laporan bandeng asap

27
I. TUJUAN Tujuan Instruksional Umum Memahami proses dan faktor – faktor yang berpengaruh pada pengasapan ayam serta pengendalian faktor tersebut yang berhubungan dengan mutu produk yang dihasilkan. Tujuan Instruksional Khusus 1. Menjelaskan dan melakukan proses pengasapan bandeng. 2. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi kualitas bandeng asap. 3. Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi garam pada bandeng asap. II. DASAR TEORI II.1. Ikan Bandeng Ikan bandeng yang dalam bahasa latin adalah Chanos chanos, bahasa Inggris Milkfish, dan dalam bahasa Bugis Makassar Bale Bolu, pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama Dane Forsskal pada Tahun 1925 di laut merah. Menurut Saanin (1968), klasifikasi ikan bandeng (Chanos chanos Forsk) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Class : Pisces Sub class : Teleostei Ordo : Malacopterygii Family : Chanidae Genus : Chanos Species : Chanos chanos Forsk Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani – Bandeng Asap 1

Upload: felie916230

Post on 18-Jan-2016

292 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

laporan praktikum hewani bandeng asap

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Bandeng Asap

I. TUJUAN

Tujuan Instruksional Umum

Memahami proses dan faktor – faktor yang berpengaruh pada pengasapan ayam serta

pengendalian faktor tersebut yang berhubungan dengan mutu produk yang dihasilkan.

Tujuan Instruksional Khusus

1. Menjelaskan dan melakukan proses pengasapan bandeng.

2. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi kualitas bandeng asap.

3. Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi garam pada bandeng asap.

II. DASAR TEORI

II.1. Ikan Bandeng

Ikan bandeng yang dalam bahasa latin adalah Chanos chanos, bahasa Inggris Milkfish, dan

dalam bahasa Bugis Makassar Bale Bolu, pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama

Dane Forsskal pada Tahun 1925 di laut merah. Menurut Saanin (1968), klasifikasi ikan bandeng

(Chanos chanos Forsk) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Class : Pisces

Sub class : Teleostei

Ordo : Malacopterygii

Family : Chanidae

Genus : Chanos

Species : Chanos chanos Forsk

Gambar 2.1. Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk)

Menurut USDA National Nutrient Database for Standard Reference (2009), ikan bandeng

mempunyai nutrisi yang lengkap, terdiri dari proksimat, mineral lemak dan asam amino yang

bermanfat bagi pemenuhan nutrisi manusia. Berikut adalah ciri-ciri ikan segar yang bermutu

tinggi maupun yang bermutu rendah (Tabel 2.1).

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani – Bandeng Asap 1

Page 2: Laporan Bandeng Asap

Tabel 2.1. Ciri-Ciri Ikan Segar yang Bermutu Tinggi Maupun yang Bermutu Rendah

II.2. Pengas-

Menurut Hadiwiyoto (1983), pengasapan merupakan salah satu usaha pengawetan bahan

makanan tertentu, terutama pada daging dan ikan, untuk memperoleh produk asap yang spesifik,

antara lain: warnanya coklat, bau dan rasanya spesifik. Menurut Soeparno (1985), tujuan

pengasapan daging terutama adalah untuk meningkatkan flavor. Asap biasanya diperoleh dari

pembakaran secara perlahan-lahan serbuk gergaji yang diperoleh dari kayu yang terdiri atas

kurang lebih 40 – 60% selulosa, 20 – 30% hemiseluluosa, dan 20 – 30% lignin. Asap tersebut

dapat menghambat pertumbuhan mikroba, oksidasi lemak, dan memberi flavor tertentu pada

produk.

Menurut Kanoni (1991), asap merupakan tipe aerosol, yaitu campuran kompak antara fase-

fase padat, cair dan gas yang terdispersi dalam medium gas (udara). Fase dispersi gas tersebut

merupakan campuran hasil pembakaran kayu yang terdiri dari oksigen, hidrogen, nitrogen,

karbondioksida dan berbagai hidrokarbon. Di samping itu, beberapa substansi organik juga

terdapat dalam fase uap atau cairan tergantung atas kondisi sekelilingnya. Fase disperse asap

sebagian besar terdiri atas substansi kimia yang sangat kompleks.

Komposisi asap dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu suhu pemanasan (pembakaran)

yang digunakan, tipe alat pembuat asap, metoda pembuatan asap, macam kayu, jenis kayu serta

macam asap. Menurut Sutoyo (1987), kayu jenis keras yang bersifat “non resinous” dalam

proses pembakarannya mengalami penguraian cellulose yang menjelma menjadi senyawa-

senyawa sederhana berupa alkohollaiphatic, aldehida aneka jenis asam organic termasuk furfural

dan keton-keton. Bagian asap yang berperan sebagai bakterisida adalah formaldehid, walaupun

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani – Bandeng Asap 2

Page 3: Laporan Bandeng Asap

sebenarnya komposisi asap kayu cukup kompleks. Di samping formaldehid, senyawa kimia yang

tertimbun di permukaan daging yang bersifat mengawetkan adalah asetaldehida, asetondiasetil,

metanol, etanol, fenol, asam-asam format danasetat, furfuraldehida, resins, bahan lilin, dan

banyak bahan-bahan lain yang semuanya terdapat pada produk yang diasap (Purnomo, 1996)

Tabel 2.2. Komposisi Utama Asap

No. Komponen%Berat

Basah Kayu%Berat Kering

Kayu1. Formaldehida, HCHO 0,122. Aldehida-aldehida tinggi 0,573. Golonganketon 0,674. Asam format, HCHO 0,38

5.Asam asetat dan asam-asam tinggi lainnya

1,71

6. Metilalcohol 0,967. Tar (terpisah, tidak larut)8. Air 4,819. Fenol 0,0710. Resin 4,21

Sumber: Zaitsev et al, 1969 dalam Kanoni, 1991.

Menurut Naruki (1991), komponen asap yang berperan penting dalam pembentukkan cita

rasa dan warna produk yang diasap adalah:

a. Fenol

Fenol berperan khusus dalam pembentukan citarasa khas (smoky flavor). Selain itu fenol juga

berfungsi untuk memberikan efek bakteriostatik, mencegah perubahan oksidatif pada produk

yang diasapi, serta sebagai antioksidan. Fenol juga berperan dalam pembentukan warna

dengan adanya reaksi antara senyawa fenol dengan aldehid tak jenuh membentuk senyawa

coklat koniferialdehid dan sinapaldehid. Senyawa fenol yang dapat ditemukan pada ikan asap

antara lain guaiakol, 4 metil guaiakol, fenol, o-resol, dan lain-lain.

b. Senyawa karbonil

Senyawa karbonil seperti glikolik aldehid dan metil-glioksal berperan dalam pembentukan

warna pada pengasapan. Pembentukan warna ini terjadi karena adanya reaksi antara senyawa

karbonil tersebut dengan gugus amino. Gugus amino diperoleh sebagai bagian dari protein

bahan yang telah mengalami denaturasi akibat perlakuan-perlakuan selama pengasapan,

misalnya karena adanya panas.

Pencoklatan paling hebat terjadi karena adanya reaksi antara tiga molekul glikolik aldehid

dengan satu molekul amino etanol membentuk 1-hidroksietil-3-hidroksimetil-pirolaldehid-2

atau C8H11NO3.

Pengasapan, menurut Kanoni (1991), memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:

1. Memberikan efek keempukan pada daging/ikan yang diasap, karena terjadinya kombinasi

penggunaan suhu tinggi dan kelembaban relatif yang tinggi.

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani – Bandeng Asap 3

Page 4: Laporan Bandeng Asap

2. Memberikan keempukan yang mengkilat (“glossy”) karena terdapatnya asap pada permukaan

daging/ikan yang tertutup oleh aldehid, fenol, dan resin. Adapun resin diperoleh dari reaksi

antara aldehid, formaldehid dan fenol.

3. Memberikan flavor yang spesifik, karena terdapatnya fenol, quaiakol, m-kresol, p-kresol,

metalquaiakol dan metiletherpirogallol serta asam-asam karboksilat. Fenol merupakan

komponen pemberi flavor yang utama, oleh karena hal tersebut, fenol dapat digunakan

sebagai indeks kualitas pada pengasapan.

4. Memberikan warna yang menarik, karena terjadinya reaksi antara asam-asam amino dalam

daging/ikan dengan asap.

5. Memberikan rasa yang spesifik asap.

6. Mengurangi residu nitrit pada pengasapan daging/ikan yang di curing dengan menggunakan

suhu tinggi.

7. Memberikan efek pengeringan karena menggunakan suhu yang tinggi.

8. Memberikan sifat antioksidan terhadap proses oksidasi lemah yang disebabkan oleh

komponen phenol. Di samping phenol, komponen lain yang bersifat sebagai antioksidan

adalah alkohol, karbonil, basa-basa organik, dan asam-asam organik yang terdapat dalam

asap.

9. Memberikan efek antiseptic dan germisida yang disebabkan terdapatnya kombinasi proses-

proses pengasapan, pengeringan dan pemanasan. Di samping hal tersebut komponen-

komponen phenol dan aldehid dapat bertindak untuk mencegah pertumbuhan mikrobia.

Menurut Purnomo (1996), flavor yang diperoleh selain dari asap juga tergantung pada

keadaan di mana asap dihasilkan. Asap yang sama akan memberi aroma yang berbeda pada jenis

daging yang berbeda. Sampai tingkat tertentu flavor produk asap tergantung pada reaksi antara

komponen asap dengan gugus fungsional protein daging. Jadi, fenol dan polifenol akan bereaksi

dengan gugus amino.

Menurut Tranggono (1991), metode pengasapan dapat digolongkan menjadi 5 macam yang

didasarkan pada suhu pengasapan:

1. Pengasapan panas

Suhu yang digunakan dapat mencapai 114oC.

2. Pengasapan sedang (semi panas)

Suhu yang digunakan tidak lebih dari 100oC. Biasanya produk pengasapan sedang ini

membutuhkan kadar garam yang agak tinggi, yaitu 3-8% dan keawetannya dapat mencapai 3-

7 hari.

3. Pengasapan dingin

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani – Bandeng Asap 4

Page 5: Laporan Bandeng Asap

Kadar garam bahan yang akan diasapi dingin ini tidak melebihi 12%. Suhu yang digunakan

untuk pengasapan dingin adalah antara 40-50oC dan daya simpannya dapat mencapai dua

minggu.

4. Pengasapan secara elektrostatik

Pengasapan berlangsung sebagai akibat dari sifat elektrokinetikasap pada tegangan tinggi

40000 volt atau lebih. Beda suhu yang tinggi akan memacu kecepatan air dan partikel asap

yang terlarut berdifusi ke dalam bahan.

5. Pengasapan dengan menggunakan asap cair

Pengasapan dengan menggunakan cairan asap yang diperoleh dari destilasi kering kayu. Pada

umumnya pengasapan ini memnghasilkan rasa produk yang kurang baik.

Proses pengasapan dapat dilakukan secara konvensional yaitu mengantungkan produk

yang akan diasap dalam rumah pengasapan selama 4-8 jam pada suhu 35° - 40°C atau

meletakkan produk yang akan diasap selama beberapa jam dalam suatu roda penggiling dan

suatu tongkat kayu. Pengasapan daging secara tradisional yaitu pengasapan daging di dalam

ruang asap yang disebut smoke house. Daging digantung pada rak atau kayu di dalam ruang asap,

dan daging tidak boleh saling bersentuhan. Asap dibuat diluar ruang asap dan memasuki ruang

asap dengan menggunakan sistem pengisapan.

Perubahan yang dapat terjadi dengan adanya pengasapan, selain perubahan fisik juga

terjadi perubahan-perubahan komposisi dan sifat kimia dalam bahan yang diasap. Pengasapan

dapat menyebabkan turunnya kadar air dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan yang

terkandung dalam asap memiliki sifat bakteriolitik (membunuh bakteri), sementara asam yang

mudah menguap yang terdapat di dalam asap dapat menurunkan pH bahan sehingga dapat

memperlambat pertumbuhan mikroorganisme pada produk.

Menurut Lawrie (1979), walaupun komponen daging asap yang bersifat karsinogenik

adalah sangat kecil, tetapi penelitian dilanjutkan dan menemukan asap bebas komponen

karsinogenik misalnya dengan cara kondensasi diikuti dengan destilasi fraksi, dimana fraksi

yang terseleksi akan larut air dalam air, sedangkan senyawa benzpyrene yang bersifat

karsinogenik tidak larut dalam air. Akhir-akhir ini penggunaan asap cair semacam (liquid smoke)

banyak digunakan dan untuk memperbaiki flavor dapat ditambahkan senyawa fenolik tertentu

yang mempunyai flavor dan odor buah-buahan. Komposisi dari asap cair juga telah dipelajari

secara peisahan dengan khromatografi gas (Purnomo, 1990).

Flavor yang diperoleh selain dari asap juga tergantung pada keadaan dimana asap

dihasilkan. Asap yang sama akan memberi aroma yang berbeda pada jenis daging yang berbeda.

Sampai pada tingkat tertentu flavor dari produk asap tergantung pada reaksi antara komponen

asap dengan gugs fungsional dari protein daging. Jadi fenol dan polifenol akan bereaksi dengan

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani – Bandeng Asap 5

Page 6: Laporan Bandeng Asap

gugus –SH dan karbonil dengan gugus amino. Penilaian organoleptik menunjuakkan bahwa

senyawa guaiacol adalah yang paling efektif (Purnomo, 1990) .

Formaldehid dari asap mempunyai pengaruh preservatif yang besar. Fenol mempunyai

aktivitas sebagai antioksidan yang menghambat ransiditas oksidatif. Selama pengasapan,

komponen asap diserap oleh permukaan produk dan air intersidal di dalam produk daging asap.

Aldehid, keton, fenol, dan asam-asam organik dari asap memiliki daya bakteriostatik dan atau

bakterisidal pada daging asap (Urbain, 1971 dalam Soeparno, 2005).

Jadi daging asap mempunyai stabilitas yang lebih besar dan masa simpan yang lebih lama

daripada daging segar. Pengaruh bakteriostatik akan hilang bila permukaan daging asap menjadi

rusak (misalnya karena irisan atau selongsongnya dilepas). Disamping kombinasi panas dan

asap, dehidrasi permukaan, koagulasi protein dan deposisi resin dari hasil kondensasi

formaldehid dan fenol merupakan penghalang kimiawi dan fisis yang efektif terhadap

pertumbuhan dan penetrasi mikroorganisme ke dalam aging asap (Urbain, 1971 dalam Soeparno,

2005).

Pengawetan daging asap selain disebabkan oleh komponen asap juga diakibatkan oleh

pengeringan permukaan yang menguapkan kira-kira 3% dari seluruh berat daging yang diasap.

Pengaruh bahan antioksidan juga dihasilkan oleh pemasukan senyawa-senyawa fenol ke dalam

produk dan permukaan bahan yang diasap sehingga daging asap dapat disimpan lebih lama dan

proses ketengikan dapat dihambat. Pengasapan juga memberi rasa yang khas pada produk daging

asap (Purnomo, 1990).

III. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan:

1. Baskom plastik

2. Benang bol

3. Drum pengasapan

4. Timbangan

5. Telenan

6. Pengait

7. Pisau

8. Piring

9. Aw meter

10. Penetrometer

11. Salinometer

12. Termometer

Bahan yang digunakan:

1. Ikan bandeng

2. Garam

3. Serbuk gergaji dan sabut kelapa

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani – Bandeng Asap 6

Page 7: Laporan Bandeng Asap

Ikan Bandeng

Pembuangan sisik, insang dan isi perut

Pencucian I

Pembaluran dengan garam

Garam 10% Garam 20% Garam 30%

Pendiaman selama 30 menit

Pencucian II

Pengikatan ekor ikan dengan benang bol dan dikaitkan dengan pengait

Pengantungan dalam drum pengasapan

Penirisan selama 15 menit

Pengasapan 100°C selama 2 jam

Bandeng Asap

Pengujian obyektif: tekstur, kadar air, Aw, dan kadar garamPengujian organoleptik: tekstur, rasa, warna dan aroma

IV. CARA KERJA

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani – Bandeng Asap 7

Page 8: Laporan Bandeng Asap

V. HASIL PENGAMATAN

Tabel 5.1. Hasil Pengamatan Obyektif Bandeng Asap

Jenis Bandeng

TeksturAw

Kadar Air(%)

Kadar Garam(%)I II III Rata-rata

Garam 10% 0,09 0,02 0,09 0,07 0,902 55,60 5

Garam 20% 0,10 0,04 0,11 0,09 0,938 50,55 13

Garam 30% 0,05 0,12 0,17 0,11 0,955 43,88 18

Tabel 5.2. Hasil Uji Organoleptik Bandeng Asap

PanelisTekstur Rasa Warna Aroma

563 915 824 345 698 426 761 409 138 901 334 259p1 4 5 5 3 5 5 4 3 5 5 5 4p2 5 5 4 3 4 3 5 5 5 3 5 4p3 3 4 2 3 3 2 2 4 2 3 3 3p4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 4 5p5 2 5 3 4 3 2 5 3 4 5 3 1p6 3 3 4 4 3 4 4 3 3 3 4 4p7 3 3 3 3 4 4 3 3 4 4 4 4p8 4 5 4 2 5 4 2 4 2 4 4 2p9 3 3 4 2 3 5 5 4 3 4 5 2p10 2 2 2 2 4 3 3 3 3 2 3 2p11 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4p12 3 5 2 3 5 2 4 5 2 4 5 3p13 4 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4p14 4 5 4 3 3 4 2 5 3 4 4 4p15 2 3 5 5 4 3 3 3 4 3 3 3

Rata-rata

3.267 4 3.6 3.2 3.8 3.6 3.67 3.87 3.53 3.733 3.93 3.267

Keterangan563

Garam 10%345761901915

Garam 20%698409334824

Garam 30%426138259

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani – Bandeng Asap 8

Page 9: Laporan Bandeng Asap

Tabel 5.3. Hasil Uji Anava Tekstur Bandeng Asap

Anova: Two-Factor Without Replica-tion

SUMMARY CountSum

Aver-age

Vari-ance

Row 1 3 144.6666

670.3333

33

Row 2 3 144.6666

670.3333

33Row 3 3 9 3 1Row 4 3 15 5 0

Row 5 3 103.3333

332.3333

33

Row 6 3 103.3333

330.3333

33Row 7 3 9 3 0

Row 8 3 134.3333

330.3333

33

Row 9 3 103.3333

330.3333

33Row 10 3 6 2 0

Row 11 3 103.3333

331.3333

33

Row 12 3 103.3333

332.3333

33

Row 13 3 103.3333

330.3333

33

Row 14 3 134.3333

330.3333

33

Row 15 3 103.3333

332.3333

33

Column 1 15 493.2666

671.0666

67

Column 2 15 60 41.1428

57

Column 3 15 54 3.61.1142

86

ANOVASource of Variation SS df MS F

P-value F crit

Rows27.244

44 141.9460

322.8248

850.0093

722.0635

41

Columns4.0444

44 22.0222

222.9354

840.0696

033.3403

86

Error19.288

89 280.6888

89

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani – Bandeng Asap 9

Page 10: Laporan Bandeng Asap

Total50.577

78 44        Kesimpulan: Fhitung < Ftabel, tidak ada perbedaan yang nyata terhadap tekstur dari bandeng asap

yang dibuat dengan berbagai konsentrasi garam.

Tabel 5.4. Hasil Uji Anava Rasa Bandeng Asap

Anova: Two-Factor Without Replication

SUMMARYCoun

t Sum Average Variance

Row 1 3 13 4.3333331.33333

3

Row 2 3 10 3.3333330.33333

3

Row 3 3 8 2.6666670.33333

3

Row 4 3 14 4.6666670.33333

3Row 5 3 9 3 1

Row 6 3 11 3.6666670.33333

3

Row 7 3 11 3.6666670.33333

3

Row 8 3 11 3.6666672.33333

3

Row 9 3 10 3.3333332.33333

3Row 10 3 9 3 1

Row 11 3 10 3.3333331.33333

3

Row 12 3 10 3.3333332.33333

3

Row 13 3 11 3.6666670.33333

3

Row 14 3 10 3.3333330.33333

3Row 15 3 12 4 1

Column 1 15 48 3.20.74285

7

Column 2 15 57 3.80.88571

4

Column 3 15 54 3.61.11428

6

ANOVASource of Varia-

tion SS df MS F P-value F crit

Rows 11.2 14 0.80.82352

9 0.639726 2.063541

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani – Bandeng Asap 10

Page 11: Laporan Bandeng Asap

Columns 2.8 2 1.41.44117

6 0.253669 3.340386Error 27.2 28 0.971429

Total 41.2 44        Kesimpulan: Fhitung < Ftabel, tidak ada perbedaan yang nyata terhadap rasa dari bandeng asap yang

dibuat dengan berbagai konsentrasi garam.

Tabel 5.5. Hasil Uji Anava Warna Bandeng Asap

Anova: Two-Factor Without Replication

SUMMARY Count Sum Average VarianceRow 1 3 12 4 1Row 2 3 15 5 0Row 3 3 8 2.666667 1.333333Row 4 3 15 5 0Row 5 3 12 4 1Row 6 3 10 3.333333 0.333333Row 7 3 10 3.333333 0.333333Row 8 3 8 2.666667 1.333333Row 9 3 12 4 1Row 10 3 9 3 0Row 11 3 12 4 0Row 12 3 11 3.666667 2.333333Row 13 3 12 4 0Row 14 3 10 3.333333 2.333333Row 15 3 10 3.333333 0.333333

Column 1 15 55 3.666667 1.238095Column 2 15 58 3.866667 0.695238Column 3 15 53 3.533333 1.12381

ANOVASource of Vari-

ation SS df MS F P-value F critRows 20.97778 14 1.498413 1.922607 0.068594 2.063541Columns 0.844444 2 0.422222 0.541752 0.587704 3.340386Error 21.82222 28 0.779365

Total 43.64444 44        Kesimpulan: Fhitung < Ftabel, tidak ada perbedaan yang nyata terhadap warna dari bandeng asap

yang dibuat dengan berbagai konsentrasi garam.

Tabel 5.6. Hasil Uji Anava Aroma Bandeng Asap

Anova: Two-Factor Without Replication

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani – Bandeng Asap 11

Page 12: Laporan Bandeng Asap

10%

20%

30%

SUMMARY Count Sum Average VarianceRow 1 3 14 4.666667 0.333333Row 2 3 12 4 1Row 3 3 9 3 0Row 4 3 14 4.666667 0.333333Row 5 3 9 3 4Row 6 3 11 3.666667 0.333333Row 7 3 12 4 0Row 8 3 10 3.333333 1.333333Row 9 3 11 3.666667 2.333333Row 10 3 7 2.333333 0.333333Row 11 3 12 4 0Row 12 3 12 4 1Row 13 3 10 3.333333 0.333333Row 14 3 12 4 0Row 15 3 9 3 0

Column 1 15 56 3.733333 0.780952Column 2 15 59 3.933333 0.638095Column 3 15 49 3.266667 1.209524

ANOVASource of Vari-

ation SS df MS F P-value F critRows 17.64444 14 1.260317 1.842227 0.082139 2.063541Columns 3.511111 2 1.755556 2.566125 0.094776 3.340386Error 19.15556 28 0.684127

Total 40.31111 44        Kesimpulan: Fhitung < Ftabel, tidak ada perbedaan yang nyata terhadap aroma dari bandeng asap

yang dibuat dengan berbagai konsentrasi garam.

Gambar 5.1. Pelumuran bandeng dengan garam di berbagai konsentrasi

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani – Bandeng Asap 12

Page 13: Laporan Bandeng Asap

Gambar 5.3. Bandeng asap

VI. PEMBAHASAN

Pengasapan adalah salah satu usaha pengawetan bahan makanan tertentu, terutama pada

daging dan ikan. Pengasapan menyebabkan terbentuknya warna dan flavor yang khas pada

produk, yang dihasilkan dari senyawa-senyawa hasil pembakaran kayu, kertas, serta sabut

kelapa. Pengasapan juga mematangkan daging karena adanya transfer panas ke dalam daging

yang menyebabkan protein daging terdenaturasi. Bahan baku yang digunakan untuk pengasapan

pada praktikum ini ialah daging ikan bandeng dengan perlakuan perbedaan konsentrasi garam

yang digunakan. Tahapan proses yang dilakukan dalam praktikum ini memiliki fungsi masing-

masing yaitu antara lain:

Pembersihan dan pencucian ikan: untuk menghilangkan kotoran yang masih melekat pada

sisik serta mengurangi mikroba kontaminan awal. Pada tahap ini dilakukan penghilangan sisik

ikan selain karena tidak bisa dimakan juga untuk memudahkan menempelnya partikel asap

pada kulit ikan. Kemudian pengeluaran isi perut dan insang serta pencucian kembali untuk

membersihkan darah, sisik, lendir dan kotoran lain yang masih melekat.

Penggaraman: dilakukan selama 30 menit, di mana penggaraman ini dapat dilakukan secara

basah dan kering. Pada percobaan ini dilakukan penggaraman kering dengan konsentrasi

garam sebesar 10%, 20%, dan 30% untuk masing-masing perlakuan. Tujuan dari proses

penggaraman ini adalah memberikan warna kemerah-merahan pada ikan dan dapat menambah

rasa sedap, mendapatkan daging yang kompak karena pengurangan air dan penggumpalan

protein dalam daging ikan, menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk, dan memberikan

rasa daging ikan yang lebih enak. Selama proses penggaraman terjadi penetrasi garam ke

dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi.

Cairan ini dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam.

Setelah tercapai keseimbangan antara konsentrasi garam di dalam tubuh ikan dengan

konsentrasi garam di luar tubuh ikan, pertukaran garam dan cairan akan berhenti. Pada saat

itulah terjadi pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan penggumpalan protein

(denaturasi) serta pengkerutan sel-sel tubuh ikan sehingga sifat dagingnya berubah.

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani – Bandeng Asap 13

Page 14: Laporan Bandeng Asap

Penirisan: untuk mengurangi sisa air yang masih melekat pada ikan. Mulut dan perut ikan saat

proses penirisan ini disanggah dengan menggunakan tusuk gigi agar terbuka. Hal ini

dilakukan untuk memudahkan proses pengeringan dan masuknya asap ke bagian dalam ikan.

Penirisan dilakukan dengan menggantung ikan dengan tali. Penirisan bertujuan untuk

mengurangi kadar air pada ikan sehingga memudahkan waktu pengasapan. Dengan penirisan

akan terbentuk pellicle yaitu permukaan ikan yang licin dan elastis terutama pada ikan yang

tidak bersisik. Adanya pellicle akan mempercepat penempelan partikel-partikel asap pada

ikan. Protein yang larut dalam garam akan menempel pada permukaan ikan lalu mengental

ketika ditiriskan dan akhirnya mengering ketika diasap, akibatnya terbentuk lapisan ikan yang

mengkilap yang disukai oleh konsumen dan dijadikan salah satu tanda ikan asap bermutu

tinggi.

Pengasapan: bertujuan untuk mengawetkan ikan dan memberi rasa serta aroma yang khas

yaitu aroma asap dan untuk memberikan kenampakan yang menaraik pada ikan. Bahan bakar

yang digunakan untuk pengasapan ini adalah sabut kelapa. Ikan yang telah ditiriskan

digantung dengan benang wol di dalam drum dengan kepala ikan menghadap ke bawah. Jarak

antara ikan perlu diperhatikan agar semua ikan mendapat panas secara merata sehingga

pengasapan dapat berlangsung secara efektif. Pengasapan ikan dilakukan dengan cara

pengasapan panas. Pemanasan dilakukan secara dua tahap, tahap pertama adalah pengasapan

pada suhu 30oC selama 20 menit (tutup drum pengasapan dibuka), karena permukaan ikan

masih cukup lembab dan untuk menghindari terjadinya shock temperature. Hal ini bertujuan

untuk membantu penguapan air di permukaan ikan dan penempelan partikel asap, sehingga

flavor asap lebih terasa. Pada tahap ini terjadi pembentukan warna ikan asap yang coklat-

kuning keemasan dan mengkilap. Pengasapan kedua dilakukan pada suhu 100oC selama 2

jam untuk mematangkan ikan sampai ke bagian dalam ikan.

Pengujian yang dilakukan adalah secara obyektif dan subyektif. Pengujian obyektif

meliputi tekstur, kadar air, Aw dan kadar garam, sedangkan pada pengujian subyektif

(organoleptik) menggunakan 15 panelis tidak terlatih untuk mengetahui tingkat kesukaan

terhadap tekstur, rasa, aroma dan warna bandeng asap.

VI.1. Pengujian Obyektif

Aw (Water Activity) dan Tekstur

Efek penting dari garam adalah perpindahan air dari tubuh ikan melaluiproses penguapan

atau proses osmotik. Penambahan garam juga dapat menyebabkan daging menjadi semakin

kokoh akibat terjadi penarikan air dan penggumpalan protein daging ikan. Fungsi utama garam

adalah merangsang cita rasa alamiah, menimbulkan tekanan osmotikyang tinggi dan menurunkan

kadar air sehingga protein lebih terkonsentrasi. Aw yang tinggi mendekati batas atas (1) dapat

menghambat atau menghentikan aktivitas enzim dan bakteri sehingga tidak terjadi penurunan

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani – Bandeng Asap 14

Page 15: Laporan Bandeng Asap

mutu ikan, dikarenakan sel-sel mikroba aerob dan non aerob yang terdapat pada permukaan

kulit, rongga insang, dan perut ikan mengalami plasmolisis. Dalam proses pengasapan,

pemberian garam mengakibatkan sel bakteri mengalami dehidrasi sehingga kehidupan sel bakteri

akan terhambat, sehingga bandeng asap menjadi lebih awet. Aw bandeng asap pada praktikum

ini, 0,90 (konsentrasi garam 10%), 0,93 (konsentrasi garam 20%), dan 0,95 (konsentrasi garam

30%). Pada aw yang tinggi mendekati batas atas, keseimbangan cairan pada lingkungan dan

dalam bakteri akan terganggu, akibat terlalu tinggi konsentrasi garam disekitarnya, sehingga sel-

sel bakteri pencemar mati, akibat terjadi plamolisis.

Tekstur bandeng asap pada konsentrasi garam 10% (0,07), 20% (0,09), dan 30% (0,11).

Hal ini dikarenakan dengan adanya penambahan konsentrasi garam yang cukup tinggi

menyebabkan daging ikan menjadi semakin kokoh akibat terjadi penarikan air dan

penggumpalan protein daging ikan, sehingga kadar air turun, dan teruapkan saat pengasapan.

Semakin tinggi konsentrasi garam, maka tekstur bandeng asap semakin keras, seperti hasil

praktikum diatas.

Kadar Air

Garam yang ditambahkan pada produk bandeng asap berpengaruh terhadap kadar air di

dalam bandeng asap karena garam dapat menarik cairan yang ada di dalam daging keluar.

Penambahan garam dalam pembuatan daging asap selain bertujuan sebagai pemberi rasa juga

berfungsi sebagai pengawet dengan mekanisme pengawetan yang berbeda dengan fenol. Garam

yang ditambahkan dapat menyerap air dari dalam jaringan daging yang disebabkan karena

lingkungan diluar daging bersifat hipertonis terhadap jaringan daging, sehingga cairan daging

akan keluar. Infrared Moisture Texture digunakan sebagai alat pengukur kadar air dari bandeng

asap. Hasil praktikum menunjukkan daging bandeng asap yang diberi perlakuan penambahan

garam konsentrasi 10% mengandung air (kadar air = 58,60%) lebih banyak dibandingkan

perlakuan penambahan garam konsentrasi 20% (kadar air = 50,55% ) dan garam konsentrasi

30% (kadar air = 43.88%). Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi garam 20 dan 30 %, air

akan terdifusi keluar jaringan daging lebih banyak dari yang konsentrasinya lebih rendah (10%)

sebab perbedaan gradien konsentrasi yang semakin besar memacu perpindahan air keluar dari

dalam ikan ke permukaan ikan bandeng yang akhirnya hilang akibat menguap saat proses

pengolahan (akibat suhu tinggi).

Kandungan air dalam bandeng asap menurun akibat terjadi proses pemanasan seperti

pengasapan. Pemanasan akan mengakibatkan jaringan protein daging terdenaturasi, sehingga air

bebas pada ikan bandeng yang semula berada dalam ikan tersebut akan mudah teruapkan dan

lepas dari jaringan daging/otot ikan bandeng.

Kadar Garam

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani – Bandeng Asap 15

Page 16: Laporan Bandeng Asap

Pengukuran kadar garam bandeng asap menggunakan alat Salinometer. Kadar garam

umumnya dinyatakan dalam derajat salinometer. Menurut Desrosier (1988), derajat salinometer

didasarkan pada kejenuhan air dengan 25% NaCl pada suhu ruang. Keadaan ini dinyatakan

sebagai 1000 salometer. Jumlah persen garam dalam larutan dikalikan empat sama dengan derajat

salometer dan sebaliknya. Pengukuran kadar garam dilakukan dengan cara menimbang bahan,

kemudian melumatkannya dalam dalam aquades. Selanjutnya memipet dua sampai tiga tetes

larutan menggunakan pipet tetes dan diletakkan di salinometer, kemudian melihat kadar garam

yang ditunjukkan oleh alat tersebut.

Kadar garam bandeng asap yang dihasilkan berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena

adanya perbedaan konsentrasi garam yang ditambahkan. Semakin tinggi konsentrasi garam yang

digunakan maka semakin tinggi pula kadar garam bandeng asap yang diperoleh. Hal ini sesuai

dengan hasil pengamatan yang dilakukan yaitu pada perlakuan III yang menggunakan

konsentrasi garam 30% menghasilkan kadar garam yang lebih besar daripada perlakuan I dan II

dengan konsentrasi garam 10 dan 20% atau dengan kata lain peningkatan kadar garam dalam

daging bandeng asap, berbanding lurus dengan peningkatan kadar garam yang ditambahkan.

Namun garam tidak seluruhnya masuk ke dalam daging ikan sehingga kadar garam hasil uji

lebih rendah daripada kadar garam yang ditambahkan di awal proses. Hal ini dikarenakan

penyerapan garam belum optimal saat proses perendaman atau terjadinya salting out, sehingga

pada bandeng asap yang diberi perlakuan garam dalam konsentrasi tinggi, mengalami kejenuhan.

Salting out merupakan peristiwa keluarnya garam dari jaringan daging. Protein yang

terdenaturasi akan kehilangan kemampuannya dalam mengikat air yang berupa larutan garam

pada pengolahan bandeng asap saat perendaman, selain itu bila konsentrasi di luar jaringan sel

bandeng terlalu pekat (terdapat garam konsentrasi tinggi) dapat mengakibatkan sel bandeng

mengalami plasmolisis sehingga garam yang terserap tidak dapat optimal, dan garam yang

berada dalam sel keluar beserta air bilasan tersebut. Hal tersebut dapat menyebabkan kadar

garam pada bandneg asap yang dihasilkan lebih rendah daripada konsentrasi garam yang

ditambahkan.

VI.2. Pengujian Subyektif (Organoleptik)

Warna

Warna dari ikan bandeng asap dari hasil uji organoleptik tidak ada perbedaan yang

signifikan. Hal ini disebabkan warna dari daging ikan bandeng asap yaitu putih yang hampir

sama ditambah penetrasi asap dan hanya diberi perlakuan penggaraman, sehingga warna dari

daging ikan bandeng asap menjadi relatif sama. Hal ini tidak berkaitan dengan penambahan

konsentrasi garam sebab kenampakkan lebih dipengaruhi oleh adanya asap, denaturasi protein

daging membantuk senyawa karbonil.

Tekstur

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani – Bandeng Asap 16

Page 17: Laporan Bandeng Asap

Pada proses penggaraman ini cairan ikan bandeng akan diserap oleh kristal-kristal garam.

Kristal garam akan mencair dan membentuk larutan garam pekat. Dalam kondisi demikian, laru-

tan garam pekat akan meresap ke dalam daging ikan bandeng melalui proses osmosis sehingga

akan mengubah tekstur (kekompakan) dagingnya. Semakin tinggi konsentrasi garam yang digu-

nakan maka akan semakin mempercepat proses keluarnya air dari dalam daging bandeng karena

adanya perbedaan konsentrasi yang cukup besar. Hal ini akan mempercepat terbentuknya larutan

garam pekat (kristal garam mencair karena adanya cairan yang keluar dari daging ikan). Larutan

garam pekat yang terbentuk ini akan terpenetrasi kembali ke dalam daging ikan sehingga

menyebab protein-protein dalam daging ikan terutama protein yang tidak tahan garam akan

mengalami koagulasi. Terjadinya koagulasi ini akan membuat tekstur yang kompak pada daging

ikan.

Tekstur pada bandeng asap ini juga dipengaruhi oleh suhu pengasapan. Pengasapan yang

dilakukan ini dapat membantu mengempukkan produk sehingga dapat dihasilkan ikan bandeng

asap yang matang. Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan juiceness pada daging ikan akan

berkurang, sehingga menyebabkan daging ikan menjadi kering. Hasil uji hedonik ikan bandeng

asap terhadap tekstur bahwa tidak ada beda nyata terhadap tekstur ikan bandeng asap. Hal ini

berarti perlakuan penggaraman tidak memberikan efek pada tekstur dari daging ikan bandeng.

Rasa

Pada praktikum ini digunakan metode penggaraman kering. Metode penggaraman kering

ini mempunyai tingkat penetrasi garam pada tubuh tidak terlalu banyak dibandingkan dengan

menggunakan metode penggaraman lainnya (misalnya penggaraman basah yang menggunakan

brine). Metode penggaraman kering ini membutuhkan waktu yang cukup lama supaya garam ter-

penetrasi ke dalam ikan bandeng. Pertama-tama kristal garam yang ditaburkan pada permukaan

tubuh akan menyerap air keluar dari dalam tubuh sehingga kristal garam tersebut akan men-

cair dan akhirnya larutan garam pekat akan terbentuk. Setelah larutan garam ini terbentuk maka

akan terpenetrasi ke dalam tubuh sehingga akan memberi rasa asin pada ikan bandeng. Semakin

tinggi konsentrasi garam yang digunakan untuk penggaraman maka tingkat penetrasinya ke

dalam tubuh ikan bandeng akan lebih besar, hal ini sehubungan dengan kecepatan keluarnya air

dari dalam tubuh akibat adanya perbedaan konsentrasi yang ada di dalam dan di luar tubuh (kon-

sentrasi lingkungan/garam lebih tinggi daripada konsentrasi air dalam daging ikan bandeng).

Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa ikan bandeng asap terhadap rasa diperoleh data tidak ada

beda nyata terhadap rasa.

Aroma

Flavor (aroma) babi asap sangat spesifik karena tersusun atas komponen fenol, quaiokol,

m-kresol, p-kresol, metil quaiokol, metil pirogullol, dan asam-asam karboksilat. Fenol

merupakan salah satu komponen pemberi flavor yang utama pada ikan bandeng asap sehingga

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani – Bandeng Asap 17

Page 18: Laporan Bandeng Asap

ikan bandeng asap mempunyai aroma asap yang lebih tajam. Menurut Naruki (1991), senyawa

karbonil tertentu seperti glikolik aldehid dan metil-glioksal juga berperan dalam pembentukan

warna pada pengasapan. Pembentukan ini terjadi karena adanya reaksi antara senyawa karbonil

tersebut dengan gugus amino dari protein bahan yang telah mengalami denaturasi karena panas.

Dari hasil uji hedonik terhadap aroma ikan bandeng asap diperoleh hasil yang tidak beda

nyata pada tiap perlakuan perbedaan konsentrasi garam pada ikan bandeng asap. Adanya

perbedaan garam tidak mempengaruhi aroma. Aroma daging bandeng asap dipengaruhi oleh

penggunaan suhu tinggi volatil memberikan pengaruh aroma terhadap ikan bandeng asap. Selain

itu adanya senyawa fenol lebih berperan dalam membentuk aroma daging.

VII. KESIMPULAN

1. Proses pengasapan pada ikan dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna, rasa dan

aroma ikan.

2. Perbedaan perlakuan penggaraman dan konsentrasi garam dapat berpengaruh terhadap kadar

air, kadar garam, dan tekstur pada ikan yang dihasilkan.

3. Dari hasil pengujian organoleptik dapat disimpulkan bahwa ikan dengan konsentrasi garam

sebesar 20% paling disukai dibandingkan perlakuan lain, terutama dari segi rasa, aroma dan

rasa ikan yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Idonesia No. 01-2729.1-2006 Mutu Ikan Segar. Jakarta.

Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil-Hasil Olahan Susu, Ikan, Daging, dan Telur. Yogyakarta: Liberty.

Kanoni, Sri. 1991. Kimia dan Teknologi Pengolahan Ikan. Yogyakarta : PAU Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada.

Lawrie, R. A. 1979. Ilmu Daging. Jakarta: UI-Press.Purnomo, Hari. 1996. Dasar-dasar Pengolahan dan Pengawetan Daging. Jakarta: PT Gramedia

Widiasarana Indonesia.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan, Jilid I-II. Edisi II. Bogor: Bina Cipta.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: UGM-Press.

Sutoyo, M. D. 1987. Pedoman Mengasap Ikan Cara Sederhana dan Modern. Jakarta : CV TitikTerang.

Tranggono, dkk. 1991. Bahan Tambahan Pangan (Food Additives). Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM.

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani – Bandeng Asap 18

Page 19: Laporan Bandeng Asap

USDA National Nutrient Database for Standard Reference. 2009. Milkfish list nutrition.

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani – Bandeng Asap 19