laporan coklat

42
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cokelat adalah sebutan untuk hasil olahan makanan atau minuman dari biji kakao (Theobroma cacao). Cokelat pertama kali dikonsumsi oleh penduduk Mesoamerika kuno sebagai minuman, walaupun dipercaya bahwa dahulu cokelat hanya bisa dikonsumsi oleh para bangsawan. Coklat merupakan salah satu bahan penyegar yang banyak dihasilkan di Indonesia, yang umumnya diproduksi dalam tiga jenis, antara lain cocoa butter, cocoa liquor, dan cocoa powder. Salah satu bahan utama pembuatan kue atau permen adalah cooking chocolate compound atau sering disebut cooking chocolate atau coklat masak saja. Cooking chocolate adalah coklat khusus untuk membuatn kue secara professional. Coklat ini dapat dilelehkan dan mengeras kembali (Hartomo, 2012). Cokelat umumnya diberikan sebagai hadiah atau bingkisan di hari raya. Dengan bentuk, corak, dan rasa yang unik, cokelat sering digunakan sebagai ungkapan terima kasih, simpati, atau perhatian bahkan sebagai pernyataan cinta. Cokelat juga telah menjadi salah satu rasa yang paling populer di dunia. Selain dikonsumsi paling umum dalam bentuk cokelat batangan, cokelat juga menjadi bahan minuman hangat dan dingin.

Upload: srisuryas

Post on 11-Nov-2015

75 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

perbedaan perlakuan suhu tempering dan penyimpanan

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cokelat adalah sebutan untuk hasil olahan makanan atau minuman dari biji kakao (Theobroma cacao). Cokelat pertama kali dikonsumsi oleh penduduk Mesoamerika kuno sebagai minuman, walaupun dipercaya bahwa dahulu cokelat hanya bisa dikonsumsi oleh para bangsawan. Coklat merupakan salah satu bahan penyegar yang banyak dihasilkan di Indonesia, yang umumnya diproduksi dalam tiga jenis, antara lain cocoa butter, cocoa liquor, dan cocoa powder. Salah satu bahan utama pembuatan kue atau permen adalah cooking chocolate compound atau sering disebut cooking chocolate atau coklat masak saja. Cooking chocolate adalah coklat khusus untuk membuatn kue secara professional. Coklat ini dapat dilelehkan dan mengeras kembali (Hartomo, 2012).

Cokelat umumnya diberikan sebagai hadiah atau bingkisan di hari raya. Dengan bentuk, corak, dan rasa yang unik, cokelat sering digunakan sebagai ungkapan terima kasih, simpati, atau perhatian bahkan sebagai pernyataan cinta. Cokelat juga telah menjadi salah satu rasa yang paling populer di dunia. Selain dikonsumsi paling umum dalam bentuk cokelat batangan, cokelat juga menjadi bahan minuman hangat dan dingin.Pembuatan produk coklat dari biji kakao membutuhkan proses yang cukup lama. Proses tersebut antara lain yaitu pembersihan, penyangraian, pemisahan kulit, pemastaan, dan pembuatan coklat yang meliputi tahap pencampuran, conching, tempering dan pencetakan. Praktikum dilakukan untuk mengetahui proses-proses pembuatan coklat dari biji kakao dan mengetahui sifat-sifat coklat secara organoleptik.1.2 Tujuan

1. Memahami perubahan yang terjadi selama penyangraian.2. Mengetahui efisiensi pemisahan kulit biji.3. Mengetahui ukuran partikel pasta hasil pemastaan dibandingkan dengan pasta komersial

4. Mengetahui ukuran partikel adonan coklat selama pelembutan dan mengetahui sifat coklat yang dihasilkan dengan suhu akhir tempering berbeda.BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kakao

Kakao termasuk tanaman perkebunan berumur tahunan. Tanaman tahunan ini dapat mulai berproduksi pada umur 3-4 tahun. Tanaman kakao menghasilkan biji yang selanjutnya bisa diproses menjadi bubuk coklat. Sistematik tanaman kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut:

Divisio

: Spermatophyta

Subdivisio: Angiospermae

Ordo

: Malvales

Famili

: Sterculiaceae

Genus

: Theobroma

Spesies: Theobroma cacao L.

Kakao merupakan tanaman perkebunan di lahan kering, dan jika diusahakan secara baik dapat berproduksi tinggi serta menguntungkan secara ekonomis. Sebagai salah satu tanaman yang dimanfaatkan bijinya, maka biji kakao dapat dipergunakan untuk bahan pembuat minuman, campuran gula-gula dan beberapa jenis makanan lainnya bahkan karena kandungan lemaknya tinggi biji kakao dapat dibuat cacao butter atau mentega kakao, sabun, parfum dan obat-obatan.

2.2 Kandungan Coklat

Cokelat mengandung alkaloid-alkaloid sepertiteobromin,fenetilamina,dan anandamida,yang memiliki efek fisiologis untuk tubuh. Kandungan-kandungan ini banyak dihubungkan dengan tingkat serotonin dalam otak. Menurut ilmuwan cokelat yang dimakan dalam jumlah normal secara teratur dapat menurunkan tekanan darah. Cokelat hitam akhir-akhir ini banyak mendapatkan promosi karena menguntungkan kesehatan bila dikonsumsi dalam jumlah sedang, termasuk kandungan antioksidannya yang dapat mengurangi pembentukan radikal bebas dalam tubuh. Biji coklat memiliki kandungan alkanoid yang menyebabkan rasanya menjadi pahit. Selain itu biji coklat juga mengandung protein 9%, karbohidrat 14%, dan lemak 31%. 9% Protein yang terkandung dalam biji coklat itu memiliki kandungan fenilalanin, tyrosin, asam amino triptofan dalam jumlah besar. komposisi yang terdapat dalam coklat: Asam Stearat (35%) dan Asam Palmitat (25%), Asam Oleat (35%) dan Asam Linoleat (3%), Gula (Sukrosa), Theobromine, Polyphenol, Phenyletylamine, Katekin (Afoakwa, 2008a).

2.3 Pembuatan Coklat (Chocolate)Coklat (chocolate) dibuat dengan menggunakan pasta coklat, yang ditambahkan dengan sukrosa, lemak coklat, dengan atau tanpa susu dan bahan-bahan lain (flavoring agent, kacang-kacangan, pasta kopi, dan sebagainya). Bahan-bahan ini dicampur dalam sebuah mixer atau paster, sehingga dihasilkan pasta coklat yang kental yang selanjutnya mengalami proses pelembutan (refining) dengan mesin tipe roll sampai diperoleh massa coklat dengan tekstur yang halus (ukuran partikel kurang dari 20 m). Massa coklat hasil dari refining berbentuk bubuk dan kering pada suhu ruang dengan flavor yang asam. Untuk memperbaiki konsistensi tekstur dan flavornya, maka massa coklat kadang-kadang diperam selama 24 jam pada suhu hangat (45 50oC) sebelum masuk ketahapan proses penghalusan (conching). Proses pemeraman ini dikenal dengan sistem dutch, kadang dilakukan untuk membuat coklat bubuk. Proses penghalusan (conching) adalah proses pencampuran untuk menghasilkan coklat dengan flavor yang baik dan tekstur yang halus. Biasanya dilakukan dua tahap, proses dilakukan pada suhu 80oC selama 24 96 jam. Adonan coklat dihaluskan terus-menerus dan lesitin ditambahkan pada akhir conching untuk mengurangi kekentalan coklat. Pada tahapan ini, air dan senyawa pengganggu flavor menguap, lemak kakao akan menyelimuti partikel coklat, gula dan susu secara sempurna sehingga memberikan sensasi tekstur yang halus. Lemak coklat memiliki beberapa bentuk polimorfik dan proses pendinginan yang dilakukan akan sangat mempengaruhi bentuk kristalnya. Jika pemadatan (kristalisasi) coklat cair dilakukan dengan proses pendinginan yang tidak terkontrol, akan dihasilkan coklat padat dengan tekstur yang bergranula dan spot-spot warna kelabu dipermukaan. Tempering merupakan tahapan proses berikutnya, yang dilakukan untuk memperoleh coklat yang stabil, karena akan menghasilkan kristal-kristal lemak berukuran kecil dengan titik leleh yang tinggi. Adonan lemak cair didinginkan dari 50oC menjadi 18oC dalam waktu 10 menit dengan pengadukan konstan. Adonan lalu didiamkan di suhu dingin selama sekitar 10 menit untuk membentuk lemak coklat dengan kristal tipe yang bersifat stabil. Suhu selanjutnya dinaikkan menjadi 29 31oC, dalam waktu 5 menit. Proses ini bisa bervariasi, tergantung komposisi bahan yang digunakan. Sebelum pencetakan, suhu coklat cair dijaga pada 30 32oC untuk dibawa ke wadah-wadah pencetakan. Selanjutnya, dilakukan pendinginan lambat untuk memadatkan coklat dan coklat dikeluarkan dari cetakan setelah suhu mencapai 10oC. proses pendinginan terkontrol akan menghasilkan coklat padat dengan kristal lemak yang halus dan struktur yang stabil terhadap panas, terlihat dari sifat lelehnya yang baik dan permukaan yang mengkilap (Afoakwa, 2007).

2.4 Penyimpanan Produk CoklatSemua produk coklat, mulai dari kakao (mentah) sampai produk olahannya disimpan ditempat dingin, kering dan dengan sirkulasi udara ruangan yang baik, terlindungi dari cahaya dan bahan-bahan berbau tajam. Suhu 10 12oC dengan kelembaban 55 65% adalah kondisi ruang penyimpanan coklat yang ideal. Coklat yang disimpan pada kondisi penyimpanan yang tidak tepat akan memiliki warna permukaan yang kusam keabuan. Pembentukan spot-spot gula (sugar bloom) disebabkan oleh penyimpanan coklat pada kelembaban tinggi (RH diatas 75%) atau karena terjadinya penumpukan uap air, yang menyebabkan partikel gula berukuran kecil yang ada di permukaan mencair dan kemudian membentuk kristal berukuran besar ketika terjadi proses evaporasi. Spot-spot lemak (fat bloom) terjadi pada kondisi suhu penyimpanan diatas 30oC dan berfluktuasi mengakibatkan lemak mencair lalu mengkristal kembali dengan ukuran yang lebih besar. Fat bloom juga mungkin terjadi karena proses tempering dan pendinginan yang tidak tepat (Ali, 2000).

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

1. Roaster,

2. pisau,

3. gelas arloji,

4. tempat sampel

5. timbangan,

6. mesin winnowing,

7. pinset

8. alat pemasta,

9. thickness meter,

10. tisu

11. ball mill refiner,

12. mesin conching,

13. wadah stainless steel,

14. pengaduk,

15. cetakan,

16. termometer.

3.1.2 Bahan1. kakao biji

2. biji kakao sangrai

3. nib,

4. pasta komersial

5. pasta kakao,

6. lemak kakao,

7. susu full cream,

8. fine sugar,

9. lesitin,

10. vanili,

11. soda kue

3.2 Skema Kerja3.2.1 Penyangraian

100 gram biji kakao

ditimbang

disangrai dalam roaster pada suhu 110 115 oC selama sekitar 15 menit

biji kakao dikeluarkan dari roaster dan didinginkan.

biji kakao sangrai yang sudah dingin ditimbang.

Amati perubahan yang terjadi pada biji kakao akibat penyangraian, meliputi warna, aroma dan tekstur biji kakao sangrai utuh, serta warna biji kakao sangrai yang dibelah. Bandingkan pengamatan tersebut dengan biji kakao yang tidak disangrai.

Pertama siapkan alat dan bahan. Selanjutnya timbang biji kakao untuk mendapatkan 100 gram biji kakao sebagai sampel awal. 100 gram biji kakao disangrai dalam roaster pada suhu 110 115 oC selama sekitar 15 menit tujuannya sebagai pemasakan biji kakao, mengurangi kadar air, pengembangan flavor, dan penegndoran kulit.

Kemudian biji kakao dikeluarkan dari roaster dan dinginkan berfungsi menurunkan suhu. Biji kakao sangrai yang sudah dingin ditimbang untuk mengetahui berat akhir. Analisa dilakukan dengan mengamati perubahan yang terjadi pada biji kakao akibat penyangraian, meliputi warna, aroma dan tekstur biji kakao sangrai utuh, serta warna biji kakao sangrai yang dibelah. Bandingkan pengamatan tersebut dengan biji kakao yang tidak disangrai.

3.2.2 Pemisahan Kulit Bijibiji kakao hasil 2 kali penyangraian pada acara 1

ditimbang

dimasukkan ke mesin winnowing

nib dan kulit yang diperoleh ditimbang

Timbang 100 gram nib

dipisahkan kulit yang terikut

Timbang kulit yang terikut. (Pemisahan dikatakan baik bila kulit yang terikut maksimal 1,75%).Pertama siapkan alat dan bahan. Bahan yang digunakan berasal dari percobaan 1 yaitu biji kakao hasil 2 kali penyangraian. Biji kakao dimasukkan ke mesin winnowing untuk memisahkan kulit dan nib berdasarkan densitasnya. Nib dan kulit yang diperoleh ditimbang untuk mengetahui beratnya. Kemudian 100 gram nib ditimbang dan dipisahkan dengan kulit yang terikut. Selanjutnya kulit yang terikut ditimbang kembali. (Pemisahan dikatakan baik apabila kulit yang terikut maksimal 1,75%).3.2.3 Pemastaan

Nib

ditimbang 100 gram nib

dimasukkan ke alat pemasta

pasta yang diperoleh ditimbang

besarnya partikel pasta yang diperoleh diukur dengan thickness meter

ukuran partikel pasta dibandingkan dengan pasta komersial

Pertama nib ditimbang untuk mendapatkan berat sebesar 100 gram. Kemudian nib dimasukkan ke alat pemasta untuk memperoleh pasta dengan viskositas serendah mungkin agar diperoleh kakao bubuk yang halus. Pasta yang diperoleh ditimbang untuk mengetahui beratnya. Besar partikel pasta yang diperoleh kemudian diukur dengan thickness meter fungsinya untuk mengetahui besaran atau ukuran partikel pasta. Selanjutnya dibandingkan dengan ukuran partikel pasta komersial untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan.

3.2.4 Pembuatan Coklat

Timbang bahan-bahan pembuat coklat

Pasta kakao 25%; Lemal kakao 27,5%; Susu full cream 22,5%; Fine sugar25%; Lesitin 0,3%; Vanili 0,1%; Soda kue 0,3%

Pasta kakao, lemak kakao, susu full cream, dan fine sugar dimasukkan ke dalam ball mill refiner. Ball mill yang digunakan 2:1 terhadap berat adonan.

ball mill refiner dioperasikan pada suhu 60 oC selama 6 jam.

Ukuran partikel adonan coklat diamati pada 0,5; 2; 4 dan 6 jam setelah suhu ball mill refiner mencapai suhu 60 oC.

Adonan coklat yang telah dilembutkan dipindahkan ke mesin conching.

Adonan coklat diconching selama 4 jam pada suhu 60-70 oC.

Lesitin, vanili dan soda kue dimasukkan 2 jam sebelum conching berakhir.

tempering dilakukan dengan mendinginkan adonan coklat sambil diaduk sampai suhu 35 oC (perlakuan 1), suhu 30 oC (perlakuan 2) dan suhu 25 oC (perlakuan 3).

Adonan coklat tersebut dicetak dan didiamkan satu hari, kemudian dikeluarkan dari cetakan.Coklat yang diperoleh disimpan dalam wadah kedap udara selama satu minggu, kemudian bandingkan kenampakan, tekstur dan kecepatan leleh di mulut pada ketiga coklat.

Pertama-tama siapkan alat dan bahan. Bahan-bahan pembuat coklat ditimbang dengan formula sebagai berikut:

Pasta kakao

25%

Lemal kakao

27,5%

Susu full cream 22,5%

Fine sugar

25%

Lesitin

0,3%

Vanili

0,1%

Soda kue

0,3%

Fungsinya untuk mendapatkan perbandingan yang pas dalam membuat coklat. Selanjutnya pasta kakao, lemak kakao, susu full cream, dan fine sugar dimasikkan ke dalam ball mill refiner. Ball mill yang digunakan 2:1 terhadap berat adonan agar menghasilkan tekstur yang lembut sekaligus untuk mencampurkan bahan.Ball mill refiner dioperasikan pada suhu 60 oC selama 6 jam. Selanjutnya ukuran partikel adonan coklat diamati pada 0,5; 2; 4 dan 6 jam setelah suhu ball mill refiner mencapai suhu 60 oC. Kemudian adonan coklat yang telah dilembutkan dipindahkan ke mesin conching. Adonan coklat diconching selama 4 jam pada suhu 60-70 oC. Lesitin, vanili dan soda kue dimasukkan 2 jam sebelum conching berakhir bertujuan untuk mengembangkan flavor dan tekstur coklat sekaligus sebagai tahap pencampuran akhir.

Tempering dilakukan dengan mendinginkan adonan coklat sambil diaduk sampai suhu 35 oC (perlakuan 1), suhu 30 oC (perlakuan 2) dan suhu 25 oC (perlakuan 3) fungsinya untuk memeratakan lemak kakao pada partikel-partikel coklat sehingga menghasilkan inti-inti kristal coklat. Adonan coklat tersebut dicetak dan didiamkan selama satu hari agar coklat memadat sempurna, kemudian dikeluarkan dari cetakan. Analisa dilakukan dengan cara menyimpan coklat yang diperoleh dalam wadah kedap udara selama satu minggu, kemudian dibandingkan kenampakan, tekstur dan kecepatan leleh di mulut pada ketiga coklat.

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHANSAN4.1 Hasil Pengamatan dan Perhitungan

4.1.1 Hasil Pengamatan

4.1.1.1 Penyangraian

Berat Awal (gram)Berat Akhir (gram)

100 90,50

BijiPembedaKakao SangraiKakao Tidak Sangrai

UtuhWarnaKulit lebih putihcoklat

AromaCoklat berkurangCoklat lebih kuat

TeksturKeras dan rapuhLunak dan pejal

DibelahWarnacoklathitam

Gambar

4.1.1.2 Pemisahan Kulit

Berat AwalBerat Akhir

Kulit BijiNib

90,50 gram19,39 gram63,80 gram

Berat AwalKulit Biji yang TerikutEfisiensi

50 gram4,73 gram9,46%

4.1.1.3 Pemastaan

Berat AwalBerat PastaUkuran PartikelUkuran Partikel Pasta Komersial

50 gram37,52 gram65 m2 m

4.1.1.4 Coklat

1. Ukuran Partikel (Refining)

Waktu Ball MillUkuran Partikel

Jam ke-0,525m

215m

48m

66,2m

2. Coklat

a. Penyimpanan Suhu Kamar (ruang)

Perlakuan25C30C35C

Kecepatan Leleh (detik)38,9428,4934,46

Gambar

b. Penyimpanan Suhu Dingin (kulkas)

Perlakuan25C30C35jC

Kecepatan Leleh (detik)42,2436,3433,93

Gambar

3. Uji Organoleptik

a. Kenampakan

NamaSuhu Ruang (C)Suhu Dingin (C)

253035253035

Rizqi R. J.431413

Yusuf A. F.332423

Dessy P. S.332422

Novila S. L.221331

Rima M. S.312321

Elok B. Y.411351

Aji Dwi W.211231

Faiq F. F.233323

Enfanta P.325422

Dimas Y. F. 325422

rata-rata2,92,12,33,42,41,9

b. Tekstur

NamaSuhu Ruang (C)Suhu Dingin (C)

253035253035

Rizqi R. J.441223

Yusuf A. F.441323

Dessy P. S.332431

Novila S. L.334442

Rima M. S.212321

Elok B. Y.312442

Aji Dwi W.332333

Faiq F. F.431333

Enfanta P.542533

Dimas Y. F. 542533

rata-rata3,63,01,93,62,92,4

c. Keseluruhan

NamaSuhu Ruang (C)Suhu Dingin (C)

253035253035

Rizqi R. J.542324

Yusuf A. F.432423

Dessy P. S.332432

Novila S. L.333432

Rima M. S.212331

Elok B. Y.311443

Aji Dwi W.232334

Faiq F. F.333433

Enfanta P.533523

Dimas Y. F. 533523

rata-rata3,52,72,33,92,72,8

d. Kecepatan Leleh dimulut (sekon)

NamaSuhu Ruang (detik)Suhu Dingin (detik)

253035253035

Alif42,6724,625,7534,925,5418,92

Kikiw303548332428

Tantri4920,1936707257

Yuli42,6724,625,6433,122,2729,6

Ihsan402840373035

Kiky22,7721,1931,925,5728,0126,01

Dyah22,8724,5427,9823,4123,8126,42

Lina7961,0737,44434231

Lutfi39,4222,1944,8683,4253,7651,63

Jizi2123,55273942,0335,67

rata-rata38,9428,49334,45742,2436,34233,925

4.1.2 Hasil PerhitunganBerat AwalKulit Biji yang TerikutEfisiensi

50 gram4,73 gram9,46%

4.2 Pembahasan

4.2.1 PenyangraianBerdasarkan tabel pengamatan dapat diketahui bahwa terjadi penurunan berat akibat penyangraian yaitu dari 100 gram menjadi 90,50 gram. Kenampakan juga berubah. Kenampakan kakao tidak sangrai yang masih utuh yaitu memiliki warna coklat, aroma coklat lebih kuat, dan tekstur lunak dan pejal, apabila dibelah warnanya hitam, sedangkan kenampakan kakao sangrai yang masih utuh yaitu memiliki warna kulit lebih putih, aroma coklat berkurang, tekstur keras dan rapuh, apabila dibelah warnanya coklat. Hal ini disebabkan terjadinya reaksi-reaksi kimia yang terkandung dalam coklat akibat proses penyangraian. Reaksi-reaksi yang terjadi berpengaruh secara fisik dan kimiawi terhadap biji kakao sangrai yang dihasilkan, seperti penurunan berat kakao yang diakibatkan oleh penguapan kandungan air ke udara dalam biji kakao selama proses penyangraian, yang menyebabkan kadar air dan berat biji turun.

Penyangraian juga mempengaruhi kenampakan kakao dimana, dapat mengubah warna lebih gelap, aroma lebih tajam dan tekstur lebih rapuh. Hal tersebut diakibatkan proses penyangraian menyebabkan pelepasan atau penguapan kandungan air dan senyawa-senyawa volatil yang terkandung dalam biji kakao, sehingga biji menjadi sangat kering dan mudah patah, aroma lebih kuat dan warna menjadi lebih gelap, warna putih yang terbentuk berasal dari kulit biji kakao yang mulai memisah dengan bijinya. Selama proses penyangraian terbentuk 400-500 komponen yang telah diidentifikasi dari bermacam bentuk fraksi volatil dan non-volatil pada cokelat. Komponen tersebut termasuk dalam jenis hidrokarbon, alkohol, aldehid, keton, ester, amina, aksazol, komponen sulfur, and lain-lain. Komponen-komponen tersebut berperan dalam pembentukan flavor, tekstur dan warna biji kakao.Biji kakao bervariasi ukurannya tergantung pada negara asal tempat tumbuh tanaman kakao, kondisi iklim, musim ketika buah dipetik, dan sejumlah faktor lainnya. Ketika kondisi penyangraian telah diatur untuk menentukan ukuran rata-rata biji kakao ternyata biji kakao yang lebih kecil ukurannya mengalami over-roasted dan akibatnya komponen flavor yang terbentuk adalah komponen flavor tidak diinginkan. Sedangkan biji kakao yang lebih besar ternyata kurang cukup tersangrai pada bagian tengahnya akibatnya tidak semua komponen pemicu flavor telah terkonversi dan akibatnya flavor cokelat akan berkurang (Beckett, 2008).

4.2.2 Pemisahan Kulit Berdasarkan data pengamatan dan perhitungan diketahui berat awal dari proses penyangraian biji kakao yaitu 90,50 gram dan dilakukan pemisahan kulit di mesin winnowing yang hasilnya didapatkan kulit biji seberat 19,39 gram dan nib seberat 63,80 gram. Apabila dilihat dari efisiensi pemisahan kulit diketahui bahwa efisiensi yang didapatkan yaitu sebesar 9,46% dari berat awal 50 gram dengan berat kulit biji yang terikut sebesar 4,73 gram, dapat disimpulkan bahwa percobaan yang dilakukan masih kurang baik, yaitu melebihi 1,75% dari standart. Hal-hal yang menjadi faktor penyebab pemisahan kulit kurang efisien yaitu penyangraian yang kurang sempurna yang mengakibatkan kulit biji masih merekat kuat pada biji kakao. Hal tersebut dikarenakan ukuran pada biji kakao yang bervariasi menyebabkan pematangan atau panas yang diberikan pada biji kurang merata. Variasi ukuran biji juga berpengaruh, dimana ukuran yang dikehendaki dalam proses winnowing ialah ukuran biji yang besar, sehingga mudah dipisahkan dari kulit. Apabila ukurannya kecil atau berbentuk serpihan maka akan memungkinkan ikut terbuang bersama kulit. Hal ini juga menjadi alasan terjadinya penurunan berat (memisahnya kulit dengan biji). Hal tersebut telah sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa hal yang sangat diinginkan dalam proses ini winnowing ini adalah menjaga agar nib tetap dalam potongan besar (bukan berupa serpih kecil) sehingga mudah dipisahkan dari kulit atau shell. Adanya sepotong kecil nib yang masih melekat dengan shell akan ikut terbuang. Oleh karena itu, secara ekonomis sangat penting untuk melakukan proses winnowing dengan tepat dan teliti (Beckett, 2008).Proses winnowing memiliki titik kritis untuk dua alasan. Pertama ialah kemurnian pada produk akhir. Membuat bubuk kakao bebas dari kulit biji sangat sulit, teknik pemisahan tidaklah sempurna dan batas maksimum kandungan kulit biji pada bubuk kakao adalah 1,75%. Beberapa industri mampu menguranginya sampai 1,5%. Yang kedua ialah profitabilitas. Kandungan nib setelah proses ini haruslah 83-84%, dan mengandung 1-1,75% kulit biji dan kadar air setelah penyangraian sekitar 1,5-3% tergantung dari derajat penyangraian. Kehilangan pada proses ini memiliki efek disproporsional pada harga jual kembali biji (Beckett, 2008).4.2.3 Pemastaan

Berdasarkan data pengamatan dapat dilihat bahwa dari berat 50 gram, setelah melalui proses pemastaan berat berkurang menjadi 37,52 gram dengan ukuran partikel yang jauh lebih besar dari produk komersil yaitu 65 m. Hal ini dapat disebabkan sebagian kandungan air pasta coklat berkurang akibat penguapan yang terjadi. Ukuran partikel pasta yang besar dapat disebabkan viskositas tinggi pada saat pemastaan akibat suhu tinggi dan kadar air yang berkurang. Lebih dari setengah berat nib adalah lemak, efek dari penghalusan (pemastaan), bersama dengan panas yang terbentuk dari proses penghalusan, menyebabkan nib yang padat menjadi cair, dan akan memadat jika temperatur turun dibawah titik lelehnya. Derajat kehalusan ukuran partikel sangat pentiing. Liquor yang digunakan untuk pembuatan lemak kakao dan bubuk, jika terlalu halus akan sulit untuk dipress. Namun, jika terlalu kasar pengepresan tidak akan sempurna dikarenakan sejumlah lemak masih terjebak dalam struktur sel (Do, et. al, 2007).4.2.4 Coklat

4.2.4.1 Ukuran PartikelBerdasarkan data pengamatan diketahui terjadi penurunan ukuran partikel dari waktu atau jam, setengah jam yang awalnya 25m, menjadi 6,2m saat jam ke-6. Hal ini dapat disebabkan oleh karena viskositas coklat menurun. Hal tersebut dapat dipengaruhi penambahan campuran bahan yang lain seperti lemak kakao, gula dan susu, dimana bahan-bahan tersebut menyumbangkan kandungan air. Kandungan air dalam bahan campuran dapat menurunkan viskositas coklat sehingga menghasilkan ukuran yang kecil. Hal lain yang menjadi faktor pembentuk ialah proses conching dan tempering. Pada proses conching, adonan coklat dihaluskan terus-menerus dan lesitin ditambahkan pada akhir conching untuk mengurangi kekentalan coklat, air dan senyawa pengganggu flavor menguap, lemak kakao akan menyelimuti partikel coklat, gula dan susu secara sempurna sehingga memberikan sensasi tekstur yang halus, sedangkan pada proses tempering, dikondisikan agar lemak kakao dapat menyelubungi partikel-partikel coklat secara merata.Jinap (2009) menyebutkan bahwa refining, koncing dan tempering merupakan tahapan pengolahan yang penting untuk memperbaiki tekstur, mengurangi ukuran partikel, memantapkan kristalisasi lemak dan mematangkan citarasa sehingga produk cokelat yang berkualitas dapat dicapai.4.2.4.2 Penyimpanan

Berdasarkan data pengamatan dapat dilihat bahwa kecepatan leleh pada perlakuan disimpan di suhu ruang memiliki kecepatan yang lebih rendah daripada penyimpanan di suhu dingin. Pada penyimpanan suhu kamar kecepatan leleh dari suhu 25oC, 30oC, dan 35oC terjadi perbedaan penurunan kecepatan leleh yang sangat signifikan pada suhu 30oC, sedangkan pada suhu dingin penurunan kecepatan leleh dari suhu 25oC, 30oC, dan 35oC terjadi secara relevan. Hal ini dapat disebabkan pada suhu ruang, suhu 25oC, 30oC, dan 35oC tercipta secara kondisional yang berarti suhu dapat berubah-ubah menurut keadaan, sedangkan pada suhu dingin (kulkas) suhu sudah terkontrol sehingga memungkinkan data yang dihasilkan lebih akurat. Perbedaan suhu juga berpengaruh, dimana suhu yang rendah memungkinkan kelembaban juga rendah sehingga partikel gula dalam coklat tidak mudah mencair dan membentuk kristal berukuran kecil. Hal ini telah sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa penyimpanan coklat pada kelembaban tinggi (RH diatas 75%) atau karena terjadinya penumpukan uap air, yang menyebabkan partikel gula berukuran kecil yang ada di permukaan mencair dan kemudian membentuk kristal berukuran besar ketika terjadi proses evaporasi. Spot-spot lemak (fat bloom) terjadi pada kondisi suhu penyimpanan diatas 30oC dan berfluktuasi mengakibatkan lemak mencair lalu mengkristal kembali dengan ukuran yang lebih besar (Ali et al, 2000).Faktor lain yang juga berpengaruh dalam penyimpanan dan uraian uji organoleptik di bawah ini ialah pengemasan. Pengemasan bertujuan untuk mempertahankan aroma, citarasa dan sekaligus penampilan produk-produk makanan cokelat ketika diangkut, dijajakan dan disimpan. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keawetan makanan cokelat adalah suhu lingkungan, kelembaban dan kandungan oksigen di dalam kemasan. Uap air di dalam kemasan akan menghidrolisa senyawa kimia yang ada di dalam makanan cokelat dan menyebabkan bau apek (stale). Sedangkan, oksigen akan mengurangi aroma dan ciarasa cokelat karena prose oksidasi. Untuk itu, bahan pengemas harus mempunyai sifat-sifat khusus antara lain mempunyai daya transmisi yang rendah terhadap uap air dan oksigen. Demikian juga mempunyai sifat permeabilitas yang rendah terhadap aroma dan bau.4.2.4.3 Uji Organoleptik

1. Kenampakan Gambar 1. Gafik Rata-rata Hasil Uji Kenampakan

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa kenampakan yang terbaik dihasihkan pada suhu 25oC, yaitu didapatkan rata-rata jumlah point pada suhu ruang sebesar 2,9 sedangkan suhu dingin sebesar 3,4. Selanjutnya diikuti suhu 30oC, dan 35oC. Hal ini dapat disebabkan oleh pada suhu 25oC tidak terjadi fluktuasi suhu sehingga lemak dalam coklat tidak mencair dan mempengaruhi kenampakan yang ditimbulkan, sedangkan suhu di atas 25oC dapat menyebabkan terjadinya sugar bloom atau fat bloom akibat fluktuasi suhu. Hal ini telah sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa penyimpanan coklat pada kelembaban tinggi (RH diatas 75%) atau karena terjadinya penumpukan uap air, yang menyebabkan partikel gula berukuran kecil yang ada di permukaan mencair dan kemudian membentuk kristal berukuran besar ketika terjadi proses evaporasi. Spot-spot lemak (fat bloom) terjadi pada kondisi suhu penyimpanan diatas 30oC dan berfluktuasi mengakibatkan lemak mencair lalu mengkristal kembali dengan ukuran yang lebih besar (Ali et al, 2000).2. Tekstur

Gambar 2. Gafik Rata-rata Hasil Uji TeksturBerdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa kenampakan yang terbaik dihasihkan pada suhu 25oC, yaitu didapatkan rata-rata jumlah point pada suhu ruang dan suhu dingin sebesar 3,6. Selanjutnya diikuti suhu 30oC, dan 35oC. Hal ini dapat disebabkan oleh oleh besar-kecilnya ukuran partikel coklat yang dihasilkan, serta kondisi saat penyimpanan. Distribusi ukuran partikel mempengaruhi struktur cokelat khususnya interaksi inter partikel dan mikrostruktur, tekstur dan sifat reologi fraksi lemak. Beckett (2008) juga menyebutkan bahwa ukuran partikel dan luas permukaan adonan cokelat mempengaruhi viskositas dan kekerasan produknya. Menurut Afoakwa et al. (2008b,c), kekerasan dan tekstur produk cokelat dipengaruhi oleh suhu yang berfluktuasi dan kelembaban yang dilalui selama masa penyimpanan. Fluktuasi suhu juga dapat memacu terbentuknya blooming dengan cara mencairkan dan mengkristalkan kembali lemak, ditandai terbentuknya bercak-bercak putih di permukaan produk cokelat, dan tektur cokelat yang menjadi rapuh.3. Keseluruhan

Gambar 3. Gafik Rata-rata Hasil Uji Secara KeseluruhanBerdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa kenampakan yang terbaik dihasihkan pada suhu 25oC, yaitu didapatkan rata-rata jumlah point pada suhu ruang sebesar 3,5 sedangkan suhu dingin sebesar 3,9. Selanjutnya diikuti suhu 30oC, dan 35oC. Hal ini dapat disebabkan oleh tahapan-tahapan seperti refining, conching dan tempering selama proses pembuatan coklat, faktor lain yang ikut berperan yaitu bahan campuran didalam coklat yang juga ikut bereaksi selama proses terjadi. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan-penjelasan sebelumnya di atas.

Jinap (2009) menyebutkan bahwa refining, koncing dan tempering merupakan tahapan pengolahan yang penting untuk memperbaiki tekstur, mengurangi ukuran partikel, memantapkan kristalisasi lemak dan mematangkan citarasa sehingga produk cokelat yang berkualitas dapat dicapai.4. Kecepatan Leleh (detik)Gambar 4. Gafik Rata-rata Hasil Uji Kecepatan Leleh (detik)Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa kenampakan yang terbaik dihasihkan pada suhu 25oC, yaitu didapatkan rata-rata jumlah waktu (detik) pada suhu ruang sebesar 38,94 sedangkan suhu dingin sebesar 42,24. Selanjutnya diikuti suhu 30oC, dan 35oC. Hal ini dapat disebabkan oleh proses seperti conching dan tempering, dimana pada proses tersebut sangat menentukan tekstur dan titik leleh coklat yang dihasilkan, suhu conching tinggi digunakan untuk memeratakan hidrolisis lemak yang memproduksi asam lemak lebih banyak. Apabila partikel-partikel coklat telah terselubungi lemak, maka akan menghasilkan coklat dengan titik leleh yang tinggi. Penambahan bahan campuran seperti soda kue berperan sebagai senyawa alkali, dimana alkali digunakan untuk menetralisir nilai asam lemak bebas dalam campuran melalui mekanisme saponifikasi. Memisahkan trigliserida selama pemrosesan digunakan untuk mengubah kristalisasi lemak dan senyawa yang diproduksi dalam hal gliserol dan asam lemak akan memiliki titik leleh lebih rendah dari gliserida.Konsentrasi alkali rendah menghasilkan titik leleh yang lebih rendah dari suhu conching. Namun, konsentrasi alkali yang lebih tinggi menghasilkan titik leleh yang lebih tinggi pada suhu conching rendah, tetapi titik leleh yang lebih rendah pada suhu conching tinggi. Cocoa butter mengandung 35% asam lemak tak jenuh seperti asam oleat dan mengandung 25% lemak susu. Asam lemak tak jenuh ini kurang stabil dan cenderung menghidrolisis lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi menghasilkan lebih banyak gliserol dan asam lemak bebas (Beckett, 2008).BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian dalam pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :1. Proses yang dilakukan mempengaruhi berat, dimana disetiap proses berat bahan mengalami penurunan.

2. Proses penyangraian coklat berpengaruh pada efisiensi pemisahan kulit biji kakao, dimana efisiensi akan baik apabila penyangraian optimal, sehingga kulit biji mudah terlepas pada saat pemisahan kulit biji.

3. Ukuran partikel pasta kakao dipengaruhi oleh kualitas biji, apabila biji berkualitas kurang baik seperti dalam praktikum dimana efisiensinya mencapai 9,46%, ukuran partikel yang diperoleh besar yaitu 65 m.

4. Pencampuran pasta kakao dengan bahan lain dalam suhu 60oC selama 6 jam dapat menurunkan ukuran partikel coklat, semakin lama pemanasan pada suhu yang konstan, semakin rendah viskositasnya, maka semakin kecil ukuran partikel yang dihasilkan.5. Perlakuan terbaik untuk menghasilkan coklat yang bagus ialah penyimpanan pada suhu dingin dengan suhu 25oC.6. Tahapan refining, koncing dan tempering merupakan tahapan pengolahan yang penting untuk memperbaiki tekstur, mengurangi ukuran partikel, memantapkan kristalisasi lemak dan mematangkan citarasa sehingga produk cokelat yang berkualitas dapat dicapai5.2 Saran

Agar dilakukan alkalisasi untuk melihat dan mengetahui adanya perubahan pada produk coklat yang dihasilkan.DAFTAR PUSTAKAAfoakwa, E.O.; A. Paterson & M. Fowler (2007). Factor influencing rheological and textural qualities in chocolate a review. Trends in Food Science and Technology, 18, 290298.

Afoakwa, E.O.; A. Paterson; M. Fowler & J. Vieira (2008a). Effects of particle size distribution and composition on rheological properties of dark chocolate. European Food Research and Technology, 226, 12591268.

Afoakwa, E.O.; A. Paterson; M. Fowler & J. Vieira (2008b). Fat bloom development and structureappearance relationships during storage of under tempered dark chocolates. Journal of Food Engineering, 91, 571581.

Afoakwa, E.O.; A. Paterson; M. Fowler & J. Vieira (2008c). Microstructure and mechanical properties relating to particle size distribution and composition in dark chocolate. International Journal of Food Science and Technology, 1226, 3652621.

Afoakwa, E.O.; A. Paterson; A. Ryan & M. Fowler (2009). Matrix effects on flavour volatiles release in dark chocolates varying in particle size distribution and fat content using GCmass spectrometry and GColfactometry. Food Chemistry, 113,208215.

Ali, A.; S. Jinap; Y.B. Che Man & A.M. Suria (2000). Effect of storage temperature on texture, polymorphic structure, bloom formation and sensory attributes of filled dark chocolate. Food Chemistry, 72, 491497.

Beckett, S.T. (2008). The science of chocolate (2nd ed.). London, Cambridge, UK: Royal Society of Chemistry.Do, T-A.L.; J.M. Hargreaves; B. Wolf; J. Hort & J.R. Mitchell (2007). Impact of particle size distribution on rheological and textural properties of chocolate models with reduced fat content. Journal of Food Science, 72, 541552.Hartomo A.J dan Widiatmoko M.C. 2012. Emulsi dan Pangan Instant Berlesitin. Jakarta : Penerbit Andi Karya.Jinap, S.; L.H. Thien dan Misnawi (2009). Fat migration of peanut paste and palm-mid fraction fillings into dark chocolate coatings. ASEAN Food Journal, 12, 127136.Tjitrosoepomo, S., 1988. Budidaya Cacao. Kansius. Yogyakarta.