laporan biotek media

35
LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI “PEMBUATAN MEDIA” Disusun Oleh: Nama : ASTIDHIA NADIA NIM : 135040200111062 Kelompok : L1/ SENIN, 11.00-12.40 Asisten : ARINI YUNIA R. PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Upload: astidhia-nadia

Post on 10-Nov-2015

57 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Laporan Praktikum Bioteknologi

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PEMBUATAN MEDIA

Disusun Oleh:Nama: ASTIDHIA NADIANIM: 135040200111062Kelompok: L1/ SENIN, 11.00-12.40Asisten: ARINI YUNIA R.

Program Studi AgroekoteknologiFakultas PertanianUNIVERSITAS BRAWIJAYAMalang2014BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.Dengan teknik in vitro, mampu memproduksi bibit dalam jumlah besar dengan waktu yang relatif singkat, bebas patogen, identik dengan induknya dan tidak dipengaruhi oleh musim. Teknik ini memerlukan media buatan yang dibuat dari beberapa komponen utama, yaitu gula, air, unsur hara makro dan mikro, vitamin, asam amino, serta zat pengatur tumbuh.Medium yang digunakan dalam kultur in vitro tanaman dapat berupa medium padat atau cair. Untuk memudahkan pembuatan medium kultur, sebagian besar komponen disiapkan dalam bentuk larutan beku. Bahan seperti sukrosa, agar dan beberapa komponen tertentu tidak dibuat larutan baku, tetapi langsung ditambahkan ke dalam campuran untuk pembuatan medium. Medium padat umumnya digunakan untuk menghasilkan kalus yang selanjutnya diinduksi membentuk tanaman yang lengkap (plantet), sedangkan medium cair biasanya digunakan untuk kultur sel.

1.2 Tujuan

Mengetahui komponen penyusun dengan fungsinya masing-masing dalam media kultur jaringan serta dapat mempraktekkan cara membuat larutan stok yang akan dipergunakan dalam membuat media kultur jaringan sesuai komposisi medium yang diinginkan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Macam-Macam Media untuk Kultur Jaringan

Menurut Suryowinoto (1991), macam-macam media untuk kultur jaringan, antara lain :a) Medium Dasar Murashige dan Skoog (MS): digunakan untuk hampir semua macam tanaman, terutama tanaman herbaceus. Media ini mempunyai konsentrasi garam- garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4+.b) Medium dasar B5 atau Gamborg: digunakan untuk kultur suspensi sel kedelei, alfafa dan legum lain.c) Medium dasar White: digunakan untuk kultur akar. Medium ini merupakan medium dasar dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah.d) Medium Vcin Went (VW): digunakan khusus untuk medium anggrek.e) Medium dasar Nitsch dan Nitsch: digunakan untuk kultur tepungsari (pollen)dan kultur sel.f) Medium dasar Woody Plant Medium (WPM): digunakan untuk tanaman yang berkayu.g) Medium dasar Schenk dan Hildebrandt: digunakan untuk kultur jaringan tanaman monokotil.h) Medium dasar N6: digunakan untuk tanaman serealia terutama padi.

2.2 Komposisi Media MS serta Fungsi

Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994), kegunaan setiap unsur-unsur yang akan digunakan dalam medium kultur in vitro adalah sebagai berikut :a) Unsur Nitrogen (N), kegunaan N bagi tanaman adalah untuk menyuburkan tanaman sebab unsur N dapat membentuk protein, lemak dan berbagai senyawa organik yang lain. Unsur N dipergunakan terutama untuk pertumbuhan vegetatif tanaman. Selain itu unsur ini juga berperan dalam pembentukan hijau daun yang berguna untuk melaksanakan proses fotosintesis yang selanjutnya akan menghasilkan karbohidrat.b) Unsur Fosfor (P), unsur ini terutama dibutuhkan untuk pembentukan karbohidrat. Unsur ini dibutuhkan besar-besaran pada waktu pertumbuhan benih, pembuangan, pemasakan biji.c) Unsur Kalium (K), berfungsi untuk memperkuat tubuh tanaman karena unsur ini dapat menguatkan serabut-serabut akar sehingga daun, bunga dan buah tidak mudah gugur. Selain itu juga berfungsi memperlancar metabolisme dan mempengaruhi penyerapan makanan.d) Unsur Kalsium (Ca), unsur ini terdapat pada batang dan daun tanaman. Unsur ini juga bertugas merangsang pembentukan bulu-bulu akar, merangsang batang dan merangsang biji karena unsur Ca bersama dengan Mg akan memproduksi cadangan makanan.e) Unsur Magnesium (Mg), penambahan unsur ini maka kandungan fosfat dalam tanaman dapat meningkat. Kegunaan dari fosfat sendiri adalah sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein. Terbentuknya sejumlah protein menyebabkan pertumbuhan daun menjadi hijau sempurna dan terbentuk karbohidrat, lemak serta minyak-minyak.f) Unsur Besi (Fe), unsur Fe dibutuhkan sedikit lebih banyak daripada unsur mikro lainnya. Pemberian unsur Fe berfungsi sebagai penyangga (chelatin agent) yang sangat penting untuk menyangga kestabilan pH media selama digunakan untuk menumbuhkan jaringan tanaman. Pada tanaman unsur Fe berfungsi untuk pernafasan dan pembentukan hijau daun.g) Unsur Sukrosa, Glukosa dan Fruktosa, Sukrosa dalam medium kultur in vitro berfungsi sebagai sumber energi yang diperlukan untuk induksi kalus. Sukrosa 2-5% merupakan sumber karbon. Unsur glukosa dan fruktosa dapat digunakan untuk mengganti sukrosa karena dapat merangsang pertumbuhan beberapa jaringan. Pemilihan gula dan konsentrasi yang akan digunakan tergantung dari jaringan tumbuhan yang akan dikulturkan dan tujuan yang ingin dicapai.h) Unsur Mio-inositol, penambahan mio-inositol pada medium bertujuan untuk membantu differensiasi dan pertumbuhan sejumlah jaringan. Bila mioinositol diberikan bersama denga auksin, kinetin dan vitamin maka dapat mendorong pertumbuhan jaringan kalus.i) Unsur Vitamin, vitamin-vitamin yang sering digunakan dalam media kultur in vitro antara lain adalah Thiamin (vit. B1), Pirodiksin (vit. B6) dan asam nikotinat. Vitamin-vitamin ini umumnya terdapat dalam tanaman. Thiamin adalah vitamin yang esensial untuk semua kultur in vitro tumbuhan. Fungsinya adalah untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar juga berperan sebagai koenzim dalam reaksi yang menghasilkan energi dari karbohidrat dan memindahkan energi. Asam nikotinat juga penting dalam reaksi-reaksi enzimatik selain sebagai penggerak dari beberapa alkaloid.j) Bahan Organik Komplek, pengaruh arang aktif umumnya diarahkan pada salah satu dari tiga hal berikut: penyerapan senyawa-senyawa penghambat, penyerapan zat pengatur tumbuh atau menggelapkan warna media. Penghambatan pumbuhan karena kehadiran arang aktif umumnya karena arang aktif dapat menyerap ZPT. NAA, kinetin, BAP, IAA dan 2iP semuanya dapat terikat oleh artang aktif. IAA dan 2iP merupakan ZPT yang paling cepat terikat oleh arang aktif. Arang aktif dapat menstimulasi pertumbuhan sel umumnya karena kemampuan arang aktif mengikat senyawa fenol yang bersifat toksik yang diproduksi biakan selama dalam kultur. Konsentrasi arang aktif yang ditambahkan kedalam media kultur umumnya sebanyak 0.5-3%.k) Bahan Pemadat (Agar), dan Media kultur jaringan tanaman dapat dibuat padat atau semi padat, yaitu dengan penambahan bahan pemadat berupa agar. Dibandingkan bahan pemadat lain, agar mempunyai beberapa keuntungan, yaitu: Saat dicampur dengan air, agar akan terbentuk bila dilelehkan pada suhu 60o-100oC dan memadat pada suhu 45oC. Gel agar bersifat stabil pada suhu inkubasi. Agar gel tidak bereaksi dengan komponen dalam media dan tidak dicerna oleh ensim tanaman.Kualitas fisik agar dalam media kultur tergantung pada konsentrasi dan merek agar yang diguinakan serta pH media. Konsentrasi agar yang digunakan dalam media kultur berkisar antara 0.5-1%, dengan catatan pH media sesuai dengan aturan. Penggunaan arang aktif (0.8-1%) dapat mempengaruhi kepadatan agar yang terbentuk.Kemurnian agar yang digunakan dalam media kultur juga merupakan faktor yang penting. Agar yang mengandung garam-garam Ca, Mg, K dan Na dapat mempengaruhi ketersediaan hara dalam media.l) Zat Pengatur Tumbuh (Hormon), terdapat empat kelas zat pengatur tumbuh (ZPT) yang penting dalam kultur jaringan tanaman, yaitu: auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisik. Skoog dan Miller adalah yang pertama melaporkan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin menentukan jenis dan berapa besar proses organogenesis dalam kultur jaringan tanaman.Auksin dan sitokinin yang ditambahkan kedalam media kultur mempunyai tujuan untuk mendapatkan morfogenesis, meskipun perbandingannya untuk mendapatkan induksi akar dan tunas bervariasi baik ditingkat genus, spesies bahkan kultivar. Sitokinin yang ditrambahkan dalam media kultur umumnya ditujukan untuk menstimulasi pembelahan sel, menginduksi pembentukan tunas dan proliferasi tunas aksiler, dan untuk menghambat pembentukan akar. Mekanisme kerja sitokinin tidak secara pasti diketahui, namun demikian beberapa senyawa yang mempunyai aktivitas mirip sitokinin diketahui terlibat dalam transfer-RNA (t-RNA). Sitokinin juga menunjukkan dapat mengaktivasi sintesa RNA dan menstimulasi aktivitas protein dan enzim pada jaringan tertentu.

2.3 Teknik Aseptik dalam Pembuatan Media

Masalah yang sering mengganggu dalam pekerjaan in vitro adalah membuat dan menjaga kondisi aseptik. Bakteri dan jamur merupakan kelompok kontaminan utama, karena media kultur jaringan yang kaya akan nutrisi merupakan media pertumbuhan yang sangat baik bagi bakteri dan jamur. Secara umum ada 4 macam sumber kontaminan, yaitu: Sumber tanaman yang digunakan Media yang digunakan tidak steril Udara Pekerja atau peneliti yang kurang bersihMedia kultur merupakan bahan yang mengandung sumber nutrisi yang baik untuk pertumbuhan jamur dan bakteri, sehingga diperlukan kondisi yang aseptis dalam melakukan semua prosedur secara in vitro. Membuat dan menjaga kondisi aseptik merupakan problema yang sering menganggu dalam pekerjaan in vitro, karena di lingkungan sekitar kita terdapat banyak spora bakteri dan fungi yang sangat kecil dan ringan sehingga mudah diterbangkan oleh aliran udara yang sangat lemah. Untuk itu diperlukan proses sterilisasi yang dilakukan pada media, alat gelas dan alat-alat lain sebelum pekerjaan in vitro dilakukan. Juga perlu untuk mengerjakan semua pekerjaan di dalam ruang bersih yang dirancang dan dipelihara dengan baik (Wetherel, 1982).Dalam proses sterilisasi, ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mensterilkan alat gelas, alat bedah, cairan dan material tanaman. Beberapa teknik yang umum dilakukan, diantaranya yaitu:a) Pemanasan BasahTeknik ini menggunakan tekanan dan uap air dengan alat autoklaf atau denngan pressure cooker untuk mensterilkan cairan sampai volume satu liter diperlukan tekanan sebesar 103 kPa, suhu 121 C selama 20 menit. Alat yang disterilkan dibungkus dengan kertas coklat, bukan aluminium karena kertas aluminium bersifat tidak dapat ditembusi uap (Dodds dan Roberts, 1982). Sterilisasi media kultur, air dan larutan lain dengan autoklaf mempunyai satu masalah, yaitu bila tekanan dalam autoklaf diturunkan sampai tekanan udara luar sebelum suhu dari cairan turun sampai 100 C, cairan akan mendidih dan mungkin meluap dari wadah, sehingga tidak dapat dipergunakan lagi. Untuk mengatasi masalah ini, penurunan tekanan dalam autoklaf harus dilakukan secara perlahan-lahan. Bila mengunakan alat kecil, sebaiknya alat tersebut disingkirkan terlebih dahulu dari sumber panas, dan dibiarkan dingin dalam waktu 15-20 menit sebelum dibuka. Hendaklah selalu diperhatikan bahwa tekanan dipastikan turun sampai 1 atm sebelum membuka autoklaf (Wetherel, 1982).b) Pemanasan KeringMetode ini hanya digunakan untuk alat gelas, alat logam dan alat lain yang tidak hangus pada suhu tinggi. Obyek yang mengandung kapas, kertas atau plastik tidak dapat disterilkan dengan metode ini. Pisau sklapel juga tidak boleh disteilka dengan metode ini karena temperatur yang tinggi akan membuatnya menjadi tumpul. Alat yang digunakan adalah oven. Temperatur untuk sterilisasi adalah sekitar 160 C selama 4 jam. Alat yang sisterilkan harus dibungkus denagn kertas alumunium sebelum dimasukkan ke dalam oven (Dodds dan Roberts, 1982).c) UltrafiltrasiBeberapa komponen media tidak tahan pemanasan, seperti vitamin, zat pengatur tumbuh dan lainnya, sehingga harus disterilkan dengan ultrafiltrasi pada suhu kamar. Ultrafiltrasi adalah teknik sterilisasi dengan menggunakan penyaring bakteri (Dodds dan Roberts, 1982).

d) Sterilisasi KimiaTempat kerja secara umum disterilkan permukaannya dengan etanol 70 % v/v atau isopropanol 70 % v/v. Meskipun alkohol yang diasamkan ( 70 % pH 2,0 ) mungkin lebih efektif sebagai desinfektan, tetapi tidak digunakan secara umum karena bersifat korosif pada alat logam. Alkohol 80 % juga sering digunakan, tetapi lebih mudah terbakar. Alat yang akan dipakai sebaiknya dicelupkan dalam alkohol dan dilewatkan lampu spritus (Dodds dan Roberts, 1982).2.4 Jenis Kontaminasi Media

Kontaminasi merupakan permasalahan mendasar yang sering terjadi pada kultur in vitro. Pada kondisi media yang mengandung sukrosa dan hara, serta kelembaban dan suhu yang relatif tinggi, memungkinkan mikroorganisme serta spora jamur tumbuh dan berkembang dengan pesat (Susilowati, 2001)Mikroorganisme penyebab kontaminasi dapat berupa bakteri, fungi, protozoa, serangga, virus dan lain-lain. Kontaminasi oleh fungi ditandai dengan munculnya benang-benang halus yang berwarna putih, yang merupakan miselium fungi. fungi dapat menginfeksi jaringan secara sistemik sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan jaringan eksplan akan mati. Selain itu, kontaminasi oleh bakteri ditandai munculnya bercak-bercak berlendir pada media atau eksplan. Bercak tersebut biasanya berwarna putih yang merupakan koloni bakteri. Bakteri lebih sulit untuk dideteksi dibandingkan dengan fungi karena dapat masuk ke dalam ruang antar sel. Menurut Susilowati (2001) berikut adalah jenis kontaminasi media, yaitu:

a) Browning/PencoklatanPencoklatan adalah suatu keadaan munculnya warna coklat atau hitam yang menyebabkan tidak terjadi pertumbuhan dan perkembangan atau bahkan menyebabkan kematian pada eksplan. Pencoklatan umumnya merupakan tanda adanya kemunduran fisiologis eksplan biasanya eksplan akan mati.Browning terjadi akibat pengaruh akumulasi senyawa fenolik yang teroksidasi akibat stress mekanik atau pelukaan pada eksplan. Ketika sel rusak, isi dari sitoplasma dan vakuola menjadi tercampur, kemudian senyawa fenol teroksidasi menghambat aktivitas enzim. Senyawa fenol yang berlebihan akan bersifat racun yang merusak jaringan eksplan dan akhirnya menyebabkan kematian eksplan

b) SenescenceSenescence dicirikan dengan menguningnya daun karena penurunan jumlah klorofil dan kloroplas. Secara alami senescence timbul akibat dari kematian sel yang dilakukan oleh tanaman itu sendiri (Programmed Cell Death / PCD), karena pengaruh umur dan cekaman lingkungan sekitar Berkurangnya unsur hara merupakan salah satu bentuk cekaman lingkungan dari tanaman in vitro, karena pertumbuhan tanaman sangat tergantung pada media di dalam botol. Semakin lama media tersebut akan berkurang dan mengakibatkan proses metabolisme tanaman in vitro akan menjadi lambat. Kekurangan nitrogen dapat mempercepat senescence pada daun, tetapi peranan hormon juga menentukan perkembangan proses senescence pada daun, misalnya sitokinin dalam media, karena sitokinin berperan dalam pembentukan kloroplas dan menghambat penuaan (senescence). Sitokinin juga berpengaruh terhadap distribusi nutrisi menuju ke daun dari bagian-bagian tanaman yang lain.Selain itu, kondisi cekaman aerasi juga dapat menjadi penyebab senescence pada tanaman in vitro, dalam kondisi in vitro mengharuskan tanaman untuk tumbuh dalam botol yang tertutup rapat, semakin lama tanaman akan kesulitan mendapatkan oksigen dan karbondioksida.

c) Eksplan DormanEksplan yang mengalami dorman terlihat tidak mampu merespon zat pengatur tumbuh tetapi dari fisik eksplan tersebut masih terlihat segar. Terjadinya dormansi pada eksplan diduga akibat senyawa fenolik yang masih tersisa dalam eksplan. Senyawa fenol tersebut keluar secara osmosis menyebar di sekitar eksplan dan mengganggu distribusi hormon dan nutrisi dari media, sehingga sel-sel tidak merespon media perlakuan. Akumulasi senyawa fenol dalam media menyebabkan eksplan kehilangan kemampuan untuk tumbuh selama masa kultur, karena senyawa fenol mampu mengaktifkan enzim sitokinin oksidase (CKX) yang mampu mendegradasi sitokinin.

d) HiperhidrisitasHiperhidrisitas atau yang biasa disebut dengan istilah vitrivikasi merupakan gelaja pertumbuhan planlet yang tidak normal atau ketidak normalan morfologi dan fisiologis. akibat stress yang tibul karena pelukaan, tidak optimalnya media kultur maupun lingkungan mikro (wadah kultur).Kadar ammonium dan kandungan uap air yang berlebihan didalam wadah kultur juga dapat menyebabkan gejala tersebut. Hal tersebut juga berkaitan dengan kosentrasi sitokinin yang terlalu tinggi, rendahnya potensial matriks, dan meningkatnya kosentrasi etilen didalam wadah kultur. Uap air akan menyebabkan media menjadi berair serta sitokinin juga mempengaruhi sel dalam menyerap air, sehingga air akan terakumulasi pada apoplast.

e) Variabilitas GenetikVariabilias genetik dapat dikatakan menjadi salah satu kendala dalam kultur in vitro apabila tujuan pengkulutran tersebut untuk upaya perbanyakan tanaman yang seragam dalam jumlah yang banyak, dan bukan sebagai upaya pemuliaan. Variabilitas genetik dapat disebabkan oleh Su bkultur berulang tanpa terkontrol atau juga disebabkan oleh metode kultur yang tidak sesuai.

f) Eksplan GosongIstilah Eksplan gosong bukan berarti eksplan tersebut hangus terbakar, akan tetapi ada bagian tertentu pada eksplan dimana selnya menjadi mati, tetapi bukan akibat browning. Sering kita mendapati eksplan yang ditanam menjadi mati, atau ada bagian pada eksplan yang mati dalam beberapa hari saja. Mengidentifikasi eksplan gosong memang agak sulit karena ciri-cirinya menyerupai browning. Tetapi secara visual, eksplan gosong sama seperti daun yang direndam beberapa menit dalam air panas.

2.5 Ciri-Ciri Media yang Sesuai untuk Pertumbuhan Eksplan

Menurut Herawan dan Naiem (2006), berikut adalah ciri-ciri media yang sesuai bagi pertumbuhan eksplan:a) warna media putih bening tidak keruh dan tidak ada gejala-gejala timbulnya jamur dan bakteri.b) jika yang di gunakan adalah media padat maka media harus padat sempurna.c) harus mengandung unsur hara yang seimbang seperti: Hara Anorganik. Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan beberapa hara yang dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro. Untuk pertumbuhan normal dalam kultur jaringan, unsur-unsur penting ini harus dimasukkan dalam media kultur. Hara Organik. Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya. Meskipun tanaman in vitro dapat mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih vitamin mesti ditambahkan ke media. Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu asam nikotin, piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan. Sumber Karbon. Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena mereka tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energi bagi pertumbuhan tanaman dan juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar yang diperlukan untuk tumbuh. Agar. Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel dengan menggunakan agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau Phytagel. Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7 1.0%. Pada konsentrasi tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke tanaman sangat buruk. Untuk mengatasi masalah ini, produk baru bernaman Agargel telah diproduksi oleh Sigma. Produk ini merupakan campuran agar dan gel sintetis dan menawarkan kelebihan kedua produk sekaligus mengurangi problem vitrifikasi. Produk ini dapat dibuat di lab dengan mencampurkan 1 g Gelrite (Phytagel) dengan 4 g agar sebagai agen pengental untuk 1 L media. pH. Media biasanya diatur pada kisaran 5.6-5.8 tapi tanaman yang berbeda mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak dapat memadat. Zat Pengatur Tumbuh. Pada media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh akan dibahas tersendiri pada minggu 13. Air. distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab menggunakan aquabides (air destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan ekonomi, menggunakan air hujan, tapi ini menyebabkan sulit mengontrol kandungan bahan organik dan non-organik pada media. Pemilihan Media. Jika tidak ada informasi awal, biasanya mulai dengan media MS (Murashige dan Skoog 1962). Media ini mengandung konsentrasi garam dan nitrat yang lebih tinggi dibandingkan media lain, dan telah sukses digunakan pada berbagai tanaman dikotil.

BAB IIIMETODOLOGI

3.1 Alat, Bahan dan Fungsi

Alat: Mikro Pipet: untuk mengambil larutan stok dengan ukuran terkecil mikro meter Beaker Glass: sebagai tempat pembuatan larutan stok Gelas Ukur: untuk mengukur cairan yang dibutuhkan Timbangan Analitik: menimbang berat bahan yg dibutuhkan Magnetic Stirer: untuk menghomogenkan larutan Hot Plate Magnetic Stirer: untuk menghomogenkan dan memeanaskan larutan pH Meter: untuk mengukur pH larutan Microwave: untuk memanaskan agar-agar 15 botol kultur: sebagai tempat media kultur Karet Gelang: tali pengikat plastik dengan mulut botol Plastik: sebagai penutup botol kutur Autoclave: sterilisasi botol kultur sebelum di masukkan ke ruang kultur

Bahan : Aquades: sebagai bahan tambahan pada larutan stok Makro 25 ml: sebagai bahan pembuatan larutan stok Mikro 2,5 ml: sebagai bahan pembuatan larutan stok Vitamin 2,5 ml: sebagai bahan pembuatan larutan stok Fe Na-EDTA 2,5 ml: sebagai bahan pembuatan larutan stok Sukrosa7,5 ml: sebagai pengganti gula Agar-agar 1,75 gram: sebagai media kultur

3.2 Langkah Kerja

Sterilisasi semua peralatanPipet larutan stok (makro 25 ml, mikro 2,5 ml, vitamin 2,5 ml, Fe Na-EDTA 2,5 ml) masukkan ke dalam beaker glass, (+) aquades hingga 250 mlMasukkan magnetic stirrer ke dalam beaker glass dan letakkan pada hot plate magnetic stirrerNyalakan magnetic stirrer supaya homogen (+) sukrosa 7,5 gram sampai larutUkur pH larutan sesuai ketentuan (5,6-5,8) dengan pH meter(+) Agar-agar (1,75 gram) panaskan dengan microwave hingga mendidih dan larut sempurna (5 menit)Dihomogenkan dan dipanaskan dengan hot plate magnetic stirrerTiriskan hingga tidak terlalu panas dan tuang ke dalam botol kultur (@ 25 ml)Tutup botol dengan plastik dan sterilisasi dalam autoclave bertekanan 1,5 psi (20 menit)

3.3 Analisa Perlakuan

Dalam praktikum ini, pertama-tama lakukan sterilisasi pada semua peralatan. Kemudian membuat larutan stok (makro 25 ml, mikro 2,5 ml, vitamin 2,5 ml, Fe Na-EDTA 2,5 ml) masukkan ke dalam beaker glass, tambahkan aquades hingga 250 ml. Lalu masukkan magnetic stirer ke dalam beaker glass dan letakkan pada hot plate magnetic stirrer. Nyalakan hot plate magnetic stirrer untuk menghomogenkan larutan, tambahkan 7,5 gram sukrosa dan aduk sampai larut. Ukur pH larutan sesuai dengan ketentuan (5,6-5,8) dengan menggunakan pH meter. Tambahkan agar-agar sebanyak 1,75 gram panaskan selama 5 menit dalam microwave hingga mendidih dan larut sempurna. Lalu panaskan dan homogenkan dengan menggunakan hot plate magnetic stirrer. Tiriskan hingga larutan tidak terlalu panas dan tuang ke botol kultu, masing-masing volumenya hingga 25 ml. Lalu tutup botol kultur dengan menggunakan plastik dan karet gelang. Terakhir sterilisasi dengan menggunakan autoclave bertekanan 1,5 psi selama 20 menit.

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengertian dan Fungsi setiap Langkah Kerja Pembuatan Media MS

Praktikum yang kami gunakan dalam pembuatan media kultur jaringan yaitu menggunakan media murashige dan skoog. Media dasar Murashige Skoog (MS) yang digunakan pada praktikum ini termasuk media kultur yang komposisi unsurnya lebih lengkap dibandingkan dengan media dasar lainnya.Menurut (Hendaryono, 2014) Media Murashige dan Skoog merupakan perbaikan komposisi media skoog terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukungpertumbuhanoptimum kultur jaringan tembakau. Media MS mengandung 40 mMN dalam bentuk NO3 dan 29 mNN dalam bentuk NH4+.Keistimewaan media MS menurut (Wetter dan Constabel, 1991) yakni kandungan nitrat, kalium dan amoniumnya yang tinggi. Senyawa anorganik yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan ada yang mikro dan makro.Unsur hara makro yang dibutuhkan adalah N,P,K Ca, Mg, S dan CHO serta unsur mikro yang dibutuhkan, adalah iodine (I), boron (B), mangan (Mn), zinc (Zn), molybdenium (Mo), tembaga (Cu), kobalt (Co), dan besi (Fe).Tanaman dalam kultur bersifat heterotrof, yaitu tidak dapat mensintesis suatu senyawa untuk memenuhi kebutuhan karbonnya sendiri. Salah satu komposisi dalam media adalah vitamin. Vitami digunakan sebagai penyokong serta fungsi katalis. Vitamin yang banyak digunakan adalah thiamin, piridoxin, dan asam nikotinat. sedangkan suplemen organik yang biasa digunakan adalah asam amino, peptone, ekstrak malt, dan ekstrak khamir. Zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media tergantung kebutuhan kultur. Hal-hal lain yang penting dalam media adalah komposisi agar, pengaturan pH, dan air (Yuwono 2008).Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media MS adalah auksin (IAA) dan sitokinin (kinetin). Kedua homon ini mempengaruhi pertumbuhan akar, tunas, dan kalus berdasarkan keseimbangan konsentrasi dari kedua ZPT tersebut yang terkandung dalam media. Pada konsentrasi yang hampir tepat sama antara auksin dan sitokinin akan menghasilkan kalus. Apabila sitokinin lebih besar dari auksin akan menginduksi tunas, sedangkan konsentrasi auksin lebih besar dari sitokinin akan menginduksi perakaran yang lebi cepat (Trigiano and Gray 2000).Dalam membuat media kultur dari komposisi larutan baku MS dilakukan dengan cara melarutkan larutan makro, mikro, vitamin dan Fe Na EDTA dan diberikan aquadest kemudian ditambahkan sukrosa, pemberian sukrosa bertujuan sebagai sumber energi bagi pertumbuhan tanaman dan juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar yang diperlukan untuk tumbuh. Setelah itu di strirer, hal tersebut agar larutan homogen. Kemudian pH diatur dari kisaran 5,6 sampai 5,8 dengan 1N KOH atau 1N HCl.Pengaturan pH bertujuan agar menyediakan pH yang cocok untuk pertumbuhan eksplan. Kalau pH kurang dari 5,2 media agar tidak dapat memadat atau lebih dari 6,0 media agar terlalu keras .Sehingga akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Hal ini terkait dengan pengaruhnya pada ketersediaan unsur hara yang terikat. Setelah itu ditambahkan agar-agar, pemberian agar-agar adalah sebagai media padat untuk kultur. kemudian di panaskan di microwave selama 5 menit di diamkan dan di stirrer kembali. Tiriskan dan dimasukkan ke dalam botol kultur. Hasil media yang telah dituang ke dalam tabung atau botol kultur selanjutnya disterilkan dengan menggunakan autoklaf selama 20 menit dengan suhu 1210ctekanan 15 psi hal ini bertujuan untuk bekerja secara aseptik dan media tidak terkontaminasi selama proses pembuatannya. Sterilisasi sendiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yang umum digunakan adalah dengan autoklaf, Setelah tiu dipindahkan ke ruang kultur jaringan dan selanjutnya siap digunakan sebagai media tanam. Berdasarkan literature (Shintiavira.2012) bahwa pertumbuhan eksplan dipengaruhi oleh media kultur yang digunakan. Jenis media kultur dan konsentrasi nutrisi berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan in vitro pemajangan dan kualitas morfogenesisnya.Penggunaan media MS mempengaruhi pertumbuhan daun tercepat dibandingkan penggunaan alternative pupuk majemuk Hyponex dan Growmore. Proporsi nitrogen dan fosfor yang lebih tinggi pada media MS menyebabkan pertumbuhan jumlah daun terbanyak pada minggu ke -8

BAB Vpenutup

5.1 Kesimpulan

Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Dan Media MS inilah yang paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS.Pada praktikum kali ini kita mencoba membuat media tanam kultur jaringan dengan jenis media MS tersebut, dan akhirnya dapat ditarik kesimpulan, media yang dibuat berhasil padat dan dapat digunakan untuk menanam eksplan.

DAFTAR PUSTAKA

Dodds, J. H. And L. W. Roberts. 1982. Experiments In Plant Tissue Culture. Cambridge Univ. Press, Cambridge.Gunawan,L.W. 1988. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Laboratorium Kultur Jaringan PAU Bioteknologi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.Hendaryono, D.P.S. Dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius. Yogyakarta. Pp.139.Herawan, T Dan M. Naiem. 2006. Pengaruh Jenis Media Dan Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Perakaran Pada Kultur Jaringan Cendana (Santalum Album Linn.). Jurnal Agrosains 19(2) : 103-109.Sasnawaria, 2005. Mikrobiologi Dasar. Papa Sinar Sinantris. Jakarta.Shintiavira.2012.Studi Pengaruh Substitusi Hara Makro Dan Mikro Media MS Dengan Pupuk Majemuk Dalam Kultur In Vitro Krisan. Cianjur : Balai Penelitian Tanaman HiasSriyanti, Daisy P. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius. Yogyakarta.Suryowinoto, M. 1991. Budidaya Jaringan Dan Manfaatnya. Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada. YogyakartTrigiano, RN and Gray DJ. 2000. Plant Tissue Culture Concepts and Laboratory Exercises. Boca Raton: CRC Press.Wetherel, D.F. 1982. Pengantar Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Diterjemahkan Oleh Koensoemardyah, S. Semarang : IKIP Press.Wetter LR And Constabel F. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman. Diterjemahkan Oleh Widianto MB. Bandung: ITB Press.Yuwono T. 2008. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.