laporan bismillah acara 1

31
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji-bijian adalah bahan pangan yang mempunyai daya tahan tinggi karena tidak mudah rusak saat diangkut dan tahan lama bila disimpan dengan cara yang benar, dan sebelumnya diolah dengan cara yang benar pula. Namun demikian, kegagalan dalam penggunaan teknologi pascapanen yang baik dapat menyebabkan terjadinya susut mutu dan susut bobot dalam waktu yang singkat. Sedikitnya ada tiga faktor yang dapat menimbulkan susut pada biji-bijian, baik susut mutu maupun susut bobot, yaitu faktor fisik, faktor biologis, dan faktor fisiologis. Susut yang disebabkan oleh faktor fisik dapat terjadi selama kegiatan panen, perontokan, pengeringan, dan pengangkutan. Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung kadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan, 2

Upload: ghannii-esz

Post on 09-Nov-2015

255 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

laporan teknologi fisiologi pascapanen

TRANSCRIPT

I. PENDAHULUANA. Latar BelakangBiji-bijian adalah bahan pangan yang mempunyai daya tahan tinggi karena tidak mudah rusak saat diangkut dan tahan lama bila disimpan dengan cara yang benar, dan sebelumnya diolah dengan cara yang benar pula. Namun demikian, kegagalan dalam penggunaan teknologi pascapanen yang baik dapat menyebabkan terjadinya susut mutu dan susut bobot dalam waktu yang singkat. Sedikitnya ada tiga faktor yang dapat menimbulkan susut pada biji-bijian, baik susut mutu maupun susut bobot, yaitu faktor fisik, faktor biologis, dan faktor fisiologis. Susut yang disebabkan oleh faktor fisik dapat terjadi selama kegiatan panen, perontokan, pengeringan, dan pengangkutan. Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung kadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan, maka akan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan. Pengeringan merupakan proses penanganan yang sangat penting untuk produk pertanian khususnya komodidas biji-bijian atau serealia. Contohnya, akan terjadi pembusukan dan penurunan kualitas akibat masih adanya kadar air yang terkandung dalam bahan tersebut. Pembusukan terjadi akibat dari penyerapan enzim yang terdapat dalam bahan pangan oleh jasad renik yang tumbuh dan berkembang biak dengan bantuan media kadar air dalam bahan pangan tersebut.Proses pengeringan di dalam industri pertanian merupakan salah satutahapan yang cukup penting dari beberapa proses lainnya dalam penanganan hasil pertanian. Pengeringan dapat membantumenghambat kerusakan yang terjadi pada bahan hasil pertanian, karena bahan yang telah dipanen masih melakukan proses respirasi, sehingga bila disimpan dalam waktu yang lama akan mengalami pembusukan.Mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Jika kadar air pangan dikurangi, pertumbuhan mikroorganisme akan diperlambat. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan adanya suatu proses penghilangan atau pengurangan kadar air yang terdapat dalam bahan pangan sehingga terhindar dari pembusukan ataupun penurunan kualitas bahan pangan. Mikroorganisme yang melabuhi permukaan produk beragam mulai dari yang saprofit dan patogenik. Bila terjadi kerusakan mekanis ataupun kemunduran fisiologis pada produk, maka mikroorganisme patogenik akan tumbuh dan berkembang menyebabkan pembusukan. Oleh karena itu, diperlukan proses pengeringan untuk produk pasca panen.

B. TujuanPraktikum Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen acara Pengeringan Produk Pasca Panen bertujuan untuk:1. Mengetahui kadar air dari beberapa produk pasca panen yang diperdagangkan dalam kondisi kering,2. Membandingkan kadar air antara produk segar dan produk kering dari spesies tanaman yang sama,3. Membandingkan daya simpan antara produk kering dan segar dari spesies tanaman yang sama.

II. TINJAUAN PUSTAKAProduk pascapanen masih melakukan aktivitas metabolisme penting, yaitu respirasi. Aktivitas respirasi berlangsung untuk memperoleh energi yang digunakan untuk aktivitas hidup pascapanennya. Setelah panen, sebagian besar aktivitas fotosintesis yang dilakukan saat masih melekat pada tanaman induknya berkurang atau secara total tidak dapat dilakukan. Saat tersebut mulailah penggunaan substrat cadangan yang ada di dalam tubuh bagian tanaman yang dipanen untuk aktivitas respirasinya. Pada saat substrat mulai terbatas maka terjadilah kemunduran mutu dan kesegaran atau proses pelayuan dengan cepat (Firmansyah, dkk, 2006).Cara penanganan yang tepat untuk mengurangi proses metabolisme setelah panen yang senantiasa menimbulkan penurunan mutu yang menyebabkan mengurangnya minat konsumen atas produk tersebut yaitu dengan metode pengeringan (Wirakartakusumah, 1989). Pengeringan adalah suatu proses untuk mengeluarkan air yang terkandung di dalam bahan hasil pertanian. Cara mengeluarkan air yang terkandung di dalam bahan hasil pertanian tersebut adalah dengan jalan menguapkan atau menyublimasikan sebagian atau seluruh air yang terkandung di bahan hasil pertanian. Proses pengeringan dilakukan terhadap bahan yang berbentuk padat untuk menghasilkan bahan yang berbentuk padat pula.Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air menuju udara karena adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Tujuan pengeringan antara lain agar produk dapat disimpan lebih lama, mempertahankan daya fisiologi biji-bijian/benih, mendapatkan kualitas yang lebih baik (Taib, 1988).Pengeringan dapat diartikan sebagai suatu penerapan panas dalam kondisi terkendali untuk mengeluarkan sebagian besar air dalam bahan pangan melalui evaporasi (pada pengeringan umum) dan sublimasi (pada pengeringan beku). Terdapat 2 istilah yang dipakai untuk pengeringan, yaitu drying dan dehydration. Drying merupakan suatu proses kehilangan air yang disebabkan oleh daya atau kekuatan alam, misalnya matahari (dijemur) dan angin (diangin-anginkan), sedangkan dehydration (dehidrasi) merupakan suatu proses pengeringan dengan panas buatan, dengan menggunakan peralatan/alat-alat pengering. Prinsipnya semakin cepat laju respirasi, maka semakin cepat pula laju kemunduran mutu dan kesegaran. Perlu dilakukan metode yang tepat untuk pengeringan produk pasca panen untuk menghindari peristiwa tersebut. Pengeringan baik parsial maupun penuh tidak membunuh semua mikroba yang ada dalam bahan pangan yang dikeringkan. Pengeringan ternyata dapat mengawetkan mikroba, seperti halnya mengawetkan bahan pangan. Selain itu,produk pangan kering umumnya tidak steril. Oleh karena itu, meskipun bakteritidak dapat tumbuh pada makanan kering, tetapi jika makanan tersebut dibasahkankembali, maka pertumbuhan mikroba akan kembali terjadi, kecuali jika makanantersebut segera dikonsumsi atau segera disimpan pada suhu rendah. (Santoso, dkk. 1986).Ada 2 istilah yang dipakai untuk pengeringan yaitu drying dan dehydration (dehidrasi). Drying adalah suatu proses kehilangan air yang disebabkan oleh daya atau kekuatan alam, misalnya matahari (dijemur) dan angin (diangin-anginkan). Sedangkan dehydration (dehidrasi) adalah suatu proses pengeringan dengan panasbuatan, dengan menggunakan peralatan/alat-alat pengering (Santoso, dkk. 1986).Pengeringan terbagi menjadi 3 macam menurut perlakuannya, yaitu:1. Pengeringan udara Pengeringan ini dikenal juga dengan pengeringan langsung dibawah tekanan atmosfir. Pengeringan udara memanfaatkan udara bebas di atmosfir (Depkes RI, 1985).2. Pengeringan hampa udaraKeuntungan dalam pengeringan ini didasarkan dengan kenyataan penguapan air terjadi lebih cepat di bawah tekanan rendah daripada di bawah tekanan tinggi (Depkes RI, 1985).3. Pengeringan bekuPengeringan beku adalah sebuah proses yang memberikan kualitas bahan yang baik dari segi kestabilitas aroma, warna, dan kemampuan rehidrasi. Pengeringan ini didasarkan proses sublimisasi yang berada di temperature 0oC dan tekanan 613 Pascal (Depkes RI, 1985).

III. METODE KERJAA. AlatAlat yang digunakan pada praktikum ini adalah alat pengukur kadar air, kantong plastik transparan, karet gelang, kertas label, dan alat tulis. Bahan yang dipakai pada praktikum ini antara lain biji jagung kering dan segar, gabah kering dan segar, serta kacang tanah kering dan segar. B. Prosedur KerjaProsedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini dibagi menjadi 2 kegiatan.Kegiatan 1:1. Produk pasca panen berupa jagung, gabah, dan kacang panjang dalam kondisi segar dan kering disiapkan.2. Kadar air dari produk pasca panen tersebut diukur dengan menggunakan alat pengukur kadar air.3. Kadar air dibandingkan dengan membuat grafik batang.Kegiatan 2:1. Produk pasca panen berupa jagung, gabah, dan kacang panjang dalam kondisi segar dan kering disiapkan.2. Produk kering dan segar dimasukkan ke dalam kantong plastik transparan yang berbeda.3. Kantong plastik diberi label yang memuat nama produk, nama kelompok, dan tanggal.4. Produk tersebut disimpan didalam laboratorium selama 5 hari.5. Pengamatan dilakukan pada produk tersebut setiap hari selama 5 hari.

IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil PengamatanA. TABEL KADAR AIR PRODUK PASCA PANEN (BASAH/KERING)

NoJenis ProdukWarnaKadar Air

1Gabah KeringKuning kecokelatan15,3

Gabah BasahCokelat kehitaman21,7

2Jagung KeringKeorangean15,5

Jagung BasahKuning22,8

3Kacang KeringCokelat muda12,1

Kacang BasahCokelat tua21,9

B. GRAFIK KADAR AIR PASCA PANENGrafik Kadar Air Produk Kering dan Basah

C. TABEL PENGAMATAN DAYA SIMPAN

TanggalNoIndikatorHasil Pengamatan

GabahJagungKacang

KBKBKB

8 Mei 20151WarnaKHCHOKCC

2BentukTTTTTT

3PenampilanSSSSSS

4BauTBKTBKTBKTBKTBKTBK

9 Mei 20151WarnaKHCHOKCC

2BentukTTTTTT

3PenampilanSSSSSS

4BauTBKTBKTBKTBKTBKTBK

10 Mei 20151WarnaKHCHOKCC

2BentukTTTTTT

3PenampilanSSSSSS

4BauTBKTBKTBKTBKTBKTBK

11 Mei 20151WarnaKHCHOKCC

2BentukTTTTTT

3PenampilanSSSSSS

4BauTBKTBKTBKTBKTBKTBK

12 Mei 20151WarnaKHCHOKCC

2BentukTTTTTT

3PenampilanSSSSSS

4BauTBKTBKTBKTBKTBKTBK

Ket : 1.Warna = (K) Kuning, (KH)Kuning Hitam ,(C) Cokelat, O (Orange) 2. Bentuk = (T)Tetap, (K) Kriput 3. Penampilan = (S )Segar, (TS) Tidak Segar 4. Bau = (B) Busuk, (TB) Tidak Busuk

Foto hari pertama Gabah basah dan kering Jagung basah dan kering Kacang T basah dan kering

Foto hari terakhir

Gabah basah Gabah kering

Jagung basahJagung keringKacangTanah basahKacangTanah keringB.PembahasanPengeringan merupakan salah satu proses yang digunakan untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya dengan menggunakan energi panas. Kandungan air bahan biasanya dikurangi sampai batas dimana mikroba tidak dapat tumbuh lagi didalamnya (Wirakartakusumah, 1989). Pengeringan merupakan suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan dengan menggunakan energi panas. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih tahan lama disimpan dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan. Di sisi lain, pengeringan menyebabkan sifat asli bahan mengalami perubahan, penurunan mutu dan memerlukan penanganan tambahan sebelum digunakan yaitu rehidrasi (Kartasapoetra, 1994).Manfaat pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transport. Dengan demikian, diharapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Selain itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat dipakai apabila dikeringkan, misalnya tembakau, kopi, teh dan biji-bijian.Menurut Firmansyah, dkk (2006) Terdapat beberapa tujuan pengeringan, seperti: 1. Mengurangi risiko kerusakan karena kegiatan mikroba. Mikroba memerlukan air untuk pertumbuhannya. Bila kadar air bahan berkurang, maka aktivitas mikroba dihambat atau dimatikan.2. Menghemat ruang penyimpanan atau pengangkutan.Umumnya bahan pangan mengandung air dalam jumlah yang tinggi, maka hilangnya air akan sangat mengurangi berat dan volume bahan tersebut.3. Untuk mendapatkan produk yang lebih sesuai dengan penggunaannya, misalnya kopi instant.4. Untuk mempertahankan nutrien yang berguna yang terkandung dalam bahan pangan, misalnya mineral, vitamin, dan sebagainya Pengeringan baik parsial maupun penuh tidak membunuh semua mikroba yang ada dalam bahan pangan yang dikeringkan. Pengeringan ternyata dapat mengawetkan mikroba, seperti halnya mengawetkan bahan pangan. Selain itu, produk pangan kering umumnya tidak steril. Oleh karena itu, meskipun bakteri tidak dapat tumbuh pada makanan kering, tetapi jika makanan tersebut dibasahkan kembali, maka pertumbuhan mikroba akan kembali terjadi, kecuali jika makanan tersebut segera dikonsumsi atau segera disimpan pada suhu rendah. Terdapat 2 metode pengeringan yang biasa digunakan, yaitu:1. Pengeringan alami.Pengeringan alami merupakan pengeringan yang dilakukan dengan memanfaatkan media atau energi alam, antara lain: a. Sun DryingPengeringan dengan menggunakan sinar matahari sebaiknya dilakukan di tempat yang udaranya kering dan suhunya lebih dari 100oF. Pengeringan dengan metode ini memerlukan waktu 3-4 hari. Untuk kualitas yang lebih baik, setelah pengeringan, panaskan bahan di oven dengan suhu 175oF selama 10-15 menit untuk menghilangkan telur serangga dan kotoran lainnya (Hudaya, 2011).b. Air DryingPengeringan dengan udara berbeda dengan pengeringan dengan menggunakan sinar matahari. Pengeringan ini dilakukan dengan cara menggantung bahan di tempat udara kering berhembus. Misalnya di beranda atau di daun jendela. Bahan yang biasa dikeringkan dengan metode ini adalah kacang-kacangan (Hudaya, 2011).Metode pengeringan alami ini memiliki kelebihan, seperti tidak memerlukan keahlian dan peralatan khusus, serta biayanya lebih murah. Sedangkan kelemahannya adalah membutuhkan lahan yang luas, sangat tergantung pada cuaca, dan sanitasi hygiene yang sulit dikendalikan (Hudaya, 2011).2. Pengeringan BuatanPengeringan buatan merupakan pengeringan yang dilakukan dengan bantuan alat/mesin. Berikut macam metode pengeringan buatan:a. Penggunaan alat DehidratorPengeringan makanan memerlukan waktu yang lama. Dengan menggunakan alat dehydrator, makanan akan kering dalam jangka waktu 6-10 jam. Waktu pengeringan tergantung dengan jenis bahan yang kita gunakan (Hudaya, 2011).b. Penggunaan ovenOven dapat digunakan sebagai dehydrator dengan mengatur panas, kelembaban, dan kadar air,. Waktu yang diperlukan adalah sekitar 5-12 jam. Lebih lama dari dehydrator biasa. Agar bahan menjadi kering, temperature oven harus di atas 140oF (Hudaya, 2011).Kelebihan pengeringan buatan adalah suhu dan kecepatan proses pengeringan dapat diatur sesuai keinginan, tidak terpengaruh cuaca, sanitisi dan higiene dapat dikendalikan. Sedangkan kelemahannya adalah memerlukan keterampilan dan peralatan khusus, serta biaya lebih tinggi dibanding pengeringan alami (Hudaya, 2011).Prinsipnya, pengeringan menghambat pertumbuhan mikroba dengan mengurangi kadar air, juga menurunkan aw. Jika kita mengeringkan sesuatu bahan pangan, ada 2 masalah pokok yang teribat di dalamnya, yaitu hantaran panas kepada bahan dan di dalam bahan yang dikeringkan, dan penguapan air dari dalam bahan. Kedua hal di atas menentukan kecepatan pengeringan. Hantaran panas ditentukan oleh macam dan jenis sumber panas, konsistensi bahan, sifat bahan yang dikeringkan, dan udara sebagai media pemanas. Terdapat 2 faktor yang mempengaruhi pengeringan, yaitu:1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering a. SuhuMakin tinggi suhu udara maka pengeringan akan semakin cepat.b. Kecepatan aliran udara pengering Semakin cepat udara maka pengeringan akan semakin cepat.c. Kelembaban udaraMakin lembab udara, proses pengeringan akan semakin lambat.d. Arah aliran udaraMakin kecil sudut arah udara terhadap posisibahan, makabahan semakin cepat kering (Hall, 1980).2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahana. Ukuran bahanMakinkecil ukuran benda, pengeringan akan makin cepat.b. Kadar airMakin sedikit air yang dikandung, pengeringan akan makin cepat (Hall, 1980).Proses pengawetan produk pertanian dititikberatkan pada kandungan air dalam bahan. Kebanyakan pengawetan bahan bertujuan untuk mengurangi sebagian kadar air pada bahan seperti pengeringan, evaporasi, dan sebagainya. Dengan berkurangnya air dan berubahnya wujud air pada bahan maka pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi enzimatis dapat dihambat atau dihentikan, sehingga bahan lebih awet. Selain air yang terdapat pada bahan, yang menjadi ancaman pada bahan adalah air yang terdapat di udara dalam bentuk uap air. Hal ini menjadi ancaman bahan pada saat penyimpanan. Perbedaan tekanan uap air antara bahan dan lingkungan dapat menyebabkan air berpindah dari lingkungan ke bahan atau sebaliknya. Hal ini dapat menyebabkan kandungan air pada bahan bertambah atau berkurang (Purnomo, 1995). Dengan adanya proses pengeringan pada bahan hasil pertanian maka diharapkan akan menghasilkan mutu hasil komoditi pertanian yang baik sehingga diharapkan para konsumen dapat menerima bahan hasil pertanian dengan produktif. Kadar air bahan menunjukan banyaknya kandungan air persatuan bobo tbahan (Taib, 1988). Kehilangan air yang berlebihan dari produk segar akan mengakibatkan layu, kisut, sehingga menurunkan mutu produk tersebut (Anggrahini, 1988). Menurut Purnomo (1992), kadar air bahan pangan basah atau bahan pangan kering mempunyai peranan sangat penting dalam menentukan tekstur.Berdasarkan data tersebut, dapat dilhat bahwa kadar air produk kering lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar air produk basah. Kualitas produk basah dan produk kering dapat dibandingkan juga berdasarkan perubahan warna, bentuk, penampilan, kontaminasi dan bau selama penyimpanan. Produk yang mengalami kontaminasi dan bau adalah poduk basah, sedangkan produk kering lebih tahan terhadap kontaminasi. Hal ini dipengaruhi oleh kadar air produk tersebut.Pengukuran kadar air jagung, padi dan kacang tanah dilakukan menggunakan moisture meter, yaitu suatu alah yang dipakai untuk mengukur jumlah kandungan air yang terdapat pada suatu zat. Alat tersebut juga bisa digunakan untuk mengukur tingkat kelembabab suatu zat. Pengukurang menggunakan moisture meter ini merupakan penguuran kadar air dengan teknik elektrik, dimana pengukuran didasarkanpada konduktivitas atau hantaran listrik. Kadar air akan berbanding linear terhadap kapasitas listrik yang diukur. Hantaran tersebut akan ditangkap oleh alat yang dinamakan detector.

Gambar 1. Moisture Tester

Moisture tester adalah Moisture tester berfungsi sebagai mengukurpresentase dariairdalam suatu zat tertentu.Informasi ini dapat digunakan untuk menentukan apakah bahan siap digunakan, tiba-tiba basah atau kering, membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut (Hudaya, 2011).

Gambar 2. Draminski GMMPro Grain moisture meter

Draminski GMMPro Grain moisture meter ini adalah alat ukur kadar air profesional yang canggih karena sudah menggunakan teknologi digital dalam proses pengukuran kadar air pada biji bijian dan menampilkan setiap hasil pengukuranya pada layar LCD, alat ini banyak digunakan di sebagian besar negara negara agrikultural di dunia, meliputi kawasan Asia, Afrika, Eropa, Amerika dan Australia, termasuk di Indonesia (Hall, 1980).Acara praktikum kali ini tentang pengeringan produk pasca panen melakukan 2 kegiatan yaitu kegiatan pengukuran kadar air beberapa komoditas biji-bijian dan mengamati perbandingan daya simpan produk basah dan produk kering. Komoditas tersebut adalah jagung, kacang tanah, dan gabah. Masing-masing komoditas ada 2 jenis, yaitu jenis kering dan jenis basah. Pengukuran kadar air produk-produk pasca penen tersebut menggunakan alat moisture tester. Hasil dari pengukuran kadar air dari komoditas yang telah disebutkan di atas bahwa jagung memiliki kadar air yang paling tinggi dalam keadaan basah dengan nilai kadar air sebesar 22,8 %, selanjutnya kacang basah memiliki kadar air sebesar 21,9 %, gabah yang basah mempunyai kadar air sebesar 21,7 %. Untuk komoditas yang kering yaitu kacang tanah kering yang memiliki kadar air kering 12,1% gabah kering dengan nilai kadar air 15,4% jagung kering dengan kadar air sebesar 15,5%. Dari nilai kadar air tersebut, dapat disimpulkan bahwa kadar air komoditas basah lebih tinggi daripada komoditas yang kering.Pada kegiatan 2, kegiatan praktikum adalah mengamati perbandingan daya simpan produk basah dan produk kering dari beberapa komoditas pertanian. Kegiatan ini menggunakan jagung, kacang tanah dan gabah yang kesemuanya terdiri dari jenis basah dan kering. Pengamatan dilakukan selama 5 hari, dengan indikator yang diamati adalah warna, bentuk, penampilan, bau, dan kontaminasi.Hasil pengamatan yang dilakukan selama 5 hari menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang menonjol yang dinampakkan oleh komodiitas tanaman yang diamati. Pada indikator pengamatan terhadap warna, bentuk, penampilang dan bau terhadap komoditas yang diamati cenderung tidak mengalami perubahan. Hal ini menandakan bahwa tidak terjadi kontaminasi terhadap komoditas yang di ujikan, sehingga tidak terjadi perubahan kondisi fisik. Hanya saja terjadi pengurangan kadar air pada komoditas tanaman yang basah, sebab terjadinya penguapan, namun kadar air yang terdapat pada komoditas tersebut tidak menyebabkan adanya mikroorganisme yang menyerang komoditas yang diuji.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan pangan sehingga daya simpan menjadi lebih panjang.2. Produk kering lebih tahan lama disimpan jika dibandingkan dengan produk basah. Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas mikroorganisme dan enzim menurun sebagai akibat dari air yang dibutuhkan untuk aktivitasnya tidak cukup.3. Kadar air dari produk kering yang diperdagangkan di pasaran memiliki nilai masing-masing. Dari praktikum yang telah dilakukan kadar air dari produk jagung (Basah=22,8% ; Kering=15,5%), gabah (Basah= 21,7% ; Kering=15,3%), dan kacang tanah (Basah= 21,9% ; K=12,1%)

B. Saran

Produk pertanian dari komoditas biji-biian (serealia) baik disimpan dalam kadar air rendah sampai batas tertentu. Oleh karena itu, sebaiknya proses pengeringan segera dilakukan setelah panen, supaya kualitas dan kuantitas produk tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKAAnggrahini S dan S. Hadiwiyoto. 1988. Perubahan- perubahan Bahan PanganSebelum Proses Pematangan dan Sesudah Panen. Pangan dan Gizi UGM,Yogyakarta.

Depkes RI. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.

Firmansyah, I.U., S. Saenong, B. Abidin, Suarni, dan Y. Sinuseng. 2006. Proses pascapanen untuk menunjang perbaikan produk biji jagung berskala industri dan ekspor. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. Hal 1-15.

Hall, C.W. 1980. Drying and Storage of Agricultural Crops. The AVI Publishing Company Inc. Westport, Connecticut.

Hudaya, Saripah. 2011. Pengawetan dengan Cara Pengeringan. Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Jakarta.

Purnomo, Hari. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. UI-Press. Jakarta.

Santoso, dkk. 1986. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman Hortikultura. Indonesia Australia Eastern Universities Project : Bogor.

Wirakartakusumah, M.A, dkk. 1989. Prinsip Teknik Pangan. Pusat Antar Universitas (PAU). IPB

10