laporan awal-pengujian tarik

23
LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL MODUL 1 – PENGUJIAN TARIK MASDIPA M F SINUHAJI 1406552484 KELOMPOK : 9 LABORATORIUM METALURGI FISIK DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL

Upload: andi

Post on 13-Apr-2016

180 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

UJI TARIK MATERIAL, TENSILE YIELD TEST, LAPORAN AWAL PENGUJIAN TARIK.

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Awal-Pengujian Tarik

LAPORAN PRAKTIKUM

PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL

MODUL 1 – PENGUJIAN TARIK

MASDIPA M F SINUHAJI

1406552484

KELOMPOK : 9

LABORATORIUM METALURGI FISIK

DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

2016

Page 2: Laporan Awal-Pengujian Tarik

MODUL 1

PENGUJIAN TARIK

I. Tujuan Praktikum

i. Membandingkan kekuatan maksimum beberapa jenis logam (besi tuang,

baja, tembaga, dan alumunium).

ii. Membandingkan titik-titik luluh (yield) logam-logam tersebut.

iii. Membandingkan tingkat keuletan logam-logam tersebut melalui %

elongasi dan % pengurangan luas.

iv. Membandingkan fenomena necking pada logam-logam tersebut.

v. Membandingkan modulus elastisitas dari logam-logam tersebut.

vi. Membuat, membandingkan, serta menganalisis kurva tegangan-regangan,

baik kurva rekayasa maupun kurva sesungguhnya dari beberapa jenis

logam.

vii. Membandingkan tampilan perpatahan (fraktografi) logam-logam tersebut

dan menganalisisnya berdasarkan sifat-sifat mekanis yang telah dicapai.

II. Dasar Teori

Uji tarik dilakukan untuk berbagai kebutuhan. Hasil dari uji tarik

digunakan dalam pemilihan material dalam aplikasi engineering. Sifat tarik

material biasanya disertakan dalam spesifikasi material untuk memastikan kualitas

material tersebut. Sifat tarik material digunakan untuk memprediksi perilaku

material tersebut pada berbagai beban yang diberikan kepadanya.

III. Prinsip Pengujian

Prinsip pengujian tarik adalah sampel atau benda uji dengan ukuran dan

bentuk tertentu ditarik dengan beban kontinyu. Spesimen yang digunakan untuk

uji tarik seperti terdapat pada gambar 1.2.1.

Page 3: Laporan Awal-Pengujian Tarik

Gambar 1.2.1. Spesimen uji tarik

Spesimen uji tarik juga dapat ditambahkan gripping (pegangan), seperti

ditunjukkan gambar 1.2.2. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian gripping

adalah memastikan bahwa spesimen mampu menahan beban maksimumnya tanpa

mengalami kegagalan (failure) pada bagian grip.

Gambar 1.2.2. Macam-macam gripping pada spesimen

Mesin uji yang umum digunakan adalah universal testers, yang menguji

material dalam tarik, tekan, dan bengkok. Mesin uji berbasis elektromekanikal

atau hidrolik.

Mesin elektromekanikal berbasis pada motor elektrik dengan variabel

kecepatan; sistem reduksi gir; dan satu, dua, atau empat sekrup yang bergerak

Page 4: Laporan Awal-Pengujian Tarik

secara crosshead naik dan turun. Gerakan ini memberikan beban kepada spesimen

dalam bentuk tarik atau tekan. Kecepatan crosshead dapat diubah dengan cara

mengubah kecepatan motor.

Mesin uji hidrolik, seperti terdapat pada gambar 1.2.3, berbasis pada

piston single atau dual-acting yang bergerak secara crosshead naik atau turun.

Masing-masing memiliki keunggulannya. Mesin elekmekanik memiliki

kemampuan range yang lebar pada kecepatan uji dan perpindahan crosshead yang

yang lebih lama. Sedangkan mesin hidrolik lebih ekonomis dengan gaya yang

besar.

Gambar 1.2.3. Komponen mesin uji universal hidrolik

Dari uji tarik suatu material, akan didapatkan informasi penting, yaitu:

a. Batas Proporsionalitas ( Proportionality Limit )

Merupakan daerah batas dimana tengangan dan regangan mempunyai

hubungan proporsionalitas satu dengan lainnya. Setiap penambahan tegangan

akan diikuti dengan penambahan regangan secara proporsional dalam

hubungan linier σ=Eε (bandingkan dengan hubungan y=mx; dimana y

mewakili tegangan; x mewakili regangan dan m mewakili slope kemiringan

Page 5: Laporan Awal-Pengujian Tarik

dari modulus kekakuan). Titik P pada Gambar 1.2.4 menunjukkan batas

proporsionalitas dari kurva tegangan-regangan.

Gambar 1.2.4. Kurva tegangan-regangan dari sebuah benda uji terbuat dari baja

ulet

b. Batas Elastis ( Elastic Limit )

Daerah elastic adalah daerah di mana bahan akan kembali kepada panjang

semula bila tegangan di luar dihilangkan. Daerah proporsionalitas merupakan

bagian dari batas plastik ini. Selanjutnya bila bahan terus diberikan tegangan

(deformasi dari luar) maka batas elastic akan terlampaui pada akhirnya

sehingga bahan tidak akan kembali kepada ukuran semula. Dengan kata lain

dapat didefinisikan bahwa batas elastis merupakan suatu titik dimana tegangan

yang diberikan akan menyebabkan terjadinya deformasi permanen (plastis)

untuk pertama kalinya. Kebanyakan material teknik memiliki batas elastic

yang hampir berimpitan dengan batas proporsionalitasnya. Kebanyakan

material teknik mempunyai batas elastisitas yang hampir berimpitan dengan

batas proporsionalitasnya.

c. Titik Luluh ( Yield Point ) dan Kekuatan Luluh ( Yield Strength )

Titik ini merupakan suatu batas dimana material akan terus mengalami

deformasi tanpa adanya penambahan beban. Tegangan (stress) yang

mengakibatkan bahan menunjukkan mekanisme luluh ini disebut tegangan

luluh (yield stress).

Page 6: Laporan Awal-Pengujian Tarik

Gambar 1.2.5. Fenomena yield pada kurva hasil uji tarik

Gejala luluh umumnya hanya ditujukkan oleh logam-logam ulet dengan struktur

Kristal BCC dan FCC yang membentuk intersisial solid solution dari atom-atom

carbon, boron, hydrogen, dan oksigen. Interaksi antara dislokasi dan atom-atom

tersebut menyebabkan baja ulet seperti mild steel menunjukkan titik luluh bawah

(lower yield point) dan titik luluh atas (upper yield point).

Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas umumnya tidak

memperlihatkan batas luluh yang jelas. Untuk menentukan kekuatan luluh

material seperti ini maka digunakan suatu metode yang dikenal sebagai Metode

Offset. Degan metode ini kekuatan luluh (yield strength) ditentukan sebagai

tegangan dimana bahan memperlihatkan batas penyimpangan/deviasi tertentu dari

proporsionalitas tegangan dan regangan. Umumnya garis offset diambil 0.1 –

0.2% dari regangan total dimulai dari 0, dan ditarik keatas sejajar dengan garis

proporsional sehingga berpotongan dengan kurva. Kekuatan luluh atau titik luluh

merupakan suatu gambaran kemampuan bahan menahan menahan deformasi

permanen bila digunakan dalam penggunaan struktural yang melibatkan

pembebanan mekanik seperti tarik, tekan, bending, atau puntir. Di sisi lain, batas

luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila bahan (logam) dipakai dalam proses

manufaktur produk-produk logam seperti proses rolling, drawing, stretching.

Dapat dikatakan bahwa titik luluh suatu tingkat tegangan yang:

Page 7: Laporan Awal-Pengujian Tarik

Tidak boleh dilewati dalam penggunaan structural (in service)

Harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process)

d. Kekuatan Tarik Maksimum ( Ultimate Tensile Strength )

Merupakan tegangan maksimum yang dapat ditanggung oleh material sebelum

terjadinya perpatahan (fracture). Nilai kekuatan tarik maksimum σUTS

ditentukan dari beban maksimum Fmaks dibagi luas penampang awal A0.

Pada Gambar 1.2.1 bahan ulet tegangan maksimum ini ditunjukkan oleh titik

M dan selanjutnya bahan akan terus terdeformasi hingga titik B. Bahan yang

bersifat getas akan member perilaku yang berbeda diman tegangan maksimum

sekaligus tegangan perpatahannya. Dalam kaitannya dengan penggunaan

struktural maupun dalam proses forming bahan, kekuatan maksimum adalah

tegangan yang sama sekali tidak boleh dilewati.

e. Kekuatan Putus ( Breaking Strength )

Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda uji putus

Fbreaking dengan luas penampang awal A0. Untuk patahan yang bersifat ulet

pada saat beban maksimum M terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga

titik B maka terjadi mekanisme penciutan atau necking sebagai akibat adanya

suatu deformasi yang terlokalisasi. Pada bahan ulet kekuatan putus adalah

lebih kecil daripada kekuatan maksimum sementara pada bahan getas

kekuatan putus adalah sama dengan kekuatan maksimumnya.

f. Keuletan ( Ductility )

Keuletan merupakan suatu sifat yang menggambarkan kemampuan logam

menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan. Sifat ini dalam beberapa

tingkatan harus dimiliki oleh bahan bila ingin dibentuk (forming) melalui

proses rolling, drawing, bending, stretching, hammering, cutting, dan

sebagainya. Secara umum dilakukan dengan tujuan:

Page 8: Laporan Awal-Pengujian Tarik

Menunjukkan perpanjangan dimana suatu logam dapat terdeformasi tanpa

terjadinya patah dalam suatu proses pembentukkan logam, misalnya

pengolahan dan ekstrusi.

Memberikan petunjuk umum

mengenai kemampuan logam

untuk berdeformasi secara

plastis sebelum patah.

Sebagai penunjuk adanya perubahan permukaan kemurnian atau kondisi

pengolahan.

Gambar 1.2.6. Perbandingan uji tarik material ulet dan getas

Pengujian tarik memberikan dua metode pengukuran keuletan bahan, yaitu:

Persentase perpanjangan (elongation)

Diukur sebagai penambahan panjang ukur setelah perpatahan terhadap

panjang awal.

l0 : panjang awal

lf : panjang akhir

Persentase pengurangan penampang (area reduction)

Diukur sebagai pengurangan luas penampang (cross-section) setelah

perpatahan terhadap luas penampang awalnya.

A0: luas penampang awal

Af: luas penampang akhir

Page 9: Laporan Awal-Pengujian Tarik

g. Modulus Elastisitas (Modulus Young)

Merupakan ukuran kekakuan material. Semakin besar harga modulus ini

makin kecil regangan elastic yang terjadi pada suatu tingkat pembebanan

tertentu, atau dapat diaktakan material tersebut semakin kaku (stiff). Modulus

kekakuan tersebut dapat dihitung dari slope kemiringan garis elastic yang

linier diberikan oleh:

Dimana α adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastic pada kurva

tegangan-regangan. Modulus elastisitas suatu material ditentukan oleh energi

ikat antar atom-atom, sehingga besarnya nilai modulus ini tidak dapat diubah

oleh suatu proses tanpa merubah struktur bahan. Gambar 1.2.7 dibawah ini

menunjukkan grafik tegangan-regangan beberapa jenis baja:

Gambar 1.2.7. Grafik tegangan-regangan beberapa jenis baja yang

memperlihatkan kesamaan modulus

kekuatan.

h. Modulus Kelentingan ( Modulus of

Resilence )

Resilience adalah kemampuan

material untuk menyerap energi dari

luar tanpa terjadinya kerusakan (kapasitas

atau kemampuan suatu material

untuk menyerap sejumlah energi

ketika berdeformasi elastis dan

kembali lagi ke kondisi semula

Page 10: Laporan Awal-Pengujian Tarik

ketika beban dilepaskan). Modulus of resilience merupakan energi regangan

persatuan volum yang diperlukan yang diperlukan untuk menberikan tegangan

pada material dari kondisi awal (tanpa pembebanan) hingga titik luluh (yield

point) tercapai. Dari gambar modulus of resilience (r) adalah luas daerah

segitiga dibawah kurva stress-strain mulai titik awal hingga yield point.

Dirumuskan:

Gambar 1.2.8. Daerah modulus resilience

i. Modulus Ketangguhan ( Modulus of Toughtness )

Merupakan kemampuan material dalam menyerap energi hingga terjadinya

perpatahan. Secara kuantitatif dapat ditentukan dari luas area keseluruhan di

bawah kurva tegangan-regangan hasil pengujian tarik. Pertimbangan disain

yang mengikutsertakan modulus ketangguhan menjadi sangat penting untuk

komponen-komponen yang mungkin mengalami pembebanan berlebih secara

tidak sengaja. Material dengan modulus ketangguhan yang tinggi akan

mengalami distorsi yang besar karena pembebanan berlebih, tetapi hal ini

tetap disukai dibandingkan material dengan modulus yang rendah dimana

perpatahan akan terjadi tanpa suatu peringatan lebih dahulu. Material tangguh

Page 11: Laporan Awal-Pengujian Tarik

biasanya memiliki kekuatan dan keuletan hal ini dapat terlihat dari luas daerah

diagram yang terbentuk.

j. Kurva Tegangan Rekayasa dan Sesungguhnya

Kurva tegangan-regangan rekayasa didasarkan atas dimensi awal (luas area

dan panjang) dari benda uji, sementara untuk mendapatkan kurva tegangan-

regangan sesungguhnya diperlukan luas area dan panjang actual pada saat

pembebanan setiap saat terukur. Perbedaan kedua kurva tidaklah terlalu besar

pada regangan kecil, tetapi menjadi signifikan pada rentang terjadinya

pengerasan regangan (strain hardening), yaitu setelah titik luluh terlampaui.

Secara khusus perbedaan menjadi demikian besar di dalam daerah necking.

Pada kurva tegangan-regangan rekayasa dapat diketahui bahwa benda uji

secara aktual dapat menahan turunnya beban karena luas area awal A0 bernilai

konstan pada saat perhitungan tegangan σ=P/A0. Sementara pada kurva

tegangan-regangan sesungguhnya luas area aktual adalah selalu turun

sehingga terjadinya perpatahan dan benda uji mampu menahan peningkatan

tegangan karena σ=P/A. Sehingga notasi true stress dan true strain dapat

dituliskan sebagai:

dengan Ai li = A0 l0, maka:

Page 12: Laporan Awal-Pengujian Tarik

Gambar 1.2.9. Perbandingan antara kurva tegangan-regangan rekayasa dan

sesungguhnya dari baja karbon rendah (mild steel)

Sampel hasil pengujian tarik dapat menunjukkan beberapa tampilan seperti

diilustrasikan gambar di bawah ini:

Gambar 1.2.10. Mode perpatahan material ulet ke getas

Material dikatakan ulet bila material tersebut mengalami deformasi elastis dan

plastis sebelum putus. Sedangkan material yang getas tidak mengalami deformasi

elastis saat putus.

Page 13: Laporan Awal-Pengujian Tarik

a. Perpatahan Ulet

Gambar 1.2.11. Tahapan

terjadinya perpatahan ulet pada

sampel uji tarik:

(a)Penyempitan awal

(b)Pembentukan rongga

(c)Terbentuknya retakan

(d)Perambatan retak

(e)Perpatahan

(d) (e)

Pada perpatahan ulet diawali pembentukan rongga-rongga pada bagian

dalam material kemudian dilanjutkan dengan pembentukkan necking.

Tampilan foto SEM untuk perpatahan ulet:

Gambar 1.2.12. Tampilan permukaan patahan dari suatu sampel logam

yang ditandai dengan lubang-lubang dimpel sebagai suatu hasil proses

penyatuan rongga-rongga kecil (cavity) selama pembebanan berlangsung.

b. Perpatahan getas

Perpatahan getas memiliki ciri-ciri:

1. Sedikit atau tidak ada deformasi plastis saat pembebanan material.

2. Retak/perpatahan merambat sepanjang bidang-bidang kristalin

membelah atom-atom material (transgranular).

Page 14: Laporan Awal-Pengujian Tarik

3. Pada material lunak dengan butir kasar (coarse grain) maka dapat dilihat

pola-pola yang dinamakan chevrons atau fan-like pattern yang

berkembang keluar dari daerah awal kegagalan.

4. Material keras dengan butir halus (fine grain) tidak memiliki pola-pola

yang mudah dibedakan.

5. Material amorphous memiliki permukaan perpatahan yang bercahaya dan

mulus.

Gambar 1.2.13. Perpatahan getas

antara dua sampel logam

berpenampang lintang persegi

panjang (pelat)

Gambar 1.2.14. Cup and cone fracture pada Alumunium (kiri) dan brittle fracture

pada besi tuang (kanan)

Terdapat beberapa standar dari ASTM (American Society for Testing and

Materials) yang mengatur töentang spesisifikasi dalam uji tarik agar hasil yang

diperoleh akurat, antara lain:

Page 15: Laporan Awal-Pengujian Tarik

ASTM E8 / E8M - 11 Standard Test Methods for Tension Testing of

Metallic Materials

ASTM A370 - 12 Standard Test Methods and Definitions for Mechanical

Testing of Steel Products

ASTM E345 - 93(2008) Standard Test Methods of Tension Testing of

Metallic Foil

ASTM B557 - 10 Standard Test Methods for Tension Testing Wrought

and Cast Aluminum and Magnesium Alloy Products

IV. Metodologi Penelitian

IV .1. Alat dan Bahan

1. Universal testing machine, Servopulser Shimadzu kapasitas 30 ton

2. Caliper dan/atau micrometer

3. Spidol permanen atau penggores (cutter)

4. Stereoscan macroscope

5. Sampel uji tarik

Page 16: Laporan Awal-Pengujian Tarik

IV. 2. Flowchart Proses Pengujian

Page 17: Laporan Awal-Pengujian Tarik

DAFTAR PUSTAKA

Callister, William D.. 2011. Materials Science and Engineering Eighth Edition.

New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Modul Praktikum Pengujian Merusak (Destructive Test). Departemen Metalurgi

dan Material FTUI, 2012.

Yuwono, Akhmad Herman. 2009. Buku Panduan Praktikum Karakterisasi

Material 1 Pengujian Merusak (Destructive Testing). Depok: Departemen

Teknik Metalurgi dan Material FTUI.

Introduction to Tensile Testing. ASM International