laporan akhir - kementerian ppn/bappenas :: home kebijakan... · no. 81 tahun 2010 tentang grand...

162
Laporan Akhir Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 1

Upload: vuthuan

Post on 01-Feb-2018

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 1

Page 2: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator
Page 3: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

EVALUASI KEBIJAKAN

REFORMASI BIROKRASI

DIREKTORAT EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN SEKTORAL KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

2013

LAPORAN AKHIR

Page 4: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

ii Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Pengarah:

Edi Effendi Tedjakusuma

Penanggung Jawab:

Yohandarwati Arifiyatno

Tim Penyusun:

Bambang Triyono

Haryo Raharjo

Faiq

Meitha Ika Pratiwi

Novi Mulia Ayu

Tini Partini Nuryawani

Tenaga Ahli:

Denny Hernawan

Informasi selanjutnya, hubungi : Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral, Bappenas Fax : 62-21-31903107 Telp : 62-21-31903107 Email : [email protected]

Page 5: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi iii

KATA PENGANTAR

Dasar pelaksanaan Reformasi Birokrasi adalah Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014.

Upaya untuk mewujudkan sasaran reformasi birokrasi telah dilakukan, meliputi: (a) penataan kelembagaan instansi pemerintah, yang didukung oleh pelaksanaan reformasi birokrasi pada Kementerian/Lembaga/Pemda; (b) pengembangan manajemen SDM aparatur berbasis merit; (c) percepatan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundangan; dan (d) penetapan dan penerapan Sistem Indikator Kinerja Utama Pelayanan Publik.

Namun, upaya yang telah dilakukan tersebut perlu terus ditingkatkan karena pencapaian sasaran reformasi birokrasi dan tata kelola secara umum masih kurang menggembirakan. Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak akan tercapainya beberapa target pada tahun 2014, seperti persentase Pemda dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan pemda (daerah), peringkat kemudahan berusaha, dan indeks efektifitas pemerintahan.

Dengan memperhatikan berbagai hal tersebut di atas dan pentingnya pelaksanaan reformasi birokrasi maka pada tahun 2013 Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral melakukan evaluasi terhadap kebijakan reformasi birokrasi. Penekanan evaluasi dikaitkan dengan peningkatan kualitas pelayanan publik, ditinjau dari aspek kualitas penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan umum, dan pelayanan dunia usaha.

Diharapkan evaluasi ini akan bermanfaat dalam penyusunan kebijakan reformasi birokrasi di masa mendatang. Masukan, saran, dan kritik yang membangun akan dijadikan bahan perbaikan dan penyempurnaan evaluasi ini.

Page 6: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

iv Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Akhirnya, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan evaluasi ini.

Jakarta, Desember 2013 Direktur Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

Yohandarwati Arifiyatno

Page 7: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi v

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................ v

DAFTAR TABEL ......................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................... viii

Bab I. Pendahuluan ........................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................... 1

1.2. Tujuan ................................................................................ 2

1.3. Ruang Lingkup ................................................................... 3

1.4. Keluaran ............................................................................. 3

Bab II. Kerangka Konseptual ............................................... 5

2.1. Evaluasi Kebijakan Publik ................................................... 5

2.2. Pendekatan dan Metode Evaluasi Kebijakan ..................... 20

2.3. Konsep, Dinamika dan Problematika Reformasi Birokrasi . 27

2.4. Pelayanan Publik ............................................................... 35

2.5. Kerangka Analisis .............................................................. 38

Bab III. Metode Evaluasi ..................................................... 39

3.1. Metode Evaluasi ................................................................. 39

3.2. Teknik Sampling ................................................................ 44

3.3. Pengumpulan Data ............................................................ 45

Page 8: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

vi Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Bab IV. Review Kebijakan Terkait Pembangunan Reformasi

Birokrasi ................................................................ 49

4.1. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand

Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 ............................... 49

4.2. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum

Reformasi Birokrasi ............................................................ 51

4.3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik ................................................................ 54

4.4. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang

Ombudsman Republik Indonesia ........................................ 62

4.5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 65 Tahun 2005 tentang

Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

Minimal ............................................................................. 65

4.6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2010

Tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu

Kecamatan (PATEN) .......................................................... 71

Bab V. Capaian Kinerja Pembangunan Reformasi Birokrasi ... 73

5.1. Capaian Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan .............. 73

5.2. Capaian Kinerja Pelayanan untuk Masyarakat Umum......... 84

5.3. Capaian Kinerja Pelayanan Publik Bagi Dunia Usaha .......... 88

Bab VI. Identifikasi Permasalahan Pembangunan Reformasi

Birokrasi ................................................................ 97

6.1. Permasalahan RB dalam Penyelenggaraan Pemerintahan . 97

6.2. Permasalahan dalam Pelayanan Publik Bagi Masyarakat ... 109

6.3. Permasalahan dalam Pelayanan Publik bagi Pelaku Usaha 112

6.4. Kesimpulan ....................................................................... 115

Page 9: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi vii

Bab VII. Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Reformasi

Birokrasi ................................................................ 117

7.1. Rekomendasi Bagi Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan

Pemerintahan .................................................................... 117

7.2. Rekomendasi untuk Meningkatkan Pelayanan Publik Bagi

Masyarakat ........................................................................ 124

7.3. Rekomendasi untuk Meningkatkan Pelayanan Publik Bagi

Pelaku Usaha ..................................................................... 135

EPILOG ..................................................................................... 141

DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 145

Page 10: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

viii Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Pre-Test, Post-Test, Control-Group Evaluation Design .................................................................... 21

Tabel 2.2. Interrupted Time-Series Evaluation Design............... 22

Tabel 2.3. Pendekatan Evaluasi Kebijakan (Dunn, 2010) ......... 23

Tabel 2.4. Tipe Evaluasi (Finance, 1994) ................................ 25

Tabel 2.5. Indikator Bidang Pembangunan Aparatur Negara . 33

Tabel 3.1. Kebutuhan Data untuk Kajian Evaluasi Kebijakan Pembangunan Reformasi Birokrasi ....................... 47

Tabel 4.1. Area Perubahan RB ............................................... 51

Tabel 4.2. Program, Kegiatan dan Keluaran RB (selected) ...... 51

Tabel 5.1. Perkembangan Capaian Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola ............................................................ 73

Tabel 5.2. Indikator SPM Realisasi Nasional Tahun 2009-2012 ...................................................................... 76

Tabel 5.3. Capaian Implementasi Pengadaan Secara Elektronik Tahun 2009-2012 .................................. 80

Tabel 5.4 Perbandingan Skor Government Effectiveness Negara ASEAN Tahun 2007-2011 .......................... 83

Tabel 5.5. Unit Layanan Instansi Pusat dengan Skor Total Integritas > 7 ......................................................... 86

Tabel 5.6. Perbandingan Peringkat Doing Business Negara ASEAN .................................................................. 93

Tabel 5.7. Perbandingan Skor Regulatory Quality Negara ASEAN .................................................................. 94

Tabel 5.8. Peringkat FDI Confidence Index Indonesia .............. 95

Tabel 6.1. Problematika Dimensi Kelembagaan .................... 100

Tabel 6.2. Problematika SDM Aparatur ................................. 104

Tabel 6.3. Problematika Ketatalaksanaan ............................. 107

Tabel 7.1. Good Practices Memulai Usaha diBerbagai Negara 136

Page 11: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Evaluasi ............................ 38

Gambar 3.1. Prosedur Evaluasi Program (Kualitatif) ............... 43

Gambar 5.1. K/L Dan Pemda yang Melaksanakan RB ............ 75

Gambar 5.2. Jumlah PTSP /OSS di K/L (Pemda) ..................... 79

Gambar 5.3. IKM di K/L dan Pemda ....................................... 81

Gambar 5.4. Perkembangan Nilai IIN Tahun 2007 - 2012 ....... 84

Gambar 5.5. Skor Indeks Integritas Sektor Publik 2012 .......... 85

Gambar 5.6. Reformasi Dalam Memulai Usaha ...................... 89

Gambar 6.1. Sepuluh Faktor Paling Bermasalah dalam

Memulai Usaha ................................................. 114

Gambar 7.1. Model Mentransformasi Pelayanan Publik ......... 135

Page 12: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator
Page 13: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebijakan pembangunan reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka meningkatkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan merupakan bagian terpenting dalam meningkatkan pelaksanaan pembangunan nasional. Kebijakan reformasi birokrasi pada akhirnya diharapkan dapat mencapai peningkatan kualitas pelayanan publik yang lebih baik, peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, dan peningkatan profesionalisme sumber daya aparatur pemerintah, serta penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN.

Dibidang pelayanan publik, pemerintah masih belum dapat menyediakan pelayanan publik yang berkualitas sesuai yang diharapkan. Hasil survei integritas yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2010 menunjukkan bahwa indeks integritas sektor publik tingkas nasional mencapai skor 5.42, tingkat instansi pusat 6.16, tingkat instansi vertikal 5.26 dan tingkat daerah 5.07 dari skala 10. Kemudahan berusaha (Doing Business), Indonesia menempati peringkat ke-122 dari 181 negara atau berada pada peringkat ke-6 dari 9 negara ASEAN.

Dalam kaitan dengan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, berdasarkan penilaian government effectiveness yang dilakukan Bank Dunia, Indonesia memperoleh skor -0,43 pada tahun 2004, -0,37 pada tahun 2006, dan -0,29 pada tahun 2008, dari skala -2.5 menunjukkan skor terburuk dan 2,5 menunjukkan skor terbaik. Meskipun pada tahun 2008 mengalami peningkatan menjadi -0,29, skor tersebut masih menunjukkan kapasitas kelembagaan/efektivitas pemerintahan di Indonesia tertinggal jika dibandingkan dengan kemajuan yang dicapai oleh negara-negara tetangga.

Page 14: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

2 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Dalam hal perwujudan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, masih banyak hal yang harus diselesaikan dalam kaitan pemberantasan korupsi. Hal ini antara lain ditunjukkan dari data Transparency International pada tahun 2011, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia masih rendah (3,0 dari 10). Akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, kualitasnya masih perlu banyak dibenahi termasuk dalam penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan K/L dan Pemda masih banyak yang perlu ditingkatkan menuju ke opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Melihat kondisi permasalahan yang ada, pemerintah telah berupaya untuk terus meningkatkan kualitas reformasi birokrasi melalui pelaksanan kebijakan pembangunan yang dituangkan dalam dokumen RPJMN 2010-2014, serta dengan dikeluarkannya beberapa kebijakan mengenai reformasi birokrasi, antara lain dengan ditetapkannya PP Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Tahun 2010-2025.

Untuk itu, perlu kiranya dilakukan evaluasi terhadap pencapaian pembangunan reformasi birokrasi berdasarkan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dalam dokumen pembangunan. Hasil evaluasi tersebut diharapkan dapat menjadi masukan dan perbaikan penyusunan kebijakan selanjutnya.

1.2. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kegiatan Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi adalah:

1. Melihat sejauhmana pencapaian kebijakan pembangunan reformasi birokrasi dalam pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditentukan;

2. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab pencapaian sasaran;

3. Menyusun rekomendasi dalam upaya perbaikan kebijakan pembangunan selanjutnya.

Page 15: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 3

1.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi ini adalah melakukan identifikasi dan analisis atas pelaksanaan reformasi birokrasi serta kebijakan pendukung lainnya. Pencapaian kebijakan pembangunan reformasi birokrasi terutama dalam peningkatan kualitas pelayanan publik dalam:

1. Penyelenggaraan pemerintah: kelembagaan, tata laksana (business process), SDM aparatur.

2. Pelayanan masyarakat umum

3. Pelayanan dunia usaha/bisnis

1.4. Keluaran

Keluaran yang diharapkan dari kegiatan Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi berupa laporan hasil evaluasi yang memuat pencapaian dan identifikasi permasalahan pembangunan Bidang Reformasi Birokrasi beserta rekomendasi kebijakannya.

Page 16: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

4 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Page 17: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 5

BAB II

KERANGKA KONSEPTUAL

2.1. Evaluasi Kebijakan Publik

Dalam memahami evaluasi kebijakan ada sejumlah hal dasar yang perlu diperhatikan agar lebih terfokus. Hal-hal dasar dimaksud berkaitan dengan sejumlah konsep penting terkait kebijakan publik pada umumnya serta evaluasi kebijakan pada khususnya, definisi evaluasi kebijakan sebagai bidang pembatas kajian; fungsi serta tugas evaluasi kebijakan; pemanfaatan (utilization) dari hasil evaluasi kebijakan serta memahami evaluasi kebijakan sebagai sebuah kontinuum. Dalam bagian ini kelima aspek ini akan dijelaskan secara singkat.

2.1.1. Beberapa Konsep Penting dalam Evaluasi Kebijakan

Dalam literatur evaluasi kebijakan atau program ada sejumlah konsep pokok yang harus dipahami, diantaranya: keluaran kebijakan (policy outputs), hasil kebijakan (policy outcomes), dampak kebijakan (policy impacts). Ketiga konsep penting tersebut dijelaskan pada bagian di bawah ini.

Keluaran kebijakan (policy outputs) adalah segala sesuatu yang secara aktual dikerjakan atau dihasilkan oleh instansi pemerintah dalam mewujudkan keputusan dan pernyataan kebijakan. Konsep tentang keluaran difokuskan pada hal-hal seperti jumlah pajak yang dapat dihimpun, panjang jalan yang dibangun, manfaat program kesejahteraan yang dibayarkan, denda lalulintas yang dikumpulkan, atau proyek bantuan luar negeri yang dilaksanakan.Uji terhadap keluaran akan mengindikasikan banyaknya hal yang telah dilakukan untuk mengimplementasikan kebijakan. Instansi pemerintah, dibawah tekanan legislatif, kelompok kepentingan, dan kelompok lain akan cenderung memfokuskan diri pada keluaran, bukan hasil,

Page 18: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

6 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

untuk menghasilkan statistik yang menunjukkan adanya perkembangan.

Hasil kebijakan (policy outcomes), berbeda dengan keluaran kebijakan, merupakan konsekuensi bagi masyarakat – dikehendaki atau tidak dikehendaki – akibat dari tindakan pemerintah atau akibat pemerintah tidak mengambil tindakan (inaction). Kebijakan kesejahteraan sosial dapat dipergunakan untuk mengilustrasikan konsep ini. Sangat mudah untuk mengukur keluaran kebijakan kesejahteraan seperti jumlah manfaat yang dibayarkan, tingkat rataan manfaat, dan jumlah orang yang dibantu. Namun agak sulit mengukur apa hasil, atau konsekuensi bagi masayarakat, dari tindakan tersebut. Apakah hasil kebijakan telah meningkatkan rasa aman dan kepuasan pribadi? Apakah kebijakan telah mengurangi inisiatif individual? Apakah program kesejahteraan membantu orang miskin untuk tetap malas? Pertanyaan tersebut memang agak sulit dijawab. Yang perlu diketahui adalah apakah kebijakan telah mencapai tujuannya, apakah masyarakat mampu merubah tindakan kebijakan sebagai konsekuensinya, dan apakah perubahan tersebut merupakan sesuatu yang diinginkan atau sebaliknya. Dampak kebijakan merupakan amalgam dari keluaran dan hasil kebijakan.

Dampak kebijakan (policy impacts), menurut Thomas R. Dye (1987), mempunyai sejumlah dimensi penting.

Pertama, dampak kebijakan pada masalah-masalah publik dan dampak kebijakan pada orang-orang yang terlibat. Individu atau mereka yang diharapkan dipengaruhi oleh kebijakan harus dibatasi, seperti termasuk kelompok masyarakat miskin, pengusaha kecil, anak sekolah, pengangguran dan sebagainya. Selain itu dampak yang diharapkan dari kebijakan harus ditentukan. Program anti-kemiskinan, misalnya, bertujuan untuk meningkatkan pendapatan kelompok masyarakat miskin, meningkatkan kesempatan memperoleh pekerjaan atau mengubah sikap dan perilaku mereka. Bila tujuan kebijakan bersifat kombinasi, maka analisis akan semakin kompleks karena prioritas harus dikaitkan dengan bermacam dampak yang diinginkan.

Kedua, kebijakan mungkin mempunyai dampak pada keadaan dan kelompok di luar sasaran atau tujuan kebijakan. Kebijakan ini

Page 19: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 7

dinamakan eksternalitas atau dampak yang melimpah (externalities or spillover effects). Program uji coba senjata nuklir mungkin berguna bagi perkembangan teknologi persenjataan (eksternalitas positif), namun peledakannya juga akan mengancam penduduk dunia (eksternalitas negatif).

Ketiga, kebijakan mungkin akan mempunyai dampak pada keadaan sekarang dan masa yang akan datang. Ada sejumlah pertanyaan yang bersifat ilustratif, seperti: apakah program direncanakan untuk memperbaiki keadaan secara langsung untuk jangka pendek atau jangka panjang? Apakah kebijakan deregulasi dan debirokratisasi mendorong ekspor komoditas non migas dalam jangka pendek? Bila ya, apakah dampak jangka panjang dari kebijakan tersebut? Pertanyaan tersebut dimaksudkan untuk melihat konsekuensi yang ditimbulkan kebijakan berdasarkan dimensi waktu.

Keempat, evaluasi juga menyangkut unsur lain yaitu biaya langsung (direct cost) yang dikeluarkan untuk membiayai program kebijakan publik. Biaya langsung dapat berupa total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai program atau persentase PDB untuk membiayai program. Biaya langsung lainnya mungkin agak lebih sulit dihitung seperti biaya yang dikeluarkan oleh pihak swasta untuk membeli alat pengolah limbah dalam rangka melaksanakan program pemerintah menyangkut pengendalian pencemaran lingkungan.

Kelima, biaya tidak langsung yang ditanggung masyarakat atau beberapa anggota masyarakat akibat adanya kebijakan publik. Biaya tidak langsung biasanya tidak dipertimbangkan dalam evaluasi kebijakan karena tidak dapat dihitung mengingat sulitnya menentukan ukuran yang akan dipakai. Misalnya, sulit diukur berapa besar biaya ketidaknyamanan, biaya dislokasi, dan biaya kekacauan sosial akibat proyek pembaharuan kota; sulit mengukur biaya estetika akibat pembangunan jalan raya yang melalui tempat-tempat rekreasi. Yang juga sulit dilakukan adalah mengukur keuntungan tidak langsung dari program kebijakan publik seperti sulitnya mengukur manfaat sistem politik yang demokratis bagi kepuasan politik warga negara.

Sekalipun dampak yang sebenarnya dari suatu kebijakan mungkin jauh dari yang diharapkan atau diinginkan, namun kebijakan tersebut

Page 20: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

8 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

pada dasarnya mempunyai konsekuensi penting bagi masyarakat. Misalnya, program anti-kemiskinan bisa saja hasilnya mengecewakan, tetapi kebijakan itu tetap menunjukkan pada rakyat bahwa pemerintah mempunyai perhatian terhadap masalah kemiskinan.

2.1.2. Pengertian Evaluasi Kebijakan

Kebijakan publik pada hakekatnya dibuat untuk mencapai tujuan tertentu yang menyangkut kepentingan publik. Ia dirancang untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh publik. Dengan demikian, kebijakan publik tersebut selalu berorientasi pada tujuan dan pemecahan masalah. Hanya saja kebijakan yang telah dibuat, pada level nasional maupun lokal, tidak selalu mampu mencapai tujuannya atau tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapi publik. Tidak jarang hasil dan dampak kebijakan atau program publik justru menimbulkan masalah baru. Karena itu, diperlukan kegiatan yang sifatnya evaluatif sebagai upaya untuk mengetahui secara tepat dan komprehensif apakah kebijakan yang telah dilaksanakan itu mencapai tujuannya atau memberikan dampak yang diharapkan atau tidak. Dalam konteks seperti itulah, evaluasi kebijakan publik seharusnya ditempatkan.

Secara umum, dengan mengutip pendapat James Anderson (1990), evaluasi kebijakan diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan termasuk isi, implementasi dan dampaknya. Secara sederhana Thomas R. Dye (1987) mendefinisikan evaluasi kebijakan sebagai proses penilaian tentang dampak kebijakan publik. Sementara itu Paul R. Binner (1976) secara lebih kompleks mendefinisikan evaluasi kebijakan sebagai penilaian tentang keefektifan program nasional secara keseluruhan dalam memenuhi sasarannya, atau penilaian tentang keefektifan relatif dari dua atau lebih program memenuhi sasaran bersama. Sedangkan David Nachmias (1980) mengemukakan bahwa :

Evaluasi kebijakan beranjak dari upaya evaluasi sebelumnya dalam beberapa aspek penting dari ilmu sosial. Perhatian utamanya adalah penjelasan (explanation) dan peramalan (prediction); Evaluasi kebijakan tergantung pada bukti dan analisis empiris…

Page 21: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 9

Yang menjadi perhatiannya adalah bermanfaat bagi pembuat kebijakan…dengan perhatian pokok pada evaluasi sebagai sebuah aktivitas riset ilmiah. Penekanan utamanya adalah pada riset, yaitu pada “prosedur pengumpulan dan penganalisisan data yang akan meningkatkan kemungkinan untuk membuktikan daripada mendeklarasikan nilai dari sejumlah aktivitas sosial.

Selanjutnya Nachmias mendefinisikan evaluasi sebagai sebuah aktivitas riset yang berkaitan dengan konsekuensi dari kebijakan publik, sedangkan riset evaluasi kebijakan berkaitan dengan studi tentang dampak dari keluaran kebijakan (policy outputs). Dengan meneliti dampak langsung dan dampak jangka panjang dari keluaran kebijakan, riset evaluasi dapat menghasilkan pengetahuan baru yang dapat dihubungkan dengan proses pembuatan keputusan publik.

Dari sejumlah pengertian evaluasi kebijakan tersebut dapat dijelaskan sejumlah komponen penting definisi, yaitu:

1. Evaluasi kebijakan berkaitan dengan penilaian tentang efektivitas implementasi kebijakan atau program serta dampak atau konsekuensinya.

2. Aktivitas evaluasi terfokus pada penjelasan atas hasil serta dampak kebijakan atau program yang senyatanya ada (actual) dan melakukan prediksi berdasarkan hasil dan dampak tersebut di masa yang akan datang.

Terakhir, perlu dikemukakan tentang sejumlah istilah terkait yang sering dipergunakan. Dalam pandangan Nachmias, istilah kebijakan, program, dan proyek dapat dipergunakan secara bergantian (interchangeably) karena prinsip-prinsip riset terhadapnya relatif sama. Namun, secara analitis istilah-istilah tersebut dapat dibedakan sepanjang kontinuum kekhususan (specificity) dengan proyek dipandang sebagai seperangkat tindakan yang bersifat lebih spesifik (dibanding kebijakan dan program) serta dirancang untuk mencapai sebuah sasaran.

Sementara itu menurut Winarno (2002) evaluasi kebijakan pada dasarnya merupakan sebuah kegiatan fungsional dalam arti evaluasi kebijakan publik tidak dilakukan hanya pada tahap akhir saja, tetapi juga dilakukan dalam seluruh proses kebijakan termasuk pada tahap

Page 22: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

10 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

perumusan masalah kebijakan, penyusunan program, implementasi, maupun dampak kebijakan. Hampir senada, Sofyan Effendi mengemukakan bahwa secara hakiki evaluasi kebijakan mempunyai 3 (tiga) lingkup makna, yaitu: (1) Evaluasi perumusan kebijakan, (2) Evaluasi implementasi kebijakan, dan (3) Evaluasi lingkungan kebijakan.

Ketiga komponen itulah yang menentukan apakah kebijakan akan efektif atau tidak. Berkaitan dengan evaluasi perumusan kebijakan, misalnya, secara umum evaluasi kebijakan berkaitan dengan apakah formulasi kebijakan :

1. Telah menggunakan pendekatan yang sesuai dengan masalah yang hendak diselesaikan, karena setiap masalah publik memerlukan model formulasi kebijakan publik yang berlainan;

2. Telah mengarah pada permasalahan inti, karena setiap pemecahan masalah harus benar-benar mengarah pada inti masalahnya;

3. Telah mengikuti prosedur yang diterima secara bersama, baik dalam rangka keabsahan maupun dalam rangka kesamaan dan keterpaduan langkah perumusan;

4. Telah mendayagunakan sumberdaya yang ada secara optimal, baik dalam bentuk dana, manusia, waktu, dan kondisi lingkungan strategis.

Sedangkan tujuan evaluasi implementasi kebijakan adalah untuk mengetahui variasi dalam indikator kinerja yang digunakan untuk menjawab 2 pertanyaan pokok, yaitu :

1. Bagaimana kinerja implementasi kebijakan publik? Jawabannya berkaitan dengan kinerja implementasi publik (variasi dari outcome) terhadap variabel independen tertentu;

2. Faktor apa saja yang menyebabkan variasi itu? Jawabannya berkenaan dengan faktor kebijakan itu sendiri, organisasi implementasi kebijakan, dan lingkungan implementasi kebijakan yang mempengaruhi variasi outcome dari implementasi kebijakan.

Page 23: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 11

Dalam kaitan dengan evaluasi lingkungan kebijakan, ia lebih banyak berhubungan dengan identifikasi faktor lingkungan apa saja yang dapat membuat kebijakan gagal atau berhasil dilaksanakan. Banyak kebijakan publik di era Presiden Wahid gagal atau tidak efektif dilaksanakan karena lingkungan politik diisi oleh lintas pelaku dengan lintas kepentingan yang sulit dipertemukan (diistilahkan sebagai ‘koalisi pelangi’). Sementara kebijakan pemulihan ekonomi berjalan agak lamban karena begitu rentan terhadap pengaruh luar baik karena pengaruh negara-negara kuat (utamanya AS dan Jepang) maupun intervensi lembaga donor internasional dengan agenda penyesuaian struktural (structural adjustment).

2.1.3. Fungsi dan Tugas Evaluasi Kebijakan Publik

Menurut Samodra Wibawa dkk (1993), dengan mengutip pendapat William Dunn, evaluasi kebijakan publik mempunyai 4 fungsi, yaitu :

1. Eksplanasi. Melalui eksplanasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola hubungan antar berbagai dimensi realitas yang diamati. Dari evaluasi ini evaluator dapat mengidentifikasi masalah, kondisi, dan aktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan.

2. Kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lain, telah sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan.

3. Audit. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah output benar-benar sampai ke tangan kelompok sasaran kebijakan, atau sebaliknya ada kebocoran atau penyimpangan.

4. Akunting. Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial ekonomi dari kebijakan tersebut.

Sedangkan menurut Fadillah Putra (2003) evaluasi kebijakan publik mempunyai 3 fungsi pokok, yaitu :

Page 24: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

12 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

1. Memberikan informasi yang valid tentang kinerja kebijakan. Evaluasi dilakukan atas kinerja dari proses implementasi kebijakan yang dievaluasi. Kinerja kebijakan dapat dilihat dari seberapa mampu kebijakan tersebut dapat memecahkan masalah dan sejauh mana kebijakan publik dapat efektif sebagai instrumen solusi.

2. Menilai kepantasan tujuan atau target dengan masalah yang dihadapi. Banyak sekali kebijakan yang tujuan formalnya tercapai, namun masalahnya secara substansial belum terpecahkan. Program pengentasan kemiskinan, misalnya, dapat dikatakan berhasil dilihat dari target pengucuran dana dan menurunnya jumlah orang miskin, namun tidak jarang pemerintah harus mengeluarkan anggaran yang besar untuk menanggung konsekuensi akibat munculnya dampak negatif dari program kebijakan yang bercorak bantuan atau hibah.

3. Memberikan kontribusi pada kebijakan lain dengan menghasilkan rekomendasi atas kebijakan yang dievaluasi.

Berkaitan dengan tugas evaluasi kebijakan, Lester dan Stewart (2000) mengemukakan bahwa evaluasi kebijakan dapat dibedakan dalam 2 (dua) tugas yang berbeda.

Tugas pertama, menentukan konsekuensi apa yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan atau program dengan cara menggambarkan dampaknya. Tugas pertama ini merujuk pada usaha untuk melihat apakah program kebijakan publik mencapai tujuan atau dampak yang diinginkan atau tidak. Bila jawabannya tidak, maka faktor apa saja yang menjadi penyebabnya? Apakah ada kesalahan dalam merumuskan masalah kebijakan (bad formulation), kesalahan dalam implementasi (bad implementation), atau kesalahan karena faktor yang berada di luar kehendak manusia (bad luck)?

Tugas kedua, menilai keberhasilan atau kegagalan suatu kebijakan berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Tugas kedua ini sebenarnya terkait erat dengan tugas pertama. Setelah kita mengetahui konsekuensi kebijakan melalui deskripsi dampak kebijakan publik, maka akan diketahui apakah

Page 25: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 13

program kebijakan yang dijalankan sesuai atau tidak dengan dampak yang diinginkan. Disinilah arti penting evaluasi kebijakan publik: memberi pengetahuan menyangkut hubungan sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan dalam mencapai tujuan dan dampak yang diinginkan sehingga dapat dijadikan pedoman untuk melakukan policy improvement atau policy change di masa mendatang.

Untuk memenuhi kedua tugas tersebut, evaluasi kebijakan harus mencakup 4 kegiatan penting (Charles O. Jones menyebutnya sebagai sub-kegiatan dalam evaluasi kebijakan publik), sebagai berikut :

1. Spesifikasi, merupakan kegiatan yang paling penting diantara sub-kegiatan evaluasi lainnya. Kegiatan ini meliputi identifikasi tujuan atau kriteria. Ukuran atau kriteria inilah yang akan dipergunakan untuk mengevaluasi manfaat program kebijakan.

2. Pengukuran, menyangkut aktivitas pengumpulan informasi yang relevan untuk objek evaluasi.

3. Analisis, adalah penggunaan informasi yang telah terkumpul dalam rangka menyusun kesimpulan.

4. Rekomendasi, yaitu penentuan mengenai apa yang harus dilakukan di masa yang akan datang.

Sedangkan Edward A. Suchman, secara agak lebih elaboratif, mengemukakan enam langkah dalam melaksanakan evaluasi kebijakan, yaitu: (1) Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi, (2) Analisis terhadap masalah, (3) Deskripsi dan standardisasi kegiatan, (4) Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi, (5) Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab lain, (6) Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.

Page 26: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

14 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

2.1.4. Maksud dan Pemanfaatan Evaluasi

Dalam konteks kebijakan publik, evaluasi mempunyai manfaat baik secara konseptual maupun praktis. Secara konseptual, misalnya, Dennis J. Palumbo (1989) mengemukakan 3 bentuk manfaat dari evaluasi kebijakan, yaitu :

1. Untuk formulasi kebijakan. Untuk kepentingan formulasi kebijakan, dibutuhkan informasi dari evaluasi dalam 3 hal, yaitu: (a) informasi tentang masalah atau ancaman yang disebabkan oleh program (seperti, seberapa besar masalah atau ancamannya? Bagaimana frekuensi dan arahnya? Bagaimana ia berubah? Apakah kita perlu program baru atau legislasi baru untuk memecahkan masalah tersebut? Bila ya, seberapa besar program baru tersebut akan berhasil?); (b) informasi tentang hasil program lalu atau upaya terkait yang diupayakan untuk menangani masalah atau ancaman (misalnya, apakah program terdahulu tersebut layak? Apakah program terdahulu berhasil? Apa masalah yang dihadapi?); dan (c) informasi yang memungkinkan pemilihan satu program alternatif dibanding program lainnya (misalnya, membandingkan biaya dan manfaat satu program dengan program lain? Apa bentuk tingkat pertumbuhan yang dialami oleh program yang berbeda di masa lalu?)

2. Untuk pelaksanaan kebijakan. Untuk keperluan ini evaluasi perlu memiliki : (a) informasi tentang implementasi program (misalnya, dalam hal apa program bersifat operasional, seberapa sama program di lokasi lain, apakah program conform atau sesuai dengan kebijakan dan harapan yang dirumuskan, berapa biaya program, bagaimana perasaan stakeholder tentang program, apakah ada kesalahan besar dalam hal penyimpangan, pelanggaran, penyalahgunaan dsb); (b) informasi tentang pengelolaan program (misalnya, derajat kontrol atas pengeluaran, kualifikasi dan tingkat keterpercayaan pegawai, alokasi sumberdaya, penggunaan informasi program dalam pembuatan keputusan dsb); dan (c) informasi berjalan tentang masalah yang sedang berlangsung (misalnya, apakah masalahnya telah menjadi berkembang?

Page 27: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 15

Apakah semakin berkurang? Apakah masalahnya cukup berkurang sehingga program tidak diperlukan lagi? Apakah program perlu diubah dalam karakteristik pentingnya sehingga program juga perlu diubah ?)

3. Untuk keperluan akuntabilitas. Dalam kaitan ini evaluasi harus menekankan pada tiga hal, yaitu : (a) informasi tentang hasil program (misalnya, apa yang telah terjadi sebagai hasil dari perancangan program dan implementasinya?); (b) informasi tentang apakah program telah mencapai tujuannya; dan (c) informasi tentang efek dari program (baik yang diharapkan maupun tidak diharapkan).

Selain itu, evaluasi kebijakan publik juga punya manfaat praktis. Badjuri dan Yuwono (2002), misalnya, mengemukakan bahwa evaluasi kebijakan dapat membantu dalam: (1) Menilai apakah kebijakan tersebut masih relevan untuk dipertahankan dalam konteks perubahan dewasa ini; (2) Memberikan pemikiran apakah ada cara lain yang lebih efektif dan efisien dalam implementasi kebijakan; (3) Menguji apakah dampak kebijakan yang diinginkan sudah tercapai sebagaimana tertulis; (4) Menilai apakah program tersebut perlu diperluas, dipersempit, diperpanjang atau mungkin dihentikan sama sekali; (5) Memutuskan apakah pada masa yang akan datang sumberdaya pendukung perlu ditambah, dikurangi atau bahkan dihentikan total; serta (6) Membantu meningkatkan kredibilitas pemerintah khususnya berkaitan dengan akuntabilitas kebijakan publik pada umumnya.

Sementara itu, perspektif agak berbeda dikemukakan oleh Palumbo (1989). Dengan merujuk pada ungkapan sastrawan Rudyard Kipling, ia mengemukakan pemanfaatan evaluasi harus melihat faktor 5W plus 1 H, yaitu : What, Why, When, Where, Who dan How.

WHAT. Evaluasi dapat memiliki dampak konseptual atau dampak terhadap tindakan. Dampak konseptual adalah dampak yang mempengaruhi pemikiran tentang program. Setiap pemanfaatan evaluasi oleh stakeholder utama (seperti staf program, pemberi dana, administrator, dan pembuat keputusan lainnya) akan mengkonseptualisasikan implementasi atau hasil dengan cara-cara baru, memahami dinamika program secara lebih mendalam, atau

Page 28: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

16 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

menggeser prioritas program. Sedangkan dampak tindakan adalah dampak yang dapat mengarah pada perubahan-perubahan yang dapat diamati (observable changes) dalam operasi aktual sebuah program. Dampak tindakan ini sangat penting bila melibatkan perubahan dalam hal level atau tipe pendanaan, atau perubahan dalam bagaimana program diantarkan (program delivery). Evaluasi juga dapat mempengaruhi keputusan, dalam arti ia dapat mengarah pada keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan program, atau melakukan banyak hal dimana pembuat keputusan mempunyai kewenangan untuk melakukan kontrol. Biasanya, riset atas pemanfaatan evaluasi secara bias ditujukan pada dampak tindakan.

Riset awal dalam evaluasi difokuskan pada digunakannya hasil evaluasi, seperti data, rekomendasi, dan laporan evaluasi. Asumsinya adalah berbicara tentang evaluasi berarti berbicara tentang temuan dan rekomendasi dari evaluasi. Namun, sejalan dengan semakin meningkatnya pemahaman tentang proses pemanfaatannya, semakin dipahami bahwa proses evaluasi dapat mempunyai dampak yang cukup signifikan terlepas dari temuan evaluasi. Dengan demikian, sesungguhnya proses evaluasi dapat digunakan walaupun tidak ada temuan akibat gagalnya pengumpulan data atau tidak ada laporan tertulis. Proses evaluasi dapat membantu staf program dalam memperjelas apa yang sedang dikerjakan, menetapkan prioritas, memfokuskan sumberdaya dan aktivitas pada hasil-hasil yang bersifat spesifik, serta mengidentifikasi hal-hal yang dipandang sebagai kelemahan bahkan sebelum data dikumpulkan.

WHO. Ada begitu banyak dan beragamnya kepentingan di sekitar evaluasi. Administrator, pejabat publik, pemberi dana, staf program, klien, pemimpin komunitas, dan publik pada umumnya, kesemuanya mungkin mempunyai kepentingan dalam evaluasi, namun derajat dan hakekat kepentingan mereka akan beragam. Pihak konstituen yang berbeda menggunakan evaluasi secara berbeda. Staf program adalah pihak yang sangat mungkin mendapatkan manfaat dari proses evaluasi, seperti proses memperjelas tujuan, melihat keterkaitan antara implementasi dan hasil, serta memikirkan cara untuk meningkatkan efektifitas. Penyandang dana dan komunitas sangat mungkin akan menggunakan data yang dipublikasikan serta temuan-temuan tertulis. Administrator seringkali menggunakan

Page 29: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 17

evaluator sebagai konsultan manajemen. Namun, patut dikemukakan bahwa tidak ada satupun evaluasi yang mampu melayani semua konstituen atau stakeholders sama baiknya (equally well). Karenanya, baik secara implisit maupun eksplisit, setiap rancangan evaluasi pasti akan menghasilkan bias terhadap kebutuhan informasi dan proses dari beberapa konstituen atau stakeholder tertentu (biasa disebut konstituen atau stakeholder utama) dibanding konstituen atau stakeholder lainnya.

WHEN. Literatur awal tentang penggunaan evaluasi difokuskan pada dampak tindakan yang bersifat seketika (immidiate action impacts). Namun peneliti berikutnya menemukan bahwa penggunaan evaluasi lebih bersifat inkremental dibanding seketika. Hal ini berarti bahwa, dalam banyak kasus, proses evaluasi akan membuat perbedaan sejalan dengan waktu dan temuan evaluasi digunakan dan didiskusikan sepanjang kurun waktu tertentu. Dengan demikian, dampak inkremental untuk kurun waktu yang lebih lama mungkin lebih penting dalam banyak kasus. Sebenarnya, hakekat inkremental dari evaluasi sejalan dengan hakekat inkremental dari kebanyakan proses pembuatan keputusan.

WHERE. Secara ideal, evaluasi dapat dimanfaatkan pada setiap level pemerintahan, baik di tingkat instansi lokal (seperti dinas atau lembaga teknis daerah lainnya) maupun di tingkat pemerintahan nasional. Namun, dalam kenyataannya, kebutuhan informasi dari unit pemerintahan ini sangat berbeda. Pejabat di tingkat nasional dan penyandang dana bagi program ternyata mempunyai kebutuhan dan sistem evaluasi mereka sendiri. Penyandang dana pada level nasional seringkali mempersyaratkan pengumpulan data yang sifatnya memaksa pada unit-unit di tingkat lokal yang justru seringkali mereka anggap tidak berguna. Sementara data yang dikumpulkan oleh prakarsa lokal jarang memenuhi kebutuhan baik pemerintah pusat maupun penyandang dana nasional. Unit lokal lebih menyukai data-data yang bersifat spesifik sesuai situasi dan sangat bersifat idiosinkratik. Sebaliknya, unit-unit yang lebih besar cenderung lebih menyukai data yang sudah dibakukan yang akan membuat agregasi dan komparasi menjadi lebih mudah. Semua dimensi penggunaan akan sangat beragam sesuai dengan dimana evaluasi digunakan.

Page 30: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

18 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

WHY. Pertanyaan mengenai mengapa evaluasi digunakan lebih difokuskan pada pembedaan antara evaluasi formatif dan sumatif. Pembedaan yang bersifat klasik ini dimaksudkan untuk mendefinisikan perbedaan bentuk penggunaan evaluasi. Hal ini berarti evaluasi ditujukan pada pengembangan dan perbaikan program versus evaluasi yang ditujukan pada keputusan utama tentang dilanjutkan/tidak dilanjutkan dan/atau keputusan pendanaan utama. Namun, kenyataannya pertanyaan mengapa lebih kompleks dari itu. Alasan mengapa evaluasi digunakan terkait dengan sejumlah faktor seperti alasan politik, dimensi kepribadian, nilai-nilai pribadi, integritas pribadi dan motivasi dan sebagainya. Namun James Burry (1984), seperti dikutip Palumbo (1989), mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi mengapa evaluasi perlu dilakukan, yaitu :

Pertama, faktor manusia (human factors). Faktor ini mencerminkan karakteristik evaluator dan pengguna dengan pengaruh yang begitu kuat pada penggunaan evaluasi. Termasuk disini adalah sejumlah faktor penting seperti: (1) Sikap dan kepentingan terhadap program dan evaluasinya, (2) Latar belakang dan posisi organisasi mereka, dan (3) Tingkat pengalaman profesional mereka.

Kedua, faktor konteks (context factors). Faktor kedua ini terdiri dari sejumlah hal seperti: (1) Hambatan persyaratan dan fiskal yang dihadapi evaluasi, dan (2) Hubungan antara program yang dievaluasi dan segmen lainya dari organisasi yang lebih luas serta komunitas sekitar.

Ketiga, faktor evaluasi (evaluation factors). Faktor ini merujuk pada sejumlah hal, seperti: (1) Tindakan aktual dari evaluasi; (2) Prosedur yang digunakan dalam melakukan evaluasi, dan (3) Kualitas informasi yang tersedia.

Namun perlu dikemukakan disini bahwa sangat sulit untuk membedakan faktor-faktor tersebut dilihat dari tingkat pentingnya. Sesungguhnya itulah kelemahan utama dari sintesa yang dikemukakan Burry ini.

HOW. Sedikitnya ada dua dimensi yang perlu dipertimbangkan dalam melihat bagaimana evaluasi digunakan yaitu: (1) Direncanakan

Page 31: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 19

(planned) atau tidak direncanakan (unplanned); (2) Formal atau informal.

Penggunaan evaluasi yang direncanakan terjadi saat maksud penggunaan evaluasi diidentifikasi dari awal dan penggunaan selanjutnya ditentukan oleh penggunaan yang direncanakan atau berdasaarkan maksud dan tujuan tertentu (planned or intended use). Sedangkan penggunaan yang tidak direncanakan terjadi saat evaluasi dirancang tanpa perhatian tertentu terhadap pertanyaan tentang pemanfaatan evaluasi dan pertanyaan tentang penggunaan evaluasi sampai data dikumpulkan dan dianalisis.

Riset awal tentang pemanfaatan evaluasi difokuskan pada penggunaan formal, yaitu penggunaan publikasi temuan yang bersifat publik, dapat diamati, dan eksplisit. Sedangkan penggunaan yang bersifat informal berkaitan dengan transfer temuan dari mulut ke mulut, dalam kelompok diskusi yang tidak direncanakan, dan interaksi antarpribadi antara evaluator dan staf program, serta administrator dan penyandang dana.

2.1.5. Kontinuum Evaluasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan bukan hanya sekedar aktivitas yang ada pada akhir siklus kebijakan. Evaluasi kebijakan harus dipertimbangkan sejak awal siklus. Dengan demikian evaluasi kebijakan harus dipandang sebagai sebuah kontinuum yang dimulai dengan analisis kebijakan sebelum kebijakan program ditetapkan (ex-ante policy analysis) sampai pada evaluasi kebijakan pasca implementasi kebijakan (ex-post policy evaluation). Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang kontinuum evaluasi kebijakan.

Analisis kebijakan ex-ante meliputi kegiatan seperti: (1) Identifikasi dan klarifikasi masalah kebijakan; (2) Spesifikasi kriteria yang digunakan dalam menguji alternatif yang mendukung dan menentang (pro dan kontra); (3) Identifikasi rentang alternatif yang potensial; (4) Analisis kuantitatif dan kualitatif dari alternatif untuk memperkirakan terpenuhinya kriteria; (5) Komparasi biaya dan manfaat relatif dari alternatif yang ada, termasuk rekomendasi tentang alternatif yang dipandang terbaik; dan (6) Spesifikasi dari

Page 32: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

20 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

tahapan-tahapan yang dipandang perlu untuk mengimplementasikan dan mengevaluasi kebijakan.

Policy maintenance meliputi aktivitas yang diambil untuk menjamin bahwa kebijakan atau program diimplementasikan seperti yang telah dirancang sebelumnya. Upaya diarahkan untuk memelihara integritas dari kebijakan saat kebijakan tersebut dialihkan dari tangan pembuat kebijakan pada instansi atau biro pelaksana. Maksud dari policy maintenance bukan untuk mencegah dibuatnya perubahan yang memang harus dilakukan, tetapi untuk mencegah terjadinya perubahan yang tidak sistematis dan untuk mencatat perubahan yang dipandang bermanfaat agar dikenali dan dapat dipertimbangkan selama evaluasi program.

Pemantauan kebijakan (policy monitoring) adalah proses pencatatan perubahan dalam sejumlah peubah kunci (key variables) setelah implementasi kebijakan atau program. Pemantauan kebijakan menentukan apakah setiap perubahan yang terjadi merupakan hasil dari kebijakan yang diimplementasikan. Untuk itu peubah kunci harus dapat diidentifikasi, cara cepat untuk mengukur perubahan dari peubah harus dapat dibuat, dan proses pemantauan harus bebas dari sikap bias pendukung program maupun para detraktor.

Ex-post policy evaluation meliputi pengujian atas tercapainya sasaran. Hal ini membutuhkan keterhubungan informasi yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang diperoleh selama pemantauan kebijakan atas tujuan, sasaran dan kriteria program, serta menentukan apakah kebijakan harus dilanjutkan karena telah mencapai sasarannya, atau harus dihentikan karena kekurangan upaya atau adanya konsekuensi negatif yang tidak diharapkan.

2.2. Pendekatan dan Metode Evaluasi Kebijakan

Menurut Patton dan Sawicki (1986 : 311-321) ada 6 pendekatan dasar terhadap evaluasi kebijakan atau program.

Pertama, perbandingan pra-dan-pasca implementasi kebijakan atau program (before-and-after comparisons). Pendekatan ini mencoba membandingkan kondisi (penduduk atau lokasi) sebelum kebijakan

Page 33: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 21

atau program diimplementasikan dengan setelah kebijakan atau program diimplementasikan. Asumsi dari pendekatan ini adalah bahwa setiap perbedaan antara data sebelum dan setelah kebijakan atau program diimplementasikan merupakan hasil (outcomes) dari kebijakan atau program tersebut.

Kedua, perbandingan antara dengan-dan-tanpa kebijakan atau program (with-and-without comparisons). Pendekatan ini merupakan modifikasi dari pendekatan pertama dengan memasukan perbandingan kriteria yang relevan di lokasi dengan program dibandingkan dengan lokasi tanpa program, keduanya sebelum dan sesudah implementasi.

Ketiga, perbandingan antara hasil nyata dengan kinerja yang direncanakan (Actual-versus-Planned Performance Comparisons). Pendekatan ini membandingkan data pasca-program yang nyata atau aktual dengan target yang ditetapkan sebelumnya, biasanya sebelum program diimplementasikan. Evaluator menetapkan tujuan dan target spesifik sebagai kriteria evaluasi untuk periode waktu tertentu, dan mengumpulkan data tentang kinerja yang nyata terjadi. Akhirnya, evaluator membandingkan kinerja aktual dengan target kinerja, dan mencoba mencari penjelasan yang tepat atas perbedaan yang diakibatkan oleh faktor-faktor program maupun non-program.

Keempat, model eksperimental atau yang dikontrol (Experimental or Controlled Model).

Tabel 2.1. Pre-Test, Post-Test, Control-Group Evaluation Design

Indicators

Before program status After program status

Treatment Group/TG T1 T2

Control Group/CG C1 C2 T1 : Nilai indikator TG sebelum program diimplementasikan

T2 : Nilai indikator TG sesudah program diimplementasikan

C1 : Nilai indikator CG sebelum program diimplementasikan

C2 : Nilai indikator CG sesudah program diimplementasikan

Page 34: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

22 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Berikut disampaikan sebuah ilustrasi. Ada sebuah program bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca di kalangan pelajar. Siswa secara acak dipilih kedalam kelompok yang memperoleh perlakuan (T) dan kontrol (C). Nilai sebelum program untuk kelompok T1 dan C1 harus sama. Jika program berhasil, maka nilai setelah program dari T2 harus lebih tinggi dibanding C2, dengan asumsi bahwa eksperiman dilakukan secara benar.

Kelima, model setengah-eksperimental (Quasi-Experimental Models).

Model ini sangat bermanfaat bila eksperiman yang sesungguhnya tidak dapat dilaksanakan baik disebabkan karena tidak dapat memilih orang untuk kelompok perlakuan dan kontrol, tidak dapat mengontrol administrasi program atau kebijakan, atau karena adanya pembatasan kebijakan terhadap kelompok perlakuan atau karena program tidak diarahkan pada level individual. Salah satu rancangan evaluasi setengah-eksperimental yang sering dipergunakan adalah rancangan evaluasi rangkaian-waktu terputus (interrupted time-series evaluation design) yang meliputi komparasi dari kelompok perlakuan beberapa kali baik sebelum maupun sesudah kebijakan atau program diimplementasikan. Data hasil rancangan ini diuji untuk menentukan apakah kebijakan atau program memiliki dampak atau tidak terhadap sasaran. Adapun rancangan rangkaian waktu ini dapat dilihat secara sederhana dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.2. Interrupted Time-Series Evaluation Design

Indicators

Before program status After program status

One group B1-B2-B3-B4 A1-A2-A3-A4 B1-B4 : Nilai indikator bagi kelompok untuk periode observasi sebelum program

diimplementasikan A1-A4 : Nilai indikator bagi kelompok untuk periode observasi setelah program

diimplementasikan

Sebagai ilustrasi dapat dijelaskan sebagai berikut. Dirancang sebuah program yang bertujuan untuk mengurangi ketidak hadiran siswa

Page 35: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 23

dalam proses belajar (truancy-reduction program). Sebelum program (B) tingkat ketidak hadiran siswa sebanyak 6 persen, namun setelah program baru pencegahan ketidak-hadiran siswa dilembagakan tingkat ketidak hadiran berkurang menjadi hanya 3 persen.

Keenam, pendekatan evaluasi yang berorientasi pada biaya (Cost-Oriented Evaluation Approach). Pendekatan ini mencoba menilai kebijakan atau program dengan cara membandingkan biaya untuk sumberdaya masukan dengan kriteria tertentu. Ada 2 metoda utama dari pendekatan ini :

1. Cost-Benefit Analysis, yaitu analisis yang mencoba membandingkan hasil terhadap masukan dengan keduanya dinyatakan dalam bentuk uang.

2. Cost-Effectiveness Analysis, yaitu metoda yang dipergunakan untuk mengidentifikasi cara mencapai sasaran dengan biaya minimal. Dapat juga dikatakan bahwa analisis ini mencoba membandingkan biaya dengan cara berbeda dalam mencapai sasaran yang dapat diukur.

Selain itu, secara spesifik William Dunn mengembangkan 3 pendekatan evaluasi kebijakan publik dengan tujuan dan asumsi-nya masing masing berikut ini.

Tabel 2.3.

Pendekatan Evaluasi Kebijakan (Dunn, 2010)

Pendekatan Tujuan Asumsi Bentuk Utama Tehnik

Evaluasi Semu Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi valid tentang hasil kebijakan

Ukuran manfaat atau nilai terbukti dengan sendirinya atau tidak kontroversial

Eksperimentasi sosial, akuntansi sistem sosial, pemeriksaan sosial, sintesis riset dan praktek

Sajian grafik, tampilan tabel, angka indeks, analisis rangkaian waktu terinterupsi, analisis seri terkontrol, analisis diskontinyu-regresi

Page 36: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

24 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Pendekatan Tujuan Asumsi Bentuk Utama Tehnik

Evaluasi Formal

Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan secara formal diumumkan sebagai tujuan program-kebijakan

Tujuan dan sasaran dari pengambil kebijakan dan administrator yang secara resmi diumumkan merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai

Evaluasi perkembangan, evaluasi eksperimental, evaluasi proses retrospektif (ex-post), evaluasi hasil retrospektif

Pemetaan sasaran, klarifikasi nilai, kritik nilai, pemetaan hambatan, analisis dampak silang, discounting

Evaluasi Keputusan Teoritis

Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan yang secara eksplisit diinginkan oleh berbagai pelaku kebijakan

Tujuan dan sasaran dari berbagai pelaku yang diumumkan secara formal ataupun diam-diam merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai

Penilaian tentang dapat-tidaknya dievaluasi, analisis utilitas multi-atribut

Brainstorming, analisis argumentasi, Delphi, analisis survei pemakai

Tipe Evaluasi Kebijakan Publik

Ada begitu banyak tipe evaluasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh sejumlah kalangan, sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing. Nugroho (2003), misalnya, mengemukakan tipe evaluasi sebagai berikut:

Page 37: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 25

1. Evaluasi komparatif, yaitu membandingkan implementasi kebijakan (proses dan hasilnya) dengan implementasi kebijakan yang sama atau berlainan, di satu tempat atau berlainan;

2. Evaluasi historikal, yaitu membuat evaluasi kebijakan berdasarkan rentang sejarah munculnya kebijakan tersebut;

3. Evaluasi laboratorium atau eksperimental, yaitu evaluasi dengan menggunakan eksperimen yang diletakkan dalam laboratorium;

4. Evaluasi ad hoc, yaitu evaluasi yang dilakukan secara mendadak dalam waktu sesaat dengan tujuan untuk mendapatkan gambar pada saat itu (snapshot).

Selain itu, James Anderson (1990) membagi evaluasi kebijakan publik menjadi tiga, yaitu:

1. Evaluasi kebijakan publik yang dipahami sebagai kegiatan fungsional.

2. Evaluasi yang memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan.

3. Evaluasi kebijakan sistematis yang melihat secara objektif program kebijakan yang ditujukan untuk mengukur dampaknya bagi masyarakat dan sejauh mana tujuan yang ada telah dicapai.

Terakhir, Finance (1994), seperti dikutip Badjuri dan Yuwono (2003), mengemukakan 4 tipe evaluasi kebijakan berdasarkan pada aspek pengujian dasarnya seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.4. Tipe Evaluasi (Finance, 1994)

No Tipe Evaluasi Pengujian dasar

1 Evaluasi Kecocokan 1. Apakah kebijakan yang sedang berlangsung cocok untuk dipertahankan?

2. Apakah kebijakan baru dibutuhkan untuk mengganti kebijakan tersebut ?

3. Siapakah seharusnya yang menjalankan kebijakan publik tersebut: pemerintah atau sektor swasta ?

Page 38: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

26 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

No Tipe Evaluasi Pengujian dasar

2 Evaluasi Efektifitas 1. Apakah program kebijakan tersebut menghasilkan hasil dan dampak yang diharapkan ?

2. Apakah tujuan yang dicapai dapat terwujud ? 3. Apakah dampak yang diharapkan sebanding dengan

usaha yang telah dilakukan ?

3 Evaluasi Efisiensi 1. Apakah input yang digunakan telah mendapatkan hasil sebanding dengan output kebijakannya ?

2. Apakah cukup efisien dalam penggunaan keuangan publik untuk mencapai dampak kebijakan tersebut ?

4 Evaluasi Meta 1. Apakah evaluasi yang dilakukan oleh lembaga berwenang sudah profesional ?

2. Apakah evaluasi tersebut sensitif terhadap kondisi sosial, kultural dan lingkungan ?

3. Apakah evaluasi tersebut menghasilkan laporan yang mempengaruhi pilihan-pilihan manajerial ?

Berdasarkan uraian tentang berbagai aspek evaluasi kebijakan atau program sebagaimana dikemukakan di atas, maka ada beberapa substansi pokok dari evaluasi kebijakan, yaitu:

1. Perhatian utama evaluasi kebijakan adalah penjelasan (explanation) dan peramalan (prediction).

2. Evaluasi kebijakan tergantung pada bukti dan analisis empiris.

3. Evaluasi kebijakan mempunyai 3 fungsi pokok, yaitu : (a) Memberikan informasi yang valid tentang kinerja kebijakan. Evaluasi dilakukan atas kinerja dari proses implementasi kebijakan yang dievaluasi dengan melihat seberapa baik kebijakan tersebut dapat memecahkan masalah dan sejauh mana kebijakan publik dapat efektif sebagai instrumen solusi; (b) Menilai kepantasan tujuan atau target dengan masalah yang dihadapi; (c) Memberikan kontribusi pada kebijakan lain dengan menghasilkan rekomendasi atas kebijakan yang dievaluasi.

Page 39: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 27

2.3. Konsep, Dinamika, dan Problematika Reformasi Birokrasi

2.3.1. Konsep Reformasi Birokrasi

Riyadi (2008) menjelaskan bahwa birokrasi merupakan salah satu unsur administrasi negara yang menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan seperti regulasi, perijinan, pelayanan publik dan pengawasan terhadap pemanfaatan sumber daya yang ada. Peran, fungsi dan otoritas yang dimiliki inilah yang menjadikan birokrasi sebagai organisasi yang sangat strategis.

Dalam kaitan penyelenggaraan pemerintahan, sifat dan lingkup pekerjaannya, serta kewenangan yang dimilikinya birokrasi menguasai aspek-aspek yang sangat luas dan strategis. Birokrasi menguasai kewenangan terhadap akses-akses seperti sumber daya alam, anggaran, pegawai, proyek-proyek, serta menguasai akses pengetahuan dan informasi yang tidak dimiliki pihak lain.

Dengan posisi, kemampuan, dan kewenangan yang dimilikinya tersebut, birokrasi bukan saja mempunyai akses yang kuat untuk membuat kebijakan yang tepat secara teknis, tetapi juga untuk memperoleh dukungan yang kuat dari masyarakat dan dunia usaha. Selain itu, birokrasi dengan aparaturnya juga memiliki berbagai keahlian teknis terspesialisasi yang tidak dimiliki oleh pihak-pihak diluar birokrasi, seperti dalam hal perencanaan pembangunan, pengelolaan infrastruktur, penyelenggaraan pendidikan, pengelolaan transportasi dan lain-lain.

Dalam konteks policy making process, birokrasi di Indonesia juga memegang peranan penting pada semua tahapan mulai dari tahap perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan berbagai kebijakan publik, serta dalam evaluasi kinerjanya. Dari gambaran di atas nyatalah, bahwa birokrasi di Indonesia memiliki peran yang cukup besar. Besarnya peran birokrasi tersebut akan turut menentukan keberhasilan pemerintah dalam menjalankan program dan kebijakan pembangunan. Jika birokrasi buruk, upaya pembangunan akan dipastikan mengalami banyak hambatan. Sebaliknya, jika birokrasi bekerja secara baik, maka program-program pembangunan akan berjalan lebih lancar. Pada tataran ini, birokrasi menjadi salah satu prasyarat penting keberhasilan pembangunan.

Page 40: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

28 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Peran birokrasi dengan fungsi administrasi negara dilakukan oleh birokrasi. Jadi birokrasi diartikan sebagai keseluruhan lembaga pemerintahan negara, yang meliputi aparatur kenegaraan, aparatur pemerintahan, serta sumber daya manusia birokrasi yang terdiri atas pejabat negara dan pegawai negeri.

Birokrasi secara leksikal berarti alat kelengkapan negara, terutama meliputi bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian, yang mempunyai tanggung jawab melaksanakan roda pemerintahan sehari-hari. Secara umum, pembangunan birokrasi mencakup berbagai aktivitas terencana yang berkelanjutan yang ditujukan untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan dalam menjalankan fungsi-fungsinya (Adi Suryanto, 2012).

Pembangunan birokrasi yang bersih dan bebas KKN menyangkut seluruh sendi birokrasi, bukan hanya PNS/birokrat, namun meliputi pembangunan struktur, sistem, business process, dan karakter/etika moral. Secara terencana pembangunan Birokrasi pun dilakukan melalui sebuah proses multidimensi yang disebut Reformasi Birokrasi. Secara khusus Presiden telah menetapkan Perpres No.81/2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025. Upaya penataan pembangunan birokrasi yang komprehensif seperti inilah yang secara substansi oleh Sofian Effendi (2010) disebut juga sebagai reformasi birokrasi.

Konsep tentang reformasi birokrasi ini seringkali diperhadapkan vis-a-vis dengan konsep tentang reformasi administrasi. Namun, reformasi birokrasi pada dasarnya merupakan bagian dari reformasi administrasi negara (Caiden dalam Efendi. 2006, Riyadi.2008). Dalam pengertian yang luas, Wallis (1989) mengemukakan bahwa “Administrative reform means an induced, permanent improvement in administration” (Wallis 1989, 170). Sayangnya, permanent improvement sebagaimana yang diinginkan melalui upaya reformasi ini dalam kenyataannya sering menghadapi ironi. Gerald Caiden dalam bukunya “Administrative Reform Comes of Age” (dalam Effendi, 2010) mengungkapkan reformasi sistem administrasi tidak pernah mencapai inti permasalahan tetapi hanya formalitas semata. Reformasi tersebut tidak cukup luas dan mendalam. Bahkan cukup

Page 41: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 29

banyak negara yang tidak memberikan perhatian yang cukup memadai pada reformasi administrasi.

2.3.2. Dinamika Reformasi Birokrasi

Terkait dengan dinamika reformasi administrasi negara, di Indonesia reformasi birokrasi pemerintah merupakan bagian dari tuntutan reformasi secara total yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial, dan hukum (Riyadi, 2008). Riyadi mengutip pendapat Tjokroamidjojo (2001) yang mendefinisikan reformasi sebagai berikut: “reformasi dari suatu sistem dan budaya politik yang paternalistik, otokratik, monolitik dan sentralistik dengan regimentasi terlalu kuat dan KKN, ke arah suatu sistem dan budaya politik yang lebih terbuka, demokratis, egaliter dan toleran, dimana pemeran utama ekonomi adalah masyarakat dalam sistem pasar yang lebih fair”

Dengan merujuk pada Buku Putih Reformasi Administrasi Negara yang diterbitkan Lembaga Administrasi Negara (2010), dinamika reformasi administrasi negara memiliki 4 (empat) dimensi penting, yaitu: (1) Kelembagaan: desentralisasi, penataan organisasi dan kemitraan pemerintah, swasta dan masyarakat; (2) Ketatalaksanaan: Akuntabilitas, Transparansi, Penegakan hukum, Orientasi pasar, Pelayanan berorientasi publik, dan E-Government; (3) Sumberdaya Aparatur: Paradigma manajemen SDM, dan menajemen kepegawaian daerah; dan (4) Pola hubungan birokrasi dengan lingkungan politik, ekonomi, masyarakat sipil dan masyarakat Internasional.

2.3.3. Problematika Reformasi Birokrasi

Di tengah posisinya yang cukup strategis, birokrasi di Indonesia sulit menghindar dari berbagai kritik yang hadir. Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) mencatat setidaknya ada 7 poin penting dari kritik tersebut, yaitu: (1) Buruknya pelayanan publik; (2) Besarnya angka kebocoran anggaran negara; (3) Rendahnya profesionalisme dan kompetensi PNS; (4) Sulitnya pelaksanaan koordinasi antarinstansi; (5) Masih banyaknya tumpang tindih kewenangan antarinstansi,

Page 42: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

30 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

aturan yang tidak sinergis dan tidak relevan dengan perkembangan aktual, dan masalah-masalah lainnya; (6) Birokrasi juga dikenal enggan terhadap perubahan, eksklusif, kaku dan terlalu dominan, sehingga hampir seluruh urusan masyarakat membutuhkan sentuhan-sentuhan birokrasi; dan (7) Tingginya biaya yang dibebankan untuk pengurusan hal tertentu baik yang berupa legal cost maupun illegal cost, waktu tunggu yang lama, banyaknya pintu layanan yang harus dilewati dan tidak berperspektif pelanggan.

Kritik yang dikemukakan MTI tersebut dalam konteks konseptual biasa disebut sebagai patologi birokrasi untuk mendeskripsikan bagaimana birokrasi telah memiliki penyakit yang menjadikannya tidak dapat bekerja secara efektif dan efisien. Adi Suryanto (2012) mengemukakan berbagai bentuk patologi birokrasi yang telah terjadi selama ini, sangat mempengaruhi efektivitas birokrasi dalam melaksanakan berbagai fungsinya. Sebut saja kualitas pelayanan publik yang rendah, timbulnya praktek KKN, inefisiensi dalam pengelolaan keuangan negara, kapasitas kinerja pemerintah yang kurang, aparatur yang tidak professional, dan sederet citra buruk birokrasi di Indonesia lainnya. Sedangkan Makmur (2009) melihat patologi birokrasi didorong karena adanya dekadensi moral terkait dengan berbagai bentuk tindakan persekongkolan (konspirasi) seperti persekongkolan jabatan, persekongkolan pekerjaan, persekongkolan status, persekongkolan kolega, persekongkolan keluarga, dan persekongkolan pertemanan. Dalam konteks seperti inilah reformasi birokrasi harus diletakkan.

Sementara itu, Irfan Islamy (1997) mengemukakan bahwa upaya untuk mereformasi birokrasi merupakan sebuah agenda publik yang tidak terelakkan. Dalam tataran konseptual, idealnya, sebuah reformasi birokrasi diarahkan untuk mengakomodasi sejumlah karakter dasar dari Birokrasi, yakni:

1. Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan.

2. Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern, ramping, efektif dan efisien

Page 43: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 31

yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani-termasuk membagi tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat.

3. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni: pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efisiensi biaya dan ketepatan waktu.

4. Birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik dari pada sebagai agen pembaharu pembangunan.

5. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku-rigid-menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif.

Namun, upaya untuk melakukan reformasi birokrasi tersebut tidak mudah dan bersifat kompleks karena harus menghadapi sejumlah hambatan dan tantangan. Dalam perspektif politik, Siti Zuhro (2012) mengemukakan bahwa tantangan pembangunan sistem dan standar kerja birokrasi yang profesional berasal baik dari lingkungan internal dan eksternal birokrasi. Dilihat dari lingkungan internal, terdapat dua hambatan utama. Pertama, budaya birokrasi. Budaya itu terwujud dalam perilaku yang korup dan tidak berorientasi pada pelayanan. Kedua, di Indonesia kelompok birokrat sudah lama menjadi kelompok kepentingan ekonomi. Implikasi dari tantangan internal ini menjadikan sistem dan standar kerja birokrasi yang profesional yang coba dibangun menjadi tidak mudah. Sementara itu, dari sisi eksternal, hambatan tersebut terutama berasal dari politisi dan partai politik. Bagi mereka birokrasi dipandang sebagai sarana untuk memperoleh dan melanggengkan kekuasaan. Di era Orde Baru, misalnya, pegawai negeri sipil (PNS) dan birokrasi telah dijadikan sebagai mesin politik. Birokrasi yang mestinya bekerja secara efisien dan efektif dalam melayani dan mewujudkan kesejahteraan rakyat berubah menjadi semacam kekuatan politik yang mengejar target partai dan rezim yang berkuasa.

Page 44: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

32 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Sedangkan Anwar Sanusi (2012) menyebutkan bahwa ada 6 tantangan pokok dalam melaksanakan reformasi birokrasi, yaitu :

1. Masih rendahnya indeks persepsi korupsi (IPK) pada tahun 2011 mempunyai skor 3,0, yang masih jauh dari target 2014 dengan IPK = 5.00;

2. Semakin menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah (survei Kompas dan LSI, Januari 2012);

3. Tantangan dan hambatan dalam pencapaian tujuan tersebut masih besar. Integritas instansi publik relatif tertinggal jauh dari negara tetangga;

Phillipines, Thailand, Malaysia sudah menerapkan Citizen Charter sejak 1990an.

Malaysia saat ini tengah mengembangkan Regulation Impact Analysis (RIA)

Brunei Darussalam sudah pada posisi 68 pada EGI

4. Praktek KKN terjadi pada semua cabang pemerintahan, sehingga pemberantasannya bertambah sukar. Untuk memberantas praktek KKN perlu penindakan tegas terhadap para pelaku, dimulai dari pejabat atasan;

5. Reformasi birokrasi kedepan harus bisa memberikan jaminan adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan daya saing;

6. Kepemimpinan birokrasi masih belum menunjukkan karakter yang kuat dan bebas dari kepentingan politik.

Dalam dinamika dan permasalahan reformasi birokrasi seperti itulah maka konteks pentingnya pembangunan birokrasi harus diletakkan. Hakikatnya, pembangunan birokrasi diperlukan untuk mengikis berbagai fenomena negatif yang selama ini melekat pada birokrasi. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika pelaksanaan pembangunan birokrasi tersebut difokuskan pada upaya memperbaiki kinerja pelayanan publik, penuntasan masalah KKN, pelaksanaan reformasi birokrasi, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme birokrasi serta mewujudkan tata pemerintahan

Page 45: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 33

yang baik (good governance), baik di pusat maupun di daerah agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang lainnya.

2.3.4. Indikator Capaian Reformasi Birokrasi

Menurut Adi Suryanto (2012) beberapa indikator program RB yang selama ini dipergunakan, antara lain Indeks Persepsi Korupsi (IPK), Opini BPK (WTP), Integritas Pelayanan Publik, Peringkat Kemudahan Berusaha, Government Effectiveness Index, maupun Instansi pemerintah yang akuntabel (SAKIP), belum memberikan gambaran secara komprehensif atas pencapaian dengan sampling pada kota-kota tertentu, dan dinilai tidak mampu menggambarkan kondisi seluruhnya. Indikator lain, opini WTP juga ternyata tidak menjamin bahwa tidak ada korupsi di pemerintah/pemerintah daerah. Meski beberapa berbagi indikator masih dapat dimanfaatkan, namun upaya pembangunan birokrasi memerlukan indikator yang lebih komprehensif.

Adapun usulan indikator bidang pembangunan birokrasi dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.5. Indikator Bidang Pembangunan Aparatur Negara

Sasaran Indikator Data Sumber Data

Level Pengukuran

Ket

A. Peningkatan Penyelenggaraan Aparatur yang Bersih dan Bebas KKN

Peningkatan Pencegahan Korupsi

Peningkatan Indeks Pencegahan Korupsi

Indeks Pencegahan Korupsi

World Bank Level nasional (hasil sampling)

Jenis Pengumpulan data melalui Survei

Peningkatan Sistem Integritas Nasional

Indeks Sistem Integritas Nasional

Indeks Sistem Integritas Nasional

KPK (Sesuai Perpres 55/2012)

Level nasional Data belum terbangun

Peningkatan Perilaku Anti KKN

Peningkatan Indeks Perilaku Anti KKN

Indeks Perilaku Anti KKN

Survei (Sesuai Perpres 55/2012)

Level nasional Data belum terbangun

Page 46: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

34 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Sasaran Indikator Data Sumber Data

Level Pengukuran

Ket

Penegakan Hukum Tipikor

Peningkatan Indeks Penegakan Hukum Tipikor

Indeks Penegakan Hukum Tipikor

Polri, Kejagung, KPK (Sesuai Perpres 55/2012)

Level nasional (agregat)

Data belum terbangun

Penurunan Tipikor

Penurunan Kasus hukum dalam pengadaan barang dan jasa

Jumlah Kasus hukum yang terungkap dalam pengadaan Barjas

Polri, Kejagung, KPK

Level nasional (agregat)

Data belum terbangun

B. Peningkatan Akuntabilitas dan Kapasitas Kinerja Birokrasi

Perbaikan Kinerja Keuangan Pemerintah

Orientasi Anggaran Pada Pelayanan Publik

BPK Level nasional (agregat)

Data belum terbangun

Perbaikan pengelolaan keuangan negara

Opini BPK Persentase WTP

BPK Level nasional (agregat)

Data telah terbangun

Peningkatan kualitas dan Profesionalisme Birokrasi

Government Effectiveness Index

Government Effectiveness Index

World bank Level nasional (hasil sampling)

Hasil survei (data telah terbangun)

Kemampuan inovasi

Peningkatan kemampuan inovasi pemerintah

Government Innovation Index

Level nasional (agregat dari level K/L dan Pemda)

Data belum terbangun

Perbaikan Tingkat Ekonomi

Penurunan Angka Kemiskinan

Persentase Penduduk Miskin

BPS Level nasional

Data telah terbangun

C. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Peningkatan Pencapaian SPM

Tingkat Pencapaian SPM

Rasio capaian SPM dan standar yang ditetapkan untuk berbagai bidang pelayanan

Kementrian terkait , BPS, Kemendagri, Bappenas

Level nasional (agregat)

Data belum terbangun

Page 47: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 35

Sasaran Indikator Data Sumber Data

Level Pengukuran

Ket

Perbaikan Ketersediaan Tenaga Pelayanan

Tingkat Ketersediaan Tenaga Pelayanan

Komposit dari rasio ketersediaan tenaga pelayanan dibanding jumlah penduduk dan rasio jumlah tenaga pelayanan dibanding kecamatan

Kementrian terkait, BPS, Bappenas

Level nasional (agregat)

Data belum terbangun

Peningkatan Pembangun-an Manusia

Peningkatan Indeks Pembangun-an Manusia

Indeks Pembangun-an Manusia

BPS, Bappenas

Level nasional (agregat)

(Data telah terbangun)

Peningkatan Indeks Kepuasan Terhadap Sarana Pelayanan Publik

Peningkatan Indeks Kepuasan terhadap Pelayanan Publik Public Trust

Indeks Kepuasan terhadap Pelayanan Publik

Data belum terbangun

Level nasional (agregat)

Survei

Peningkatan Peringkat Kemudahan Berusaha

Peningkatan Ease of Doing Business

Ease of Doing Business Index

World bank Level nasional (hasil sampling)

Survei (Data telah terbangun)

Peningkatan Integritas Pelayanan Publik

Peningkatan Indeks Integritas Pelayanan Publik Pusat dan Daerah

Indeks Integritas Pelayanan Publik Pusat dan Daerah

KPK Level nasional (hasil sampling)

Survei (Data telah terbangun)

2.4. Pelayanan publik

Berkaitan dengan pelayanan publik akan dikemukakan sejumlah teori relevan, seperti pelayanan publik secara umum maupun aspek-aspek yang lebih spesifik dari pelayanan pelayanan publik seperti perbaikan pelayanan publik (public service improvement)

Page 48: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

36 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Jean Hartley et.al. (2008) mengemukakan bahwa pelayanan publik merupakan hal yang sangat penting karena beberapa hal. Pertama, pelayanan publik penting karena skala-nya. Dengan merujuk pada data OECD pada tahun 2000 pengeluaran untuk pelayanan publik ini menyerap sekitar 37 persen dari GDP. Pada tahun-tahun terakhir kecenderungan besaran pengeluaran untuk pelayanan publik ini cenderung meningkat. UK, misalnya, meningkat menjadi 45 persen pada tahun 2005. Selain itu, pelayanan publik merupakan big business bila kita melihat besar pengeluaran, jumlah tenaga kerja atau pegawai yang bekerja didalamnya, ukuran organisasinya, investasi yang dikeluarkan, serta barang dan jasa yang dihasilkannya. Pegawai yang bekerja di sektor pelayanan di UK pada tahun 2006, misalnya, mencakup 20,2 persen dari total tenaga kerja atau pegawai yang ada.

Hartley et.al juga mengemukakan bahwa pelayanan publik sangat kritis bagi daya saing suatu negara. Menurut mereka konsep negara kesejahteraan merupakan sebuah bagian penting dari pelayanan publik. Demikian pula pelayanan publik memainkan peran penting dalam membangun kondisi dan infrastruktur bagi sektor swasta, serta berperan penting dalam membangun integritas negara bangsa. Pemerintah juga menyediakan infrastruktur untuk mendukung pembangunan manufaktur dan perdagangan seperti jalan dan transportasi, pengembangan bisnis, pelatihan pasar tenaga kerja, pengaturan dan pengawasan perdagangan dan sejenisnya.

Namun, Hartley et.al juga mengemukakan sejumlah tantangan atas perspektif tentang pentingnya pelayanan publik bagi masyarakat dan perekonomian. Perspektif tandingan tersebut didasarkan pada dua argumen pokok. Pertama, terutama didukung oleh kaum ekonomi neo-liberal, pemerintah yang besar merupakan lawan (anathema) terhadap sebuah masyarakat yang bebas dan sejahtera. Karena itu, “public services should be limited only to situations of clear market failure (or anticipated failure), and that, where state services do have to exist, clear controls over public servants through, for example, performance targets are essential.” Pemikiran ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran Kanan Baru yang menekankan pentingnya keutamaan pasar dengan pelayanan publik yang lebih kecil dan lebih efisien. Kedua, terkait dengan sifat kepublikan (the publicness) dari pelayanan publik serta keterkaitannya dengan konsep new public

Page 49: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 37

management. Pemikiran dan gagasan manajemen dalam konteks tertentu dari organisasi pelayanan publik ternyata bisa juga diterapkan pada lintas-bisinis, lintas-organisasi, dan lintas-sektor. Pandangan konvergensi tentang sektor publik dan privat menjadikan implementasi dari gagasan dan praktek manajemen sebagai hal yang mudah (atau problematik) semudah menggunakan gagasan dan praktek manajemen di sektor privat. Hal ini membuat kajian tentang dampak sektor publik terhadap manajemen menjadi hal yang tidak relevan.

Perbaikan layanan publik merupakan hal dimana berbagai pertanyaan penting bisa diajukan baik pada level teoritik, konseptual, maupun praktis. Sebagai contoh, sebuah isu yang muncul sebagai akibat dari adanya kemitraan sektor publik-privat, ko-produksi dengan organisasi masyarakat sipil, dan bentuk-bentuk baru tata kelola (governance). Perkembangan ini membuka pertanyaan-pertanyaan tentang perlunya menyusun metrik pelayanan dan mengaplikasikan keputusan tersebut, agar dapat diinformasikan lebih baik dan perubahan kinerja dapat dilacak dan dikelola. Hal ini akan mengarah pada politik dari manajemen kinerja, metodologi penilaian pilihan dan pengukuran efisiensi.

Salah satu pendekatan untuk mendefinisikan perbaikan layanan publik adalah mengukur perubahan kinerja terhadap standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Namun, pemaknaan seperti ini dinilai sempit. Kesesuaian terhadap standar mengabaikan baik kesesuaian standar maupun keberlangsungan standar untuk kurun waktu tertentu. Mencapai perubahan yang berkesinambungan merupakan hal yang krusial. Karena itu, pandangan yang lebih luas tentang perbaikan layanan publik mencakup pertimbangan-pertimbangan tentang keberlanjutan dan kapasitas perubahan di masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan dinamis masyarakat.

Terakhir, perbaikan layanan publik ini penting karena organisasi layanan publik sebagian tergantung pada kepercayaan warga dan keterlibatan mereka dengan elemen-elemen demokratik dari negara. Organisasi layanan publik dengan demikian perlu dinilai bukan hanya dalam konteks kemampuan untuk memberikan layanan tetapi juga kontribusi mereka untuk menciptakan masyarakat yang berkeadilan.

Page 50: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

38 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

2.5. Kerangka Analisis

Berdasarkan uraian kerangka teoritis serta substansi program Reformasi Birokrasi sebagaimana diatur dalam PermenPAN dan RB No.15/2008, maka dapat disusun kerangka pikir untuk kegiatan ini sebagai berikut.

Gambar 2.1.

Kerangka Pemikiran Evaluasi

Kondisi awal

pra-RB

Implementasi program RB

Capaian Kinerja Program RB

Identifikasi kekuatan dan kelemahan program RB

Validasi Hasil Kajian

Identifikasi Kebijakan (utama, pendukung)

Rekomendasi

Kualitas Pelayanan Publik

Penyelenggaraan

Pemerintahan

Pelayanan

Masyarakat Umum

Pelayanan Dunia

Usaha/Bisnis

1

2

3

A

B

C

Page 51: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 39

BAB III

METODE EVALUASI

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi merupakan evaluasi ex-post yang dilakukan setelah kebijakan atau program diimplementasikan. Kerangka waktu yang dijadikan fokus analisis dan evaluasi adalah kurun waktu 2005–2012. Selain itu, dengan merujuk pada tipe evaluasi menurut William Dunn kegiatan ini juga termasuk evaluasi formal yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan yang secara formal diumumkan sebagai tujuan program-kebijakan. Pemahaman tentang tipologi evaluasi ini penting karena terkait langsung dengan pilihan metode yang akan digunakan.

Sesuai dengan tujuan kajian, pertanyaan pokok dalam evaluasi ini adalah :

1. Sejauhmana pencapaian kebijakan pembangunan reformasi birokrasi dalam pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditentukan;

2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pencapaian sasaran;

3. Apa rekomendasi kebijakan yang diusulkan untuk perbaikan kebijakan pembangunan reformasi birokrasi selanjutnya.

3.1. Metode Evaluasi

Secara umum, metode evaluasi yang digunakan adalah metode deskriptif-kualitatif. Dengan menggunakan metode deskriptif maka berdasarkan data dan informasi yang diperoleh akan dapat digambarkan (describe) bagaimana capaian atau kinerja kebijakan atau program, apa kendala-kendala atau masalah yang dihadapi, serta kekuataan apa yang dimiliki oleh suatu kebijakan atau program.

Page 52: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

40 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Sementara itu, metode kualitatif lebih dimaknai sebagai proses untuk membuat data yang dikumpulkan sebagai hasil dari wawancara, observasi lapangan, telaah dokumen dan sebagainya menjadi masuk akal untuk kemudian mempresentasikan apa yang diungkap oleh data (Caudle 2004, p.417). Sedangkan Ragin (1994, p.93) menjelaskan, sebagian besar tehnik-tehnik kuantitatif adalah mengkondensasi data. Data dikondensasi untuk melihat gambaran umum (big picture). Sebaliknya, metode kualitatif paling baik dipahami sebagai perluasan data (data enhancers). Ketika data diperluas atau dikembangkan, memungkinkan kita untuk melihat aspek-aspek kunci dari kasus secara lebih jelas.

Selanjutnya, untuk meningkatkan keterpercayaan (trustworthiness) atau validitas kajian ada beberapa hal yang dilakukan yaitu :

1. Triangulasi. Konsep triangulasi merujuk pada upaya untuk melakukan cross-check data. Triangulasi akan mengurangi potensi bias sistemik yang dapat terjadi bila kita hanya menggunakan satu sumber data, metoda, atau prosedur. Triangulasi bisa dilakukan dengan menggunakan beragam sumber data (seperti fasilitator, partisipan, observasi), beragam metode pengumpulan data (seperti wawancara individual, focus group dan sebagainya), menggunakan lebih dari satu pewawancara, memperbanyak titik pengumpulan data (misalnya orang yang sama diwawancara beberapa kali selama periode waktu tertentu), memperbanyak teori dari berbagai disiplin keilmuan, dan menggunakan pendekatan metode campuran (mixed-methods approach)

2. Teori. Teori yang ada saat ini tentang evaluasi kebijakan atau reformasi birokrasi dapat digunakan untuk memandu riset kualitatif. Biasanya studi-studi kualitatif yang dipublikasikan sering menggunakan kerangka teoritis untuk menjustifikasi metodologi yang digunakan. Kerangka teoritis juga bisa digunakan untuk menjelaskan dan pemahaman secara mendalam pada saat menginterpretasikan hasil-hasil kualitatif.

3. Validasi. Validasi dilakukan dengan melibatkan partisipan (misalnya dari mereka yang mewakili unit analisis) untuk

Page 53: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 41

mencek akurasi data dan interpretasinya. Partisipan diberi kesempatan untuk melakukan review atas data yang diperoleh dan hasil pembahasannya.

Dalam konteks evaluasi kebijakan atau program, pendekatan kualitatif sangat mengandalkan pengumpulan data empiris dan analisis terhadap informasi yang terdokumentasi secara sistematis. Pengumpulan informasi sebanyak mungkin akan berguna untuk mengidentifikasi secara lebih pasti hal-hal apa saja yang menyebabkan kebijakan atau program bisa berlangsung dengan baik atau tidak. Selain itu, jika diperlukan bisa dilakukan penelusuran lebih jauh untuk menentukan konteks suatu peristiwa. Hal lain yang menonjol dari pendekatan ini adalah evaluator mempunyai kesempatan mengadakan interaksi dalam konteks pelaksanaan kebijakan atau program sehingga gambaran tentang kebijakan atau program dapat tergambarkan dengan baik. Hal ini akan membuat evaluator dapat memahami latarbelakang suatu fenomena yang muncul dalam pelaksanaan kebijakan atau program.

3.1.1. Desain Evaluasi Program

Tujuan evaluasi adalah mengumpulkan informasi tentang suatu program. Evaluator walaupun bukan bagian dari pelaku di dalam program, namun mempunyai aksesibilitas terhadap semua komponen program. Tujuan utama evaluasi program dengan pendekatan kualitatif adalah mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang suatu program di semua aspeknya (Royse et al, 2006). Pendekatan ini menekankan pada upaya untuk mendapatkan pemahaman lebih luas dari suatu fenomena atau kejadian tertentu. Tujuan utama digunakannya pendekatan kualitatif ini adalah menemukan kekuatan dan kelemahan program dari berbagai sudut pandang.

Berbeda dengan pendekatan kuantitatif, pertanyaan yang menjadi fokus evaluasi tidak menggambarkan adanya variabel, data yang dikumpulkan akan ditampilkan dalam bentuk narative, tidak terlalu mementingkan metode sampling, dan pengolahan data tidak selalu menggunakan uji statistika tertentu. Biasanya pada pengolahan data

Page 54: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

42 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

akan dipilih cara yang lebih banyak menyatakan kualitas interaksi antara satu data dengan data lainnya dalam konteks menggambarkan situasi dan kondisi pada saat fenomena tertentu muncul. Kesimpulannyapun dinyatakan dalam bentuk pernyataan yang berbentuk deskripsi sehingga orang dapat melihat suatu gambaran yang utuh tentang suatu program.

3.1.2. Prosedur Evaluasi Program

Prosedur evaluasi program berdasarkan pendekatan kualitatif biasanya mulai dari mendesain, menentukan sampel, mengumpulkan data, kemudian menganalisis.

Alat pengumpul data yang digunakan pada pendekatan ini bisa berupa catatan tentang kasus-kasus, pedoman wawancara, kuesioner, transkripsi rekaman suara, video, atau berupa foto, sosiogram, reka ulang, judicial review, dokumen kebijakan dan sejenisnya. Data yang terkumpul biasanya diberi kode dan diorganisasikan sedemikian rupa berdasarkan tingkat relevansinya dengan suatu fenomena atau peristiwa tertentu yang terjadi dalam program. Data tersebut nantinya akan dianalisis dengan cara mengelompokkan berdasarkan peristiwa yang terjadi dalam program.

Berikut akan disajikan prosedur evaluasi program yang menggunakan pendekatan kualitatif yang lebih rinci dalam bentuk bagan sebagai berikut.

Page 55: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 43

Gambar 3.1 Prosedur Evaluasi Program (Kualitatif)

3.1.3. Fokus dan Lokus

Pembangunan Reformasi Birokrasi ini bila merujuk pada Perpres No.5/2010 tentang RPJMN 2010–2014 mempunyai sasaran yang luas, mencakup: (1) Peningkatan Penyelenggaraan Aparatur yang Bersih dan Bebas KKN; (2) Peningkatan Akuntabilitas dan Kapasitas Kinerja Birokrasi; (3) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Berdasarkan penjelasan dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No.1/2012 tentang Pedoman Penilaian Mandiri Pelaksanaan RB (PMPRB) disebutkan bahwa Model PMPRB memfokuskan penilaian terhadap langkah-langkah reformasi birokrasi yang dilakukan oleh setiap instansi pemerintah dikaitkan dengan ‘Hasil yang Diharapkan’ sebagaimana tercantum di dalam Road Map Reformasi Birokrasi 2010 – 2014 (PerMenPAN dan RB No.20/2010), dan juga dikaitkan dengan Indikator Kinerja Utama instansi pemerintah dalam rangka

Page 56: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

44 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

pencapaian sasaran dan indikator keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi secara nasional sebagaimana tertuang dalam Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 (Perpres No.81/2010). Namun, kegiatan Evaluasi Kebijakan ini dilakukan secara purposif dan hanya akan difokuskan pada salah satu sasaran atau aspek saja (yaitu pelayanan publik) dengan berbagai pertimbangan: (1) Pelayanan publik menjadi salah satu focal point dalam pembangunan reformasi birokrasi sebagaimana dirumuskan dalam Permen PAN RB No.15/2008 dan in line dengan Perpres No.81/2010; (2) Fokus pada satu sasaran atau aspek akan memungkinkan analisis secara lebih mendalam; (3) Keterbatasan waktu pelaksanaan kegiatan.

Dengan merujuk pada kerangka pikir sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya maka substansi dari evaluasi atas pembangunan reformasi birokrasi ini mencakup: (1) Pelayanan Publik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan; (2) Pelayanan pada masyarakat umum; dan (3) Pelayanan pada dunia usaha/bisnis.

3.1.4. Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Dalam pengertian yang lain, unit analisis diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan fokus/ komponen yang diteliti. Unit analisis ini dilakukan agar validitas dan reabilitas dapat terjaga. Unit analisis ini dapat berupa individu, kelompok, organisasi, benda, wilayah dan waktu tertentu sesuai dengan fokus permasalahannya.

Mengingat pelayanan publik dalam konteks ini dilakukan oleh instansi pemerintah (kementerian/lembaga) maka yang menjadi unit analisis dalam kegiatan ini adalah organisasi (kementerian/lembaga) yang memberikan pelayanan publik.

3.2. Teknik Sampling

Walaupun desk study pada dasarnya tidak terlalu mensyaratkan tehnik sampling yang ketat, namun dengan pertimbangan fokus pada pelayanan publik kiranya perlu ditentukan pelayanan publik

Page 57: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 45

seperti apa yang akan menjadi fokus. Berdasarkan hal tersebut, salah satu alternatif yang dapat dipertimbangkan adalah fokus pada pelayanan dasar bagi masyarakat. Dengan demikian, dalam telaahan pembangunan reformasi birokrasi terkait pelayanan publik akan ditujukan pada, misalnya, layanan publik di sektor pendidikan dan kesehatan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Kesehatan. Oleh karena itu, sampel yang akan diambil adalah program-program sektor pendidikan dan kesehatan yang dirancang dan berkaitan dengan pelayanan publik pada masyarakat sasaran.

3.3. Pengumpulan data

Secara metodologis sebenarnya kegiatan Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi ini merupakan desk study. Berbeda dengan Field Research yang mengumpulkan data primer secara langsung di lapangan, desk study (atau biasa juga dikenal dengan nama Desk Research) pada dasarnya melibatkan kegiatan pengumpulan data dari sumber-sumber yang telah ada (existing resources) dan pada umumnya bersumber dari data sekunder.

Untuk melaksanakan kegiatan Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi ini maka akan menggunakan dua pendekatan yaitu :

1. Internal Desk Research: dengan cara ini data dan informasi diperoleh secara internal dari pihak Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral (Direktorat EKPS). Adapun data dan informasi relevan yang dibutuhkan berkaitan dengan sejumlah hal seperti: (a) Hasil-hasil kajian, review, atau bentuk telaahan lainnya yang dilaksanakan oleh Direktorat EKPS terkait dengan reformasi birokrasi pada umumnya dan pelayanan publik secara sektoral pada khususnya; (b) Kompilasi kebijakan atau peraturan perundangan yang dinilai relevan terkait dengan reformasi birokrasi pada umumnya dan pelayanan publik pada khususnya.

2. External Desk Research: data dan informasi yang relevan dikumpulkan dari berbagai sumber yang berada di luar Direktorat EKPS. Sumber-sumber luar dimaksud diantaranya:

Page 58: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

46 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

(a) Online Desk Research : Di dunia maya banyak sekali data yang tersedia. Namun, dalam hal ini yang penting adalah proses pemilahan dan pemilihan data yang dinilai relevan saja yaitu informasi tentang reformasi birokrasi pada umumnya maupun pelayanan publik pada khususnya. Untuk keperluan mendapatkan informasi tersebut dapat dijajagi melalui sejumlah search engines seperti google.com, yahoo.com, infoseek.com dan sebagainya; (b) Data Publikasi Pemerintah: untuk mendapatkan data yang dipublikasikan pemerintah pada saat sekarang relatif dapat diakses. Sudah banyak instansi pemerintah (pusat dan daerah) yang memiliki website resmi yang didalamnya terdapat berbagai data dan informasi yang dapat diakses publik seperti data tentang Indeks Pembangunan Manusia (IPM), capaian kinerja program Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), Laporan Pelaksanaan Program Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga dan sebagainya; (c) Publikasi Hasil Survei: khusus untuk pelayanan publik, rujukan hasil survei yang dilakukan lembaga-lembaga tertentu baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri dinilai sangat bermanfaat untuk memperoleh gambaran tentang persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik yang diberikan pemerintah. Survei Integritas Sektor Publik (KPK), Ease of Doing Business Survey (The World Bank) merupakan beberapa contoh dari publikasi hasil survei yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kegiatan ini.

Hasil desk study atau desk research ini kemudian dikombinasikan dengan data dan informasi yang diperoleh dari hasil kegiatan-kegiatan terkait lainnya seperti seminar pengayaan, dan konsinyering dapat dipergunakan sebagai bahan utama dalam penyusunan hasil akhir kegiatan ini.

Berikut akan dirinci kebutuhan data serta pengumpulan data yang akan dilakukan untuk kepentingan evaluasi ini.

Page 59: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 47

Tabel 3.1 Kebutuhan Data untuk

Kajian Evaluasi Kebijakan Pembangunan Reformasi Birokrasi

No Aspek Pelayanan

Publik Rincian Kebutuhan Data Sumber Data

1 Penyelenggaraan Pemerintahan

Kelembagaan Data capaian program RB aspek kelembagaan

Identifikasi masalah yang dihadapi

Online desk research, publikasi data pemerintah

Business process Data capaian program RB aspek business process

Identifikasi masalah yang dihadapi

Online desk research, publikasi data pemerintah

SDM Aparatur Data capaian program RB aspek business process

Identifikasi masalah yang dihadapi

Dokumen Laporan Tahunan Pelaksanaan RB K/L

Standar Pelayanan

Tingkat pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM)

15 SPM Bidang

2 Masyarakat Umum

Pemenuhan pelayanan Kebutuhan Dasar (basic needs)

Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Online desk research, publikasi data pemerintah

Integritas pelayanan publik

Indeks Integritas Pelayanan Publik Pusat dan Daerah

Publikasi Hasil Survei Integritas Sektor Publik (KPK)

Kepuasan Masyarakat atas pelayanan publik

Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) atas Pelayanan Publik

Publikasi Kemenpan-RB

Pelayanan publik terpadu

Data PTSP (Prov/Kab/Kota)

Publikasi Kementerian Dalam Negeri

3 Dunia Usaha/Bisnis

Tingkat kemudahan berusaha (ease of doing business)

Ease of Doing Business Index (EDBI)

Publikasi EDBI (The World Bank)

Page 60: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

48 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Selain itu, dalam rangka memperkaya/mempertajam analisis kebijakan, juga dilakukan kegiatan konsinyering, dan seminar.

Konsinyering dilakukan untuk menyusun TOR dan memperkaya variabel pembahasan. Konsinyering mengundang pihak-pihak berkompeten. Konsinyering dilakukan di Jakarta dan luar Jakarta.

Seminar Pengayaan untuk mempertajam materi Laporan Pendahuluan (yang terdiri dari Bab Pendahuluan, Bab Kerangka Konseptual, dan Bab Metode Evaluasi). Dilakukan di Jakarta.

Seminar Akhir dilakukan untuk mempertajam materi konsep Laporan Final. Dilakukan di Jakarta dan mengundang pakar di bidangnya untuk memberikan masukan.

Page 61: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 49

BAB IV

REVIEW KEBIJAKAN TERKAIT PEMBANGUNAN REFORMASI BIROKRASI

4.1. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025

Pemerintah sebagai pelaku utama birokrasi di negeri telah memulai pembenahan birokrasi sejak reformasi 1998, walaupun perkembangannya saat itu kurang terdengar. Pada tahun 2007, DPR dan Presiden RI menerbitkan UU No.17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang, yang menyebutkan bahwa untuk mewujudkan bangsa yang berdaya-saing perlu dilakukan upaya-upaya, antara lain: (1) Mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing; (2) Memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan di setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan di dalam negeri; (3) Meningkatkan penguasaan, pemanfaatan, dan penciptaan pengetahuan; (4) Membangun infrastruktur yang maju; dan (5) Melakukan reformasi di bidang hukum dan aparatur negara.

Sebagai tindak lanjut UU No.17/2007, untuk melakukan reformasi di bidang hukum dan aparatur negara, Presiden RI menerbitkan Perpres No.81/2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025. Grand Design tersebut terbagi ke dalam 3 tahapan yaitu Road Map Reformasi Birokrasi (RMRB) 2010-2014, RMRB 2015-2019, RMRB 2020-2024.

Dalam setiap tahapan Road Map ditetapkan beberapa sasaran dan indikator-indikator keberhasilannya. RMRB 2010-2014 dituangkan dalam PermenPAN dan RB No.20/2010 yang mencakup ruang lingkup:

1. Penguatan birokrasi pemerintah; 2. Tingkat pelaksanaan, ada dua tingkat pelaksanaan, yaitu

Page 62: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

50 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

tingkat nasional dan tingkat instansional. Pada tingkat nasional, pelaksanaan reformasi birokrasi dibagi ke dalam tingkat makro dan meso. Tingkat pelaksana makro menyangkut penyempurnaan regulasi nasional dalam upaya pelaksanaan reformasi birokrasi. Sementara tingkat pelaksanaan meso menjalankan fungsi manajerial, yaitu mendorong kebijakan-kebijakan inovatif, menerjemahkan kebijakan makro, dan mengkoordinasikan (mendorong dan mengawal) pelaksanaan reformasi birokrasi di tingkat K/L dan Pemda. Pada tingkat instansional (disebut tingkat pelaksanaan mikro) menyangkut implementasi kebijakan/ program reformasi birokrasi sebagaimana digariskan secara nasional dan menjadi bagian dari upaya percepatan reformasi birokrasi pada masing-masing K/L dan Pemda;

3. Program, Program-program berorientasi hasil (outcomes oriented programs), baik pada tingkat makro, meso, maupun tingkat mikro: a. Program Tingkat Makro meliputi Penataan Organisasi,

Penataan Tatalaksana, Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik.

b. Program Tingkat Meso meliputi Manajemen Perubahan, Konsultasi dan Asistensi, Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan

c. Program Tingkat Mikro meliputi Manajemen perubahan, Penataan Peraturan Perundang-undangan, Penataan dan Penguatan Organisasi, Penataan Tatalaksana, Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan

Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi sebagai lokomotif pelaksana pada tahun 2011 telah menerbitkan beberapa pedoman pelaksanaan reformasi birokrasi dengan menerbitkan Permen PAN dan RB No. 7 – 15/2011.

Page 63: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 51

4.2. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi

Komitmen untuk menerapkan program Reformasi Birokrasi di lingkungan Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah mendapatkan momentum setelah melihat upaya-upaya yang dilakukan (waktu itu) Departemen Keuangan untuk melakukan reformasi secara komprehensif dinilai telah memberikan dampak positif baik dilihat dari aspek kinerja maupun kepercayaan publik terhadapnya. Tidak lama setelah itu, Pemerintah (melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara) mengeluarkan Permen PAN RB No.15/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi.

Pemerintah sendiri, mengakui akan pentingnya reformasi birokrasi karena masih terjadinya hal-hal berikut:

1. Praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) masih berlangsung hingga saat ini,

2. Tingkat kualitas pelayanan publik belum mampu memenuhi harapan publik,

3. Tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas birokrasi pemerintahan belum opimal,

4. Tingkat transparansi dan akuntabilitas birokrasi pemerintahan masih rendah dan

5. Tingkat disiplin dan etos kerja pegawai masih rendah.

Berbagai permasalahan/hambatan yang mengakibatkan sistem penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan tidak akan berjalan dengan baik harus ditata ulang atau diperbaharui. Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dengan kata lain, reformasi birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun birokrasi agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional.

Dalam konteks tersebut, maka kebutuhan untuk melakukan upaya reformasi birokrasi biasanya didorong untuk meningkatkan

Page 64: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

52 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

pelayanan publik yang lebih transparan dan akuntabel. Perubahan fundamental melalui reformasi birokrasi pada dasarnya bertujuan untuk melakukan perubahan organisasi dan sikap yang selama ini dipersepsikan masyarakat sebagai birokrasi tertutup menjadi suatu birokrasi yang terbuka dan transparan guna memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat (excellent service). Langkah reformasi birokrasi tersebut, sebagaimana ditegaskan dalam Permen PAN RB No.15/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi (halaman 17-19), dilakukan dengan cara membangun dan membentuk:

1. Birokrasi yang bersih.

2. Birokrasi yang efisien, efektif dan produktif.

3. Birokrasi yang transparan.

4. Birokrasi yang melayani masyarakat.

5. Birokrasi yang akuntabel.

Secara khusus, program Reformasi Birokrasi mempunyai sasaran untuk melakukan perubahan pada 5 area seperti Tabel 4.1.

Tabel 4.1.

Area Perubahan RB

No Area Perubahan Hasil Yang Ingin Dicapai

1 Kelambagaan (Organisasi

Organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing)

2 Budaya Organisasi

Birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi

3 Ketatalaksanaan Sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance

4 Regulasi- Deregulasi Birokrasi

Regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif

5 Sumber Daya Manusia

SDM yang berintegritas, kompeten, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera

Page 65: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 53

Adapun rincian program, kegiatan serta keluaran Reformasi birokrasi dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2. Program, Kegiatan dan Keluaran RB (selected)

No Program Kegiatan Keluaran

1 Penataan Organisasi

Redefinisi visi,misi, strategi

Visi,misi, strategi organisasi yang baru

Restrukturisasi Organisasi yang right sizing

Analisa beban kerja Formula kebutuhan pegawai

2 Penataan tata laksana

Penyusunan tata laksana (business process) yang menghasilkan SOP

Dokumen tata laksana untuk setiap proses kerja utama dan sub-proses

Elektronisasi dokumentasi/kearsipan (E-Archieve)

Pengadaan perangkat lunak, perangkat keras, dan pelatihan operator PNS

3 Penataan Sistem manajemen SDM

Asesmen kompetensi individu bagi pegawai/tenaga ahli

Dokumen analisa atas pemetaan hasil asesmen

Membangun sistem penilaian kinerja

Sistem penilaian kinerja berdasarkan kompetensi, transparan dan user friendly

Mengembangkan sistem pengadaan dan seleksi

Sistem pengadaan dan seleksi yang transparan, adil dan akuntabel serta berdasarkan kompetensi

Mengembangkan pola pengembangan dan pelatihan

Pola pengembangan dan pelatihan berdasarkan kompetensi

Memperkuat pola rotasi, mutasi, promosi

Pola rotasi, mutasi, promosi berdasarkan kompetensi dan kinerja

Memperkuat pola Karir

Pola karir berdasarkan kompetensi dan kinerja

Membangun/ memperkuat database pegawai

Sistem database pegawai, Pengadaan perangkat lunak, Pengadaan Perangkat keras, Pelatihan Operator PNS

Page 66: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

54 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

4.3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik pada satu sisi serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik pada sisi lain, pada tanggal 18 Juli 2009 telah disahkan Undang-Undang (UU) No.25/2009 tentang Pelayanan Publik.

Menurut UU tersebut, pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Penyelenggaraaan pelayanan publik ini didasarkan pada prinsip atau asas tertentu. Adapun asas-asas pelayanan publik tersebut adalah:

1. Kepentingan umum, yaitu pemberian pelayanan tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan/atau golongan.

2. Kepastian hukum, yaitu jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan.

3. Kesamaan hak, yaitu pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.

4. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan.

5. Keprofesionalan, yaitu pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugas.

6. Partisipatif, yaitu peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.

7. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, yaitu setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan yang adil.

Page 67: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 55

8. Keterbukaan, yaitu setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan.

9. Akuntabilitas, yaitu proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

10. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, yaitu pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan.

11. Ketepatan waktu, yaitu penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan.

12. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan, yaitu setiap jenis pelayanan dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau.

Menurut ketentuan pada pasal 5 disebutkan bahwa pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam ruang lingkup tersebut, termasuk pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis lainnya.

Dalam melaksanakan pelayanan publik pemerintah membentuk Organisasi Penyelenggara. Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undangundang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Penyelenggara dan seluruh bagian organisasi penyelenggara bertanggung jawab atas ketidakmampuan, pelanggaran, dan kegagalan penyelenggaraan pelayanan.

Berdasarkan ketentuan pada pasal 8 disebutkan bahwa organisasi penyelenggaraan pelayanan publik sekurang-kurangnya meliputi: (1) pelaksanaan pelayanan, (2) pengelolaan pengaduan masyarakat, (3)

Page 68: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

56 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

pengelolaan informasi, (4) pengawasan internal, (5) penyuluhan kepada masyarakat, dan (6) pelayanan konsultasi.

Penyelenggara dapat melakukan kerja sama dalam bentuk penyerahan sebagian tugas penyelenggaraan pelayanan publik kepada pihak lain, dengan syarat kerja sama tersebut tidak menambah beban bagi masyarakat.

Dalam melaksanakan pelayanan publik, sesuai ketentuan pasal 15 maka penyelenggara berkewajiban :

1. Menyusun dan menetapkan standar pelayanan;

2. Menyusun, menetapkan, dan memublikasikan maklumat pelayanan;

3. Menempatkan pelaksana yang kompeten;

4. Menyediakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai;

5. Memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik;

6. Melaksanakan pelayanan sesuai dengan standard pelayanan;

7. Berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik;

8. Memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang diselenggarakan;

9. Membantu masyarakat dalam memahami hak dan tanggung jawabnya;

10. Bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi penyelenggara pelayanan publik;

11. Memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau jabatan; dan

Page 69: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 57

12. Memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sementara itu, pelayanan publik agar bisa berjalan efektif harus berdasarkan pada standar tertentu. Dalam pasal 21 disebutkan bahwa komponen standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi:

1. Dasar hukum, yaitu peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penyelenggaraan pelayanan.

2. Persyaratan, yaitu syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.

3. Sistem, mekanisme, dan prosedur, yaitu tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan, termasuk pengaduan.

4. Jangka waktu penyelesaian, yaitu jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.

5. Biaya/tarif, yaitu ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.

6. Produk pelayanan, yaitu hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

7. Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, yaitu peralatan dan fasilitas yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuk peralatan dan fasilitas pelayanan bagi kelompok rentan.

8. Kompetensi pelaksana, yaitu kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman.

Page 70: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

58 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

9. Pengawasan internal, yaitu pengendalian yang dilakukan oleh pimpinan satuan kerja atau atasan langsung pelaksana.

10. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan, yaitu tata cara pelaksanaan penanganan pengaduan dan tindak lanjut.

11. Jumlah pelaksana, yaitu tersedianya pelaksana sesuai dengan beban kerja.

12. Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan.

13. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan, yaitu kepastian memberikan rasa aman dan bebas dari bahaya, risiko, dan keragu-raguan.

14. Evaluasi kinerja pelaksana yaitu penilaian untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan kegiatan sesuai dengan standar pelayanan.

Dalam rangka memberikan dukungan informasi terhadap penyelenggaraan pelayanan publik perlu diselenggarakan sistem informasi yang bersifat nasional. Sistem informasi yang bersifat nasional tersebut dikelola oleh menteri, dan disediakan kepada masyarakat secara terbuka dan mudah diakses. Penyelenggara berkewajiban mengelola sistem informasi yang terdiri atas sistem informasi elektronik atau nonelektronik. Informasi itu sekurang-kurangnya meliputi:

1. Profil penyelenggara, meliputi nama, penanggung jawab, pelaksana, struktur organisasi, anggaran penyelenggaraan, alamat pengaduan, nomor telepon, dan pos-el (email);

2. Profil pelaksana, meliputi pelaksana yang bertanggung jawab, pelaksana, anggaran pelaksanaan, alamat pengaduan, nomor telepon, dan pos-el (email);

3. Standar pelayanan berisi informasi yang lengkap tentang keterangan yang menjelaskan lebih rinci isi standar pelayanan tersebut;

Page 71: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 59

4. Maklumat pelayanan;

5. Pengelolaan pengaduan, yaitu proses penanganan pengaduan mulai dari tahap penyeleksian, penelaahan, dan pengklasifikasian sampai dengan kepastian penyelesaian pengaduan;

6. Penilaian kinerja, yaitu hasil pelaksanaan penilaian penyelenggaraan pelayanan yang dilakukan oleh penyelenggara sendiri, bersama dengan pihak lain, atau oleh pihak lain atas permintaan penyelenggara untuk mengetahui gambaran kinerja pelayanan dengan menggunakan metode penilaian tertentu.

Khusus dalam kaitannya dengan biaya/tarif pelayanan publik, ketentuan pasal 31 menyebutkan bahwa pada dasarnya merupakan tanggung jawab negara dan/atau masyarakat. Apabila dibebankan kepada masyarakat atau penerima pelayanan, maka penentuan biaya/tarif pelayanan publik tersebut ditetapkan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pengawas internal dan pengawas eksternal. Pengawasan internal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui pengawasan oleh atasan langsung sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan pengawasan oleh pengawas fungsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sementara pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui:

1. Pengawasan oleh masyarakat berupa laporan atau pengaduan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik;

2. Pengawasan oleh ombudsman sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

3. Pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.

Page 72: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

60 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan serta berkewajiban mengumumkan nama dan alamat penanggung jawab pengelola pengaduan serta sarana pengaduan yang disediakan. Penyelenggara berkewajiban mengelola pengaduan yang berasal dari penerima pelayanan, rekomendasi ombudsman, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam batas waktu tertentu. Penyelenggara berkewajiban menindaklanjuti hasil pengelolaan pengaduan tersebut.

Masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan pelayanan publik, apabila: (a) penyelenggara tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melanggar larangan; dan (b) pelaksana memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan.

Sesuai ketentuan pasal 40, pengaduan tersebut ditujukan kepada penyelenggara, ombudsman, dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. Pengaduan seperti dimaksud diatas diajukan oleh setiap orang yang dirugikan atau oleh pihak lain yang menerima kuasa untuk mewakilinya. Pengaduan dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak pengadu menerima pelayanan. Dalam pengaduannya, pengadu dapat memasukkan tuntutan ganti rugi. Dalam keadaan tertentu, nama dan identitas pengadu dapat dirahasiakan.

Pengaduan yang disampaikan secara tertulis harus memuat: (1) nama dan alamat lengkap; (2) uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan dan uraian kerugian material atau immaterial yang diderita; (3) permintaan penyelesaian yang diajukan; dan (4) tempat, waktu penyampaian, dan tanda tangan.

Pengaduan tertulis tersebut dapat disertai dengan bukti-bukti sebagai pendukung pengaduannya. Dalam hal pengadu membutuhkan dokumen terkait dengan pengaduannya dari penyelenggara dan/atau pelaksana untuk mendukung pembuktiannya itu, penyelenggara dan/atau pelaksana wajib memberikannya.

Page 73: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 61

Penyelenggara dan/atau ombudsman wajib menanggapi pengaduan tertulis oleh masyarakat paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pengaduan diterima, yang sekurang-kurangnya berisi informasi lengkap atau tidak lengkapnya materi aduan tertulis tersebut. Dalam hal materi aduan tidak lengkap, pengadu melengkapi materi aduannya selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak menerima tanggapan dari penyelenggara atau ombudsman sebagaimana diinformasikan oleh pihak penyelenggara dan/atau ombudsman. Dalam hal berkas pengaduan tidak dilengkapi dalam waktu tersebut, maka pengadu dianggap mencabut pengaduannya.

Dalam hal penyelenggara melakukan perbuatan melawan hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam undang-undang pelayanan publik, masyarakat dapat mengajukan gugatan terhadap penyelenggara ke pengadilan. Pengajuan gugatan terhadap penyelenggara, tidak menghapus kewajiban penyelenggara untuk melaksanakan keputusan ombudsman dan/atau penyelenggara. Pengajuan gugatan perbuatan melawan hukum tersebut, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal penyelenggara diduga melakukan tindak pidana dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, masyarakat dapat melaporkan penyelenggara kepada pihak berwenang.

Namun, pelaksanaan pelayanan publik menurut UU No.25/2009 ini masih memiliki beberapa kendala. Kendala utama disebabkan oleh masih sangat sedikitnya peraturan pemerintah yang mengatur mengenai ruang lingkup, mengenai sistem pelayanan terpadu, mengenai pedoman penyusunan standar pelayanan, mengenai proporsi akses dan kategori kelompok masyarakat, mengenai tata cara pengikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan Peraturan Presiden mengenai mekanisme dan ketentuan pemberian ganti rugi. Hingga akhir tahun 2013 ini hanya dikeluarkan 1 (satu) buah Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan UU Pelayanan Publik tersebut yaitu PP No.96/2012 tentang Pelaksanaan UU No.25/2009. Dalam PP tersebut diatur sejumlah substansi pokok

Page 74: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

62 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

pelayanan publik, yaitu: (1) ruang lingkup pelayanan publik, (2) sistem pelayanan terpadu, (3) pedoman penyusunan standar pelayanan, (4) proporsi akses dan kategori kelompok masyarakat dalam pelayanan berjenjang, (5) pengikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik, (6) pembinaan dan pengawasan, dan (7) sanksi.

Pada tataran yang lebih teknis dan operasional Kementerian PAN dan RB telah mengeluarkan 2 (dua) peraturan terkait sebagai pedoman untuk mengimplementasikan UU Pelayanan Publik tersebut, yaitu: (1) Permen PAN dan RB No. 36/2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan, Penetapan, dan Penerapan Standar Pelayanan, dan (2) Permen PAN dan RB No.38/2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik.

4.4. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan BHMN serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. (Pasal 1 butir 1 UU No.37/2008 tentang ORI dan Pasal 1 butir 13 UU No.25/2009 tentang Pelayanan Publik).

Ombudsman Republik Indonesia, diawali dengan terbentuknya Komisi Ombudsman Nasional (KON) berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) No.44/2000 di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor. VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan Korupsi dan Nepotisme, memberikan mandat membentuk Undang-Undang beserta peraturan pelaksananya untuk pencegahan korupsi termasuk didalamnya adalah Ombudsman hingga akhirnya pada tahun 2008 disahkan UU No. 37/2008 tentang ORI.

Page 75: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 63

Ide pembentukan lembaga Ombudsman tidak terlepas dari kritik dan dorongan publik tentang sejauh mana efektifitas dan independesinya seperti halnya dipersoalkan terhadap lembaga- lembaga pengawasan sebelumnya. Pertanyaan tersebut merupakan sesuatu yang wajar ditengah-tengah ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparatur penyelenggara negara yang tidak melaksanakan urusan pelayanan publik sebagaimana mestinya. Praktik penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan telah menimbulkan kerugikan materiil dan/atau imateriil bagi masyarakat dan perseorangan.

Tugas yang dimiliki ORI adalah: (1) menerima laporan dugaan maladministrasi penyelenggaraan pelayanan publik, (2) melakukan pemeriksaan laporan, (3) menindaklanjuti laporan; (4) melakukan investigasi atas prakarsa sendiri; (4) melakukan koordinasi/kerjasama dengan lembaga negara/lembaga pemerintahan/lembaga kemasyarakatan/perseorangan, (5) membangun jaringan kerja, (6) melakukan upaya pencegahan maladministrasi dalam penyeleggaran pelayanan publik, dan (7) melakukan tugas lain yang diberikan undang-undang.

Adapun wewenang ORI terbagi menjadi 2, yaitu terkait dengan laporan dan tugas lainnya. Terkait dengan laporan, wewenangnya antara lain: (1) meminta keterangan pihak-pihak yang terkait dengan laporan; (2) memeriksa dokumen terkait;, (3) meminta klarifikasi, salinan, copy atau dokumen lain pada instansi penyelenggara negara; (4) melakukan pemanggilan; (5) melakukan mediasi, konsiliasi atas permintaan para pihak; (6) membuat rekomendasi mengenai penyelesaian laporan, ganti rugi dan/rehabilitasi; dan (7) mengumumkan hasil temuan, kesimpulan dan rekomendasi. Terkait dengan tugas lain, wewenangnya adalah: (1) memberi saran kepada Presiden, Pimpinan Penyelenggara Negara, Kepala Daerah guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/pelayanan publik; dan (2) memberi saran kepada DPR, Presiden, DPRD, Kepala Daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan perundangan dilakukan perubahan untuk mencegah maladministrasi.

Untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya secara efektif maka perlu dilakukan penguatan terhadap lembaga ORI ini. Adapun

Page 76: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

64 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

bentuk-bentuk penguatan eksistensi ORI berdasarkan UU No.37/2008 adalah:

1. Pemberian eksklusifitas terhadap ORI (Psl 46);

2. Penambahan kewenangan ORI untuk menyelesaikan laporan masyarakat melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak (Pasal. 8 ayat (1) huruf e);

3. Pemberian kewenangan untuk melakukan pemeriksaan lapangan ke objek pelayanan publik yang dilaporkan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu (Pasal 34);

4. Pemberian dua macam hak eksklusif kepada ORI dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya yaitu hak imunitas dan upaya pemanggilan paksa/soebpoena power (Psl. 31);

5. Kewajiban untuk melaksanakan Rekomendasi ORI (Pasal 38);

6. Kewenangan melakukan konsiliasi dan mediasi (Pasal 8).

Sementara itu, lembaga ORI ini mempunyai peran penting dalam konteks pelayanan publik. Ada berbagai bentuk penguatan eksistensi ORI berdasarkan UU No.25/2009 tentang Pelayanan Publik yaitu :

1. Mempertegas serta memperjelas fungsi, tugas dan kedudukan ORI (Pasal 18 dan Pasal 46)

2. Menambah kewenangan ORI untuk melakukan ajudikasi dalam hal penyelesaian ganti rugi. (Pasal 50. Penyelesaian sengketa pelayanan publik yang di putus oleh ORI)

3. Penguatan kelembagaan ORI dengan membentuk Perwakilan Ombudsman di Daerah yang bersifat hierarkis untuk mendukung tugas dan fungsi Ombudsman (Pasal 46 ayat 3 dan ayat 4)

Page 77: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 65

4.5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal

Untuk menjamin agar masyarakat mendapatkan pelayanan publik sesuai kebutuhan, pemerintah menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagai standar nasional yang akan menjadi satu pedoman bagi pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan yang sama kualitasnya dengan daerah lain. Dengan merujuk pada PP No.65/2005 maka yang dimaksud dengan Standar Pelayanan Minimal (yang selanjutnya disingkat SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Untuk mengukur pencapaian prestasi pelayanan publik dipergunakan indikator SPM. Jadi Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM tertentu, berupa masukan, proses, hasil dan/atau manfaat pelayanan.

Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM menjadi acuan dalam penyusunan SPM oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dan dalam penerapannya oleh Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota. SPM disusun dan diterapkan dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan pelayanan dasar sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelayanan Dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan. Oleh karena itu SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintahan Daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib. SPM ditetapkan oleh Pemerintah dan diberlakukan untuk seluruh Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan pelayanan dasar nasional. SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas waktu pencapaian. SPM disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan,

Page 78: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

66 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

prioritas dan kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan kelembagaan dan personil daerah dalam bidang yang bersangkutan.

4.5.1. Penyusunan SPM

Penyusunan SPM diatur dalam PP No.65/2005. Dalam Pasal 4,5,6,7 dan 8 PP tersebut diuraikan tentang penyusunan SPM secara jelas. Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen menyusun SPM dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan pelayanan dasar sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penyusunan SPM mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengatur urusan wajib. Dalam hal ini adalah UU No.32/2004 dan PP No.38/2007. Dalam penyusunan SPM ditetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM dan batas waktu pencapaian SPM.

Selanjutnya dijelaskan bahwa penyusunan SPM oleh masing-masing Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dilakukan melalui konsultasi yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Konsultasi dilakukan oleh masing-masing Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dengan tim konsultasi yang terdiri dari unsur-unsur Departemen Dalam Negeri, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Keuangan, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dengan melibatkan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen terkait sesuai kebutuhan. Tim Konsultasi tersebut dibentuk dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri. Kemudian hasil konsultasi tersebut disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, dalam hal ini Direktur Jenderal Otonomi Daerah, kepada Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) melalui Sekretariat DPOD untuk mendapatkan rekomendasi bagi Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang bersangkutan dalam rangka penyusunan SPM. SPM yang disusun oleh masing-masing Menteri setelah memperoleh dan mengakomodasikan rekomendasi ditetapkan dengan Peraturan Menteri yang bersangkutan. SPM yang

Page 79: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 67

disusun oleh masing-masing Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen setelah memperoleh dan mengakomodasikan rekomendasi ditetapkan dengan Peraturan Menteri terkait.

Dalam penyusunan SPM Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Keberadaan sistem informasi, pelaporan dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menjamin pencapaian SPM dapat dipantau dan dievaluasi oleh pemerintah secara berkelanjutan.

2. Standar pelayanan tertinggi yang telah dicapai dalam bidang yang bersangkutan di daerah;

3. Keterkaiatan antar SPM dalam suatu bidang dan antara SPM dalam suatu bidang dengan SPM dalam bidang lainnya;

4. Kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan kelembagaan dan personil daerah dalam bidang yang bersangkutan; dan

5. Pengalaman empiris tentang cara penyediaan pelayanan dasar tertentu yang telah terbukti dapat menghasilkan mutu pelayanan yang ingin dicapai.

Pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas didasarkan atas petunjuk teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Untuk mendukung penerapan SPM, Menteri yang bersangkutan menyusun petunjuk teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri, dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen ditetapkan dengan Peraturan Menteri terkait. Dalam konteks penyusunan Petunjuk Teknis (JUKNIS) sebagaimana dimaksud untuk mengoperasionalkan PP No.65/2005 tersebut telah dikeluarkan Permendagri No.6/2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal.

4.5.2. Penerapan SPM

Pemerintahan Daerah menerapkan SPM sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri. SPM yang ditelah ditetapkan

Page 80: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

68 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Pemerintah menjadi salah satu acuan bagi Pemerintahan Daerah untuk menyusun perencanaan dan penganggaran penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pemerintahan Daerah menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM sesuai dengan Peraturan Menteri. Rencana pencapaian SPM dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD). Target tahunan pencapaian SPM dituangkan kedalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja Satuan kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) sesuai klasifikasi belanja daerah dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.

Penyusunan rencana pencapaian SPM sebagaimana tersebut di atas dan anggaran kegiatan yang terkait dengan pencapaian SPM dilakukan berdasarkan analisis kemampuan dan potensi daerah dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Rencana pencapaian target tahunan SPM serta realisasinya diinformasikan kepada masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan.

Pemerintah Daerah mengakomodasikan pengelolaan data dan informasi penerapan SPM ke dalam sistem informasi daerah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah dan/atau untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama dengan daerah disekitarnya sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam pengelolaan pelayanan dasar secara bersama, sebagai bagian dari pelayanan publik, rencana pencapaian SPM perlu disepakati bersama dan dijadikan dasar dalam merencanakan dan menganggarkan kontribusi masing-masing daerah. Selanjutnya dalam upaya pencapaian SPM, Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan pihak swasta.

Page 81: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 69

4.5.3. Pembinaan dan Pengawasan SPM

Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen melakukan pembinaan kepada Pemerintahan Daerah dalam penerapan SPM. Pembinaan dapat berupa fasilitasi, pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan atau bantuan teknis lainnya yang mencakup: (1) perhitungan sumber daya dan dana yang dibutuhkan untuk mencapai SPM, termasuk kesenjangan pembiayaannya; (2) penyusunan rencana pencapaian SPM dan penetapan target tahunan pencapaian SPM; (3) penilaian prestasi kerja pencapaian SPM; dan (4) pelaporan prestasi kerja pencapaian SPM.

Pembinaan penerapan SPM terhadap Pemerintahan Daerah Provinsi dilakukan oleh Pemerintah, dan pembinaan penerapan SPM terhadap Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah di Daerah. Pemerintah melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah dalam rangka menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh: (1) Pemerintah untuk Pemerintahan Daerah Provinsi; dan (2) Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Daerah untuk Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Pemerintah wajib mendukung pengembangan kapasitas Pemerintahan Daerah yang belum mampu mencapai SPM. Pemerintah dapat melimpahkan tanggungjawab pengembangan kapasitas Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang belum mampu mencapai SPM kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Daerah. Ketidakmampuan Pemerintahan Daerah dalam mencapai SPM ditetapkan Pemerintah berdasarkan pelaporan dan hasil evaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan peraturan perundangan. Dukungan pengembangan kapasitas Pemerintahan Daerah dapat berupa fasilitasi, pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan atau bantuan teknis lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Fasilitasi, pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan atau bantuan teknis

Page 82: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

70 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

lainnya mempertimbangkan kemampuan kelembagaan, personil dan keuangan negara serta keuangan daerah.

Menteri Dalam Negeri bertanggungjawab atas pengawasan umum penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah. Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen bertanggungjawab atas pengawasan teknis penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah. Menteri Dalam Negeri dapat melimpahkan tanggungjawab pengawasan umum penerapan SPM oleh Pemerintahan Kabupaten/Kota kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Daerah. Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dapat melimpahkan tanggungjawab pengawasan teknis penerapan SPM yang dilakukan oleh Pemerintahan Kabupaten/Kota kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Daerah. Pemerintah dapat memberikan penghargaan kepada Pemerintahan Daerah yang berhasil mencapai SPM dengan baik dalam batas waktu yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Pemerintah. Pemerintah juga dapat memberikan sanksi kepada Pemerintahan Daerah yang tidak berhasil mencapai SPM dengan baik dalam batas waktu yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi dengan mempertimbangkan kondisi khusus Daerah yang bersangkutan. Sanksi dimaksud mengacu pada peraturan perundang-undangan.

Peraturan Pemerintah No.65/2005 yang kemudian diatur dalam Permendagri No.6/2007 membawa semangat otonomi daerah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, pemerintah wajib melakukan pembinaan dan pengawasan berupa pemberian pedoman, standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, pemantauan dan evaluasi. Hal ini dimaksudkan agar kinerja penyelenggara pemerintahan daerah tetap sejalan dengan tujuan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Dalam

Page 83: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 71

penerapannya, SPM harus menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar dari Pemerintahan Daerah sesuai dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh pemerintah.

4.6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN)

Peraturan Menteri Dalam Negeri No.4/ 2010 ini merupakan kebijakan teknis di level kementerian yang dimaksudkan untuk mengimplementasikan amanat UU No.25/2009 tentang Pelayanan Publik. Pertimbangan pentingnya penyusunan Permendagri ini adalah upaya untuk meningkatkan kualitas dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat serta memperhatikan kondisi geografis daerah, perlu mengoptimalkan peran kecamatan sebagai perangkat daerah terdepan dalam memberikan pelayanan publik. Adapun maksud penyelenggaraan PATEN adalah mewujudkan

kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat dan menjadi simpul pelayanan bagi kantor/badan pelayanan terpadu di kabupaten/kota.

Dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih berkualitas, kecamatan sebagai penyelenggara PATEN harus memenuhi 3 (tiga) persyaratan penting yaitu:

1. Persyaratan substantif, yaitu pendelegasian sebagian wewenang dari bupati/walikota yang meliputi bidang perijinan dan non perijinan;

2. Persyaratan administratif, berupa adanya standar pelayanan dan job description personil kecamatan; dan

3. Persyaratan teknis berupa sarana dan prasarana serta pelaksana teknis.

Page 84: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

72 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Page 85: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 73

BAB V

CAPAIAN KINERJA PEMBANGUNAN

REFORMASI BIROKRASI

5.1. Capaian Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan

Secara umum, gambaran tentang pelaksanaan pembangunan RB pada tahun 2009 sampai dengan 2012 dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut.

Tabel 5.1.

Perkembangan Capaian Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola

Indikator Sasaran

Sumber Satuan Tahun dan Perkembangan Capaian

Target RPJMN

2010-2014 2009 2010 2011 2012

Sasaran 1 : Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN

IPK TI Angka indeks (skala 1 -10)

2.8 2.8 3.0 32 ª)

32 b) 5.0

Opini WTP BPK atas LKKL (Pusat)

BPK Persentase

capaian WTP 41 56,41 63 77 ** 100

Opini WTP BPK atas LKPD (Daerah)

BPK Persentase

capaian WTP 2,68 3 9 16** 60

Sasaran 2 : Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Integritas Pelayanan Publik (Pusat)

KPK Angka indeks (skala 1 -10)

6,64 6,16 7,07 6,86 c) 8.0

Integritas Pelayanan Publik (Daerah)

KPK Angka indeks (skala 1 -10)

6,46 5,26 6,00 6,32 d) 8.0

Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) atas Pelayanan Publik

Kemen PAN RB

Angka indeks (skala 1 -10)

57 60 76,6 * 85

Page 86: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

74 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Indikator Sasaran

Sumber Satuan Tahun dan Perkembangan Capaian

Target RPJMN

2010-2014 2009 2010 2011 2012

Jumlah PTSP di Daerah (Prov/Kab/ Kota)

Kemen dagri

360 394 420 444 530

Sasaran 3 : Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Birokrasi

Indeks Efektivitas Pemerintahan (government effectiveness)

Angka indeks

(-2.5 – 2.5) -0,26 -0,19 -0,24

LAKIP

Instansi Pusat yg Akuntabel

Kemen PAN RB

Persentase K/L yg

menyam-paikan LAKIP

47,37 63,29 82,93 95.06 100

Instansi Provinsi yg Akuntabel

Kemen PAN RB

Persentase Instansi

provinsi yang menyampaika

n LAKIP

3,76 31,03 63,33 75.76 80

Instansi Kab/Kota yg Akuntabel

Kemen PAN RB

Persentase instansi

kab/kota yang menyampaikan

LAKIP

5,08 8,77 12,78 * 60

Reformasi Birokrasi

Instansi Pusat yg melaksa-nakan RB

Kemen PAN RB

5 14 16 40 100%

Instansi Daerah yg melaksana-kan RB

Kemen PAN RB

- - -

33 Prov

33 Kab,

33 Kota ***

100% Prov, 60% Kab/ Kota

Keterangan: * Data Belum Tersedia; ** Data berdasarkan Data IHPS Semester I Tahun 2012; *** Direncanakan akan dilaksanakan tahun 2013 ª : skala 100; b : skor 2013 adalah 32; c : skor 2013 adalah 7,37; d : skor 2013 adalah 6,82

Dari Tabel 5.1. beberapa catatan penting yang bisa dikemukakan, yaitu :

1. Terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (sasaran 1), berdasarkan indikator capaian opini pemeriksaan pengelolan keuangan negara oleh BPK

Page 87: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 75

menunjukkan bahwa kinerja pengelolaan negara di LKKL Pusat telah berjalan relatif baik dan right on the track dalam arti capaian saat ini tidak terlalu jauh dengan target akhir RPJMN ke-2 nanti (tahun 2014). Yang sangat mengkhawatirkan adalah kinerja pengelolaan keuangan daerah yang capaiannya masih jauh dari target tahun 2014.

2. Upaya pemberantasan korupsi masih menghadapi kendala besar. Dengan menggunakan indikator Indeks Perspesi Korupsi bisa disimpulkan bahwa dengan nilai IPK 32 (skala 100) pada tahun 2012 dan trend data ekstrapolasi selama kurun waktu satu dekade terakhir, capaian target akhir tahun RPJMN ke-2 (tahun 2014) untuk mencapai nilai 5.0 sangat sulit untuk dicapai dalam waktu tersisa (2 tahun).

3. Dengan menggunakan indikator LAKIP untuk mengukur akuntabilitas lembaga, data capaian menunjukkan bahwa akuntabilitas untuk instansi pusat dan provinsi sudah relatif baik. Hal yang agak bermasalah adalah akuntabilitas instansi di kabupaten/kota.

Adapun jumlah K/L dan Pemda yang telah dan melaksanakan RB, sebagaimana disajikan pada Gambar 5.1 berikut ini.

Gambar 5.1 K/L Dan Pemda yang Melaksanakan RB

Page 88: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

76 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Selain itu, khusus dalam kaitan dengan pelayanan publik sebagai bagian dari RB telah dilakukan juga upaya peningkatan sinergi antara pusat dan daerah antara lain melalui peningkatan jumlah SPM (Standar Pelayanan Minimum) yang ditetapkan dan diterapkan oleh daerah. Hingga tahun 2012, telah ada 15 SPM untuk 65 jenis pelayanan, yang sudah ditetapkan melalui peraturan menteri terkait dan masih perlu disusun dan diterapkan sisa 5 SPM lagi. Adapun 15 SPM tersebut meliputi SPM bidang Kesehatan, SPM bidang Lingkungan Hidup, SPM bidang Pemerintahan Dalam Negeri, SPM bidang Sosial, SPM bidang Perumahan Rakyat, SPM bidang Pendidikan, SPM bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, SPM bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera, SPM bidang Pekerjaan Umum, SPM bidang Ketenagakerjaan, SPM bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kab/Kota, SPM bidang Komunikasi dan Informasi, SPM bidang Kesenian, SPM bidang Perhubungan, SPM bidang Penanaman Modal.

Salah satu contoh konkrit dari penerapan SPM untuk urusan wajib yang telah ditetapkan dan diterapkan sampai tingkat program dan kegiatan di daerah Kabubapen/Kota adalah SPM bidang kesehatan (Tabel 5.2). SPM dimaksud sudah dirinci dalam bentuk sejumlah indikator yang sifatnya terukur sehingga memudahkan pengukuran efektivitasnya.

Tabel 5.2. Indikator SPM Bidang Kesehatan Realisasi Nasional

Tahun 2009-2012

INDIKATOR - SPM 2009 2010 2011 2012

PELAYANAN KESEHATAN DASAR

Cakupan Kunjungan Bumil K4

4,317,648 4,439,864 4,453,845 4,003,443

Cakupan Komplikasi Kebidanan yang Ditangani

492,440 599,841 690,615 647,519

Page 89: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 77

INDIKATOR - SPM 2009 2010 2011 2012

Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan yang Memiliki Kompetensi Kebidanan

3,990,007 4,174,534 4,108,773 3,894,393

Cakupan Pelayanan Nifas

3,344,037 3,930,190 4,037,094 3,770,160

Cakupan Neonatus dengan Komplikasi yang Ditangani

256,145 450,778 670,974 402,625

Cakupan Kunjungan Bayi 3,814,095 4,016,530 4,022,049 3,732,437

Cakupan Desa/ Kelurahan Universal Child Immunization (UCI)

123,247 87,118 91,719 75,467

Cakupan Pelayanan Anak Balita

12,151,445 12,301,625 12,819,624 11,707,418

Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Anak usia 6 - 24 bulan Keluarga Miskin

212,215 328,118 335,048 307,908

Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan

58,429 132,514 76,961 65,521

Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat

5,618,316 5,191,094 3,850,592 3,935,506

Cakupan Peserta KB Aktif

29,694,874 31,278,123 28,818,276 28,831,606

Cakupan Penemuan Dan Penanganan Penderita Penyakit - Acute Flacid Paralysis (AFP) rate per 100.000 penduduk < 15 tahun

1,520 295,950 673,278 933,500

Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita Penyakit - Penemuan Penderita Pneumonia Balita

618,052 767,080 584,107 492,078

Page 90: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

78 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

INDIKATOR - SPM 2009 2010 2011 2012

Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita Penyakit - Penemuan pasien baru TB BTA Positif

177,495 183,462 180,997 198,850

Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita Penyakit - Penderita DBD yang ditangani

152,818 155,138 71,518 76,554

Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita Penyakit - Penemuan penderita diare

4,742,244 5,665,941 5,969,175 5,069,586

Cakupan Pelayanan Kesehatan Dasar Pasien Masyarakat Miskin

42,640,426 41,006,980 43,503,330 38,698,188

PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

Cakupan Pelayanan Kesehatan Rujukan Pasien Masyarakat Miskin

5,731,361 6,516,740 5,310,022 4,960,992

Cakupan Pelayanan Gawat Darurat level 1 yang harus diberikan Sarana Kesehatan (RS) di Kab/ Kota

33,702 342,037 407,485 280,166

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI DAN PENANGGULANGAN KLB

Cakupan desa/kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi < 24 jam

7,472 8,697 5,613 5,296

PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Cakupan Desa Siaga Aktif

37,828 44,210 51,105 45,888

Sumber : Kementerian Kesehatan, 2012

Page 91: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 79

Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) juga telah semakin membaik dengan meningkatnya jumlah pemda yang menerapkan PTSP menjadi 444 hingga bulan Juni 2012 (Gambar 5.2).

Gambar 5.2 Jumlah PTSP /OSS di K/L (Pemda)

Selain itu, untuk memberikan jaminan kepastian penyediaan pelayanan bagi masyarakat, saat ini telah disusun 2 (dua) RPP sebagai pelaksanaan dari UU No.25/2009 tentang Pelayanan Publik dan salah satunya telah ditetapkan sebagai Peraturan Pemerintah, yaitu PP No.96/2012 tentang Pelaksanaan UU No.25/2009.

Pemerintah juga terus mendorong penerapan sistem pengadaan secara elektronik (e-procurement), yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kinerja proses pengadaan menjadi lebih efektif, efisien, akuntabel serta sesuai dengan prinsip persaingan usaha yang sehat, transparan dan perlakuan adil bagi semua pihak. Hingga bulan September 2012, telah terbentuk 500 Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) yang tersebar di 33 provinsi yang melayani pengadaan di 755 instansi pusat dan daerah, dan 251.508 penyedia terdaftar. Sistem dan kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah terus disempurnakan, melalui antara lain: (1)

Page 92: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

80 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

penerbitan Perpres No.54/2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang juga telah direvisi menjai Perpes No.70/2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; (2) penyusunan pedoman/petunjuk teknis sebagai pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah sebanyak 13 (tiga belas) dokumen; (3) penyusunan 32 (tiga puluh dua) standar dokumen pengadaan barang/jasa pemerintah; dan (4) penyusunan RUU Pengadaan Barang dan Jasa, yang telah dilakukan penyempurnaan naskah akademik dan pembahasan konsep RUU Pengadaan Barang dan Jasa melalui pembahasan di tingkat K/L.

Tabel 5.3. Capaian Implementasi Pengadaan Secara Elektronik

Tahun 2009–2012

No Indikator Satuan Capaian

2009 2010 2011 2012*)

1. Realisasi paket pengadaan melalui LPSE

paket 1.724 6.397 24.475 44.376

2. Nilai pengadaan melalui LPSE

Rp. miliar

3.372 13.424 53.786 74.142

3. Efisiensi anggaran (selisih pagu anggaran dengan hasil lelang)

Rp. miliar

518,9 1.386 4.474 5.164

4. Persentase penghematan anggaran

% 16,54 10,69 11,72 11.50

Sumber: LKPP, data per Juni 2012 Catatan: *) Realisasi s/d Juni 2012

Penerapan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) sangat penting untuk mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Oleh karena itu, telah diterbitkan Surat Edaran Menteri PAN dan RB No.4/M.PAN-RB/03/2012 tanggal 19 Maret 2012 tentang Pelaksanaan Survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) pada seluruh Unit Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Diharapkan survei IKM dapat segera dilaksanakan di seluruh Kementerian/Lembaga dan Pemda

Page 93: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 81

untuk setiap unit pelayanan publik. Hasilnya, survei IKM hingga bulan Juni 2012 telah dilaksanakan di 13 Provinsi dan 154 Kabupaten/Kota. Ke depan, terus ditingkatkan upaya membina dan mendorong agar daerah kabupaten/kota dapat melaksanakan survey IKM dengan lebih baik. Selanjutnya, sebagai salah satu acuan bagi pelaksanaan UU No.25/2009 tentang Pelayanan Publik, telah diterbitkan Permen PAN dan RB No.36/2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan, Penetapan dan Penerapan Standar Pelayanan. Diharapkan hal ini makin meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Gambar 5.3 IKM di K/L dan Pemda

SDM Aparatur memiliki peran strategis bagi terselenggaranya pemerintahan yang efektif, efisien dan akuntabel. SDM aparatur juga merupakan salah satu kunci bagi keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi dan peningkatan kinerja instansi pemerintah. Sesuai dengan amanat RPJMN 2010-2014, hasil-hasil yang telah dicapai antara lain:

1. Terlaksananya Evaluasi Peringkat Jabatan dalam rangka reformasi birokrasi terhadap beberapa K/L. Hingga Juni 2012, K/L yang sudah menyelesaikan penyelarasan dan validasi serta telah menandatangani Berita Acara sejumlah 22 instansi.

Page 94: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

82 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

2. Sosialisasi dan implementasi PP No.53/2010 tentang Disiplin PNS pada seluruh K/L dan pemda;

3. Tersusunnya Pedoman Analisis Jabatan (PermenPAN dan RB No.33/2011) dan Pedoman Evaluasi Jabatan (Permen PAN dan RB No.34/2011);

4. Tersusunnya Pedoman Perhitungan Kebutuhan PNS di Daerah (Permen PAN dan RB No.26/2011)

Dalam rangka penataan SDM Aparatur Negara agar tercapai ukuran yang tepat dan efisien atau right sizing, telah ditetapkan Moratorium (Penundaan Sementara) Penerimaan CPNS. Moratorium Penerimaan CPNS adalah penundaan sementara penerimaan Pegawai Negeri Sipil sebagai suatu upaya melakukan penataan struktur organisasi dan penataan PNS (right sizing) serta mengurangi beban belanja negara, yang diberlakukan mulai 1 September 2011 sampai dengan 31 Desember 2012. Hal itu dituangkan di dalam Peraturan Bersama Menteri Negara PAN dan RB, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor 02/SPB/M.PAN-RB/8/2011; Nomor 800-632 Tahun 2011; Nomor 141/PMK.01/2011.

Pemerintah pada tahun 2011 dan 2012, telah menyelenggarakan diklat analisis jabatan, analisis beban kerja dan evaluasi jabatan untuk mendukung pelaksanaan perhitungan kebutuhan dan penataan organisasi di tingkat pusat dan daerah. Jumlah tenaga analis yang akan dididik berjumlah 4.125 orang. Selain itu juga telah dilaksanakan diklat bagi verifikator analis jabatan sejumlah 60 orang.

Sementara itu, untuk mendapatkan gambaran tentang seberapa efektif pemerintahan menyelenggarakan pemerintahannya dalam kaitannya dengan pelayanan publik dapat dilihat dari indeks government effectiveness (GE). Indeks GE ini mengukur kualitas dari pengaturan pelayanan publik, kualitas birokrasi, kompetensi SDM pelayanan publik dan tingkat independensi SDM aparatur dari tekanan politik. Indeks ini menggambarkan kemampuan pemerintah dalam mengambil kebijakan dan mengadakan pelayanan publik secara efektif.

Page 95: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 83

Tabel 5.4. Perbandingan Skor Government Effectiveness Negara ASEAN

Tahun 2007-2011

No NEGARA Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

1 Singapore 2.32 2.37 2.26 2.24 2,16

2 Brunei Darussalam 0.94 0.90 0.92 0.88 0,88

3 Malaysia 1.22 1.14 0.96 1.09 1,00

4 Thailand 0.32 0.21 0.17 0.08 0,10

6 Indonesia -0.26 -0.22 -0.26 -0.19 -0,24*

5 Vietnam -0.17 -0.16 -0.29 -0.30 -0,28

7 Philippines 0.07 0.01 -0.11 -0.10 0,00

9 Cambodia -0.86 -0.94 -0.79 -0.82 -0,75

8 Laos -0.86 -0.87 -1.02 -0.94 -0,91

10 Myanmar -1,45 -1,51 -1,65 -1.67 -1,64 Catatan * : data tahun 2012 adalah -0,29

Sebagai tambahan, penyelenggaraan pemerintahan yang efektif juga dapat difasilitasi oleh kemajuan teknologi informasi agar pelaksanaan tugas dapat berlangsung secara lebih efektif dan efisien. Untuk itu, kemudian dikembangkan secara pervasif konsep tentang e-government, dengan pengukuran berupa indeks yang disebut E-Government Development Index (EGDI).

E-Government Development Index (EGDI) ini adalah sebuah indikator komposit untuk mengukur kemauan dan kapasitas pemerintah untuk menggunakan teknologi informasi dalam melakukan antaran layanannya pada publik. EGDI ini didasarkan pada suatu survei komprehensif secara online di 193 negara anggotanya, yang menilai fitur teknis dari laman-laman nasional seperti kebijakan e-government secara umum dan secara spesifik pada sektor-sektor antaran layanan yang dinilai esensial.

Profil EGDI Indonesia pada tahun 2010 mencapai 0.4026 (skala 0 – 10) dan berada pada peringkat 109 (dari 193 negara anggota). Pada tahun 2012 meningkat menjadi 0.4949 (Rataan EGDI untuk Asia adalah 0.4991); berada pada peringkat 97 (dari 193 negara anggota), dengan rincian per-komponen sebagai berikut: (1) Komponen Online Service (stage 1–stage 4): 0.4967; (2) Komponen infrastruktur telekomunikasi (5 komponen: estimated internet users, main fixed

Page 96: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

84 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

phone lines, mobile subscribers, fixed internet subscriptions, fixed broadband): 0.1897; dan (3) Komponen Human Capital (2 komponen: adult literacy, enrollment): 0.7982

5.2. Capaian Kinerja Pelayanan untuk Masyarakat Umum

Dalam menilai seberapa efektif pelayanan publik yang diberikan oleh instansi pemerintah salah satu cara mengukurnya adalah dengan cara mengukur berdasarkan persepsi dan skala sikap. Metode seperti ini yang digunakan oleh KPK untuk menilai kinerja pelayanan publik oleh penyelenggara pelayanan dalam perspektif integritas (integrity). Hasil akhir pengukurannya adalah dalam bentuk Indeks Integritas (II). Tingkat pelayanan yang diberikan penyelenggara pelayanan, dilakukan baik pada tingkat pusat maupun daerah sehingga dikenal Indeks Integritas Nasional (IIN) dan Indeks Integritas Daerah (IID). Selain itu, khusus untuk instansi vertikal yang ada di daeah dikenal Indeks Integritas Vertikal (IIV).

Berikut akan ditampilkan gambaran tentang capaian IIN selama kurun waktu 2007 – 2012.

Gambar 5.4. Perkembangan Nilai IIN Tahun 2007 - 2012

Page 97: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 85

Sementara itu, profil umum tentang capaian indeks integritas sektor publik berdasarkan hasil survei integritas sektor publik 2012 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 5.5. Skor Indeks Integritas Sektor Publik 2012

Bila dilakukan komparasi maka Indeks Integritas Nasional tahun 2012 sebesar 6,37 atau meningkat dibandingkan Indeks Integritas Nasional tahun 2011 (yang mencapai 6,31). Adapun data rinci simpulan hasil survei KPK ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Indeks Integritas Nasional (IIN) 2012

Rata-rata Indeks Integritas Nasional (IIN) di tahun 2012 adalah 6,37. Secara nasional, rata-rata Indeks Integritas Pusat (IIP) lebih tinggi dibandingkan Indeks Integritas Daerah dan Vertikal. Secara nasional, ada 45 persen (atau 38 instansi/pemerintah daerah) yang pencapaian nilai indeks integritasnya masih di bawah rata-rata nasional dan ada 20 persen (atau 17 instansi/pemerintah daerah) yang pencapaian indeks integritasnya masih di bawah standar yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yaitu 6,00;

Page 98: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

86 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

2. Indeks Integritas Pusat (IIP) 2012

Rata-rata nilai integritas Instansi Pusat = 6,86 dengan nilai potensi integritas (5,97) yang lebih rendah dari nilai pengalaman integritas (7,31). Pada instansi pusat, pemanfaatan teknologi informasi, tingkat upaya anti korupsi dan mekanisme pengaduan masyarakat nilainya masih rendah (di bawah 6). Sebelas instansi pusat dari 20 sampel mendapatkan nilai integritas di atas rata-rata indeks integritas pusat. Unit layanan dengan nilai integritas di atas rata-rata indeks integritas pusat berjumlah 21 unit layanan dari 40 unit layanan yang disurvei. Hanya 1 instansi pusat yang nilainya di bawah 6,00 dan juga hanya terdapat 1 unit layanan yang nilainya di bawah 6,00 yaitu Kementerian Kehutanan (izin pelepasan kawasan hutan).

Tabel. 5.5 Unit Layanan Instansi Pusat dengan Skor Total Integritas > 7

No Unit Layanan Instansi Indeks Integritas

Pengalaman Potensi Total Unit Layanan

1 Layanan Pengajuan Klaim Asuransi Jaminan Hari Tua

Jamsostek 8.03 6.36 7.47

2 Layanan Pengajuan Klaim Kecelakaan Kerja

Jamsostek 8.01 6.37 7.46

3 Layanan Penyetaraan Ijazah Kemdikbud 8.04 6.30 7.46

4 Akreditasi Program Studi Kemdikbud 8.09 5.99 7.39

5 Persetujuan Impor Kemdag 7.46 7.15 7.36

6 Izin Usaha BKPM 7.64 6.68 7.32

7 Pelayanan Jasa Pengujian BPOM 7.63 6.61 7.29

8 Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) KKP 7.70 6.37 7.25

9 Pendaftaran Penanaman Modal BKPM 7.61 6.40 7.21

10 Pelayanan Jasa Sertifikasi BPOM 7.55 6.43 7.18

11 Layanan Izin Pemasukan dan Pengeluaran Benih Hortikultura

Kemtan 7.50 6.46 7.15

12 Lembaga Penyalur Dana Bergulir KKUKM 7.53 6.38 7.15

13 Izin Edar PKRT (Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga)

Kemkes 7.61 6.12 7.11

14 Surat Izin Pengerahan(SIP) BNP2TKI 7.34 6.57 7.09

15 Pengolahan Limbah Radioaktif BATAN 7.63 5.89 7.05

16 Sertifikasi Personel BATAN 7.56 6.02 7.05

17 Izin Penyalur Alkes Kemkes 7.64 5.83 7.04

18 Layanan Angkutan Kota Antar Provinsi

Kemhub 7.34 6.34 7.01

19 Pelayanan Pengelolaan Properti Bandara

Angkasa Pura II

7.71 5.57 7.00

Page 99: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 87

3. Indeks Integritas Vertikal (IIV) 2012

Rata-rata nilai Integritas Instansi Vertikal = 6,34, dengan nilai potensi integritas (5,27) lebih rendah dibandingkan nilai pengalaman integritas (6,88). Pada instansi vertikal, kebiasaan pemberian gratifikasi, keterbukaan informasi, pemanfaatan teknologi informasi, ekspektasi petugas terhadap gratifikasi, perilaku pengguna layanan, tingkat upaya anti korupsi dan mekanisme pengaduan masyarakat yang nilainya masih rendah (di bawah 6). Ada 2 instansi vertikal (Kementerian Agama dan Badan Pertanahan Nasional) dari 5 sampel instansi vertikal yang disurvei mendapatkan nilai integritas di bawah rata-rata Indeks Integritas Vertikal (6,34). Tidak ada instansi vertikal yang nilai indeks integritasnya di bawah 6,00 dan juga tak ada unit layanan yang nilainya di bawah 6,00.

4. Indeks Integritas Daerah (IID) 2012

Rata-rata Nilai Integritas Daerah = 6,32 dengan nilai potensi integritas (5,30) lebih rendah dari nilai pengalaman integritas (6,82). Nilai potensi integritas masih berada di bawah standar minimal yang ditetapkan KPK. Pada tingkat daerah, masih terdapat 8 sub indikator yang nilainya masih di bawah 6, yaitu kebiasaan pemberian gratifikasi, keterbukaan informasi, pemanfaatan teknologi informasi, perilaku pengguna layanan, tingkat upaya anti korupsi dan mekanisme pengaduan masyarakat. Terdapat 16 pemerintah daerah (dari 60) yang mendapatkan nilai integritas di bawah standar KPK (6,00).

Sementara itu, hasil Survei Integritas (SI) Sektor Publik oleh KPK pada tahun 2013 menunjukkan rata-rata nilai dari Indeks Integritas Nasional adalah 6,80. Rata-rata nilai integritas instansi pusat tahun 2013 (7,37), instansi vertikal (6,71) dan pemerintah daerah (6,82). Secara nasional terjadi kenaikan rata-rata nilai indeks integritas dibandingkan tahun 2012. Peningkatan nilai rata-rata indeks integritas menunjukkan keseriusan upaya unit layanan dan instansi di sektor layanan publik dalam memerangi korupsi. Upaya perbaikan telah dilakukan terkait berbagai hal seperti: (1) mekanisme pengaduan masyarakat, (2) pemanfaatan teknologi informasi, (3) ekspektasi petugas terhadap gratifikasi, (4) perilaku birokrat maupun

Page 100: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

88 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

pengguna layanan dan (5) tingkat upaya sosialisasi antikorupsi terhadap petugas dan pengguna layanan.

Survei Integritas oleh KPK dilakukan terhadap 85 instansi yang terdiri atas 20 instansi pusat, 5 instansi vertikal dan 60 instansi pemerintah daerah, dengan responden mencapai 15 ribu yang terbagi dalam 484 unit.

Survei Integritas Sektor Publik pada tahun 2013 menyertakan layanan pengadaan barang dan jasa (PBJ) di tingkat pusat dan daerah. Penetapan PBJ sebagai salah satu obyek survei merupakan bentuk sinergitas program pencegahan yang dilakukan KPK dan gencar dilakukan sejak tahun 2012.

5.3. Capaian Kinerja Pelayanan Publik Bagi Dunia Usaha

Salah satu cara untuk melihat kinerja layanan publik bagi dunia usaha adalah dengan menggunakan metoda indeksasi dalam mengukur kemudahan berusaha. Rujukan yang seringkali dipergunakan dalam konteks ini adalah penggunaan Indeks Kemudahan Berusaha (Doing Business Index) yang merupakan publikasi periodikal yang dikeluarkan secara bersama-sama antara The World Bank dan IFC.

Doing Business Report menyediakan penilaian yang objektif terhadap regulasi berusaha dari negara-negara yang disurvei. Doing Business Report menjadi pedoman untuk mengevaluasi regulasi-regulasi yang secara langsung berdampak pada pertumbuhan ekonomi, membuat perbandingan antarnegara, dan mengidentifikasi reformasi yang telah dilakukan.

Pada tingkat nasional (country report), Doing Business 2012 telah menganalisa peraturan-peraturan yang meningkatkan kegiatan usaha dan peraturan-peraturan yang menghambatnya. Peraturan-peraturan yang mempengaruhi 3 tahap kehidupan usaha diukur di tingkat daerah di Indonesia, meliputi: (1) mendirikan usaha, (2) mengurus izin-izin mendirikan bangunan, dan (3) pendaftaran properti.

Indikator-indikator tersebut dipilih karena mencakup wilayah-wilayah yurisdiksi atau praktek setempat. Indikator-indikator tersebut

Page 101: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 89

dipergunakan untuk mengidentifikasi reformasi kebijakan usaha dan ruang lingkup efektifitas reformasi kebijakan usaha tersebut dalam menyederhanakan prosedur, mengurangi waktu, dan mengurangi biaya untuk menjalankan kegiatan usaha. Data dalam Doing Business di Indonesia 2012 merupakan data terkini per Juli 2011.

Secara nyata, sebenarnya Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini giat melakukan reformasi kebijakan usaha. Perbaikan-perbaikan yang konsisten ini telah diakui oleh laporan tahunan Doing Business. Menurut Doing Business 2012, Indonesia, diwakili oleh Jakarta, mendudukkan Indonesia di jajaran 50 perekonomian teratas yang berhasil melakukan kemajuan paling signifikan untuk mengurangi jarak antara mereka dengan prestasi negara-negara dengan kinerja terbaik, dan di jajaran 50 perekonomian teratas di kawasan Asia Timur dan Pasifik.

Gambar 5.6. Reformasi dalam Memulai Usaha

Page 102: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

90 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Hasil-hasil untuk Indonesia menunjukkan bahwa laju perubahan di bidang-bidang yang diukur sangat beragam. Di bidang pendirian usaha, misalnya, perbaikan-perbaikan yang dilakukan telah berhasil mengurangi waktu pendirian usaha sebesar 70 persen — dari 151 hari pada tahun 2005 menjadi hanya 45 hari pada tahun 2011—dan jumlah prosedur turun dari 12 menjadi 8. Demikian pula halnya dalam hal mengurus izin-izin mendirikan bangunan. Terjadi pengurangan waktu pengurusan izin sebesar 15 persen—dari 186 hari pada tahun 2005 menjadi 158 hari pada tahun 2011.

Total tarif pajak juga berkurang secara cukup signifikan : berkurang dari 37,3 persen dari laba pada tahun 2006 menjadi 34.5 persen pada tahun 2011, sementara sistem online untuk melaporkan pajak telah berhasil memotong waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penyetoran pajak hingga lebih dari separuhnya—dari 560 jam pada tahun 2006 menjadi 266 jam pada tahun 2011.

Doing Business di Indonesia 2010 mengidentifikasi praktek-praktek terpuji, adanya hambatan-hambatan, dan memberikan rekomendasi langkah-langkah perbaikan di 14 kota di Indonesia. Kemudian, Doing Business di Indonesia 2012 merekam kemajuan dari waktu ke waktu.

Temuan-temuan yang dihasilkan cukup menggembirakan, yaitu dilaksanakannya 22 reformasi usaha di tingkat daerah telah meningkatkan kemudahan berusaha sejak tahun 2010. Di bidang kemudahan mendirikan usaha, temuan menunjukkan bahwa terdapat perbaikan-perbaikan di 14 kota yang diukur untuk kedua kalinya. Di bidang mengurus izin-izin mendirikan bangunan, temuan menunjukkan bahwa terdapat perbaikan-perbaikan di 10 dari 14 kota. Meski dampaknya terhadap perekonomian di Indonesia belum diukur, laporan ini menunjukkan bahwa reformasi kebijakan usaha di tingkat nasional dan daerah telah berkontribusi dalam perbaikan pelayanan publik bagi dunia usaha dengan menghemat waktu dan biaya dari para pelaku usaha setempat.

Dalam topik mendirikan usaha, semua kota-kota di Indonesia memperoleh manfaat dari pemberlakuan kembali sistem komputerisasi pendaftaran usaha yang berlaku secara nasional—Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH)—dan pemberlakuan format standar untuk pendirian usaha bagi perseroan terbatas. Selain

Page 103: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 91

itu, peningkatan efisiensi di perwakilan-perwakilan daerah dari institusi-institusi tingkat nasional telah mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh nomor pokok wajib pajak, pendaftaran wajib lapor ketenagakerjaan dan jaminan sosial tenaga kerja di beberapa kota. Pemerintah nasional juga telah menerbitkan peraturan yang memandatkan penyederhanaan perizinan di tingkat daerah sebagai bagian dari upaya untuk lebih mendorong perkembangan sektor formal secara nasional. Hal ini berdampak pada persyaratan untuk memperoleh Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)—dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Meskipun kedua izin dan surat tanda daftar ini diatur oleh ketentuan yang berlaku di tingkat nasional yaitu oleh Kementerian Perdagangan, penerbitan izin dan surat tanda daftar ini berada dibawah kewenangan pemerintah daerah. Pemerintah nasional menetapkan batasan waktu yang wajib dipatuhi serta meniadakan atau mengurangi biaya yang berlaku untuk izin dan tanda daftar ini, namun masih ditemukan perbedaan berkenaan dengan bagaimana peraturan yang baru tersebut dilaksanakan di berbagai kota.

Beberapa pemerintah daerah telah mempergunakan himbauan nasional untuk menyederhanakan persyaratan perizinan di daerah sebagai landasan untuk melakukan penggabungkan prosedur-prosedur, memberlakukan batasan waktu yang wajib dipatuhi dan meniadakan atau mengurangi biaya yang berlaku untuk perizinan di tingkat daerah. Contohnya, setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri tahun 2007 yang mendorong pembentukan layanan terpadu secara nasional, Palangka Raya, Surakarta dan Yogyakarta menggabungkan seluruh perizinan usaha di daerah mereka ke dalam satu paket. Dalam 2 tahun terakhir, Semarang, Denpasar, Jakarta dan Balikpapan mengambil langkah yang sama. Hasil yang diperoleh cukup menjanjikan. Demikian pula, setelah diterbitkannya UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, hampir separuh dari kota-kota di Indonesia yang diukur menghapus pemberlakuan biaya untuk sejumlah izin di daerah— termasuk untuk Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Selanjutnya, sejalan dengan peraturan yang berlaku di tingkat nasional, Banda Aceh dan Surabaya tidak lagi mensyaratkan surat keterangan domisili dari para pelaku usaha. Upaya bersama yang

Page 104: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

92 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

dilakukan oleh pemerintah tingkat nasional dan daerah ini telah membuahkan hasil.

Rata-rata waktu dan biaya untuk mendirikan usaha di kota-kota Indonesia telah berkurang sebanyak lebih dari 25 persen sejak laporan tahun 2010. Sepuluh dari 14 kota yang diukur pada tahun 2010 dan 2012 telah mengambil langkah-langkah perubahan untuk meningkatkan kemudahan mengurus izin-izin mendirikan bangunan. Layanan terpadu dibentuk, upaya untuk meningkatkan efisiensi proses administratif dilakukan, persyaratan untuk bangunan-bangunan komersil sederhana telah disederhanakan, biaya dikurangi atau ditiadakan, dan upaya perbaikan infrastruktur utilitas telah dilakukan. Sebagai hasilnya, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mengurus izin-izin mendirikan bangunan berkurang satu bulan dari 106 hari pada tahun 2010 menjadi 77 hari pada tahun 2012. Rata-rata biaya turun dari Rp.22.093.645,- ($2,123) menjadi Rp.19.247.290,- ($1,850). Beberapa kota—seperti Banda Aceh, Surabaya dan Surakarta—melakukan reformasi secara keseluruhan terhadap proses mengurus izin-izin mendirikan bangunan mereka. Banda Aceh menggabungkan proses persetujuan prinsip pra-konstruksi mereka dengan prosedur-prosedur untuk memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Proses perolehan izin lokasi dan persetujuan pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata kota yang berlaku, kajian arsitektur, pemeriksaan infrastruktur yang rencananya akan dibangun dan verifikasi garis batas saat ini diselenggarakan secara internal oleh Dinas Pekerjaan Umum, yang berwenang atas aspek-aspek teknis, berkoordinasi dengan layanan terpadu, yang melakukan penghitungan biaya dan menerbitkan izin-izin. Sebelumnya di tahun 2010, perusahaan-perusahaan harus melalui 9 langkah yang berbeda, membayar biaya sebesar Rp.19.501.063,- ($1,874) dan menunggu selama 103 hari sebelum mereka dapat memulai kegiatan konstruksi. Saat ini, kegiatan konstruksi dapat dimulai setelah melalui hanya 5 prosedur yang dapat dirampungkan dalam waktu 26 hari dengan biaya sebesar Rp 15.851.063,- ($1,523).

Langkah-langkah perbaikan terhadap sistem pelayanan air dan jaringan telepon telah berhasil mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh sambungan ke utilitas-utilitas tersebut, masing-masing 13 hari dan 55 hari. Di bidang pendaftaran properti,

Page 105: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 93

pemerintah terus mendorong para pelaku usaha untuk secara formal mendaftarkan tanah-tanah yang mereka miliki dengan meningkatkan nilai obyek pajak tidak kena pajak untuk properti dengan mempertimbangkan adanya peningkatan nilai pasar properti di seluruh Indonesia. Secara khusus, undang-undang yang baru memungkinkan pemerintah daerah untuk memberlakukan peraturan-peraturan yang meningkatkan nilai obyek pajak tidak kena pajak. Undang-undang tahun 2008 yang berlaku sebelumnya menetapkan maksimum nilai obyek pajak tidak kena pajak sebesar Rp.60 juta ($5,767). Undang-undang tahun 2010 menetapkan batas minimum sebesar Rp. 60 juta, namun memungkinkan daerah-daerah untuk menetapkan jumlah yang lebih tinggi. Sebelas dari 14 kota yang telah diukur sebelumnya telah meningkatkan nilai obyek pajak tidak kena pajak, sembilan dari 10kota ini hanya menetapkan jumlah minimum.

Secara komparatif, posisi relatif Indonesia dibandingkan dengan negara-negara anggota lainnya dalam hal kemudahan berusaha dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.6. Perbandingan Peringkat Doing Business Negara ASEAN

2008-2012

No Negara

Peringkat Negara Anggota ASEAN

2008 (181

Negara)

2009 (181

Negara)

2010 (183

Negara)

2011 (183

Negara)

2012 (183

Negara)

2013 (189

Negara)

1 Singapura 1 1 1 1 1 1

2 Thailand 19 12 16 16 17 18

3 Malaysia 25 21 23 23 18 6

4 Vietnam 87 91 88 90 98 99

5 Brunei 83 94 117 86 83 59

6 Indonesia 127 129 115 126 129 120

7 Philipina 136 141 146 134 136 108

8 Kamboja 150 139 145 138 138 137

9 Myanmar - - - - - 182

10 Laos 162 165 169 163 165 159

Page 106: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

94 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Tabel tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih agak jauh tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia dalam hal kemudahan berusaha bagi para pelaku usaha. Dengan demikian, walaupun Indonesia telah membuat kebijakan usaha yang lebih bersifat reformis baik dalam hal pengurusan perizinan, tarif pajak, maupun masalah properti namun bila dibandingkan dengan negara tetangga lain (terutama Thailand dan Malaysia) masih relatif tertinggal. Sangat boleh jadi faktor kualitas regulasi menjadi salah satu faktor yang memberikan kontribusi pada indeks kemudahan berusaha yang dimiliki Indonesia. Regulatory Quality merupakan indeks yang digunakan untuk mengukur akibat-akibat yang ditimbulkan dari kebijakan yang tidak pro-pasar, seperti kebijakan kontrol harga, rendahnya pengawasan terhadap bank, serta persepsi mengenai berbagai hambatan yang disebabkan bertumpuknya regulasi atau peraturan dibidang perdagangan internasional. Indeks ini terdiri dari variabel-variabel yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah dibidang perdagangan, investasi luar negeri, dan nilai tukar. Berikut ditampilkan data tentang skor kualitas regulasi diantara negara-negara anggota ASEAN.

Tabel 5.7. Perbandingan Skor Regulatory Quality Negara ASEAN

Tahun 2007-2011

No Negara Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

1 Singapore 1.83 1.91 1.80 1.80 1,83

2 Brunei Darussalam 0.98 0.80 1.09 1.11 1,17

3 Malaysia 0.53 0.37 0.30 0.58 0,66

4 Thailand 0.15 0.24 0.24 0.19 0,24

5 Philippines -0.10 -0.06 -0.11 -0.26 -0,26

6 Indonesia -0.32 -0.29 -0.31 -0.37 -0,33*

7 Cambodia -0.49 -0.46 -0.45 -0.47 -0,45

8 Vietnam -0.51 -0.58 -0.59 -0.57 -0,61

9 Laos -1.17 -1.13 -1.06 -1.03 -0,96

10 Myanmar -2.22 -2.19 -2.24 -2.23 -2,13 Catatan * : skor tahun 2012 adalah -0,28

Page 107: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 95

Meskipun dari sisi indeks kemudahan berusaha Indonesia relatif belum kompetitif bahkan dibanding beberapa negara anggota ASEAN lainnya, namun dilihat dari Indeks Keyakinan (Confidence Index) yang menunjukkan keyakinan investor asing untuk menanamkan modalnya, justru menunjukkan profil yang berbeda. Indeks ini (pertama kali dipublikasikan pada tahun 1998) menilai dampak politik, ekonomi, dan perubahan regulasi tentang FDI serta preferensi yang diberikan oleh pucuk pimpinan perusahaan-perusahaan yang ada di seluruh dunia. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh perusahaan konsultan global terkemuka A.T. Kearney Indonesia selalu masuk dalam peringkat top-25. Bahkan pada tahun 2012 Indonesia masuk peringkat 9. Adapun perkembangan peringkat Indonesia dilihat dari FDI Confidence Indexnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.8.

Peringkat FDI Confidence Index Indonesia

No Tahun Peringkat

1 2007 21 (dalam Top 25)

2 2010 20 (dalam Top 25)

3 2012 9 (dalam Top 25)

Page 108: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

96 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Page 109: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 97

BAB VI

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PEMBANGUNAN

REFORMASI BIROKRASI

6.1. Permasalahan RB dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Reformasi birokrasi merupakan konsep yang luas ruang lingkupnya, mencakup pembenahan struktural dan kultural. Secara lebih rinci meliputi reformasi struktural (kelembagaan), prosedural, kultural, dan etika birokrasi. Secara operasional, sejumlah peraturan ditetapkan sebagai landasan yuridis bagi pembenahan birokrasi, antara lain melalui rancangan peraturan tentang penempatan posisi struktural serta pola pengembangan karir bagi pegawai negeri. Selain itu, juga dilakukan restrukturisasi organisasi, rasionalisasi pegawai, privatisasi beberapa BUMN dan peningkatan gaji pegawai negeri. Reformasi ini bukan hanya pembenahan sistem saja, tetapi juga menyangkut pengembangan nilai-nilai.

Permasalahan timbul ketika ternyata upaya pembenahan yang telah dilakukan secara relatif komprehensif belum mampu memberikan hasil seperti yang diharapkan. Beberapa studi yang dilakukan masih mengungkapkan tidak adanya perubahan dalam budaya birokrasi dan perilaku birokrasi dalam pelayanan publik (Agus Dwiyanto, dkk, 2002).

Anwar Sanusi (2012) mengemukakan bahwa reformasi birokrasi menghadapi sejumlah masalah pokok, yaitu :

1. Reformasi birokrasi masih dalam konteks reformasi dalam ranah eksekutif, bukan reformasi administrasi.

2. Rendahnya akselerasi program reformasi birokrasi. Hingga saat ini baru 16 K/L yang telah melaksanakan RB yang lebih berfokus pada peningkatan remunerasi. Di daerah bahkan peningkatan remunerasi terjadi tanpa diikuti Reformasi

Page 110: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

98 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Birokrasi. Terjadi gejala birokrasi biaya tinggi tetapi kinerja rendah, di pusat dan di daerah.

3. Belum optimalnya dukungan kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi terutama untuk daerah. Problematika institusional antara KemenPAN dan RB serta Kemendagri sering menimbulkan pelambanan kinerja birokrasi.

4. Masih begitu kuatnya intervensi politik terhadap birokrasi. Tingginya intervensi politik telah menyebabkan sikap apatis dan opportunis dari birokrasi.

5. Reformasi Birokrasi yang sering diterjemahkan sebagai bertambahnya remunerasi, telah menimbulkan persoalan keuangan bagi daerah-daerah yang lemah dalam APBDnya. Kesulitan paling berat adalah untuk Kabupaten dan Kota.

6. Reformasi Birokrasi masih belum bisa memberikan perubahan signifikan dari pola pikir dan juga budaya kerja. Budaya organisasi masih belum berorientasi pada kinerja.

Belum optimalnya pelaksanaan program RB ini berimplikasi pada lambatnya penanganan persoalan-persoalan birokrasi, antara lain :

1. Masih besarnya problematika kelembagaan pemerintah, baik Pusat dan daerah.

2. Belum selarasnya komposisi SDM aparatur antara jabatan administratif umum dan khusus. Saat ini terdapat 113 rumpun jabatan fungsional, namun sebagian besar kurang berkembang, terutama di daerah. Akibatnya, jabatan struktutral masih menjadi primadona.

3. Masih belum terkelolanya manajemen SDM secara baik mulai dari pengadaan pegawai, penilaian kinerja, distribusi, promosi, penggajian, hingga sistem pensiun.

4. Rendahnya akuntabilitas publik yang ditunjukkan dengan masih banyaknya perilaku menyimpang (moral hazards)

Page 111: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 99

6.1.1. Permasalahan Kelembagaan

Profil dimensi kelembagaan birokrasi kita relatif gemuk dan kompleks. Kelembagaan Pemerintah di tingkat Pusat, misalnya, terdiri terdiri dari 6 Lembaga Negara Pemegang Cabang Kekuasaan Negara, 4 Lembaga Negara yang Diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang, 34 Kementerian, 28 Lembaga Pemerintah Non Kementerian, 6 Kesekretariatan Lembaga Negara Pemegang Cabang Kekuasaan Negara, 4 Kesektariatan lembaga Negara yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang, 4 Lembaga Setingkat Menteri, 2 Lembaga Pemerintah Lainnya, dan 91 Lembaga Non Struktural (LNS). Sementara itu, profil kelembagaan di tingkat daerah pun relatif sama. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik tahun 2012, jumlah kabupaten di Indonesia adalah 399 kabupaten dan 98 kota yang tersebar di 33 provinsi.

Secara struktur organisasi, profil birokrasi kita pun cukup kompleks. Dalam struktur organisasi, tergambar secara jelas titelatur dan eselonering dari setiap jabatan struktural yang ada di K/L/Pemda. Jabatan struktural ini diurutkan mulai dari eselon I – eselon IV. Kebijakan yang terkait dengan pengaturan mengenai aspek kelembagaan ini adalah UU No.39/2008 tentang Kementerian Negara dan Perpres No.47/2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. Sedangkan di tingkat daerah, pengaturan tentang kelembagaan daerah diatur berdasarkan PP No.41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

Sementara itu, untuk jabatan fungsional khusus, terdapat 114 jabatan fungsional khusus dengan 41 Instansi Pembina. Instansi pengguna jabatan fungsional umum dibagi ke dalam 4 kelompok yaitu Kementerian Koordinator dimana terdapat 3 kementerian; yaitu Kementerian Negara dimana terdapat 28 Kementerian; dan Lembaga pemerintah Non Kementerian dimana terdapat 21 Instansi Pengguna, dan yang termasuk ke dalam Lembaga Setingkat Menteri yaitu 13 Instansi Pengguna.

Berdasarkan gambaran umum tentang aspek kelembagaan ini maka dapat disimpulkan bahwa kelembagaan birokrasi kita sangat kompleks dan eksesif. Kecenderungan untuk melakukan proliferasi

Page 112: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

100 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

secara keorganisasian semakin mengukuhkan Parkinson Law tentang birokrasi. Kecenderungan seperti ini ternyata menimbulkan sejumlah masalah. Dengan merujuk pada hasil kajian Lembaga Administrasi Negara (2010), tentang dimensi kelembagaan, ada sejumlah masalah pokok yang dihadapi sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 6.1. Problematika Dimensi Kelembagaan

No Aspek Rincian Masalah

1 Kebijakan desentralisasi

Banyak daerah pemekaran yang mengalami degradasi dalam hal pelayanan publik dan tidak memberikan dampak peningkatan ekonomi yang signifikan bagi daerah tersebut (LAN, 2006 ; Adi Suryanto, 2008)

Pemekaran masih menyisakan berbagai persoalan, seperti masalah perbatasan, pengalihan aset, personil, prasarana, dan dana

Lemahnya koordinasi kebijakan antar pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

2 Kebijakan penataan organisasi

Belum ada pola penataan (grand design) kelembagaan pemerintah di pusat dan daerah yang efektif dan efisien

Kecenderungan membesarnya organisasi pemerintah pusat yang ditandai dengan keinginan beberapa K/L untuk menambah struktur organisasi atau meningkatkan eseloneering pejabatnya

Menjamurnya Lembaga Non-Struktural (LNS) sebagai konsekuensi perubahan sistem politik-administratif pasca-reformasi yang berimplikasi pada inefisiensi anggaran, tumpangtindih, kecenderungan kontraproduktif maupun ketidakjelasan posisi LNS dalam struktur dan mekanisme hubungan kelembagaan negara.

3 Kebijakan kemitraan

Munculnya “benturan” antara pemerintah dengan unsur masyarakat dan swasta yang bermitra karena adanya perbedaan cara dan budaya kerja pemerintah dengan budaya dan cara kerja swasta dan masyarakat.

Sumber; LAN, Buku Putih Reformasi Administrasi Negara, 2010 (diolah)

Page 113: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 101

6.1.2. Permasalahan SDM Aparatur

Data terakhir yang dikeluarkan oleh Badan Kepegawaian Negara Tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah PNS (baik PNS pusat maupun daerah) telah mengalami penurunan pada tahun 2012. Jika pada tahun 2011 jumlah PNS sebanyak 4,570,818 orang maka pada tahun 2012 turun menjadi 4,547,099 orang. Salah satu penyebabnya adalah adanya kebijakan moratorium penerimaan CPNS beberapa tahun belakangan ini.

Sementara itu, bila dilihat dari segi pendidikan, selama tahun 2011 – 2012 baik PNS pusat maupun daerah mayoritas memiliki pendidikan SLTA dan Sarjana. Sedangkan dari sisi kelompok umur, diketahui bahwa tahun 2012 ini, jumlah PNS terbanyak adalah berusia antara 46-50 tahun.

Terkait dengan pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan ada beberapa hal penting yang perlu dicatat.

Pertama, jumlah PNS yang menduduki jabatan struktural ternyata meningkat selama dua tahun terakhir. Selain itu, diketahui bahwa PNS yang sedang menduduki jabatan struktural paling banyak berada pada kelompok umur 46 – 50 tahun dan 51-55 tahun.

Kedua, dari segi pendidikan, PNS yang menduduki jabatan struktural paling banyak mempunyai pendidikan sarjana, yaitu sebanyak 160,338 orang pada tahun 2012. Hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi pemangku kepentingan di bidang SDM kepegawaian untuk dapat meningkatkan pendidikan bagi PNS yang menduduki jabatan struktural tersebut. Hal ini dikarenakan sebagai pemangku jabatan struktural, harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai substansi tugas dan fungsinya dan juga harus memiliki kemampuan manajerial yang baik.

Ketiga, jumlah PNS yang menduduki jabatan fungsional umum ternyata berkurang pada tahun 2012. Bila pada tahun 2011, ada sebanyak 2,302,613 orang, maka pada tahun 2012berkurang menjadi 2,237,044 orang. Pengurangan ini salah satunya disebabkan ada PNS yang pensiun, sementara itu tidak ada penerimaan CPNS baru karena kebijakan moratorium penerimaan PNS.

Page 114: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

102 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Memang sangat sulit untuk menentukan ukuran tentang berapa jumlah PNS yang ideal dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan. Hal tersebut disebabkan karena ada beragam karakteristik bidang tugas, kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, sebaran wilayah tugas dan sejenisnya yang akan berpengaruh terhadap kebutuhan jumlah pegawai. Yang sering dipergunakan untuk mengukur seberapa banyak jumlah pegawai relatif terhadap pelaksanaan tugasnya dalam memberikan pelayanan adalah dengan menggunakan ratio (perbandingan) antara jumlah pegawai dengan total jumlah penduduk yang dilayani. Ratio seperti ini biasanya sering dipergunakan untuk mengukur dan menggambarkan capaian efektif layanan publik yang bersifat dasar seperti ratio jumlah guru dengan jumlah siswa, ratio jumlah dokter dan tenaga paramedik per 1000 penduduk, atau ratio jumlah polisi per 1000 penduduk. Dalam konteks administrasi publik ada yang disebut bureaucratic load. Menurut Rosenbloom dan Goldman (1989), bureacratic load menunjukan ratio jumlah pegawai negeri per 100 penduduk di tingkatan pemerintah tertentu. Dengan menggunakan ratio seperti itu maka bureacratic load untuk level nasional adalah 1.9 (hasil pembagian antara jumlah PNS sekitar 4,5 juta dan total penduduk indonesia sekitar 240 juta orang). Dengan kata lain, beban kerja birokrasi kita sangat berat karena setiap 100 orang penduduk Indonesia hanya bisa dilayani 2 orang pegawai saja.

Salah satu isu krusial tentang PNS atau SDM Aparatur ini adalah soal profesionalisme. Dalam upaya meningkatkan profesionalisme aparatur ini perlu diidentifikasi akar permasalahannya. Eko Prasojo (2009) mengemukakan bahwa akar permasalahan buruknya SDM aparatur di Indoensia pada prinsipnya terdiri dari dua hal pokok, yaitu:

1. Persoalan internal sistem kepegawaian negara. Subsistem kepegawaian negara terdiri dari 5 komponen yaitu: rekrutmen, penggajian dan penghargaan, pengukuran kinerja, promosi jabatan, dan pengawasan. Kegagalan pemerintah untuk melakukan reformasi atas subsistem tersebut telah melahirkan birokrat-birokrat yang dicirikan oleh kerusakan moral (moral hazard) dan juga kesenjangan kemampuan untuk

Page 115: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 103

melakukan tugas dan tanggungjawabnya (lack of competencies).

2. Persoalan eksternal yang mempengaruhi fungsi dan profesionalisme kepegawaian negara. Secara eksternal carut-marutnya sistem kepegawaian di Indonesia diwarnai oleh kooptasi partai politik terhadap PNS. Ketidaknetralan PNS ini seringkali menyebabkan penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat dan PNS.

Sementara itu, Koran Tempo (Edisi Kamis 13 September 2012) mengemukakan sejumlah fakta menarik tentang masalah sumberdaya aparatur ini, yaitu :

1. Dalam 5 tahun terakhir data menunjukan anggaran gaji pegawai meningkat rata-rata 18,6 persen pertahun. Pada tahun 2007 belanja pegawai sebesar Rp.90,4 triliun sedangkan tahun 2012 menjadi Rp.212,3 triliun. Keadaan tidak ideal juga terjadi di daerah. Bappenas menemukan diantara 524 kabupaten/kota, 294 daerah menghabiskan 50-73 persen anggaran daerahnya untuk belanja pegawai. Sebanyak 183 kabupaten tertinggal malah menghabiskan hingga 67,3 persen untuk belanja pegawai.

2. Pada tahun 2006 jumlah pegawai negeri sebanyak 3.725.229 orang. Hingga Oktober 2011, jumlah tersebut telah mencapai 4.646.351 orang, atau bertambah 24,7 persen.

3. Anggaran pensiun pegawai negeri pada tahun2009 sebesar Rp.40.8 triliun. Pada tahun 2012 naik 44.6 persen menjadi Rp.59 triliun.

Disamping itu, BPK memukan 9 masalah pengadaan pegawai negeri tahun 2009-2010, yaitu: (Koran Tempo, Edisi Kamis 13 September 2012)

1. Panitia pengadaan calon pegawai negeri tidak didukung uraian tugas yang jelas;

2. Seleksi administrasi penerimaan calon pegawai negeri tidak cermat;

Page 116: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

104 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

3. Pengolahan lembar jawaban komputer tidak sesuai ketentuan;

4. Latar belakang pendidikan dan penempatan pelamar yang lulus tidak sama dengan formasi;

5. Pengajuan usul penetapan nomor induk pegawai tidak sesuai ketentuan;

6. Dokumen pengadaan tidak dikelola sesuai dengan ketentuan;

7. Proses verifikasi dan validasi dokumen persyaratan administrasi tenaga honorer tidak sesuai dengan ketentuan;

8. Dokumentasi proses pengangkatan tenaga honorer dan sekretaris desa tidak baik;

9. Database pegawai instansi berbeda dengan database BKN.

Namun, kesembilan temuan tersebut belum cukup untuk membuat kesimpulan dan kembali diadakan rekrutmen pegawai pada tahun 2012. Penilaian tersebut merupakan hasil pemeriksaan kinerja atas penetapan formasi dan pengadaan pegawai pada tahun 2011 di Kemen PAN dan RB, BKN, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Kutai Kertanegara, dan Kota Bekasi.

Terakhir, dengan merujuk pada hasil kajian Lembaga Administrasi Negara (2010), terkait dengan dimensi SDM aparatur ini ada sejumlah masalah pokok yang dihadapi sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 6.2.

Problematika SDM Aparatur

No Aspek Rincian Masalah

1 Aspek kebijakan Belum adanya peraturan pelaksanaan kebijakan kepegawaian yang mewajibkan setiap instansi untuk menjalankan manajemen SDM sesuai dengan visi dan misi organisasi

Belum terbentuknya Komisi Kepegawaian Negara (KKN) sesuai amanat UU No.43/1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.

Belum adanya pengaturan yang jelas tentang kebijakan kepegawaian dalam konteks otonomi daerah

Page 117: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 105

No Aspek Rincian Masalah

2 Aspek manajerial Perencanaan kebutuhan pegawai belum didasarkan pada perencanaan SDM secara rasional

Belum adanya rencana induk perencanaan PNS (pola karir) secara nasional yang dalam jangka panjang akan membawa konsekuensi tidak meratanya distribusi PNS di Indonesia

Perpres tentang Pola Dasar Karir PNS hingga kini belum diterbitkan.

Sistem remunerasi dan kesejahteraan PNS yang belum memadai

Sistem Diklat tidak didasarkan pada kebutuhan pemenuhan standar kompetensi dan pola karir

Klasifikasi jabatan hanya dibuat berdasarkan golongan dan pangkat sehingga tidak mencerminkan nilai pekerjaan (job value) yang sesungguhnya

Instrumen DP3 untuk penilaian kinerja sulit diterapkan secara objektif

Sumber; LAN, Buku Putih Reformasi Administrasi Negara, 2010 (diolah)

6.1.3. Permasalahan Tata Laksana (business process)

Ketatalaksanaan dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berkaitan dengan 3 hal, yaitu Sistem Perencanaan Kerja; Sistem Prosedur Kerja; Sistem Pengawasan; dan Sistem Pelaporan.

Dari data yang dikeluarkan oleh Kemenpan-RB tahun 2012 terkait ketatalaksanaan, terungkap bahwa dari tahun ke tahun jumlah kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang memiliki dokumen perencanaan berupa Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Penetapan Kinerja (Tapkin) semakin meningkat. Disatu sisi, hal ini dikarenakan adanya kewajiban secara regulasi untuk memilikinya. Tetapi di sisi lain, menunjukkan bahwa pemerintah pusat maupun daerah semakin menyadari pentingnya ketersediaan dokumen perencanaan yang baik dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Namun demikian, jika melihat fungsi IKU dan Tapkin, sekalipun terdapat kecenderungan peningkatan, kondisi ini masih dapat digolongkan memprihatinkan. IKU dan Tapkin merupakan ukuran

Page 118: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

106 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

strategis yang harus dicapai oleh suatu institusi. Ketiadaan IKU dan Tapkin tentu akan menyulitkan institusi yang bersangkutan untuk mencapai dan/atau mengukur tercapai tidaknya kinerja yang telah ditentukan.

Sementara itu, ada sejumlah hal penting terkait dengan sistem dan prosedur kerja dalam upaya melayani masyarakat, yaitu tentang pelaksanaan standar pelayanan minimum (SPM), pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), dan penerapan e-government. Sampai saat ini ada 15 jenis Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang telah diterbitkan. Dokumen Standar Pelayanan Minimum (SPM) ini harus menjadi acuan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam menyediakan pelayanan bagi masyarakat.

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) merupakan inovasi penyelenggaraan pemerintahan untuk memberikan kemudahan bagi masyakarakat dalam menerima informasi dan pelayanan, terutama pelayanan pengurusan perizinan berusaha. Berdasarkan data yang tersedia terlihat bahwa dari 33 Provinsi yang ada di Indonesia, hanya 11 Provinsi yang telah 100 persen menerapkan PTSP baik di pemerintah provinsi maupun di pemerintah kabupaten/kota yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Bengkulu, Provinsi Lampung, Provinsi DI Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi Sulawesi Utara. Provinsi lainnya masih berkisar 17-97 persen kabupaten/kota yang telah memiliki atau melaksanakan PTSP tersebut.

Khusus dalam hal penerapan e-government data pada tahun 2012 menunjukkan bahwa terdapat 8 Lembaga Tinggi Negara, 34 Kementerian, 4 Lembaga Setingkat Menteri, 28 Lembaga Non Kementerian yang telah menerapkan e-government. Penggunaan e-government dalam tata kerja pemerintahan sebagian besar masih terbatas pada penyediaan website lembaga sebagai sarana publikasi informasi kepada masyarakat.

Terakhir, dengan merujuk pada hasil kajian Lembaga Administrasi Negara (2010), terkait dengan dimensi ketatalaksanaan ini ada sejumlah masalah pokok yang dihadapi sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut

Page 119: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 107

Tabel 6.3. Problematika Ketatalaksanaan

No Aspek Rincian Masalah

1 Sistem perencanaan dan penganggaran yang efektif

Belum ada sinergi antara penganggaran sebagaimana dimaksud pada UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara dengan perencanaan strategis sebagaimana diamanatkan dalam UU No.25/2004 tentang SPPN

Sistem penganggaran berbasis kinerja belum didukung oleh sistem informasi kinerja

Belum ada sistem pengukuran kinerja untuk mengukur efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.

2 Sistem akuntabilitas, pengawasan, dan pengendalian

Sistem akuntabilitas tidak didukung dengan mekanisme reward and punishment

Konsep akuntabilitas masih terlalu rumit untuk diterapkan

Sangat sedikit instansi pemerintah yang menggunakan data akurat hasil penelitian atau data base dalam menetapkan nilai realisasi tersebut

3 Sistem pelayanan publik

Ketiadaan sanksi administratif bagi instansi penyediaan layanan publik yang memberikan layanan dibawah standar

Instansi pemerintah penyedia layanan tidak mendapatkan insentif yang layak apabila mampu meingkatkan kualitas penyediaan layanannya

Terkait dengan penyedia layanan, tidak ada peraturan kepegawaian yang secara jelas memberikan reward and punishment

Dukungan anggaran yang tidak memadai bagi peningkatan kualitas layanan

4 Sistem dan prosedur kerja yang efektif dan efisien

Belum adanya payung hukum sebagai dasar mekanisme kerja antar instansi pemerintah.

Pendekatan ego sektoral yang masih dominan sehingga mengakibatkan ketidaksinkronan dalam pelaksanaan tugas

Masih sedikitnya SOP di lingkungan instansi pemerintah yang dapat menjadi rujukan untuk memahami teknis pelaksanaan tupoksi instansi pemerintah

Sumber: LAN, Buku Putih Reformasi Administrasi Negara, 2010 (diolah)

Page 120: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

108 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

6.1.4. Reformasi Birokrasi dan Masalah Etika Publik

Pentingnya reformasi birokrasi dilaksanakan tidak hanya didorong oleh belum berfungsinya struktur dan proses didalam birokrasi yang mengakibatkan belum optimalnya kinerja yang dicapai, tetapi juga didorong oleh faktor non-struktural seperti sikap dan perilaku para penyelenggaranya. Dalam perspektif ini, salah satu faktor yang menyebabkan belum optimalnya kinerja birokrasi adalah penyimpangan sikap dan perilaku aparatur dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Bentuk-bentuk penyimpangan tersebut bisa dalam bentuk korupsi, abuse of power, gratifikasi dan sejenisnya. Dalam konteks inilah masalah RB erat terkait dengan masalah etika dan moral. Salah satu isu sentral dalam perspektif etika birokrasi ini adalah kepercayaan publik (public trust). Tingkat public trust ini mencerminkan bagaimana persepsi publik tentang kapabilitas dan integritas birokrasi dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap birokrasi (atau tingginya tingkat ketidakpercayaan) mencerminkan persepsi rendahnya kapabilitas dan integritas organisasi dan penyelenggara negara dalam memecahkan permasalahan yang menyangkut kepentingan publik dan vice versa.

Hasil survei yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia melalui quick poll pada tanggal 3-5 Juli 2013 lalu dengan metode multistage random sampling dan 1200 responden ternyata menunjukkan sebanyak 51,5 persen responden tidak percaya dengan komitmen moralitas publik para elit politik. Mereka tidak percaya bahwa para elit memiliki komitmen yang kuat untuk melakukan hal-hal yang baik dalam kebijakan atau perilakunya. Hanya 37,5 persen publik yang menyatakan sebaliknya. Sebagai perbandingan, pada survei serupa tahun 2009 lalu hanya 39,6 persen yang tidak percaya pada komitmen moralitas publik para elit politik. Meski termasuk meningkat, namun angka ini masih dibawah mayoritas. Bila dibandingkan dengan tahun 2005, maka ketidakpercayaan publik akan moralitas publik elit politik meningkat kurang lebih 17 persen. Sementara itu, jajak pendapat yang dilakukan Koran Kompas periode Januari 2012 menunjukkan hal yang serupa. Ternyata 4 dari 10

Page 121: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 109

responden menilai tak ada satu pun institusi negara yang bisa menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai harapan publik. Simpulan ini menunjukkan wujud konkret hilangnya kepercayaan publik terhadap negara dengan menunjukkan persepsi atau pendapat tentang tidak adanya lembaga negara yang dianggap masih mampu menjalankan fungsinya. Secara khusus, sebagian besar publik survei ini mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap kinerja pemerintah dalam empat hal.

Pertama, pemerintah dianggap kurang cakap mengurus penyelesaian sengketa pertanahan.

Kedua, meski menyandarkan pemasukan negara dari proses produksi dan ekspor komoditas yang dihasilkan para buruh, pemerintah dinilai tidak bisa menyelesaikan perselisihan perburuhan.

Ketiga, publik menilai pemerintah tidak bisa menjamin hak hidup ataupun beribadah warga minoritas.

Keempat, menyangkut ketidakseriusan pemerintah menuntaskan kasus-kasus korupsi yang melibatkan personel institusi negara.

6.2. Permasalahan dalam Pelayanan Publik Bagi Masyarakat

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh ORI pada tahun 2013, disimpulkan bahwa dalam praktik pelayanan publik terdapat berbagai bentuk penyimpangan seperti :

1. Penyelenggara Negara tidak melayani tetapi minta dilayani,

2. Rakyat menjadi objek, menjadi korban, menjadi abdi Penyelenggara Negara,

3. Tidak ada tolok ukur jelas mengenai pemberian pelayanan.

Dalam aspek pelayanan publik, beberapa permasalahan yang dihadapi diantaranya:

1. Kualitas pelayanan publik belum memenuhi keinginan masyarakat akan pelayanan yang cepat, mudah, murah, dan transparan, terutama di bidang pertanahan, investasi dan perizinan, perpajakan dan kepabeanan, pengadaan barang

Page 122: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

110 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

dan jasa pemerintah/publik, dan sistem administrasi kependudukan;

2. Belum meratanya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (e-government) dalam pemberian pelayanan publik di instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah;

3. Masih lemahnya SDM pelayanan publik baik dari segi kapasitas dan sikap perilaku dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat;

4. Permasalahan terkait dengan SPM sebagai indikator pelayanan publik adalah belum optimalnya pelaksanaan SPM karena keterbatasan sumber daya dan regulasi. Dari aspek sinergi pusat dan daerah, permasalahan yang dihadapi adalah belum tersusunnya dua SPM oleh instansi pusat yang menangani urusan wajib dan belum diterapkannya SPM dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah karena belum terintegrasinya SPM dalam dokumen perencanaan dan anggaran, belum mencukupinya kapasitas keuangan daerah, dan terbatasnya ketersediaan dan kapasitas personil daerah.

Sementara itu Wahyudi Kumorotomo (2012) mengemukakan bahwa sektor pelayanan publik masih menghadapi sejumlah masalah pokok, yaitu:

1. Pemberian pelayanan yang diskriminatif;

2. Transparansi pelayanan sangat rendah, terutama masalah biaya: ada uang rokok, uang administrasi, uang sukarela, uang terima kasih, salam tempel – soal penggunaan bahasa;

3. Birokrat belum responsif, keluhan tidak ditanggapi;

4. Tidak ada jaminan kepastian: dalam aspek biaya, waktu, persyaratan, dan informasi;

5. Masih adanya sikap arogansi penyedia layanan, karena merasa dibutuhkan;

6. Berperan sebagai penguasa dan bukan pelayan;

7. Pengguna layanan sebagai obyek dan bukan subyek.

Page 123: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 111

Sedangkan Fransisca Fitri Kurnia Sri dari Yappika (2012) secara agak spesifik juga mengemukakan sejumlah masalah di sektor pelayanan publik, yaitu:

1. Rendahnya kualitas produk dan penyelenggaraan layanan karena belum disusunnya standar pelayanan. Contoh: air minum, kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Namun sebagian besar masyarakat tetap menggunakan produk tersebut karena ketiadaan alternatif layanan publik lainnya.

2. Paradigma pemerintah yang belum berubah, tidak memposisikan masyarakat sebagai tujuan sekaligus subyek dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Hal ini mengakibatkan masyarakat diperlakukan sebagai pihak yang tidak memiliki daya tawar, menghadapi prosedur yang berbelit-belit, dan biaya mahal.

3. Ketiadaaan akses terhadap pelayanan yang berkualitas bagi masyarakat miskin, marjinal serta kelompok rentan.

4. Keberadaan dan fungsi mekanisme penyelesaian keluhan dan sengketa. Masyarakat tidak diposisikan sebagai subyek dalam penyelenggaraan pelayanan publik maka keluhan masyarakat tidak dianggap penting.

5. Peran pengawasan dan penyelesaian sengketa secara internal dan eksternal tidak berjalan. DPR/D dan Ombudsman RI belum maksimal menjalankan mandat sebagai pengawas ekternal.

6. Ruang partisipasi publik dalam penyelenggaraan pelayanan, seperti: standar pelayanan dan maklumat layanan, mekanisme pengaduan, penyelesaian sengketa, lembaga pengawasan masyarakat, monitoring dan evaluasi serta pemberian penghargaan telah dijamin. Namun, sejak UU No.25/2009 disahkan belum terbit aturan turunan yang lebih bisa mengoperasionalkan isi UU tersebut. Meskipun telah terbit Surat Edaran KemenPAN No.8/2009 tentang Pelaksanaan Lebih Lanjut UU No.25/2009 tentang Pelayanan Publik tetapi belum bisa mendorong percepatan pelaksanaannya.

Page 124: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

112 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Sementara itu, Miftah Adhi Siksanto (2012) lebih menyoroti masalah pelayanan publik dari sisi sistem e-procurement sebagai salah satu bentuk inovasi pelayanan publik. Menurut Siksanto, dari sisi teknokratis administratif, terdapat beberapa hambatan praksis bila sistem e-procurement akan diinstalasi ke seluruh daerah di Indonesia, antara lain:

1. Rasio jumlah aparat birokrasi dengan jumlah penduduk tidak diikuti dengan pemertaan dari sisi jumlah dan kapasitas.

2. Ketimpangan penempatan aparat birokrasi dalam sisi jumlah. Realitas praksis memberikan fakta bahwa kelangkaan jumlah aparat birokrasi masih menjadi fenomena umum di daerah-daerah terpencil. Hal ini sangat berkebalikan dengan daerah perkotaan dimana jumlah birokrasi acap kali melebihi kapasitas dasar yang diperlukan. Ketimpangan ini, mau tidak mau, akan mempengaruhi implementasi kebijakan e-procurement.

3. Ketimpangan aparat birokrasi dari sisi keahlian. Tidak semua daerah di Republik ini mempunyai struktur birokrasi yang siap mengimplementasikan kebijakan e-procurement.

4. Belum terbentuk profesionalisme aparat birokrasi dalam menjalankan kebijakan di tingkat praksis.

6.3. Permasalahan dalam Pelayanan Publik bagi Pelaku Usaha

Bank Dunia (2012) mencatat negara-negara yang peringkatnya melompat naik dalam kemudahan berusaha biasanya punya satuan tugas khusus untuk memperbaiki indikator kemudahan berusaha mereka. Adanya satgas semacam itu mencerminkan kesadaran bahwa kemudahan berusaha adalah prasyarat penting kemajuan ekonomi. Kesadaran itulah yang terasa tak merata di Indonesia. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) boleh jadi sudah berusaha keras membuat evaluasi dan merilis kebijakan baru. Namun kesungguhan itu kurang mendapatkan dukungan dari kementerian dan lembaga lain. Padahal, dari 10 indikator kemudahan berusaha, hanya ada dua indikator yang terkait langsung dengan kewenangan

Page 125: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 113

BKPM. Indikator lain, seperti akses pada listrik, misalnya, amat bergantung pada kinerja Perusahaan Listrik Negara.

Begitu pula indikator yang terkait dengan pendaftaran properti dan izin mendirikan bangunan, yang merupakan kewenangan pemerintah daerah. Sisanya berhubungan dengan kinerja Direktorat Jenderal Pajak, Bursa Efek Indonesia, Kementerian Perdagangan, sampai Mahkamah Agung. Akibatnya, tanpa komunikasi dan kerja sama antarlembaga, sulit diharapkan adanya sinergi lintas sektoral untuk memperbaiki indeks kemudahan berusaha kita. Masalahnya, kerja sama semacam itu mensyaratkan adanya kerangka berpikir yang sama di semua jajaran terkait. Tanpa kesamaan visi dan kekompakan langkah pemerintah, akan sulit memperbaiki kemudahan berusaha.

Saat ini belum semua pengambil kebijakan menyadari bahwa kemudahan mendirikan usaha baru akan mendorong kewirausahaan dan menyuburkan kompetisi yang berujung pada produktivitas ekonomi. Disampping itu, indeks kemudahan berusaha juga berkorelasi dengan indeks persepsi korupsi. Sampai sekarang, berdasarkan survei Transparency International, indeks persepsi korupsi Indonesia masih di peringkat ke-118, jauh di bawah Singapura (nomor 5), Malaysia (54), Thailand (88), dan Filipina (105). Ranking indeks itu mirip dengan hasil survei indeks kemudahan berusaha. Dengan kata lain, jika permohonan izin bangunan masih membutuhkan uang pelicin, petugas pajak masih bisa disuap, dan hakim masih menerima sogokan; indeks kemudahan berusaha dan indeks persepsi korupsi negeri ini tak akan pernah beranjak dari peringkat bawah.

Sementara itu, bila merujuk pada data Global Competitiveness Report 2011-2012 telah diidentifikasi 10 faktor yang dinilai paling bermasalah dalam memulai usaha di Indonesia.

Page 126: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

114 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Gambar 6.1. Sepuluh Faktor Paling Bermasalah dalam Memulai Usaha

Dari gambar tersebut terlihat bahwa 3 besar masalah utama dalam melakukan bisnis di Indonesia (berdasarkan tingkat keseriusan masalahnya), yaitu: (1) Korupsi, (2) Birokrasi pemerintah yang tidak efisien, dan (3) Ketersediaan infrastruktur yang tidak memadai.

Dengan demikian, upaya untuk membuat Indonesia menjadi tempat yang menarik untuk memulai bisnis akan sangat tergantung pada kebijakan yang dipilih terkait ketiga faktor penentu tersebut yaitu kebijakan dalam mengatasi korupsi, inefisiensi birokrasi, dan peningkatan infrastruktur.

Page 127: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 115

6.4. Kesimpulan

Dari keseluruhan penjelasan tersebut diatas, ada sejumlah simpulan penting terkait identifikasi permasalahan pelayanan publik di ketiga pilar governance tersebut (pemerintah, masyarakat, dunia usaha) yang perlu dicermati sebelum disusun rekomendasi untuk solusinya, yaitu :

1. Pelayanan publik dalam penyelenggaraan pemerintahan telah menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan dilihat dari capaian indikator kinerja pelayanan (misalanya dalam bentuk IKU) yang diberikan K/L/Pemda sebagaimana ditunjukkan oleh hasil evaluasi LAKIP oleh pihak Kementerian PAN dan RB, policy framework yang telah mulai fokus pada pentingnya pelayanan publik, serta pelibatan partisipasi publik dalam penyelenggaraan pelayanan oleh K/L/Pemda. Namun, pelayanan publik dalam penyelenggaan pemerintahan ini dinilai masih belum optimal mengingat masih kuatnya kultur birokratisme dalam penyelenggaraan pemerintahan, paradigma pelayanan publik oleh aparatur yang belum bergeser dari dilayani menjadi melayani, belum optimanya pemanfaat teknologi informasi dalam pembuatan keputusan dan pelayanan publik, dan sebagainya. Dalam konteks ini perlu disusun rekomendasi yang melibatkan pemanfaatan unsur SDM aparatur, teknologi informasi, serta kultur secara terintegrasi.

2. Pelayanan publik terhadap masyarakat juga telah menunjukkan adanya perubahan yang cukup signifikan, setidaknya dilihat dari data time series berupa indeks hasil Survey Integritas Sektor Publik yang dilakukan KPK yang cenderung menunjukkan peningkatan pada skor indeks pada level nasional. Itupun dengan catatan kecil, peningkatan angka Indeks Integritas Nasionalnya meningkat secara perlahan. Adapun yang menjadi kendala utama adalah terkait dengan mentalitas SDM aparatur dalam memberikan pelayanan yang cenderung membuka peluang adanya penyimpangan, ketidak-transparanan pelayanan (terutama

Page 128: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

116 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

dalam proses), serta belum efektifnya sistem penanganan pengaduan pelayanan.

3. Pelayanan publik terhadap dunia usaha juga memberikan dua gambaran yang berbeda. Pada satu sisi, upaya yang berkesinambungan untuk melakukan debirokratisasi bidang perijinan usaha telah berhasil memangkas waktu penyelesaian ijin usaha secara signifikan (menjadi lebih singkat dan lebih transparan). Namun, pada sisi lain upaya tersebut dinilai belum cukup mampu mengangkat nilai daya saing kita di level global, bahkan regional sekalipun. Rendahnya tingkat daya saing tersebut setidaknya disebabkan oleh 3 (tiga) faktor pokok yaitu : (1) Korupsi, (2) Birokrasi pemerintah yang tidak efisien, dan (3) Ketersediaan infrastruktur yang tidak memadai.

Berdasarkan simpulan umum tersebut maka dalam menyusun rekomendasi terkait upaya peningkatan pelayanan publik pada ketiga pilar governance (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) membutuhkan pendekatan atau perspektif yang cukup komprehensif. Pendekatan atau perspektif komprehensif tersebut mencakup tidak hanya pendekatan administrasi publik atau politik saja, tetapi juga pendekatan atau perspektif disiplin ilmu lain seperti manajemen publik (termasuk didalamnya inovasi atau public entrepreneurship) serta etika publik (termasuk didalamnya tentang integritas sebagai salah satu core).

Page 129: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 117

BAB VII

REKOMENDASI KEBIJAKAN

7.1. Rekomendasi Bagi Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan Pemerintahan

Perspektif Administrasi

Program RB pada dasarnya merupakan sebuah program yang bersifat kompleks karena setidaknya melibatkan 3 (tiga) komponen utama yaitu SDM, tata laksana (business process), dan kelembagaan. Dengan demikian, usulan terkait RB untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan juga merujuk pada ketiga komponen ini.

Dengan merujuk pada hasil kajian yang dilakukan LAN RI (2010), ada beberapa rekomendasi terkait RB (LAN menyebutnya “Reformasi Administrasi) ini agar penyelenggaraan pemerintahan menjadi lebih baik, yaitu :

1. Membangun Sumber Daya Aparatur yang Profesional

Sumber daya aparatur yang profesional merupakan prasyarat penting terutama dalam memberikan dukungan keterampilan dan kepakaran akan bidang-bidang yang dibutuhkan bagi keberhasilan penyelenggaraan reformasi administrasi. Roadmap membangun SDM Aparatur yang profesional dibagi menjadi tiga tahap meliputi :

a. Pengembangan Sistem Manajemen Aparatur Berbasis Kompetensi;

b. Penerapan Reward and Punishment untuk Mewujudkan Birokrasi yang Profesional;

c. Terwujudnya SDM Aparatur yang Profesional dan Berdaya Saing.

Page 130: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

118 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Strategi dalam membangun sumber daya aparatur terbagi dalam dua aspek pokok, yaitu aspek kebijakan dan aspek manajerial. Aspek kebijakan dikembangkan melalui :

a. Mewujudkan Penataan Kebijakan di bidang SDM Aparatur berbasis kompetensi;

b. Mewujudkan Kebijakan Remunerasi Berbasis Kinerja;

c. Mewujudkan Kebijakan Standarisasi Kapasitas SDM Aparatur yang Berdaya Saing.

Sedangkan aspek kedua adalah menyangkut manajerial, mencakup:

a. Mewujudkan infrastruktur manajemen SDM Aparatur;

b. Implementasi kebijakan penerapan reward and punishment;

c. Melakukan Stabilisasi manajemen SDM Aparatur Menuju SDM yang Profesional dan Berdaya saing.

2. Mewujudkan Ketatalaksanaan yang Efektif

Dimensi ketatalaksanaan merupakan pilar pendukung dalam mewujudkan reformasi administrasi yang efisien dan efektif. Dimensi ini mencakup:

a. Penyusunan Sistem Perencanaan dan Penganggaran yang efektif;

b. Pengembangan Sistem Akuntabilitas, Pengawasan, dan Pengendalian secara terintegrasi;

c. Pembangunan Sistem Pelayanan Publik yang Profesional;

d. Penyusunan Sistem dan Prosedur Kerja yang Efektif dan Efisien.

3. Mewujudkan Kelembagaan Birokrasi Yang Efektif dan Efisien

Dimensi kelembagaan adalah salah satu dimensi yang penting dalam mewujudkan reformasi administrasi yang terstruktur dan terarah. Dimensi ini mencakup:

Page 131: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 119

1. Penataan daerah otonom dan pembagian kewenangan dalam rangka desentralisasi;

2. Penataan kewenangan dan penataan kelembagaan organisasi pemerintah sesuai kebutuhan (rightsizing);

3. Pengaturan kebijakan kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan swasta (public-private-society partnership-P2SP);

4. Pengaturan kelembagaan yang lentur dan dinamik sebagai upaya mengurangi kekakuan/rigiditas birokrasi (debirokratisasi dan deregulasi).

Perspektif etika publik sebagai bagian dari upaya pencapaian tujuan RB

Perspektif agak berbeda untuk mempercepat tercapainya tujuan RB adalah menggunakan pendekatan etika publik sebagai bagian dari solusi. Perspektif etika ini dinilai relevan karena salah satu alasan utama (raison d’etre) dilakukannya RB terkait dengan masih rendahnya kepercayaan publik atas kemampuan dan kinerja birokrasi dalam memenuhi kepentingan dan kebutuhan publik. Rendahnya kepercayaan publik kepada pemerintah merupakan akibat dari birokrasi yang buruk seperti tampak dalam kejujuran, kompetensi, konsistensi, loyalitas dan keterbukaan ketika melakukan tindakan dan kegiatan administratif publik.

Diperoleh atau hilangnya kepercayaan publik sangat tergantung pada usaha-usaha dan tindakan-tindakan birokrasi serta kekuatan harapan positif (strength of positive expectations) dari masyarakat terhadap birokrasi publik (Sztompka. 1997) terkait dengan integritas, kompetensi, konsistensi, loyalitas dan keterbukaan birokrasi dalam melakukan tindakan-tindakan administratif publik seperti pemberian pelayanan publik. Hasil tidak sebanding antara harapan publik (lebih besar) dan kinerja aktual birokrasi (lebih kecil) berkontribusi terhadap tingkat ketidakpercayaan publik kepada birokrasi.

Karena itu, membangun kepercayaan publik dapat dilakukan melalui reformasi birokrasi, utamanya reformasi di bidang kepegawaian

Page 132: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

120 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

publik baik kelembagaan dan regulasi agar didapat dan dimiliki birokrat atau aparatur yang terpercaya yaitu yang memiliki integritas, kompetensi, konsistensi, loyalitas, dan keterbukaan ketika melakukan tindakan dan kegiatan administratif publik. Untuk itu disarankan:

1. Dilakukan reformasi dalam rekrutmen, pendidikan dan pelatihan, promosi, dan terminasi.

2. Dilakukan uji integritas, kompetensi, konsistensi, loyalitas dan keterbukaan secara berkesinambungan.

3. Dibuat standardisasi profesionalisme birokrat antara pusat dan daerah, antar daerah dan antar lembaga agar tidak ada perbedaan kualitas dan profesionalitas yang mencolok lintas daerah dan lintas lembaga.

Pandangan yang relatif sama juga dikemukakan oleh Agus Dwiyanto. Menurut Agus Dwiyanto (2011b) Reformasi Birokrasi pada hakekatnya dapat dijadikan sebagai instrumen untuk mengembalikan kepercayaan publik (public trust) pada birokrasi sehingga birokrasi bisa menjadi lebih sahih. Kepercayaan publik diperlukan untuk membangun pemerintahan yang efisien, responsif, partisipatif, dan akuntabel. Untuk itu, kepercayaan publik tersebut perlu dikelola dengan baik. Setidaknya ada 3 (tiga) aspek kepercayaan publik yang penting untuk dikelola, yaitu :

1. Kemampuan atau kapasitas. Warga ingin melihat institusi penyelenggara negara dan para pejabatnya peduli (care) terhadap berbagai masalah bangsa serta menunjukkan tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah bangsa tersebut.

2. Integritas. Warga tidak membutuhkan janji dan pencitraan dari para pejabat pemerintah, tapi membutuhkan tindakan nyata dan manfaatnya dapat segera dirasakan.

3. Ketulusan. Warga ingin melihat para penyelenggara dan pejabat negara bersikap tulus dalam menjalankan tugasnya dan lebih mengutamakan upaya pemenuhan kepentingan publik, bukan kepentingannya sendiri.

Page 133: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 121

Meningkatkan kepercayaan publik dapat dilakukan dengan cara mengelola persepsi tentang ketiga hal tersebut. Jika ketiganya dapat dikelola dengan baik, wajar, terbuka, dan alami maka kepercayaan publik dapat ditingkatkan sampai pada titik optimal. Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara untuk meningkatkan kepercayaan publik tersebut ?

Evan Berman (1996) mengemukakan strategi untuk membangun dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah atau trust building strategy (TBS). Menurut Berman, ada 3 (tiga) cara atau strategi untuk meningkatkan kepercayaan publik, yaitu :

1. Komunikasi. Bentuk tindakan nyata yang bisa dilakukan adalah :

a. Menjelaskan bagaimana upaya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan warganya;

b. Menyediakan informasi tentang kinerja pemerintah pada warga;

c. Secara reguler menyampaikan publikasi pada organisasi-organisasi warga tentang berbagai layanan publik yang diberikan;

d. Secara reguler menginformasikan standar-standar etis dalaam penyelenggaraan pemerintah pada para stakeholders.

2. Konsultasi dan kolaboras. Bentuk tindakan nyata yang bisa dilakukan adalah :

a. Melibatkan warga dalam proses pembuatan keputusan;

b. Penyelenggaran atau pejabat negara mengundang pimpinan warga untuk mendengarkan pandangannya;

c. Menggunakan panel yang melibatkan tokoh-tokoh warga untuk membahas isu-isu kontroversial;

d. Mengembangkan program untuk memenuhi kebutuhan organisasi warga;

e. Melakukan pertemuan dengan tokoh-tokoh warga;

Page 134: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

122 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

f. Melibatkan organisasi warga dalam bentuk kemitraan.

3. Meminimalkan kesalahan atau penyimpangan. Bentuk tindakan nyata yang bisa dilakukan adalah :

a. Instansi penyelenggara negara memiliki kode etik;

b. Melaksanakan pelatihan etika;

c. Menunjukkan komitmen etis melalui pengenaan sanksi.

Sementara itu, berdasarkan Edelman’s Trust Index 2013 terungkap bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah dari waktu ke waktu terus menurun. Jika pada tahun 2011 tingkat kepercayaan publik masih pada nilai 74, lalu menurun menjadi 63 pada tahun 2012, dan pada tahun 2013 menjadi 62. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 4 dari 10 masyarakat, tidak percaya (public distrust) pada pemerintah. Indeks tersebut juga mengungkap bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap pemimpin bisnis jauh lebih besar dibandingkan pada pemimpin pemerintah. Trust Index 2013 untuk Indonesia menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap pemimpin bisnis sebesar 74, jauh lebih besar disbanding tingkat kepercayaan publik terhadap pemimpin pemerintahan yang hanya sebesar 47. Masih tingginya public distrust terhadap pemerintahan dipicu oleh dua faktor utama yaitu korupsi dan kinerja pemerintahan yang buruk/inkompetensi.

Dengan merujuk pada kondisi public distrust tersebut, dapat dirancang strategi untuk membangun kepercayaan publik dengan beberapa fokus strategi yaitu :

1. Keterikatan (Engagement)

Pilihan tindakan yang dapat dipertimbangkan agar kepercayaan publik meningkat seperti: (a) Mendengar kebutuhan dan umpan balik dari pelanggan atau warga; (b) Memperlakukan semua pegawai secara baik; (c) Menempatkan kepentingan pelanggan atau warga diatas kepentingan lain; (d) Berkomunikasi secara intensif dan jujur tentang apa yang telah dilakukan

Page 135: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 123

2. Integritas

Pilihan tindakan yang dapat dipertimbangkan agar kepercayaan publik meningkat seperti: (a) Mempraktekkan etika pemerintahan secara baik; (b) Mengambil tanggungjawab untuk mengatasi krisis; dan (c) Mempraktekkan transparansi dan keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

3. Produk dan Pelayanan

Pilihan tindakan yang dapat dipertimbangkan agar kepercayaan publik meningkat seperti: (a) Menawarkan produk atau pelayanan publik yang berkualitas; (b) Memainkan peran sebagai inovator dari gagasan, produk, atau layanan baru.

4. Determinasi

Pilihan tindakan yang dapat dipertimbangkan agar kepercayaan publik meningkat seperti: (a) Bekerja untuk melindungi dan memperbaiki lingkungan; (b) Memperhatikan kebutuhan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari; (c) Membuat program-program yang berdampak positif terhadap komunitas lokal; dan (d) Membangun kemitraan dengan berbagai pihak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

5. Operasi

Pilihan tindakan yang dapat dipertimbangkan agar kepercayaan publik meningkat seperti: (a) Kepemimpinan pucuk yang diakui secara luas; dan (b) Masuk dalam peringkat baik pada tingkat global.

Page 136: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

124 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

7.2. Rekomendasi untuk Meningkatkan Pelayanan Publik Bagi Masyarakat

Perspektif Integritas

Integritas pelayanan publik dapat diartikan sebagai wujud komitmen pemerintah guna memberikan layanan yang prima kepada masyarakat dengan mengedepankan integritas dan moralitas sebagai basis untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Integitas pelayanan publik terkait dengan komitmen antara pemerintah sebagai penyedia layanan dengan masyarakat sebagai pengguna layanan.

Berdasarkan hasil Survei Integritas Sektor Publik 2011 (Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2012) dikemukakan sejumlah rekomendasi sesuai dengan kondisi capaian integritas layanan dari instansi pemerintah (pusat dan daerah).

Untuk instansi dengan Indeks integritas sektor publik di Indonesia tahun 2011 masih rendah dan tidak terlalu jauh dari nilai standar minimum yang ditetapkan oleh KPK sebesar 6.00, dilakukan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan memperhatikan komponen penyusun integritas, yaitu Pengalaman Integritas dan Potensi Integritas.

1. Pengalaman Korupsi. Instansi/Unit layanan perlu melakukan sosialisasi besaran biaya resmi pengurusan layanan serta memberikan sanksi terhadap petugas layanan yang menerima atau meminta imbalan/tips/biaya tambahan dalam mengurus layanan publik

2. Cara Pandang terhadap Korupsi. Pimpinan Instansi/Unit Layanan harus menanamkan dan mempraktekkan sikap bahwa birokrat adalah pelayan masyarakat. Disamping itu melakukan sosialisasi dalam kurun waktu tertentu untuk mengingatkan kepada petugas layanan dan pengguna layanan tentang arti pemberian gratifikasi.

3. Lingkungan Kerja. Unit layanan harus menciptakan suasana/desain/layout ruangan yang memungkinkan tidak terjadi kontak antara petugas dan pengguna layanan. Jikalau

Page 137: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 125

harus ada, pertemuan antara petugas dan pengguna layanan sebaiknya dilakukan di tempat yang terbuka dan dapat dimonitor oleh banyak orang sehingga proses pemberian suap dapat segera terlihat. Unit layanan perlu menyediakan fasilitas yang memadai dan menciptakan suasana lingkungan kerja yang nyaman, tenang, rapi dan tahapan yang teratur untuk meminimalisir penggunaan calo.

4. Sistem Administrasi. Unit layanan/Instansi harus melakukan evaluasi dan perbaikan sistem administrasi pada unit layanan publik dengan menciptakan mekanisme yang dapat memastikan bahwa seluruh perangkat baik berupa SOP/sistem/aturan maupun fasilitas yang telah ada dijalankan oleh petugas layanan dan dimanfaatkan oleh pengguna layanan. SOP/sistem/aturan mengenai prosedur, waktu dan biaya harus diketahui/diumumkan kepada pengguna layanan sehingga mempermudah pengguna layanan saat mengurus layanan.

5. Perilaku Individu. Unit layanan/instansi memastikan bahwa terdapat keadilan dalam layanan dan tidak ada perbedaan perlakuan petugas dalam memberi layanan. Hal ini untuk mencegah pengguna layanan berinisiatif memberikan uang tambahan. Salah satunya dengan cara menerapkan sistem antrian. Unit layanan memastikan petugas siap melayani, berpenampilan rapi dan sopan serta menguasai tugas dan tanggung jawabnya.

6. Pencegahan Korupsi. Unit layanan/instansi meningkatkan kegiatan kampanye anti korupsi yang efektif kepada petugas dan pengguna layanan serta menyediakan sarana pengaduan layanan yang mudah diakses. Setiap pengaduan yang masuk ditindaklanjuti oleh petugas.

Untuk instansi dengan skor integritas tidak terlalu jauh dari nilai standar minimun yang ditetapkan KPK (6,00) perlu ditetapkan perbaikan pada:

Page 138: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

126 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

1. Jumlah/besaran gratifikasi. Melakukan sosialisasi besaran biaya resmi/sesuai dengan peraturan yang berlaku, karena masih terjadi ketidaksesuaian biaya saat pengurusan layanan

2. Waktu pemberian gratifikasi. Unit layanan harus menciptakan suasana/desain/layout ruangan yang memungkinkan tidak terjadi kontak antara petugas dan pengguna layanan. Jika harus ada, pertemuan antara petugas dan pengguna layanan sebaiknya dilakukan di tempat yang terbuka dan dapat dimonitor oleh banyak orang, sehigga lebih menyulitkan terjadinya suap/gratifikasi terutama pada saat di awal pertemuan

3. Tujuan pemberian gratifikasi. Perlu diterapkan aturan yang jelas dan tegas serta dilakukan sosialisasi/kampanye antikorupsi terhadap petugas dan pengguna layanan guna memberikan pengertian yang benar tentang tindakan pemberian gratifikasi.

Untuk instansi dengan skor integritas <6.0, perlu ditetapkan perbaikan pada:

1. Kebiasaan Pemberian Gratifikasi. Pimpinan Instansi/Unit Layanan harus menanamkan dan mempraktekkan sikap bahwa birokrat adalah pelayan masyarakat dan memberikan sanksi bagi petugas layanan yang meminta imbalan dan menerima suap.

2. Pemanfaatan Teknologi Informasi. Menyediakan perangkat informasi yang dapat mudah diakses pengguna layanan dan melakukan sosialisasi tentang tatacara penggunaan perangkat tersebut.

3. Perilaku Pengguna. Instansi/Unit layanan perlu menciptakan mekanisme yang dapat memastikan bahwa seluruh perangkat baik itu berupa SOP/sistem/aturan dijalankan oleh petugas layanan. Hal ini dimaksudkan agar pengguna layanan dapat merasakan keadilan dalam pengurusan layanan sehingga inisiatif memberi/ meminta uang tambahan baik oleh pengguna atau petugas layanan dapat diminimalisi

Page 139: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 127

4. Tingkat Upaya Antikorupsi. Melakukan sosialisasi/kampanye antikorupsi terhadap petugas dan pengguna layanan dengan cara menempel stiker/poster/spanduk antikorupsi di area sekitar loket pelayanan, menyebarkan buku/ modul tentang antikorupsi, memutar video/film/ iklan antikorupsi di monitor di sekitar unit layanan, mengadakan workshop/seminar tentang antikorupsi kepada petugas dan melibatkan masyarakat secara aktif.

5. Mekanisme Pengaduan Masyarakat. Menyediakan fasilitas/media pengaduan yang mudah diakses oleh masyarakat pengguna layanan (baik melalui kotak pengaduan, sms pengaduan, saluran (hotline) pengaduan, email dan sebagainya). Pengaduan tersebut harus ditindaklanjuti/ ditanggapi oleh petugas.

Perspektif Kewenangan Antar Tingkatan Pemerintahan

Dalam mengevaluasi efektivitas pelayanan publik adalah dengan melihat peta pembagian kewenangan antar tingkatan pemerintahan, baik itu pusat-daerah maupun provinsi-kabupaten/kota. Mengapa demikian? Menurut Tri Widodo (2013), setidaknya ada 2 (dua) sebab mengapa hubungan antar pemerintahan ini bisa dijadikan angle untuk memahami problema besar dalam pelayanan publik, yaitu:

1. Terdapat indikasi ada urusan yang sama dilakukan oleh lebih dari satu lembaga, namun dengan sumber pembiayaan yang berbeda. Misalnya, urusan pertanian di daerah dikeroyok oleh Kementerian Pertanian melalui Dana Dekon dan Tugas Pembantuan, oleh Provinsi melalui APBD Provinsi, dan oleh Kab/Kota melalui APBD Kab/Kota. Kondisi seperti ini bukannya membuat program pertanian menjadi lebih efektif namun yang terjadi justru adalah Inefisiensi birokrasi;

2. SPM diterjemahkan secara berbeda oleh Kabupaten/Kota, sehingga membuka peluang terjadinya kesenjangan standar pelayanan antar daerah. Misalnya: Kabupaten A menggratiskan pendidikan hingga 8 tahun, sementara Kabupaten B hingga 12 tahun. Kabupaten C menggratiskan

Page 140: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

128 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

pelayanan kesehatan untuk pemegang Askeskin, sementara Kabupaten D untuk seluruh penduduk tanpa kecuali. Kondisi seperti ini hanya akan menimbulkan persaingan tidak sehat antar daerah yg mengganggu NKRI;

Pada sisi lain, terdapat kecenderungan pelayanan publik di daerah tidak fokus dan tidak optimal. Dalam kaitan ini, pembagian urusan/kewenangan menjadi penting karena berbagai sebab :

1. Pengaturan tentang pembagian kewenangan secara konkuren selama ini cenderung kabur dan kurang operasional;

2. Kewenangan konkuren melahirkan model kelembagaan yg konkuren juga. Kondisi ini akan menimbulkan masalah koordinasi;

3. Provinsi dan Kabupaten/Kota sama-sama menjalankan kewenangan wajib, namun selama ini hanya Kabupaten/Kota yang dituntut menerapkan SPM. Hal menggambarkan adanya inkonsistensi kebijakan;

4. Fungsi lintas daerah seperti ketahanan pangan, penanggulangan bencana, atau lingkungan hidup, yang mestinya cukup ada di provinsi, justru dilaksanakan juga di Kabupaten/Kota secara piecemeal;

Berdasarkan situasi tersebut, maka rekomendasi yang bisa diajukan agar upaya reformasi birokrasi dapat mendorong peningkatan pelayanan publik, diantaranya adalah :

1. Untuk konteks Pusat, Roadmap RB ke-2 harus dikembangkan cakupannya kepada governance/ administrative reform, antara lain dengan menambah area perubahan baru yakni Hubungan Antar Tingkatan Pemerintahan (Pusat-Daerah), dan Pembagian Urusan Pemerintahan.

2. Selain mereformulasi area perubahan, perlu dirumuskan sasaran dan program/kegiatan yg lebih logis, terutama dalam mewujudkan world-class public service.

Page 141: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 129

3. Secara perlahan terus ditumbuhkan orientasi kepublikan (public values orientation), dengan mengurangi orientasi pemenuhan kebutuhan pribadi (self fulfilling orientation).

4. Untuk konteks Daerah, meski masih menggunakan model konkuren, namun harus dibedakan antara urusan wajib Provinsi dengan urusan wajib Kabupaten/Kota. Urusan wajib Provinsi adalah urusan yg memiliki karakteristik/dampak lintas Kab/Kota, misalnya Ketahanan Pangan, Penanggulangan Bencana, Lingkungan Hidup. Sedangkan urusan sektoral lokal seperti pertanian, perkebunan, perikanan, pariwisata, pendidikan, sosial tetap ada di Kabupaten/ Kota.

5. Dengan urusan yang berbeda antara Provinsi dan Kabupaten/Kota, maka desain kelembagaan mereka juga akan berbeda.

6. Perlu pengembangan konsep SPM Regional yg menjadi kewajiban Provinsi. Pencapaian SPM Kabupaten/Kota tetap sesuai kapasitas masing-masing, namun melalui SPM Regional ini, Provinsi harus memberi jaminan tidak akan terjadi disparitas standar pelayanan publik antar Kab/Kota.

Perspektif Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik yang Berpusat Pada Pelanggan (Customer Centric Strategy)

Upaya untuk semakin meningkatkan kualitas pelayanan publik dapat pula difokuskan pada pelanggan (customer) sebagai end-user pelayanan yang diberikan oleh instansi penyelenggara pelayanan. Strategi seperti ini dikenal dengan nama Customer Centric Strategy (CCS) yang dikembangkan oleh pihak Bank Dunia. Ada 6 elemen kunci dalam CCS ini, yaitu :

1. Menggunakan wawasan yang dimiliki pelanggan untuk pelanggan yang tersegmentasi.

a. Pemahaman atas segmentasi pelanggan ini penting untuk mengembangkan dan mengimplementasikan strategi antaran layanan yang berpusat pada pelanggan (centric service delivery strategy);

Page 142: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

130 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

b. Untuk itu, dibutuhkan sebuah strategi yang jelas untuk menjamin semua segmen masyarakat yang dilayani tercakup didalamnya (inclusion).

2. Membuat beragam saluran antaran (multiple delivery channels)

a. Mengembangkan sebuah pemahaman nyata tentang apa yang diinginkan pelanggan akan menciptakan peluang untuk menyediakan layanan melalui saluran-saluran yang akan memberi respon terbaik atas kebutuhan mereka;

b. Mengingat begitu beragamnya basis pelanggan, organisasi sektor publik perlu fokus pada bagaimana menciptakan saluran-saluran antaran layanan yang beragam.

3. Menselaraskan antaran layanan dengan kebutuhan pelanggan

a. Mengorganisir unit-unit antaran disekitar segmen-segmen pelanggan yang ada;

b. Merancang proses antaran layanan dari sudut pandang pelanggan , dan menggunakan co-creation;

c. Menyatukan teknologi kedalam proses antaran layanan;

d. Melakukan diferensiasi layanan atas pelanggan berdasarkan kebutuhan dan preferensi mereka;

e. Menawarkan jaminan layanan dengan cara menetapkan standar dan standar kinerja layanan yang jelas;

f. Menyebarkan teknologi pada jalur-jalur layanan yang dinilai paling tepat;

g. Memahami harapan pelanggan berdasarkan pengalaman mereka pada masing-masing saluran kontak.

4. Menetapkan standar layanan

a. Semakin besar tingkat kesadaran pelanggan mendorong tuntutan akan akuntabilitas dan transparansi yang lebih besar. Hal ini memaksa organisasi sektor publik untuk memberi respon secara positif;

Page 143: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 131

b. Menetapkan, mengukur, dan menegakkan standar layanan yang berpusat pada pelanggan akan mendorong evaluasi sektor publik atas dasar matriks pelanggan yang yang saat ini merupakan salah satu bagian dari Indikator Kinerja Kunci atau Key Performance Indicators (KPI).

5. Membentuk dan memberdayakan pelopor-pelopor di kalangan pelanggan (customer champions). Yang menjadi tantangan dalam kaitan ini :

a. Menetapkan peran kepemimpinan dari pelopor pelanggan yang berhasil (high-profile customer champion) yang fokusnya pada pelanggan (level strategis);

b. Pada level front-line terhubung dengan pelanggan. Kualitas pelanggan yang dihadapi staf adalah hal kritis karena mereka the front-line customer champions, sehingga staf yang ada harus memiliki keterampilan yang mumpuni dalam menghadapi pelanggan.

6. Perbaikan berkesinambungan melalui umpan balik pelanggan.

a. Umpan balik pelanggan adalah piranti yang sangat berguna, tidak hanya untuk memahami pengalaman dan kepuasan pelanggan atas layanan publik, tetapi juga untuk mengembangkan strategi perbaikan atas layanan-layanan tersebut;

b. Umpan balik dari pelanggan dan staf front-line dapat membantu menjamin bahwa strategi perbaikan layanan difokuskan pada area-area yang akan membuat perbedaan paling nyata bagi pelanggan;

c. Umpan balik ini dapat:

Membedakan organisasi melalui dukungan dan layanan pelanggan yang bersifat memaksa;

Menjadikan hubungan antara organisasi dengan pelanggan lebih bersifat personal;

Melibatkan semua pelanggan dalam proses umpan balik melalui penggunaan survei secara efektif;

Page 144: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

132 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Memotivasi pegawai untuk mengutamakan kepuasan pelanggan dan tanggungjawab atas hasil layanan bagi pelanggan.

Perspektif Inovasi Pelayanan Publik

Berkenaan dengan reformasi birokrasi dalam menyelenggarakan pelayanan publik, salah satu instrumen yang digunakan adalah e-procurement sebagai salah satu bentuk inovasi pada pelayanan publik. Instrumen ini merupakan sebuah sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik di sektor publik.

Melalui e-procurement, proses pengadaan barang dan jasa tidak lagi harus melibatkan sumber daya birokrasi yang besar, baik pada ranah sumber daya manusia maupun sumber daya finansial. Selain itu, potensi kontrol dan orientasi kepada ketertiban dari proses penyelenggaraan pelayanan publik dapat diminimalisir. Mengingat, dalam sistem e-procurement, setiap stakeholder punya derajat otonomi dan independensi yang tinggi, sehingga tidak mudah tunduk pada alur kontrol birokrasi. Sebagai sebuah produk layanan publik, e-procurement dipandang dapat mendorong proses instalasi nilai-nilai profesionalisme birokrasi dalam menjalankan pelayanan publik, seperti:

1. Inovatif, suatu komponen yang komprehensif untuk memberi dan melakukan atau menciptakan konsep baru dalam konteks perbaikan pelayanan publik, terutama dalam proses pengadaan barang dan jasa;

2. Teamwork, keyakinan bahwa upaya pencapaian tujuan bersama dalam proses pengadaan barang dan jasa akan lebih berhasil bila dilakukan secara bersama-sama dalam team work daripada secara individual;

3. Kepercayaan masyarakat, akan menimbulkan situasi dimana proses pengadaan barang dan jasa akan mendapat dukungan masyarakat. Masyarakat dapat terdorong secara aktif untuk ambil bagian dalam proses tersebut;

Page 145: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 133

4. Kesejahteraan, upaya kita untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera melalui proses pengadaan barang dan jasa yang mempunyai derajat akuntabilitas tinggi;

5. Kecepatan, mengutamakan kecepatan dalam proses pelayanan publik, khususnya untuk kegiatan pengadaan barang dan jasa.

Lebih lanjut, e-procurement juga dipandang sebagai inovasi dalam proses pelayanan publik yang dapat menjadi solusi bagi persoalan korupsi sebagai patologi tertinggi dari birokrasi.

Ikhsanto (2013) mengemukakan bahwa kebijakan e-procurement merupakan sebuah inovasi yang mendorong proses reformasi birokrasi. Melalui e-procurement, reformasi birokrasi akan semakin efisien dan efektif dalam mengurangi praktek tindak pidana korupsi serta dapat meningkatkan responsifitas pelayanan publik dalam proses pengadaan barang dan jasa. Selain itu, dalam kaitannya dengan reformasi birokrasi dan inovasi pelayanan publik, e-procurement dapat mengubah proses pengadaan barang dan jasa menjadi lebih ekonomis dibandingkan dengan proses pengadaan barang dan jasa konvensional, sehingga dapat mendorong pengembangan ekonomi lokal dengan pemberian kemudahan ruang partisipasi bagi UKM pada proses pengadaan barang dan jasa.

Di tataran implementasi, sebagai sebuah hasil inovasi pelayanan publik, kebijakan e-procurement relatif mempunyai dilema terkait dengan keberlanjutannya. Secara umum, jaminan terhadap keberlanjutan e-procurement dapat didesain melalui proses peningkatan profesionalisme SDM birokrasi serta pemberian payung hukum yang kuat bagi rujukan legal formal kebijakan e-procurement. Namun demikian, di tingkatan operasional, peningkatan profesionalitas birokrasi memprasyaratkan adanya sebuah program penguatan kapasitas yang bersifat komprehensif. Adapun, di aras legal formal, meski sudah terdapat payung hukum bagi kebijakan e-procurement, keberlanjutan kebijakan ini juga ditentukan prasyarat adanya konsolidasi aturan legal formal, sehingga tidak terjadi fragmentasi regulasi dalam mendesain keberlanjutan kebijakan e-procurement.

Page 146: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

134 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Pada dasarnya untuk memperbaiki antaran layanan publik Indonesia dapat dianalisa dengan menggunakan kerangka yang dikembangkan oleh Michael Barber (2007). Model konseptual yang dikembangkan Barber didasarkan pada pengalaman UK dalam mereformasi pelayanan publiknya selama masa pemerintahan partai buruh dari tahun 1998 sampai pertengahan tahun 2005. Kerangka tersebut menggambarkan adanya 3 paradigma manajemen pelayanan publik yaitu:

1. Command and Control (C&C) — cara ini lebih tepat pada saat keputusan penting harus dibuat dan didorong dari atas;

2. Devolution and Transparency (D&T) — pengelola pelayanan publik diberi kewenangan mengelola sumber daya dan meningkatkan akuntabilitas untuk meningkatkan kinerja; dan

3. Quasi-markets— gaya hubungan kontraktual dikembangkan, misalnya agensi memberikan layanan atas nama pemerintah.

Ketiga paradigma ini didukung oleh 3 fungsi pokok yaitu: (1) kapabilitas, kapasitas, dan kultur; (2) manajemen kinerja; dan (3) arahan strategis.

Model Barber ini dapat dilihat pada Gambar 7.1 berikut . Melalui ketiga fungsi pokok tersebut, kita dapat menguji proses dan dampak reformasi sektor publik dan bagaimana fungsi-fungsi tersebut bersama-sama mentransformasikan sektor publik agar tetap kompetitif di era globalisasi.

Page 147: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 135

Gambar 7.1.

Model Mentransformasi Pelayanan Publik

7.3. Rekomendasi untuk Meningkatkan Pelayanan Publik Bagi Pelaku Usaha

Dengan merujuk pada Ease Doing Business 2012, khususnya terkait dengan publikasi hasil kajian untuk Indonesia, dikemukakan sejumlah rekomendasi yang dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan pelayanan publik bagi para pelaku usaha. Beberapa rekomendasi dimaksud secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut.

1. Mendirikan usaha. Langkah reformasi yang dapat diambil, antara lain: (a) Reformasi perizinan daerah, (b) Penyelenggaraan pelayanan terpadu untuk semua prosedur pendaftaran dengan memanfaatkan teknologi informasi, (c) Peningkatan koordinasi antara pemerintah nasional dan daerah untuk mengurangi ketidak pastian hukum dan mendorong transparansi, (d) Menyediakan akses publik dalam proses pendaftaran usaha dan penggunaan jasa perantara profesional sebagai alternatif, dan (e) Meniadakan persyaratan modal minimum.

Page 148: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

136 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

2. Mengurus IMB. Langkah reformasi yang dapat diambil, antara lain: (a) Penyederhanaan izin mendirikan bangunan, (b) Melakukan penggabungan perizinan lokasi lebih lanjut, dan (c) Meningkatkan komputerisasi dalam pelayanan perizinan mendirikan bangunan.

3. Pendaftaran properti. Langkah reformasi yang dapat diambil, antara lain: (a) Menurunkan tarif pajak peralihan dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan atau menggantikan bea-bea tersebut dengan menetapkan biaya tetap, (b) Peningkatan koordinasi antar lembaga-lembaga pemerintah, (c) Pemantauan dan penegakan pelaksanaan peraturan nasional di seluruh kota di Indonesia untuk membantu percepatan prosedur di kantor Badan Pertanahan Nasional, dan (d) Memberlakukan sistem pendaftaran elektronik.

Sementara itu, dengan merujuk pada Laporan Ease to Doing Business 2014 ada sejumlah praktek baik (good practices) yang dijadikan tolok ukur dari upaya-upaya yang telah dilakukan oleh sejumlah negara untuk memberikan kemudahan berusaha pada para investor. Upaya-upaya dimaksud dapat dilihat pada Tabel 7.1 berikut.

Tabel 7.1.

Good Practices Memulai Usaha di Berbagai Negara

No Aspek Rincian Negara Yang Mempraktekan

1 Kemudahan untuk memulai usaha

Menempatkan prosedur perizinan secara online

Azerbaijan; Chile; Costa Rica; Hong Kong SAR, China; FYR Macedonia; Selandia Baru; Peru; Singapura

Tidak menerapkan persyaratan modal minimum

Cape Verde; Yunani; Kazakhstan; Kenya; Kosovo; Lithuania; Mexico; Mongolia; Maroko; Belanda; Serbia; UK; Tepi Barat dan Gaza

Mempunyai layanan satu pintu (one-stop shop)

Bahrain; Benin; Burkina Faso; Burundi; Cote d’Ivoire; Georgia; Guatemala; Korea Selatan; Kosovo; Peru; Vietnam

2 Kemudahan izin konstrksi

Memiliki aturan-aturan izin membangun yang komprehensif

Azerbaijan; Kepulauan Komoro; Perancis ; Taiwan, China

Page 149: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 137

No Aspek Rincian Negara Yang Mempraktekan

Menggunakan persetujuan membangun yang berbasis resiko (risk-based building approvals)

Belize; Estonia; Indonesia; Namibia

Mempunyai layanan satu pintu (one-stop shop)

Burundi; Guatemala; Malaysia; Montenegro

3 Kemudahan untuk mendapatkan sambungan listrik

Streamlining proses persetujuan (seperti izin untuk menggali)

Armenia; Austria; Kamboja; China; Kuwait; Malaysia; Panama

Menyediakan proses dan biaya sambungan yang transparan

Perancis; Jerman; Irlandia; Belanda; Trinidad dan Tobago

Mengurangi beban finansial dari uang deposit untuk sambungan baru

Argentina; Austria; Brazil; Kyrgyztan; Latvia; Mozambique; Nepal; Rusia

Menjamin keamanan instalasi internal dengan mengatur profesi elektrikal dibanding pengaturan melalui proses pemasangan

Denmark; Jerman; Islandia; Jepang; San Marino

4 Kemudahan registrasi properti

Menggunakan basis data elektronik untuk pemegang beban hipotik (encumbrances)

Chile; Denmark; Jamaica; Korea Selatan; Swedia

Menawarkan informasi kadaster secara online

kolombia; Finlandia; Malaysia; Afrika Selatan; United Kingdom

Menawarkan prosedur-prosedur yg diekspedisi (expedited procedures)

Kazakhstan; Mongolia; Nikaragua; Portugal; Rumania

Menetapkan biaya transfer secara fixed

Georgia; Selandia Baru; Rusia; Rwanda; Slowakia

5 Kemudahan untuk mendapatkan kredit

Hak-hak Legal

Memperbolehkan mekanisme diluar pengadilan (out-of-court enforcement)

Australia; Guatemala; India; Peru; Rusia; Serbia; Sri Lanka

Memperbolehkan adanya sebuah deskripsi umum tentang sistem kolateral

Kambodia; Kanada; Nigeria; Puerto Rico (U.S.); Romania; Rwanda; Singapura

Memelihara sistem register yang terpadu (unified registry)

Afghanistan; Bosnia dan Herzegovina; Ghana; Honduras; Montenegro; Selandia Baru; Rumania

Page 150: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

138 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

No Aspek Rincian Negara Yang Mempraktekan

Informasi Kredit

Mendistribusikan data tentang bantuan dibawah 1% dari pendapatan per kapita

Brazil; Bulgaria; Jerman; Kenya; Malaysia; Sri Lanka; Tunisia

Mendistribusikan informasi kredit baik yang positif maupun negatif

China; Kroasia; India; Itali; Jordania; Panama; Afrika Selatan

Mendistribusikan informasi kredit dari retailer atau institusi keuangan

Fiji; Lithuania; Nikaragua; Rwanda; Saudi Arabia; Spanyol

6 Melindungi investor

Memperbolehkan transaksi prejudisial dengan pihak-pihak terkait

Brazil; Ghana; Islandia; India; Mauritius; Rwanda

Mengatur persetujuan tentang transaksi dengan pihak terkait

Belarusia; Bulgaria; Perancis; Thailand; United Kingdom

Mempersyaratkan disclosure secara rinci

Hong Kong SAR, China; Selandia Baru; Singapura; United Arab Emirates; Vietnam

Memperbolehkan akses terhadap semua dokumen perusahaan selama masa pengadilan

Chili; Irlandia; Israel; Slowakia; Tanzania

Mempersyaratkan adanya tinjauan pihak luar (external review) atas transaksi dari pihak-pihak terkait

Australia; Mesir; Swedia; Turki; Zimbabwe

Memperbolehkan akses terhadap semua dokumen perusahaan sebelum masa pengadilan

Yunani ; Indonesia; Jepang; Afrika Selatan; Timor-Leste

Mendefinisikan secara jelas tugas-tugas para direktur

Kolombia; Kuwait; Malaysia; Mexico; Slovenia; AS

7 Kemudahan untuk membayar pajak

Memperbolehkan adanya self-assessment

Argentina; Kanada; Cina; Rwanda; Sri Lanka; Turki

Memperbolehkan diterapkannya pengisian dan pembayaran pajak secara elektronik

Australia; Kolombia; India; Lithuania; Malta; Mauritius; Tunisia

Page 151: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 139

No Aspek Rincian Negara Yang Mempraktekan

Memiliki satu basis untuk setiap pajak

Macedonia; Namibia; Paraguay; United Kingdom

8 Kemudahan untuk melakukan perdagangan lintas-batas

Memperbolehkan submisi dan pemrosesan secara elektronik

Yunani ; Laos; Afrika Selatan ; Uruguay

Melaksanakan inspeksi berbasis resiko

Botswana; Georgia; Mauritania; AS

Menyediakan pelayanan satu pintu

Azerbaijan; Kolombia; Mexico; Mozambique

9 Kemudahan untuk melaksanakan kontrak

Mendorong pengadilan, divisi atau hakim niaga yang terspesialisasi

Kanada; Cote d’Ivoire; Hongaria; Luksemburg; Mauritius; Togo

Memperbolehkan pengisian keluhan secara elektronik

Austria; Israel; Malaysia; United Arab Emirates; AS

10 Kemudahan untuk memecahkan masalah ketidakmampuan membayar utang (insolvency)

Mempersyaratkan kualifikasi akademis atau profesional berdasarkan hukum untuk administrator insolvency

Bahamas; Belarus; Kolombia; Namibia; Polandia; United Kingdom

Memperbolehkan komisi yang terdiri atas para kreditor untuk mengemukakan pendapat dalam pengambilan keputusan pembayaran utang

Australia; Bulgaria; Philippina; United States; Uzbekistan

Menspesifikasi batas waktu atas sebagian besar prosedur insolvency

Albania; Italia; Jepang; Korea Selatan; Lesotho; Ukraina

Membuat kerangka legal untuk penyelesaian diluar pengadilan (out-of-court)

Argentina; Hong Kong SAR, China; Latvia; Philippina; Rumania

Sumber : Ease Doing Business (2014)

Page 152: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

140 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Page 153: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 141

EPILOG

Tidak lama setelah draft laporan akhir ini disusun (tepatnya tanggal 15 Januari 2014) telah ditetapkan UU No.5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara atau biasa dikenal dengan akronim ASN. Ditetapkannya UU ASN ini mengganti UU No.8/1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan UU No.43/1999 tentang Perubahan atas UU No.8/1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian serta mencabut ketentuan mengenai Kepegawaian Daerah yang diatur dalam Bab V UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah juncto UU No.12/2008 dan peraturan

pelaksanaannya.

Ada beberapa butir penting yang ada dalam UU ASN ini yang akan berpengaruh terhadap RB (khususnya aspek SDM aparatur dan kelembagaan), yaitu :

1. Jenis Pegawai ASN

Pegawai ASN terdiri atas PNS dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). PNS adalah Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional. PPPK adalah Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang ini.

2. Jabatan ASN

Jabatan ASN terdiri atas:

a. Jabatan Administrasi; yang terdiri dari jabatan administrator, pengawas dan pelaksana;

b. Jabatan Fungsional; yang terdiri dari jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan;

Page 154: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

142 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

c. Jabatan Pimpinan Tinggi , yang terdiri jabatan pimpinan tinggi utama, madya, dan pratama.

3. Pengisian Jabatan Pimpinan

Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan secara terbuka dan kompetitif pada tingkat nasional atau antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi.

4. Penyetaraan

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, terhadap jabatan PNS dilakukan penyetaraan:

a. Jabatan eselon Ia kepala lembaga pemerintah nonkementerian setara dengan jabatan pimpinan tinggi utama;

b. Jabatan eselon Ia dan eselon Ib setara dengan jabatan pimpinan tinggi madya;

c. Jabatan eselon II setara dengan jabatan pimpinan tinggi pratama;

d. Jabatan eselon III setara dengan jabatan administrator;

e. Jabatan eselon IV setara dengan jabatan pengawas; dan

f. Jabatan eselon V dan fungsional umum setara dengan jabatan pelaksana.

5. Peraturan pelaksanaan

Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan yang berarti tanggal tenggat waktunya adalah 15 Januari 2016.

Page 155: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 143

Ada sejumlah implikasi dari ditetapkannya UU ASN ini bagi pelaksanaan program RB, yaitu :

1. Dari sisi manajemen SDM, pengisian posisi jabatan pimpinan tinggi menjadi terbuka, bersifat merit, dan kompetitif. Kondisi ini mendorong diterapkannya prinsip keadilan dalam pengisian jabatan publik dan memberikan peluang untuk mendapatkan pimpinan “terbaik”. Namun, yang perlu didorong dan didukung oleh adanya sistem perekrutan yang objektif dan bebas dari intervensi politik.

2. Dari sisi organisasi, profil struktur organisasi K/L/Pemda ke depan akan menjadi lebih ramping. Dengan mengacu pada ketentuan tentang penyetaraan dalam UU ASN ini, maka organisasi dalam pengertian “struktur” hanya akan sampai pada eselon II. Sisanya diisi oleh jabatan administrasi dan jabatan fungsional. Melihat arahan ke depan serta melihat tantangan birokrasi masa depan maka yang perlu diperbanyak adalah jabatan fungsional. Hal ini akan mempercepat terwujudnya organisasi birokrasi yang “miskin struktur, kaya fungsi”.

3. Dari sisi kebijakan, kurun waktu 2 tahun kedepan menjadi krusial agar UU ASN dapat mulai diimplementasikan secara efektif. Ada begitu banyak peraturan pelaksanaan yang harus segera disusun agar dapat memberikan kepastian pada K/L/Pemda dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Setidaknya ada 6 (enam) peraturan pelaksanaan yang perlu diprioritaskan penyusunannya yaitu :

a. PP yang mengatur tentang penetapan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan Jabatan Pimpinan Tinggi;

b. PP mengenai hak PNS, hak PPPK, dan kewajiban Pegawai ASN;

c. Peraturan Presiden tentang kedudukan, susunan organisasi, fungsi, tugas, wewenang, dan tanggung jawab sekretariat, tata kerja, sistem dan manajemen sumber

Page 156: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

144 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

daya manusia, serta tanggung jawab dan pengelolaan keuangan KASN;

d. PP mengenai pengembangan karier, pengembangan kompetensi, pola karier, promosi, dan mutasi;

e. PP mengenai gaji, tunjangan kinerja, tunjangan kemahalan, dan fasilitas;

f. PP mengenai pengangkatan, pemberhentian, pengaktifan kembali, dan hak kepegawaian PNS yang diangkat menjadi pejabat negara dan pimpinan atau anggota lembaga nonstruktural.

Page 157: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 145

DAFTAR PUSTAKA

Creswell, John.W. 1994. Research Design: Qualitative and

Quantitative Approaches, California USA: Sage Publication.

Dwiyanto, Agus. 2011 a. Manajemen Pelayanan Publik: Peduli,

Inklusif, dan Kolaboratif (Edisi Kedua). Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta.

. 2011 b. Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui

Reformasi Birokrasi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Edelman. 2013. Edelman Trust Barometer 2013 : Annual Global

Study.

Effendi, Sofian. Reformasi Tata Pemerintahan: Menyiapkan

Aparatur Negara Untuk Mendukung Demokratisasi Politik

dan Ekonomi Terbuka. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta. 2010.

. Reformasi Aparatur Negara Untuk Melaksanakan Tata

Pemerintahan Yang Baik. Makalah disampaikan pada

Seminar Nasional AIPI “Reformasi Birokrasi dan

Pemberantasan Korupsi di Indonesia”, di Medan, 3-4 Mei

2006.

Horhoruw, Maggy. Karippacheril, Tina George. Sutiyono, Wahyu.

Thomas, Theo. Transforming The Public Sector In Indonesia:

Delivering Total Reformasi. (tanpa tahun). The World Bank,

Jakarta.

KPK. 2012. Survei Integritas Sektor Publik 2011, Direktorat

Penelitian dan Pengembangan. Jakarta.

. 2013. Survei Integritas Sektor Publik 2012, Direktorat

Penelitian dan Pengembangan. Jakarta.

Page 158: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

146 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

Lembaga Administrasi Negara. Buku Putih Reformasi Administrasi

Negara. Jakarta. 2010

Magister Administrasi Publik UGM dan Bappenas. Laporan Akhir

Kajian Pembangunan Birokrasi di Indonesia. Jakarta. 2009

Makmur. 2009. Patologi Birokrasi Serta Terapinya dalam Ilmu

Administrasi dan Organisasi. Penerbit Refika Aditama.

Bandung.

Prasojo, Eko. 2009. Reformasi Kedua: Melanjutkan Estafet

Reformasi. Penerbit Salemba Humanika, Jakarta.

Riyadi. 2008. Reformasi Birokrasi dalam Perspektif Perilaku

Administrasi. Jurnal Ilmu Administrasi. Vol. V, No.1, Maret

2008. pp. 100 – 108.

Royse, David., Thyer, Bruce A., Padgett, Deborah.K., Logan, TK.

2006. Program Evaluation: an Introduction. Fourth Edition.

Belmont USA: Thomson Brooks/Cole

Setiyono, Budi. Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administrasi.

Penerbit Nuansa. Bandung. 2012

Tamin, Feisal. 2004. Reformasi Birokrasi: Analisis Pendayagunaan

Aparatur Negara. Blantika, Jakarta.

Thompson, Dennis F. 2002. Etika Politik Pejabat Negara.

Penerjemah: Benyamin Molan, Edisi Kedua, Yayasan Obor

Indonesia, Jakarta.

The World Bank dan IFC. 2012. Doing Business 2012: Doing Business

in a More Transparent World. Washington DC.

. 2013. Doing Business 2014 : Understanding Regulations for

Small and Medium-Size Enterprises. Washington DC

Page 159: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 147

. 2013. Doing business di Indonesia 2012:

Memperbandingkan Kebijakan Usaha di 20 Kota dan 183

Perekonomian.

World Economic Forum. The Global Competitiveness Report 2012.

Geneva-Switzerland. 2012

BAHAN PAPARAN DISKUSI TERBATAS

1. Pembangunan Birokrasi di Indonesia, dengan narasumber Siti

Zuhro (LIPI) dan Anwar Sanusi (LAN). Kegiatan dilaksanakan

pada tanggal 26 Juli 2012.

2. Indikator Capaian Reformasi Birokrasi: Isu dan Tehnik

Pengukurannya, dengan narasumber Adi Suryanto (LAN) dan

Sofian Effendi (UGM). Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 30

Oktober 2012.

3. Reformasi Kelembagaan Pemerintah Pusat: Interim Report.

Anwar Sanusi. Reformasi Birokrasi: Pameran, Konferensi nan

Pertemuan Pemangku Kepentingan 2012. Hotel Bidakara

Jakarta, 27 – 29 Agustus 2012.

4. Membangun Kapabilitas Birokrasi: Membentuk Aparatur

Negara Yang Bersih, Mampu, dan Melayani. Agus Dwiyanto.

Reformasi Birokrasi: Pameran, Konferensi dan Pertemuan

Pemangku Kepentingan 2012. Hotel Bidakara Jakarta, 27 – 29

Agustus 2012.

5. Membangun Keberlanjutan Sistemik Bagi e-Procurement

Sebagai Inovasi Pelayanan Publik (2012). M. Adhi Ikhsanto, SIP,

MiOP. Reformasi Birokrasi: Pameran, Konferensi dan Pertemuan

Pemangku Kepentingan 2012. Hotel Bidakara Jakarta, 27 – 29

Agustus 2012.

Page 160: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator

Laporan Akhir

148 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

6. Membangun Kepercayaan Publik kepada Pemerintah Melalui

Reformasi Birokrasi: Miliki Birokrat yang Berintegritas,

Kompeten, Konsisten, Loyal dan Terbuka. 2012. Dr. Ulber

Silalahi, MA. Program Studi Ilmu Administrasi Publik FISIP

Universitas Katolik Parahyangan. Reformasi Birokrasi : Pameran,

Konferensi nan Pertemuan Pemangku Kepentingan 2012. Hotel

Bidakara Jakarta, 27 – 29 Agustus 2012.

7. Memperkuat Kerangka Regulasi RB Dalam Rangka

Peningkatan Kualitas Pelayanan. Tri Widodo W. Utomo. Materi

Seminar Pengayaan Evaluasi Kebijakan RB, 17 Oktober 2013.

Jakarta

Page 161: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator
Page 162: Laporan Akhir - Kementerian PPN/Bappenas :: Home Kebijakan... · No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- ... 5.1. Capaian Kinerja ... Tabel 5.2. Indikator