laporan akhir penelitian analisis kesempatan kerja … 2016_ike... · 2017-01-17 · namun bila...
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR PENELITIAN
ANALISIS KESEMPATAN KERJA SEKTORAL DI KABUPATEN KULON PROGO PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN
PENDEKATAN PERTUMBUHAN SEKTOR BASIS
(ANALYSIS OF SECTORAL EMPLOYMENT OPPORTUNITY IN KULON PROGO REGION PROVINCE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA:
SECTORAL- BASED GROWTH APPROACH)
Peneliti I: Ike Yuli Andjani, Dra. M.Si Peneliti II: Anggi Rahajeng, SE., M.Ec
DILAKSANAKAN ATAS BIAYA: DANA MASYARAKAT
BERDASARKAN KONTRAK NO: 183/Dir/K/SV/2016
SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL iHALAMAN PENGESAHAN iiIntisari iiiDaftar Isi iv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Masalah 1 1.2 Rumusan Masalah 4 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 5 1.4 Landasan Teori 5 1.5 Tinjauan Pustaka 15 BAB II CARA PENELITIAN 25 2.1 Data Penelitian 25 2.2 Metoda Penelitian 25 2.3 Analisis Hasil 26 2.3.1 Metoda Analisi Shift Share 26 2.3.2 Metoda Analisis Location Quotient 28 2.3.3 Emplyoment Base Multiplier 30 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 31 4.1 Analisis LQ 31 4.2 Analisis Shift Share 32 4.3 Analisis Emplyoment Base Multiplier 33 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 34 4.1 Kesimpulan 34 4.2 Saran 35 Daftar Pustaka 36
INTISARI Penelitian ini menganalisis kesempatan kerja sektoral di Kabupaten Kulon Progo Provinsi DIY. Data penelitian ini adalah data sekunder, meliputi data PDRB sektoral dan jumlah angkatan kerja usia 15 tahun ke atas yang bekerja di 9 lapangan usaha Kabupaten Kulon Progo dan di Provinsi DIY tahun 2007-2014. Alat analisis yang digunakan adalah LQ, Shift Share, dan Emplyoment Base Multiplier. Hasil penelitian ini adalah pertama,dengan metoda LQ sektor basis Kabupaten Kulon Progo tahun 2007-2010 adalah (1) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, (2) Pertambangan dan Penggalian, (3) Industri Pengolahan, (4) Jasa-Jasa. Sektor Basis tahun 2011-2014 dengan data 17 lapangan usaha adalah (1)Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, (2) Pertambangan dan Penggalian, (3) Pengadaan air, Pengolahan Sampah dan daur Ulang, (4) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, (5) Transportasi dan Pergudangan, (6) Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan jaminan social wajib, (7) Jasa-jasa lainnya. Hasil perhitungan Shift Share menunjukkan bahwa National Growth Effect Provinsi DIY terhadap perekonomian Kulon Progo positif, Sektor-sektor yang kompetitif adalah (1) Pertanian, Hehutanan, dan Perikanan, (2) Listrik, Gas, dan Air bersih, dan (3) jasa-jasa. Sektor-sektor yang mempunyai bauran industri yang positif yaitu yang menunjukkan adanya keterkaitan antar sektor adalah (1) Perdagangan, Hotel dan Restoran, (2) Pengangkutan dan Komunikasi, (3) Keuangan, Persewaan, dan jasa perusahaan, (4) jasa-jasa. Hasil perhitungan Employment Base Multiplier sektor Basis tahun 2013 adalah 1,4 yang artinya setiap kenaikan kesempatan kerja disektor basis 100 % akan mengakibatkan kenaikan kesempatan kerja total 140 %, sedangkan Employment Base Multiplier tahun 2014 sebesar 1,09,88, kenaikan kesempatan kerja di sector basis 100% akan meningkatkan kesempatan kerja total sebesar 109,88%, sektornon basis hanya 9,88%. Kata Kunci: sektor basis, employment base multiplier, kesempatan kerja.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus penting dalam rangka
memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Pengembangan suatu daerah dapat
disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan daerah masing-
masing. Ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk
membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak
daerah. Maju atau tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan dan
kemauan pemerintah daerah. Pemerintah daerah bisa lebih mudah untuk
mengembangkan diri dalam rangka membangun daerahnya, tentu saja dengan tidak
melanggar ketentuan perundang-undangan.
Pelaksanaan otonomi daerah, sebagai penerapan (implementasi) tuntutan
globalisasi yang sudah seharusnya lebih memberdayakan daerah dengan cara
diberikan kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab. Terutama
dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di
daerahnya masing-masing.
Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah antara lain adalah
membantu pemerintah pusat untuk beban-beban yang tidak perlu dalam menangani
urusan daerah. Dengan demikian pusat berkesempatan mempelajari, memahami,
merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya. Pada
saat yang sama pemerintah pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada
perumusan kebijakan makro (luas atau yang bersifat umum dan mendasar) nasional
yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasi daerah akan mengalami
proses pemberdayaan yang optimal. Kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah
daerah akan terpacu, sehingga kemampuannya dalam mengatasi berbagai masalah
yang terjadi di daerah akan semakin kuat.
Berdasarkan uaraian Kewenangan pemerintah Provinsi dan pemerintah
Kabupaten yang tercantum dalam UU No. 32 Tahun 2004 di atas, ada beberapa
kewenangan yang berhubungan dengan perencanaan dan pengendalian pembangunan
dan pelayanan dibidang ketenagakerjaan, penanggulangan masalah sosial dan
penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial.
Pertumbuhan ekonomi daerah sangat dipengaruhi oleh kuantitas maupun
kualitas sumberdaya yang dimilikinya, baik sumberdaya fisik (kekayaan alam)
maupun sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia tidak hanya jumlah penduduk
dan tingkat pendidikannya, namun juga pandangan hidup mereka, tingkat
kebudayaan, sikap atau penilaian mereka terhadap pekerjaan dan besar kecilnya
keinginan untuk memperbaiki diri secara kreatif dan otonom (Todaro, 2000, 46).
Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional
dianggap sebagai faktor yang positif dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah
tenaga kerja yang lebih besar berarti menambah jumlah tenaga produktif dan
pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti makin besar ukuran pasar
domestiknya. Namun demikian, pertumbuhan penduduk baik positif maupun negatif
bagi pembangunan ekonomi tergantung pada kemampuan sistem perekonomian yang
bersangkutan untuk menyerap dan secara produktif memanfaatkan tambahan tenaga
kerja tersebut. Oleh karena itu, informasi mengenai kesempatan kerja secara sektoral
sangat diperlukan dalam menyusun perencanaan pembangunan ekonomi daerah.
Keberhasilan pembangunan yang direncanakan dan dilaksanakan pemerintah
daerah salah satu indikatornya dapat dilihat dari seberapa mampukah pemerintah
daerah berhasil menciptakan lapangan kerja bagi masyarakatnya. Penciptaan
lapangan kerja yang tinggi akan memberikan manfaat pada peningkatan daya beli
masyarakat sehingga akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kabupaten
Kulon Progo yang merupakan salah satu daerah Kabupaten di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta juga memiliki kewenangan dalam otonomi guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya.
Jumlah Penduduk Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013 sebanyak
416.209 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki 206.546 jiwa (49,05 persen) dan
penduduk perempuan 209.663 jiwa (50,95 persen). Dengan luas wilayah 58.627,54
km2, maka kepadatan penduduk Kabupaten Kulon Progo sebesar 663 jiwa per km2.
Penduduk merupakan modal penting dalam pelaksanaan pembangunan.
Namun bila laju pertumbuhan pertumbuhan tidak terkendali, akan menimbulkan
berbagai persoalan. Oleh karena itu, masalah pengendalian laju pertumbuhan
penduduk menjadi perhatian pemerintah.
Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi diukur dengan jumlah
penduduk yang masuk dalam pasar kerja. Jumlah pencari kerja baru pada tahun 2014
sebanyak 2.614 orang didominasi oleh lulusan SMA sederajad sebanyak 72,14%,
lulusan SLTP sebanyak 7,47%, lulusan SD sebanyak 1,37%, dan lulusan sarjana
muda (D1-D3) sebanyak 6,92% , serta 11,71% lulusan sarjana.
Menurut Survei Angkatan kerja Nasional (sakernas) adalah penduduk usia 15
tahun ke atas yang dirinci menjadi penduduk yang termasuk angkatan kerja dan
bukan angkatan kerja. Pada tahun 2014 jumlah penduduk angkatan kerja angkatan
kerja sebesar 77,34% sedangkan sisanya merupakan penduduk bukan angkatan kerja
sebesar 22,66%. Dari jumlah penduduk yang bekerja, sebagian besar penduduk
bekerja di sektor pertanian sebanyak 50,02%, di sektor perdagangan, hotel, dan
restoran sebesar 16,42%, di sektor industri 12,07%, di sektor jasa kemasyarakatan,
social, dan perorangan sebesar 11,45%, dan yang bekerja di lima sektor lainnya
kurang dari 8,99% (pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas, dan air bersih,
kontruksi, pengangkutan dan komunikasi, serta lembangan keuangan dan jasa
lainnya).
Dari latar belakang ini peneliti akan menganalisis lebih dalam tentang analisis
ketersediaan tenaga kerja pada sektor unggulan di Kabupaten Kulon Progo dengan
mengangkat judul:
Analisis Kesempatan Kerja Sektoral Di Kabupaten Kulon Progo Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Pendekatan Pertumbuhan Sektor Basis
1.2 Rumusan Masalah
Tenaga kerja di Kabupaten Kulon Progo sebagian besar bekerja di sektor
Pertanian yaitu sebanyak 50,02%. Sektor Pertanian merupakan salah satu sektor basis
yang merupakan sektor primer hanya memberikan kontribusi kurang lebih 20%
terhadap PDRB selama 3 tahun terakhir 2013-2015. Dengan kondisi tersebut ada
indikasi bahwa sektor basis tidak mempunyai pengganda kesempatan kerja yang tinggi
di Kabupaten Kulon Progo.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menentukan sektor basis di Kabupaten Kulon Progo Provinsi DIY 2007-2014.
2. Menghitung Employment Base Multiplier sektor Basis.
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi kepada:
1. pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo untuk dijadikan bahan pertimbangan
untuk menyusun rencana pembangunan dan kebijakan dalam bidang
ketenagakerjaan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
2. peneliti lain ataupun pembaca maupun pihak yang berkepentingan dalam
permasalahan yang berhubungan dengan penelitian ini.
1.4 Landasan Teori
1.4.1 Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi adalah dua konsep yang tidak dapat
dipisahkan. Pembangunan menentukan usaha pembangunan yang berkelanjutan dan
tidak memusnahkan sumberdaya asli, manakala teori dan model pertumbuhan yang
dihasilkan dijadikan panduan dasar negara. Walaupun tidak semua teori atau
modeldapat digunakan, namun perbincangan mengenai peranan faktor
pengeluarantermasuk buruh, tanah, modal dan pengusaha boleh menjelaskan sebab-
sebab berlakunya ketiadaan pembangunan dalam sebuah negara. Pada peringkat
awal,pendapatan perkapita menjadi pengukur utama bagi pembangunan. Walau
bagaimanapun, melalui perubahan masa, aspek pembangunan manusia dan
pembangunan berwawasan lingkungan semakin ditekankan. Pembangunan
berwawasan lingkungan melihat kepada aspek kebajikan generasi yang akan datang
melalui kehendak masa kini.
Proses pembangunan ekonomi dibagi menjadi 4 (empat) tahap sebagai berikut
( Arsyad, 1997: 24 ) :
Tahap pertama adalah proses perencanaan (ekonomi). Ditetapkan dan
diterjemahkan kedalam target kuantitatif untuk pertumbuhan, penciptaan kesempatan
kerja, distribusi pendapatan, pengurangan kemiskinan, dan lainnya.
Tahap kedua adalah mengukur ketersediaan sumber daya yang langka selama
periode perencanaan tersebut, misalnya: tabungan, bantuan luar negeri, penerimaan
pemerintah, penerimaan eksport, tenaga kerja yang terlatih, dan lainnya. Kesemuanya
itu bersama keterbatasan administrasi dan organisasi, merupakan kendala
(constraints) yang mengendalai kemampuan perekonomian tersebut untuk mencapai
target – targetnya.
Tahap ketiga, hampir semua dari upaya ekonomi ditujukan untuk memilih
berbagai cara (kegiatan dan alat) yang bisa digunakan untuk mencapai tujuan
nasional. Pada tahap ini ditetapkan proyek – proyek investasi, seperti jalan raya,
jaringan irigasi, pabrik – pabrik, pusat – pusat kesehatan. Yang termasuk perencanaan
nasional : kebijaksanaan – kebijaksanaa harga, seperti nilai kurs, tingkat suku bunga,
upah, pengaturan pajak, atau subsidi yang semuanya ini merangsang perusahaan–
perusahaan swasta untuk mengembangkan tujuan–tujuan pembangunan nasional, dan
perubahan keuangan (perbankan) atau penataan kembali sektor pertanian, yang bisa
mengurang hambatan – hambatan untuk mengubah dan mendukung kegiatan–
kegiatan pembangunan lainnya.
Tahap keempat, perencanaan mengerjakan proses pemilihan kegiatan–
kegiatan yang mungkin dan penting untuk mencapai tujuan nasional (welfare
function) tanpa terganggu oleh adanya kendala– kendala sumber daya dan
organisasional. Hasil dari proses ini adalah strategi pembangunan (development
strategy) atau rencana yang mengatur kegiatan–kegiatan yang akan dilakukan selama
beberapa tahun (biasanya 5 tahun). (Arsyad, 1997: 24)
1.4.2 Pembangunan Ekonomi
Pengertian pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang
menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam
jangka panjang (Sukirno, 1996:13). Berdasarkan atas definisi ini dapat diketahui
bahwa pembangunan ekonomi berarti
adanya suatu proses pembangunan yang terjadi terus menerus yang bersifat
menambah dan memperbaiki segala sesuatu menjadi lebih baik lagi. Adanya proses
pembangunan itu diharapkan adanya kenaikan pendapatan riil masyarakat
berlangsung untuk jangka panjang. Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk
meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan
tinggirendahnya pendapatan riil per kapita (Irawan dan M. Suparmoko, 1993:5).
Arsyad (2010), mendefinisikan pembangunan ekonomi daerah sebagai suatu proses
dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang
ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta
untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.
Pengertian pembangunan ekonomi sangat luas, bukan hanya sekedar
bagaimana menaikan GNP per tahun saja. Pembangunan ekonomi dapat diartikan
sebagai kegiatan – kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan
kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakat. Berdasarkan batasan tersebut maka
pembangunan ekonomi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan
pendapatan perkapita penduduk suatu negara dapat meningkat dalam jangka panjang.
Maka dari definisi tersebut, pembangunan ekonomi mempunyai 3 sifat penting, yaitu
bahwa pembangunan ekonomi merupakan :
1. Suatu proses, yang berarti merupakan perubahan yang terjadi terus menerus.
2. Usaha untuk menaikkan tingkat pendapatan per – kapita.
3. Kenaikan pendapatan per – kapita itu harus terus berlangsung dalam jangka
panjang.
Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai proses agar saling
berkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor–faktor yang menghasilkan
pembangunan ekonomi sehingga dapat dilihat dan dianalisis. Dengan cara tersebut
bisa diketahui deretan peristiwa yang timbul dan akan mewujudkan peningkatan
kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat dari satu tahap ke tahap
berikutnya (Arsyad, 1997:11).
Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan ekonomi, karena
pertumbuhan hanya meliputi kenaikan output produksi yang menyebabkan kenaikan
pada pendapatan, tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil
daripada tingkat pertambahan penduduk, atau apakah perubahan dalam struktur
ekonomi berlaku atau tidak. Jadi pembangunan selalu dibarengi dengan adanya
pertumbuhan, sedangkan pertumbuhan belum tentu disertai dengan pembangunan.
Dengan demikian suatu perekonomian dapat dikatakan sedang berkembang apabila
pendapatan per–kapita menunjukkan kecenderungan (trend) jangka panjang yang
meningkat. Namun demikian tidak berarti bahwa pendapatan per – kapita akan
mengalami kenaikan terus menerus. Adanya resesi ekonomi, kekacauan politik, dan
penurunan ekspor misalnya, dapat mengakibatkan suatu perekonomian mengalami
penurunan tingkat kegiatan ekonominya. Jika keadaan demikian hanya bersifat
sementara, dan kegiatan ekonomi secara rata – rata meningkat dari tahun ke tahun,
maka masyarakat tersebut dapat dikatakan mengalami pembangunan ekonomi.
Pengertian pembangunan ekonomi secara tidak langsung menyatakan bahwa
untuk melihat laju pembangunan suatu negara dan perkembangan tingkat
kesejahteraan masyarakatnya, maka tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkelanjutan merupakan salah satu syarat utama.
1.4.3 Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi
1. Teori – teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Dalam pertumbuhan regional tidaklah semua sama dengan apa yang
dikemukakan pada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini di sebabkan pada analisa
pertumbuhan ekonomi regional lebih ditekankan pada pengaruh perbedaan
karakteristik daerah terhadap pertumbuhan ekonomi. Tetapi pertumbuhan ekonomi
regional dan pertumbuhan ekonomi nasional juga mempunyai ciri yang sama, yaitu
memberi tekanan pada unsur waktu yang merupakan faktor penting dalam analisa
pertumbuhan ekonomi.
Pada pembangunan ekonomi regional memberikan tekanan pada unsur region,
maka faktor-faktor yang mejadi perhatian juga berbeda dengan apa yang ada pada
pertumbuhan ekonomi nasional. Pada teori pertumbuhan ekonomi nasional faktor-
faktor yang perlu diperhatikan adalah modal, lapangan pekerjaan dan kemajuan
teknologi. Akan tetapi pada teori pertumbuhan ekonomi regional faktor-faktor yang
mendapat perhatian utama adalah keuntungan lokasi, aglomerasi dan arus lalu lintas
modal antar wilayah. Karena perbedaan faktor-faktor tersebut maka analisa
pertumbuhan ekonomi regional berbeda dengan teori-teori dalam menganalisa
pertumbuhan ekonomi nasional.
Teori-teori yang dapat digunakan dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi regional
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Teori lokasi
Terdapat tiga kelompok dalam pemaparan tentang teori lokasi. Kelompok
pertama sering dinamakan sebagai pembela prinsip-prinsip Least Cost Theory, yang
menekankan analisa pada aspek produksi dan mengabaikan unsur pasar dan
permintaan. Analisa dari aliran Least Cost Theory didasarkan pada asumsi pokok
antara lain : a) lokasi pasar dan sumber bahan baku telah tertentu, b) sebagai bahan
baku adalah Localized materials, c) tidak terjadi perubahan teknologi, d) ongkos
transport tetap untuk setiap kesatuan produksi dan jarak. Kelompok kedua dinamakan
Market Area Theory dimana faktor permintaan lebih penting artinya dalam pemilihan
lokasi. Teori ini disusun atas dasar beberapa asumsi utama yaitu: a) konsumen
tersebar secara merata ke seluruh tempat, b) bentuk persamaan permintaan dianggap
sama, c) ongkos angkut untuk setiap kesatuan produksi dan jarak adalah sama.
Kelompok yang ketiga dinamakan Bid Rent Theory, dimana pemilihan lokasi
perusahaan industri lebih banyak ditentukan oleh kemampuan perusahaan untuk
menyewa tanah. Teori ini lebih banyak berlaku di daerah perkotaan yang harga sewa
dan tanah sangat tinggi. Teori ini juga disusun atas dasar beberapa asumsi tertentu
yaitu : a) terdapat seluas tanah yang dapat dimanfaatkan dan tingkat kesuburan yang
sama, b) ditengah tanah tersebut terdapat sebuah pusat produksi dan konsumsi, c)
ongkos angkut sama untuk setiap kesatuan jarak produksi, d) harga barang produksi
juga sama untuk setiap jenis produksi, e) tidak terjadi perubahan teknologi (Esmara,
1985 : 327 ).
Teori lokasi ini pada intinya mengemukakan tentang pemilihan lokasi yang
dapat meminimumkan biaya. Lokasi optimum dari suatu perusahaan industri pada
umumnya terletak di mana permintaan terkonsentrasi (pasar) atau pada sumberbahan
baku. Alasan ini adalah bila suatu perusahaan industri memilih lokasi pada salah satu
kedua tempat tersebut, maka ongkos angkut untuk bahan baku atau hasil produksi
akan dapat diminimumkan dan keuntungan aglomerasi yang timbul dari adanya
konsentrasi perusahaan pada suatu lokasi akan dapat dirasakan manfaatnya
(Arysad,1999:117 ).
b. Teori Basis Ekonomi
Teori ini didasari dari sudut teori lokasi, yaitu bahwa pertumbuhan ekonomi
suatu daerah akan banyak ditentukan oleh jenis keuntungan lokasi yang selanjutnya
dapat digunakan oleh daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor. Keuntungan lokasi
tersebut umumnya berbeda-beda setiap daerah tergantung pada letak geografis daerah
yang bersangkutan. Hal ini berarti untuk dapat meningkatkan pertumbuhan suatu
daerah, strategi pembangunannya harus disesuaikan dengan keuntungan lokasi yang
dimilikinya dan tidak harus dengan strategi pembangunan pada tingkat nasional.
Model basis ekonomi menyederhanakan perekonomian menjadi dua sektor, yaitu
sektor basis dan bukan basis. Kegiatan sektor basis adalah kegiatan yang mengekspor
barang dan jasa keluar perekonomian atau memasarkan barang dan jasa kepada
mereka yang datang dari luar perekonomian yang bersangkutan.
Dengan demikian sektor basis berperan sebagai faktor penggerak utama,
dimana setiap perubahan yang terjadi dalam aktivitas ekonomi tersebut akan
menimbulkan dampak multiplier terhadap pertumbuhan perekonomian suatu wilayah.
Disisi lain sektor non basis adalah kegiatan sektor yang menyediakan barang atau jasa
yang dibutuhkan aleh masyarakat atau oleh sektor ekonomi basis yang berada dalam
batas perekonomian wilayah.
Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah menurut model basis ekonomi
ditentukan oleh kemampuan suatu daerah tersebut melakukan ekspor berupa barang
atau jasa termasuk tenaga kerja. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan maju
mundurnya sektor basis. Kemajuan antara lain disebabkan oleh perkembangan
jaringan transportasi, perkembangan permintaan dan pendapatan dari wilayah lain,
perkembangan teknologi dan prasarana lainnya. Sedangkan kemunduran sektor basis
disebabkan oleh perubahan permintaan dari luar wilayah, habisnya cadangan sumber
daya alam yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan dari perkembangan teknologi
(Yasri, 1994: 9 ).
Strategi pembangunan yang dapat dilaksanakan adalah penekanan terhadap
arti penting bantuan kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional
maupun internasional. Kebijakannya mencakup pengurangan hambatan dan batasan
terhadap perusahaan-perusahaan yang beorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan
di daerah tersebut.
Faktor-faktor penentu utama dalam pertumbuhan ekonomi regional adalah
berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.
Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk
tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan
penciptaan peluang kerja/kesempatan kerja (Arsyad, 1999 : 116 )./
c. Teori Tempat Sentral
Teori tempat sentral menganggap bahwa ada semacam hirarki tempat. Setiap
tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang memyediakan
sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu
pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya.
Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik
didaerah perkotaan maupun didaerah pedesaan (Arysad, 1999 : 117). Dampak dari
adanya tempat sentral ini adalah aglomerasi industri. Keuntungan dari adanya
aglomerasi industri ini adalah : pertama yaitu semacam keuntungan yang dapat timbul
karena pusat pengembangan memungkinkan perusahaan industri yang tergabung di
dalamnya beroperasi dengan skala besar, karena adanya jaminan sumber bahan baku
dan pasar. Kedua, yaitu adanya saling keterkaitan antar industri sehingga kebutuhan
bahan baku dan pemasaran dapat di penuhi dengan mengeluarkan ongkos angkut
yang minimum. Ketiga, yaitu timbulnya fasilitas sosial dan ekonomi dapat digunakan
secara bersama sehingga pembebanan ongkos masing-masing perusahaan industri
dapat dilakukan serendah mungkin (Esmara,1985:336 ).
Untuk mempelajari apakah suatu sektor ekonomi merupakan sektor basis atau non
basis dalam suatu wilayah dapat digunakan metode pengukuran langsung metode
pengukuran tidak langsung ( Glasson, 1974 dalam Yasri, 1994 : 9 ). Metode
pengukuran langsung dilakukan melalui survey secara langsung dalam
mengidentifikasi sektor mana yang basis dan mana yang non basis. Melalui
pendekatan ini dapat ditentukan sektor basis maupun non basis secara tepat, tetapi
dalam pelaksanaannya memerlukan dana dan sumber daya yang besar. Atas dasar ini
para pakar ekonomi regional merekomendasikan penggunaan metode pengukuran
tidak langsung yaitu menggunakan kuosien lokasi ( Locational Quotient ).
2. Teori Ekonomi Neo Klasik
Peranan teori ekonomi Neo Klasik tidak terlalu besar dalam menganalisis
pembangunan daerah, karena teori ini tidak memiliki dimensi spesial yang signifikan.
Teori ini memberi dua konsep dalam pembanguna ekonomi daerah yaitu
keseimbangan dan mobilitas faktor produksi. Artinya system perekonomian akan
mencapai keseimbangan alamiah jika modal bisa mengalir tanpa pembatasan. Oleh
karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang tinggi menuju ke daerah yang lebih
rendah (Arysad, 1999 ; 116 ).
1.5. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian terdahulu yaitu penelitian
yang bertujuan untuk mengetahui: potensi perekonomian, sektor perekonomian basis,
sektor perekonomian yang masih kurang potensial dan strategi apakah yang akan
digunakan untuk meningkatkan sektor perekonomian yang kurang potensial menjadi
sektor perekonomian andalan suatu daerah.
Berikut hasil penelitian terdahulu yang menjadi tinjauan pustaka bagi penelitian ini :
1. Dwi Setiawan
Penelitian berjudul “ Analisis Kesempatan Kerja Sektoral di Kabupaten
Kebumen dengan Pendekatan Pertumbuhan Sektor Basis” tahun 2013 dengan
menggunakan data sekunder runtut waktu tahun 2002-2011. Penelitian dilakukan
untuk mengetahui sektor-sektor basis yaitu sektor yang memiliki kesempatan kerja
lebih dari cukup dan besarnya pertambahan lapangan kerja total sebagai akibat
adanya pertambahan dilapangan kerja sektor basis; besarnya kontribusi kesempatan
kerja di kabupaten Kebumen terhadap laju pertumbuhan kesempatan kerja di Provinsi
Jawa Tengah dengan bauran industry dan keunggulan kompetitif yang dimiliki;
banyaknya lapangan kerja non baisis yang tersedia untuk satu lapangan kerja di
sektor basis.
Adapun data yang digunakan adalah Produk Domestik Bruto ( PDB ), Produk
Domestik Regional Bruto ( PDRB ), data tenaga kerja di Kebumen dan data tenaga
kerja di Jawa Tengah. Penggunaan dua jenis data PDRB dan tenaga kerja dalam
perhitungan potensi ekonomi daerah ditujukan untuk melihat potensi sektor di
Kebumen ditinjau dari sisi PDRB dan tenaga kerjanya. Dari data yang diperoleh
dianalisis dengan alat analisis Locational Quotient ( LQ ) dan Shift Share ( SSA )
yang kemudian keduanya digabungkan. Selanjutnya menghitung nilai pengganda
basis lapangan kerja untuk melihat besarnya perubahan kesempatan kerja di sektor
basis.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sektor unggulan Kabupaten Kebumen tahun
2002-2009 memiliki 2 sektor unggulan yaitu sektor pertanian dan jasa-jasa, tetapi
tahun 2011 hanya memiliki satu sektor unggulan, yaitu pertanian, secara keseluruhan
penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Kebumen mengalami peningkatan di sektor-
sektor non basis, sedangkan di sektor basis cenderung mengalami penurunan.
2. Puri Wuryandani
Penelitian berjudul “ Analisis Potensi Ekonomi Sektoral Propinsi Jawa
Tengah Tahun 1993 – 2000 “, yang berisi perhitungan untuk menentukan potensi
ekonomi daerah khususnya daerah Jawa Tengah yang menggunakan data sekunder
dengan runtut waktu ( time series ) mulai tahun 1993 sampai dengan tahun 2000.
Adapun data yang digunakan adalah Produk Domestik Bruto ( PDB ), Produk
Domestik Regional Bruto ( PDRB ), data tenaga kerja di Jawa Tengah dan data
tenaga kerja di Indonesia. Penggunaan dua jenis data PDRB dan tenaga kerja dalam
perhitungan potensi ekonomi daerah ditujukan untuk melihat potensi sektor di
Propinsi Jawa Tengah ditinjau dari sisi PDRB dan tenaga kerjanya. Dari data yang
diperoleh dianalisis dengan alat analisis Locational Quotient ( LQ ) dan Shift Share (
SSA ) yang kemudian keduanya digabungkan.
Hasil penelitian tersebut menuujukkan bahwa yang menjadi sektor basis di Jawa
Tengah ditinjau dari sisi PDRB adalah Pertanian, Industri Pengolahan,
Perdagangan,hotel dan restoran, jasa- jasa, sementara jika ditinjau dari sisi tenaga
kerja maka yang menjadi sektor basis adalah Industri Pengolahan, Perdagangan,hotel
dan restoran serta sektor Jasa-jasa.
Berdasarkan hasil analisis data, saran-saran yang dapat digunakan adalah karena
sektor pertanian semakin lama kontribusinya semakin kecil baik dari sisi PDRB
maupun tenaga kerja maka diperlukan perhatian yang serius dan diperlukan
pembenahan terutama dalam hal teknologi yang berkaitan dengan sektor pertanian,
sementara sektor Industri Pengolahan semakin lama kontribusinya semakin
meningkat terutama dalam hal penyerapan tenaga kerjanya. Hal ini menunjukkan
bahwa Propinsi Jawa Tengah mulai beralih dari masyarakat agraris menuju
masyarakat industri.
3. Handayani Astuti
Dengan judul penelitian Analisis potensi sektor ekonomi kota dan kabupaten di
propinsi daerah Istimewa Yogyakarta dalam pelaksanaan pembangunan di era
otonomi daerah. Tujuan dari penelitian ini yang pertama adalah untuk mengetahui
gambaran kontribusi sektoral terhadap
PDRB dan laju pertumbuhan PDRB secara sektoral dari tahun 1998-2001, yang
kedua untuk mengetahui sektor-sektor yang menjadi basis perekonomian di masing-
masing kota dan kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam
melaksanakan pembangunan di era otonomi daerah ditinjau dari PDRB, dan yang
ketiga untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi potensial, agar mampu
dikembangkan menjadi sector basis oleh masing-masing kota dan kabupaten di
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini yaitu
selain agar dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran dan bahan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan oleh instansi-instansi terkait, juga diharapkan dapat
dijadikan bahan perbandingan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
Dari hasil analisis data diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi sektoral Kota
Yogyakarta dan Kabupaten Sleman mendapat kontribusi terbesar dari Sektor
Pedagangan, Hotel, dan Restoran, dan laju pertumbuhan tertinggi di Sektor Industri
Pengolahan. Kontribusi terbesar Kabupaten Bantul berasal dari Sektor Pertanian,
sedangkan laju pertumbuhan sektoral tertinggi berada di Sektor Listrik, Gas, dan Air
Bersih. Kabupaten Gunung Kidul mendapat kontribusi terbesar dari Sektor Pertanian,
dan laju pertumbuhan sektoral tertinggi berada di Sektor Jasa-jasa. Kontribusi
terbesar Kabupaten Kulon Progo diperoleh dari Sektor Pertanian, dan laju
pertumbuhan sektoral tertinggi berada di Sektor Industri Pengolahan. Menjawab
permasalahan kedua diketahui bahwa Kota Yogyakarta memiliki basis perekonomian
pada: (i) Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih; (ii) Sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran; (iii) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; (iv) Sektor Keuangan; (v)
Sektor Jasa-jasa. Kabupaten Sleman memiliki basis perekonomian pada: (i) Sektor
Industri Pengolahan; (ii) Sektor Bangunan; (iii) Sektor Perdagangan, Hotel, dan
Restoran; (iv) Sektor Keuangan.Kabupaten Bantul memiliki basis perekonomian
pada: (i) Sektor Pertanian; (ii) Sektor Industri Pengolahan, (iii) Sektor Bangunan; (iv)
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Kabupaten Gunung Kidul memiliki basis
perekonomian pada: (i) Sektor Pertanian; (ii) Sektor Pertambangan dan Galian; (iii)
Sektor Bangunan. Kabupaten Kulon Progo memiliki basis perekonomian pada Sektor
Pertanian dan Sektor Jasa-jasa. Sedangkan sektor-sektor potensial yang dapat
dikembangkan di Kota Yogyakarta adalah Sektor Industri Pengolahan dan Sektor
Bangunan. Sektor-sektor potensial di Kabupaten Sleman adalah : (i) Sektor Pertanian;
(ii) Sektor Jasa-jasa; (iii) Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih; (iv) Sektor
Pengangkutan dan Komunikasi; (v) Sektor Pertambangan dan Galian. Sektor
potensial Kabupaten Bantul berada di (i) Sektor Pertambangan dan Galian; (ii) Sektor
Jasa-jasa; (iii) Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih; (iv) Sektor Pengangkutan dan
Komunikasi; (v) Sektor Keuangan. Sektor-sektor potensial yang dapat dikembangkan
di Kabupaten Gunung Kidul adalah : (i) Sektor Industri Pengolahan; (ii) Sektor
Listrik, Gas, dan Air Bersih; (iii) Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; (iv)
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; (v) Sektor Keuangan, (vi) Sektor Jasa-jasa.
Sektor-sektor potensial yang ada di Kabupaten Kulon Progo adalah : (i) Sektor
Listrik, Gas, dan Air Bersih, (ii) Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; (iii)
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; (iv) Sektor Keuangan.
Saran yang dapat diberikan guna tercapainya tujuan pembangunan di kota dan
kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu: pengoptimalisasian
pengembangan sektor-sektor potensia tanpa mengabaikan sektor basis yang telah ada,
kedua mempromosikan potensi masing-masing daerah guna menarik investor baik
dari luar negeri ataupun dari luar daerah, yang ketiga adalah penerangan dan
penyuluhan kepada masyarakat tentang pembangunan di era otonomi daerah, dan
mengarahkan masyarkat untuk lebih aktif dalam usaha- usaha yang berada di lingkup
sektor basis dan sektor potensial, dan yang kekempat yaitu perlu adanya penelitian
yang lebih lengkap dengan analisis yang lebih canggih.
4. Ike Yuli Andjani & Adi Irawan
Dengan Judul “ Perbandingan Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten Bantul
dengan Kabupaten Kulon Progo Tahun 2006-2009” Menggunakan pendekatan
Analisis Shift Share, Location Quotient dan Tipologi Klasen.
Tujuan Penelitian ini adalah (1) Perkembangan potensi ekonomi kabupaten
Bantul dan Kabupaten Kulon Progo, (2) Sektor-sektor unggulan antara kabupaten
Bantul dan Kabupaten Kulon Progo,(3) Sektor-sektor perekonomian yang masih
kurang potensial untuk lebih ditingkatkan, (4) perbandingan potensi ekonomi antara
Kabupaten Bantul dengan Kabupaten Kulon Progo.
Data yang digunakan adalah Produk Domestik Bruto ( PDB ), Produk Domestik
Regional Bruto ( PDRB ) Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo dan Provinsi
DIY. Penggunaan data PDRB ketiga daerah dalam perhitungan potensi ekonomi
daerah ditujukan untuk melihat potensi sektor di Kabupaten Bantul dan Kulon Progo
ditinjau dari sisi PDRB. Dari data yang diperoleh dianalisis dengan alat analisis
Locational Quotient ( LQ ) dan Shift Share ( SSA ) dan Tipologi Klasen yang
kemudian digabungkan.
Dari penelitian ini kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Perkembangan potensi ekonomi di Kabupaten Bantul maupun Kabupaten
Kulon Progo dari tahun ketahun terus meningkat, namun tidak pada semua
sektor ataupun sub sektor,
2. Sektor unggulan Kabupaten Bantul dan Kabuparen Kulon Progo
Dari hasil analisis menggunakan metode Shift Share di Kabupaten Bantul dan
Kabupaten Kulon Progo menunjukkan sektor yang memiliki keunggulan/daya saing
paling competitive adalah:
Kabupaten Bantul
1. Sektor Industri Pengolahan pada sub.sektor industri bukan migas pada kelompok
sub. Industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki serta sub. Industri kayu dan
barang kayu lainya.
2. Sektor Perdagangan, hotel dan restoran pada sub.sektor restoran .
3. Sektor Pengangkutan dan komunikasi pada sub.sektor pengangkutan
sub.angkutan jalan raya nilai
4. Sektor Pertanian pada sub.sektor tanaman bahan pangan serta sub.sektor
peternakan dan hasil-hasilnya
Kabupaten Kulon Progo:
1. Sektor Pertanian pada sub.sektor tanaman bahan pangan
2. Sektor Industri Pengolahan pada sub. Industri kayu dan barang kayu lainya.
Dari hasil analisis menggunakan metode Location Quotient menunjukkan bahwa :
Kabupaten Bantul memiliki sub.sektor basis pada beberapa sektor yang ada. Dari
sektor pertanian sub.sektor yang merupakan sektor basis adalah sub.sektor tanaman
bahan makanan, tanaman perkebunan serta peternakan dan hasil-hasilnya. Pada
Sektor Pertambangan dan penggalian sub.sektor penggalian yang merupakan
sub.sektor basis. Untuk sektor Industri bukan migas sub.sektor yang merupakan
sub.sektor basis paling tinggi adalah sub.sektor tekstil, barang dari kulit dan alas kaki,
kemudian disusul sub.sektor makanan, minuman dan tembakau, selanjutnya ada sub
sektor pupuk, kimia dan barang dari karet, Semen dan barang galian bukan logam dan
yang terakhir adalah kayu dan barang dari kayu lainnya. Selanjutnya sektor kontruksi
pun merupakan sektor basis di Kabupaten Kulon Progo. Pada sektor perdagangan,
hotel dan restoran hanya sub.sektor perdagangan besar dan eceran yang merupakan
sektor basis di Kabupaten Bantul. Serta sektor keuangan, persewaan dan jasa
penunjang pada sub.sektor lembaga keuangan bukan bank.
Pada Kabupaten Kulon Progo dari hasil analisis menggunakan metode
Location Quotient sub.sektor yang berada pada sektor pertanian semuanya
merupakan sektor basis. Sub. Sektor penggalian pun menjadi sektor basis di
Kabupaten Kulon Progo. Kemudian pada Sektor Insudri pengalahan yang merupaka
sektor basis adalah makanan minuman dan tembakau, Kayu dan barang dari kayu
lainnya, pupuk kimia dan barang dari karet, Semen dan barang galian bukan logam,
serta alat angkutan mesin dan peralatannya. Pada sekteor perdagangan, hotel dan
restoran hanya sub.sektor perdagangan besar dan eceran yang merupakan sektor
basis. Untuk sektor pengangkutan dan komunikasi yang merupakan sub.sektor basis
di Kabupaten Kulon Progo adalah Angkutan jalan rel dan jasa penunjang komunikasi.
Sektor keuangan, persewaan dan jasa penunjang pada sub.sektor bank, serta sektor
jasa-jasa pada sub.sektor administrasi pemerintah dan pertahanan, jasa pemerintah
lainnya.
Dari analisis menggunakan metode Tipologi Klassen dapat disimpulkan
bahwa sub.sektor yang maju dan dapat berkembang dengan pesat adalah sub.sektor
peternakan dan hasil-hasilnya (sektor pertanian), sub.sektor tekstil, barang dari kulit
dan alas kaki, sub.sektor kayu dan barang dari kayu lainnya (sektor Industri
Pengolahan). Kemudian ada sektor kontruksi yang juga merupakan sektor maju dan
tumbuh dengan pesat di Kabupaten Bantul serta sub.sektor lembaga keuangan bukan
bank.
Pada Kabupaten Kulon Progo sub.sektor yang merupakan sub.sektor maju dan
tumbuh dengan pesat adalah tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan,
peternakan dan hasil-hasilnya, Kehutanan (sektor pertanian), penggalian (sektor
pertambangan dan penggalian), kayu dan barang dari kayu lainnya, pupuk kimia dan
barang dari karet, semen dan barang galian bukan logam, alat angkutan mesin dan
peralatannya (sektor industri pengolahan), dan yang terakhir adalah sub.sektor
angkutan jalan raya.
BAB II
CARA PENELITIAN
2.1 Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diterbitkan oleh Badan Pusat
Statistik Daerah Instimewa Yogyakarta dan Kabupaten Kulon Progo, terdiri dari:
1) Data PDRB Provinsi DIY tahun 2006-2015
2) Data PDRB Kabupaten Kulon Progo tahun 2006-2015
3) Data ketenagakerjaan Provinsi DIY tahun 2006-2015
4) Data ketenagakerjaan Kabupaten Kulon Progo tahun 2006-2015
Metode Pengumpulan data, data yang digunakan merupakan data sekunder
sehingga untuk pengumpulan datanya peneliti menggunakan buku DIY dalam angka
2011 dan 2015 dan Kulon Progo dalam angka 2011 dan 2015 yang diterbitkan oleh
BPS DIY dan BPS Kulon Progo
2.2 Metoda Penelitian
Teknik analisis ini adalah teknik analisis diskriptif kuantitatif dengan tiga
teknik yaitu analisis Shift Share, Location Quotient, dan Emplyonent Base Sector.
Analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis perubahan struktur
ekonomi daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah administrative yang lebih
tinggi sebagai pembanding.
Metode LQ menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan sektor di
daerah yang diamati dengan kemampuan sektor yang sama di daerah yang lebih luas
(tingkat nasional). Variabel yang digunakan dalam analisis ini berupa nilai tambah
serta jumlah tenaga kerja. Adapun dalam analisis ini dicoba memahami Location
Quotient (LQ) dengan menggunakan nilai tambah bruto sebagai variabel yang ada
dalam PDRB menurut harga konstan
Nilai pengganda basis lapangan kerja (employment base multiplier) adalah
nilai yang digunakan untuk melihat besarnya perubahan kesempatan kerja total untuk
setiap satu perubahan kesempatan kerja di sektor basis
2.3 Analisis Hasil
Alat analisis, dalam penelitian ini ada dua analisis utama yaitu analisis potensi
perekonomian dan analisis ketenagakerjaan Kabupaten Kulon Progo. Untuk analisis
potensi perekonomian digunakan alat analisis Shift Share dan Analysis Location
Quotient (LQ) dan untuk analisis ketenagakerjaan digunakan metode Employment
Base Multiplier sektor-sektor basis dan non basis yang ada di Kabupaten Kulon
Progo.
2.3.1 Metode Analisis Shift Share
Teknik analisis ini adalah teknik analisis kuantitatif yang biasa digunakan
untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur
ekonomi wilayah administrative yang lebih tinggi sebagai pembanding. Dalam teknik
ini terdapat 3 komponen: Pertama, pertumbuhan ekonomi referensi propinsi atau
nasional yang menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional
terhadap perekonomian daerah. Kedua, pergeseran proporsional, yang menunjukkan
perubahan relatif kinerja suatu sektor di daerah tertentu terhadap sektor yang sama di
referensi propinsi atau nasional. Ketiga, pergeseran diferensial yang memberikan
informasi dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah dengan
perekonomian yang dijadikan referensi.
etiga hubungan komponen tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut
Shift Share Analysis (SSA)
SSA = (Xtt(1) /Xtt(0) – 1) + (Xtj(1) /Xtj(0) – Xtt(1) /Xtt(0) ) + (Xij(1) /Xij(0) –
Xtj(1) /Xtj(0))
a b c
Keterangan :
SSA = Shift Share Analysis
a = komponen share (menyatakan laju pertumbuhan total wilayah pada dua titik
waktu yang menunjuk-kan dinamika)
b = komponen proportional shift (menyatakan pertum-buhan total aktivitas tertentu
secara relatif dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total
wilayah yang menunjukkan dinamika sektor/aktivitas total dalam wilayah
c = komponen differential shift (menjelaskan bagaimana daya kompetisi suatu
aktivitas tertentu dibandingkan dengan total sektor atau aktivitas dalam
wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika (keung-gulan atau
ketidakunggulan) suatu sektor atau aktivitas tertentu di sub wilayah tertentu
terhadap aktivitas tersebut di wilayah lain.
Xij(1) = jumlah tenaga kerja dari sektor produksi j di wilayah kabupaten ke-i pada
tahun akhir
Xij(0) = jumlah tenaga kerja dari sektor produksi j di wilayah Kabupaten ke-i pada
tahun awal
Xtj(1) = jumlah tenaga kerja total dari sektor produksi j di wilayah Provinsi pada
tahun akhir
Xtj(0) = jumlah tenaga kerja total dari sektor produksi j di wilayah Provinsi pada tahun
awal
Xtt(1) = jumlah tenaga kerja total dari keseluruhan sektor produksi di wilayah
Provinsi pada tahun akhir
Xtt(0) = jumlah tenaga kerja total dari keseluruhan sektor produksi di wilayah Provinsi
pada tahun awal.
2.3.2 Metode Analysis Location Quotient (LQ)
Pada dasarnya metode ini menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan
sektor di daerah yang diamati dengan kemampuan sektor yang sama di daerah yang
lebih luas (tingkat nasional). Variabel yang digunakan dalam analisis ini berupa nilai
tambah serta jumlah tenaga kerja. Adapun dalam analisis ini dicoba memahami
Location Quotient (LQ) dengan menggunakan nilai tambah bruto sebagai variabel
yang ada dalam PDRB menurut harga konstan. Secara matematis Location Quotient
(LQ) dirumuskan sebagai berikut
LQ = Xij/Xit Xtj/Xtt
Keterangan :
LQ = Location Quotient
Xij = jumlah tenaga kerja dari sektor produksi j di wilayah kabupaten ke-i
Xit = jumlah tenaga kerja total dari keseluruhan sektor produksi di wilayah kabupaten
ke-i
Xtj = jumlah tenaga kerja total dari sektor produksi j di wilayah Provinsi
Xtt = jumlah tenaga kerja total dari keseluruhan sektor produksi di wilayah Provinsi
LQ < 1 berarti sektor yang bersangkutan produksinya belum dapat memenuhi
kebutuhan daerah sendiri, disebabkan oleh kurangnya peranan sektor tersebut dalam
perekonomian daerah karena tidak mempunyai keunggulan komparatif dan
dikategorikan sektor non basis.
LQ > 1 atau LQ = 1 Berarti sektor yang bersangkutan produksinya sudah dapat
memenuhi kebutuhan daerah tersebut bahkan mengekspor. Oleh karena itu daerah
tersebut diakatakan mempunyai keunggulan komparatif di sektor tersebut dan
dikatakan sebagai sektor basis.
2.3.3. Employment Base Multiplier
Menyatakan bahwa nilai pengganda basis lapangan kerja (employment base
multiplier) adalah nilai yang digunakan untuk melihat besarnya perubahan
kesempatan kerja total untuk setiap satu perubahan kesempatan kerja di sektor basis,
dihitung dengan rumus (Tarigan, 2005),
Kesempatan Kerja Basis Pengganda Basis Kesempatan Kerja = ------------------------------------------- Total Kesempatan Kerja
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis LQ
Penentuan sektor ekonomi dalam kategori sektor unggulan atau non unggulan
menggunakan metoda LQ periode tahun 2007-2010 dengan data PDRB harga
konstan tahun 2000 dan 9 lapangan usaha(sektor) diperoleh hasil bahwa di
Kabupaten Kulon Progo sektor (1) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, (2)
Pertambangan dan Penggalian, (3) Industri Pengolahan, dan Jasa-jasa lainnya
merupakan sektor unggulan dengan LQ per tahunnya lebih besar dari satu. Besarnya
rata-rata LQ untuk sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan adalah 1,526,
Pertambangan dan Penggalian 1,355, Industri Pengolahan 1,146, dan Jasa-jasa
lainnya sebesar 1,031.
Perhitungan LQ periode tahun 2011-2015 menggunakan PDRB harga konstan
tahun 2010 dan 17 sektor/lapangan usaha diperoleh hasil bahwa yang menjadi sektor
unggulan adalah (1) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, (2) Pertambangan dan
Penggalian, (3) Pengadaan air, Pengolahan sampah, Limbah dan Daur Ulang, (4)
Perdagangan Besar dan Eceran, Reperasi Mobil dan Sepeda Motor, (5) Transportasi
dan Pergudangan, (6) Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial
Wajib, (7) Jasa-jasa lainnya. Ke tujuh sektor tersebut, nilai LQ > 1 untuk setiap
tahun perhitungan. Besarnya rata-rata LQ masing-masing sektor unggulan perode
2011-2015 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil analisi LQ Sektor Unggulan Kabupaten Kulon Progo Tahun 2011-2015
No Lapangan Usaha/sektor
Rata-rata LQ 2011-2017
1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,991 2 Pertambangan dan Penggalian, 2,648 3 Pengadaan air, Pengolahan sampah, Limbah dan Daur Ulang 1,384 4 Perdagangan Besar dan Eceran, Reperasi Mobil dan Sepeda Motor 1,592 5 Transportasi dan Pergudangan 1,603 6 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial
Wajib, 1,052
7 Jasa-jasa lainnya 1,521
Sumber: Data sekunder diolah
4.2 Analisis Shift Share
Dengan menggunakan analisis Shift Share diketahui bahwa sektor-sektor yang
merupakan sektor yang kompetitif (angka Cij positif) di Kabupaten Kulon Progo
adalah (1) sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, (2) Listrik, Gas, dan air
bersih, dan (3) jasa-jasa. Selain ketiga sektor tersebut merupakan sektor yang tidak
kompetitif dibandingkan sektor yang sama dengan Provinsi DIY.
Hasil output yang diperoleh di bauran industry (Mij) dalam perekonomian di Kulon
Progo sebagai hasil antar kegiatan industry yang saling berhubungan satu sama lain
untuk sektor (1) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, (2) Pertambangan dan
Penggalian, (3) Industri Pengolahan, (4) Listrik, Gas, dan air bersih, dan (5)
Bangunan bernilai negative yang artinya tidak adanya keterkaitan antar sektor.
Sedangkan yang mempunyai keterkaitan antar sektor adalah sektor (1) Perdagangan,
Hotel, dan Restoran, (2) Pengangkutan dan Komunikasi, (3) Keuangan , Persewaan,
dan jasa Perusahaan, dan (4) jasa-jasa.
Pertumbuhan ekonomi nasional (National Growth Effect) yang menunjukkan
pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional terhadap perekonomian Kabupaten Kulon
Progo nenunjukkan nilai positif (Nij) pada setiap sektor/lapangan usaha. Hasil
perhitungan Shift Share Kabupaten Kulon Progo tahun 2010-2014 dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 4.2 Analisis Shift-Share Kabupaten Kulon Progo 2010-2014
NO SEKTOR Rn Rin Rij Eij Nij Mij Cij Dij
1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,209 2,914 510916,28 29343,0466 ‐18058,4275 3604,40555 14889,0246
2 Pertambangan dan Penggalian 3,879 3,594 16991,916 975,883137 ‐316,849986 ‐48,2769773 610,756174
3 Industri Pengolahan 4,104 1,729 275317,5 15812,09 ‐4513,09425 ‐6537,51242 4761,48337
4 Listrik, Gas, dan air bersih 4,560 5,647 12930,928 742,651658 ‐152,965257 140,48883 730,175231
5 Bangunan 5,293 8,636 110556,16 6349,48362 ‐498,255162 3696,24534 9547,4738
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 5,869 5,714 347819,54 19976,0418 436,158567 ‐538,916685 19873,2837
7 Pengangkutan dan Komunikasi 8,064 1,760 188543,58 10828,4728 4374,82141 ‐11885,329 3317,96522
8 Keu., Persewaan, dan js perusahaan 6,225 5,190 126812,78 7283,13709 610,822517 ‐1312,55171 6581,4079
9 Jasa‐jasa 6,024 8,312 377016,72 21652,9001 1058,08528 8627,52648 31338,5119
5,743 112963,707 ‐17059,7044 ‐4253,92058 91650,0818
Perhitungan Shift Share TAHUN 2010‐2014
Sumber: data sekuder diolah
4.3 Analisis Employment Base Multiplier
Analisis Pengganda basis lapangan kerja menunjukkan berapa besar kesempatan kerja
yang akan tercipta dengan adanya perubahan kesempatan kerja di sektor basis.
Tabel 4.3 Angka Penggada Basis Lapangan Kerja Kabupaten Kulon Progo Tahun 2008 dan 2014.
No Komponen Perhitungan 2008 2013 1 Kesempatan kerja basis 149201 210592 2 Kesempatan Kerja non Basis 61304 20820 3 Total Kesempatan Kerja (1)+(2) 210505 231412 4 Pengganda Basis Kesempatan Kerja 1,4111 1,0988 5 Rasio Basis 0,4111 0,0988
Sumber: data sekunder, diolah.
Tabel 4.3 menunjukkan besarnya angka pengganda kesempatan kerja sektor basis
1,411 pada tahun 2008 dan turun menjadi 1,098 tahun 2013. Angka tersebut
menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan kesempatan kerja di sektor basis
sebesar 100%, maka kesempatan kerja total akan meningkat 109,88%., sehingga
kesempatan kerja non basis akan meningkat 9,88%.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Pertama, Perhitungan LQ periode tahun 2011-2015 menggunakan PDRB
harga konstan tahun 2010 dan 17 sektor/lapangan usaha diperoleh hasil bahwa yang
menjadi sektor unggulan adalah (1) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, (2)
Pertambangan dan Penggalian, (3) Pengadaan air, Pengolahan sampah, Limbah dan
Daur Ulang, (4) Perdagangan Besar dan Eceran, Reperasi Mobil dan Sepeda Motor,
(5) Transportasi dan Pergudangan, (6) Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan
Jaminan Sosial Wajib, (7) Jasa-jasa lainnya.
Kedua, sektor-sektor yang merupakan sektor yang kompetitif (angka Cij
positif) adalah (1) sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, (2) Listrik, Gas, dan
air bersih, dan (3) jasa-jasa. Bauran industry (Mij) positif pada sektor (1)
Perdagangan, Hotel, dan Restoran, (2) Pengangkutan dan Komunikasi, (3) Keuangan
, Persewaan, dan jasa Perusahaan, dan (4) jasa-jasa artinya sektor-sektor tersebut
yang mempunyai keterkaitan antar sektor. Pertumbuhan ekonomi nasional (National
Growth Effect) nenunjukkan nilai positif (Nij) artinya pertumbuhan ekonomi nasional
berpengaruh positif terhadap perekonomian Kabupaten Kulon Progo pada setiap
sektor/lapangan usaha.
Ketiga, . tahun 2008, kenaikan kesempatan kerja total karena pengaruh
kenaikan kerja di sektor basis dan kesempatan kerja non basis, sedangkan pada tahun
2013 pengaruh kenaikan kesempatan kerja di sektor non basis menurun. Kenaikan
kesempatan kerja total sebesar 109,88%, di sektor basis 100 %, dan 9,88% di sektor
non basis.
4.2 Saran
Pemerintah daerah perlu memprioritaskan pembangunan di sektor-sektor yang
memberikan peluang peningkatan kerja yang tinggi seperti Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan, Pertambangan dan Penggalian, Pengadaan air, Pengolahan sampah,
Limbah dan Daur Ulang, Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor, Transportasi dan Pergudangan, Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan
Jaminan Sosial Wajib, dan Jasa-jasa lainnya, sehingga kesempatan kerja semakin
besar dengan tidak mengabaikan sektor-sektor non basis.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Provinsi Yogyakarta. 2010. Jogja dalam Angka 2015. BPS: Provinsi DIY
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo. 2010. Kulon Progo dalam Angka 2015. BPS: Kulon Progo.
Esmara Hendra. 1985. Memelihara Momentum Pembangunan. Gramedia: Jakarta
Lincolin Arsyad. 1993. Pengantar Perencanaan Ekonomi. PT. Media Widya Mandala: Yogyakarta.
Lincolin Arsyad. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE UGM: Yogyakarta.
Setiawan, Dwi, 2013, Analisis Kesempatan Kerja Sektoral di Kabupaten Kebumen, UMy..
Tarigan, Robinson., 2005, Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi., Bumi Aksara, Jakarta.
Thohir, Shofwan, 2013, Analisis Sektor Pertanian dalam Struktur Perekonomian di Kabupaten Kulon Progo, UNS..
Todaro, Micheal P., dan Smith, 2006, Pembangunan Ekonomi, Edisi kesembilan, Erlangga, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Widodo, Tri, 2006, Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.