laporan akhir perlakuan panas

136
KELOMPOK 3 LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu logam yaitu salah satunya baja memiliki sifat yang sangat unik dimana baja memiliki sifat yang dapat di ubah. Kemapuan baja yang dapat diubah sifatnya mulai dari baja karbon rendah hingga baja karbon tinggi. Kadungan baja karbon rendah ialah sekitar < 0,3 % C, untuk medium ialah 0,3 – 0,8 % C, dan baja karbon tinggi 0,8 - 2,1 % C. Proses perubahan sifat ini dapat menggunakan cara dan metoda yang berbeda, diantaranya dengan proses perlakuan panas dan didinginkan dengan media pendingin juga kecepatan pendinginan yang berbeda. Pada umumnya proses yang diguinaka untuk memperbaiki sifat logam ialah dengan perlakuan panas dimana spesimen yang akan dirubah dimasukkan ke tungku muffle dengan temperatur austenisasi dan dilanjutkan proses pendinginan dengan media yang berbeda. Temperatur austenisasi yang digunakan diasumsikan bahwa fasa yang terdapat pada spesimen ialah berfasa austenit halus yang dapat di rubah menjadi fasa lain sesuai dengan metoda pendinginan yang dilakukan. LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI 2014 1

Upload: ayu-pratiwi-satriyo

Post on 18-Dec-2015

464 views

Category:

Documents


50 download

DESCRIPTION

Laporan Akhir Heat Treatment1. Perlakuan Panas2. Mampu Keras3. Metalografi Kualitatif4. Metalografi Kuantitatif

TRANSCRIPT

Laporan

kelompok 3laporan akhir praktikum perlakuan panas

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangSuatu logam yaitu salah satunya baja memiliki sifat yang sangat unik dimana baja memiliki sifat yang dapat di ubah. Kemapuan baja yang dapat diubah sifatnya mulai dari baja karbon rendah hingga baja karbon tinggi. Kadungan baja karbon rendah ialah sekitar < 0,3 % C, untuk medium ialah 0,3 0,8 % C, dan baja karbon tinggi 0,8 - 2,1 % C. Proses perubahan sifat ini dapat menggunakan cara dan metoda yang berbeda, diantaranya dengan proses perlakuan panas dan didinginkan dengan media pendingin juga kecepatan pendinginan yang berbeda. Pada umumnya proses yang diguinaka untuk memperbaiki sifat logam ialah dengan perlakuan panas dimana spesimen yang akan dirubah dimasukkan ke tungku muffle dengan temperatur austenisasi dan dilanjutkan proses pendinginan dengan media yang berbeda. Temperatur austenisasi yang digunakan diasumsikan bahwa fasa yang terdapat pada spesimen ialah berfasa austenit halus yang dapat di rubah menjadi fasa lain sesuai dengan metoda pendinginan yang dilakukan. Sifat yang dapat dirubah ialah sifat kekerasan, kekuatan dan keuletan. Sifat ini dapat digunakan sesuai kebutuhan penggunaan material

1.2 Tujuan PenelitianTujuan penelitian pada Laporan Akhir Praktikum Perlakuan Panas ini yaitu: Memahami tata cara perlakuan panas dan pendinginan dengan berbagai media pendingin dengan spesimen uji AISI 1045 Memahami pengaruh pemanasan hingga temperature austenisasi dengan media pendingin yang berbeda terhadap kekerasan spesimen uji AISI 1045 Memahami mekanisme pengujian hardenability Jominy Test dan Grossman and Bain Memahami perbandingan hasil pengujian hardenability Jominy Test dan Grossman and Bain Memahami pengaruh ketebalan benda pada nilai hardenability Dapat mengetahui struktur dan fasa logam dengan proses metalografi kualitatif Dapat mengetahui pengaruh perlakuan dan media pendingin pada struktur dan fasa Dapat mengetahui proses-proses metalografi kualitatif Dapat mengidentifikasi sifat mekanik logam dengan proses metalografi kualitatif Mampu melakukan pengujian metalografi Dapat mengetahui dan memahami pengukuran besar butir rata-rata Dapat melakukan pengukuran besar butir dengan menggunakan metode garis Heyn dan Interception serta metode bidang datar Circle Dapat memahami hubungan sifat mekanik dan diameter butir

1.3 Batasan Masalah1. Bab II Perlakuan Panas Spesimen uji yang digunakan adalah AISI 10452. Bab III Sifat Mampu Keras Spesimen uji yang digunakan adalah AISI 4140 Metode percobaan yang dilakukan adalah Jominy Test

3. Bab IV Metalografi Kualitatif Pembesaran mikroskop yang digunakan sebesar 1000x Pengujian dilakukan terhadap spesimen uji AISI 1045 hasil perlakuan panas pada Bab II Perlakuan Panas

4. Bab V Metalografi Kuantitatif Pembesaran mikroskop yang digunakan sebesar 1000x Pengujian dilakukan terhadap spesimen uji AISI 1045 hasil perlakuan panas pada Bab II Perlakuan Panas Metode yang digunakan adalah metode garis potong, metode Heyn dan metode lingkaran

1.4 Metoda PenulisanMetode penulisan yang digunakan pada Laporan Akhir Praktikum Perlakuan Panas menggunakan beberapa metode, baik dalam hal penulisan, penyusunan, maupun pengolahan data. Beberapa metode yang digunakan sebagai berikut:1. Pengamatan (observation)Pengumpulan dan pengolahan data hasil dari materi dasar dan praktikum2. Pencarian (searching)Mencari bahan dari berbagai sumber untuk memudahkan pembahasan dan sebagai penambahan wawasan3. Diskusi (discussion)Pengumpulan data dari berbagai pihak baik secara lisan maupun tulisan

1.5 Sistematika PenulisanSistematika penulisan Laporan Akhir Praktikum Perlakuan Panas ini sebagai berikut:1. BAB I PENDAHULUANBab ini berisi latar belakang, tujuan penelitian, batasan masalah, metode penulisan, sistematika penulisan dan lokasi praktikum Perlakuan Panas

2. BAB II PERLAKUAN PANASBab ini berisi tujuan, teori dasar, alat dan bahan, tata cara praktikum, pengumpulan dan pengolahan data, analisa dan pembahasan serta kesimpulan dan saran praktikum modul I Perlakuan Panas

3. BAB III PENGUJIAN MAMPU KERASBab ini berisi tujuan, teori dasar, alat dan bahan, tata cara praktikum, pengumpulan dan pengolahan data, analisa dan pembahasan serta kesimpulan dan saran praktikum modul II Pengujian Mampu Keras

4. BAB IV METALOGRAFI KUALITATIFBab ini berisi tujuan, teori dasar, alat dan bahan, tata cara praktikum, pengumpulan dan pengolahan data, analisa dan pembahasan serta kesimpulan dan saran praktikum modul III Metalografi Kualitatif

5. BAB V METALOGRAFI KUANTITATIFBab ini berisi tujuan, teori dasar, alat dan bahan, tata cara praktikum, pengumpulan dan pengolahan data, analisa dan pembahasan serta kesimpulan dan saran praktikum modul IV Metalografi Kuantitatif

1.6 Lokasi PraktikumDosen Perlakuan Panas: Kusharjanto, ST., MT.Asisten Laboratorium: Rizaldi A. STeknisi: Bapak Joko PurwantoHari, Tanggal: 17 dan 24 Mei 2014Waktu: 08.00 WIBTempat: Laboratorium Logam Jurusan: Teknik MetalurgiFakultas : TeknikUniversitas Jenderal Achmad Yani

BAB IIPERLAKUAN PANAS2.1 Tujuan Memahami tata cara perlakuan panas dan pendinginan dengan berbagai media pendingin dengan spesimen uji AISI 1045 Memahami pengaruh pemanasan hingga temperature austenisasi dengan media pendingin yang berbeda terhadap kekerasan spesimen uji AISI 1045

2.2 Teori DasarPerlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat mekaniknya. Baja dapat dikeraskan sehingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat atau dapat dilunakan untuk memudahkan proses pemesinan lanjut. Melalui perlakuan panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, ukuran butir dapat diperbesar atau diperkecil. Selain itu ketangguhan ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras disekeliling inti yang ulet. Untuk memungkinkan perlakuan panas tepat, komposisi kimia baja harus diketahui karena perubahan komposisi kimia, khususnya karbon dapat mengakibatkan perubahan sifat-sifat fisis. Baja perkakas adalah suatu jenis baja paduan yang mempunyai komposisi dan toleransi yang sangat ketat dimana unsur-unsur pembentuk kabrida merupakan faktor penting pada sifat mampu keras baja tersebut. Dalam proses pembuatannya baja perkakas dilebur dalam tungku listrik dengan kontrol metalurgis yang sangat hati-hati, ini dimaksudkan untuk menghindari cacat pada material. Selanjutnya baja perkakas diperiksa secara makroskopik dan mikroskopik untuk menjamin adanya ketepatan spesifikasinya. Semua ini dilakukan karena dalam pemakaiannya baja perkakas banyak digunakan sebagai cetakan (dies) yang harus mempunyai ketahanan terhadap pembebanan dan temperatur tinggi secara berulang-ulang dalam jangka panjang tanpa mengalami patah dan aus akibat deformasi. Pemilihan baja perkakas tergantung pada syarat-syarat yang harus dipenuhi sesuai dengan penggunaannya. Ditinjau dari kandungan karbonnya, maka pembagian baja dapat dikelompokan sebagai berikut : 1. Baja karbon rendah ( < 0,2 %C )2. Baja karbon medium ( < 0,2-0,5 % C ) 3. Baja karbon tinggi ( > 0,5 % C ) Perubahan sifat mekanik pada baja dapat dilakukan dengan proses perlakuan panas (Heat Treatment), yang merupakan proses pemanasan baja sampai temperatur pemanasan tertentu dan ditahan beberapa waktu hingga temperaturnya merata kemudian dilakukan pendinginan cepat (Quenching). Proses ini menghasilkan struktur martensit yang bersifat keras tetapi getas, untuk menurunkan sifat getasnya dapat dilakukan dengan proses temper. Adanya unsur selain dengan proses-proses perlakuan panas, untuk memperbaiki sifat mekaniknya, baja sering dipadukan dengan unsur-unsur logam lain untuk membentuk baja paduan yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Baja paduan rendah: jumlah presentase berat unsur paduan maksimal 8 % 2. Baja paduan tinggi: jumlah presentase berat unsur paduan lebih dari 8% Baja karbon yang mempunyai satu atau lebih unsur-unsur paduan disebut baja paduan ( Alloy Steel ). Unusr paduan utamanya adalah Krom (Cr), Silikon (Si), Mangan (Mn), Nikel (Ni), Wolfram (W), Vanadium (V), Molibdenum (Mo), serta unsur-unsur lainnya. Unsur paduan pada baja akan mempengaruhi temperatur eutectoid, pengaruh masing-masing unsur tersebut digunakan untuk memperbaiki atau merubah sifat-sifat mekanik baja pada proses perlakuan panas.

Adapun pengaruh masing-masing unsur yang biasanya dipadukan dalam baja diuraikan sebagai berikut: 1. Carbon (C)Unsur ini merupakan paduan utama yang dipakai dalam baja, pemakaiannya dimaksudkan untuk: Membentuk karbida yang bersifat keras Memperluas daerah austensit, menambah kekuatan dan ketahanan daerah geser austensit. Mengeraskan baja dengan struktur martensit yang dihasilkannya. Makin sedikit kadar karbon akan menggeser hidung kurva diagram TTT kekiri begitupun sebaliknya. 2. Krom (Cr) Unsur paduan ini dalam baja yang pemakaiannya dimaksudkan antara lain: Meningkatkan ketahanan korosi dan oksidasi Meningkatkan sifat mampu mesin dan umur panjang. Menambah kekuatan pada temperatur tinggi. Pembentuk karbida yang sangat keras sehingga mempunyai ketahanan aus yang baik Penstabil ferit, memperluas daerah ferit dan mempersempit daerah austenit sehingga baja krom pada temperatur kamar sama dengan baja feritik. 3. Silikon (Si) Unsur paduan ini dalam baja yang pemakaiannya dimaksudkan antara lain: Memperkuat baja paduan rendah. Sebagai penstabil ferrit. Meningkatkan ferrit. Memperbaiki ketahanan korosi pada temperatur tinggi. Memperbanyak penggrafitan. Meningkatkan konduktifitas magnet dan listrik. 4. Mangan (Mn) Unsur mangan pada baja berfungsi antara lain: Mangan merupakan unsur yang dapat berfungsi sebagai desulfuran yaitu pengikat sulfur sehingga memperkecil terbentuknya sulfida besi (FeS) yang dapat menimbulkan rapuh panas (Hot Shortness), hal ini dapat mencegah terjadinya kegetasan pada suhu tinggi. Memperluas daerah austensit. Meningkatkan kemampuan untuk dikeraskan. Meningkatkan keuletan dan kekuatan tarik. Memperluas daerah perlit. Menstabilkan fasa karbida dan sebagai unsur pembentuk karbida. 5. Nikel (Ni) Unsur nikel dalam baja berfungsi antara lain: Memperluas daerah austensit. Meningkatkan kemampuan untuk dikeraskan. Meningkatkan keuletan baja feritik dan baja perlitik pada temperatur rendah. 6. Wolfram (W) Unsur paduan dalam baja, pemakaiannya dimaksudkan untuk: Meningkatkan kekerasan dan kekuatan pada temperatur tinggi. Membentuk karbida yang kuat sehingga membentuk partikel yang tahan aus. 7. Vanadium (V) Unsur paduan ini dalam baja, pemakaiannya dimaksudkan antara lain: Memantapkan ferrit. Menurunkan kekerasan austenit. Sebagai pembentuk karbida yang kuat. Mengurangi pengembangan butir pada suhu yang tinggi. Membatasi pertumbuhan butir sehingga karbida-karbida tersebar secara halus dan merata. 8. Molybdenum (Mo)Unsur paduan ini dalam baja, pemakaiannya dimaksudkan antara lain: Meningkatkan ketahanan korosi Pembentuk karbida sehingga mempunyai partikel-partikel yang tahan pada gesekan dan sangat besar pengaruhnya terhadap sifat mampu keras. Meningkatkan kekuatan dan kekerasan. Meningkatkan mampu bentuk. Meningkatkan kekerasan butir pada fasa austenit. Memperlambat proses difusi. Memcegah pertumbuhan butir pada temperatur tinggi. Baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon dengan sedikit Si, Mn, P, S dan Cu. Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar karbon, karena itu baja ini dikelompokan berdasarkan kadar karbonnya. Baja karbon rendah adalah baja dengan kadar karbon kurang dari 0,30%, baja karbon sedang mengandung 0,30% sampai 0,45% karbon dan baja karbon tinggi berisi karbon antara 0,45% sampai 1,70%

Pada perlakuan panas terdapat beberapa proses yang dikenal atau dilakukan pada pemanasan logam seperti:a. Quenching (pengerasan baja)Proses Quenching atau pengerasan baja adalah pemanasan di atas temperatur kritis (723C) kemudian temperatur dipertahankan dalam waktu sampai suhu merata, selamjutnya dengan cepat baja tersebut didinginkan dalam suatu media pendingin sehingga diperoleh martensit yang halusb. AnnealingProses Annealing atau proses pelunakan baja merupakan proses dimana proses pemanasan samapi di atas suhu temperatur kristalnya. Selanjutnya dibiarkan sampai beberapa lama, samapai temperatur merata, disusul dengan pendinginan secara perlahan-lahan dalam tungku dan dijaga agar temperatur bagian dalma tungku dan kira-kira sama sehingga diperoleh struktur yang diinginkanc. NormalizingMerupakan proses pemanasan logam sampai mencapai fasa austenik yang kemudian didinginkan dengan media pendingin udara. Hasil pendinginannya berupa ferit. Namun lebih halus dibandingkan Annealingd. NormalizingMerupakan proses pemanasan logam (baja) yang telah dikeraskan sampai temperatur tertentu untuk mengurangi kekerasan baja, struktur martensit yang sangat keras, sehingga terlalu getas. Pada proses ini mengunakan temperatur di bawah temperatur kritis kemudian suhunya

e. HardeningMerupakan proses pemanasan logam sampai atau lebih diatas temperatur kritisnya (723C) kemudian didinginkan dengan cepat dengan media pendingin yang telah disiapkan.

2.3 Alat dan Bahan2.3.1 Alat Tungku Muffle Penjepit spesimen Wadah media pendingin Alat uji keras Rockwell Skala C

2.3.2 Bahan Spesimen Baja AISI 1045 Amplas Air Oli Lap

2.4 Tata Cara Praktikum2.4.1 Skema Proses

Gambar 2.1 Skema Proses Perlakuan Panas

2.4.2 Penjelasan Skema Proses1. Tiga buah spesimen dimasukkan ke dalam tungku muffle2. Dipanaskan hingga temperatur preheat 700oC selama 60 menit3. Temperatur dinaikkan ke temperatur austenisasi 850oC selama 45 menit4. Spesimen yang telah dipanaskan didinginkan dengan media pendingin yang digunakan ialah udara, oli dan air5. Setelah spesimen dingin lalu dilakukan proses pengamplasan untuk menghilangkan kerak pada permukaan spesimen6. Setelah permukaan bersih lalu di uji keras dengan alat uji Rockwell c7. Setelah di uji lalu dikumpulkan data hasil uji yang dilakukan dan terakhir adalah analisa data hasil praktikum.

2.5 Pengumpulan dan Pengolahan Data2.5.1 Pengumpulan Data Data AwalJenis Material: AISI 1045Waktu Penahanan: 45 menitTemperatur Austenisasi: 850oCMedia Quench: 1. Udara 2. Air 3. OliKomposisi kimia AISI 1045: C = 0,42 0,50% Fe = 98,51 98,98 % Mn = 0,60 0,9 % P = < 0,040% S = < 0,050%

Tabel 2.1 Hasil Pengamatan dan Pengujian KerasNo.SpesimenWaktu PenahananMedia PendinginPengujianHRc

123

1.Spesimen Awal--17,52121,520

2.Normalizing45 menitUdara3525,53431,5

Quenching Oli45 menitOli333836,535,83

Quenching Air45 menitAir5354252,553,167

2.5.2 Pengolahan Data Keterangan:(1) Quenching Air(2) Quenching Oli(3) Normalizing(4) Annealing

Holding Time

Preheat

(1) (2) (3) (4)

Gambar 2.2 Grafik Holding Time

Gambar 2.2 Grafik Harga Kekerasan pada Spesimen AISI 1045 Perlakuan Annealing

Gambar 2.3 Grafik Harga Kekerasan pada Spesimen AISI 1045 Perlakuan Normalizing

Gambar 2.5 Grafik Harga Kekerasan Spesimen AISI 1045 Perlakuan Quenching Oli

Gambar 2.6 Grafik Harga Kekerasan Spesimen AISI 1045 Perlakuan Quenching Air

Gambar 2.7 Grafik Perbandingan Harga Kekerasan pada Berbagai Perlakuan Pendinginan

2.6 Analisa dan PembahasanProses perlakuan panas adalah suatu proses yang terdiri dari pemanasan dan proses pendinginan pada logam dan paduannya dengan cara tertentu yang bertujuan untuk mendapatkan sifat material yang diinginkan. Pada praktikum ini secara umum proses perlakuan panas yang dilakukan adalah Normalizing dan Hardening. Proses Normalizing adalah proses perlakuan panas dengan memanaskan baja hingga temperature austenisasi (T) kemudian didinginkan dengan media udara terbuka. Sedangkan proses Hardening adalah proses pemanasan baja hingga temperature austenisasi (T) kemudian ditahan (holding time) lalu didinginkan secara cepat.Sebelum melakukan proses Normalizing dan Hardening, maka spesimen uji yaitu AISI 1045 dilakukan proses pre-heat. AISI 1045 adalah baja karbon medium sehingga perlu dilakukan pre-heat. Pre-heat dilakukan untuk mencegah retaknya spesimen uji serta dengan banyaknya unsur paduan dengan konduktivitas panas yang berbeda sehingga perlu diseragamkan temperaturnya dengan pre-heat tersebut atau karbida menghalangi transfer panas.Pada proses Hardening, kekerasan yang dapat dicapai bergantung pada kadar karbon dalam baja dan kekerasan yang terjadi akan tergantung pada temperature austenisasi (T), holding time dan laju pendinginan yang dilakukan serta seberapa tebal bagian penampang yang terkeraskan. Temperatur austenisasi untuk proses Hardening sama seperti pada proses Normalizing yaitu 850oC. Proses holding time dilakukan pada proses Hardening untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan, dengan menahan pada temperature pengerasan maka diperoleh pemanasan yang homogen sehingga struktur austenit homogen atau terjadi kelarutan karbida ke dalam austenit dan difusi karbon dan unsur paduannya. Tujuan dilakukannya proses perlakuan panas pun untuk memperoleh keseragaman fasa atau diperoleh fasa yang homogen.Pada praktikum ini dilakukan proses perlakuan panas dengan media pendinginan yang berbeda yaitu udara terbuka, oli dan air. Media pendingin berpengaruh dalam memperoleh kekerasan yang diinginkan. Dengan menggunakan media pendingin udara terbuka, maka didapatkan kekerasan yang tidak terlalu tinggi dengan laju pendinginan yang lambat namun dapat mengabaikan distrosi yaitu sebesar 31,5 HRc. Pendinginan dengan media pendingin oli akan menghasilkan laju pendinginan yang lebih cepat dibandingkan pada media pendingin udara terbuka sehingga kekerasan yang dihasilkan lebih tinggi yaitu sebesar 35,83 HRc. Sedangkan pendinginan dengan air akan menghasilkan laju pendinginan yang paling tinggi diantara oli dan udara terbuka. Namun, pendinginan dengan air akan lebih bersiko mengakibatkan distorsi atau retak. Pemilihan media pendinginan ditentukan oleh jenis baja atau paduannya dengan memerhatikan Severity of Quench (H) atau angka kemampuan menyerap panas.Hal tersebut dibuktikan dengan hasil praktikum bahwa spesimen uji yang memiliki harga kekerasan rata-rata paling rendah adalah spesimen uji dengan media pendingin udara terbuka, lalu spesimen uji dengan media pendingin oli dan yang memiliki kekerasa paling tinggi adalah spesimen uji dengan media pendingin air. Perbedaan tersebut terjadi karena pada spesimen uji yang sama namun dilakukan pendinginan yang lambat maka fasa austenit (FCC) akan berubah sel satuannya menjadi BCC kembali. Sedangkan pada pendinginan yang cepat ada atom karbon yang terjebak pada kisi tegak sehingga austenit bertransformasi menjadi fasa martensit dengan sel satuan BCT. Martensit inilah yang bersifat keras dan getas.

2.7 Kesimpulan dan Saran3.7.1 Kesimpulan Temperatur austenisasi yang digunakan pada material AISI 1045 sebesar 850oC Nilai yang didapat dari pengujian kekerasan:a. Annealing: 20 HRcb. Normalizing: 31.5 HRcc. Quenching Oli: 35.83 HRcd. Quenching Air: 53.167 HRc Hasil uji kekerasan material dari yang paling rendah ke tinggi yaitu material dengan media pendingin udara terbuka, material dengan media pendingin oli dan material dengan media pendingin air Semakin cepat laju pendinginan maka sifat mekanik material semakin tinggi

3.7.2 Saran Dilakukan kalibrasi pada alat uji Rockwell C

BAB IIIPENGUJIAN MAMPU KERAS3.1 Tujuan Memahami mekanisme pengujian hardenability Jominy Test dan Grossman and Bain Memahami perbandingan hasil pengujian hardenability Jominy Test dan Grossman and Bain Memahami pengaruh ketebalan benda pada nilai hardenability

3.2 Teori DasarMampu keras merujuk kepada sifat baja yang menentukan dalamnya pengerasan sebagai akibat proses quench dari temperatur austenisasinya. Mampu keras tidak dikaitkan dengan kekerasan maksimum yang dapat dicapai oleh beberapa jenis baja. Kekerasan permukaan dari suatu komponen yang terbuat dari baja tergantung pada kadar karbon dan laju pendinginan. Dalamnya pengerasan yang memberikan harga kekerasan yang sama hasil dari suatu proses quench merupakan fungsi dari mampu keras. Mampu keras semata-mata tergantung pada prosentase unsur-unsur paduan, besar butir austenit, temperatur austenisasi, lama pemanasan dan strukturmikro baja tersebut sebelum dikeraskan.Perlu dibedakan antara pengertian kekerasan dan kemampukerasan (hardenability). Kekerasan adalah ukuran dari pada daya tahan terhadap deformasi plastik. Sedangkan kemampu kerasan adalah kemampuan bahan untuk dikeraskan. Hubungan antara kekerasan dengan meningkatnya kadar karbon dalam baja menunjukkan bahwa kekerasan maksimum hanya dapat dicapai bila terbentuk martensit 100 %. Baja yang dengan cepat bertransformasi dari austenit menjadi ferit dan karbida mempunyai kemampukerasan yang rendah, karena dengan terjadinya teransformasi pada suhu tinggi, martensit tidak terbentuk. Sebaliknya baja dengan transformasi yang lambat dari austenit ke ferit dan karbida mempunyai kemampukerasan yang lebih keras. Kekerasan mendekati maksimum dapat dicapai pada baja dengan kemampukerasan yang tinggi, dengan pencelupan sedang dan di bagian tengah baja dapat dicapai kekerasan yang tinggi meskipun laju pendinginan lebih lambat. Mampu keras dapat dinyatakan secara kuantitatif dengan diameter kritik atau tebal penampang. Diameter dapat di definisikan sebagai suatu diameter yang jika di quench pada medium pendingin tertentu, dibagian tengahnya akan diperoleh kekerasan tertentu atau akan diperoleh suatu struktur yang mengandung martensit dengan prosentase tertentu. Biasanya akan terdiri dari 50% martensit dan 50% perlit. Mampu keras suatu baja dapat ditingkatkan dengan menambah unsur-unsur paduan. Dan ini berarti akan ada pula peningkatan terhadap diameter kritiknya. Disamping itu diameter kritik tergantung juga pada keampuhan jenis medium pendingin.Metode yang paling umum dalam menentukan mampu keras suatu baja adalah dengan cara mencelupkan secara cepat (quench) salah satu ujung dari batang uji (metode ini dikembangkan oleh Jominy Boegehold dari Amerika). Metode seperti ini disebut uji Jominy. Untuk melaksanakan pengujian, suatu batang uji dengan panjang 100 mm dan diameter 25 mm, salah satu ujungnya diperlebar untuk memudahkan batang uji tersebut digantungkan pada peralatan quench. Salah satu ujung yang lain dari batang uji yang akan disemprot air, permukaannya harus dihaluskan. Batang uji tersebut dipanaskan pada tempratur austenisasi selama 30 - 35 menit. Atmosfir tungku harus dijaga netral agar tidak terjadi pembentukan terak dan karburasi. Setelah proses pemanasan selesai, batang uji digantungkan pada peralatan quench dan kemudian salah satu ujungnya dicelupkan dengan cepat (quench) pada air yang bertemperatur 250C. Diameter dari berkas air yang dipancarkan kira-kira 12 mm dan harus memancar 65 mm dari ujung pipa air. Dari sejak batang uji dikeluarkan dari tungku sampai diletakkan pada peralatan quench tidak boleh lebih dari 5 detik sesaat sesudah batang uji diletakkan air segera disemprotkan dan lebih kurang 10 menit. Berdasarkan hal ini ujung batang uji akan mengalami pendinginan yang sangat cepat. Laju pendinginan akan menurun kearah salah satu ujungnya yang lain. Dengan demikian sepanjang batang uji akan terjadi variasi laju pendinginan. Sepanjang batang uji diukur kekerasannya dengan menggunakan Rockwell dan hasilnya diplot pada diagram mampukeras yang standar.Selain itu terdapat penetapan yang dilakukan oleh Grossman. Grossman telah menetapkan sejumlah faktor penggali untuk unsur-unsur paduan utama pada baja seperti Si, Mn, Cr dan Mo, sedangkan untuk unsur karbon telah ditentukan sejumlah faktor-faktor yang dikaitkan dengan diameter kritik dari baja, dengan kadar karbon tertentu dimana baja tersebut akan mengeras seluruhnya jika diquench dengan cara ideal. Bagian luar dari batang uji dianggap segera mendingin ke temperatur medium pendinginnya. Diameter tersebut kemudian dinyatakan sebagai diameter kritik ideal (Di).Hardenability suatu baja di ukur oleh diamater suatu baja yang struktur mikro tepat di intinya adalah 50 % martensite setelah dilakukan proses Hardening dengan pendinginan tertentu. Baja berbentuk silinder (panjang min 5xD) denganvariasi diameter dilakukan pengerasan dengan media pendingin tertentu. Hasil pengersan diuji metallography dan kekerasan, diameter baja tersebut yang intinya tepat 50 % martensite dianyatakan sebagai diameter kritis (D0), pada suatu laju pendinginan tertentu Laju pendinginan dinyatakan dengan koefisien of severity (H). Karena harga Do masih tergantung dengan laju pendinginan tertentu maka dirumuskan Harga diameter baja tersebut (50% martensite) dengan pendinginan Ideal (H=tak Hingga) yang disebut sebagai diameter ideal (Di).Pengaruh ukuran butir austenit terhadap hardenability: Semakin banyak batas butir austenit semakin mudah untuk pearlit untuk terbentuk dibandingkan martensit Lebihkecil ukuran butir austenit, semakin rendah hardenability bahan Semakin banyak batas butir austenit semakin mudah untuk pearlit untuk terbentuk dibandingkan martensit Lebih kecil ukuran butir austenit, semakin rendah hardenability bahan Semakin besar ukuran butir austenit, semakin besar hardenability Semakin besar ukuran butir austenit, semakin besar hardenability

3.3 Alat dan Bahan3.3.1 Alat Alat pendingin Jominny test Penjepit spesimen Ragum Alat uji keras Rockwell C Jangka sorong Tungku muffle

1,18 in 0,97 in 4,13 in 0,39 in1/164/168/1612/1616/1620/1624/1628/1632/16

Gambar 3.1 Spesimen Uji Jominy Test

3.3.2 Bahan Kikir Kain lap

3.4 Tata Cara Praktikum3.4.1 Skema Proses

Gambar 3.2 Skema Proses Pengujian Sifat Mampu Keras3.4.2 Penjelasan Skema Proses1. Spesimen sebanyak 3 buah dimasukkan ke dalam tungku muffle2. Dipanaskan hingga temperatur preheat 700oC selama 60 menit3. Temperatur dinaikkan ke temperatur austenisasi 850oC selama 75 menit4. Spesimen dikeluarkan, diletakkan pada alat pendingin Jominy dan spesimen disemprotkan air pada salah satu sisinya hingga pendinginan merata pada spesimen5. Buat salah satu bidang datar untuk memudahkan pengujian Rockwell C sehingga indentor mudah untuk menekan pada spesimen6. Uji dengan alat uji Rockwell c dengan metoda tekan.7. Pengumpulan hasil data yang didapat setelah pengujian kekerasan pada beberapa titik8. Analisis hasil dari praktikum yang telah dilaksanakan

3.5 Pengumpulan dan Pengolahan Data3.5.1 Pengumpulan Data Data AwalJenis Material: AISI 4140Temperatur Pre-heat: 700oCHolding Time: 15 menitHolding Time pada T: 75 menitTemperatur Austenisasi: 850oCMedia Quench: AirDiameter Kran: 11,3 mmJarak antara nozzle dengan ujung spesimen: 9 mm

Uji KerasTabel 3.1 Hasil Pengamatan dan Pengujian KerasPosisi (inch)PengujianHRc

123

31/1670666667,33

28/1670596966

24/1670666567

20/16686766,567,167

16/1673,569,57171,33

12/167469,56970,83

8/1673707071

4/1673,57369,572

1/16696966,568,167

Komposisi Kimia AISI 4140Fe= 96,785 97,77%Cr= 0,8 1,1%Mn= 0,75 1,0%C= 0,38 0,43%Si= 0,15 0,30%Mo= 0,15 0,25%

Diameter Kritis Ideal dan Ukuran Butira. Diameter Kritis Ideal Maksimum: 3,087 inDiameter Kritis Ideal Minimum: 2,2742 inb. Ukuran Butir Maksimum: 0,2208Ukuran Butir Minimum: 0.2034 Faktor Pengali HardenabilityTabel 3.2 Faktor Pengali HardenabilityPercentCarbon Grain Size #7MnSiNiCrMo

0,050,0261,1671,0351,0181,10801,15

0,100,0541,3331,0701,0361,21601,30

0,150,0811,5001,1051,0551,32401,45

0,200,1081,6671,1401,0361,43201,60

0,250,1351,8331,1751,0551,541,75

0,300,1622,0001,2101,0731,64801,90

0,350,1892,1671,2451,0911,75602,05

0,400,2132,3331,2801,1281,86402,20

0,450,2262,5001,3151,1461,97202,35

0,500,2382,6671,3501,1641,08002,50

0,550,2512,8331,3851,1822,18802,65

0,600,2623,0001,4201,2012,29602,80

0,650,2733,1671,4551,2192,40402,95

0,700,2833,3331,4901,2732,51203,10

0,750,2933,5001,5251,2912,623,25

0,800,3033,6671,5601,3092,72803,40

0,850,3123,8331,5951,3212,83603,55

0,900,3214,0001,6301,3212,94403,70

0,954,1671,6651,3453,0520

1,004,3331,7001,3643,1600

Faktor Pengali Berdasarkan Unsur PaduanTabel 3.3 Faktor Pengali Berdasarkan Unsur PaduanFaktor Pengali Berdasarkan Unsur Paduan (in)

MnSiCrMo

MinMaksMinMaksMinMaksMinMaks

2,26662,43321,2661,3011,82081,92882,142,29

Harga Diameter KritisDiameter kritis maksimum: 2,2742 inDiameter kritis minimum: 3,087 in

Harga Kekerasan %C 0,38 dan %C 0,43Tabel 3.4 Harga Kekerasan %C 0,38 dan %C 0,43%CHRc

0,350

0,3855,6

0,457

0,4357,5

0,560

Kurva Hardenability Grossman & Bain

Gambar 3.3 Kurva Hardenability Grossman & Bain

Kekerasan dan IH/DH pada Berbagai PosisiTabel 3.5 Kekerasan dan IH/DH pada Berbagai PosisiPosisi (in)IH/DHKekerasan

MinMaksMinMaks

1/16--55,657,9

4/161,31,0542,7755,14

8/161,651,3533,7042,89

12/162,151,6525,8635,09

16/162,461,9022,6030,47

20/162,612,1021,3027,57

24/162,72,2020,6026,32

28/162,732,2520,3725,73

32/162,922,3519,0424,64

Laju Holding TimeLaju holding time pada temperatur pre-heat: 60 menitLaju holding time pada temperatur austenisasi: 75 menit

3.5.2 Pengolahan Data (1)

Holding Time T 75 MenitHolding Time 60 menit

Preheat

Gambar 3.4 Grafik Holding Time Jominy Test

Gambar 3.5 Grafik Hardenability Band

Gambar 3.6 Grafik Hardenability Jominy Test

Grafik 3.4 Hardenability Band dan Jominy Test

Diameter Kritis

Faktor Pengalia. Faktor Pengali pada %C 0,38 Faktor Pengali Mn

Faktor Pengali Si

Faktor Pengali Cr

Faktor Pengali Mo

b. Faktor Pengali pada %C 0,43 Faktor Pengali Mn

Faktor Pengali Si

Faktor Pengali Cr

Faktor Pengali Mo

Harga Kekerasan %C 0,38 dan %C 0,131. Harga Kekerasan %C 0,38

2. Harga Kekerasan %C 0,48

Kurva DI terhadap IH/DH

Gambar 3.9 Kurva DI terhadap IH/DH

Kekerasan Minimum dan Maksimum1. Kekerasan Minimum Posisi 4/16

Posisi 8/16

Posisi 12/16

Posisi 16/16

Posisi 20/16

Posisi 24/16

Posisi 28/16

Posisi 32/16

2. Kekerasan Maksimum Posisi 4/16

Posisi 8/16

Posisi 12/16

Posisi 16/16

Posisi 20/16

Posisi 24/16

Posisi 28/16

Posisi 32/16

3.6 Analisa dan PembahasanHardenability adalah kemampuan baja untuk dapat dikeraskan dengan membentuk martensit. Hardenability pada dasarnya bergantung pada 2 faktor utama yaitu komposisi kimia (kadar karbon dan unsur paduan) austenit dan ukuran butir (grain size) austenit. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan Grossman and Bain yang dilakukan dengan memperhatikan dan meninjau komposisi kimia serta ikuran butir. Komposisi kimia didalam baja dapat sangat mempengaruhi kekerasan baja tersebut. Kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah proses pengerasan banyak tergantung pada kadar karbon, semakin tinggi kadar karbin maka semakin tinggi kekerasan maksimum yang dapat dicapai. Sedangkan pengaruh ukuran butir (grain size) austenit terhadap hardenability diantaranya adalah semakin kecil ukuran butir maka semakin rendah hardenabilitynya.Pada pengujian ini spesimen uji yang digunakan adalah AISI 4140. Untuk mengukur hardenability baja terdapat dua cara yaitu dengan cara Jominy Test dan Grossman and Bain. Pada praktikum yang telah dilakukan, pengukuran secara praktik dilakukan dengan metoda Jominy Test dan dilakukan perhitungan teoritis dengan cara Grossman and Bain. Pada proses Jominy Test dilakukan pemanasan kemudian dilakukan penyemprotan air bertekanan pada ujung baja hingga suhunya turun mencapai suhu kamar, lalu dilakukan pengujian hardness dari ujung batang yang dikenai penyemprotan air hingga ujung bagian atas batang. Hasil pengukuran metoda Jominy Test (HRc) yaitu pada posisi 1/16 in sebesar 68,167, pada posisi 4/16 in sebesar 72, pada posisi 8/16 in sebesar 71, pada posisi 12/16 in sebesar 70,83, pada posisi 16/16 in sebesar 71,33, pada posisi 20/16 in sebesar 67,167, pada posisi 24/16 in sebesar 67, pada posisi 28/16 in sebesar 66 dan pada posisi 32/16 in sebesar 67,33.Dari percobaan praktikum Jominy Test tersebut dibandingkan dengan hasil perhitungan yang dilakukan secara teoritis dengan metode Grossman and Bain yang telah dilakukan dengan menghitung terlebih dahulu diameter ideal (diameter dari batang silinder dengan 50% martensit pada Quenching sempurna), menentukan kekerasan awal (IH), mencari faktor pembagi untuk masing-masing posisi, menghitung kekerasan maksimum dan minimum serta membuat kurva hardenability band antara posisi (in) dengan kekerasan (HRc). Pada perhitungan toritis Grossman and Bain dapat dilihat bahwa semakin jauh posisi tempat pengujian dari ujung batang yang terkena air, maka semakin rendah kekerasannya. Hal ini sesuai dengan konsep bahwa bagian yang paling dahulu dilakukan pendinginan cepat akan lebih keras dibanding bagian yang lain atau semakin dekat titik dengan media pendingin akan semakin tinggi sifat mekaniknya.Ketika hasil Jominy Test dan hasil Grossman and Bain digabungkan dalam satu kurva Hardenability Band dan Jominy Test, dapat dilihat bahwa hasil kekerasan tiap posisi yang didapatkan diluar hasil perhitungan teoritis (posisi kurva Jominy Test diatas kurva Hardenability Band). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kesalahan pada waktu melakukan praktikum.

3.7 Kesimpulan dan Saran4.7.1 Kesimpulan Sifat mampu keras dapat ditentukan dengan metode Jominy Test dan Grossman and Bain Jarak dan metode pendinginan berpengaruh pada kecepatan pendinginan dan kedalaman pendinginan spesimen. Semakin dekat titik dengan media pendingin akan semakin tinggi sifat mekaniknya Pada perhitungan toritis Grossman and Bain dapat dilihat bahwa semakin jauh posisi tempat pengujian dari ujung batang yang terkena air, maka semakin rendah kekerasannya Hasil pengukuran metoda Jominy Test (HRc) yaitu pada posisi 1/16 in sebesar 68,167 HRc, pada posisi 4/16 in sebesar 72 HRc, pada posisi 8/16 in sebesar 71 HRc, pada posisi 12/16 in sebesar 70,83 HRc, pada posisi 16/16 in sebesar 71,33 HRc, pada posisi 20/16 in sebesar 67,167 HRc, pada posisi 24/16 in sebesar 67 HRc, pada posisi 28/16 in sebesar 66 HRc dan pada posisi 32/16 in sebesar 67,33 Hrc.

4.7.2 Saran Dilakukan kalibrasi alat uji keras Rockwell C Holding time pada waktu temperature austenisasi tidak terlalu lamaBAB IVMETALOGRAFI KUALITATIF

4.1 Tujuan Dapat mengetahui struktur dan fasa logam dengan proses metalografi kualitatif Dapat mengetahui pengaruh perlakuan dan media pendingin pada struktur dan fasa Dapat mengetahui proses-proses metalografi kualitatif Dapat mengidentifikasi sifat mekanik logam dengan proses metalografi kualitatif Mampu melakukan pengujian metalografi

4.2 Teori DasarMerupakan disiplin ilmu yang mempelajari karakteristikmikrostruktur dan makrostruktur suatu logam, paduan logam dan material lainnya serta hubungannyadengan sifat-sifat material, atau biasa juga dikatakan suatu proses umtuk mengukur suatu material baik secara kualitatif maupun kuantitatif berdasarkan informasi-informasi yang didapatkan dari material yang diamati. Dalam ilmu metalurgi struktur mikro merupakan hal yang sangat pentinguntuk dipelajari. Karena struktur mikro sangat berpengaruh pada sifat fisik danmekanik suatu logam. Struktur mikro yang berbeda sifat logam akan berbedapula. Struktur mikro yang kecil akan membuat kekerasan logam akan meningkat.Dan juga sebaliknya, struktur mikro yang besar akan membuat logam menjadi uletatau kekerasannya menurun. Struktur mikro itu sendiri dipengaruhi olehkomposisi kimia dari logam atau paduan logam tersebut serta proses yangdialaminya.

Metalografi bertujuan untuk mendapatkan struktur makro dan mikro suatu logam sehingga dapat dianalisa sifat mekanik dari logam tersebut. Pengamatanmetalografi dibagi menjadi dua, yaitu:1. Metalografi makro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran 10 100kali.2. Metalografi mikro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran 1000 kali.Untuk mengamati struktur mikro yang terbentuk pada logam tersebut biasanya memakai mikroskop optik. Sebelum benda uji diamati pada mikroskop optik, benda uji tersebut harus melewati tahap-tahap preparasi. Tujuannya adalah agar pada saat diamati benda uji terlihat dengan jelas, karena sangatlah penting hasil gambar pada metalografi. Semakin sempurna preparasi benda uji, semakin jelas gambar struktur yang diperoleh. Adapun tahapan preparasinya meliputi pemotongan, mounting, pengampelasan, polishing dan etching (etsa).Jenis-jenis mikroskop yaitu:a. Mikroskop cahayaMikroskop cahaya atau dikenal juga dengan nama "Compound light microscope" adalah sebuahmikroskopyang menggunakan cahaya lampu sebagai pengganti cahaya matahari sebagaimana yang digunakan pada mikroskopkonvensional. Pada mikroskop konvensional, sumber cahaya masih berasal dari sinar matahari yang dipantulkandengan suatu cermin datar ataupun cekung yang terdapat dibawah kondensor. Cermin ini akan mengarahkan cahaya dari luar kedalam kondensor.Pada mikroskop ini, kita dapat melihat bayangan benda dalam tiga dimensi lensa, yaitu lensa obyektif, lensa okuler dan lensa kondensor. Lensa obyektifberfungsi guna pembentukan bayangan pertama dan menentukan struktur serta bagian renik yang akan terlihat pada bayangan akhir serta berkemampuan untuk memperbesar bayangan obyek sehingga dapat memiliki nilai "apertura" yaitu suatu ukuran daya pisah suatu lensa obyektif yang akan menentukan daya pisah spesimen, sehingga mampu menunjukkan struktur renik yang berdekatan sebagai dua benda yang terpisah. Lensa okuler, adalah lensa mikroskop yang terdapat di bagian ujung atas tabung berdekatan dengan mata pengamat, dan berfungsi untuk memperbesar bayangan yang dihasilkan oleh lensa obyektif berkisar antara 4 hingga 25 kali. Lensa kondensor, adalah lensa yang berfungsi guna mendukung terciptanya pencahayaan pada obyek yang akan dilihat sehingga dengan pengaturan yang tepat maka akan diperoleh daya pisah maksimal. Jika daya pisah kurang maksimal maka dua benda akan terlihat menjadi satu dan pembesarannyapun akan kurang optimal.b. Mikroskop electronMikroskop elektronadalah sebuahmikroskopyang mampu untuk melakukan pembesaran objek sampai 2 juta kali, yang menggunakanelektro statikdanelektro magnetikuntuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta memiliki kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus daripadamikroskopcahaya. Mikroskopelektronini menggunakan jauh lebih banyakenergidanradiasielektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskopcahaya.Jenis-jenis mikroskop electron1. Mikroskop transmisi elektron (TEM)Mikroskop transmisi elektron (Transmission electron microscope-TEM) adalah sebuah mikroskop elektron yang cara kerjanya mirip dengancara kerjaproyektor slide, di mana elektron ditembuskan ke dalam obyek pengamatan dan pengamat mengamati hasil tembusannya pada layar. Cara kerja: Mikroskop transmisi eletron saat ini telah mengalami peningkatan kinerja hingga mampu menghasilkan resolusi hingga 0,1 nm (atau1angstrom) atau sama dengan pembesaran sampai satu juta kali. Meskipun banyak bidang-bidang ilmu pengetahuanyang berkembang pesat dengan bantuan mikroskop transmisi elektron ini. Adanya persyaratan bahwa "obyek pengamatan harus setipis mungkin" ini kembali membuat sebagian peneliti tidak terpuaskan, terutama yang memiliki obyek yang tidak dapat dengan serta merta dipertipis. Karena itu pengembangan metode baru mikroskop elektron terus dilakukan.2. Mikroskop pemindai transmisi elektron (STEM)Mikroskop pemindai transmisi elektron (STEM) adalah merupakan salah satu tipe yang merupakan hasil pengembangan dari mikroskop transmisi elektron (TEM). Pada sistem STEM ini, electron menembus spesimen namun sebagaimana halnya dengan cara kerja SEM, optik elektron terfokus langsung pada sudut yang sempit dengan memindai obyek menggunakan pola pemindaian dimana obyek tersebut dipindai dari satu sisi ke sisi lainnya (raster)yang menghasilkan lajur-lajur titik (dots)yang membentuk gambar seperti yang dihasilkan olehCRTpadatelevisi/monitor.3. Mikroskop pemindai elektron (SEM)Mikroskop pemindai elektron (SEM) yangdigunakan untuk studi detil arsitektur permukaansel(atau strukturjasad reniklainnya), dan obyek diamati secaratiga dimensi. Cara kerja: Cara terbentuknya gambar pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi pada mikroskop optic dan TEM. Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut dipindai dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layarmonitorCRT(cathode ray tube). Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar bisa dilihat. Pada proses operasinya, SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan, sehingga bisa digunakan untuk melihat obyek dari sudutpandang3 dimensi.4. Mikroskop pemindai lingkungan elektron (ESEM)Mikroskop ini adalah merupakan pengembangan dari SEM, yang dalam bahasa Inggrisnya disebutEnvironmental SEM(ESEM) yang dikembangkan guna mengatasi obyek pengamatan yang tidak memenuhi syarat sebagai obyek TEM maupun SEM. Obyek yang tidak memenuhi syarat seperti ini biasanya adalah bahan alami yang ingin diamati secara detil tanpa merusak atau menambah perlakuan yang tidak perlu terhadap obyek yang apabila menggunakat alat SEM konvensional perlu ditambahkan beberapa trik yang memungkinkan hal tersebut bisa terlaksana. Cara kerja: Mikroskop ini adalah merupakan pengembangan dari SEM, yang dalam bahasa Inggrisnya disebutEnvironmental SEM(ESEM) yang dikembangkan guna mengatasi obyek pengamatan yang tidak memenuhi syarat sebagai obyek TEM maupun SEM. Obyek yang tidak memenuhi syarat seperti ini biasanya adalah bahan alami yang ingin diamati secara detil tanpa merusak atau menambah perlakuan yang tidak perlu terhadap obyek yang apabila menggunakat alat SEM konvensional perlu ditambahkan beberapa trik yang memungkinkan hal tersebut bisa terlaksana. Pertama-tama dilakukan suatu upaya untuk menghilangkan penumpukan elektron (charging) di permukaan obyek, dengan membuat suasana dalam ruang sample tidak vakum tetapi diisi dengan sedikit gas yang akan mengantarkan muatan positif ke permukaan obyek, sehingga penumpukan elektron dapat dihindari. Hal ini menimbulkan masalah karena kolomtempat elektron dipercepat dan ruang filamendi mana elektron yang dihasilkan memerlukan tingkatvakumyang tinggi. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan memisahkan sistem pompa vakum ruang obyek dan ruang kolom serta filamen, dengan menggunakan sistem pompa untuk masing-masing ruang. Di antaranya kemudian dipasang satu atau lebih piringan logamplatinayang biasa disebut (aperture) berlubang dengan diameter antara 200 hingga 500mikrometeryang digunakan hanya untuk melewatkan elektron , sementara tingkat kevakuman yang berbeda dari tiap ruangan tetap terjaga.5. Mikroskop refleksi elektron (REM)Yang dalam bahasa Inggrisnya disebut Reflection electron microscope (REM), adalah mikroskop elektron yang memiliki cara kerja yang serupa sebagaimana halnya dengan cara kerja TEM namun sistem ini menggunakan deteksi pantulan elektron pada permukaan objek. Tehnik ini secara khusus digunakan dengan menggabungkannya dengan tehnik Refleksi difraksi elektron energi tinggi (Reflection High Energy Electron Diffraction) dan tehnik Refleksi pelepasan spektrum energi tinggi (reflection high-energy loss spectrum- RHELS).

Difusi merupakan proses perpindahan atau pergerakan molekul zat atau gas dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Difusi melalui membran dapat berlangsung melalui tiga mekanisme, yaitu difusi sederhana (simple difusion),d ifusi melalui saluran yang terbentuk oleh protein transmembran (simple difusion by chanel formed), dan difusi difasilitasi (fasiliated difusion).Difusi sederhana melalui membrane berlangsung karena molekul -molekul yang berpindah atau bergerak melalui membran bersifat larut dalam lemak (lipid) sehingga dapat menembus lipid bilayer pada membran secara langsung. Membran sel permeabel terhadap molekul larut lemak seperti hormon steroid, vitamin A, D, E, dan K serta bahan-bahan organik yang larut dalam lemak, Selain itu, memmbran sel juga sangat permeabel terhadap molekul anorganik seperti O,CO2, HO, dan H2O. Beberapa molekul kecil khusus yang terlarut dalam serta ion-ion tertentu, dapat menembus membran melalui saluran atau chanel. Saluran ini terbentuk dari protein transmembran, semacam pori dengan diameter tertentu yang memungkinkan molekul dengan diameter lebih kecil dari diameter pori tersebut dapat melaluinya. Sementara itu, molekul molekul berukuran besar seperti asam amino, glukosa, dan beberapa garam garam mineral , tidak dapat menembus membrane secara langsung, tetapi memerlukan protein pembawa atau transporter untuk dapat menembus membran.Proses persiapan spesimen sebagai berikut:a. PemotonganPemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskop optik merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersial tidak homogen sehingga satu sampel yang diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan/kondisi ditempat-tempat tertentu (kritis) dengan memperhatikan kemudahan pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh untuk pengamatan mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai. Pada saat pemotongan jangan sampai merusak struktur bahan akibatgesekan alat potong dengan benda uji. Untuk menghindari pemanasan setempat atau berlebihandapat digunakan air sebagai pendingin.Berdasarkan tingkat deformasi yang dihasilkan, teknik pemotongan terbagi menjadi dua yaitu: teknik pemotongan dengan deformasi yang besar menggunakan gerinda, sedangkan teknik pemotongan dengan deformasi yang kecil menggunakan low speed diamond saw. Teknik pemotongan sampel dapat dilakukan dengan: pematahan : untuk bahan getas dan keras pengguntingan : untuk baja karbon rendah yang tipis dan lunak penggergajian : untuk bahan yang lebih lunak dari 350 HB pemotongan abrasi electric discharge machining: untuk bahan dengan konduktivitas baik di mana sampel direndam dalam fluida dielektrik lebih dahulu sebelum dipotong dengan memasang catu listrik antara elektroda dan sampel.b. Penggerindaan Kasar,yaitu meratakanpermukaan sampel dengan cara menggosokkan sampel padabaru gerinda.Bertujuan untuk menghilangkandeformasi pada permukaan akibat pemotongan dan pemanasan yang berlebih harus dihindari. Sampel yang baru saja dipotong atau sampel yang telah terkorosi memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar tersebut harus diratakan agar pengamatan struktur mudah dilakukan.c. MountingProses mounting atau pembingkaian benda uji dilakukan pada benda uji dengan ukuran yang kecil dan tipis, hal ini bertujuan untuk mempermudah pemegangan benda uji ketika dilakukan tahap preparasi selanjutnya seperti pengampelasan dan polishing. Benda uji ini di-mounting dengan alat mounting press dengan penambahan bakelit yang akan menggumpal dan membingkai benda uji. Selain bakelit juga masih banyak bahan yang dapat digunakan untuk mounting. Cetakannya: Berbentuk bulat Ukuran 1 inchi 1 inchi Macam-macamnya : Cairan basa untuk menghilangkan garis. Panas (Lemak dengan menggunakan uap gas ) Dengan menggunakan asam lemah. Alkohol yang tidak bereaksi dengan udara. Aseton.

Metode - metode pembingkaian(Mounting ) Adhesive mounting adalah mounting yang menggunakan gaya adhesive material ClampSampelnya misalnya berupa lembaran-lembaran tipis dengan ketebalan 1 mm, terdapat 10 sampel dibariskan sejajar dan di sisi muka dan belakang diberi logam lain yang berbeda (ukurannya harus lebih besar dari sampel) kemudian dibuat dua buah lubang yang tembus hingga ke belakang. Dan dipermukaannya masing-masing diberi identitas. Kelebihan dari jenis bahanmountingini yaitu prosesnya sangat cepat, ukuran fleksibel dan dapat dipakai ulangclampnya Plastic mounting

Adapun jenis-jenis bahan untukmounting Castable mounting,jenis bahanmountingdimana bahan serbuk diberi pelarut dan serbuk itu diletakkan dalam satu tempat dengan dengan spesimen, kemudian dibalik dan bagian permukaan atasnya datar. Contoh serbuknya adalah polister,epoxies(transparan) atauacrylics. Kelebihannya adalah spesimen dengan ukuran besar / kecil dapat dimounting, cetakannya bias digunakan berulang-ulang. Compression molddimana ukuran diameter tetap, jika berubah maka mesin harus diganti. Jenis material yang digunakanthermosettingdanthermoplastic.d. Penggerindaaan halus( Pengamplasan)Untuk meratakan permukaan spesimen hasil dari penggerindaan kasar sebelum spesimen dipoles, dilakukan penggerindaan halus atau juga disebut pengamplasan..Seperti pada penggerindaan kasar, juga harus selalu dialiri air pendingin, agar specimen tidak rusak atau terganggu oleh pemanasan yang terjadi. Pengamplasan adalah proses untuk mereduksi suatu permukaan dengan pergerakan permukaan abrasif yang bergerak relatif lambat sehingga panas yang dihasilkan tidak terlalu signifikan.Pengamplasan bertujuan untuk meratakan dan menghaluskan permukaansampel yang akan diamati. Pengamplasan ini dilakukan secara berurutanyaitu dengan memakai amplas kasar hingga amplas halus. Pengamplasan kasar adalahpengamplasan yang dilakukan dengan menggunakan amplas dengan nomordi bawah 180 #, dan masih menyisahkan permukaan benda kerja yg belum halus. Pengamplasan halus adalah pengamplasan yang dilakukan dengan menggunakan amplasdengan nomor lebih tinggi dari 180 #, dam menghasilkan permukaan yang halus. Pengamplasan dimulai denganmeletakkan sampel pada kertas amplas dengan permukaan yang akandiamati bersentuhan langsung dengan bagian kertas amplas yang kasar, kemudian sampel ditekan dengan gerakan searah. Selama pengamplasanterjadi gesekan antara permukaan sampel dan kertas amplas yangmemungkinkan terjadinya kenaikan suhu yang dapat mempengaruhimikrostruktur sampel sehingga diperlukan pendinginan dengan cara mengaliri air. Apabila ingin mengganti arah pengamplasan, sampeldiusahakan berada pada kedudukan tegak lurus terhadap arah mula-mula.Pengamplasan selesai apabila tidak teramati lagi adanya goresan-goresanpada permukaan sampel, selanjutnya sampel siap dipoles.e. PemolesanPemolesan adalah proses yang dilakukan untuk menghilangkan bagian-bagian yang terdeformasi karena perlakuan sebelumnya danPemolesan bertujuan untuk lebih menghaluskan dan melicinkan permukaan sampel yang akan diamati setelah pengamplasan. Pemolesan dibagi dua yaitu pemolesan kasar dan halus.Pemolesan kasar menggunakan abrasive dalam range sekitar 30 - 3m,sedangkan pemolesan halus menggunakan abrasive sekitar 1m atau dibawahnya. Pemolesan terbagi dalam tiga cara, yaitu: Mechanical polishingProsespolishingbiasanyamultistagekarena pada tahapan awal dimulai dengan penggosokan kasar (rough abrasive) dan tahapan berikutnya menggunakan penggosokan halus (finer abrasive) sampai hasil akhir yang diinginkan. Mesin poles metalografi terdiri dari piringan berputar dan diatasnya diberi kain poles terbaik yaitu kainselvyt(sejenis kain beludru). Cara pemolesannya yaitu benda uji diletakkan diatas piringan yang berputar dan kain poles diberi air serta ditambahkan sedikit pasta poles. Pasta poles yang biasa dipakai adalah jenis alumina (Al2O3) dan pasta intan (diamond). Chemical-mecanical polishingMerupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang dilakukan serentak di atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif dicampur dengan larutan pengetsa yang umum digunakan untuk melihat struktur spesimen yang dipreparasi. Metode ini akan memberikan hasil yang baik jika larutan etsa yang diberikan sedikit tetapi pada dasarnya bebas dari logam pengotor akibat dari abrasif. ElectropolishingElectropolishingdisebut jugaelectrolytic polishingyang banyak digunakan olehstainless steel, tembaga paduan,zirconium, dan logam lainnya yang sulit untuk dipoles dengan metodemechanical. Metodeelectropolishingdapat menghilangkan bekascutting,grindingdan prosesmechanical polishing yang digunakan dalam preparasi spesimen. Ketikaelectropolishingdigunakan dalam metalografi, biasanya diawali denganmechanical polishingdan diikuti olehetching.Mekanismenya yaitu menggunakan sistem elektrolisis yang terdiri dari anoda (+) dan katoda (-). Spesimen yang dimasukan ke dalam larutan elektrolit asam berada di anoda sedangkan yang berada di katoda adalah logam yang harus lebih mulia dari spesimenya dan harus tahan terhadap larutan elektrolitnya serta tidak boleh larut. Ketika proses, spesimen yang di anoda akan larut karena teroksidasi. Dalam proses ini diberi pengaduk agar logam yang terkikis meyebar merata.f. Pengetsaan adalah proses yang dilakukan untuk melihat struktur mikro dari sebuah spesimen dengan menggunakan mikroskop optik.Dilakukan dengan mengkikis daerah batas butir sehingga struktur bahandapat diamati dengan jelas dengan bantuan mikroskop optik. Zat etsabereaksi dengan sampel secara kimia pada laju reaksi yang berbedatergantung pada batas butir, kedalaman butir dan komposisi dari sampel.Sampel yang akan dietsa haruslah bersih dan kering. Slema etsa, permukaansampel diusahakan harus selalu terendam dalam etsa. Waktu etsa harusdiperkirakan sedemikian sehingga permukaan sampel yang dietsa tidakmenjadi gosong karena pengikisan yang terlalu lama. Oleh karena itusebelum dietsa, sampel sebaiknya diolesi alkohol untuk memperlambatreaksi. Pada pengetsaan masing-masing zat etsa yang digunakan memilikikarakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampelyang akan diamati. Zat etsa yang umum digunakan untuk baja ialah nitaldan picral. Setelah reaksi etsa selesai, zat etsa dihilangkan dengan caramencelupkan sampel ke dalam aliran air panas. Seandainya tidakmemungkinkan dapat digunakan air bersuhu ruang dan dilanjutkan denganpengeringan dengan alat pengering. Permukaan sampel yang telah dietsatidak boleh disentuh untuk mencegah permukaan menjadi kusam. Stelahdietsa, sampel siap untuk diperiksa di bawah mikroskop.Pada intinya proses pengetsaan dilakukan menggunakan cairan kimia untuk memunculkan detail struktur mikro pada spesimen.Dilakukan dengan cara mencelupkan mount kedalam wadah zat etsa.

4.3 Alat dan Bahan4.3.1 Alat Mesin poles Mikroskop Kamera Kaca Hairdryer Penyemprot Buku Standar ASM Metal Handbook Volume 7 Pipa PVC

4.3.2 Bahan Air Nital (HNO3 + Etanol) Pasta Resin Plastisin Kain beludru Amplas

4.4 Tata Cara Praktikum4.4.1 Skema Proses

Gambar 4.1 Skema Proses Metalografi Kualitatif

4.4.2 Penjelasan Skema Proses1. Spesimen AISI 1045 yang telah diproses perlakuan panas dan didinginkan dengan media pendingin yang berbeda di bingkai dengan menggunakan resin dengan cetakan yang terbuat dari PVC (Polyvinyl-clorida)2. Setelah proses pembingkaian selesai, dilanjutkan dengan proses pengamplasan dengan menggunakan amplas grid kasar hingga amplas grid halus. Dengan grid mulai dari 120, 240, 400, 600, 800, 1000, 1200 hingga 1500 mesh. Pengamplasan dilakukan hingga goresan pada spesimen sangat sedikit.3. Jika goresan pada permukaan sedikit lalu dilanjutkan dengan proses pemolesan hingga permukaan mengkilap dan tidak terdapat goresan.4. Dilanjutkan dengan proses pengetsaan 5. Dilanjutkan dengan proses penglihatan menggunakan mikroskop dan pengambilan gambar dengan kamera yang terdapat pada mikroskop.6. Analisis besar butir dan fasa yang terdapat pada spesimen AISI 1045 secara kualitatif.

4.5 Pengumpulan Dataa. Spesimen: AISI 1045Perlakuan: AnnealingPembesaran: 1000xEtsa: Nital 3%Referensi: ASM Metal Handbook Volume 7Fasa yang Terlihat: Bagian gelap: Pearlite coarse Bagian terang: FeritFeritPearlite

Gambar 4.2 Struktur Mikro AISI 1045 Perlakuan Annealing

b. Spesimen: AISI 1045Perlakuan: NormalizingPembesaran: 1000xEtsa: Nital 3%Referensi: ASM Metal Handbook Volume 7Fasa yang Terlihat: Bagian gelap: Pearlite Bagian terang: FeritPearliteFerit

Gambar 4.3 Spesimen AISI 1045 Perlakuan Normalizing

c. Spesimen: AISI 1045Perlakuan: Quenching OliPembesaran: 1000xEtsa: Nital 3%Referensi: ASM Metal Handbook Volume 7Fasa yang Terlihat: Bagian gelap: Martensite Bagian terang: PearlitePearliteMartensite Lath

Gambar 4.4 Struktur Mikro AISI 1045 Perlakuan Quenching Oli

d. Spesimen: AISI 1045Perlakuan: Quenching AirPembesaran: 1000xEtsa: Nital 3%Referensi: ASM Metal Handbook Volume 7Fasa yang Terlihat: Bagian gelap: Martensite Lath Bagian terang: PearliteMartensite LathPearlite

Gambar 4.5 Struktur Mikro AISI 1045 Perlakuan Quenching Air

4.6 Analisa dan PembahasanMetalografi kualitatif adalah bidang ilmu metalografi yang mempelajari struktur dan fasa logam. Pada metalografi kualitatif ini menggunakan mikroskop dan spesimen uji harus dipersiapkan terlebih dahulu diuji dengan langka-langkah yaitu pembingkaian, pengampelasan, pemolesan dan pengetsaan. Spesimen uji yang digunakan adalah baja AISI 1045 (kandungan karbon 0,45%).Pengamplasan adalah suatu proses pengerjaan logam dengan tujuan mengurangi kerusakan permukaan yang terjadi dari proses pemotongan spesimen uji. Kerusakan permukaan yang biasanya terjadi dipotong berulang-ulang dengan partikel abrasif yang ada pada kertas amplas yaitu partikel SiC. Pada pengamplasan, proses pergerakan permukaan relatif lebih lambat sehingga panas yang dihasilkan tidak terlalu signifikan. Tetapi tetap harus diberikan air pendingin agar spesimen tidak panas dan menghindarkan dari geram. Pada proses pengamplasan didapat timbulnya permukaan yang relatif lebih halus atau goresan yang seragam pada permukaan spesimen serta deformasi plastis lapisan permukaan yang cukup dalam. Pegamplasan dilakukan secara berurutan yaitu dengan memakai amplas kasar hingga amplas halus. Kekasaran amplas dinilai dalam nomor grit. Semakin besar nomor grit, semakin halus partikel abrasifnya. Pada praktikum ini dilakukan proses pengamplasan dari grit 120, 240, 400, 600, 800, 1000, 1200 dan 1500 atau dari amplas yang tingkat kekasarannya paling tinggi hingga yang paling rendah.Setelah proses pengamplasan, maka spesimen uji dilakukan proses pembingkaian. Proses pembingkaian ini adalah untuk menempatkan sampel pada suatu media untuk memudahkan penanganan sampel yang berukuran kecil sehingga tidak merusak sampel. Media mounting yang dipilih harus sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang digunakan. Pada praktikum ini, bingkai yang digunakan material plastik sintetis yaitu pipa Polyvinyl Chloride (PVC), sedangkan bahannya adalah resin (castable resin) yang dicampur dengan katalis. Penggunaan castable resin ini lebih sederhana dibandingkan dengan bahan pembingkaian lain karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun, bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk spesimen uji yang keras. Resin dicampur dengan katalis karena katalis berfungsi sebagai zat yang mempercepat reaksi sehingga resin dapat kering dan keras lebih cepat. Setelah proses pembingkaian (mounting) selesai, maka dilakukan pengamplasan lagi agar bagian permukaan yang tertutup resin serta bagian yang tidak rata akan halus.Selanjutnya dilakukan proses pemolesan. Pemolesan adalah proses yang dilakukan untuk menghilangkan bagian-bagian yang terdeformasi karena proses pengamplasan serta membuat spesimen uji lebih halus, licin dan mengkilap untuk diamati pada proses selanjutnya. Pada praktikum ini dilakukan proses salah satu pemolesan yaitu pemolesan mekanis. Secara teoritis terdapat tiga jenis pemolesan yaitu mechanical polishing yaitu pemolesan dengan menggunakan mesin poles metalografi yang terdiri dari piringan beroutar dan diatasnya diberi kain beludru serta sedikit pasta poles, chemical polishing yaitu proses kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang dilakukan serentak diatas piringan halus dan electro polishing yang terdiri dari anoda dan katoda. Pada praktikum ini digunakan pasta yang menggunakan TiO2. Pasta yang biasanya digunakan adalah pasta poles intan alumina, magnesium oksida dan krom oksida.Proses selanjutnya adalah proses pengetsaan. Proses pengetsaan adalah proses pengkorosian batas butir secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke larutan pengetsa sehingga detil struktur pada permukaan sampel akan terlihat dengan jelas dan tajam. Bila dilihat dengan mikroskop pada proses pengetsaan, maka harus digunakan larutan pengetsa yang sesuai dengan spesimen uji. Untuk AISI 1045 dengan kandungan karbon 0,45% atau medium karbon maka digunakan larutan pengetsa Nital yang terdiri dari Asam Nitrat (HNO3) dan Etanol. Nital biasanya digunakan untuk pengetsaan Fe, karbon, baja paduan dan besi cor. Pada spesimen uji medium karbon kaka proses pencelupan pada larutan pengetsaan hanya dilakukan selama 5-10 detik. Setelah dicelupkan kedalam zat, maka sampel-sampel tersebut harus dicuci dengan alcohol kemudian dikeringkan dengan udara panas dari hairdryer. Fungsi dari alcohol pada proses ini adalah untuk menghentikan laju reaksi sementara dari zat etsa tersebut. Pada proses ini, pemukaan spesimen uji tidak boleh mengenai permukaan apapun karena akan membuat permukaan spesimen uji tergores lagi lalu harus diulang dari proses poles lagi. Selain itu proses pengetsaan tidak dilakukan terlalu lama karena akan menyebabkan permukaan spesimen uji menjadi gosong.Proses selanjutnya adalah mengamati struktur mikro pada spesimen uji dengan menggunakan mikroskop. Mikroskop yang digunakan pada praktikum ini memiliki pembesaran 50x, 100x, 200x, 500x dan 1000x dengan pembesaran 10x pada lensa objektif dan 5x, 10x, 20x, 50x dan 100x pada lensa okuler. Pada praktikum ini spesimen uji diamati dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 1000x, kemudian akan terlihat struktur mikro pada spesimen uji AISI 1045 yang dibandingkan dengan referensi ASM Metal Handbook Volume 7.Pada spesimen 1 yaitu spesimen AISI 1045 yang mengalami proses Annealing, terbentuk fasa yang berwarna terang yaitu fasa ferit dan fasa yang berwarna gelap yaitu fasa perlit. Ferit adalah fasa yang bentuk stukturnya kecil dan halus, sifat ketahanan korosinya medium dan ketangguhannya rendah. Perlit memiliki sifat yang ulet dari ferit dan sifat getas dan keras dari sementit. Sifat-sifat fasa ini terbukti dengan hasil kekerasan rata-ratanya sebesar 20 HRc pada percobaan praktikum modul 1.Pada spesimen 2 yaitu AISI 1045 yang mengalami proses Normalizing terbentuk fasa yang berwarna terang yaitu fasa ferit dan fasa perlit. Sifat masing-masing fasa serupa dengan sifat masing-masing fasa pada spesimen 1. Hanya terdapat perbedaan pada ukuran fasa yang terang dan yang gelap pada spesimen 1 dan 2 yang dibuktikan dengan hasil praktikum modul 1 yaitu tingkat kekerasannya sebesar 31,5. Hal ini kemungkinan disebabkan karena meningkatnya komposisi perlit sehingga kekerasannya meningkat.Pada spesimen 3 yaitu AISI 1045 yang mengalami proses Quenching dengan media pendingin oli maka terbentuk fasa martensit (bagian yang gelap) dan perlit (bagian yang terang). Namun terdapat hal yang membedakan kedua spesimen uji ini yaitu komposisi masing-masing fasa martensit dan perlit yang terbentuk. Pada spesimen uji 4 dengan perlakuan Quenching air, terbentuk fasa martensit yang lebih banyak daripada fasa martensit pada spesimen uji 3 dengan perlakuan Quenching oli. Dengan sifat martensit yang keras dan getas, maka spesimen uji 4 memiliki sifat yang leboh keras dibandingkan dengan spesimen uji 1, 2 dan 3. Hal ini pun dibuktikan dengan HRc rata-rata spesimen uji 4 pada praktikum modul 1 yaitu sebesar 53,167.

4.7 Kesimpulan dan Saran5.7.1 Kesimpulan Proses metalografi kualitatif terdiri atas proses penyiapan spesimen uji (proses pembingkaian, pengamplasan, pemolesan dan pengetsaan) serta pengamatan menggunakan mikroskop Proses pengamplasan bertujuan untuk mendapatkan permukaan yang relatif lebih halus dan mengurangi kerusakan permukaan Proses pembingkaian bertujuan untuk menempatkan sampel pada media untuk memudahkan penanganan sampel yang berukuran kecil Proses pemolesan bertujuan untuk menghilangkan bagian-bagian yang terdeformasi dan membuat permukaan lebih halus, licin dan mengkilap Proses pengetsaan bertujuan untuk membuat detil struktur pada permukaan sampel lebih jelas dan tajam saat dilihat dengan mikroskop dengan cara pengkorosian batas butir Pada spesimen uji 1 dengan perlakuan Annealing maka terlihat fasa ferit (bagian yang terang) dan fasa perlit (bagian yang gelap) Pada spesimen uji 2 dengan perlakuan Normalizing maka terlihat fasa ferit (bagian yang terang) dan fasa perlit (bagian yang gelap) Pada spesimen uji 3 dengan perlakuan Quenching oli maka terlihat fasa martensit (bagian yang gelap) dan fasa perlit (bagian yang terang) Pada spesimen uji 4 dengan perlakuan Quenching air maka terlihat fasa martensit (bagian yang gelap) dan fasa perlit (bagian yang terang) Fasa yang membentuk spesimen uji mempengaruhi sifat mekanik logam tersebut

5.7.2 Saran Pengambilan gambar struktur mikro harus fokus Menggunakan mikroskop dan kamera yang dapat menghasilkan gambar berwarna

BAB VMETALOGRAFI KUANTITATIF5.1 Tujuan Dapat mengetahui dan memahami pengukuran besar butir rata-rata Dapat melakukan pengukuran besar butir dengan menggunakan metode garis Heyn dan Interception serta metode bidang datar Circle Dapat memahami hubungan sifat mekanik dan diameter butir

5.2 Teori DasarPada proses metalografi ada tahapan yang harus dilakukan sebelum proses penglihatan struktur mikro dengan mikroskop. Tahapan yang dilakukan ialah pemotongan speimen, pembuatan bingkai, pengamplasan, pemolesan, pengetsaan, dan melihat struktur mikro dengan mikrosop. Pada praktikum yang dilaksanakan 24 Mei 2014 tidak melakukan proses pemotongan karena spesimen baja AISI 1045 yang digunakan sudah dipotong dengan ukuran yang tidak terlalu besar sehingga memudahkan untuk proses pembingkaian. Proses pembingkaian dilakukan untuk memudahkan spesimen dipegang pada saat melakukan proses pengampalasan, proses pemolesan dan proses pengetsaan. Bahan yang digunakan untuk membuat bingkai adalah resin yang diberi katalis sebanyak 3 tetes, fungsi katalis ialah agar resin lebih cepat mengeras. Cetakan yang digunakan pada proses pembuatan bingkai ialah pvc dan plastisin dengan alas kaca yang digunakan. Plastisin digunakan untuk menahan pvc agar tidak bergeser dan untuk menahan agar cairan resin tidak bocor atau keluar dari cetakan pvc yang diakibatkan ada celah antara pvc dan kaca sebagai alas. Tahap setelah pembingkaian selesai ialah tahap pengamplasan spesimen. Pada proses menggunaka amplas dengan tingkat grid yang digunakan mulai dari yang kasar hingga yang halus. Grid yang digunakan adalah 120, 240, 400, 600, 800, 1000, dan 1200 dalam satuan mesh (banyak butir bersifat abrasi per luas permukaan). Pengamplasan yang dilakukan dengan cara saling tegak lurus di setiap pergantian grid yang digunakan. Tujuan pebedaan arah pengamplasan ialah untuk menghilangkan butir kasar yang sebelumnya diamplas oleh amplas dengan grid kasar sehingga akan mengurangi goresan yang terdapat di permukaan spesimen. Proses selanjutnya ialah pemolesan. Tujuan dari pemolesan ialah untuk menghilangkan goresan halus yang terdapat pada spesimen akibat dari proses pengamplasan sehingga tidak terdapat lagi goresan. Goresan yang terdapat di permukaan akan mempengaruhi gambar yang didapat pada proses penglihatan struktur mikro dengan menggunakan mikroskop. Selesai proses pemolesan lalu dilakukan proses pengetsaan. Proses pengetsaan ini ialah proses yang bersifat destruktif (merusak), karena permukaan yang sebelumnya mengkilap hasil dari pemolesan lalu diberi cairan kimia Nital (HNO3 + etanol) yang menghasilkan pengkaratan pada permukaan spesimen. Untuk menghentikan agar tidak terjadi pengkaratan yang tidak diiniginkan maka setelah diberi cairan kimia, spesimen disemprot dengan menggunakan alkohol untuk menghentikan proses dari pengetsaan. Hasil yang didapatkan dari proses pengetsaan akan terlihat pada mikroskop karena terjadinya perbedaan intensitas cahaya pada permukaan spesimen.Tahap yang terakhir ialah proses penglihatan struktur mikro dengan menggunakan mikroskop. Spesimen yang akan dilihat struktur mikro dari butirnya di letakkan dibawah lensa objektif yang dapat diatur perbesarannya. Untuk lensa yang digunakan oleh kelompok 3 ialah pembesaran lensa okuler 10x dan pembesaran lensa objektif 100x, sehingga hasil perbesaran yang didapatkan ialah 1000x. Gambar yang dihasilkan pada mikroskop yang sudah memiliki kamera untuk menyimpan gambar lalu disimpan ke folder pada laptop untuk proses selanjutnya diprint dan diamati butir fasa apa saja yang terdapat pada setiap spesimen yang telah diproses perlakuan panas dengan metode pendinginan yang berbeda-beda.Spesimen yang pertama diuji ialah spesimen awal dengan proses Annealing. Pada spesimen ini fasa yang terlihat ialah ferrit (terang) dan pearlite (gelap), dengan ukuran butir yang besar. Spesimen yang kedua ialah spesimen dengan proses Normalizing atau pendinginan dengan media udara. Fasa yang terlihat pada spesimen kedua sama dengan fasa yang terlihat pada proses Annealing, namun dengan ukuran butir yang lebih kecil dan berbentuk hampir membulat. Spesimen ketiga ialah spesimen yang diproses dengan pendinginan cepat menggunakan media pendingin oli. Fasa pada spesimen ketiga ini yang terlihat ialah perlit dan martensit dengan berbentuk seperti jarum pada sebagian fasanya. Spesimen yang terakhir ialah spesimen dengan proses pendinginan cepat yang menggunakan media pendingin air. Pada spesimen keempat ini fasa yang telihat ialah perlit dan martensit dengan bentuk butir fasa martensitnya sperti jarum. Proses media pendingin berpengaruh terhadap perubahan ukuran butir, semakin lambat proses pendinginan maka semakin besar ukuran butir yang dihasilkan dan semakin cepat proses pendinginan maka akan semakin kecil butir yang dihasilkan. Perbedaan ukuran butir tersebut dikarenakan adanya perbedaan kemampuan butir untuk berdifusi juga kemampuan butir untuk bergerak agar terdistribusi merata pada spesimen seiring dengan waktu pendinginan. Bentuk butir dan fasa yang terdapat pada spesimen mengacu standar pada buku ASM metal handbook vol 7.

5.3 Alat dan Bahan5.3.1 Alat Penggaris Jangka Kalkulator

5.3.2 Bahan Foto struktur mikro AISI 10455.4 Tata Cara Praktikum5.4.1 Skema Proses

Gambar 5.1 Skema Proses Metalografi Kuantitatif

5.4.2 Penjelasan Skema Proses1. Spesimen yang telah diambil gambarnya lalu di buat metode perhitungan dengan cara metode Heyn, metode Garis dan metode Lingkaran. Metode Heyn ialah metode dengan cara pembuatan garis seperti tabel dengan diberi tanda pada setiap batas bitir yang terpotong. Metode garis metode dengan pembuatan garis secara diagonal dengan panjang tertentu dan diberi tanda pada butir yang terpotong. Metoda lingkaran ialah metode dengan cara membuat lingkaran dengan diameter tertentu dan memberi tanda pada bagian yang terpotong.2. Lakukan proses perhitungan besar rata-rata dengan rumus yang terdapat pada metoda tersebut.3. Analisis data hasil perhitungan yang didapatkan dari ketiga metoda yang dilakukan.

5.5 Pengumpulan dan Pengolahan Data5.5.1 Pengumpulan Dataa. Spesimen : AISI 1045Perlakuan: AnnealingPembesaran: 1000xEtsa: Nital 3% (HNO3 + Etanol)Metode: HeynPanjang Garis Lurus: 100 mmBatas Butir Terpotong: 23Jumlah Garis Uji: 5

Gambar 5.2 Spesimen Uji AISI 1045 Perlakuan Annealing Metode Heyn

b. Spesimen : AISI 1045Perlakuan: NormalizingPembesaran: 1000xEtsa: Nital 3% (HNO3 + Etanol)Metode: HeynPanjang Garis Lurus: 100 mmBatas Butir Terpotong: 31Jumlah Garis Uji : 5

Gambar 5.3 Spesimen uji AISI 1045 Normalizing Metode Heyn

c. Spesimen : AISI 1045Perlakuan: Quenching OliPembesaran: 1000xEtsa: Nital 3% (HNO3 + Etanol)Metode: HeynPanjang Garis Lurus: 100 mmBatas Butir Terpotong: 37Jumlah Garis Uji : 5

Gambar 5.4 Spesimen Uji AISI 1045 Metode Quenching Oli Metode Heyn

d. Spesimen : AISI 1045Perlakuan: Quenching AirPembesaran: 1000xEtsa: Nital 3% (HNO3 + Etanol)Metode: HeynPanjang Garis Lurus: 100 mmBatas Butir Terpotong: 80Jumlah Garis Uji : 5

Gambar 5.5 Spesimen Uji AISI 1045 Quenching Ali Metode Heyn

e. Spesimen : AISI 1045Perlakuan: AnnealingPembesaran: 1000xEtsa: Nital 3% (HNO3 + Etanol)Metode: Bidang Datar (Lingkaran)Diameter: 6 cmButir dalam Lingkaran: 1Butir yang Terpotong: 3

Gambar 5.6 Spesimen AISI 1045 Perlakuan Annealing Metode Bidang Datar

f. Spesimen : AISI 1045Perlakuan: NormalizingPembesaran: 1000xEtsa: Nital 3% (HNO3 + Etanol)Metode: Bidang Datar (Lingkaran)Diameter: 6 cmButir dalam Lingkaran: 0Butir yang Terpotong: 4

Gambar 5.7 Spesimen Uji AISI 1045 Perlakuan Normalizing Metode Bidang Datar Lingkaran

g. Spesimen : AISI 1045Perlakuan: Quenching OliPembesaran: 1000xEtsa: Nital 3% (HNO3 + Etanol)Metode: Bidang Datar (Lingkaran)Diameter: 6 cmButir dalam Lingkaran: 22Butir yang Terpotong: 7

Gambar 5.8 Spesimen Uji AISI 1045 Perlakuan Quenching Oli Metode Bidang Datar Lingkaran

h. Spesimen : AISI 1045Perlakuan: Quenching AirPembesaran: 1000xEtsa: Nital 3% (HNO3 + Etanol)Metode: Bidang Datar (Lingkaran)Diameter: 6 cmButir dalam Lingkaran: 29Butir yang Terpotong: 9

Gambar 5.9 Spesimen Uji AISI 1045 Perlakuan Quenching Air Metode Bidang Datar Lingkaran

i. Spesimen : AISI 1045Perlakuan: AnnealingPembesaran: 1000xEtsa: Nital 3% (HNO3 + Etanol)Metode: Garis PotongPanjang Garis Lurus: 100 mmBatas Butir Terpotong: 4

Gambar 5.10 Spesimen Uji AISI 1045 Perlakuan Annealing Metode Garis Potong

j. Spesimen : AISI 1045Perlakuan: NormalizingPembesaran: 1000xEtsa: Nital 3% (HNO3 + Etanol)Metode: Garis PotongPanjang Garis Lurus: 100 mmBatas Butir Terpotong: 4

Gambar 5.11 Spesimen Uji AISI 1045 Perlakuan Normalizing Metode Garis Potong

k. Spesimen : AISI 1045Perlakuan: Quenching OliPembesaran: 1000xEtsa: Nital 3% (HNO3 + Etanol)Metode: Garis PotongPanjang Garis Lurus: 100 mmBatas Butir Terpotong: 6

Gambar 5.12 Spesimen AISI 1045 Quenching Oli Metode Garis Potong

l. Spesimen : AISI 1045Perlakuan: Quenching AirPembesaran: 1000xEtsa: Nital 3% (HNO3 + Etanol)Metode: Garis PotongPanjang Garis Lurus: 100 mmBatas Butir Terpotong: 13

Gambar 5.13 Spesimen Uji AISI 1045 Perlakuan Quenching Air Metode Garis Potong

5.5.2 Pengolahan Data1. Metode Heyn Spesimen AISI 1045 perlakuan Annealing

Spesimen AISI 1045 perlakuan Normalizing

Spesimen AISI 1045 perlakuan Quenching Oli

Spesimen AISI 1045 perlakuan Quenching Air

2. Metode Garis Datar (Lingkaran) Spesimen AISI 1045 perlakuan Annealing

Spesimen AISI 1045 perlakuan Normalizing

Spesimen AISI 1045 perlakuan Quenching Oli

Spesimen AISI 1045 perlakuan Quenching Air

3. Metode Garis Potong Spesimen AISI 1045 perlakuan Annealing

Spesimen AISI 1045 perlakuan Normalizing

Spesimen AISI 1045 perlakuan Quenching Oli

Spesimen AISI 1045 perlakuan Quenching Air

5.6 Analisa dan PembahasanMetalografi kuantitatif adalah bidang metalografi yang mempelajari secara kuantitatif hubungan antara pengukuran pada 2 dimensi dengan besaran stuktur mikro dari logam dan paduannya. Terdapat beberapa metode untuk mempelajari sifat logam dan paduannya secara metalografi kuantitatif yaitu berdasarkan pengukuran besar butir, fraksi volume, permukaan spesifik, panjang garis spesifik dan kerapatan titik. Pada praktikum kali ini, metode metalografi kuantitatif yang digunakan adalah pengukuran besar butir. Pengukuran besar butir dapat dilakukan dengan metode perbandingan ASTM yaitu dengan memperkirakan ukuran besar butir menggunakan standar ukuran butir menurut ASTM yang dapat dilihat pada ASM Metal Handbook Volume 7 Atlas of Microstructure of Metal Alloys, metode garis yang terdiri dari metode Heyn yaitu metode dengan menggunakan besar butir rata-rata serta metode garis potong yaitu metode dengan menggunakan penentuan banyaknya butir yang terpotong oleh sebuah garis lurus, metode bidang bidang datar yang terdiri dari metode lingkaran dan metode planimetrik serta metode Hilliard dan metode point count. Pada praktikum kali ini metode yang digunakan adalah metode Heyn, metode garis potong dan metode lingkaran.Pada metode Heyn, hasil besar butir rata-rata dari yang terbesar hingga terkecil yaitu spesimen AISI 1045 perlakuan Annealing sebesar 0,021 mm, spesimen AISI 1045 perlakuan Normalizing sebesar 0,016 mm, spesimen AISI 1045 perlakuan Quenching Oli sebesar 0,014 mm dan spesimen AISI 1045 perlakuan Quenching Air ssebesar 0,00625 mm. Pada metode garis potong, hasil jarak perpotongan rata-rata dari yang terbesar hingga terkecil yaitu spesimen AISI 1045 perlakuan Annealing dan Normalizing sebesar 0,025 mm, spesimen AISI 1045 perlakuan Quenching Oli sebesar 0,017 mm dan spesimen AISI 1045 perlakuan Quenching Air sebesar 0,0076 mm. Pada metode lingkaran, besar butir rata-rata dari yang terbesar hingga terkecil yaitu spesimen AISI 1045 perlakuan Annealing sebesar 0,94 mm2, spesimen perlakuan Normalizing sebesar 0,77 mm2, spesimen AISI 1045 perlakuan Quenching oli sebesar 0,106 mm2 dan spesimen AISI 1045 perlakuan Quenching air sebesar 0,081 mm2. Hasil percobaan diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi laju pendinginan, maka besar butir semakin kecil.Metalografi kuantitatif berdasarkan besar butir membuktikan hukum Hall-Petch yaitu:

Keterangan: y = kekuatan luluho = kekuatan luluhk = konstantad = diameter butirBerdasarkan persamaan ini maka dikatakan bahwa semakin besar diameter butir maka semakin rendah kekuatan luluhnya. Hal ini membuktikan hasil praktikum modul 1 karena spesimen AISI 1045 yang mengalami perlakuan Annealing dan laju pendinginan lambat memiliki kekuatan paling rendah dengan besar butir yang paling besar sedangkan spesimen AISI 1045 yang mengalai perlakuan Quenching air memiliki kekuatan paling tinggi dengan batas butir yang paling kecil.

5.7 Kesimpulan dan Saran5.7.1 Kesimpulan Metalografi kuantitatif dapat menentukan sifat mekanik spesimen uji (AISI 1045) dengan metode pengukuran besar butir Metalografi kuantitatif membuktikan persamaan Hall-Petch bahwa semakin besar diameter butir maka semakin kecil kekuatan luluhnya Spesimen AISI 1045 yang mengalami perlakuan Annealing memiliki kekuatan terendah dengan butir yang terbesar Spesimen AISI 1045 yang mengalami perlakuan Quenching air memiliki kekuatan yang paling tinggi dengan besar butir paling besar Semakin cepat laju pendinginan maka semakin kecil butir yang terbentuk

5.7.2 Saran Digunakan gambar dengan kualitas yang baik sehingga lebih mudah dihitung

laboratorium logam teknik metalurgi 2014

85