laporan akhir analisis kebijakan analisi kebijakan impor ... filealternatif kebijakan impor beras...

27
LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN ANALISI KEBIJAKAN IMPOR BERAS: MEMAHAMI KASUS IMPOR BERAS VIETNAM Oleh: Erwidodo Reni Kustiari Saktyanu Kristiyantoadi D PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014

Upload: duongngoc

Post on 17-Jul-2019

245 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN

ANALISI KEBIJAKAN IMPOR BERAS: MEMAHAMI KASUS

IMPOR BERAS VIETNAM

Oleh:

Erwidodo Reni Kustiari

Saktyanu Kristiyantoadi D

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

2014

1

I. PENDAHULUAN

Sebagai makanan pokok, beras menjadi komoditas politik yang keberadaan

dan perkembangan harganya selalu menjadi perhatian masyarakat. Karena alasan ini,

Pemerintah menerapkan kebijakan stabilisasi harga beras untuk menjamin harga

‘remunerative’ yakni harga beras/gabah yang menguntungkan petani padi dan

terjangkau konsumen secara luas, khususnya kelompok miskin. Untuk mencapai

tujuan ini, pemerintah menerapkan seperangkat kebijakan antara lain kebijakan stok

penyangga (public stock holding), Harga Pembelian Pemerintah (HPP), Harga Jual

Pemerintah (HJP), beras untuk orang miskin (RASKIN), dan kebijakan pengendalian

impor.

Kebijakan pengendalian impor beras dilakukan dengan menerapkan tarif

impor, lisensi importir dan pengaturan waktu impor. Menurut pelakunya, impor beras

dibedakan menjadi (i) impor beras medium yang hanya boleh dilakukan oleh Perum

Bulog, dan (ii) impor beras khusus yang dilakukan oleh Importir Terdaftar (IT)

setelah memperoleh Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan

(Kemendag) sesuai rekomendasi Kementerian Pertanian (Kementan). Kebutuhan

(volume) impor beras khusus dibahas dalam rapat Pokja Perberasan yang

dikoordinasi oleh Kementan dan beranggotakan perwakilan dari kementerian terkait

dan perwakilan petani serta penggilingan padi.

Pada tahun 2013, kuota impor beras khusus sebesar 492.380 ton. Namun

angka realisasi impor lebih besar dibandingkan kuotanya. Hal inilah yang diduga

menjadi pemicu kisruh impor beras eks Vietnam, karena dugaan adanya impor ‘illegal’

dari Vietnam yang dilakukan oleh beberapa IT dan mengalir ke Pasar Induk Beras

Cipinang (PIBC) yang merugikan IT/distributor lainnya. Sebagaimana ramai

diberitakan, pada pertengahan Januari 2014 mencuat kasus dugaan impor beras

illegal dari Vietnam yang dilaporkan mengalir ke PIBC. Silang pendapat antara

pemerintah sempat terjadi sampai akhirnya kasus dinyatakan selesai setelah hasil

2

investigasi memperlihatkan semua impor beras eks Vietnam dinyatakan ‘legal’ sesuai

rekomendasi Kementerian Pertanian.

Analisis kebijakan ini bertujuan untuk memahami kasus ini dan merumuskan

alternatif kebijakan impor beras untuk mengurangi peluang terjadinya impor illegal?

Beberapa pertanyaan yang dicoba untuk dijawab, antara lain: (i) mengapa kasus ini

mengemuka dan mengapa hanya Vietnam yang diungkap?; (ii) berapa besar volume

impor beras eks Vietnam dan jenis beras khusus apa saja yang diimpor?, (iii) berapa

banyak IT yang mengimpor beras dari Vietnam?, (iv) seberapa besar keuntungan

mengimpor beras khsusus berapa besar insentif untuk melakukan impor illegal?, (v)

siapa yang paling diuntungkan dengan kebijakan impor beras khusus?, (vi) siapa

yang paling dirugikan, apakah petani dirugikan?, (vii) bagaimana seharusnya posisi

pemerintah (Kementan dan Kemendag) dalam menyikapi kasus dugaan impor illegal

tersebut?, (viii) alternatif kebijakan pengendalian impor seperti apa yang perlu

diambil pemerintah untuk menekan penyimpangan dan mengurangi impor beras

illegal?

II. SEKILAS KEBIJAKAN IMPOR BERAS

Secara garis besar kebijakan pengendalian impor beras dilakukan pemerintah

dengan menerapkan tarif bea masuk, lisensi importir dan pengaturan waktu impor.

Sampai saat ini, pemerintah menerapkan tarif impor sebesar Rp. 450 per kg, yang

berlaku untuk semua jenis beras impor. Dalam pelaksanaannya, kebijakan impor

beras dibedakan menjadi: (i) kebijakan impor beras kualitas medium, dan (ii)

kebijakan impor beras khusus dan/atau beras kualitas premium.

Impor beras kualitas medium hanya boleh dilakukan oleh Perum Bulog, setelah

memperoleh Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kemendag atas dasar rekomendasi

yang diputuskan di dalam Rapat Koordinasi Terbatas di Kantor Menko Perekonomian.

Besarnya volume (kuota) dan waktu pelaksanaan impor dibahas dalam Rakortas

tersebut. Impor beras medium oleh Bulog dapat dilakukan berdasarkan Government

to Government (G to G) dan/atau lelang terbuka dengan eksportir (suppliers) negara

3

asal. Dalam sistem lelang terbuka, pemenangnya adalah eksportir (suppliers) yang

memberikan penawaran harga terendah. Pada tahun 2011, pemerintah RI melakukan

MoU dengan pemerintah Vietnam.

Impor beras khusus dan/atau kualitas premium boleh dilakukan oleh IT yang

memperoleh rekomendasi impor, yakni setelah memperoleh Surat Persetujuan Impor

(SPI) dari Kementerian Perdagangan sesuai rekomendasi Kementerian Pertanian.

Kebutuhan (kuota) impor beras khusus dibahas dalam rapat Pokja Perberasan yang

dikoordinasi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran hasil Pertanian (P2HP) Kementan,

beranggotakan perwakilan dari Kemendag, Kemenkeu (Ditjen Beacukai), Kemenperin,

Kemensos, BPS, Perum Bulog, Asosiasi PERPADI (Persatuan Penggilingan Padi dan

Pengusaha Beras Indonesia) dan Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA). POKJA

Beras tersebut diatur melalui Keputusan Menteri Pertanian/Ketua Dewan Ketahanan

Pangan No.1542/Kpts/OT.140/4/2009.

Setelah kebutuhan impor nasional ditentukan melalui rapat POKJA Beras,

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementerian

Pertanian akan menerbitkan rekomendasi. Pada 2013 Pokja Beras, menetapkan

alokasi importasi beras sebagai berikut: (1) Beras hibah: tanpa pembatasan; (2)

Beras pecah 100 persen: 220 ribu ton; (3) Beras ketan pecah 100 persen: 100 ribu

ton; (4). Benih padi: tanpa pembatasan; (5) Beras basmati: 2 ribu ton; (6) Beras

ketan utuh: 120 ribu ton; (7) Beras kukus/parboiled (diabetes): 380 ton; (8) Beras

japonica: 15 ribu ton; (9) Beras Thai hom mali: 35 ribu ton (P2HP, 2013).

Pada tahun 2013 volume (kuota) impor beras khusus sebesar 492.380 ton.

Alokasi kuota masing-masing IT berbeda untuk setiap jenis beras khusus,

sebagaimana disajikan pada Lampiran 1-4. Alokasi volume impor masing-masing IT

yang tertuang dalam SPI tergantung pada volume yang direkomendasikan oleh

Kementerian Pertanian, sesuai dengan prinsip first come first serve. Maksimum

pengajuan impor oleh IT untuk beras Thai Hom Mali, Japonica, Basmati dan Kukus

masing-masing adalah 400 Ton, 200 ton, 60 ton dan 50 ton. Selain itu alokasi volume

impor masing-masing IT tergantung pada realisasi impor yang dilakukan IT pada

tahun sebelumnya. Sejumlah pengusaha (importir) berupaya menambah jumlah

4

(anak) perusahaan agar mendapat ijin volume impor yang lebih banyak. Dengan

semakin banyaknya jumlah IT, alokasi impor beras khusus per IT semakin berkurang,

misalnya dari 1.000 ton pada 2010 menjadi 500 ton pada 2011 dan 400 ton pada

2012 untuk beras Thai Hom Mali. Jika pada tahun sebelumnya suatu perusahaan

dapat merealisasi impornya (100%) maka pada tahun berikutnya dapat mengajukan

rekomendasi impor dengan jumlah yang maksimum.

Salah satu persoalan dan sering memicu perdebatan adalah penentuan

kebutuhan volume impor beras khusus dan alokasinya kepada importir terdaftar.

Inilah salah satu kelemahan instrumen ‘kuota’ mengingat ketersediaan (kekurangan)

data dan informasi untuk melakukan estimasi produksi, stok, dan kebutuhan

konsumsi secara akurat. Angka dugaan produksi biasanya cenderung ‘over estimate’

sedangkan estimasi konsumsi cenderung ‘under estimate’ dan hasilnya angka

kebutuhan impor akan ‘under estimate’. Data impor beras memperlihatkan realisasi

impor beras khusus umumnya lebih besar dibandingkan dengan kuota impor yang

direkomendasikan pokja perberasan.

Disamping itu, karena masing-masing jenis tidak selalu dibedakan dengan

kode HS tertentu, maka kontrol terhadap realisasi impor masing-masing jenis sulit

dilakukan. Misalnya beras wangi dengan kode HS 1006.30.99.00 mencakup beras

varietas basmati, Japonica dan beras wangi (fragrant rice) lainnya. Sangat sulit bagi

petugas Beacukai untuk membedakan beras impor berdasarkan varietas tersebut,

sehingga sangat terbuka kemungkinan IT mengimpor varietas beras diluar

rekomendasi Pokja perberasan. Situasi ini diperkirakan sering terjadi dan baru

terungkap awal Januari 2014 untuk beras impor eks Vietnam.

Kisruh beras impor Vietnam berawal dari pengaduan pedagang di Pasar Induk

Beras Cipinang pada waktu Wakil Menteri Perdagangan menggelar inspeksi

mendadak pada pertengahan Januari 2014 bahwa diduga telah masuk beras Vietnam

kualitas medium (ilegal), karena dijual dengan harga jauh di bawah harga beras

premium lokal. Pengaduan juga menyebutkan bahwa beras impor eks Vietnam yang

seharusnya termasuk kategori beras wangi (fragrant) ternyata tidak wangi. Beras asal

Vietnam ini dipasarkan dengan merk dagang Apel, AAA dan Nozomi.

5

Yang menarik untuk dicermati adalah mengapa kasus impor beras illegal ini

hanya tertuju kepada beras impor Vietnam? Tidak lama berselang, beras Vietnam

yang diduga illegal kembali ditemukan di Pelabuhan Tanjung Priok sebanyak 800 Ton

pada saat kunjungan Menteri Keuangan tanggal 7 Februari 2014. Kasus ini telah

memicu perdebatan terbuka dan saling menyalahkan antara Kementan dan

Kemendag. Hasil investigasi dan uji laboratorium memperlihatkan bahwa beras impor

asal Vietnam merupakan beras khusus kualitas premium, sesuai rekomendasi Ditjen

P2HP, Kementan. Atas dasar temuan ini dan setelah melalui rapat koordinasi di

kantor Menko Perekonomian, pemerintah menyatakan bahwa kasus seputar impor

beras dari Vietnam ditutup. Namun, belum lama kasus ini berselang, terungkap kasus

lain terkait impor beras Vietnam dimana beras Vietnam ditengarai mengandung

bahan kimia ‘chlorine’ sebagai bahan pemutih yang berbahaya bagi kesehatan

manusia.

III. KLASIFIKASI BERAS IMPOR DAN KODE HARMONIZED SYSTEM (HS)

Menurut Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2012, komoditas beras

masuk dalam kode HS (4 digit) 1006, dimana jenis dan turunannya diklasifikasi dalam

kode HS 8-10 digit. Cakupan komoditas beras impor menurut kode HS 10 digit tersaji

pada Tabel 1. Dalam sistematika seperti ini terbuka peluang bagi suatu perusahaan

IT melakukan kecurangan dengan mengimpor beras khusus tetapi berkategori pecah

seperti beras medium. IT juga dapat mengimpor beras varietas tertentu, misalnya

yang masuk kode HS 1006.30.99.00, tetapi tidak termasuk yang direkomendasikan

oleh Pokja Perberasan. Peran surveyor independent sangat penting dalam

mengecek/menginspeksi jenis dan kualitas beras khusus (khususnya pre-shipment)

untuk memperkecil peluang terjadinya penyimpangan.

6

Tabel 1. Cakupan Kode HS Beras menurut BTKI 2012

Kode HS Uraian

1006.10.10.00

1006.10.90.00

1006.20.10.00

1006.20.90.00

1006.30.30.00

1006.30.40.00

1006.30.91.00

1006.30.99.00

1006.40.10.00

1006.40.90.00

Beras berkulit (padi atau gabah) yang cocok untuk disemai

Beras berkulit (padi atau gabah) dari kategori lainnya

Gabah dikuliti dari Beras Thai Hom Mali

Gabah dikuliti dari kategori beras lainnya

Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan

maupun tidak, yang merupakan beras ketan (pulut)

Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan

maupun tidak, yang merupakan beras wangi dari Beras Thai Hom

Mali

Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan

maupun tidak, yang merupakan beras setengah matang

Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan

maupun tidak, yang merupakan beras wangi dari kategori beras

lain-lain (termasuk Basmati atau Japonica)

Beras pecah dari jenis yang digunakan untuk makanan hewan

Beras pecah dari kategori lainnya

Sumber : Kementerian Keuangan (2012)

Ijin impor beras yang diberikan kepada importir terdaftar (IT) hanya untuk

jenis beras khusus, yaitu Beras Ketan Utuh Pos Tarif/HS 1006.30.30.00; Beras Kukus

Pos Tarif/HS 1006.30.91.00; Beras Basmati kepecahan <= 5% Pos Tarif/HS Ex.

1006.30.99.00; Beras Japonica kepecahan <= 5% Pos Tarif/HS Ex. 1006.30.99.00;

Beras Thai Hom Mali kepecahan <= 5% Pos Tarif/HS 1006.30.40.00; Beras Pecah

100% Pos Tarif/HS Ex. 1006.40.90.00 dan Beras Ketan Pecah 100% Pos Tarif/HS Ex.

1006.40.90.00 (Kemendag, 2014).

7

IV. PERKEMBANGAN IMPOR BERAS INDONESIA

Secara agregat, pertumbuhan impor beras Indonesia selama 6 tahun terakhir

(2008 – 2013) menunjukkan dinamika yang sangat menarik untuk diamati. Pada

pertumbuhan periode 2008 – 2011 terjadi peningkatan yang cukup signifikan sebesar

78.62%/tahun dimana pada tahun 2011 mencapai 2.75 juta ton dibandingkan tahun

2008 hanya 0.29 juta ton. Namun demikian pada kurun waktu 2011 – 2013

mengalami penurunan cukup drastis hingga -67.88%/tahun (Tabel 2). Total impor

beras menurun menjadi 1.8 juta ton tahun 2012 dan terus menurun menjadi 0.47

juta ton tahun 2013. Disamping terjadi perubahan volume impor agregat secara

nyata, juga terjadi perubahan nyata negara asal beras impor, dengan semakin

berperannya Vietnam dan India sebagai pemasok beras impor Indonesia.

Tabel 2. Perkembangan Volume Impor Indonesia Menurut Negara Asal Tahun 2008-

2013

Sumber : BPS (diolah)

Tabel 2 memperlihatkan bahwa peranan Thailand sebagai pemasok utama

beras ke Indonesia berangsur digeser oleh Vietnam. Pada kurun waktu 2008-2009,

Thailand merupakan sumber utama impor beras Indonesia hingga mencapai 54.2 –

8 8.4 persen, namun mulai tahun 2010 peranan ini diambil alih oleh Vietnam dengan

pangsa impor mencapai 68.0 persen dan pada tahun 2013 masih memimpin

walaupun dengan pangsa menurun sebesar 36.2 persen. Menurunnya pangsa impor

beras dari Vietnam dan Thailand merupakan akibat meningkatnya pangsa impor

beras dari India dan Pakistan. Peningkatan yang signifikan impor beras dari Vietnam

2008-2011 2011-2013

DUNIA 289.689 250.473 687.582 2.750.476 1.810.372 472.665 78,62 -67,88

-VIETNAM 125.070 20.971 467.370 1.778.481 1.084.783 171.287 90,42 -79,44

-THAILAND 157.007 221.373 209.128 938.696 315.353 94.634 61,14 -93,88

-INDIA 289 473 601 4.065 259.023 107.538 84,40 41,88

-PAKISTAN 751 501 4.992 14.342 133.078 75.813 87,94 41,30

- Lainnya (12 negara) 6.571 7.155 5.491 14.893 18.136 23.393 27,33 22,60

DUNIA 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 xxxxx xxxxx

-VIETNAM 43,17 8,37 67,97 64,66 59,92 36,24 xxxxx xxxxx

-THAILAND 54,20 88,38 30,41 34,13 17,42 20,02 xxxxx xxxxx

-INDIA 0,10 0,19 0,09 0,15 14,31 22,75 xxxxx xxxxx

-PAKISTAN 0,26 0,20 0,73 0,52 7,35 16,04 xxxxx xxxxx

- Lainnya (12 negara) 2,27 2,86 0,80 0,54 1,00 4,95 xxxxx xxxxx

2013Pertumbuhan

Volume (ton) %/tahun

%

Negara Asal 2008 2009 2010 2011 2012

8

ini antara lain akibat Nota Kesepahaman antara Pemerintah RI (yang diwakili Menteri

Perdagangan) dengan Pemerintah Vietnam tentang Perdagangan Beras yang pernah

dilakukan, pada tanggal 18 September 2012 dan diperpanjang lagi hingga 31

Desember 2017.

Semakin besarnya peranan Vietnam sebagai pemasok beras ke Indonesia juga

terlihat dari besarnya jumlah perusahaan importir beras terdaftar (IT) di Indonesia

yang mengimpor beras dari Vietnam. Pada tahun 2013, jumlah perusahaan importir

yang melakukan impor beras di Indonesia mencapai 296 perusahaan (Tabel 3).

Setiap IT umumnya mengimpor beras lebih dari satu jenis (kode HS tertentu) dan

lebih dari satu negara asal impor. Tabel 3 memperlihatkan bahwa dari total 296

perusahaan importir beras (IT) sebanyak 245 IT atau 82.8 persen mengimpor beras

dari Vietnam. Disamping adanya Nota Kesepahaman antar pemerintah, sebagaimana

diuraikan di atas, besarnya daya tarik Vietnam disebabkan oleh relatif murahnya

harga beras dan kemudahan melakukan kontak bisnis dengan perusahaan eksportir

Vietnam. Menurunnya impor beras dari Thailand pada tahun 2011 disebabkan

pemerintah Thailand menerapkan rice morgate program yang mengakibatkan harga

FOB Bangkok $100-110 per ton lebih mahal dibandingkan dengan beras eks Vietnam.

Mulai 2013 pemerintah Thailand telah menghapuskan program morgate, sehingga

harga beras eks Thailand kembali kompetitif. Importir Indonesia, termasuk Bulog,

mulai lagi mengimpor beras Thailand.

9

Tabel 3. Jumlah dan Persentasi Perusahaan Importir Beras di Indonesia, 2013

Negara Asal Beras Impor Importir Persentase (%)

Vietnam 245 82,8

Thailand 53 17,9

India 33 11,2

Pakistan 8 2,7

Lainnya 40 13,5

Perusahaan importir 296 100,0

Sumber : BPS (diolah)

Jumlah IT yang mengimpor beras dari Vietnam meningkat seiring dengan

meningkatnya volume impor beras dari Vietnam. Jenis beras yang diimpor dari

Vietnam terutama adalah beras ketan utuh (1006.30.30.00), beras Thai Hom Mali

(1006.30.40.00), beras Japonica (1006.30.99.00), dan beras pecah kategori lainnya,

termasuk beras pecah 100% (1006.40.90.00). Tabel 4 memperlihatkan jumlah IT

yang mengimpor beras dari Vietnam, yakni sebanyak 121 IT (80.2%) mengimpor

beras ketan, 45 IT (94.9%) mengimpor beras Thai Hom Mali, 35 IT (50.9%)

mengimpor beras khusus lainnya, dan 4 IT (25.9%) mengimpor beras pecah kategori

lainnya.

Tabel 4. Persentase Perusahaan Importir Beras Menurut Kode HS dan Negara Asal Impor, 2013

Nama Negara Eksportir

Kode HS

1006.10.10.00 1006.30.30.00 1006.30.40.00 1006.30.91.00 1006.30.99.00 1006.40.90.00

Vietnam 0.0 80.2 94.9 0.0 50.9 25.9

Thailand 0.0 19.4 5.1 9.1 0.0 3.7

India 27.3 0.0 0.0 90.9 19.0 22.2

Pakistan 0.0 0.0 0.0 0.0 0.9 29.6

Lainnya 72.7 0.4 0.0 0.0 29.3 18.5

Jumlah (%) 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0

Jumlah Perusahaan

7 151 47 7 69 16

Sumber : BPS (diolah)

10

Volume dan nilai impor beras menurut jenisnya, selama periode 2011 – 2013,

disajikan pada Tabel 5. Dari Tabel 5 terlihat bahwa beras ketan utuh (HS

1006.30.30.00), beras lain (HS 1006.30.99.00), dan beras pecah kategori lainnya (HS

1006.40.90.00) paling banyak diimpor, dengan nilai masing-masing pada tahun 2011

mencapai US$ 147 juta, US$ 1189 juta dan US$ 135 juta. Namun, nilai impor beras

kategori lain-lain terlihat terus menurun menjadi US$ 689 juta pada 2012 dan US$ 26

juta pada 2013.

Tabel 5. Volume dan Nilai Impor Beras Menurut Jenis (Kode HS), 2011 – 2013

Tahun Satuan Beras Ketan Utuh

(1006.30.30.00)

BerasThai Hom

Mali (1006.30.40.00)

Beras lain-lain

(1006.30.99.00)

Beras Pecah

kategori lainnya (1006.40.90.00)

2011

Volume (ton)

209964 6473 2218343 278533

Nilai (US$ Juta)

146.6 4.0 1188.8 135.3

2012

Volume (ton)

223491 39345 1347759 254213

Nilai

(US$ Juta) 130.9 23.1 689.3 100.7

2013

Volume

(ton) 198943 23118 47867 201100

Nilai

(US$ Juta) 125.8 12.9 25.5 77.9

Sumber : BPS (diolah)

Kuota impor beras kategori lain-lain (kode HS 1006.30.99.00), yakni beras

Basmati dan Japonica adalah sebesar 17 ribu ton (Tabel 6). Namun realisasi impor

beras kategori ini mencapai 48 ribu ton, sehingga terdapat impor beras jenis lainnya

(selain Basmati dan Japonica) yang masuk ke Indonesia, yakni sebesar 31 ribu ton,

yang diduga kuat berasal dari Vietnam seperti beras wangi dan/atau beras kualitas

medium. Namun sangat mungkin dari 31 ribu ton kelebihan impor tersebut sebagian

merupakan varietas basmati atau japonica. Situasi ini menunjukkan masih besarnya

peluang bagi importir untuk memasukkan jenis beras yang tidak masuk dalam

kategori yang ada dalam HS 2012. Tabel 6 juga memperlihatkan bahwa realisasi

impor jenis beras ketan utuh (1006.30.30.00) melebihi kuota, yakni sebesar 79 ribu

ton. Hal ini menunjukkan masih terdapat kelemahan dalam mengendalikan impor

berdasarkan kuota yang ditetapkan.

11

Tabel 6. Kuota dan Realisasi Impor Beras, 2013, (000 ton)

Jenis Beras

Kode HS

Kuotaa) Realisasib) Realisasic) Rasio

(1) (2) (3) (2)/(1)

Beras Ketan Utuh 1006.30.30.00 120 199 119 1.7

Thai Hom Mali 1006.30.40.00 35 23 23 0.7

Beras Kukus 1006.30.91.00 0.38 0.42 0.28 1.1

Beras kategori beras lain-lain (termasuk Basmati dan Japonica)

1006.30.99.00 17 48 15 2.8

Beras Pecah 1006.40.90.00 320 201 259 0.6 Sumber: a) Ditjen P2HP, khusus untuk 1006.30.99.00 adalah kuota Basmati dan Japonica

b) BPS, khusus untuk 1006.30.99.00 adalah keseluruhan jenis beras kategori

lain- lain c) P2HP, Kementan, khusus untuk 1006.30.99.00 adalah kuota Basmati dan japonica

Tabel 7 memperlihatkan sebanyak 71 perusahaan IT atau 61.2 persen dari 116

IT yang melakukan impor beras kategori lain dalam HS 1006.30.99.00. Dari sejumlah

71 perusahaan IT tersebut, sebanyak 49 IT (69.0%) mengimpor beras kategori

lainnya dari Vietnam dan sebanyak 11 perusahaan IT (15.5%) mengimpor dari AS.

Banyaknya IT yang mengimpor beras kategori lain-lain yang melampaui kuota inilah

yang memicu dugaan impor ilegal dari Vietnam. Sebagai catatan, Vietnam tidak

mengekspor jenis beras Basmati, negara ini melakukan ekspor jenis Japonica dan

beras wangi lainnya serta beras premium/medium.

Tabel 7. Jumlah IT yang Melakukan Impor Beras HS 1006.30.99.00, 2013

Negara Basmati Japonica Lainnya Jumlah

Australia - - 2 2

India 16 5 1 22

Italy - 1 - 1

Japan - - 4 4

Korea, Republic of - 1 2 3

Pakistan 1 - - 1

Taiwan - 1 2 3

United states - 10 11 21

Viet nam - 10 49 59

Jumlah 17 28 71 116 Sumber: BPS (diolah)

12

V. PERKEMBANGAN HARGA BERAS

Harga beras premium dan medium bergerak relatif bersamaan (Gambar 1 dan

2). Harga beras selama Januari 2010 sampai Januari 2012 tampak sangat fluktuatif

dengan kecenderungan yang meningkat, terutama selama periode bulan Mei –

Desember. Harga relatif lebih stabil selama periode 2012 – 2013. Harga baru

meningkat pada bulan November 2013 dan cenderung terus meningkat sampai bulan

Maret 20141. Situasi ini terjadi antara lain karena adanya bencana banjir dan iklim

ekstrim. Kenaikan harga beras dan pangan lain yang terjadi di awal 2014 disebabkan

oleh terganggunya jalur distribusi akibat bencana banjir yang terjadi hampir di

seluruh wilayah Indonesia.

Kecenderungan terus meningkatnya harga beras kurang mendukung dugaan

mengalirnya impor beras ilegal dari Vietnam ke pasar beras domestik. Logikanya,

konsekuensi beredarnya beras ilegal akan menekan harga beras eceran dan pada

gilirannya akan menekan harga gabah/beras petani. Situasi ini ternyata tidak terjadi

dan yang terjadi justru sebaliknya dimana harga beras, baik premium maupun

medium, cenderung terus meningkat sejak akhir tahun 2013 sampai Maret 2014.

Pertanyaannya, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa mencuat kasus dugaan impor

beras illegal ini? Kalau ternyata harga eceran beras tidak merosot dengan beredarnya

beras impor illegal di pasar domestik, mengapa dipermasalahkan? Untuk menjawab

pertanyaan ini perlu dikaji kemungkinan terjadinya persaingan usaha dan konflik

kepentingan dalam memperebutkan ‘rente ekonomi’ dalam kegiatan impor beras,

yakni dengan menghitung ‘senjang’ antara harga paritas impor dengan harga eceran

beras di pasar domestik.

1 Menurut PT Food Station, di PBIC ada sekitar 100 pedagang besar, 20% atau 20 orang diantaranya melakukan impor beras

khusus. Pasar beras terkonsentrasi pada empat pedagang besar yang mempunyai kontribusi sekitar 80%, satu diantaranya menguasai sampai 30%. Oleh karena itu ada kemungkinan harga beras di PBIC ditentukan oleh empat pedagang besar ini.

13

Sumber: Harga beras premium dan medium dari PT. Food Station, PIBC

Gambar 1. Perkembangan Harga Beras Medium dan Premium di PIBC, Januari

2010-Januari 2014

VI. HARGA PARITAS IMPOR BERAS

Harga Paritas impor (Import Parity Price-IPP) di lokus pemasaran tertentu

adalah tingkat harga ‘ekonomis’ suatu komoditas yang dihitung berdasarkan tingkat

harga impor di perbatasan (CIF) ditambah tarif bea masuk dan semua komponen

biaya pemasaran dan distribusi termasuk keuntungan pedagang sampai di lokus

pemasaran yang dimaksud. Gambar 2. memperlihatkan bahwa harga eceran beras

Basmati di pasar domestik jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga paritas impor

beras yang sama di pasar eceran. Dari Gambar 2 terlihat bahwa senjang harga

eceran beras Basmati dengan harga paritas impornya cukup besar sekitar Rp. 16.000

– Rp. 20.000 per kg, bahkan mencapai Rp 21.000 per kg pada awal tahun 2014.

Besarnya senjang harga ini menunjukan besarnya keuntungan yang dinikmati oleh

importir dan pelaku usaha perdagangan lainnya. Keuntungan usaha yang jauh diatas

keuntungan normal disebut ‘rente ekonomi’. Besar-kecilnya ‘rente ekonomi’ ini

memperlihatkan tingkat efisiensi sistem distribusi dan pemasaran komoditas tersebut.

Semakin besar ‘rente ekonomi’ semakin tidak efisien sistem pemasaran dan

distribusinya.

5000

6000

7000

8000

9000

10000

11000

Jan

-10

Ap

r-10

Jul-

10

Oct

-10

Jan

-11

Ap

r-11

Jul-

11

Oct

-11

Jan

-12

Ap

r-12

Jul-

12

Oct

-12

Jan

-13

Ap

r-13

Jul-

13

Oct

-13

Jan

-14

premium medium

14

Jika kuota impor beras basmati sebesar 20.000 ton dan kisaran senjang harga

Rp. 10.000 – Rp. 21.000 per kg, maka potensi rente ekonomi yang dapat dinikmati

oleh perusahaan IT dan pelaku usaha perdagangan secara keseluruhan berkisar Rp.

200 – 420 miliar. Semakin besar estimasi rente ekonomi semakin besar rangsangan

bagi perusahaan IT untuk memperoleh tambahan kuota. Langkah yang umum

dilakukan adalah bahwa beberapa perusahaan IT membentuk anak perusahaan

importir dengan tujuan memperoleh tambahan kuota impor. Jika penambahan kuota

impor tidak memungkinkan, maka IT akan terangsang untuk mengambil risiko

melakukan impor secara ilegal. Situasi ini yang diduga terjadi dalam kaitan dengan

dugaan impor beras illegal dari Vietnam. Disisi pemangku kebijakan, semakin besar

rente ekonomi semakin besar peluang terjadinya penyalahgunaan wewenang.

Pihak yang paling dirugikan adalah konsumen, karena terpaksa harus

membayar harga beras jauh lebih mahal dari harga paritas impornya. Langkah

konsumen untuk keluar dari beban adalah dengan mengurangi konsumsi beras

basmati dan mengalihkan konsumsi ke jenis beras lain. Namun langkah ini sulit

dilakukan oleh konsumen penderita diabetes yang memerlukan beras basmati untuk

keperluan diet terutama bila beras ‘substitusi’ tidak tersedia di pasar. Apakah petani

padi di Indonesia diuntungkan dengan harga beras basmati yang kelewat tinggi?

Jawabannya tidak, karena petani Indonesia tidak memproduksi beras basmati.

Sumber: Harga Beras Basmati dari Total Super Market, Fresh Mart dan All Fresh Super market; Harga

Paritas Impor Basmati dari Oryza (diolah)

Gambar 2. Harga Eceran dan Paritas Impor Beras Basmati (Rp/kg), Agustus 2013-Februari 2014

10000

20000

30000

40000

50000

Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13 Jan-14 Feb-14

IP Basmati Eceran-Basmati

15

Beras Thai Hom Mali popular sebagai beras jasmine yang merupakan varietas

original yang dikembangkan oleh petani lokal Thailand menjadi beras putih premium.

Setiap tahun, Thailand memproduksi sekitar 3 juta ton beras Thai Hom Mali atau

10% dari total produksi beras, 75% diantaranya untuk konsumsi lokal dan 25%

untuk ekspor. Negara importir utama adalah Asia dan Amerika Serikat, masing-

masing 60% and 20%. Sisanya 20% diekspor ke Eropa, Afrika, dan Oceania

(http://thailand.prd.go.th/ebook/kicthen/intro.html).

Gambar 3. memperlihatkan bahwa harga eceran beras khusus Thai Hom Mali

di pasar domestik lebih tinggi dibandingkan dengan harga paritas impor beras Thai

Hom Mali di pasar eceran. Dari Gambar 3. terlihat bahwa selisih harga eceran beras

Thai Hom Mali dengan harga paritas impornya berkisar antara Rp. 3.700 – Rp. 7.400

per kg. Selisih terbesar terjadi pada bulan Desember 2014 mencapai Rp. 7.359 per

kg. Meski tidak sebesar beras basmati, senjang harga ini juga memperlihatkan

perusahaan IT menikmati rente ekonomi yang sangat besar. Jika impor beras Thai

Hom Mali sebesar 50.000 ton, maka potensi rente ekonomi yang bisa dinikmati

berada dalam kisaran Rp.129 – 2 9 miliar.

Sumber: Harga Beras Thai Hom Mali dari Total Super Market, Fresh Mart dan All Fresh Super market; Harga Paritas Impor Thai Hom Mali dari Oryza (diolah)

Gambar 3. Harga Eceran dan Paritas Impor Thai Hom Mali (Rp/kg), Agustus 2013-Februari 2014

12000

14000

16000

18000

20000

22000

24000

Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13 Jan-14 Feb-14

IP-Thai HM Eceran-Thai HM

16

Kesenjangan antara harga paritas impor beras medium (Thai pecah 25%) dan

harga beras medium lokal semakin besar (Gambar 4). Sebagai catatan, tingginya

harga paritas impor pada awal 2013 karena tingginya harga beras Thai (25% broken)

FOB Bangkok sebagai akibat masih berlakunya Rice Morgate Program di Thailand.

Dari Gambar 3. terlihat bahwa selisih harga paritas impor beras Thai 25% pecah dan

harga eceran beras dengan kualitas yang sama semakin membesar, yaitu berkisar

antara Rp. 470 – Rp. 2.900 per kg. Selisih terbesar terjadi pada bulan Februari 2014,

yaitu mencapai Rp. 2.889 per kg. Hal ini berarti tingkat keuntungan pedagang

semakin tinggi dengan korbanan biaya konsumen.

Apa yang harus dilakukan pemerintah? Secara teoritis, pemerintah perlu

melakukan intervensi antara lain dengan: (i) mengambil sebagian rente ekonomi

tersebut dengan menerapkan atau meningkatkan tarif impor ke tingkat tarif impor

optimum, (ii) menerapkan kebijakan lisensi impor lebih terbuka dan transparan, (iii)

mendorong ditegakannya UU Persaingan usaha untuk mencegah praktek monopoli

dan kartel. Pemerintah perlu memberlakukan ‘tarif impor optimum’ untuk menjamin

harga ‘remunerative’ bagi petani dan konsumen. Kebijakan lisensi impor harus

bersifat ‘automatic’ dan transparan untuk mendorong munculnya IT baru. Namun

demikian, dengan kebijakan lisensi importir pemerintah harus dapat mencegah

munculnya perusahaan-perusahaan IT dengan pemilik yang sama.

Sumber: Harga Paritas Impor Beras Thai 25% pecah dari Oryza (diolah);

Harga Beras Medium dari PT Food Station-PIBC

Gambar 4. Harga Eceran dan Paritas Impor Thai Hom Mali (25% broken), Januari 2013-Februari 2014

4500

5500

6500

7500

8500

9500

Thai25% Medium

17

Terikatnya Indonesia dalam perjanjian perdagangan regional, seperti AFTA

dan AFTA+mitra dagang, membatasi keleluasaan pemerintah untuk meningkatkan

tarif impor, kecuali untuk beberapa produk yang termasuk dalam kategori ‘sensitive

products’ termasuk beras. Untuk pengendalian impor beras dan perlindungan

terhadap petani, pemerintah masih dapat meningkatkan tariff bea masuk (most

favored nation-MFN) sesuai ketentuan WTO, yakni tidak melebihi komitmen ‘bound

tariff’ (160%).

VII. SEKILAS PASAR INDUK BERAS CIPINANG (PIBC)

Sebagian besar jenis beras yang diperdagangkan di Pasar Induk Beras

Cipinang (PIBC) adalah beras medium, beras premium lokal, dan beras ketan. Beras

khusus tidak boleh dijual di pasar tradisional, termasuk ke PBIC. Hal ini karena beras

khusus seperti Thai Hom Mali pada umumnya dikonsumsi oleh Restoran, Basmati

oleh Rumah sakit, Japonica oleh restoran Jepang dan beras ketan oleh industri

pengolahan. Selain itu beras khusus diperdagangkan melalui super market menengah

keatas. Oleh karena itu, beredarnya beras khusus (non beras ketan) di PIBC akan

mudah dikenali oleh pedagang, khususnya pedagang yang merasa dirugikan.

Siklus pemasukan dan pengeluaran beras di PBIC tampak sangat fluktuatif

(Gambar 5) mengikuti siklus musim tanam-panen. Pada bulan April – Mei pemasukan

meningkat dan akan kembali menurun mulai bulan Juli. Hal ini mengakibatkan harga

menurun pada bulan April – Mei dan harga kembali meningkat pada bulan Juli. Pada

bulan Agustus sampai September Jumlah pemasukan akan berada pada level

terendah karena itu harga cenderung naik pada bulan agustus-september tahun 2010

dan 2011, namun hal ini tidak terjadi pada 2012 – 2013.

18

Sumber: Volume Pemasukandan Pengeluaran Beras dari PT Food Station-PIBC

Gambar 5. Pemasukan dan Pengeluaran (Ton/Bulan), Januari 2010 – Februari 2014

Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) memperoleh pasokan beras dari beberapa

daerah penghasil beras di Jawa Barat (Karawang, Cirebon, Bandung, Cianjur,

Banten), Jawa Tengah, Jawa Timur dan Luar Jawa, serta pasokan beras eks gudang

beras di wilayah Jakarta dan eks Bulog. Di antara daerah penghasil beras di Jawa

Barat, Karawang dan Cirebon/Indramayu merupakan pemasok beras utama bagi

PIBC. Kecukupan pasokan beras dari wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa ini menjadi

penentu stabilitas harga beras di wilayah Jakarta dan sekitarnya (Gambar 6).

Namun demikian, disamping pasokan dari luar Jakarta, keberadaan beras di

gudang-gudang beras swasta di Jakarta dan gudang Bulog juga sangat berperan

dalam menjaga stabilitas harga beras di PIBC. Sebagaimana terlihat pada Gambar 5,

pasokan beras eks Bulog terlihat meningkat dalam situasi pasokan dari luar daerah

dan gudang-gudang swasta mulai berkurang. Pasokan beras eks Bulog meningkat

pada setiap bulan November – Januari, yakni pada saat musim paceklik dimana

pasokan dari luar daerah menurun. Situasi ini memperlihatkan berfungsinya peran

Bulog dalam mengawal program stabilisasi harga beras di tingkat harga eceran

melalui penentuan Harga Jual Pemerintah (HJP). Bulog juga bertugas untuk

menjamin harga gabah/beras di tingkat petani melalui penerapan Harga Pembelian

Pemerintah (HPP).

40000

50000

60000

70000

80000

90000

100000

Jan

-10

Ap

r-10

Jul-

10

Oct

-10

Jan

-11

Ap

r-11

Jul-

11

Oct

-11

Jan

-12

Ap

r-12

Jul-

12

Oct

-12

Jan

-13

Ap

r-13

Jul-

13

Oct

-13

Jan

-14

Pemasukan (Ton/Bln) Pengeluaran (Ton/Bln)

19

Sayangnya tidak diperoleh data jenis dan kualitas beras yang berasal dari

gudang-gudang swasta di wilayah Jakarta, apakah beras lokal atau beras khusus eks

impor seperti Thai Hom Mali, Japonica dan Basmati dengan kualitas premium atau

medium sebagaimana sempat diributkan peredarannya di PIBC oleh berbagai media

masa. Menurut hasil wawancara, pengelola PIBC menyatakan telah beredar beras

impor eks Vietnam yang ditengarahi sebagai beras kualitas medium di PIBC. Hal ini

dipermasalahkan oleh salah satu pedagang besar (yang juga berstatus Importir

Terdaftar-IT), karena beras kualitas medium hanya boleh diimpor oleh Bulog.

Sumber: PT Food Station-PIBC

Gambar 6. Sumber Pasokan Beras ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Januari 2010 – Februari 2014

Berkurangnya jumlah pemasukan beras ke PBIC, karena bencana banjir dan

cuaca ekstrim lain, telah menyebabkan harga meningkat selama bulan Januari –

Februari 2014. Situasi ini perlu diwaspadai oleh pemerintah agar tidak memicu inflasi

dan membebani konsumen, khususnya kelompok miskin. Meningkatnya harga

komoditas pangan di luar musim panen tidak akan menguntungkan petani, hanya

akan menguntungkan pedagang dan spekulan, dan jelas membebani konsumen

secara luas. Melonjaknya harga pangan akibat kurangnya pasokan dan terganggunya

sistem distribusi juga harus cepat diatasi agar tidak membebani konsumen dan

perekonomian akibat inflasi. Dalam situasi seperti ini, kebijakan pemerintah untuk

0102030405060708090

Jan

Mar

Mei Ju

l

Sep

t

No

v

Jan

Mar

Mei Ju

l

Sep

t

No

v

Jan

Mar

Mei Ju

l

Sep

t

No

v

Jan

Mar

Mei Ju

l

Sep

t

No

v

Jan

Mar

Mei

2010 2011 2012 2013 2014

Luar Jkt (ton) Gdg Jkt (ton) Ex Bulog (ton)

20

menambah pasokan, baik dengan operasi pasar BULOG maupun dengan membuka

kran impor, merupakan langkah (jangka pendek) yang memang harus dilakukan dan

tidak perlu diperdebatkan. Kebijakan pengendalian impor perlu dilakukan secara lebih

transparan agar tidak membuka peluang terbentuknya kartel dan mendorong praktek

mencari rente ekonomi. Kebijakan lisensi dan kuota impor produk pertanian yang

diterapkan pemerintah belakangan ini justru menuju kepada sistem pasar yang tidak

efisien dan membuka peluang kartelisasi.

VIII. MEMAHAMI KASUS IMPOR BERAS ILLEGAL DARI VIETNAM?

Dari analisis dan pembahasan yang telah dilakukan di atas, telah dapat

dijawab beberapa pertanyaan kajian yang diuraikan dalam bab pendahuluan,

terutama pertanyaan mengapa kasus dugaan impor beras illegal dari Vietnam muncul

di permukaan. Pembahasan juga sudah menjawab pertanyaan mengapa dugaan

hanya tertuju kepada Vietnam.

Menjadi sangat menarik untuk dicermati dan dikritisi mengapa antar

pemerintah sendiri, dalam hal ini Mentan dan Mendag, sempat berseberangan posisi

dalam menyikapi impor beras Vietnam? Tidak hanya antar pemerintah, pandangan

antar politisi dari partai politik juga berseberangan satu sama lain. Munculnya silang

pendapat dan saling menyalahkan antar kementerian memperlihatkan tidak adanya

kesepahaman tentang tujuan kebijakan perberasan nasional dalam hal ini kebijakan

stabilisasi harga beras.

Sebenarnya tujuan stabilisasi harga beras sangat jelas yakni menjamin harga

yang layak dan menguntungkan bagi petani padi/beras dan harga eceran yang

terjangkau oleh konsumen, khususnya kelompok miskin. Dengan beredarnya beras

impor eks Vietnam, harga eceran beras medium tidak merosot tetapi justru

cenderung meningkat (melonjak) dalam periode Desember – Februari 2014. Kalau

data ini benar, maka keberadaan beras impor eks Vietnam seharusnya justru

menguntungkan sebagai tambahan pasokan beras di wilayah Jakarta sehingga dapat

menekan lonjakan harga beras eceran. Yang pasti, beredarnya beras impor eks

21

Vietnam pada awal bulan Januari 2014 tidak merugikan petani mengingat panen

raya belum tiba dan harga eceran beras medium juga tidak merosot.

Dalam pembahasan harga paritas impor diperlihatkan bahwa besarnya rente

ekonomi dalam kegiatan impor beras khusus yang menjadi penjelas terungkapnya

dugaan impor beras illegal dari Vietnam. Besarnya rente ekonomi, yang mencapai

ratusan miliar rupiah, menjadi rebutan antar pelaku impor (IT) bersama pihak

(oknum) yang memperebutkan ‘kewenangan’ dalam pengaturan impor. Sebagai

ilustrasi, potensi rente ekonomi untuk impor beras Basmati berada dalam kisaran Rp.

200 – 420 miliar, sedangkan untuk impor beras Thai Hom Mali berkisar Rp. 129 –

259 miliar. Jadi, terkuaknya kasus impor beras Vietnam dipicu oleh persaingan antara

IT/distributor dan oknum tertentu, baik di dalam maupun di luar pemerintahan,

dalam memperebutkan rente ekonomi tersebut.

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

9.1. Kesimpulan

1. Keberadaan stok beras penyangga Bulog berperan dalam menstabilkan harga

beras di PIBC, wilayah Jakarta dan sekitarnya.

2. Kebijakan pengendalian impor beras cukup efektif dalam menstabilisasikan harga

beras medium, namun belum efektif dalam mengelola dan mendistribusikan rente

ekonomi serta menjamin harga layak bagi konsumen beras khusus dan/atau beras

kualitas premium.

3. Vietnam berhasil menggeser Thailand menjadi sumber utama beras impor ke

Indonesia, terbukti dengan besarnya nilai impor beras dari Vietnam serta

banyaknya perusahaan IT yang mengimpor beras khusus dari Vietnam.

4. Vietnam lebih menarik karena harga berasnya relatif lebih murah dibandingkan

Thailand dan didukung MOU pemerintah RI – Vietnam.

22

5. Dugaan beredarnya impor beras illegal dari Vietnam ternyata tidak mengakibatkan

merosotnya harga beras eceran. Mulai akhir 2013, harga eceran beras baik

kualitas medium maupun premium, justru cenderung terus meningkat.

6. Harga eceran beras ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga paritas

impornya, artinya importir/distributor menikmati keuntungan di atas keuntungan

normal (rente ekonomi). Rente ekonomi dalam importasi beras khusus dan/atau

beras kualitas premium lebih tinggi dibandingkan dengan rente ekonomi dalam

importasi beras medium.

7. Besarnya rente ekonomi dalam importasi beras khusus/premium merangsang IT

melakukan impor beras ilegal dan membuka peluang penyalah-gunaan

wewenang.

8. Mencuatnya kasus dugaan beredarnya beras impor illegal dari Vietnam dipicu oleh

persaingan usaha dan perebutan ‘rente ekonomi’ antar IT/distributor yang

masing-masing kemungkinan mewakili pihak/oknum tertentu baik di dalam

maupun di luar pemerintahan.

9.2. SARAN KEBIJAKAN

1. Meningkatkan tarif impor untuk mengambil sebagian rente ekonomi dari

importasi beras khusus. Untuk itu perlu dihitung dan diberlakukan ‘tarif impor

optimum’ yang dapat menjamin harga ‘remunerative’ bagi petani dan konsumen

serta meningkatkan penerimaan negara dari tarif.

2. Menerapkan kebijakan lisensi impor yang bersifat otomatis, lebih terbuka dan

transparan untuk mendorong munculnya IT baru dalam importasi beras. Namun

demikian, dengan kebijakan lisensi importir pemerintah harus dapat mencegah

munculnya perusahaan-perusahaan IT dengan pemilik yang sama.

3. Mendorong ditegakannya UU Persaingan usaha untuk mencegah praktek monopoli

dan kartel dalam importasi dan perdagangan beras khusus.

23

4. Merevisi BTKI dengan cara memberlakukan Kode HS untuk masing-masing jenis

beras khusus yang diimpor. Langkah ini dilakukan untuk mengurangi peluang

penyalahgunaan dokumen impor.

(1) Perum Bulog semestinya juga diberikan kesempatan untuk melakukan impor

beras khusus. Keuntungan yang diperoleh dalam kegiatan impor beras khusus

dapat digunakan untuk pengembangan usaha komersial dan menutup kerugian

dari kegiatan operasi pasar dan pengelolaan stok penyangga.

DAFTAR PUSTAKA

Dit Jen Daglu. 2014. Draft Peraturan Menteri Perdagangan Tentang Ketentuan Ekspor

dan Impor Beras. Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Kemendag. Jakarta.

Dit Jen P2HP. 2014. Alokasi Umum Impor Beras Jenis Tertentu Tahun 2014.

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian. Jakarta.

Giraud. G dan P. S. Wajid. 2009. Where Is Basmati Rice Coming From? A Global Trade–Related Overview. Research Division of the Federal Reserve Bank of St.

Louis.

PT. Food Station. Data Beras Cipinang. Pasar Cipinang. Jakarta.

The Government Public Relations Department. Foreign Office. Thailand: Kitchen of The World. Bangkok. Thailand. http://thailand.prd.go.th/ebook/kicthen/intro.html.

24

Lampiran 1. Alokasi Impor Beras Japonica, 2011

No. Nama Perusahaan Kebutuhan

Hotel dan Retauran 2011

Realisasi

s/d November

Alternatif Bila

Realisasi Naik 30%

1. Yamika Arbis, PT 100.00 100.00 130.00

2. Libra Food Service, CV 284.00 200.00 260.00

3.

Masuya Graha Trikencana, PT

160.91 159.89 207.86

183.18 0.00 0.00

4. Sarinah (Persero), PT 200.00 199.86 259.82

5.

Sojitz Indonesia, PT

90.00 89.98 116.97

129.00 0.00 0.00

6. Kusuma Food Indonesia, CV 234.00 199.38 259.19

7. Niaga Mulia, PT 111.70 107.99 140.39

8. Koin Bumi, PT

70.00 69.33 90.13

100.00 12.50 16.25

9. Ichiya Indonesia, PT 16.40 15.65 20.35

10. Lautan Mas Pertiwi, PT 208.75 200.00 260.00

11. Bumi Ayu, CV 55.05 0.00 0.00

12. Cipta Harapan Bersama, CV 100.50 97.62 126.91

13. Agro Inti Perkasa, PT 162.00 161.99 210.59

14. Pangan Sejahtera, PT 201.00 199.19 258.95

15. Indomaru Lestari, PT 33.00 32.98 42.87

16. Catur Sukses Abadi, PT 136.00 100.00 130.00

17. Bisang World, PT 15.00 0.00 0.00

18. Sumber Bumi Jaya, CV 80.00 0.00 0.00

19. Koperasi Duta Usaha 205.00 0.00 0.00

20. Pangan Abadi, CV 114.00 19.77 25.70

21. Bayu Lestari, CV 6.06 6.00 7.80

22. Christy Sejahtera, PT 200.00 0.00 0.00

23. Karya Sentosa, CV 200.00 0.00 0.00

24. Anugrah Lintas Niaga, PT 200.00 0.00 0.00

25. Karya Utama Persada Bersama

200.00 0.00 0.00

26. Libra Food Service, CV 204.00 0.00 0.00

27. Indoboga Jaya Makmur, PT 119.40 0.00 0.00

TOTAL 4118.95 1972.13 2563.77

25

Lampiran 2. Alokasi Impor Beras Basmati, 2011

No. Nama Perusahaan Permintaan

Hotel dan Retauran 2011 Realisasi

s/d November Alternatif Bila

Realisasi Naik 30%

1. Lautan Mas Pertiwi, PT 24.00 24.00 31.20

2. Bumi Ayu, CV 13.20 0.00 0.00

3. Marcoria Putra, PT 53.00 20.00 26.00

4. Quasindo, CV 12.30 5.00 6.50

12.30 0.00 0.00

TOTAL 114.80 49.00 63.70

Lampiran 3. Alokasi Impor Beras Kukus, 2011

No. Nama Perusahaan Kebutuhan

Rumah Sakit/Apotik 2011 Realisasi

s/d Nov-11 Alternatif Bila

Realisasi Naik 30%

1 Quasindo, CV 20.00 20 26

20.00 20 26

20.00 0 0

TOTAL 60.00 40 52

26

Lampiran 4. Alokasi Impor Beras Thai Hom Mali, 2011

No. Nama Perusahaan Permintaan

Hotel dan Restauran 2011 Realisasi

s/d Nov-11 Alternatif Bila

Realisasi Naik 30%

1. Lautan Mas Pertiwi, PT 401.22 398.56 518.13

240.72 231.00 300.30

2. Kusuma Food Indonesia, CV 400.00 400.00 520.00

3. Niaga Mulia, PT 375.00 300.00 390.00

4. Dewa Tunggal Abadi, CV 200.00 94.00 122.20

5. Sejati Makmur Semesta, PT 300.00 - -

6. Agro Inti Perkasa, PT 351.00 - -

7. Cipta Harapan Bersama, CV 400.00 - -

8. Pangan Abadi, CV 285.00 - -

9. Dua Putera, CV 400.00 - -

10. Koperasi Perikanan Mina Rizki

400.00 - -

11. Anugrah Lintas Niaga, PT 400.00 - -

12. Internasional Import Eksport,PT

400.00 - -

13. Laut Komoditindo, PT 400.00 - -

14. Christy Sejahtera, PT 400.00 - -

TOTAL 5,341.00 1,423.56 1,850.63