laporan akhir analisis pemenuhan kebutuhan...
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR
ANALISIS PEMENUHAN KEBUTUHAN BARANGPOKOK DI DAERAH PERBATASAN
PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
i
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya, sehingga laporan Analisis Pemenuhan Kebutuhan Barang
Pokok di Daerah Perbatasan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang
sudah ditentukan. Dalam rangka mendukung kebijakan pemenuhan dan
stabilisasi harga barang kebutuhan pokok telah dilakukan beberapa langkah
strategis salah satunya adalah bekerja sama dengan pemangku kepentingan
terkait seperti Kementerian Perhubungan, Pemerintah Daerah, dan PT Pelni
dalam mendorong “Gerai Maritim”.
Hasil analisis merekomendasikan perbaikan Supply Chain Management
dalam penyediaan kebutuhan pokok di khususnya di daerah perbatasan,
menyusun zonasi distribusi yang disesuaikan dengan asal dan jenis barang
kebutuhan pokok serta jarak tempuh pelayaran, dan menciptakan
keseimbangan perdagangan antar pulau di Nunukan.
Disadari bahwa hasil analisis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu diharapkan sumbangan pemikiran dari para pembaca sebagai
barangpenyempurnaan lebih lanjut. Pada kesempatan ini kami
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, yang secara langsung
maupun tidak langsung telah membantu penyelesaian laporan ini. Semoga
laporan ini bisa bermanfaat.
Jakarta, Oktober 2015
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri
ii
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
ABSTRAK
Pengembangan sektor perdagangan merupakan salah satu langkah strategis dalam pembangunan kawasan perbatasan. Akses langsung keluar negeri melalui Pos Pemeriksaan Lintas Batas mendorong arus barang dan jasa dari dan ke Indonesia semakin cepat. Seiring dengan berkembangnya perekonomian kawasan perbatasan, perdagangan di daerah perbatasan semakin kompleks dengan jenis produk, jumlah produk, jumlah pedagang, kebijakan atau regulasi, dan kendalanya. Penelitian ini dilakukan guna membandingkan biaya distribusi barangdari daerah pemasok ke daerah perbatasan dengan menggunakan pola saat ini dan konsep Gerai Maritim, dan melihat kesiapan infrastruktur pendukung dalam distribusi barang dari sentra pasokan ke perbatasan. Dengan menggunakan analisis komparatif, hasil penelitian menunjukkan bahwa apapun opsi rute dan moda transportasi yang dipilih tetap memerlukan perbaikan Supply Chain Management dalam penyediaan kebutuhan pokok di daerah perbatasan. Untuk itu studi ini merekomendasikan perlunya perbaikan Supply Chain Management dan penyusunan zonasi distribusi yang disesuaikan dengan asal dan jenis barang dalam mendukung konsep Gerai Maritim. Kata kunci: Perdagangan Perbatasan, Gerai Maritim, Analysis Komparatif.
ABSTRACT The development of the trade sector is a strategic step in the development of
the border area. Direct access abroad through Cross Border Inspection Post
flows commodity dan services from and to Indonesia faster. Along with the
economic development of border area, trade in border areas increasingly
complex by the type of product, the number of product, the number of traders,
policies or regulations, and obstacles. This study was conducted to compare
the distribution costs commodity from supplier to the border area by using the
current pattern and the Gerai Maritim concept, and the readiness of
supporting infrastructure of commodity distribution center for supplies to the
border. By using comparative analysis, the results showed that regardless of
the option chosen and the mode of transportation still need improvement
Supply Chain Management in the provision of basic necessities in the border
area. This study recommends the need for improvement Supply Chain
Management and preparation of zoning distribution adapted to the origin and
type of goods in order to support the Gerai Maritim concept.
Keywords: Border Trade, Gerai Maritim, Comparative Analysis.
iii
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Tujuan ................................................................................................. 2
1.4. Output ................................................................................................. 3
1.5. Pekiraan Manfaat dan Dampak ........................................................... 3
1.6. Ruang Lingkup .................................................................................... 3
1.7. Sistematika Penulisan ......................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1. Transportasi dan Supply Chain Management Tinjauan ....................... 5
2.2. Transportasi Laut .............................................................................. 11
2.3. Biaya Transportasi dan Tarif .............................................................. 13
2.4. Komponen Biaya dan Waktu ............................................................. 14
2.5. Jenis Biaya Transportasi ................................................................... 19
2.6. Konsep Tol Laut dan Gerai Maritim ................................................... 22
BAB III. METODE ANALISIS 26
3.1. Metode Analisis ................................................................................. 26
3.2. Kerangka Analisis .............................................................................. 26
3.3. Tahapan Penelitian............................................................................ 26
3.4. Responden Analisis ........................................................................... 27
3.5. Lokasi Survey .................................................................................... 28
3.4. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data .................................... 28
BAB IV. GAMBARAN PERDAGANGAN DI PERBATASAN 29
4.1. Determinan Eksistensi Komoditi dari Malaysia .................................. 29
4.2. Kondisi Fasilitas dan Performa Logistik Malaysia .............................. 31
4.3. Kondisi Fasilitas dan Performa Logistik di Kabupaten Nunukan ........ 34
BAB V. ANALISIS PEMENUHAN KEBUTUHAN BARANG POKOK
DENGAN KONSEP GERAI MARITIM 39
5.1. Komparasi Kondisi Pola Transportasi ................................................ 39
5.2. Komparasi Kondisi Infrastruktur Pelabuhan Laut ............................... 47
5.3. Komparasi Pola Bongkar Muat dan Biaya Pelabuhan ........................ 48
iv
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
5.4. Analisis Supply Chain Management (SCM) Pemenuhan Barang
Pokok ke Nunukan ............................................................................ 48
BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 53
6.1. Kesimpulan ....................................................................................... 53
6.2. Rekomendasi .................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA 55
LAMPIRAN 57
v
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Kinerja Sektor Logistik Negara ASEAN Tahun 2014 ........................ 32
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan 2009 - 2013 ....................... 36
Tabel 4.3. Komponen Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten
Nunukan .......................................................................................... 37
Tabel 5.1. Realisasi Kegiatan Bongkar Muat Peti Kemas Pelabuhan
Tunontaka dan Inflasi Bulanan Nunukan Tahun 2014 ...................... 49
Tabel 5.2. Komponen Harga Pokok Gula Pasir per 24 ton/kontainer Rute
dari Surabaya - Nunukan pada Oktober 2014.................................. 50
Tabel 5.3. Faktor – faktor yang Menentukan Pilihan Moda
Transportasi Laut ............................................................................. 52
vi
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Transportation and Economic ……………………… ....................... 6
Gambar 2.2. Terminologi Logistik dan Transportasi ………………… .................. 9
Gambar 2.3. Peranan Pelabuhan Dalam Supply Chain Management …………12
Gambar 2.4. Typical Ocean Freight Costs for some products………… ............ 16
Gambar 2.5 Condition Affecting Transport Cost .............................................. 19
Gambar 2.6 Port Cost Components ................................................................ 22
Gambar 2.7 Jaringan Trayek Liner PT PELNI ................................................. 22
Gambar 4.1. Produk Gula Bersubsidi Kemasan 1 Kg Asal Malaysia.. .............. 30
Gambar 4.2. Produk Gas kemasan 14 Kg Asal Malaysia …………. ................. 31
Gambar 4.3. Volume Kapal di Pulau Sulawesi …………………… ................ …40
Gambar 5.1. Dermaga Pelabuhan Pare – Pare …………………….. ................ 42
Gambar 5.2. Daftar Tarif Containerized Cargo ……………………… ................ 43
Gambar 5.3. Relasi Laju Perubahan Rasio B/M Pelabuhan Tunontaka
Dan Laju Perubahan Inflasi Bulanan Nunukan ……… ................ 46
1
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengembangan sektor perdagangan merupakan salah satu langkah
strategis dalam pembangunan kawasan perbatasan. Akses langsung keluar
negeri melalui Pos Pemeriksaan Lintas Batas mendorong arus barangdan
jasa dari dan ke Indonesia semakin cepat. Seiring dengan berkembangnya
perekonomian kawasan perbatasan, perdagangan di daerah perbatasan
semakin kompleks dengan jenis produk, jumlah produk, jumlah pedagang,
kebijakan atau regulasi, dan kendalanya.
Salah satu rekomendasi hasil Kajian Pengawasan Barangyang Beredar
di Daerah Perbatasan yang dilakukan oleh Pusat Kebijakan Perdagangan
Dalam Negeri pada tahun 2014 adalah meningkatkan peran Kementerian
Perdagangan dalam pemenuhan ketersediaan barang kebutuhan pokok
masyarakat di daerah perbatasan mengingat berdasarkan kelompok
barangyang beredar di daerah perbatasan, mayoritas barang kebutuhan
pokok yang dipasok dari Malaysia ke perbatasan di Kalimantan sebesar 53%.
Pengamatan terhadap permasalahan perdagangan di perbatasan,
secara umum menunjukkan pentingnya peningkatan pemenuhan kebutuhan
bagi masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan. Dalam kerangka daerah
perbatasan, permasalahan ini diperluas dengan masalah hambatan geografis,
kedekatan dengan sumber barangdari negara tetangga yang mudah diakses
oleh masyarakat baik dari sisi harga yang lebih murah maupun dari sisi
kualitas yang relatif lebih baik, dan kurangnya tingkat pemenuhan
barangkebutuhan masyarakat dari dalam negeri. Salah satu alasan tingginya
peran barangpokok dari Malaysia dalam pemenuhan kebutuhan di
perbatasan adalah barangproduksi dalam negeri lebih mahal karena distribusi
dari pusat pasokan ke perbatasan lebih kepada land-based oriented.
Distribusi land-based oriented tidak sejalan dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015 – 2019 dimana transportasi
2
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
laut ditempatkan sebagai tulang punggung sistem logistik nasional melalui
pengembangan 24 pelabuhan strategis untuk mendukung tol laut yang
diinterintegrasikan dengan moda kereta api dan jalan raya. Oleh karena itu,
dalam rangka mendukung kebijakan pemenuhan dan stabilisasi harga
barangkebutuhan pokok telah dilakukan beberapa langkah strategis salah
satunya adalah bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait seperti
Kementerian Perhubungan, Pemerintah Daerah, APRINDO dan PT Pelni
dalam mendorong “Gerai Maritim”.
Gerai Maritim adalah program penyaluran barangpokok yang
diselenggarakan pemerintah dalam menyediakan barangkebutuhan pokok
terutama di daerah wilayah timur dan wilayah terluar/perbatasan Indonesia.
Program ini dapat memastikan kontinuitas pasokan barangkebutuhan pokok
karena dukungan pelaku usaha (APRINDO) dan frekuesi pelayaran yang rutin
serta harga barangkebutuhan pokok yang terjangkau.
Program Gerai Maritim di atas sudah dilaksanakan pada beberapa rute,
yaitu Tanjung Priok - Serui. Namun tidak menutup kemungkinan program ini
dapat diadopsi untuk distribusi yang lebih efisien barangpokok ke daerah
perbatasan. Dalam kerangka analisis ini, daerah perbatasan yang akan
menjadi fokus adalah Nunukan karena: (i) proporsi barangpokok yang
dipasok dari dalam negeri sekitar 35,6% sementara sisanya sekitar 64,4%
dipasok dari Malaysia (Hasil Survey Puska PDN, 2014); (ii) tersedianya jalur
laut dari sentra pasokan seperti Surabaya dan Makassar ke Nunukan.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka Analisis Pemenuhan
Kebutuhan BarangPokok di Daerah Perbatasan perlu untuk dilakukan
guna menjawab beberapa permasalahan antara lain seperti: (1) bagaimana
perbandingan biaya distribusi barangdari Makasar ke Nunukan dengan
menggunakan pola saat ini dan konsep seperti Gerai Maritim; dan (2)
bagaimana kesiapan infrastruktur pendukung dalam distribusi barangdari
sentra pasokan ke Nunukan.
3
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari kajian ini adalah :
a. Menghitung perbandingan biaya distribusi barangdari Makasar ke Nunukan
dengan menggunakan pola saat ini dan konsep Gerai Maritim
b. Menganlisis daya dukung infrastruktur di daerah perbatasan
c. Merumuskan rekomendasi kebijakan
1.3. Output
Adapun output dari kajian ini adalah :
a. Hasil perbandingan biaya distribusi barangdari Makasar ke Nunukan
dengan menggunakan pola saat ini dan konsep Gerai Maritim
b. Gambaran mengenai daya dukung infrastruktur di daerah perbatasan
c. Rekomendasi kebijakan
1.4. Perkiraan manfaat dan dampak
Hasil analisis ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengambilan
kebijakan yang terkait dengan pembangunan daerah perbatasan.
1.5. Ruang Lingkup
Kajian ini dibatasi pada aspek yang diteliti:
a) Komoditi akan difokuskan pada Gula, Terigu dan Minyak Goreng
b) Pelaku usaha yang menjadi responden dalam analisis ini adalah pelaku
usaha perdagangan antar pulau, agen pengiriman bahan, PT. PELNI,
pelaku bisnis ritel modern, dan instansi pemerintah terkait.
c) Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah terkait perdagangan antar
pulau.
1.6. Sistematika Penulisan
Laporan kajian ini terdiri dari 7 (tujuh) Bab, sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan. Bab ini mendeskripsikan latar belakang, tujuan,
4
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
output, dampak dan ruang lingkup analisis yang dilakukan.
BAB II : Tinjauan Pustaka. Bab ini tinjauan literatur yang akan digunakan
sebagai referensi dalam kajian ini.
BAB III : Metode Analisis. Bab ini menjelaskan metode yang digunakan
dalam kajian ini untuk memperoleh data dan informasi yang
dibutuhkan untuk menjawab tujuan kajian meliputi metode analisis,
lokasi penelitian dan responden, serta sumber data dan teknik
pengumpulan data.
BAB IV : Profil Perdagangan Barang yang Beredar Di Daerah
Perbatasan. Bab ini akan menggambarkan profil daerah
perbatasan yang ada di daerah kajian, serta informasi mengenai
jenis barang yang beredar, bahan-barang yang dihasilkan, keluar
(diekspor), dan masuk (diimpor) ke daerah kajian.
BAB V : Hasil Analisis dan Pembahasan. Pada bab ini akan digambarkan
sejauh Konsep Gerai Maritim dapat menjadi pilihan dalam
pemenuhan kebutuhan barang pokok khususnya di daerah
perbatasan.
BAB VII : Kesimpulan dan Rekomendasi. Bab ini memberikan kesimpulan
hasil analisis dan rekomendasi.
5
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini menjelaskan tentang telaah teori dan praktek lapangan yang
berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan pokok di daerah perbatasan.
Elaborasi tentang transportasi laut dan peranannya dalam Supply Chain
Management (SCM) serta peranan fungsi pelabuhan (Seaport) akan
menjelaskan konektivitas antara transportasi laut dengan pemenuhan
kebutuhan barangpokok khususnya di daerah perbatasan, utamanya dilihat
dari sudut pandang pola interaksi semua stakeholder yang terlibat dalam
rangkaian mekanisme pasar demand-supply.
2.1. Transportasi dan Supply Chain Management
Transportasi berperan penting dalam manajemen rantai pasok
(SCM). Dalam konteks SCM, transportasi berperan penting karena sangatlah
jarang suatu produk diproduksi dan dikonsumsi dalam satu lokasi yang
sama. Strategi rantai pasok yang diimplementasikan dengan sukses
memerlukan pengelolaan transportasi yang tepat.
Manajer transportasi pada suatu perusahaan bertanggung jawab
terhadap pergerakan persediaan barangdari perusahaan ke
pelanggannya. Pengelolaan kegiatan transportasi yang efektif dan efisien
akan memastikan pengiriman barangdari perusahaan ke pelanggan dengan
tepat waktu, tepat jumlah, tepat kualitas, dan tepat penerima. Selain itu, biaya
transportasi merupakan komponen biaya yang terbesar dalam struktur biaya
logistik. Tidak kurang dari 60% dari total biaya logistik perusahaan
merupakan biaya transportasi.
Aktivitas transportasi mengacu pada pergerakan produk dari satu lokasi
ke lokasi lain dalam rantai pasokan. Kebutuhan akan pentingnya transportasi
telah berkembang dengan meningkatnya globalisasi dalam rantai pasokan
serta pertumbuhan e-commerce. Transportasi merupakan aktivitas yang
paling mudah dilihat sebagai kegiatan utama logistik. Pelanggan akan
6
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
dengan mudah melihat pergerakan barangdari suatu lokasi ke lokasi lain baik
menggunakan truck, kereta api, kapal laut, atau pesawat udara. Dalam
konteks manajemen rantai pasok, fungsi penting transportasi memberikan
solusi layanan logistik: pergerakan produk (product movement) dan
penyimpanan barang(product storage).
Fungsi transportasi dalam pergerakan produk, transportasi memainkan
peran melakukan pergerakan bahan-bahan, baik bahan-barangdalam bentuk
barangbaku, komponen, barangdalam proses, maupun bahan-barang
jadi. Nilai ekonomis transportasi dalam menjalankan peran ini adalah
melakukan pergerakan sediaan barang dari lokasi asal ke lokasi tujuan
tertentu dalam sistem manajemen rantai pasokan perusahaan. Kinerja
Transport Infrastructure Investment
Additional Transport Capacity, Efficiency, Reliability and Level of Service
Lower Transport Costs Shorter Transit Times Business Expansion
Increased Productivity
Increased Competitiveness
Economic Growth
Sumber : Rodrigue (2014)
Gambar 2.1. Transportation and Economic
7
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
transportasi akan menentukan kinerja pengadaan (procurement), produksi
(manufacturing), dan customer relationship management. Tanpa kinerja
transportasi yang andal, dapat dipastikan bahwa hampir semua
aktivitas-aktivitas utama rantai pasok tersebut tidak akan berjalan secara
efektif dan efisien.
Aktivitas transportasi akan mengkonsumsi sumber daya keuangan,
waktu, dan sumber daya lingkungan. Selain itu, dalam konteks manajemen
berbasis aktivitas (value-based management), aktivitas transportasi termasuk
aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah. Mengapa? Aktivitas
transportasi berakibat pada peningkatan sediaan barang dalam transit
(in-transit inventory). Sistem logistik yang efektif dan efisien harus dapat
mengurangi in-transit inventory ini seminimal mungkin. Penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi akan dapat dilakukan perbaikan secara signifikan
dalam akses in-transit inventory dan status kedatangan kiriman barangsecara
akurat baik lokasi maupun waktu pengirimannya (delivery time).
Selain fungsi transportasi dalam pergerakan produk, aspek lain yang
jarang dilihat dari fungsi transportasi adalah penyimpanan
produk. Transportasi berperan dalam penyimpanan produk, terutama
penyimpanan sementara dari lokasi asal pengiriman ke lokasi tujuan. Fungsi
penyimpanan sementara ini lebih ekonomis dilakukan dalam kegiatan
transportasi, terutama untuk pemenuhan sedian bahan-barangyang terjawal
dengan waktu pengiriman dalam beberapa hari. Biaya-biaya yang mungkin
terjadi seperti biaya muat barang (loading), pergudangan, dan bongkar
barang (unloading) dari penyimpanan sementara produk mungkin lebih besar
bila dibandingkan dengan biaya penggunaan kendaraan yang difungsikan
untuk penyimpanan sementara
Aktivitas transportasi juga akan mengkonsumsi sumber daya
keuangan. Biaya transportasi terjadi karena penggunaan tenaga sopir (driver
labor), konsumsi barangbakar minyak (fuel), pemeliharaan kendaraan, modal
yang diinvestasikan dalam kendaraan dan peralatan, dan kegiatan
8
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
administrasi. Selain konsumsi sumber daya keuangan, risiko kehilangan dan
kerusakan produk selama aktivitas transportasi juga dapat menimbulkan
biaya atau kerugian yang signifikan.
Dampak transportasi terhadap lingkungan dapat secara langsung
maupun tidak langsung. Transportasi mengkonsumsi fuel dan oli yang cukup
besar. Meskipun perkembangan teknologi mesin-mesin kendaraan
memungkinkan efisiensi konsumsi fuel dan oli, namun secara total
konsumsi fuel dan oli masih besar seiring dengan peningkatan jumlah
kendaraan yang digunakan untuk mendukung aktivitas transportasi.
9
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Kereta Api
Integrasi informasi transportasi, inventory, pergudangan, reverse logistics dan pemaketan
Pemindahan manusia dan barangdari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan yg digerakkan manusia atau mesin
Simpul
Jaringan
Jaringan
Simpul
Simpul
Jaringan
Simpul
Jaringan
Informasi
Transportasi
Inventory
pergudangan
Reverse
Logistics
Logistik
Transportasi
Mendapatkan barangyg tepat pada waktu yg tepat dengan jumlah yg tepat dengan biaya yang terjangkau & memberikan kontribusi profit bagi penyedia jasa Logistik
Integrasi
Misi
Aman, Nyaman, Lancar, Selamat, Terjangkau
Misi
Darat
Udara
Laut
Pemaketan
Gambar 2.2 Terminologi Logistik & Transportasi
Sumber: Kementerian Perhubungan, 2015
10
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Pihak-pihak dalam transportasi
Manajemen transportasi melibatkan pihak-pihak yang secara
langsung menentukan kinerja transportasi. Setidaknya ada enam pihak
dalam manajemen trasportasi (Bowersox, 2013), yaitu: (1) pengirim
(shipper), seringkali disebut sebagai consignor; (2) Penerima (receiver),
dikenal sebagai consignee; (3) Perusahaan penyedia jasa transportasi
(carrier dan agent); (4) Pemerintah (government); (5) Teknologi informasi
dan komunikasi (ICT); dan Masyarakat (public).
a. Pengirim (shipper) dan Penerima (receiver)
Pengirim dan penerima adalah pihak-pihak yang memerlukan
pergerakan produk antara dua lokasi dalam rantai pasok. Umumnya,
pengirim berkepentingan terhadap penyelesaian transaksi penjualan atau
pembelian produk. Keberhasilan transaksi tersebut membutuhkan
pergerakan bahan-barangdari lokasi asal ke lokasi tujuan dengan biaya
transportasi yang paling rendah. Bagi pengirim dan penerima, isu-isu
penting yang harus disolusikan adalah waktu pengambilan dan
pengantaran bahan, waktu singgah, kehilangan dan kerusakan bahan,
penagihan, dan keakuratan informasi.
b. Perusahaan penyedia jasa transportasi (carrier dan agent);
Carrier merupakan pihak yang menyelenggarakan transportasi
bahan. Sebagai perusahaan penyedia jasa transportasi, carrier akan
membebankan tarif angkutan semaksimal mungkin dan meminimalkan
biaya tenaga kerja, fuel, dan biaya operasional kendaraan. Untuk
mencapai tujuan ini, carrier melakukan koordinasi waktu
pengambilan dan pengantaran baranguntuk beberapa pengirim dengan
cara konsolidasi agar dapat mencapai operasional yang efisien.
Broker dan freight forwarder merupakan agen transport yang memfasiltiasi
carrier dengan kebutuhan pengirim.
Carrier membuat keputusan investasi yang terkait dengan kebutuhan
bisnis dan operasional transportasi, seperti truck, pesawat udara, kapal,
lokomotif, dan lain-lain, dan menyelenggarakan bisnis transportasi dengan
11
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
biaya operasional yang efisien untuk memaksimalkan tingkat
pengembalian atas aset yang telah diinvestasikan.
c. Pemerintah
Pemerintah berperan dalam transportasi melalui penyediaan
infrastruktur yang dibutuhkan, seperti pembangunan jalan raya, pelabuhan,
bandar udara, jaringan kereta api, kebijakan regulasi transportasi, dan
pelayanan pemerintah untuk menyelenggarakan transportasi dalam rangka
mendorong pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan
peningkatan kinerja logistik nasional.
Hampir semua infrastruktur transportasi dimiliki dan dikelola sebagai
barangatau layanan publik. Untuk itu, kebijakan transportasi diarahkan
untuk menciptakan lingkungan usaha yang fair dan kompetitif, mencegah
monopoli, keseimbangan lingkungan dan hemat energi.
d. Teknologi informasi dan komunikasi (ICT)
ICT diperlukan untuk menyediakan informasi yang akurat dan
real-time antara pelanggan dan pemasok atau antara pengirim dan
penerima. Perkembangan ICT transportasi mencakup aplikasi
Transportation Management System (TMS) dan Fleet Management
System (FMS) yang berbasis web.
e. Masyarakat
Pihak terakhir dalam sistem transportasi adalah publik. Publik
berkepentingan terhadap kebutuhan transportasi yang dapat dijangkau
dengan mudah, biaya yang murah, aman, selamat, dan memperhatikan
keberlanjutan lingkungan. Secara tidak langsung, publik menciptakan
permintaan jasa transportasi dengan cara pembelian produk-produk.
2.2. Transportasi Laut
Pada dasarnya, pengiriman barangmelalui moda transportasi laut
diklasifikasikan menjadi dua kategori besar, bulk shipment dan small
shipment. Bulk shipment dibagi lagi menjadi dua, liquid bulk,, misalnya
POL, barangkimia,minyak makan dll dan dry bulk misalnya bijih, biji-bijian
12
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
makanan, pupuk dll. Small shipment dibagi lagi menjadi dua, containerised
shipment dan non-containerised shipment (break-bulk or general cargo).
Untuk memenuhi pergerakan pengiriman ini, perusahaan pelayaran
menyediakan dua jenis layanan, tramp shipping dan liner shipping. Tramp
shipping menyediakan layanan berdasarkan pesanan (on demand) dan
membawa pengiriman massal (cair dan curah kering), antara port yang
dinominasikan. Biaya transportasi, yaitu angkutan didasarkan pada
pasokan dan situasi permintaan untuk kapal di pasar.
Sebaliknya, liner shipping menyediakan layanan terjadwal untuk
pelabuhan (port) yang dituju sesuai dengan pada rute perdagangan.
Pelayaran kapal membawa pengiriman containerised dan pengiriman
non-containerised (break bulk atau general cargo). Pelayaran kapal
membawa pengiriman kecil, yang diterima dari N-jumlah eksportir di
berbagai pelabuhan dan menyampaikan kepada N-jumlah importir yang
terletak di berbagai pelabuhan. Pengiriman kapal menerima pengiriman,
terlepas dari karakteristik, volume, berat dan kuantitas kargo. Tarif
angkutan yang tetap dan diumumkan kepada pedagang di muka, ini
memungkinkan mereka untuk mengutip harga CIF atau sesuai Incoterm
2000. Containerised shipment dibagi lagi menjadi less than container load
(LCL) dan full container load (FCL)
Sumber: Tacoma OSC Seattle, 2003
Gambar 2.3. Peranan Pelabuhan Dalam Supply Chain Management
13
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
2.3. Biaya Transportasi dan Tarif
Sistem transportasi menghadapi persyaratan untuk meningkatkan
kapasitas mereka dan untuk mengurangi biaya gerakan. Semua pengguna
(misalnya individu, perusahaan, lembaga, pemerintah, dll) harus
bernegosiasi untuk transfer bahan, orang, informasi dan modal karena
pasokan, sistem distribusi, tarif, gaji, lokasi, teknik pemasaran serta biaya
barangbakar berubah terus-menerus. Ada juga biaya yang dibutuhkan
dalam pengumpulan informasi, negosiasi, dan menegakkan kontrak dan
transaksi, yang sering disebut sebagai biaya melakukan bisnis.
Perdagangan melibatkan biaya transaksi dan semua agen berusaha untuk
mengurangi biaya transaksi.
Perusahaan dan individu harus mengambil keputusan tentang rute
untuk penumpang atau barangmelalui sistem transportasi. Pilihan ini telah
jauh diperluas dalam konteks produksi barangkonsumsi yang ringan dan
bernilai tinggi, seperti elektronik, dan produksi barangbernilai rendah.
Secara umum share biaya transportasi mencakup 10% dari total biaya
produk. Share ini juga kira-kira berlaku untuk mobilitas pribadi di mana
rumah tangga menghabiskan sekitar 10% dari pendapatan mereka untuk
transportasi, termasuk mobil yang memiliki struktur biaya yang kompleks.
Dengan demikian, pilihan moda transportasi untuk orang, rute angkutan
dalam asal-usul dan tujuan menjadi penting dan tergantung pada sejumlah
faktor seperti sifat bahan, infrastruktur tersedia, asal dan tujuan, teknologi,
dan terutama jarak masing-masing. Secara bersamaan, mereka
menentukan biaya transportasi.
Biaya transportasi adalah ukuran moneter yang harus dibayar
penyedia transportasi untuk menghasilkan jasa transportasi. Biaya ini
mencakup biaya tetap (fixed cost) seperti infrastruktur dan biaya tidak
tetap (variabel cost) seperti biaya operasional yang tergantung krpada
berbagai kondisi yang berkaitan dengan geografi, infrastruktur, hambatan
administratif, energi, dan tentang bagaimana arus penumpang dan
barangdilakukan. Tiga komponen utama, terkait dengan transaksi,
pengiriman dan jarak, berdampak pada biaya transportasi.
14
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Biaya transportasi memiliki dampak yang signifikan terhadap struktur
kegiatan ekonomi serta perdagangan internasional. Bukti empiris
menggaris bawahi bahwa menaikkan biaya transportasi sebesar 10%
mengurangi volume perdagangan lebih dari 20% dan bahwa kualitas
infrastruktur transportasi berkontribusi sekitar setengah dari variasi biaya
transportasi. Dalam lingkungan yang kompetitif di mana transportasi
adalah layanan yang dapat dilelang di awal, biaya transportasi dipengaruhi
oleh tingkat efisiensi masing-masing perusahaan transportasi, di mana
porsi biaya transportasi dibebankan kepada pengguna.
Tarif adalah harga jasa transportasi yang harus dibayar oleh
pengguna mereka. Hal ini merupakan biaya moneter hasil negosiasi untuk
menggerakkan penumpang atau unit angkutan antara asal dan tujuan
tertentu. Tarif sering terlihat dengan konsumen karena penyedia
transportasi harus memberikan informasi ini untuk mengamankan
transaksi. Mereka mungkin tidak selalu mengungkapkan biaya transportasi
yang sebenarnya.
Perbedaan antara biaya dan tarif menentukan kerugian atau
keuntungan dari penyedia layanan. Mengingat komponen biaya
transportasi yang dibahas sebelumnya, pengaturan level tarif merupakan
usaha yang kompleks dalam perubahan yang konstan (dinamika yang
tinggi). Untuk angkutan umum, tarif sering bersifattetap dan hasil dari
keputusan politik di mana bagian dari total biaya disubsidi oleh masyarakat.
Tujuannya adalah untuk memberikan mobilitas yang terjangkau bagi
segmen terbesar dari populasi bahkan jika untuk itu berarti harus
menciptakan defisit yang kontinu (sistem angkutan umum jarang membuat
keuntungan). Dengan demikian secara umum untuk sistem angkutan
umum akan memiliki tingkat tarif yang lebih rendah dari biaya dan
ditargetkan pada subsidi mobilitas kelompok sosial seperti siswa, orang tua
atau orang-orang pada yang relatif lebih rendah level kesejahteraan.
2.4. Komponen Biaya dan Waktu
Transportasi menawarkan spektrum biaya dan tingkat layanan, yang
menghasilkan perbedaan besar di seluruh dunia. Harga layanan
15
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
transportasi tidak hanya mencakup out-of-the-pocket biaya uang yang
langsung dikeluarkan dari saku pengguna tetapi juga termasuk biaya
waktu dan biaya yang berkaitan dengan inefisiensi mungkin,
ketidaknyamanan dan risiko (misalnya penundaan tak terduga). Namun,
pelaku ekonomi sering mendasarkan pilihan mereka dari modus
transportasi atau rute hanya pada bagian dari harga transportasi
keseluruhan. Misalnya, pengendara bias oleh biaya jangka pendek
marjinal. Mereka mungkin mempersempit cakupan harga perjalanan
tertentu dengan mobil dengan merujuk kepada biaya barangbakar saja,
tidak memperhitungkan biaya tetap seperti penyusutan, asuransi dan pajak
kendaraan.
Banyak pengirim atau freight forwarder terutama dipandu oleh biaya
uang langsung ketika mempertimbangkan faktor harga di pemilihan moda.
Sempitnya fokus pada biaya uang langsung sampai batas tertentu
disebabkan oleh kenyataan bahwa biaya waktu dan biaya yang terkait
dengan kemungkinan inefisiensi lebih sulit untuk dihitung dan sering hanya
dapat sepenuhnya dinilai setelah kargo telah tiba. Di antara kondisi yang
paling signifikan mempengaruhi biaya dan tarif transportasi adalah:
Geografi. Dampaknya terutama melibatkan jarak dan aksesibilitas.
Jarak pada umumnya merupakan kondisi dasar yang paling
mempengaruhi biaya transportasi. Semakin sulit ruang perdagangan.
maka biaya jarak semakin penting. Hal ini dapat dinyatakan dalam hal
panjang, waktu, biaya ekonomi atau jumlah energi yang digunakan. Ini
sangat bervariasi sesuai dengan jenis moda transportasi yang terlibat dan
efisiensi rute transportasi tertentu. Negara yang terkurung daratan
cenderung memiliki biaya transportasi yang lebih tinggi, sering dua kali
lebih banyak, karena mereka tidak memiliki akses langsung ke transportasi
maritim. Dampak geografi pada struktur biaya dapat diperluas untuk
mencakup beberapa tingkatan zona tingkat, seperti lokal, nasional dan
internasional (ekspor).
Jenis produk. Banyak produk memerlukan kemasan, penanganan khusus,
yang besar atau mudah rusak. Batubara jelas komoditas yang lebih mudah
16
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
untuk diangkut daripada buah-buahan atau bunga-bunga segar karena
membutuhkan fasilitas penyimpanan dasar dan dapat dikapalkan dengan
menggunakan peralatan sederhana. Biaya asuransi juga harus
dipertimbangkan dan umumnya fungsi dari nilai rasio berat cargo dan
risiko yang terkait dengan pergerakan. Dengan demikian, sektor ekonomi
yang berbeda dikenakan biaya transportasi yang berbeda karena mereka
masing-masing memiliki intensitas transportasi mereka sendiri. Dengan
containerization jenis produk hanya memainkan peran kecil dalam biaya
transportasi karena tarif ditetapkan per kontainer, namun produk masih
harus dimuat atau dibongkar dari kontainer. Untuk penumpang,
kenyamanan dan fasilitas harus disediakan, terutama jika perjalanan jarak
jauh yang terlibat.
Sumber: Tacoma OSC Seattle, 2003
Gambar 2.4. Typical Ocean Freight Costs for some Products
Skala ekonomi. Kondisi lain yang mempengaruhi biaya transportasi
berkaitan dengan skala ekonomi atau kemungkinan untuk menerapkannya,
semakin besar jumlah barangyang diangkut, semakin rendah biaya satuan.
Komoditas curah seperti energi (batubara, minyak), mineral dan biji-bijian
17
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
sangat cocok untuk mendapatkan biaya unit transportasi yang lebih rendah
jika mereka diangkut dalam jumlah besar. Misalnya, memindahkan per
barel minyak lebih dari 4.000 km akan memakan biaya $ 1 pada kapal
tanker 150.000 ton bobot mati (GWT) dan memakan biaya $ 3 di sebuah
kapal tanker 50.000 bobot mati ton (GWT) . Tren serupa juga berlaku untuk
pengiriman kontainer dengan kontainer yang lebih besar yang melibatkan
biaya unit yang lebih rendah.
Energi. Kegiatan transportasi adalah konsumen besar energi, khususnya
minyak. Sekitar 60% dari semua konsumsi minyak global dikaitkan dengan
kegiatan transportasi. Transportasi biasanya mencapai sekitar 25% dari
semua konsumsi energi dari ekonomi. Biaya beberapa mode transportasi
sangat energi intensif, seperti transportasi udara, yang sangat rentan
terhadap fluktuasi harga energi.
Ketidakseimbangan perdagangan. Ketidakseimbangan antara impor dan
ekspor berdampak pada biaya transportasi. Hal ini terutama terjadi untuk
transportasi kontainer karena ketidakseimbangan perdagangan
menyiratkan reposisi kontainer kosong yang harus diperhitungkan dalam
total biaya transportasi. Akibatnya, jika neraca perdagangan adalah sangat
negatif (lebih besar impor daripada ekspor), biaya transportasi untuk impor
cenderung lebih tinggi daripada ekspor. Signifikansi ketidakseimbangan
tingkat transportasi telah muncul di sepanjang rute perdagangan utama.
Kondisi yang sama berlaku di tingkat nasional dan lokal di mana arus
barangsering searah, menyiratkan pergerakan pulang pelayaran dengan
muatan (backhaul) kosong.
Infrastruktur. Efisiensi dan kapasitas mode dan terminal transportasi
memiliki dampak langsung pada biaya transportasi. Infrastruktur yang
buruk menyiratkan biaya transportasi yang lebih tinggi, keterlambatan dan
konsekuensi ekonomi yang negatif. Sistem transportasi yang lebih maju
cenderung memiliki biaya transportasi lebih rendah karena mereka lebih
dapat diandalkan dan dapat menangani gerakan lebih.
18
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Mode. Modus yang berbeda ditandai dengan biaya transportasi yang
berbeda, karena masing-masing memiliki keterbatasan kapasitas sendiri
dan kondisi operasional. Ketika dua atau lebih mode secara langsung
bersaing untuk pasar yang sama, hasilnya sering mengakibatkan biaya
transportasi yang lebih rendah. Transportasi peti kemas memungkinkan
penurunan signifikan dalam tingkat transportasi barangdi seluruh dunia.
Kompetisi dan regulasi. Menyangkut lingkungan yang kompetitif dan
peraturan yang kompleks di mana transportasi berlangsung. Layanan
transportasi yang terjadi pada segmen yang sangat kompetitif cenderung
memiliki biaya yang lebih rendah dari pada segmen dengan kompetisi
terbatas (oligopoli atau monopoli). Kompetisi internasional lebih disukai
dalam banyak segmen industri transportasi, yaitu maritim dan udara.
Peraturan, seperti tarif, hukum cabotage, tenaga kerja, keamanan dan
keselamatan membebankan biaya transportasi tambahan, khususnya di
negara-negara berkembang.
Biaya tambahan. Merujuk klasifikikasi biaya, biaya ini sering diatur
dengan cara yang sewenang-wenang, untuk mencerminkan kondisi
sementara yang dapat berdampak pada biaya yang ditanggung oleh
transporter. Yang paling umum adalah biaya tambarangbarangbakar, biaya
keamanan, premi risiko geopolitik dan biaya bagasi tambahan. Industri
transportasi penumpang, khususnya penerbangan, telah menjadi
tergantung pada beragam biaya tambahan sebagai sumber pendapatan.
Komponen waktu transportasi juga merupakan pertimbangan penting
karena dikaitkan dengan faktor pelayanan transportasi. Hal ini mencakup
waktu transportasi, waktu pemesanan, ketepatan waktu dan frekuensi.
Misalnya, sebuah perusahaan pelayaran maritim dapat menawarkan
layanan angkutan kontainer antara sejumlah Amerika Utara dan Asia
Pasifik pelabuhan. Mungkin butuh 12 hari untuk layanan dua port di Pasifik
(waktu transportasi) dan panggilan pelabuhan dilakukan setiap dua hari
(frekuensi). Dalam rangka untuk mengamankan slot di kapal, jasa
19
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
pengiriman barangharus memanggil setidaknya lima hari sebelumnya
(waktu order). Untuk terminal port tertentu, sebuah kapal bersandar pada
8:00 dan mengangkat jangkar pada 05:00 dengan delay rata-rata
menjadi enam jam (ketepatan waktu).
Sumber: Tacoma OSC Seattle, 2003
Gambar 2.5. Condition Affecting Transport Costs
2.5. Jenis Biaya Transportasi
Mobilitas dipengaruhi oleh biaya transportasi. Bukti empiris untuk
digunakan kendaraan penumpang menggarisbawahi hubungan antara
jarak tempuh kendaraan tahunan dan biaya barangbakar, menyiratkan
biaya barangbakar yang lebih tinggi dan lebih rendah jarak tempuh.
Mobilitas yang lebih terjangkau, berarti akan semakin sering gerakan dan
semakin besar kemungkinan mereka akan berlangsung dalam jarak yang
lebih jauh. Bukti empiris juga menggarisbawahi bahwa biaya transportasi
cenderung lebih tinggi pada tahap awal atau akhir dari gerakan, juga
dikenal sebagai mil yang pertama dan terakhir l. Berbagai macam biaya
20
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
transportasi dapat dipertimbangkan.
Biaya Terminal. Biaya yang terkait dengan pemuatan dan transshipment.
Dua biaya terminal utama dapat dipertimbangkan; bongkar muat di
terminal asal dan tujuan, yang tidak dapat dihindari, dan biaya antara
(transshipment) yang dapat dihindari. Untuk terminal transportasi yang
kompleks, seperti pelabuhan dan bandara, biaya terminal dapat
melibatkan berbagai macam komponen.
Biaya linehaul. Biaya yang merupakan fungsi dari jarak di mana unit
barangatau penumpang dilakukan. Berat juga merupakan fungsi biaya
ketika angkutan yang terlibat. Mereka termasuk tenaga kerja dan
barangbakar dan umumnya mengecualikan biaya transshipment.
Biaya modal. Biaya berlaku untuk aset fisik transportasi terutama
infrastruktur, terminal dan kendaraan. Mereka termasuk pembelian atau
perangkat tambarangutama aktiva tetap, yang sering dapat menjadi
peristiwa satu kali. Sejak aset fisik cenderung terdepresiasi dari waktu ke
waktu, investasi modal yang diperlukan secara teratur untuk pemeliharaan.
Penyedia transportasi membuat berbagai keputusan berdasarkan
struktur biaya mereka, fungsi dari semua jenis di atas biaya transportasi.
Untuk mempermudah transaksi dan jelas mengidentifikasi tanggung jawab
masing-masing istilah transportasi komersial spesifik telah ditetapkan.
Sementara harga transportasi memainkan peran penting dalam pemilihan
moda, perusahaan menggunakan jasa transportasi angkutan tidak selalu
termotivasi oleh gagasan minimisasi biaya. Mereka sering menunjukkan
"satisficing perilaku" dimana biaya transportasi harus berada di bawah
ambang batas tertentu dikombinasikan dengan persyaratan khusus
mengenai keandalan, frekuensi dan atribut layanan lainnya.
Kompleksitas seperti membuat lebih sulit untuk secara jelas menilai
peran harga transportasi di perilaku pengguna transportasi. Peran
perusahaan transportasi telah meningkat bijaksana dalam konteks umum
geografi komersial global. Namun, sifat dari peran ini berubah sebagai
21
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
hasil dari pengurangan umum biaya transportasi tetapi biaya infrastruktur
tumbuh, terutama karena arus yang lebih besar dan persaingan untuk
tanah. Masing-masing sektor transportasi harus mempertimbangkan
variasi pentingnya biaya transportasi yang berbeda. Sementara biaya
operasional yang tinggi untuk transportasi udara, biaya terminal yang
signifikan untuk transportasi maritim. Beberapa indeks, seperti Baltic Dry
Index, telah dikembangkan untuk menyampaikan mekanisme penetapan
harga yang berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan.
Perubahan teknologi dan penurunan mereka terkait biaya transportasi
telah melemahkan mode transportasi dan terminal mereka. Ada kurang
penekanan pada industri berat dan lebih penting diberikan untuk
manufaktur dan transportasi layanan (misalnya pergudangan dan
distribusi). Memang, fungsi baru sedang dicangkokkan untuk mengangkut
kegiatan yang untuk selanjutnya memfasilitasi logistik dan proses
manufaktur. Hubungan antara operator terminal dan operator ini dengan
demikian menjadi penting terutama di lalu lintas kemas. Mereka
dibutuhkan untuk mengatasi kendala fisik dan waktu transshipment,
terutama di pelabuhan.
Persyaratan perdagangan internasional memunculkan pengembangan
perusahaan khusus dan perantara menyediakan layanan transportasi. Ini
adalah perusahaan yang tidak secara fisik mengangkut bahan, tetapi
diperlukan untuk memfasilitasi kelompok, penyimpanan dan penanganan
barangserta dokumen kompleks dan transaksi keuangan dan hukum yang
terlibat dalam perdagangan internasional. Contohnya termasuk freight
forwarder, broker pabean, pergudangan, agen asuransi dan perbankan, dll
Baru-baru ini, telah menjadi tren untuk mengkonsolidasikan fungsi tersebut
antara berbeda, dan proporsi pertumbuhan perdagangan global sekarang
sedang diselenggarakan oleh perusahaan multi-nasional yang
menawarkan pintu ke pintu logistik. Mereka didefinisikan sebagai penyedia
logistik pihak ketiga.
22
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Sumber: Tacoma OSC Seattle, 2003
Gambar 2.6. Port Cost Components
2.6. Konsep Tol Laut dan Gerai Maritim
Program pembangunan tol laut dan Indonesia sebagai Poros Maritim
Dunia (PMD) kini mulai menampakan sosoknya melalui Gerai Maritim
(GM). Dengan adanya GM, pemerintah berharap disparitas harga
bahan-barangkebutuhan pokok antara Pulau Jawa dan daerah-daerah
terpencil tidak menyolok lagi. Mahalnya harga barangkebutuhan pokok di
Papua dan daerah-daerah terpencil lain tersebut karena biaya transportasi
logistiknya yang amat mahal.
Sebagai inisiasi, Kementerian Perdagangan, Kementerian
Perhubungan, Asosiasi Pengusaha Ritel dan PT PELNI sepakat untuk
membangun GM di Kawasan Timur Indonesia, khususnya di pulau-pulau
terpencil dan pulau-pulau di halaman depan yang menjadi perbatasan
antara RI dan negara-negara tetangga. PT Pelni juga siap menyediakan
enam kapal barangkhusus untuk mengangkut bahan-barangkebutuhan
pokok tersebut. Kapal-kapal Pelni diprogramkan mengarungi enam rute
melalui 30 pelabuhan.
Semua transportasi untuk menyuplai komoditas di GM tersebut
23
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
disubsidi negara. Bahkan pemerintah berencana akan menjual
bahan-barangkebutuhan pokok tersebut sama dengan harga pabrik. Dan
pemerintah akan menjual bahan-barangpokok tersebut melalui pemerintah
daerah, tanpa melalui distributor.
26
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
BAB III METODE ANALISIS
Bagian ini secara umum akan menguraikan kerangka analisis dan
metodologi penelitian yang digunakan dalam kegiatan analisis pemenuhan
kebutuhan pokok di daerah perbatasan. Kerangka analisis akan
menjelaskan konsepsi analisis, sementara metodologi penelitian
merupakan gambaran umum dari keseluruhan pentahapan analisis yang
diawali dengan ruang lingkup, tahapan penelitian, metode analisis,
pemilihan lokasi survei, jenis dan sumber data, serta jadwal penelitian
3.1. Metode Analisis
Metode analisis data yang digunakan dalam kegiatan analisis
pemenuhan kebutuhan pokok di daerah perbatasan dapat dijabarkan
dalam dua kelompok besar. Analisis deskriptif dilakukan dengan
mengumpulkan data dan informasi yang diperoleh kemudian mencari
hubungan antara variabel yang satu dengan yang lain kemudian
dideskripsikan. Sedangkan data kuantitatif akan dilakukan dengan
mengkomparasi fakta-fakta deskriftif.
3.2. Kerangka Analisis
Kerangka analisis dipergunakan sebagai panduan terhadap keutuhan
subtansi dan proses yang diharapkan dari analisis. Melalui kerangka
analisis yang cermat dan sesuai diharapkan akan dicapai keluaran analisis
sesuai dengan yang diharapkan. Dalam implementasinya, kegiatan utama
yang dilakukan adalah melakukan pemetaan terhadap masalah dan
peluang pemenuhan kebutuhan pokok, serta identifikasi beberapa opsi
solusi dalam pelaksanaan program pemenuhan kebutuhan pokok di
daerah perbatasan.
3.3. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian merupakan pentahapan kegiatan untuk mencapai
keluaran yang diinginkan.
27
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
a. Inventarisasi data di tingkat pusat; yang berguna untuk mendukung
kelengkapan informasi pelaksanaan pemennuhan kebutuhan pokok di
daerah perbatasan
b. Diskusi internal tim; berfungsi sebagai sarana penyamaan konsep dan
diskusi terhadap berbagai hal yang ditemukan di lapangan maupun
hasil analisa data.
c. Pengambilan data di lokasi sampel kaji cepat; menggunakan isian
daftar pertanyaan yang didukung oleh wawancara, Diskusi Terbatas,
maupun analisis dokumen.
Tahap penelitian selanjutnya yakni pelaksanaan diskusi untuk melihat
sampai sejauh mana permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan
pemenuhan kebutuhan pokok di daerah perbatasan. Penyebaran
kuesioner dilaksanakan di lokasi sampel yang sudah ditentukan. Tahap
berikutnya adalah literature review terhadap evaluasi pelaksanaan
pemennuhan kebutuhan pokok di daerah perbatasan yang dilakukan oleh
Kementerian/Lembaga (K/L), lembaga penelitian, maupun instansi lain
terkait, yang akan dilaksanakan di tingkat pusat.
Hasil ketiga tahap penelitian tersebut akan dipergunakan sebagai alat
dalam menyusun analisis terhadap pelaksanaan pemenuhan kebutuhan
pokok di daerah perbatasan. Tahap penelitian selanjutnya setelah tahap
analisis adalah tahap evaluasi pelaksanaan pemenuhan kebutuhan pokok
di daerah perbatasan, yang dilanjutkan dengan penyusunan rekomendasi
kebijakan untuk barangkebijakan bagi pimpinan di Kementerian
Perdagangan.
3.4. Responden Analisis
Responden kajian adalah pelaku usaha perdagangan antar pulau,
agen pengiriman bahan, PT. PELNI, pelaku bisnis ritel modern, dan
instansi pemerintah terkait. Pemilihan responden dilakukan dengan
mengikuti teknik purposive sampling (metode pemilihan dengan sengaja
memilih sampel-sampel tertentu karena memilki ciri-ciri khusus yang tidak
dimiliki sampel lainnya).
28
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
3.5. Lokasi Survey
Lokasi survey dilakukan di wilayah perbatasan darat antara
Kalimantan dengan Malaysia yaitu di Kab. Nunukan, Provinsi Kalimantan
Utara dan daerah asal barangyaitu Makassar serta Pare-Pare, Provinsi
Sulawesi Selatan.
3.6. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam analisis ini dilakukan dengan cara
survey dan observasi lapangan kepada responden di daerah kajian dengan
menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan serta melakukan
wawancara langsung secara mendalam (in depth). Pertanyaan
dikembangkan untuk mendalami berbagai hal yang belum tertangkap
melalui kuesioner. Selain survey, pengambilan data dan informasi juga
akan dilakukan melalui diskusi terbatas untuk menggali dan mencari solusi
dari permasalahan yang ada. Dalam diskusi terbatas ini diundang para
pemangku kepentingan yang terkait dengan pengawasan barangdi daerah
perbatasan.
Data yang digunakan dalam kajian ini terdiri dari data primer dan
sekunder. Data primer yang diperoleh dari wawancara langsung dengan
responden yaitu pelaku usaha perdagangan antar pulau, agen pengiriman
bahan, PT. PELNI, pelaku bisnis ritel modern, dan instansi pemerintah
terkait, serta data sekunder yang dikumpulkan adalah kebijakan terkait
perdagangan antar pulau serta data perdagangan dan lingkungan daerah
perbatasan. Sumber data Sekunder tersebut diperoleh melalui pendekatan
desk study dan data dari instansi yang tugasnya terkait.
29
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
BAB IV GAMBARAN PERDAGANGAN DI PERBATASAN
Isu utama seputar permasalahan perdagangan di perbatasan, terkait
fakta kurangnya tingkat pemenuhan barangkebutuhan pokok masyarakat
yang berasal dari dalam negeri. Hasil Kajian Pengawasan Barangyang
Beredar di daerah Perbatasan yang dilakukan oleh Pusat Kebijakan
Perdagangan Dalam Negeri pada tahun 2014, mengungkapkan fakta
bahwa berdasarkan kelompok barangyang beredar di daerah perbatasan,
mayoritas barangkebutuhan pokok yang dipasok dari Malaysia ke
perbatasan di Kalimantan sebesar 53%.
Hambatan geografis, kedekatan dengan sumber produksi barangdari
negara tetangga, merupakan salah satu penyebab dari dominasi produk
luar negari (Malaysia) pada daerah perbatasan. Kemudahan akses ini
menjadikan harga produk luar negeri lebih murah, kontinuitas pasokan
lebih terjamin dan kualitas relatif lebih terjaga dengan baik.
4.1. Determinan Eksistensi Komoditi dari Malaysia
Eksistensi komoditi asal Malaysia di daerha perbatasan, merupakan
hasil bauran (mix) antara sisi demand dan supply. Dari sisi supply,
sebenarnya hampir semua jenis produk Malaysia telah merambah pelosok
Nunukan, dari pasar tradisional sampai toko swalayan1. Dalam kontek ini,
ada beberapa faktor pendorong terkait keberadaan barangdari
Malaysia yang masih banyak belum diketahui oleh khlayak.
Pertama, produk asal Malaysia yang beredar di Nunukan dapat
dikelompokkan ke dalam 2 jenis, yaitu produk yang disubsidi pemerintah
Malaysia (disebut barangkawalan kerajaan) dan produk non-subsidi.
Pemerintah Malaysia menganut kebijakan untuk memberikan subsidi
terbatas dalam kebutuhan pokok (subsidi produk) bagi seluruh warganya
secara nasional. Hal ini menjadi policy nasional yang selain bertujuan
sebaggai katup jaminan sosial juga untuk mencegah disparitas harga di
1 Hanya pelaku perdagangan skala besar dan nasional yang tidak memasok barang“lewat jalur
ilegal” dari Malaysia. Hal ini diperoleh dari hasil observasi dan wawancara lansung dengan manager Hypert Mart, Panakukang, Makassar.
30
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
seluruh Malaysia. Jadi, dalam hal ini harga 1 Kg gula pasir kelas tertentu,
yang beredar di toko kelontong seluruh Malaysia akan sama, baik yang
berada di semenanjung Malaya bahkan sampai ke Serawak dan Sabah.
Pertanyaannya adalah bagaimana produk yang disubsidi tadi, bisa
sampai beredar dan dinikmati warga Nunukan?. Hasil in-depth-interview
dengan pedagang antar pulau dan penduduk asli Nunukan menyebutkan
bahwa hal ini terjadi sebagai buah sistim yang lemah, baik di Malaysia dan
Indonesia sendiri.
Kuota produk subsidi dari pemerintah Malaysia untuk warganya
terutama yang di Sabah dan Serawak, agaknya sengaja di “mark-up” oleh
aparat pemerintahnya sendiri yang bekerjasama dengan pedagang. Selisih
kuota inilah yang kemudian djual dari tangan pedagang Malaysia kepada
pedagang Indonesia. Kemudian dari pelabuhan tertentu dari sekitar Tawau,
komoditi ini diangkut dengan moda laut dan merapat di berbagai
pelabuhan tikus di Nunukan yang tidak terpantau oleh aparat bea cukai
dan polisi airud.
Kedua, produk bersubsidi ini juga ternyata merupakan produk yang
diimport oleh pemerintah Malaysia. Hal ini juga berdampak kepada
kerentanan fluktuasi mengikuti harga dollar. Beberapa kejadian
Gambar 4.1. Produk Gula bersubsidi kemasan 1 Kg asal Malaysia
31
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
menyebutkan bahwa ketika dollar menguat maka harga produk gula asal
Malaysia ini juga naik. Hal ini juga disimpulkan dari informasi dalam
depth-interview dengan pedagang gula di Nunukan.
Ketiga, selain produk barangmakanan dan minuman serta energi
sebagai barangyang bersubsidi, ternyata banyak produk lain yang dibeli
warga Nunukan lewat Tawao, Malaysia. Produk ini kemudian juga diangkut
menggunakan kapal (komersial) penumpang dan RORO milik swasta.
4.2. Kondisi Fasilitas dan Performa Logistik Malaysia
Dalam konteks ini, kinerja sektor logistik yang baik berimplikasi pada
rendahnya biaya transportasi bahan, sehingga pada akhirnya akan
meningkatkan daya saing suatu perekonomian. Berdasarkan Logistic
Performance Index (LPI, World Bank), untuk tahun 2014, Indonesia
dengan skor LPI rata-rata 3.08 menempati urutan 53 dari 160 negara
(Tabel 1.1). Posisi ini relatif sedikit membaik, naik dari peringkat 59 dari 155
negara yang disurvey pada tahun 2012 dengan skor LPI rata-rata 2.94.
Gambar 4.2. Produk Gas kemasan 14 Kg asal Malaysia
32
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Tabel 4.1 Kinerja Sektor Logistik Negara ASEAN tahun 2014
Sumber: The Logistic Performance Index and Its Indicator (World Bank, 2014)
Namun skor dan ranking LPI ini masih jauh dibawah beberapa negara
tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Berdasarkan
enam kategori yang diukur dalam LPI, kinerja Indonesia lebih buruk
daripada keempat negara tersebut hampir dalam semua kategori, kecuali
kepabeanan (customs), daya dukung logistik dan ketepatan waktu
(timeliness), di mana Indonesia sedikit lebih baik daripada Vietnam.
Infrastruktur dan pelayaran internasional merupakan dua kategori dengan
nilai terendah untuk Indonesia. Posisi Indonesia hanya sedikit lebih baik
dari Filipina yang memiliki kondisi geografis serupa dengan Indonesia
(negara kepulauan). Di mana tahun 2012, Filipina berada pada ranking
52 dengan skor LPI sebesar 3.02.
Di samping itu, manajemen pelabuhan perlu mendapat perhatian
serius. Reformasi pelabuhan dapat menjadi bagian dari upaya
pengembangan pelabuhan dan pemecahan bagi berbagai masalah yang
disebabkan oleh kondisi pelabuhan-pelabuhan yang memprihatinkan.
Mengingat pelabuhan berkaitan erat dengan pelayaran, inefisiensi
pelabuhan dapat berdampak merugikan usaha pelayaran. Dalam konteks
Indonesia, kongesti sering terjadi di dalam dan di luar kawasan pelabuhan.
Kongesti jelas menimbulkan ketidaknyamanan dan ketidakefisienan dalam
pergerakan kapal, kargo dan penumpang.
Peringk
at
LPI
Negara
LPI
Kepabeanan
Infrastruktur
Pelayara
n
Internasional
Daya
dukun
g
Logisti
k
Pelacakan
Ketepata
n
Waktu 5 Singapore 4.01 4.28 3.7 3.97 3.9 4.25 4.01
25 Malaysia 3.59 3.37 3.56 3.64 3.47 3.58 3.92
35 Thailand 3.43 3.21 3.4 3.3 3.29 3.45 3.96
48 Vietnam 3.15 2.81 3.11 3.22 3.09 3.19 3.49
53 Indonesia 3.08 2.87 2.92 2.87 3.21 3.11 3.53
57 Philippines 3 3 2.6 3.33 2.93 3 3.07
131 Lao PDR 2.39 2.45 2.21 2.5 2.31 2.2 2.65
145 Myanmar 2.25 1.97 2.14 2.14 2.07 2.36 2.83
33
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Bagi operator kapal, kongesti berarti biaya. Sebagai ilustrasi, operator
kapal kargo bisa mengalami kerugian minimum 3,500 dolar AS untuk biaya
bunker per hari; atau minimum 6,000 dolar AS untuk biaya charter kapal
per hari, di luar biaya pelabuhan dan biaya overhead, seandainya kapal
harus antri menunggu di pelabuhan.
Oleh sebab itu, jika tidak diambil tindakan serius untuk
mengembangkan pelabuhan-pelabuhan utama di Indonesia, maka
pelabuhan-pelabuhan Indonesia akan tetap tidak memiliki daya saing
global. Negara akan kehilangan peluang untuk memperoleh keuntungan
dari pertumbuhan perdagangan internasional ataupun perdagangan Asia.
Sebagaimana dilaporkan APPI, perdagangan peti kemas Asia mengalami
kenaikan lebih dari tiga kali dari 41 juta TEU pada 1992 mencapai 142 juta
TEU pada 2003.
Juga menjadi keprihatinan para operator kapal dan shippers bahwa
pelabuhan-pelabuhan Indonesia mengalami kelangkaan fasilitas
pelabuhan dan pekerja berketerampilan. Tebukti, banyak pelabuhan
Indonesia yang terbuka bagi perdagangan luar negeri belum sepenuhnya
menerapkan International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code.
Keadaan juga diperparah dengan peran monopolistik dari pihak otoritas
pelabuhan. Terlebih, peran sebagai regulator sekaligus pemain/operator
ikut menjadi hambatan kelancaran kegiatan di pelabuhan. Ketidakpastian
dan tumpang-tindihnya peraturan dan kebijakan kepelabuhanan dan
pelayaran dan juga otonomi daerah dapat membingungkan kalangan
investor swasta.
Reformasi pelabuhan seyogianya tidak mengabaikan kepentingan
industri pelayaran. Industri ini sangat berkepentingan dengan
beroperasinya pelabuhan yang efisien dan kompetitif untuk menjamin
kelancaran operasi pelayaran dan keunggulan biaya bagi
perusahaan-perusahaan pelayaran. Perusahaan-perusahaan pelayaran
berusaha memilih pelabuhan-pelabuhan yang memberi biaya yang lebih
rendah dan efisiensi lebih tinggi. Bagi perusahaan-perusahaan pelayaran
nasional, reformasi di antaranya dapat meningkatkan mutu pelayanan
34
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
pelabuhan dan memperpendek round-time kapal-kapal di pelabuhan.
Sebagai akibat, hal-hal ini bisa meningkatkan efisiensi dan efektivitas
kegiatan operasi pelayaran.
Dalam konteks pemenuhan kebutuhan di perbatasan, fakta di atas
setidaknya bisa menjadi rasional dari masih lemahnya akses penduduk
akan ketersediaan barangdari dalam negeri. Dalam semua indikator
penyusun LPI, Indonesia jauh lebih lemah dari Malaysia sebagai negara
tetangga yang berbatasan lansung dengan Kalimantan Utara (secara
khusus Kabupaten Nunukan). Merujuk kepada hal itu, upaya menjadi tuan
rumah dalam penyediaan kebutuhan masyarakat di perbatasan, akan sulit
dicapai jika hanya dilakukan dengan upaya sebagaimana biasa, as
business as usual.
4.3. Kondisi Fasilitas dan Performa Logistik di Kab Nunukan
Kabupaten Nunukan yang bermotto dalam bahasa Tidung
"Penekindidebaya" yang artinya "Membangun Daerah" adalah salah
satu kabupaten di Kalimantan Utara, provinsi termuda di Indonesia. Ibu
kota kabupaten ini terletak di kota Nunukan. Kabupaten ini memiliki luas
wilayah 14.493 km² dan berpenduduk sebanyak 162.711 jiwa pada tahun
2013 (BPS Kab. Nunukan). Secara geografis, Nunukan berbatasan di
sebelah utara dengan Negara Malaysia Timur – Sabah dan di sebelah
barat dengan Negara Malaysia Timur – Serawak.
Dengan letak geografis tersebut, secara ekonomi Kabupaten
Nunukan memiliki potensi sekaligus tantangan besar untuk
mengembangkan jalinan hubungan internasional dengan dunia luar
khususnya negara Malaysia. Secara potensi, bauran faktor geografis dan
ekonomi yang juga ditambah dengan faktor sosiologi-budaya sebagai
kerabat, masyarakat Nunukan telah lama menjalin hubungan dengan
Malaysia, khususnya dibidang ekonomi seperti perdagangan dan Tenaga
Kerja Indonesia (TKI). Hal ini tentunya sangat mempengaruhi mekanisme
peredaran uang, barangdan jasa di Nunukan.
Di sisi tantangan, dimana secara moneter transaksi perdagangan
melibatkan mata uang Malaysia (ringgit) relatif tinggi, hal ini tidak menutup
35
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
kemungkinan berdampak terhadap fluktuasi indeks harga spasial
berdasarkan berbagai jenis komoditi barangdan jasa baik ditinjau dari sisi
konsumen maupun produsen. Sehingga pada gilirannya dapat memicu
tingginya angka inflasi regional. Selain itu, fakta kurangnya tingkat
pemenuhan barangkebutuhan masyarakat dengan produk dalam negeri,
menunjukkan besarnya peran hambatan faktor geografis yang mesti
segera dicarikan solusinya.
Hasil Kajian Pengawasan Barangyang Beredar di daerah Perbatasan
yang dilakukan oleh Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri pada
tahun 2014, mengungkapkan fakta bahwa berdasarkan kelompok
barangyang beredar di daerah perbatasan, mayoritas barangkebutuhan
pokok yang dipasok dari Malaysia ke pulau Nunukan yang berbatasan
lansung, sekitar 53%.
Secara sederhana, hukum besi ekonomi menyatakan bahwa harga
suatu produk tertentu di kawasan tertentu, akan ditentukan oleh interaksi
demand dan supply pada kawasan itu. Dari sisi demand, daya beli (PDRB
per kapita) dan jumlah penduduk, merupakan komponen utama
pembentuk total demand suatu daerah. Terkait jumlah penduduk, data dari
BPS kab. Nunukan menunjukkan perkembangan jumlah penduduk kab.
Nunukan pada tabel 4.2. di bawah.
36
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Sumber : BPS Kabupaten Nunukan
Walaupun memiliki daratan yang berbatasan lansung dengan
Malaysia, namun berdasarkan luas daerah yang dikelilingi lautan,
Kabupaten Nunukan bisa disebut sebagai kabupaten berciri kepulauan.
Kabupaten Nunukan memiliki sekitar 10 sungai dan 9 pulau yang tersebar
di seluruh kabupaten. Pulau-pulau itu antara lain pulau Nunukan, Pulau
Tinabasan, Pulau Ahus, Pulau Bukat, Pulau Sebatik, Pulau Sinogolan,
Pulau Sinelak, Pulau Iting-iting dan Pulau Sebaung. Terkait dengan jumlah
penduduk, tabel 1 di atas menunjukkan persebaran penduduk Kab.
Nunukan, terkonsentrasi di dua pulau besar yaitu pulau Nunukan dan
pulau Sebatik.
Sementara itu dari sisi supply, ketersediaan barangbaku dan ongkos
produksi merupakan komponen utama. Dalam hal ini, tidak mengherankan
jika, bauran faktor hambatan geografis, kedekatan dengan sumber
produksi barangdari negara tetangga, merupakan salah satu penyebab
dari dominasi produk luar negari (Malaysia) pada daerah perbatasan.
Kemudahan akses ini menjadikan harga produk LN lebih murah,
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan 2009 - 2013
Kecamatan 2009* 2010 2011* 2012* 2013*
-1 -2 -3 -4 -5 -6
Krayan 9 058 7 296 7 037 6 976 6 902
Krayan Selatan 2 372 2 260 2 169 2 141 2 111
Lumbis 9 634 9 959 4 791 4 834 4 870
Lumbis Ogong ** ** 5 092 5 138 5 176
Sembakung 8 580 8 201 8 218 8 345 8 459
Nunukan 47 056 54 034 50 322 53 212 56 165
Sei Menggaris ** ** 7 402 7 827 8 262
Nunukan Selatan 10 363 12 355 14 079 15 504 17 043
Sebuku 12 236 15 014 9 689 10 250 10 826
Tulin Onsoi ** ** 6 373 6 742 7 120
Sebatik 21 610 22 344 4 115 4 245 4 375
Sebatik Timur ** ** 11 093 11 442 11 794
Sebatik Tengah ** ** 6 498 6 703 6 909
Sebatik Utara ** ** 5 003 5 161 5 319
Sebatik Barat 11 543 10 464 6 941 7 160 7 380
Jumlah 132 542 141 927 148 822 155 680 162 711
37
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
kontinuitas pasokan lebih terjamin dan kualitas relatif lebih terjaga dengan
baik.
Dalam konteks pemenuhan kebutuhan di perbatasan, fakta di atas
setidaknya bisa menjadi rasional dari masih lemahnya akses penduduk
akan ketersediaan barangdari dalam negeri. Indonesia jauh lebih lemah
dari Malaysia sebagai negara tetangga yang berbatasan lansung dengan
Kalimantan Utara (secara khusus Kabupaten Nunukan). Merujuk kepada
hal itu, upaya menjadi tuan rumah dalam penyediaan kebutuhan
masyarakat di perbatasan, akan sulit dicapai jika hanya dilakukan dengan
upaya sebagaimana biasa, as business as usual.
Tabel 4.3. Komponen Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Nunukan
Sumber : BPS Kabupaten Nunukan
Merujuk kepada komponen IPM (Indeks Pembangunan Manusia),
populasi penduduk kab. Nunukan secara ekonomi dan sosial cukup bagus.
Jadi bisa dikatakan, masalah utama dalam pemenuhan kebutuhan pokok
di daerah perbatasan ini, terletak pada sisi supply, bukan demand. Bagian
berikut membahas situasi dalam hal faktor penentu pada transportasi laut,
modus yang paling relevan untuk perdagangan pada kab. Nunukan.
Komponen IPM
Skor IPM
2009 2010 2011 2012 2013
Angka Harapan Hidup (tahun) 71.3 71.54 71.77 72.01 72.01
Angka Melek Huruf (persen) 93.94 94.35 94.56 94.79 94.82
Rata-Rata Lama Sekolah (tahun)
7.42 7.42 7.47 7.55 7.57
Paritas Daya Beli (rupiah ) 637560 640110 643630 646550 649910
Indeks Pembangunan Manusia 73.48 73.89 74.38 74.84 75.13
38
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Sumber: PT Pelindo IV; BPS-Statistik Perhubungan 2010
Gambar 4.3. Volume Kapal di Pulau Sulawesi
Seperti terlihat dari gambar 2.1 di atas, sebagai provinsi dengan
kunjungan terbesar setelah provinsi Sulawesi Utara di pulau Sulawesi,
provinsi Sulawesi Selatan, berpotensi diplot menjadi jalur laut transportasi
pasokan kebutuhan masyarakat di perbatasan, pulau Nunukan di provinsi
Kalimantan Utara. Hal ini terkait pertimbangan ekonomi dan geografis.
Secara ekonomi, Sulawesi Selatan lebih kuat secara ekonomi dan
merupakan produsen beb erapa jenis produk pertanian/holtikultura bagi
daerah lain di Indonesia bagian Timur. (termasuk Kalimantan). Sementara
itu, dari sisi geografis, wilayah Sulawesi yang terdiri dari gugusan pulau
diharapkan bisa mewakili arus barangdi Indonesia yang memanfaatkan
moda transportasi laut.
39
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
BAB V ANALISIS PEMENUHAN KEBUTUHAN BARANG POKOK
DENGAN KONSEP GERAI MARITIM
Pembahasan pada bagian ini merupakan hasil analisis dari beberapa
opsi solusi pemenuhan kebutuhan barangkebutuhan pokok di daerah yang
terbagi menjadi tiga bagian besar, yaitu (i) komparasi kondisi eksisting pola
transportasi laut pada rute ke Nunukan, (ii) kondisi eksisting infrastruktur
dan kapasitas pelabuhan laut (seaport), (iii) dan pola bongkar-muat, jenis
barangdan biaya terkait pada pelabuhan di Nunukan.
5.1. Komparasi Kondisi Pola Transportasi
5.1.1. Urgensi Lokasi Pelabuhan
Ketergantungan Nunukan terhadap wilayah lain di Indonesia,
terutama Sulawesi Selatan (Makassar dan Pare-pare) dan
Surabaya, sangat besar dengan pola pusat-pinggiran. Sebagian
besar bahan, khususnya kebutuhan pokok, sekunder, dan tersier,
berasal dari luar Nunukan, dengan Makassar sekitarnya (Pare-pare)
dan Surabaya sebagai pemasok utama. Dalam hal ini peran Makassar
dan Pare-pare serta Surabaya tidak lepas dari posisi strategis
pelabuhan laut yang mereka miliki, yaitu Soekarno-Hatta (Makassar),
pelabuhan (penumpang) Nusantara dan pelabuhan (cargo) Cappa
Ujung (Pare-pare) dan Tanjung Perak (Surabaya) yang melayani
berbagai rute perjalanan penumpang dan barangke wilayah Indonesia
Timur dalam berbagai cara pengangkutan (peti kemas dan
non-petikemas).
Selain itu, salah satu fungsi unik dari pulau Nunukan adalah
sebagai persinggahan dan pintu masuk lewat laut bagi para pedagang
dan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) lokal ke Tawau, Sabah, Malaysia.
Lewat pulau Nunukan, Tawau dapat dicapai hanya dengan 15 menit
perjalanan laut dengan kapal cepat dan dengan biaya sekitar Rp.
50.000 per penumpang. Dalam hal ini, sebagian dari pedagang dan
mungkin sekaligus TKI lokal juga membawa produk pertanian dan hasil
bumi seperti beras dan sayuran yang berasal dari kawasan
40
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Ajatappareng (Enrekang, Sidrap, Parepare, Pinrang dan Barru) dan
daerah utara Sulawesi Selatan, ke daerah Tawau, Malaysia.
Sumber: Hasil Survey, 2015
Gambar 5.1. Dermaga Pelabuhan Pare-Pare
Sebagian barang dari beragam variasi dengan tujuan Nunukan diangkut
dengan kapal laut dari beberapa pelabuhan tadi ke Pelabuhan
Tunontaka di pulau Nunukan, Kalimantan Utara. Ini tercermin dari
tingginya volume bongkar-muat dari ukuran serta jenis kapal yang berlabuh di
Pelabuhan Tunontaka. Untuk lintasan Surabaya-Nunukan, moda laut aktif
terlibat terutama dalam pengangkutan barangbaik peti kemas maupun
non-peti kemas tergantung kepada jenis dan besar muatan. Sementara itu,
dari untuk lintasan Makassar-Nunukan, sebagaimana lazimnya untuk
kawasan Indonesia timur (KIT), BUMN transportasi laut, yakni PT. Pelni
merupakan primadona sebagai moda transportasi penumpang.
Sedangkan untuk kapal-kapal penumpang domestic yang berkunjung di
pelabuhan Tunontaka Nunukan per bulan sebanyak 10 call yang di ageni
oleh PT. Pelni antara lain KM. Tidar, KM. Dobonsolo, KM Kerinci dan KM.
Awu, disamping itu terdapat juga 2 (dua) kapal penumpang swasta yaitu
KM. Thalia dan KM. Cattleya Express yang melayari Nunukan – Pare-pare
41
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
( pp ) sebanyak 8 call per bulan.
Namun seiring perkembangan kebutuhan, PT. Pelni (Pelni group) juga
mendirikan anak perusahaan cargo yani PT. SBN (Sarana Bandar
Nasional). Uniknya, dengan memanfaatkan jalur tradisional pelayaran
penumpang milik PT. Pelni, PT. SBN menggunakan kapal penumpang
milik induknya, PT. Pelni sebagai carrier cargo baik peti kemas maupun
non-peti kemas. Pilihan strategi ini, menjadikan kiriman cargo terjamin dari
sisi ketepatan waktu, kontinuitas karena memanfaatkan jadwal pelayaran
penumpang dan keamanan bahan. Namun selain keunggulan itu, biaya
freight (muatan) dalam ukuran Ton/m3 juga menjadi lebih mahal sebagai
kompensasi dari status utama carrier sebagai kapal penumpang yang
tepat waktu dan kontinu.
5.1.2. Urgensi Pilihan Moda Transportasi
Ada tiga varian moda transportasi laut khusus yang tersedia untuk
transportasi barangke Nunukan, yaitu kapal penumpang (PT. Pelni dan
swasta), kapal kargo, dan kapal kayu pelayaran rakyat (pelra). Secara
umum, pemilihan ketiga varian moda transportasi laut ini didasarkan
pada beberapa pertimbangan, yaitu: (i) lokasi produsen; (ii) biaya; (iii)
karakteristik barang yang diangkut dan (iv) kinerja pelabuhan. Untuk
perdagangan antar provinsi, ketiga varian moda ini dapat berkompetisi
terkait dengan tujuan strategis Gerai Maritim bagi pemenuhan
kebutuhan barangpokok ke Nunukan.
Dari segi lokasi produsen, kapal kargo merupakan moda
transportasi perdagangan antar provinsi yang dominan. Sebagian
besar barang dari Surabaya, yang menuju Nunukan diangkut
menggunakan kapal kargo peti kemas. Sementara itu, PT. Pelni
dengan unit usaha kargonya PT. Sarana Bandar Nusantara (SBN) turut
berperan dalam mengangkut barang-barang sesuai dengan tujuan
utama pelabuhan penumpang. Dalam hal ini PT. Pelni menggunakan
kapal yang melalui rute Makassar – Nunukan.
Di sisi lain, perusahaan pelayaran swasta juga berperan sebagai
cargo carrier baik dengan menggunakan kapal penumpang maupun
42
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
kapal khusus kargo. Waktu tempuh efektif kapal laut dari Makassar dan
Pare-pare ke berbagai lokasi di kawasan Indonesia Timur terutama
pulau Kalimantan sebenarnya hanyalah dua-tiga hari. Namun demikian,
rendahnya volume barang yang diangkut membuat kapal, baik kapal
penumpang maupun khusus kargo, harus menunggu hingga muatan
terisi dan mencapai skala ekonominya.
Dalam kasus kapal milik PT. Pelni, sebagaimana diutarakan
sebelumnya hal ini memang tidak berlaku. PT. SBN
mengkompensasikan keuntungan ini dengan tarif muat (freight) yang
lebih mahal dibanding perushaan swasta.
Selain itu, pada saat-saat tertentu seperti musim angin timur dan
hari-hari besar, kapal laut harus mendahulukan kebutuhan pokok
dibandingkan dengan bahan-barangsekunder. Akibatnya, waktu yang
dibutuhkan untuk mentransportasikan barangmelalui kapal laut menjadi
relatif lebih lama, dapat mencapai dua-tiga minggu dari berbagai
pelabuhan utama tadi ke kawasan Indonesia Timur lainnya.
Waktu tempuh di laut juga menentukan varian moda transportasi
untuk pengangkutan barang. Walaupun sama-sama menggunakan
kapal laut, pilihan pelabuhan asal (departure port), juga ditentukan oleh
waktu tempuh dari suatu rute. Pada lintasan dengan waktu tempuh
yang pendek seperti Pare-pare – Nunukan (2 hari), menyebabkan
sebagian besar barang dari produsen lokal seperti beras dan hasil
bumi lainnya diangkut dari sana. Dalam hal total biaya angkut barang
ke Nunukan menggunakan kapal laut via Pare-pare tentu relatif lebih
murah untuk jenis barang tadi dibandingkan diangkut via pelabuhan
Makassar apalagi Surabaya atau Jakarta.
43
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Sumber: PT. SPIL, 2015
Gambar 5.2. Daftar Tarif Containerized Cargo
Sebagai contoh, berdasarkan wawancara dengan pemilik barang,
untuk mengangkut gula dari produsen di pulau Jawa dari pelabuhan di
Surabaya ke Makassar menggunakan cargo peti kemas (kontainer).
pemilik barangharus mengeluarkan sekitar Rp 30 juta per metrik ton
untuk sewa kontainer dan seluruh biaya perjalanan lainnya (BBM, sopir,
tiket penyeberangan, dan lain-lain). Belum lagi jika barangitu harus
didistribusikan lagi ke pelabuhan Pare-pare, yang jarak tempuhnya dari
Makassar memakan waktu sekitar 4 jam via laut atau sekitar 5 jam via
laut.
44
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
5.1.3. Ketidakseimbangan Perdagangan
Jika kapal tidak sepenuhnya dimuat pada leg asal, pemilik kapal juga
harus membayar untuk perjalanan pulang dari kapal kosong. Hal ini
disebabkan, kab. Nunukan belum memiliki hasil industri yang akan
dibawa pulang oleh kapal-kapal yang datang dari Surabaya maupun
Makassar. Kebanyakan moda transportasi laut ini baik kargo maupun
penumpang, dihadapkan dengan ketidakseimbangan perdagangan yang
besar. Jika pihak pengelola ataupun pemilik transportasi laut mengenakan
biaya yang lebih tinggi untuk barangdari pelabuhan asal, maka tidak heran,
jika harga akhir pada barangtersebut menjadi lebih mahal sesampainya di
pelabuhan Tunontaka, Nunukan.
Pada gilirannya, ketidak seimbangan perdagangan akan memicu
inflasi di daerah tujuan. Variasi selisih jumlah barang bongkar dengan muat
barang (M-B) pada suatu daerah akan menentukan variasi inflasi. Semakin
negatif selisihnya maka akan semakin besar laju inflasi di daerah tujuan
bahan. Selanjutnya, selain menggunakan selisih jumlah bongkar dengan
jumlah muat (M-B), beberapa literatur juga menjadikan rasio antara jumlah
peti kemas yang dibongkar dengan yang dimuat pada daerah tujuan
sebagai proksi indikator dari ketidakseimbangan perdagangan (B/M).
Dalam hal ini, jika rasio B/M semakin > 1 (besar dari 1) maka akan
semakin tinggi level inflasi di daerah tujuan. Demikian juga, menggunakan
indikator laju perubahan (%). Variasi arah dan laju perubahan rasio B/M
dengan sendirinya akan sangat menentukan arah dan laju perubahan
inflasi. Namun juga harus dipahami bahwa dalam konteks pengukuran
inflasi secara umum oleh BPS dengan menggunakan klasifikasi
barangmakanan dan non-makanan dengan bobot tertentu maka magnitude
atau besaran dari laju inflasi ini akan sangat tergantung kepada jenis
barangyang di”import” oleh daerah tujuan bahan.
Dalam hal ini, jika jenis barangtadi termasuk ke dalam komponen
barang penyumbang inflasi dengan bobot yang besar menurut perhitungan
BPS, maka dengan sendirinya level inflasi di daerah tujuan akan menjadi
besar. Relasi antara kedua variabel ini dalam kedua versi, hubungan
45
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
antara rasio level B/M dengan level inflasi dan relasi antara laju perubahan
B/M dengan laju inflasi akan dijelaskan pada bagian di bawah ini.
Tabel 5 merupakan data cuplikan dari realisasi kegiatan bongkar muat
peti kemas pada pelanuhan Tunontaka yang tercatat oleh kesyahbandaran.
Secara lebih detail, data jumlah peti kemas yang dibongkar dan dimuat,
berturu-turut ditunjukkan pada kolom 2 dan kolom 3. Sementara itu, kolom
4 mencakup data level (B/M) yang berasal dari rasio antara kolom 2
dengan 3 (2/3) dan kolom 5 mencakup data level inflasi bulanan.
Selanjutnya, kolom 6 dan 7 mencakup data laju perubahan kedua variabel,.
Tabel 5.1. Realisasi kegiatan Bongkar Muat Peti Kemas Pelabuhan Tunontaka dan Inflasi bulanan Nunukan Tahun 2014
Sumber : Kantor KPSO Kesyahbandaran Tunontaka, Nunukan
Gambar 5.3 di bawah, menunjukkan hubungan laju perubahan rasio
B/M pada pelabuhan Tunontaka setiap bulan dengan laju inflasi bulanan
Nunukan.
Tahun 2014 B M Rasio B/M
Inflasi Bulanan
% Rasio B/M
% Inflasi Bulanan
1 2 3 4 5 6 7
Januari 153 65 2.35 1.23
Februari 178 84 2.12 0.15 -9.98% -87.80%
Maret 136 37 3.68 0.17 73.46% 13.33%
April 143 32 4.47 0.32 21.58% 88.24%
Mei 106 89 1.19 0.23 -73.35% -28.13%
Juni 188 63 2.98 0.37 150.55% 60.87%
Juli 164 90 1.82 0.93 -38.94% 151.35%
Agustus 94 107 0.88 0.29 -51.79% -68.82%
September 79 64 1.23 0.31 40.51% 6.90%
Oktober 172 62 2.77 0.16 124.74% -48.39%
November 197 79 2.49 1.18 -10.11% 637.50%
Desember 160 68 2.35 2.44 -5.64% 106.78%
46
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Gambar 5.3. Relasi Laju Perubahan Rasio B/M Pelabuhan Tunontaka Dan Laju Perubahan Inflasi Bulanan Nunukan
Dari grafik di atas terlihat bahwa setidaknya secara umum, laju inflasi
bulanan berjalan seiring dengan laju rasio B/M dalam besaran dan arah
relasi yang hampir sama. Dengan kata lain, dalam rentang 2014 itu, ketika
laju rasio B/M menurun dengan besaran tertentu, laju inflasi juga
berperilaku mirip walau tidak persis. Dalam rentang 2014, ada beberapa
titik di mana laju inflasi lebih besar dari pada laju rasio B/M. Sudah pasti,
beberapa faktor lain menjadikan variasi ini tidak sama. Namun demikian,
walaupun masih banyak variabel lain yang berperan menjelaskan laju
inflasi, setidaknya laju rasio B/M dapat dikatakan berkontribusi signifikan
dalam pembentukan inflasi.
Jadi, dari sekian opsi untuk mengurangi ketidakseimbangan, dalam
jangka pendek pemilik kapal hanya punya opsi memperluas basis kargo
daerah. Surplus dari satu rute pelayaran dengan mengangkut komoditas
tertentu dapat dikombinasikan dengan defisit dari rute pelayaran lain.
Sehingga rata-rata perdagangan dengan mitra dagang (pelanggan) di kab.
Nunukan menjadi lebih seimbang.
Sumber : Kesyahbandaran Pel. Tunontaka dan BPS Nunukan, 2015 (diolah)
47
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
5.1.4. Jarak
Lokasi rute pelayaran utama dan pasar luar negeri merupakan
tantangan utama khususnya untuk para pelaku perdagangan berbasis
produk dalam negeri di Kab. Nunukan. Nunukan jauh lebih dekat ke Tawau,
Malaysia, dan benefit dari melakukan perdagangan melalui rute
Nunukan-Tawau, dapat ditempuh dalam waktu relatif lebih singkat
menggunakan moda transportasi laut, sekitar 20-30 menit. Belum lagi, jika
berbicara tentang jarak dari pelabuhan rakyat di pulau Sebatik.
5.2. Komparasi Kondisi Infrastruktur Pelabuhan Laut
5.2.1. Kapasitas dan Kinerja Pelabuhan
Kinerja Pelabuhan Laut di kawasan Indonesia Timur masih rendah.
Secara umum tingkat penggunaan tambatan sandar (Berth Occupancy
Ratio/BOR) di Pelabuhan Laut Makassar dan Pare-pare masih kurang dari
standar. Produktivitas peralatan bongkar-muat peti kemas di pelabuhan
juga masih rendah. Dibandingkan dengan pelabuhan Makassar,
produktivitas peralatan untuk bongkar-muat peti kemas di Pelabuhan
Laut Pare-pare termasuk rendah. Dengan rata-rata sekitar 4 boks per jam,
menggunakan crane milik kapal, kecepatan bongkar-muat di Pelabuhan
Pare-pare jauh dari Pelabuhan Makassar yang mencapai 35 boks per jam,
terlebih jika dibandingkan dengan pelabuhan internasional seperti Tanjung
Priok yang memiliki rata-rata pergerakan peti kemas hingga 45-50 boks
per jam. Kecepatan bongkar-muat di kedua pelabuhan ini tidak lepas dari
fasilitas dan peralatan container crane yang memadai.
5.2.2. Skala ekonomi
Volume yang lebih rendah dari perdagangan secara empiris akan
menyebabkan biaya pengangkutan yang lebih tinggi. Kapal-kapal kecil
kurang efisien karena kesulitan memperoleh barangbakar. Di Nunukan,
antrian panjang di SPBU (daratan) saja merupakan hal lumrah dalam
pengamatan keseharian. Memang, untuk kebutuhan konsumsi BBM kapal
laut, PERTAMINA (persero) juga menyiadakan fasilitas SPBU terapung.
Namun, itupun hanya bisa didapat oleh kapal laut dengan sistem jatah
48
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
tertentu.
Selain itu, pelabuhan memiliki biaya operasi yang lebih tinggi per ton
kargo, dan investasi di bidang infrastruktur membutuhkan waktu lebih lama
untuk melunasi untuk volume yang lebih kecil dari bisnis. Dibandingkan
dengan pelabuhan yang dikelola PELINDO IV, target pendapatan dari
pelabuhan Tunontaka, Nunukan, memang jauh lebih rendah, yang hanya
40 Miliar rupiah per tahun dibandingkan dengan pelabuhan di Tarakan,
apalagi di Balikpapan yang mencapai 120 Miliar per tahun.
5.2.3. Karakteristik pelabuhan
Biaya pengiriman juga tergantung pada efisiensi dan efektiftas dari
jasa pelabuhan. Pelabuhan perlu dikeruk untuk mengakomodasi
kapal-kapal yang lebih besar lagi, dan memiliki sendiri crane kontainer dari
kapal-ke-pantai (darat) milik mereka sendiri, bukan crane milik kapal.
Dengan menggunakan crane kapal berkapasitas kecil, berimplikasi pada
waktu tunggu yang panjang (dwelling time) untuk kapal, sehingga secara
empiris menyebabkan biaya pengangkutan maritim yang lebih tinggi.
5.3. Komparasi Pola Bongkar Muat dan Biaya Pelabuhan
5.3.1. Volume dan Jenis Bahan
Beberapa jenis barang hanya dapat diangkut dengan
menggunakan kapal laut. Bahan-barang seperti kebutuhan pokok,
pakaian, dan sebagainya dapat diangkut dengan kapal laut varian
penumpang. Namun, terdapat beberapa barang yang hanya bisa
diangkut khusus menggunakan kapal laut varian cargo. Misalnya,
barang bangunan dan tiang listrik yang memiliki panjang melebihi
kapasitas kapal laut rakyat (pelra).
5.4. Analisis Supply Chain Management (SCM) Pemenuhan Barang
Pokok ke Nunukan Bauran dari tarikan sisi demand dan dorongan sisi supply menjadikan
produk asal Malaysia memiliki kualitas lebih baik, harga lebih murah dan
49
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
tersedia secara rutin2. Hal ini membuat produk sejenis asal dalam negeri
sulit bersaing dalam pemenuhan kebutuhan barangpokok di daerah
perbatasan. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa “kekalahan”
eksistensi produk Indonesia dari produk Malaysia dalam kasus di Nunukan
adalah buah dari kelemahan dalam manajemen rantai pasokan (SCM).
Kelemahan itu bersumber bukan hanya pada sisi hulu, yaitu sisi
manajemen transportasi barang via laut. Namun juga tergambar dari
kelemahan dalam manajemen logistik mencakup penyusunan kebijakan,
proses implementasi di lapangan terkait pemenuhan kebutuhan
barangpokok masyarakat di daerah perbatasan di sisi hilir.
Dalam perspektif ini, disparitas harga yang terjadi antar produk
sejenis dipahami sebagai produk sinergi dari sebuah sistem. Dalam era
konektivitas pada era global ini, harga sebuah produk akhir, tidak hanya
ditentukan oleh komponen biaya pada suatu perusahaan. Namun juga
dipengaruhi oleh banyak stakeholder lain yang berperan dalam
menyampaikan (delivery) produk tadi kepada konsumen akhir (end user).
Dengan kata lain, kompetisi yang terjadi dalam era konektivitas global
sesungguhnya bukan semata kompetisi antar perusahaan satu dengan
yang lainnya. Namun kompetisi antar SCM yang satu dengan SCM yang
lainnya. Tentu saja, SCM yang lebih efisien akan menjadi pemenang. Oleh
karenanya, reformasi dalam SCM produk terutama pada daerah
perbatasan dengan karakteristik geografis dan struktur pasar tertentu
mutlak merupakan sebuah keniscayaan.
Sepintas program gerai maritim diharapkan dapat menjadi alternaltif
solusi terhadap permasalahan diatas. Namun bila diteliti lebih jauh, banyak
persoalan yang akan menghambat program ini. Dari sisi praktis, deskripsi
pada Box 2 di bawah ini setidaknya bisa menjadi sebuah rangkaian cerita
kerumitan implementasi program Gerai Maritim. Dalam perspektif ini pula,
kita bisa merangkai hubungan program Gerai Maritim dengan fakta sumber
produksi dan jaraknya dengan daerah tujuan serta dengan
ketidakseimbangan perdagangan.
2 Hal ini diasumsikan tidak terjadi shock eksternal berupa volatilitas dalam kurs mata uang ringgit dan shock internal
berupa kebijakan pengetatan arus keluar masuk barangdi daerah perbatasan Tawao, Malaysia oleh pemerintah Malaysia
50
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Merujuk pada daftar tarif kargo kontainer dari PT. SPIL, kita dapat
membandingkan tarif per kargo TEU (twenty feet equivalent unit) dengan
rute Surabaya – Makassar hanya sebesar 3,8 juta rupiah. Sementara
dengan menggunakan jalur Surabaya – Tarakan mencapai 10,2 juta rupiah.
Jika barang sampai ke Nunukan menjadi 11,52 juta rupiah. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kelemahan SCM dari bauran faktor jarak, ketimpangan
muatan (ketidakseimbangan perdagangan), waktu pelayaran (termasuk
waktu di laut dan pelabuhan), telah membebani para pelaku usaha
(pedagang antar pulau yang membeli barang dari Jawa) di Nunukan
sekitar 8 juta rupiah per kontainer lebih mahal dibandingkan pedagang
antar pulau di Makassar.
Hal ini menjadi semakin rumit, ketika mempertimbangkan besaran
kapal, jumlah muatan (kontainer) dan biaya pelayaran kapal cargo.
Box 2 Kelemahan SCM barang kebutuhan pokok Indonesia Dari informasi depth-interview dengan salah satu pedagang gula di Nunukan yang telah
memiliki ijin sebagai PGAPT (Pedagang Gula Antar Pulau Terdaftar ), diperoleh gambaran
biaya rantai supply produk gula Indonesia yang berasal dari pabrik gula di Jawa dan
dibawa ke Nunukan via Tanjung Perak (Surabaya) – Nunukan. Harga gula ini kalah
bersaing dengan harga gula asal Malaysia. Belum lagi masalah kemasan yang bagus
dengan plastik tebal. Hal ini menjadikan produk gula pasir asal Malaysia lebih disukai oleh
warga Nunukan.
Tabel 5.2. Komponen Harga Pokok Gula Pasir per 24 ton/kontainer Rute dari
Surabaya - Nunukan pada Oktober 2014
Komponen Biaya
Harga Per Kg (Rp)
Total Harga (Rp)
Share (%)
Keterangan
Gula 8.800 211.200.000 90.25 Harga gula dalam karung @50 Kg
Kontainer 480 11.520.000 5 Biaya freight kapal kontainer
Pelabuhan 150 3.600.000 1.534 Biaya Bongkar muat di pelabuhan
Tak terduga 350 8.400.000 3.6 Biaya tak terduga
Total 9.780 234.720.000 Total Biaya
Sumber: Hasil Survey, 2015
51
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Informasi dari perusahaan pelayaran cargo yaitu PT. SPIL menyebutkan
bahwa walaupun mereka membawa muatan kontainer dari pelabuhan
Makassar, namun kapal tidak bisa langsung berlayar menuju Nunukan
(rute Makassar – Nunukan). Kapal cargo mereka tetap harus menempuh
rute Makassar – Surabaya – Nunukan. Hal ini disebabkan oleh minimnya
muatan (kontainer) yang dapat dibawa dari Makassar oleh kapal kargo
yang minimal berukuran 4000 GT.
Hal ini juga berimplikasi pada rute pelayaran pulang (backhaul).
Kapal kargo PT. SPIL akan lansung mengambil rute Nunukan – Surabaya
daripada mengambil rute Nunukan – Makassar – Surabaya. Walaupun PT.
SPIL secara rutin telah mendapat pasokan kargo rumput laut sekitar 2500
ton setara dengan 200 boks TEU dari Nunukan. Dalam perhitungan biaya,
kapal kargo tadi, baru akan bersedia singgah di pelabuhan Makassar jika
minimal ada sekitar 80-90 boks yang akan dibawa.
Gambaran diatas memperlihatkan bahwa pemerintah harus ikut
campur tangan dalam pemenuhan kebutuhan barangpokok di daerah
perbatasan. Ketika hal tersebut diserahkan kepada pihak swasta seperti
yang terjadi dalam kasus kapal kargo PT. SPIL maka biaya yang
ditanggung oleh pelaku usaha yang pada akhirnya juga ditanggung oleh
konsumen akan menjadi sangat mahal. Oleh karena itu Gerai Maritim
dalam implementasinya bisa menjadi alternatif solusi dalam menekan
disparitas harga kebutuhan barangpokok di daerah perbatasan.
Oleh karenanya, peranan liner shipment kapal PT. Pelni sangat
penting. Dengan memanfaatkan rute dan jadwal yang rutin (sebagai
konsekuensi PSO-Public Service Obligation), maka dengan memanfaatkan
kapal penumpangnya, PT. Pelni dapat menjalankan peran cargo shipping
komoditas tertentu ke pelabuhan Nunukan secara khusus dan berbagai
pelabuhan lainnya di seluruh kawasan indonesia timur secara umum.
52
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Tabel 5.3. Faktor-Faktor yang Menentukan Pilihan Moda Transportasi Laut
Deskripsi Kapal Penumpang
(PT. Pelni) Kapal Kayu
(Pelra) Kapal Khusus
Cargo
Biaya Rp 1.024 juta per metrik ton Rp 400.000 per metrik ton
Rp. 380.000 per metrik ton
Rute Makassar – Pare-Pare – Samarinda – Nunukan
Makassar/Pare-Pare – (Samarinda) – Nunukan
Makassar – Surabaya – Tarakan – Nunukan
Waktu pengiriman
2-3 hari 5-7 hari
.
8-9 hari
Jenis barang yang diangkut
Bahan-barangtahan lama (durable goods), bahan- barangtertentu yang dari sisi ukuran (besar-panjang)
Bahan-barang tidak tahan lama (non- durable goods)
Bahan-barang tahan lama (durable goods) dan ukuran tidak terbatas
Keamanan Relatif aman (terutama dalam peti kemas), tetapi berisiko rusak atau hilang jika diletakkan di atas kapal (bag cargo) terutama pada saat kegiatan bongkar muat.
Risiko barangrusak atau hilang kecil.
Aman (terutama dalam peti kemas)
53
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1. Kesimpulan
a. Terdapat tiga varian moda transportasi laut yang tersedia untuk
transportasi barang ke Nunukan, yaitu kapal penumpang (PT.
Pelni dan swasta), kapal kargo kontainer, dan kapal kayu
pelayaran rakyat (Pelra). Secara umum, pemilihan ketiga
varian moda transportasi laut ini didasarkan pada beberapa
pertimbangan, yaitu: (i) lokasi produsen; (ii) biaya; (iii)
karakteristik barang yang diangkut dan (iv) kinerja pelabuhan.
b. Kinerja Pelabuhan Laut di kawasan Indonesia Timur masih rendah.
Secara umum tingkat penggunaan tambatan sandar (Berth
Occupancy Ratio/BOR) di Pelabuhan Laut Makassar dan
Pare-pare masih kurang dari standar. Produktivitas peralatan
bongkar-muat peti kemas di pelabuhan juga masih rendah.
c. Kabupaten Nunukan belum memiliki muatan yang akan dibawa
pulang oleh kapal-kapal yang datang dari Surabaya maupun
Makassar. Kebanyakan moda transportasi laut ini baik kargo
maupun penumpang dihadapkan dengan ketidakseimbangan
perdagangan yang besar.
d. Kurangnya eksistensi produk Indonesia dibandingkan produk
produk Malaysia di Nunukan disebabkan kelemahan dalam Supply
Chain Management.
e. Sebagian besar barang yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat di Nunukan, khususnya barangkebutuhan
pokok berasal dari Makassar/Pare-Pare, sementara barang
sekunder dan tersier dipasok dari Surabaya. Faktor yang
menentukan asal barang adalah bauran antara lokasi produsen dan
ketersediaan moda transportasi.
f. Pemerintah harus ikut campur tangan dalam pemenuhan
kebutuhan barangpokok di daerah perbatasan karena jika
diserahkan kepada pihak swasta maka biaya yang ditanggung oleh
54
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
pelaku usaha yang pada akhirnya juga ditanggung oleh konsumen
akan menjadi sangat mahal. Oleh karena itu Gerai Maritim dalam
implementasinya bisa menjadi alternatif solusi dalam menekan
disparitas harga kebutuhan barangpokok di daerah perbatasan.
6.2. Rekomendasi
a. Memperbaiki kelemahan Supply Chain Management dalam
penyediaan kebutuhan barangpokok di daerah perbatasan.
Kementerian Perdagangan mendorong Pemerintah Daerah
Kabupaten Nunukan untuk melakukan pemantauan informasi dan
diseminasi harga, jumlah barang, dan asal barang secara berkala
dan mutakhir.
b. Membuat zonasi distribusi yang disesuaikan dengan asal dan jenis
barangkebutuhan pokok serta jarak tempuh pelayaran.
Pengapalan barang sebaiknya berasal dari sumber produksi
dengan jarak yang lebih dekat dengan Nunukan. Terkait dengan
hal itu juga karena sensifitas komoditi ini terhadap harga (inflasi)
maka seharusnya pengiriman mempertimbangkan ketepatan dan
kontinuitasnya. Liner shipment (kapal dengan rute tetap dan
terjadwal) yaitu kapal penumpang PT. Pelni dapat menjadi salah
satu alternatif solusi.
c. Menciptakan keseimbangan perdagangan antar pulau di Nunukan.
Solusi terbaiknya adalah dengan meningkatkan kinerja
perekonomian lokal melalui penciptaan iklim usaha yang baik,
meningkatkan kualitas infrastruktur dan pengelolaannya,
menghilangkan berbagai peraturan daerah yang menghambat
investasi dan pengembangan usaha seperi membantu dunia
usaha terutama usaha kecil dan menengah untuk mendapatkan
akses yang lebih baik pada modal dan pasar.
55
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
DAFTAR PUSTAKA
Banister, D. and J. Berechman (2000). Transport Investment and Economic Development, London: Routledge.
Berry, B.J.L. (1967). Geography of Market Centers and Retail Distribution, Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall.
Brooks, M. T. Pallis and S. Perkins (2014). Port investment and container shipping markets, International Transport Forum, Discussion Paper No. 2014-03.
Brueckner, K. (2003). Airline traffic and urban economic development, Urban Studies, Vol. 40, No. 8, pp. 1455-1469.
Button K. (2010). Transport Economics, 3rd Edition, Aldershot: Edward Elgar.
Button, K. and A. Reggiani (eds) (2011). Transportation and Economic Development Challenges, Cheltenham: Edward Elgar Publishing.
Hall, P. (1984). The World Cities. 3rd edition. New York: St. Martin's Press.
Harrington, J.W. and B. Warf (1995). Industrial Location: Principles, Practice & Policy, London: Routledge.
Henckel, T. and W. McKibbin (2010). The Economics of Infrastructure in a Globalized World: Issues, Lessons and Future Challenges, Washington: The Brookings Institution.
Helling, A. (1997). Transportation and Economic Development: A Review", Public Works Management & Policy, Vol. 2, No. 1, pp. 79-93.
Henderson, J.V., Z. Shalizi and A.J. Venables (2000). Geography and Development, Journal of Economic Geography, Vol. 1, pp. 81-106.
Hickman, R., Givoni, M., Bonilla, D. & Banister, D. (eds.) (2015) Handbook on Transport and Development, Cheltenham: Edward Elgar.
Hilling, D. (1969). The Evolution of Major Ports of West Africa, The Geographical Journal, Vol. 135, No. 3.
Hilling, D. (1996). Transport and developing countries. London: Routledge.
Lakshmanan, T.R. and L.R. Chatterjee (2005). Economic Consequences of Transport Improvements, Access, No. 26, pp. 28-33.
56
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Lakshmanan, T.R. (2011). The broader economic consequences of transport infrastructure investments, Journal of Transport Geography, Vol. 19, No. 1, pp. 1-12.
Limao N. and A.J. Venables (2001) Infrastructure, Geographical Disadvantage, Transport Costs, and Trade, The World Bank Economic Review, No 15, pp. 451-479.
Porter, M.E. (2000). Location, Competition and Economic Development: Local Clusters in a Global Economy, Economic Development Quarterly, Vol. 14, No. 1, pp. 15- 34.
Rodrigue, J P. (2014). The Geography of Transport System 3rd Ed. Dept. of Global Studies & Geography, Hofstra University.
United Nations Development Programme (2009). Human Development Report 2009, Overcoming barriers: Human mobility and development. New York: Palgrave Macmillan.
Vickerman, R. (2012). Recent Developments in the Economics of Transport, London: Edward Elgar Publishing.
Vogel, H.L. (2012). Travel Industry Economics: A Guide for Financial Analysis, New York: Cambridge University Press.
58
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Daftar Istilah dan Singkatan
ADPEL Administrator Pelabuhan
Bag Cargo Istilah untuk bahan-barangbukan kemasan, contohnya
adalah semen atau beras
BBM BarangBakar Minyak
BOR Berth Occupancy Ratio (tingkat penggunaan tambatan
sandar)
BMKG Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
BPS Badan Pusat Statistik
Box Istilah lain untuk peti kemas
CPI Consumer Price Index (Indeks Harga Konsumen/IHK)
Dishub Kab/Kota Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota
Ditjen Hubla Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
DWT Dead Weight Ton, merupakan ukuran yang
menyatakan berapa berat muatan yang bisa dibawa
oleh sebuah kapal (ukuran aman muatan dalam
sebuah kapal)
General Cargo Bahan-barangUmum (non-peti kemas)
GT Gross Ton, merupakan angka indeks non-satuan yang
mengukur volume keseluruhan kapal
Gantry Crane Crane yang digunakan sebagai alat penanganan peti
kemas di pelabuhan
Lintasan Komersial Lintasan penyeberangan yang dioperasikan/dikelola
oleh BUMN/swasta, misalnya PT ASDP
Lintasan Perintis Lintasan penyeberangan yang masih dioperasikan/
dikelola oleh pemerintah dan memperoleh subsidi
penuh
LPI Logistic Performance Index, merupakan angka rerata
tertimbang dari penilaian terhadap enam dimensi
logistik dari suatu negara. Angka ini dihitung oleh
Bank Dunia dan menghasilkan skala 1-5 yang
menunjukkan komparasi kinerja antarnegara
59
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
MB Movable Bridge, jembatan bergerak yang
menghubungkan dermaga penyeberangan dengan
kapal feri
Movable Crane Jenis crane yang dapat dipindahkan untuk
menyusun peti kemas di container yard (CY ) karena
memiliki roda karet. Nama lainnya adalah Rubber Tyre
Gantry Crane
One-on-One Trading Hubungan perdagangan langsung satu 'lawan' satu
PBM Perusahaan Bongkar Muat
PDB PDRB Produk Domestik Bruto Produk Domestik Regional
Bruto
Pelra Pelayaran Rakyat
Pemda Pemerintah Daerah
PT PELINDO Perseoran Terbatas Pelabuhan Indonesia
Pungli Pungutan Liar/Pungutan Tidak Resmi
SCM Supply Chain Management, Managemen Rantai
Pasokan
TEUs Twenty-Foot Equivalent Unit, merupakan ukuran yang
mengacu pada kapasitas peti kemas/container
TKBM Tenaga Kerja Bongkar Muat
TRT Turn-Round Time, rata-rata waktu yang diperlukan
oleh kapal dari mulai kedatangan di pelabuhan hingga
berangkat kembali, termasuk di dalamnya waktu
menunggu (waiting time and idle time)
60
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
KUESIONER
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Analisis Pemenuhan Kebutuhan BarangPokok di Daerah Perbatasan Responden yang terhormat,
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015–2019, menempatkan transportasi laut sebagai tulang punggung sistem logistik nasional melalui pengembangan 24 pelabuhan strategis. Hal ini diaplikasikan untuk mendukung tol laut yang diinterintegrasikan dengan moda kereta api dan jalan raya. Hal ini dipandang strategis dalam rangka mendukung kebijakan pemenuhan dan stabilisasi harga barangkebutuhan pokok. Untuk itu, Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementrian Perdagangan Republik Indonesia telah dan sedang melalukan beberapa langkah strategis. Salah satunya adalah bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait seperti Kementerian Perhubungan, Pemerintah Daerah, APRINDO dan PT. Pelni dalam mendorong implementasi konsep “Gerai Maritim”. Program Gerai Maritim di atas sudah dilaksanakan pada beberapa rute, yaitu Tanjung Priok-Serui. Namun tidak menutup kemungkinan program ini dapat diadopsi untuk distribusi barangkebutuhan pokok ke daerah perbatasan secara lebih efisien. Guna perumusan faktor-faktor penghambat dan tantangan pelaksanaan penerapan dan pencapaian konsep Gerai Maritim ini, maka bersama ini kami memohon bantuan saudara sebagai perwakilan dari pemangku kepentingan terkait hal ini untuk dapat berpartisipasi menjawab kuesioner di bawah ini. Petunjuk : Berilah tanda silang ( X ) pada jawaban yang anda anggap paling mewakili diri anda, di kolom yang telah disediakan. Disini tidak ada jawaban SALAH
61
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
atau BENAR. Pertanyaan ini dibuat hanya untuk mendeskripsikan kenyataan lapangan terkini dan mengeksplorasi harapan dari para pelaku ekonomi daerah terkait terkait dengan beberapa aspek pendukung pencapaian implementasi konsep Gerai Maritim ini. Kuisioner Pedagang
Seksi 1 : Profil Umum Pedagang
1.1 Sejak kapan menekuni usaha ?..........(sebutkan berapa tahun) ........(sebutkan nama tahunnya)
1.2 Aktivitas perdagangan yang ditekuni [boleh menjawab lebih dari satu]
1. Membeli dari pedagang, menjual ke konsumen (=retailing) 2. Membeli dari pedagang, menjual ke pedagang lokal (=wholesaling)
3. Membeli dari pedagang, menjual ke pedagang antar pulau Sebutkan nama kota/pulau.............
4. Membeli dari petani, menjual ke padagang (=collecting)
5. Lainnya (sebutkan: )
1.3 Barangyang diperdagangkan [boleh menjawab lebih dari satu)
1. Minyak Goreng
2. Terigu
3. Gula Pasir
1.4 Sebutkan jumlah pelanggan yang membeli dagangan anda selama 1 minggu terakhir [hanya boleh menjawab salah satu]
1. Kurang dari 10 2. Antara 10 dan 50
3. Lebih dari 50
1.5 Dari mana sumber utama barangdagang [boleh menjawab lebih dari satu]
1. Produsen lokal
2. Produsen luar
3. Pedagang Lokal (dalam pulau)
4. Pedagang Luar (luar pulau dalam negeri)... Sebutkan nama kota/pelabuhan
5. Pedagang Luar Negeri
6. Lainnya (sebutkan: )
2. Hambatan Perdagangan dan Kapasitas respon
2.1 Bisa meningkatkan jumlah barangyang diperdagangkan dari saat ini ? 1. Bisa 2. Tidak (jika bisa lansung ke pertanyaan 2.3)
2.2 Jika tidak, sebutkan 3 hambatan utama untuk meningkatkan jumlah barangyang diperdagangkan [hanya boleh menjawab 3 saja]
1. Keterbatasan Modal sendiri 2. Kesulitan memperoleh pinjaman perbankan
3. Rendahnya kualitas bahan
4. Supply yang tidak reguler (tidak menentu)
5. Keterbatasan sarana pengangkutan
6. Buruknya prasarana transport/mahalnya ongkos
7. Kurangnya jaminan keamanan
62
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
8. Keterbatasan gudang
9. Rendahnya demand
10. Lainnya (sebutkan )
2.3 Misalkan demand dari barangyang anda perdagangkan meningkat 10-25 %, dapatkah anda memenuhinya dan dalam jangka berapa lama ?
Lokal Antar Pulau
1. Tidak 1. Tidak
2. Ya, dalam jangka 1 minggu
2. Ya, dalam jangka 1 minggu
3. Ya, dalam jangka 1 bulan
3. Ya, dalam jangka 1 bulan
4. Lainnya (sebutkan: )
4. Lainnya (sebutkan: )
2.4 Berapa kemampuan memenuhi kebutuhan pasar (dalam rasio) ?
2.5 Bagaimana sistim penjualan barangdagangan secara umum (boleh dijawab lebih dari satu)
1. Cash and carry (tunai)
2. Kredit
3. Konsinyasi
4. Pre-paid (Delievery Order)
5. Lainnya (sebutkan)
Seksi 3. Harga dan Ongkos Transaksi/distribusi
Unit Harga (dalam kilogram)
3.1.
Berapa harga beli bahan (Gula pasir/Minyak goreng/terigu)
3.2 Berapa harga jual bahan (Gula pasir/Minyak goreng/terigu)
3.3 Sebutkan berapa jumlah ongkos transaksi
1. Muat
2. Bongkar
3. Transport Darat (ke dan dari pelabuhan)
4. Gudang
5. Transport Laut
6. Pungutan
7. Lainnya (sebutkan )
Pertanyaan Terbuka 1. Bagaimana Aprindo/pedagang antar pulau melihat prospek perdagangan ritel di
daerah perbatasan (Nunukan)? 2. Apa saja yang akan menjadi pertimbangan Aprindo/Hypermart/pedagang antar
pulau jika melakukan distribusi ke daerah perbatasan (Nunukan) ? (menjelaskan konsep gerai maritim dan menggali respon terhadap hal itu)
63
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Kuisioner Pengangkutan Kapal (Ship Skipper and Crew)
Seksi 1 : Profil Umum Kapal
1.1 Nama Kapal :
1.2 Ukuran kapal (dalam GRT) : GRT (Gross Registered Tons)
1.3 Daya Muat
(dalam sekali pelayaran)
a. Orang (penumpang, termasuk crew)
b. Bahan/Kargo (dalam tons/TEU)
c. Mobil/motor (dalam unit)
d. Total (dalam DwT atau TEU)
1.4 Tenaga Penggerak Utama [boleh menjawab lebih dari satu]
1. Layar 2. Mesin
3. Layar dan Mesin
1.5 Kecepatan (dalam Knot atau Km/h atau mph)
a. Rata-rata.............. b. Maksimum........
Seksi 2. Jalur Utama Pelayaran
2.1 Sebutkan rute utama pelayaran Dari Ke Via
2.2 Lama Pelayaran (dalam jam/hari) Min Max
2.3 Biaya Total (dalam rupiah) (mencakup semua biaya rata-rata dari pelabuhan asal ke pelabuhan tujuan sesuai rute utama)
1. Barangbakar
2. Makanan
3. Gaji
4. Biaya di pelabuhan
5. Lainnya (sebutkan)
2.4 Rasio Pemilik muatan barang (% cargo tercatat atas nama siapa secara rasio dalam sekali pelayaran sesuai rute utama)
1. Kurir
2. Pedagang Perorangan
3. Perusahaan
4. Lainnya (sebutkan)
2.5 Rata-rata muatan kargo/trip (dalam ton)
Seksi 3. Rerata Watu dan Biaya Antara (Hanya digunakan jika kapal singgah dipelabuhan antara)
3.1 Waktu yang digunakan tiap singgah di pelabuhan antara (dalam jam/hari)
3.2 Biaya Total (dalam rupiah) )semua harus di isikan)
1. Barangbakar
2. Makanan
3. Gaji
4. Biaya di pelabuhan
5. Lainnya (sebutkan)
3.3 Jumlah kargo yang diturunkan dan dinaikkan (rerata setiap kali singgah di pelabuhan antara)
1. Turun 2. Naik
Seksi 4. Kargo
4.1 Kapasitas Kargo (dalam MT atau 2,83 m3)
4.2 Siapa yang memuat kargo 1. Buruh pelabuhan
64
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
2. Crew kapal
3. Buruh pelabuhan dan Crew kapal
4. Lainnya (sebutkan)
4.3 Apakah penggunaan tenaga buruh pelabuhan dipaksakan oleh pelabuhan ?
4.3 Biaya Muat Kargo (Per Kg/ton)
4.4 Siapa Yang Membayar Biaya Muat 1. Pemilik Bahan
2. Pemilik Kapal
3. Lainnya (sebutkan)
4.5 Harga dikenakan untuk kargo (dalam rupiah/ton)
4.6 Sistem Pembayaran (biasa digunakan)
1. Carteran (tanpa membedakan jumlah)
2. Per item (berdasarkan jumlah)
3. Carter dan per item
4.7 Tanggungan Biaya Kargo (skema yag secara umum digunakan, boleh pilih lebih dari satu)
1. FOB (Free On Board)
2. CIF (Cost Insurrance Fregiht)
3. Lainnya (sebutkan)
4.8 Tipe komoditas umum Kargo 1. Barangbakar
2. Makanan Segar (sayuran dan hasil bumi lainnya)
3. BarangBangunan
4. BarangMakanan Pokok
5. Lainnya (sebutkan)
Seksi 5. Perubahan Iklim dan Kapasitas Respon
5.1 Waktu yang aman bagi pelayaran 1. Setiap bulan
(mencakup dalam 1 tahun) 2.
3. Lainnya (sebutkan)
5.2 Dampak perubahan iklim untuk pelayaran
1. Kapal tidak bisa bersandar
2. Biaya menjadi mahal
Pertanyaan Terbuka 1. Apa permasalahan yang dihadapi dalam distribusi ke daerah
perbatasan? 2. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi dampak perubahan iklim bagi
pelabuhan
65
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Kuisioner Pengelola Pelabuhan
Pertanyaan Terbuka 1. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi dampak perubahan iklim bagi pelabuhan
Seksi 1 : Profil Umum Pelabuhan
1.1 Sudah berapa lama pelabuhan ini beroperasi ?..........(sebutkan berapa tahun) ........(sebutkan nama tahunnya)
1.2 Luas pelabuhan (dalam ha/Km3)
1.3 Status Pelabuhan sebagai pelabuhan
1. Internasional
2. Domestik
3. Internasional dan domestik
1.4 Berapa jumlah kapal tercatat di
pelabuhan ini ?
1.5 Berapa jumlah kapal sandar dalam 3 tahun terakhir
1.6 Berapa banyak kargo dimuat dalam 3 tahun terakhir
1.7 Komoditas apa saja yang dimuat
(jenis dan rasio)
1. Barangbakar
2. Makanan Segar (sayuran dan hasil bumi lainnya)
3. BarangBangunan
4. BarangMakanan Pokok
5. Lainnya (sebutkan)
Seksi 2. Biaya Pelabuhan
2.1 Berapa biaya dikenakan untuk kapal
2.2 Apakah kegiatan bongkar muat harus menggunakan jasa buruh pelabuhan (stevedores) ?
2.3 Berapa biaya buruh pelabuhan ?
2.4 Fasilitas yang dimiliki pelabuhan untuk layanan kapal sandar dan jumlahnya [boleh menjawab lebih dari satu]
1. Dermaga sandar
2. Cold storage
3. Gudang
Lainnya (sebutkan: )
Seksi 3. Perubahan Iklim dan Kapasitas Respon
3.1 Waktu yang aman bagi pelayaran 1. Setiap bulan
(mencakup dalam 1 tahun) 2.
3. Lainnya (sebutkan)
3.2 Dampak perubahan iklim untuk pelayaran
1. Kapal tidak bisa bersandar
2. Biaya menjadi mahal
66
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
MEMO KEBIJAKAN Upaya Pemenuhan Kebutuhan Bahan Pokok di Daerah Perbatasan
I. Isu Kebijakan
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan menyatakan bahwa pemerintah memiliki kewenangan untuk mengendalikan ketersediaan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting dengan jumlah memadai, mutu yang baik, dan harga yang terjangkau. Kementerian Perdagangan bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait yaitu Kementerian Perhubungan, Pemerintah Daerah, dan PT Pelni mendorong Gerai Maritim sebagai salah satu langkah strategis dalam pemenuhan dan stabilisasi harga barang kebutuhan pokok di daerah wilayah timur dan wilayah terluar/perbatasan Indonesia.
2. Sejalan dengan kebijakan tersebut di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015 – 2019, transportasi laut ditempatkan sebagai tulang punggung sistem logistik nasional.
3. Hasil kajian yang dilakukan oleh Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri pada tahun 2014 merekomendasikan perluna meningkatkan peran Kementerian Perdagangan dalam pemenuhan ketersediaan barang kebutuhan pokok masyarakat di daerah perbatasan mengingat mayoritas barang kebutuhan pokok yang dipasok dari Malaysia ke perbatasan di Kalimantan sebesar 53%.
II. Pemenuhan Bahan Pokok di Daerah Perbatasan Melalui Program
Gerai Maritim 4. Terdapat tiga varian moda transportasi laut yang tersedia untuk
transportasi barang ke Nunukan, yaitu kapal penumpang (PT. Pelni dan swasta), kapal kargo kontainer, dan kapal kayu (Pelayaran Rakyat-Pelra). Secara umum, pemilihan ketiga varian moda transportasi laut ini didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: lokasi produsen, biaya, karakteristik barang yang diangkut dan kinerja pelabuhan.
5. Ketergantungan Nunukan terhadap wilayah lain terutama Sulawesi Selatan (Makassar dan Pare-pare) dan Jawa Timur (Surabaya) sangat besar karena sebagian besar barang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Nunukan, khususnya bahan kebutuhan pokok berasal dari Makassar/Pare-Pare, sementara barang sekunder dan tersier dipasok dari Surabaya.
6. Ketidakseimbangan perdagangan antara Nunukan dengan wilayah lain disebabkan rasio antara jumlah peti kemas yang dibongkar lebih kecil dibandingkan dengan yang dimuat sehingga menyebabkan peningkatan biaya transportasi untuk setiap satuan berat atau volume disebabkan karena muatan pada rute balik tidak mencapai skala ekonominya.
67
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
7. Berdasarkan daftar tarif kargo kontainer milik swasta, dapat dibandingkan tarif per kargo TEU (twenty feet equivalent unit) dengan rute Surabaya – Makassar sebesar 3,8 juta rupiah. Sementara dengan menggunakan jalur Surabaya – Nunukan mencapai 11,52 juta rupiah. Hal ini menjadi semakin rumit, ketika mempertimbangkan besaran kapal, jumlah muatan kontainer dan biaya pelayaran. Muatan kontainer dari pelabuhan Makassar tidak bisa langsung menuju Nunukan (rute Makassar – Nunukan) namun tetap harus menempuh rute Makassar – Surabaya – Nunukan. Hal ini disebabkan oleh minimnya muatan yang dapat dibawa dari Makassar oleh kapal kargo yang minimal berukuran 4000 GT. Selanjutnya berimplikasi pada rute pelayaran pulang (backhaul), kapal kargo akan mengambil rute Nunukan – Surabaya daripada mengambil rute Nunukan – Makassar – Surabaya.
8. Pemerintah harus ikut campur tangan dalam pemenuhan kebutuhan bahan pokok di daerah perbatasan karena jika diserahkan kepada pihak swasta maka biaya yang ditanggung oleh pelaku usaha yang pada akhirnya harga di tingkat konsumen akan menjadi mahal. Oleh karena itu implementasi Gerai Maritim dapat menjadi alternatif solusi dalam pemenuhan barang kebutuhan pokok sekaligus menekan disparitas harga di daerah perbatasan.
9. Peranan liner shipment kapal PT. Pelni sangat penting. Dengan memanfaatkan rute dan jadwal kapal penumpang yang rutin (sebagai konsekuensi PSO-Public Service Obligation) maka PT. Pelni dapat menjalankan peran cargo shipping barang kebutuhan pokok ke daerah perbatasan seperti Nunukan secara khusus dan daerah wilayah timur dan wilayah terluar/perbatasan Indonesia pada umumnya.
III. Rekomendasi Kebijakan 10. Implementasi Gerai Maritim dengan menggunakan kapal PT.
Pelni dapat menjadi alternaltif solusi terhadap pemenuhan barang kebutuhan pokok di perbatasan. Namun bila diteliti lebih jauh, banyak persoalan yang dapat menghambat program ini. Oleh karena itu diperlukan langkah untuk mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan bahan pokok di daerah perbatasan yaitu: a. Memperbaiki kelemahan Supply Chain Management dalam
penyediaan kebutuhan bahan pokok di daerah perbatasan. Kementerian Perdagangan mendorong Pemerintah Daerah di Perbatasan untuk melakukan pemantauan informasi dan diseminasi harga, jumlah, dan asal barang kebutuhan pokok secara berkala dan mutakhir.
b. Membuat zonasi distribusi yang disesuaikan dengan asal dan jenis barang kebutuhan pokok serta jarak tempuh pelayaran. Pengapalan barang sebaiknya berasal dari sumber produksi dengan jarak yang lebih dekat dengan Nunukan. Terkait
68
Puska PDN, BP2KP, Kementerian Perdagangan
dengan hal itu juga karena sensifitas komoditi ini terhadap harga (inflasi) maka seharusnya pengiriman mempertimbangkan ketepatan dan kontinuitasnya.
c. Menciptakan keseimbangan perdagangan di Nunukan. Solusi terbaiknya adalah dengan meningkatkan kinerja perekonomian lokal melalui penciptaan iklim usaha yang baik, meningkatkan kualitas infrastruktur dan pengelolaannya, menghilangkan berbagai peraturan daerah yang menghambat investasi dan pengembangan usaha seperti membantu dunia usaha terutama usaha kecil dan menengah untuk mendapatkan akses yang lebih baik pada modal dan pasar.