laporan dasar teknologi pengolahan

34
LAPORAN DASAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN ACARA IV COATING AND ENROBING Penanggung Jawab: Hilda Lupiyani (A1M012056) Kelompok 6

Upload: salsalinasinasa

Post on 28-Nov-2015

347 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

LAPORAN DASAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN

ACARA IVCOATING AND ENROBING

Penanggung Jawab:

Hilda Lupiyani (A1M012056)Kelompok 6

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIANJURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANPURWOKERTO

2013

Page 2: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

I . PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makanan adalah produk pangan yang siap hidang atau yang langsung dapat

dimakan. Makanan biasanya dihasilkan dari bahan pangan setelah terlebih dahulu

diolah atau dimasak (Soekarto, 1990). Jenis makanan sangat bervariasi, baik dari segi

bahan baku, proses pengolahan, penampilan bahkan rasanya. Makanan tersebut

memang sengaja dibuat dan didesain sedemikian rupa untuk menarik perhatian.

Namun terkadang kita tidak tertarik pada suatu makanan walaupun sebenarnya

rasanya enak. Sebaliknya kita tertarik kepada makanan tertentu dan ingin

mengonsumsinya padahal rasanya belum tentu enak. Kejadian seperti ini kerap kita

temui dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya pada singkong, singkong atau biasa

dikenal juga dengan nama ketela (Manihot utilissima) merupakan tanaman tahunan

tropika dan sub tropika yang bersal dari keluarga Euphorbiaceae (Anomymous,

2009). Singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat selain beras dan jagung

yang merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Dengan beragam cara

pengolahannya, singkong dapat dikonsumsi dalam berbagai cara dan citarasa. Setiap

daerah pun memiliki ciri khas dan sentuhan yang berbeda-beda hingga melahirkan

folklore makanan tradisional yang beraneka rupa hasil olahan singkong. Menurut

Ratnawulan, (1996), pemanfaatan singkong untuk diolah menjadi keripik merupakan

salah satu alternatif pengolahan singkong menjadi makanan camilan atau snack.

Keripik adalah produk yang dihasilkan melalui tahapan pengupasan, pengirisan, dan

penggorengan. Prosesnya yang mudah menjadikan keripik singkong mudah ditemui

sehari-hari. Keripik banyak menyerap minyak selama penggorengan, banyak

sedikitnya minyak yang diserap akan mempengaruhi rasa, tekstur, serta penampakan

keripik. Sebagian orang mungkin menilai bahwa keripik singkong merupakan

makanan yang biasa dan kurang menarik untuk dikonsumsi, padahal kandungan gizi

Page 3: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

pada singkongnya sendiri tinggi dan dapat diolah menjadi produk pangan lainnya

yang memiliki nilai jual tinggi. Dari permasalahan diatas antara lain dipengaruhi oleh

penampilan atau bentuk dan warna makanan tersebut. Sebenarnya keripik singkong

dapat divariasi bentuk, rasa, warna dan tampilannya. Variasi berkaitan dengan

bagaimana dengan bumbu yang ditambahkan dapat memberi rasa yang berbeda. Oleh

karena itu perlu adanya suatu cara untuk menghasilkan olahan keripik dari singkong

supaya keripik singkong lebih diterima oleh masyarakat dan menarik untuk

dikonsumsi, salah satu pengolahan tersebut adalah melalui metode coating dan

enrobing.

B. Tujuan

1. Mengetahui pengaruh perendaman dalam larutan kapur 1% terhadap sifat sensorik

keripik singkong

2. Mengetahui kualitas sensoris (tekstur, warna, rasa, kerataan bumbu) keripik

singkong setelah frying, coating and enrobing

Page 4: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

II. TINJAUAN PUSTAKA

Singkong merupakan tanaman perdu yang berasal dari Amerika Selatan

dengan lembah sungai Amazon sebagai tempat penyebarannya (Odigboh, 1983 dalam

Chan 1983). Ubi ini merupakan tanaman dikotil berumah satu yang ditanam untuk

diambil patinya yang sangat layak cerna. Pohon singkong dapat tumbuh hingga 1-4

meter dengan daun besar yang menjari dengan 5 hingga 9 belahan lembar daun.

Batangnya memiliki pola percabangan yang khas, yang keragamannya tergantung

pada kultivar (Rubatzky dan Yamaguchi, 1995).

Bagian dari ubi singkong yang dapat dimakan mencapai 80-90%. Bentuknya

dapat berupa silinder, kerucut, atau oval (Wankhede, Satwadhar, dan Sawate, 1998

dalam Salunkhe dan Kadam, 1998). Panjang ubi berkisar 15 hingga 100 cm dan

diameternya 3 hingga 15 cm. Bobot ubi kayu berkisar beberapa ratus gram hingga 15

kg. Tanaman singkong umumnya menghasilkan sekitar 5-10 ubi (Rubatzky dan

Yamaguchi, 1995). Ubi singkong yang matang terdiri atas tiga lapisan yang jelas

yaitu; peridermis luar, cortex, dan daging bagian tengah (Odigboh, 1983 dalam Chan

1983).

Menurut Salunkhe dan Kadam (1998), singkong merupakan salah satu sumber

kalori bagi penduduk kawasan tropis di dunia. Ubi singkong kaya akan karbohidrat

yaitu sekitar 80-90% (b/b) dengan pati sebagai komponen utamanya. Menurut

Odigboh (1983) dalam Chan (1983), singkong relatif kaya akan kalsium dan asam

askorbat (vitamin C). Namun ubi ini tidak dapat langsung dikonsumi dalam bentuk

segar tapi selalu dilakukan pengolahan seperti pemanasan, perendaman dalam air,

penghancuran, atau beberapa proses tradisional lainnya dengan tujuan untuk

detoksifikasi atau membuang HCN yang bersifat mematikan yang dikandung dari

semua varietas singkong. Dalam praktikum ini pengolahan singkong dijadikan

keripik yaitu makanan ringan yang tergolong jenis makanan crackers yaitu makan

Page 5: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

yang bersifat kering, renyak (crispy) dan kandungan lemaknya tinggi (Sulistyowati,

1999).

Masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di kota besar telah

mengkonsumsi keripik atau chips, yang disuguhkan sebagai makanan ringan (snack

food). Bila dilihat dari cara pembuatannya, sebenarnya terdapat dua jenis cara, yang

pertama adalah keripik yang dibuat dari bahan yang dikupas dan diiris tipis-tipis

kemudian langsung digoreng, dan kedua adalah keripik yang terbuat dari yang diiris

tipis dan direndam dalam kapur atau zat pemucat, lalu dikeringkan selanjutnya

digoreng (Sri Yuniati, 1996). Dalam praktikum Dasar Teknologi Pengolahan ini,

perlakuan pengolahan keripik singkong tersebut menggunakan coating and enrobing.

Fellows (1990) menyatakan coating dan enrobing adalah kegiatan setelah

proses yang dilakukan dengan menyalut makanan dengan edible coating. Menurut

Krochta (1992) edible coating adalan lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang

dapat dimakan, serta dapat berfungsi sebagai penahan (barrier) perpindahan massa

(seperti kelembaban, oksigen, lemak, dan larutan), atau sebagai pembawa bahan

makanan dan tambahan (aditif) juga untuk meningkatkan kemudahan penanganan

makanan. Sedangkan menurut Gennadios dan Weller (1990), edible coating

merupakan lapisan tipis yang dapat dimakan, yang digunakan pada makanan dengan

cara pembungkusan, pencelupan, dan penyikatan agar terjadi penahan (barrier) yang

selektif untuk menghambat perpindahan gas, uap air, dan bahan terlarut, sekaligus

memberikan perlindungan mekanis.

Tujuan utama coating dan enrobing adalah memperbaiki eating quality dan

menambah variasi jumlah makanan. Selain itu, dapat memperbaiki karakteristik

perlakuan, penampilan, dan sebagai pembawa ingredient yang ditambahkan. Selain

itu dapat menaikkan umur simpan makanan atau mencegah makanan menuju

kemunduran atau deterioration karena bertindak sebagai barrier pergerakan uap air,

gas O2, gas CO2, aroma volatile dan senyawa-senyawa lain.

Page 6: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

Asideu (1989) mengungkapkan produk coating dan enrobing dapat diubah

sesuai yang dikehendaki karena dapat melindungi dari kerusakan mekanis.

Keanekaragaman penyalut yang digunakan untuk memberikan suatu bahan

appearance yang berbeda dari penampilan sebelumnya, yaitu berupa gloss dan color

dapat menjadi keunggulan dari produk itu sendiri. Setelah mengalami coating dan

enrobing, bahan makanan biasanya akan mengikuti ingredient yang dibawa oleh

penyalutnya.

Ketebalan dari coating dan enrobing ditentukan oleh viskositas bahan.

Semakin tinggi viskositas bahan akan semakin tebal bumbu yang menyelimuti bahan

makanan (Warsito, 2003).

Proses coating dan enrobing menghasilkan perubahan pada warna, rasa,

tekstur, dan juga flavor. Menurut Deman (1989) warna penting bagi banyak makanan.

Warna memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia pada makanan, seperti

reaksi browning. Tekstur merupakan faktor penentu mutu makanan daripada warna

dan rasa. Ciri dari tekstur adalah renyah, berminyak, rapuh, empuk, bersari,

menepung, dan mengeripik. Flavor merupakan kombinasi bau, rasa, dan mouthfeel.

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah umbi singkong. Menurut

Grace (1977) umbi singkong memiliki sifat yang mudah busuk sehingga memerlukan

adanya penanganan tertentu. Pada singkong terdapat senyawa HCN yang beracun

sehingga memerlukan perendaman kapur. Selain itu, proses perendaman juga akan

memperbaiki kenampakan dan warna pada produk makanan. Saat pemotongan tidak

boleh terlalu tebal, untuk menghindari case hardening (bagian permukaan produk

sudah kering tetapi bagian dalamnya belum matang atau masih basah).

Page 7: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

1. Bahan:

a. Singkong

b. Larutan Kapur 1%

c. Bubuk Cabai

d. Minyak Goreng

e. Gula Jawa

f. Garam

2. Alat :

a. Slicer

b. Pisau

c. Oven

d. Talenan

e. Baskom

f. Loyang

g. Wajan

h. Blender

i. Serok

j. Sprayer

k. Saringan

l. Plastik

B. Prosedur Kerja

Singkong dikupas hingga bersih

Diiris menggunakan slicer ketebalan 2 mm

Page 8: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

Irisan singkong direndam dalam larutan kapur 1% selama 15 menit

Ditiriskan dan dicuci hingga bersih

Setelah bersih, kemudian digoreng. Penggorengan dilakukan 2X. Pertama-tama digoreng hingga setengah matang, ditiriskan kemudian

digoreng kembali hingga matang

Sementara digoreng, bumbu untuk coating dan enrobing dibuat

Bubuk cabai ditambahkan air, dimasak dengan penambahan gula dan garam secukupnya hingga mendidih

Sebagian bumbu dipisahkan untuk enrobing, dan sebagian lagi dimasak hingga kental untuk coating

Diamati kerataan bumbu, tekstur, warna, rasa

Kripik singkong yang telah dienrobing, dioven sampai kering, kemudian dilakukan pengamatan

Page 9: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HasilTable 1. hasil pengamatan sensoris perendaman dan

tanpa perendaman larutan kapur 1%

Jenis Sample

Parameter Frying Coating Enrobing Enrobing setelah Dioven

Perendaman Larutan

Kapur 1%

Kerataan Bumbu

- Sangat Merata

Kurang Merata

Kurang Meresap

WarnaKuning

KecokelatanCokelat

KemerahanKuning

KecokelatanKuning

KecokelatanTekstur Renyah Lunak Kering

SemibasahRenyah

Rasa Enak Sangat Enak

Agak Gurih Enak

Tanpa Perendaman

Larutan Kapur

Kerataan Bumbu

- Sangat Merata

Agak Merata

Agak Merata

Warna Agak Cokelat

Cokelat Kemerahan

Kuning Kecokelatan

Cokelat Kekuningan

Tekstur Renyah Keras

Agak Lunak Basah

Kering Basah

Renyah Agak Keras

Rasa Gurih Agak Pahit

Enak, Manis,

Pedas, Agak Gurih

Agak Gurih, Manis, Pedas

Enak, Gurih, Manis Pedas

B. Pembahasan

Dalam praktikum Dasar Teknologi Pengolahan ini bahan utama yang digunakan

adalah umbi singkong karena selain proses pengolahannya mudah dan banyak kita

jumpai dalam kehidupan sehari-hari, umbi singkong juga memiliki potensi untuk

dijadikan keripik yang dapat divariasi bentuk, rasa, warna, dan tampilannya sehingga

memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Metode yang digunakan dalam praktikum ini

adalah coating and enrobing yang merupakan metode menyalut keripik singkong

menggunakan edible coating.

Page 10: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

Sebelum bahan digoreng, dilakukan preparasi terlebih dahulu. Singkong dikupas

dan dipotong tipis-tipis (slicing) menggunakan slicer. Tebal tipisnya irisan harus

diperhitungkan yaitu sekitar 2 mm. Jika irisan terlalu tebal maka akan terjadi case

hardening, yaitu bagian luar telah matang namun bagian dalamnya masih mentah.

Hal ini bisa diatasi dengan pemotongan bahan yang tipis sehingga pematangan merata

pada saat digoreng.

Singkong diberi dua perlakuan yaitu direndam dengan larutan kapur 1% dan tanpa

rendaman larutan kapur. Perendaman dalam larutan kapur 1% dilakukan selama 15

menit. Selanjutnya singkong dicuci untuk menghilangkan Ca dan pati yang menempel

agar tidak terjadi gelatinisasi sewaktu digoreng. Setelah itu ditirisakn baru kemudian

digoreng. Dalam memasukkan potongan singkong hendaknya satu per satu. Hal ini

untuk menghindari menumpuknya potongan singkong tersebut. Proses penggorengan

dilakukan dalam dua tahap. Pertama digoreng setengah matang lalu tiriskan,

kemudian digoreng lagi hingga matang.

Sementara digoreng, bumbu untuk coating dan enrobing dibuat, bumbu-bumbu

tersebut terdiri atas bubuk cabai yang ditambahkan air, kemudian dimasak dengan

menambahkan gula dan garam secukupnya hingga mendidih. Setelah bumbu siap,

sebagian bumbu dipisahkan untuk enrobing dan sebagian lagi dimasak hingga kental

untuk coating.

Setelah bahan matang, diangkat lalu ditirisakn. Kemudian singkong yang

telah matang dimasukkan kedalam bumbu yang masih dimasak. Sementara bumbu

yang dipisahkan ditunggu hingga dingin lalu dimasukkan kedalam sprayer untuk

disemprotkan pada singkong yang telah digoreng.

Setelah itu dilakukan pengamatan terhadap tekstur dan warnanya. Hasil yang

didapat sebagai berikut:

Page 11: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

Singkong yang direndam dengan larutan kapur 1%: Setelah penggorengan

(frying) keripik singkong memiliki warna kuning kecoklatan, teksturnya

renyah dan rasanya enak. Sedangkan setelah coating keripik singkong

memiliki kerataan bumbu yang sangat merata, warna coklat kemerahan,

tekstur yang lunak dan rasanya enak. Namun setelah enrobing sebelum di

oven keripik tersebut memiliki kerataan bumbu yang kurang merata, warna

kuning kecoklatan, teksturnya kering semibasah dan rasanya agak gurih. Dan

enrobing setelah dioven keripik singkong tersebut memiliki kerataan bumbu

yang kurang meresap, warnanya kuning kecoklatan, tekstur yang renyah dan

rasanya enak.

Singkong tanpa rendaman larutan kapur: Setelah penggorengan (frying)

keripik singkong memiliki warna yang agak coklat, teksturnya renyah keras

dan rasanya gurih namun agak pahit. Sedangkan setelah coating keripik

singkong memiliki kerataan bumbu yang sangat merata, warna coklat

kemerahan, tekstur yang agak lunak basah dan rasanya enak, manis, pedas

agak gurih. Namun setelah enrobing sebelum di oven keripik tersebut

memiliki kerataan bumbu yang agak merata, warna kuning kecoklatan,

teksturnya kering semibasah dan rasanya agak gurih, manis, pedas. Dan

enrobing setelah dioven keripik singkong tersebut memiliki kerataan bumbu

yang agak merata, warnanya kuning kecoklatan, tekstur yang renyah agak

keras dan rasanya enak, gurih, manis, pedas.

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa singkong yang sebelum digoreng terlebih

dahulu direndam larutan kapur, ternyata memberikan tekstur yang lebih renyah bila

dibandingkan dengan singkong yang tidak direndam larutan kapur. Selain membuat

tekstur menjadi lebih renyah, air kapur juga dapat menjaga bentuk bahan agar tidak

rusak ketika digoreng.

Page 12: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

Coating

Pada proses coating, zat-zat pelapis dibubuhi pada bahan (keripik) langsung

di wajan sehingga perataan bumbu sangat merata walaupun sangat bergantung baik

tidaknya pengadukan. Dari segi tekstur keripik singkong yang dicoating lunak karena

bumbunya yang terlalu tebal dan lengket dan terjadinya lagi pemanasan pada saat

pencampuran bumbu basah.

Tekstur keripik tergantung dari konsentrasi CaO, semakin banyak maka

tekstur semakain renyah. Warna disebabkan oleh penggorengan. Bahan selama

digoreng akan mengalami reaksi Maillard.

Enrobing

Enrobing merupakan pemberian lapisan-lapisan flavor pada makanan.

Prosesnya hampir sama dengan coating namun pada enrobing pemberian bumbu

dilakukan dengan cara menyemprotkannya dengan menggunakan sprayer.

Setelah bahan digoreng, kemudian disemprot dengan flavor yaitu cabe merah

yang telah diambil sarinya dan ditambahkan gula serta garam secukupnya.

Pemasakan bumbu dilakukan sampai konsentrasi larutan tinggi namun tidak terlalu

kental agar memudahkan penyemprotan dengan sprayer. Setelah bumbu agak dingin

baru dilakukan penyemprotan pada singkong yang telah digoreng. Bumbu jangan

sampai terlalu dingin agar mudah menempel pada permukaan singkong.

Penyemprotan dilakukan sampai rata. Kemudian dilakukan pengovenan selama 3 jam

untuk mengurangi kadar air bumbu pada singkong dan bumbu lebih pekat dan

meresap serta tidak lengket.

Setelah dilakukan pengovenan, didapatkan tekstur yang renyah walaupun

agak keras, bumbu kurang meresap namun memiliki flavor yang enak.

Karakteristik sensori meliputi kerataan bumbu, tekstur, rasa, aroma, warna.

Bagi konsumen, atribut yang paling penting dari suatu makanan adalah karakteristik

Page 13: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

sensorinya. Oleh karena itu, tujuan dari pengolahan makanan adalah untuk

menemukan kemajuan dalam technology proccessing yang mempertahankan/

menambah kualitas sensori yang diinginkan dan mengurangi kerusakan pada

makanan selama proccessing. Enrobing sendiri juga merupakan proses pengolahan

yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas sensori (Fellows, 1990).

Kerataan Bumbu

Efisiensi bumbu enrobing lebih tinggi dibandingkan dengan hasil coating.

Pada enrobing konsentrasi larutan bumbu harus tinggi namun tidak kental karena jika

terlalu kental maka sprayer akan mampat. Sementara pada coating karena singkong

harus dicelupkan pada larutan bumbu, maka akan membutuhkan larutan bumbu yang

lebih banyak. Karena harus dipekatkan terlebih dahulu sehingga larutan bumbu akan

lebih kental dan sedikit. Namun, ketidakrataan bumbu pada praktikum ini

kemungkinan disebabkan oleh perbandingan bumbu dengan singkong yang tidak

seimbang. Karena pada proses pemasakan bumbu harus dibagi dua untuk coating dan

enrobing.

Kelemahan enrobing sendiri dibandingkan dengan coating adalah lapisan

bumbu yang terlalu tipis sedangkan coating tebal sehingga akan berdampak pada

rasa.

Tekstur

Secara umum dipengaruhi oleh kandungan air / kelembaban, tipe dan jumlah

karbohidrat, protein, dan lemak. Perubahan dipengaruhi oleh berkurangnya

kandungan air atau lemak, pembentukan dan pemecahan emulsi, hidrolisis

karbohidrat dan koagulasi dan hidrolisis protein (Fellows, 1990).

Tekstur keripik singkong setelah pengovenan lebih renyah dibandingkan

dengan sebelum pengovenan. Hal ini disebabkan oleh kadar air pada singkong sudah

jauh berkurang karena telah melewati proses pemanasan 2 kali yaitu penggorengan

dan pengovenan. Kadar air pada produk enrobing lebih tinggi dibandingkan coating

oleh karena itu memerlukan proses pengeringan kembali. Tekstur yang diperoleh

Page 14: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

pada keripik singkong kali ini banyak dipengaruhi oleh proses penggorengan. Proses

penggorengan singkong dilakukan dengan metode deep frying atau menggunakan

minyak yang banyak sampai bahan tercelup semua. Singkong digoreng dua kali

dengan tujuan mencegah case hardening karena irisan singkong yang tidak seragam.

Dengan dua kali penggorengan maka akan menurunkan kadar air sampai cukup

rendah sehingga produk dapat disimpan lebih lama dan mengurangi penyerapan

minyak pada tahap penggorengan kedua. Semakin tinggi kadar air suatu bahan pada

saat digoreng, semakin banyak minyak yang dapat diserap. Kandungan minyak yang

tinggi membuat produk padat energi sehingga mudah rancid dan merusak penampilan

produk.

Perlakuan sebelumnya terhadap bahan sebelum diproses juga berpengaruh

terhadap tekstur singkong. Pada singkong yang direndam pada larutan kapur selama

15 menit, tekstur yang diperoleh lebih renyah dan warnanya lebih cerah setelah

proses frying. Perendaman dalam air kapur akan meningkatkan nilai ekonomi dari

ceriping karena memilik warna dan penampakan yang lebih baik.

Pada prinsipnya metode enrobing hampir sama dengan dengan coating namun

tekstur yang diperoleh sedikit berbeda. Pada metode coating, produk lebih lengket,

dan teksturnya lunak. Produk lebih lengket disebabkan lapisan bumbu yang sangat

tebal pada coating.

Pemanasan yang dilakukan pada metode coating hanya sekali yaitu pada

proses penggorengan saja setelah itu singkong dicelupkan pada bumbu yang cair

sehingga kadar airnya masih tinggi dan lapisan bumbu sangat tebal. Oleh karena itu

hasilnya tidak serenyah pada metode enrobing.

Warna

Pada makanan terdapat warna natural yang dapat hilang pada proses

pengolahan yang disebabkan oleh perubahan pH, oksidasi, dan pemanasan. Dengan

proses enrobing akan memperbaiki appearance produk dengan glose dan color

Page 15: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

sehingga produk lebih menarik (Fellows, 1990). Glose dan color ini diperoleh dari

edible coating yang digunakan. Glose sendiri adalah kenampakan produk yang

mengkilap. Dalam praktikum ini, warna glose diperoleh dari larutan bumbu cabe dan

gula.

Pada enrobing sebelum pengovenan, diperoleh warna ceriping singkong

kuning kecoklatan karena larutan yang disemprotkan pada ceriping masih pekat,

belum melalui pemanasan. Setelah pengovenan, warna sedikit berubah karena selama

proses pemanasan terjadi reaksi-reaksi kimia yang mengakibatkan refleksitas dan

warna produk berubah. Jika dibandingkan dengan produk coating, warna coating

lebih gelap karena bumbu pada ceriping lebih pekat dan lapisannya tebal. Serta tidak

mengalami proses pemanasan yang berpengaruh pada warna produk.

Rasa dan flavor

Dipengaruhi oleh formulasi bumbu yang digunakan dan proses yang

dikenakan pada bahan. Bahan pangan memiliki senyawa kompleks yang mudah

menguap yang memberikan karakteristik khas. Ini mungkin hilang selama proses

pengolahan. Volatile compound bahan pangan pada umumnya dapat hilang karena

pemanasan, radiasi ionik, dan oksidasi (Fellows, 1990).

Rasa dan flavor ceriping singkong setelah proses pengovenan lebih enak jika

dibandingkan dengan sebelum pengovenan. Jika dibandingkan dengan coating,

produk coating mempunyai rasa yang lebih enak dan lebih manis dan pedas karena

bumbu yang pekat dan lapisan yang tebal sehingga bumbu benar-benar terasa.

Sementara pada produk enrobing kurang. Ini disebabkan adanya senyawa-senyawa

pada bumbu (cabe) yang volatile yang kemungkinan hilang selama proses

pemanasan.

Page 16: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

V. PENUTUP

A. Simpulan

Dari hasil praktikum Dasar Teknologi Pengolahan mengenai coating dan

enrobing diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa dengan beragam cara

pengolahannya, singkong dapat dikonsumsi dalam berbagai cara dan citarasa.

Pemanfaatan singkong untuk diolah menjadi keripik merupakan salah satu alternatif

pengolahan singkong menjadi makanan camilan atau snack. Keripik singkong dapat

divariasi bentuk, rasa, warna dan tampilannya. Variasi berkaitan dengan bagaimana

dengan bumbu yang ditambahkan dapat memberi rasa yang berbeda. Oleh karena itu

perlu adanya suatu cara untuk menghasilkan olahan keripik dari singkong supaya

keripik singkong lebih diterima oleh masyarakat dan menarik untuk dikonsumsi,

pengolahan tersebut salah satunya melalui metode coating dan enrobing. Coating dan

enrobing adalah post processing operation yang bertujuan memperbaiki eating

quality dan menambah variasi dengan cara menyalut bahan pangan dengan edible

coating.

Metode coating dengan perendaman larutan kapur 1% menghasilkan keripik

singkong dengan tekstur lunak, warna coklat kemerahan, rasa sangat enak, dan

kerataan bumbu sangat merata namun lebih lengket. Sedangkan metode coating tanpa

perendaman larutan kapur menghasilkan keripik singkong dengan tekstur agak lunak

basah, warna coklat kemerahan, rasanya enak, manis, pedas dan kerataan bumbu

sangat merata. Enrobing (setelah dioven) dengan perendaman larutan kapur 1%

menghasilkan produk dengan kerataan bumbu yang kurang meresap, tekstur renyah,

rasa enak, dan warna kuning kecoklatan. Sedangkan enrobing (setelah dioven) tanpa

perendaman larutan kapur menghasilkan produk dengan kerataan bumbu yang agak

merata, tekstur renyah agak keras, rasa enak, gurih, manis, pedas, dan warna coklat

kekuningan.

Page 17: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

Perendaman singkong dalam larutan kapur 1% selama 15 menit mempunyai

warna dan penampakan lebih baik serta citarasa yang lebih enak.

B. Saran

1. Dalam penambahan larutan coating atau enrobing perlu memperhatikan

jumlahnya, jangan sampai berlebihan.

2. Suhu saat penggorengan perlu diperhatikan.

Page 18: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

DAFTAR PUSTAKA

Afeli, R. 1998. Mikroenkapsulasi & StabilitasMinyak kaya Asam Omega 3 dari Limbah Minyak Pengalengan Ikan Tuna.Skripsi.Fakultas Teknologi Pertanian. IPB : Bogor.

Anonymous. 2009. Singkong. http://id.wikipedia.org/wiki/singkong diakses pada tanggal 17 November 2013 23:46 WIB

Asideu, J. 1989. Prosessing Tropical Crops; a Technological Approach. ELBS: .Hong Kong.

Chan, H. T., JR. 1983. Handbook Of Tropical Foods. Marcel Dekker Inc., New York and Bassel

Deman, John.M. 1989. Kimia Makanan Edisi Kedua. ITB : Bandung

Fellows,P.J. 1990. Food Procesing Technologi,Principles and Practice. Ellis Howwood : England.

Gennadios, A., and C.L., 1992. Edible Film, Influence of The Main Process

Variable On Properties, Using Response Surface Methodolg, J. Food Tech, 57 ( 1 ): 190 – 195, 199

Grace, M,. R. 1977. Cassava Prosessing. FAO of United Nations : Roma.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press : Jakarta.

Krochta, J. M. ,and C. M. ,Johnson, 1997. Edible Film and Biodegradable

Polymer Film Challenger and Opportunities, Food Tech, 51 ( 2 ); 61-74

Ratnawulan,N.R. 1996. Pengaruh jenis dan konsentrasi larutan kalsium serta metode Pengeringan Terhadap Mutu Keripik Kentang. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB : Bogor

Rubatzky, V. E., and M. Yamaguchi. 1995. Sayuran Dunia 1. Penerjemah : Catur Herison. Penerbit ITB, Bandung

Page 19: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

Salunkhe, D. K., S. S. Kadam. 1998. Handbook of Vegetable Science and Technology : Production, Composition, Storage, and Processing Food Science and Technology. Marcel Dekker Inc., New York, Basel, Hongkong

Soekarto, S.T., 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. PAU- Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Sulistyowati Any, (2000), Membuat Keripik Buah dan Sayur, Edisi Pertama, Penerbit Puspa Swara, Jakarta.

Warsito, Chandra. 2003. Pembuatan keripik Bengkoang dengan penggorengan Hampa : Pengaruh Perendaman Larutan CaO dan PenyalutanMalto dekstrinTerhadap Kualitas produk. Skripsi. Fakultas Pertanian. UNSOED: . Purwokerto.

Page 20: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

LAMPIRAN

Page 21: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan
Page 22: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

Tabel. 2 Lampiran keripik singkong dengan perendaman larutan kapur 1%

Prosedur Kerja Foto

Singkong dikupas hingga bersih

Diiris menggunakan slicerketebalan 2 mm

Irisan singkong direndam dalam larutan kapur 1% selama 15 menit

Page 23: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

Ditiriskan dan dicuci hingga bersih

Setelah bersih, kemudian digoreng. Penggorengan

dilakukan 2X. Pertama-tama digoreng hingga setengah matang,

ditiriskan kemudian digoreng kembali hingga matang

Sementara digoreng, bumbu untuk coating dan enrobing

dibuat

Bubuk cabai ditambahkan air, dimasak dengan penambahan gula dan garam secukupnya

hingga mendidih

Page 24: Laporan Dasar Teknologi Pengolahan

Sebagian bumbu dipisahkan untuk enrobing, dan sebagian lagi

dimasak hingga kental untuk coating

Diamati kerataan bumbu, tekstur, warna, rasa

Kripik singkong yang telah dienrobing, dioven sampai kering, kemudian dilakukan pengamatan