laporan akhir praktikum kimia anorganik
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam suatu Sistem Periodik Unsur (SPU), tembaga (Cu) termasuk ke dalam
golongan 11. Tembaga, perak dan emas disebut logam koin karena dipakai sejak lama
sebagai uang dalam bentuk lempengan (koin). Hal ini disebabkan oleh logam ini
tidak reaktif, sehingga tidak berubah dalam waktu yang lama. Tembaga adalah logam
berdaya hantar listrik tinggi, maka dipakai sebagai kabel listrik. Tembaga tidak larut
dalam asam yang bukan pengoksidasi tetapi tembaga teroksidasi oleh HNO3 sehingga
tembaga larut dalam HNO3 . Bentuk pentahidrat yang lazim terhidratnya, yaitu
kehilangan empat molekul airnya pada 110 °C dan kelima-lima molekul air pada 150
°C. Pada 650 °C, tembaga (II) sulfat mengurai menjadi tembaga (II) oksida (CuO),
sulfur dioksida (SO2) dan oksigen (O2).
Tembaga (Cu) merupakan salah satu logam yang paling ringan dan paling aktif.
Cu+ mengalami disproporsionasi secara spontan pada keadaan standar (baku). Hal ini
bukan berarti larutan senyawa Cu(I) tidak mungkin terbentuk. Untuk menilai pada
keadaan bagaimana mereka ditemukan, yaitu jika kita mencoba membuat (Cu+)
cukup banyak pada larutan air, Cu2+ akan berada pada jumlah banyak (sebab
konsentrasinya harus sekitar dua juta dikalikan pangkat dua dari Cu+.
Disproporsionasi akan menajdi sempurna. Di lain pihak jika Cu+ dijaga sangat rendah
(seperti pada zat yang sedikit larut atau ion kompleks mantap), Cu2+ sangat kecil dan
tembaga (I) menjadi mantap [3].
Senyawa tembaga dalam konsentrasi tinggi merupakan racun bagi
kebanyakan makhluk hidup. Oleh karena itu senyawa tembaga digunakan dalam
insektisida dan fungisida. Namun adalah sangat menarik, bahwa di dekat daerah yang
tanahnya tidak mengandung tembaga terdapat penyakit di kelainan tumbuh-tumbuhan
dan hewan.
Dibeberapa daerah di Australia yang tanahnya tidak mengandung tembaga
ditemukan penyakit pada domba yang mengakibatkan pengaruh pada sistem saraf,
anemia dan kerusakan pada wol, meskipun untuk mengatasi kelainan hanya
diperlukan sangat sedikit tembaga.
Tembaga sulfat pentahidrat CuSO4.5H2O sering disebut biru vitriol. Senyawa
ini biasanya digunakan sebagai elektrolit dalam pemurnian tembaga secara
elektrolisis, dalam pengetikan listrik (electrotyping) dalam beberapa macam baterai,
dalam pencetakan (cap) kain mori atau belacu dan sebagai bubur bordeaux untuk
memusnahkan jamur pada tanaman.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah cara pembuatan tembaga(II)sulfat ? , mengenal dan memahami
proses pembentukan kristal tembaga(II)sulfat.
1.3 Tujuan
Tujuan percobaan ini yakni:
1. Membuat dan mengenal sifat kristal tembaga (II) sulfat
2. Memahami proses pembentukan kristal.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil percobaan ini antara lain :
1. Sebagai bahan informasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya
untuk mengetahui cara membuat tembaga(II)sulfat
2. Sebagai informasi bagi penelitian lebih lanjut dan dalam ruang lingkup lebih luas
dan sempurna.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tembaga adalah logam merah muda yang lunak, dapat ditempa dan liat. Ia
melebur pada 1038 0C. Karena potensial elektroda standarnya positif (+0,38 untuk
pasangan Cu/Cu2+), ia tak larut dalam asam korida dan asam sulfat encer, meskipun
dengan adanya oksigen dapat larut sedikit. Asam nitrat yang sedang pekatnya (8M)
dengan mudah melarutkan tembaga:
3Cu(s) + 8HNO3(aq) 3Cu2+ + 6NO3 + 2NO (g) + 4H2O(g)
Asam sulfat panas juga dapat melarutkan tembaga:
Cu(s) + 2 H2SO4pekat(aq) Cu2+ + SO42- + SO2(g) + 2H2O
Tembaga mudah larut pula dalam air raja:
3Cu(s) + 6HCl + 2HNO3(aq) 3Cu2+ + 6Cl-+ 2NO (g) + 4H2O(g)
Ada dua deret senyawa tembaga. Senyawa tembaga (I) diturunkan dari
tembga (I) oksida Cu2O yang merah, dan mengandung ion tembaga (I), Cu+.
Senyawa-senyawa ini tak berwarna, kebanyakangaram tembaga (I) tak larut dalam
air, perilakunya mirip perilaku senyawa perak(I). Mereka mudah dioksidasikan
menjadi senyawa tembaga(II) yang dapat diturunkan dari tembaga(II) oksida, CuO,
hitam.
Banyak senyawa bergabung dengan air membentuk hidrat. Dengan senyawa
ini air bergabung secara kimia meskipun hampir semua hidrat mudah melepaskan air
jika dipanaskan. Fakta yang membuktikan bahwa hidrat itu adalah senyawa dan
bukan campuran yaitu :
a) Air terdapat dalam perbandingan tertentu, misalnya hidrat tembaga sulfat
mengandung 36,07 % air.
b) Sifat fisis hidrat berbeda dari sifat anhidrat, misalnya hidrat tembaga sulfat
berbentuk kristal triklin berwarna biru sedangkan tembaga sulfat anhidrat
berbentuk kristal monoklin berwarna putih.
Suatu zat dapat membentuk lebih dari satu macam hidrat yang masing-masing
stabil dalam suasana tertentu. Tembaga sulfat dapat membentuk tiga macam hidrat
yaitu pentahidrat CuSO4.5H2O, trihidrat CuSO4.3H2O dan monohidrat CuSO4.H2O.
Tembaga sulfat biasanya dibuat secara komersial dengan 2 cara :
1) Tembaga dioksidasi dalam larutan yang mengandung asam sulfat.
2Cu + 2H2SO4 + O2 2CuSO4 + 2H2O
2) Tembaga (II) sulfida dioksidasi dalam udara.
CuS + 2O2 CuSO4
Tembaga disebut logam mata uang. Tembaga tergolong logam yang sukar
bereaksi. Oleh karena itu, disamping sebagai senyawa juga terdapat dalam keadaan
bebas. Tembaga membentuk senyawa dengan tingkat oksidasi +1 dan +2. Tembaga
tidak larut dalam asam keras encer. Potensial oksidasi tembaga bertanda negatif (−).
Itu berarti tembaga lebih sukar teroksidasi daripada hidrogen.
Cu(s) → Cu2+(aq) E0 = − 0,337 V
Cu(s) → Cu+(aq) E0 = − 0,552 V
Tembaga dapat larut dalam asam oksidasi, yaitu asam sulfat pekat, asam nitrat
encer dan pekat, membentuk garam tembaga (II). Dengan asam sulfat pekat
membebaskan gas SO2 :
Cu(s) + 2H2SO4(aq) → CuSO4(aq) + SO2(g) + 2H2O(l)
Dengan asam nitrat encer membebaskan terutama gas NO :
3Cu(s) + 8HNO3(aq) → 3Cu(NO3)2(aq) + 2NO(g) + 4H2O(l)
Sedangkan bila direaksikan dengan asam nitrat pekat maka akan membebaskan
terutama gas NO2 :
Cu(s) + 4HNO3(aq) → Cu(NO3)2(aq) + 2NO2(g) + 2H2O(l)
Larutan garam tembaga (II) dalam air, tepatnya ion Cu(H2O)42+, berwarna biru
terang. Larutan akan menjadi biru tua dengan larutan amoniak berlebih karena
pembentukan kompleks Cu(NH3)42+, dengan HCl pekat menjadi hijau terang karena
pembentukan kompleks CuCl42−. Pembentukan ion kompleks Cu(NH3)4
2+ yang
berwarna biru khas itu dapat digunakan untuk mengenali ion Cu2+.
Hidrat garam tembaga (II), seperti CuSO4.5H2O juga berwarna biru karena
adanya ion kompleks Cu(H2O)42+. Rumus hidrat CuSO4.5H2O tepatnya adalah sebagai
Cu(H2O)4 SO4.H2O yang terdiri dari empat molekul air yang terikat pada ion Cu2+,
sedangkan yang satu lagi terikat pada gugus SO42−.
Larutan tembaga (II) sulfat dalam air bersifat agak asam sebagai akibat
terjadinya hidrolisis. Hal ini dikarenakan tembaga (II) sulfat anhidris tidak larut
dalam alcohol dan eter, serta dengan segera dapat menyerap air berubah warna
menjadi biru, sehingga digunakan untuk mendeteksi adanya air dalam suatu cairan.
Tembaga sulfat pentahidrat dibuat dengan mereaksikan CuSO4 (pada
persamaan 1) lebih lanjut dengan asam nitrat disertai dengan pemanasan kemudian
pengkristalan dan seterusnya.
Cara terbentuknya kristal
Zat padat dapat terbentuk melalui tiga cara, yaitu melalui reaksi pengendapan,
penjenuhan larutan dan peralihan wujud.
1. Ada reaksi kimia dalam larutan menghasilkan senyawa yang tidak larut (zat
padat), contohnya AgCl. Padatan AgCl terbentuk dari reaksi antara larutan
AgNO3 dan NaCl.
2. Larutan yang dijenuhkan akan membentuk kristal padat contohnya pembuatan
garam dari air laut di Madura. Proses ini disebut juga reksristalisasi.
3. Suatu cairan dapat berubah jadi padat dengan menurunkan suhu sampai titik
bekunya. Proses ini disebut membekukan (proses peralihan wujud) seperti
membuat es dari air.
4. Pembentukan kristal melalui rekristalisasi (seperti halnya CuSO4.5H2O) atau
pembekuan biasanya dimulai dari satu titik dan kemudian berkembang ke
ssegala arah atau ke arah tertentu.
Ukuran kristal
Ukuran kristal yang terbentuk, terutama tergantung pada dua faktor penting
yaitu laju pertumbuhan initi (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal.
1. Laju pertumbuhan inti
Laju pembentukan inti dapat dinyatakan dengan jumlah inti yang
terbentuk dalam satuan waktu. Jika laju pembentukan inti tinggi maka akan
banyak sekali kristal yang akan terbentuk tetapi tak satu pun dari inti akan
tumbuh menjadi terlalu besar melainkan terbentuk endapan kristal yang terdiri
dari partikel-partikel kecil.
Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan.
Pengalaman telah menunjukkan bahwa pembentukan kristal dari larutan yang
hhomogen sering belum dimulai pada konsentrasi ion yang seharusnya dilihat
dari hasil kali kelarutan (Ksp). Pembentukan kristal tersebut tertunda sampai
konsentrasi zat terlarut jauh lebih tinggi daripada konsentrasi larutan jenuhnya.
Larutan jenuh demikian bisa berada agak lama dalam keadaan metastabil ini.
Makin tinggi derajat lewat jenuh, maka makin besar kemunginan untuk
membentuk inti baru, jadi makin besar laju pembentukan inti.
2. Laju pertumbuhan kristal
Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi
ukuran kristal yang terbentuk. Jika laju ini tinggi maka kristal-kristal besar
yang akan terbentuk. Laju pertumbuhan kristal ini sendiri juga tergantung
pada derajat lewat jenuh. Oleh karena itu sebaiknya kita menciptakan kondisi
dimana keadaan lewat jenuhnya sedang-sedang saja, yang memungkinkan
terbentuknya sejumlah inti yang relatif sedikit, yang pada gilirannya dapat
tumbuh menjadi kristal-kristal besar.
BAB III
METODE DAN TEKNIK
3.1 Metode
Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode eksperimen dan
dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif.
3.2 Alat Dan Bahan
3.2.1 Alat-alat yang digunakan adalah :
1. Gelas kimia 200 mL
2. Penanggas air (Termolyne)
3. Gelas ukur 10 mL
4. Corong kaca
5. Gelas ukur 50 mL
6. Erlenmeyer + Corong Buchner
7. Neraca elektrik
8. Kaca arloji
9. Batang pengaduk
10. Pipet volume
11. Hot plate
12. Spatula
3.2.2 Bahan-bahan yang digunakan adalah :
1. Aquades
2. H2SO4 pekat
3. Keping tembaga
4. HNO3 pekat
5. Kertas saring
3.3 Prosedur Kerja
1. Memasukkan 40 mL air ke dalam gelas kimia.
2. Memasukkan 8.5 mL H2SO4 pekat.
3. Memasukkan 5 g tembaga.
4. Pada tahap berikut mengerjakan di luar atau di dalam kamar asap :
a. Menambahkan 12,5 mL HNO3 pekat.
b. Mengaduk sehingga semua tembaga larut.
c. Memanaskan, setelah gas berwarna cokelat tua tidak keluar sehingga uap
tidak lagi berwarna cokelat muda.
5. Menyaring ketika masih panas (jika masih ada tembaga yang tidak melarut)
6. Menyimpan larutan sehingga terbentuk kristal.
7. Menyaring kristal yang terbentuk sehingga terbebas dari larutan.
8. Mengeringkan kristal selama satu hari kemudian menimbang berat kristal yang
terbentuk.