelimpahan plankton tertinggi berturut-
turut pada pengambilan sampel yaitu pada Stasiun I dengan kelimpahan
511.233,45 ind/L, Stasiun II sebesar 437.623,9 ind/L, dan Stasiun III sebesar
299.479,95 ind/L.
Indeks keanekaragaman pada Stasiun I dan Stasiun II memiliki nilai yang
relatif sama yaitu 0,36, pada Stasiun III juga memiliki nilai indeks
keanekaragaman sebesar 0,35 yang tidak berbeda signifikan dengan stasiun
lainnya. Secara keseluruhan, masing-masing stasiun menunjukkan indeks
keanekaragaman kurang dari 1. Nilai indeks keanekaragaman yang kurang dari 1
menunjukkan kondisi komunitas plankton yang terdapat di perairan tersebut
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 25
dalam komunitas rendah. Rendahnya komunitas plankton ini dapat disebabkan
oleh faktor lingkungan yang tidak mendukung, seperti tingginya bahan organik di
perairan yang berasal dari serasah. Nilai dominansi jenis plankton di Sungai
Perbekalan berkisar antara 0-0,5. Hal ini menunjukkan bahwa di perairan tersebut
tidak terdapat jenis plankton yang mendominasi.
Selain plankton, keberadaan benthos juga dapat dijadikan sebagai indikator
pencemaran perairan. Hasil analisis pencuplikan benthos dapat dilihat pada Tabel
3.5. berikut ini.
Tabel 3.5. Hasil Analisis data pencuplikan benthos di Sungai Perbekalan
kawasan Taman Nasional Tesso Nilo Provinsi Riau
Parameter Stasiun
I II III
Jumlah () 10 4 13
Komposisi Jenis (Pi) 0,37 0,14 0,48
Kepadatan (K) 444,44 177,77 577,77
Indeks Keanekaragaman (H) 0,36 0,28 0,35
Dominansi Jenis (C) 0,13 0,02 0,23
Berdasarkan Tabel 3.5., jumlah benthos yang diperoleh pada Stasiun I sebesar
10 spesies, Stasiun II sebesar 4 spesies dan Stasiun III sebesar 13 spesies. Hal ini
menunjukkan bahwa pada Stasiun III memiliki jumlah spesies paling banyak.
Komposisi jenis pada Stasiun I sebesar 0,37, Stasiun II sebesar 0,14 dan Stasiun
III sebesar 0,48. Kepadatan benthos tertinggi berturut-turut pada pengambilan
sampel yaitu pada Stasiun III, Stasiun I dan Stasiun II dengan kepadatan sebesar
577,77 ind/m2, 444,44 ind/m
2, 177,77 ind/m
2.
Indeks keanekaragaman tertinggi berturut-turut yaitu terdapat pada Stasiun I
sebesar 0,36, Stasiun III sebesar 0,35 dan Stasiun II 0,28. Keseluruhan stasiun
menunjukkan indeks keanekaragaman kurang dari 1. Sama halnya dengan indeks
keanekaragaman plankton, indeks keanekaragaman benthos juga menunjukkan
bahwa kondisi memiliki komunitas benthos di perairan tersebut tergolong rendah.
Nilai dominansi jenis pada Stasiun I sebesar 0,13, Stasiun II sebesar 0,02 dan
Stasiun III sebesar 0,23. Secara keseluruhan, nilai dominansi benthos berkisar
antara 0-0,5. Hal ini menunjukkan bahwa di perairan tersebut tidak terdapat jenis
benthos yang mendominasi. Kemerataan benthos dari nilai yang paling tinggi
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 26
yaitu pada Stasiun II sebesar 0,20, Stasiun I sebesar 0,16 dan Stasiun III sebesar
0,13.
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 27
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo, dapat
disimpulkan bahwa keanekaragaman hewan (burung) yang terdapat di kawasan
tersebut termasuk ke dalam kategori sedang. Hal ini didukung dengan hasil
vegetasi strata pohon yang menunjukkan hasil keanekaragaman yang tinggi.
Tingginya keanekaragaman di kawasan tersebut dapat menunjang kehidupan
fauna-fauna yang terdapat di dalamnya. Selain itu, ekosistem perairan Sungai
Perbekalan menunjukkan komunitas organisme akuatik yang rendah karena
tingginya kadar organik yang terdapat di perairan.
B. SARAN
Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo ini disarankan agar dapat dikelola
sebaik-baiknya dengan perencanaan matang oleh pihak pemerintah dan
masyarakat agar dapat menjadi habitat alami dan sebagai perlindungan bagi flora
dan fauna yang mulai sulit ditemukan di wilayah lain.
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 28
DAFTAR PUSTAKA
Boyd, C. E. 1991. Water Quality Management for Pond Fish Culture.
Departement of Fish and Allied Aquaculture, Agricultur Experiment
station Auburn University. Alabama
Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius.Yogyakarta.
Menteri Negara Lingkungan Hidup. Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Republik Indonesia Nomor 51/2004 Tentang Baku Mutu Air Laut.
Jakarta (ID): Kementerian Lingkungan Hidup.
Nursal, Qomar, N., Muhammad, A. 2005. Struktur komunitas pohon dalam dua
tipe vegetasi hutan di kawasan tesso nilo Riau. Jurnal Nature. 9(1): 48-51.
Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Sounders Company, Toronto.
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 29
LAMPIRAN
Lampiran 1. Fenologi vegetasi Hutan di Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 30
-
EKOLOGI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PROVINSI RIAU | 31
Lampiran 2. Jejak Hewan yang terdapat di Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo